Academia.eduAcademia.edu

Made Nindi R A

2023, Kunstruksi dan Implementasi Filsafat Ilmu

MEMBANGUN FILSAFAT Oleh Made Nindi Rafaely Agustin DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL .............................................................................................................. 1 DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 2 A. Ontologi.......................................................................................................................... 3 B. Epistemologi .................................................................................................................. 4 C. Aksiologi ........................................................................................................................ 5 BAB II ........................................................................................................................................ 6 A. Ontologi Ilmu (Menuju Matematika/Pendidikan Matematika)...................................... 6 B. Epistemologi Ilmu (Idem) .............................................................................................. 7 C. Aksiologi Ilmu (Idem).................................................................................................... 7 BAB III ...................................................................................................................................... 9 A. Meriview Video Kuliah Filsafat..................................................................................... 9 B. Meriview Buku CPR Immanuel Kant .......................................................................... 10 C. Makalah dengan Sumber Utama Paul Ernest ............................................................... 14 BAB IV .................................................................................................................................... 19 A. Sejarah/Perkembangan Matematika (menurut Hw & Toyib (2020))........................... 19 B. Ideologi Pendidikan (Paul Ernest) ............................................................................... 21 C. Paradigma/Teori/Model/Pendekatan/Metode/Strategi/Praksis (Review CMAP Theory Learning..., Search Google…, Menuju Bidang Ilmu) .......................................................... 24 D. Pendidikan/Pembelajaran Konstruktif (Umum…, Menuju Bidang Ilmu.., Dilengkap Contoh/Lampiran) ................................................................................................................ 28 KESIMPULAN ........................................................................................................................ 32 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 33 2 BAB I FILSAFAT UMUM Ada begitu banyak alasan mengapa filsafat itu penting untuk di pelajari khususnya dalam pendidikan yakni filsafat pendidikan. Apalagi jika menyangkut pertanyaan rasional yang tidak mampu dijawab pada bidang sains dan pendidikan. Para professional dan praktisi pendidikan percaya bahwa filosofi yang secara komperhensif membahas konsep dan praktik pendidikan merupakan factor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pandidikan. Sebagai calon pendidik, filsafat adalah landasan yang nantinya akan digunakan sebagai landasan untuk berkarya dan mengabdi dalam dunia pendidikan; sebagai standar penentuan kurikulum dan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik; landasan dalam perkembangan ilmu pendidikan dan dari penentuan kebijakan mengenai program pendidikan. Filsafat matematika adalah cabang dari ilmu filsafat yang bertujuan untuk memberikan dasar kepastian pengetahuan matematika dengan kata lain untuk direnungkan dan menjelaskan sifat dari matamatika. Menurut Ernest (2004), peran filsafat matamatika adalah untuk memberikan landasan yang sistematis dan absolut untuk pengetahuan matematika. Asumsi ini adalah dasar dari fondationism, doktrin bahwa fungsi filsafat matematika adalah untuk memberikan dasar-dasar tertentu untuk pengetahuan matematika dengan pandangan absolutist, yaitu menganggap bahwa kebenaran matematika adalah mutlak. Berdasarkan uraian di atas, maka pada makalah ini akan mengulas lebih dalam berkaitan dengan kegiatan membangun filasafat dalam kegiatan pemebelajaran filsafat ilmu dalam perkuliahan Prof. Dr. Marsigit, M.A. A. Ontologi Menurut Hw & Toyib (2020)Ontologi dalam ilmu filsafat membahas mengenai hakekat benda atau objek yaitu alam semesta yang terbagi menjadi 2 meliputi kuantitas dan kualitas. 1. Kuantitas Dari segi kuantitas, hakekat alam semesta terdiri dari beberapa pandangan yaitu monoisme, dualisme, dan pluralisme. Dalam pandangan monoisme, alam semesta terdiri dari satu unsur. Thales dari air, anaximandros dari api, anaximenes udara, dan democritos dari tanah. Dalam pandangan dualisme berpendapat bahwa alam semesta terdiri dari unsur materi dan roh. Tokoh dalam pandangan dualisme ini 3 yaitu Anaxagoras dan Aristatolteles. Pandangan selanjutnya yaitu prularisme menganggap bahwa alam semesta terdiri dari empat unsur yaitu air, angin, api, dan tanah. Tokoh dalam prularisme ini yaitu Empedokles dan Leukippos. 2. Kualitas Pandangan kualitas membahas tentang bagaimana alam berproses. Dalam hal ini muncul empat teori yang meliputi mekanisme, theleologi, determinisme, dan indeterminisme sebagai berikut. a. Dalam teori mekanisme dikatakan bahwa segala sesuatu berproses secara mekanik. b. Teori theleologi mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam raya berproses menuju satu tujuan yaitu Tuhan. c. Teori determinisme mengatakan segala kejadian di alam semesta berproses melalui suatu ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya, baik oleh hukum alam maupun oleh Tuhan. d. Teori indeterminisme mengatakan segala kejadian di alam semesta ini berlangsung secara bebas tanpa kendali tertutup dari Tuhan atau kekuatannya. B. Epistemologi Epistemologi dalam filsafat membahas tentang bagaimana proses berfilsafat, susunan, dan sistematikanya (Hw & Toyib, 2020). Epistemologi membahas tentang hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan. 1. Hakikat pengetahuan Dalam hakikat pengetahuan muncul dua pandangan yang meliputi realisme yaitu pengetahuan tentang adanya manusia dalam kehidupan dan idealisme yaitu hakikat ilmu pengetahuan yang tidak terdapat dalam dunia, melainkan konsep ideal atau dalam dunia ide-ide. 2. Sumber pengetahuan Dalam sumber pengetahuan muncul tiga pandangan, yaitu rasionalisme yang berpandangan bahwa sumber pengetahuan muncul dari rasio (akal), empirisme yang berpandangan bahwa sumber pengetahuan bersumber pada indra manusia, dan kritisme yang berpandangan bahwa pengetahuan manusia bersumber dari luar manusia (Tuhan). 4 C. Aksiologi Aksiologi membahas tentang persoalan kegunaan dan ukuran baik atau buruk, yang terbagi menjadi 6 pandangan (Hw dan Toyib, 2020): 1. Naturalisme yang berpendapat bahwa ukuran dari baik buruk yaitu sesuai atau tidaknya perbuatan yang dilakukan manusia itu dengan fitrahnya sebagai menusia 2. Hendonisme berpendapat bahwa perbuatan yang baik ialah yang dapat memberikan kenikmatan (hodone) kepada manusia, sebaliknya maka perbuatan yang tidak baik ialah yang tidak dapat mendatangkan kenikmatan atau malah kesengsaraan 3. Vitalisme berpendapat bahwa baik buruknya sesuatu ditentukan oleh apakah perbuatan manusia itu dapat mendorong manusia untuk membuat kehidupannya lebih maju. 4. Utilitarianisme mengatakan bahwa baik buruk sesuatu itu ditentukan oleh kebermanfaatan dari perbuatan tersebut. 5. Idealisme mengatakan bahwa perbuatan yang baik ialah perbuatan yang sesuai dengan konsep ideal pikiran manusia, dan sebaliknya perbuatan yang tidak baik itu ketika tidak sesuai dengan konsep ideal pikiran manusia. 6. Teologi berpandangan bahwa perbuatan yang baik ialah perbuatan yang sesuai dengan ketentuan agama (teos=Tuhan, agama), dan sebaliknya jika perbuatan itu tidak sesuai dengan ketentuan agama maka perbuatan tersebut tidaklah sebuah kebaikan. Berdasarkan uraian di atas bahwa ontologi (hakekat benda), epistimologi (proses berfilsafat), dan aksiologi (uraian baik atau buruk) adalah tiga aspek utama dalam ilmu filsafat yang membahas hakikat benda atau objek, proses berfilsafat, dan persoalan kegunaan serta ukuran baik atau buruk dari sudut pandang filsafat. 5 BAB II FILSAFAT ILMU A. Ontologi Ilmu (Menuju Matematika/Pendidikan Matematika) Ontologi ilmu membahas tentang sifat dasar ilmu atau pengetahuan ilmiah yang sering disebut sebagai ilmu pengetahuan. Ini melibatkan pertanyaan tentang apa sebenarnya kebenaran rasional atau kebenaran deduktif, serta fakta empiris yang didasarkan pada pengalaman dan pemahaman ilmiah tentang apa yang ada dan bagaimana hal itu terjadi. Ilmu adalah pengetahuan yang berusaha menjelaskan alam sebagaimana adanya. Jika ini menjadi focus ilmu, maka tidak bisa dihindari bahwa akan muncul berbagai masalah di dalamnya. Semakin kita menjelajahi ilmu pengetahuan, semakin banyak permasalahan yang akan muncul. Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat dipikirkan manusia secara rasional dan yang bisa diamati melalui panca indra manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Ilmu merupakan bagian kecil dari serangkaian pengetahuan yang dapat ditemukan dan dipelajari serta dibutuhkan dalam mengatasi berbagai dilema dunia dan isinya. Dengan kata lain, ilmu yang banyak dikatakan sebagai pengetahuan ilmiah hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dengan melakukan berbagai penafsiran tentang hakikat realitas dari objek ontologi. Beberapa aliran dalam bidang ontologi yaitu realisme, naturalisme, dan empirisme. Istilah-istilah terpenting yang terkait dengan ontologi meliputi yang ada (being), realitas (reality), eksistensi (existence), esensi (essence), substansi (substance), perubahan (change), tunggal (one), dan jamak (many). Ontologi matematika merupakan studi-studi yang membahas sesuatu berdasarkan ilmu matematika dalam menentukan ketepatan serta mengkaji prinsipprinsip penalaran yang benar sehingga dapat menarik suatu kesimpulan. Filsafat matematika tidak terdapat penambahan teorema atau teori baru matematika, oleh karena itu filsafat matematika tidak dapat dikatakan sebagai ilmu matematika. Filsafat matematika dapat dikatakan sebagai refleksi terhadap ilmu matematika yang mengakibatkan hadirnya pertanyaan dan jawaban tertentu (Tarigan, 2021). 6 Matematika merupakan ilmu yang kebenarannya mutlak, tidak dapat direvisi karena didasarkan pada deduksi murni yang merupakan kesatuan sistem dalam pembuktian matematika. Sistem deduksi tersebut menjelaskan bahwa dalam pembuktian matematika suatu proporsisi dinyatakan bernilai benar apabila aksioma atau postulat yang mendasarinya juga benar (Tarigan, 2021). Pendekatan ontologi dalam memahami kenyataan matematika merupakan lingkaran penuh yang saling berkaitan antara pengelaman dan keberadaan sesuatau tanpa dapat dikatakan mana yang lebih dahulu. Pertanggungan ontologi tidak dapat diberikan begitu saja, tetapi perlu dikaitkan dengan uraian ontologi itu sendiri, yang berarti kajian matematika secara ontologi tidak dapat dimulai dengan cara menentukan definsi-definisi atau teorema-teorema tentang kenyataan dasar matematika karena hal demikian akan mampersulit batas-batas pemikiran dan dengan demikian akan menutup jalan pemikiran yang sempit (Marsigit, 2004). B. Epistemologi Ilmu (Idem) Epistemologi ilmu membeicarakan cara ilmiah sebagai langkah-langkan untuk mendapatkan pengetahuan yang kita sebut ilmu. Hanya pengetahuan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam cara ilmiah yang dapat disebut sebagai ilmu. Dlam epitimologi ilmu, kita melibatkan berpikir deduktif dan induktif, dimana teori ilmiah menggabungkan cara berpikir rasional dan pengamalan empiris. Selanjutnya, logika ilmiah merupakan gabungan dari logika deduktif dan induktif, dengan rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan. Penjelasan rasional yang diajukan sebelum diuji secara empiris disebut hipotesis. Dalam konteks filsafat matematika, epistemologi matematika dikenal sebagai fundasionalisme, di mana konteks pembenaran terhadap pertumbuhan matematika bersifat a-historis dan a-sosial. Pertanyaan asal usul pengetahuan dalam matematika dibedakan menjadi apriorisme dan empirisme, dengan apriorisme dianggap sebagai solusi masuk akal jika empirisme dianggap tidak dapat diterima untuk epistemologi matematika. C. Aksiologi Ilmu (Idem) Aksiologi merupakan teori nilai, yang dalam perkembangannya menciptakan perdebatan tentang kebebasan pengetahuan dari nilai atau yang disebut sebagai netraitas pengetahuan (value free). Di sisi lain, ada jenis pengetahuan yang dibangun berdasarkan nilai-nilai tertentu. Dalam pendekatan aksiologi dalam filsafat ilmu atau 7 ilmu pengetahuan, muncul dua penilaian utama, yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang secra kritis dan sistematis membahas masalah-masalah moral. Aksiologi pendidikan matematika yaitu ilmu dalam filsafat yang mempelajari tentang kebermanfaatan pendidikan matematika dalam sebuah proses belajar mengajar matematika. Contohnya adalah manfaat mempelajari tentang bangun ruang, dan mempelajari hal-hal lain terkait pendidikan matematika. 8 BAB III MEMBANGUN FILSAFAT A. Meriview Video Kuliah Filsafat TUGAS 1 ACTION Hidup manusia itu adalah metafisik yang tidak akan selesai. Metafisik adalah sifat dibalik sifat, sifat mendahului sifat, sifat mengikuti sifat, sifat mempunyai sifat. Metafisik pada kehidupan manusia terbagi menjadi dua yaitu manusia dengan kehidupan yang dahulu (leluhurnya) dan manusia dengan keturunannya nanti (yang akan datang). Manusia adalah mahluk hidup yang tidak sempurna dimana ketidak sempurnaan tersebutlah yang membuat manusia menjadi sempurna. Maka sebenarbenarnya manusia itu adalah sifat mempunyai sifat. Awal dari segala macam kegiatan, sifat, dan hati manusia terbagi menjadi dua yakni fatal dan vital. Fatal adalah terpilih (takdir: yang sudah terjadi) dengan paham Bermences. Vital adalah memilih (ikhtiar) dengan paham Heraclitos. Seseorang dengan paham Bermences berpendapat bahwa semuanya besifat tetap, idealisme, absolutism, spiritualism, kuasa tuhan (kausa prima: sebab dari segala sebab). Maka sesuatu bisa dikatakan fatal adalah definisi/sebuah asumsi yang tidak berubah/asumsi yang ideal. Hal ini bermakna sama dengan logiesim (logika), coherentism (fakta), analitik, konsisten, aksioma, teorema, hukum, normatif, formal, a priori (menebak: paham walaupun tidak melihat), rasionalism, regionalism, hukum identitas yaitu A = A, yang bersifat tautologis. Seseorang dengan paham Heraclitos berpendapat bahwa semuanya besifat berubah, materialism (benda), realism. Maka sesuatu yang bisa dikatakan vital adalah ‘contoh’ yang bisa kapan saja berubah. Hal ini bermakna sama seperti hukum alam, correspondentiation (yang berkorespondesi adalah realita, fakta, persepsi), sintetik, a posteriori (pengalaman: harus melihat baru paham), empiricism berdasarkan pengalaman, emperilism, kontradiksi yaitu A ≠ A, yang bersifat novelty (perubahan). Jadi paham Bermences dan Heraclitos adalah dua pandangan filosofis yang bertentangan mengenai idealisme dan realitas. Sementara Bermences meyakini bahwa perubahan hanyalah ilusi, dengan menganggap realitas sejati sebagai yang tidak berubah, Heraclitos mengajukan bahwa perubahan adalah hukum alam yang mendasar 9 dan menganggap alam semesta senantiasa bergerak dan mengalir. Perbedaan ini mencerminkan perbedaan pendekatan dalam memahami esensi perubahan dan dasar realitas dalam kerangka pandangan filosofis masing-masing. Oleh karena itu, dalam video pembelajaran fisafat oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. sesungguhnya sebenar-benarnya manusia adalah metafisik, yang mana metafisik adalah sifat dibalik sifat, sifat mendahului sifat, sifat mengikuti sifat, sifat mempunyai sifat. B. Meriview Buku CPR Immanuel Kant “Menerjemahkan dan merangkum Buku ‘The Critique of Pure Reason by Immanuel Kant’ menggunkan bahasa sendiri” Pada paragraph pengantar pertama buku ini, menjelaskan terkait bagaimana cara kerja akal manusia jika dihadapkan dengan petanyaan-pertanyaan yang sulit terutama dalam konteks metafisika yang merupakan cabang filsafat yang mencoba memahami hal-hal seperti makna ekstensi, siaft alam semesta, dan petanyaanpertanyaan yang melampaui pengalaman kehidupan kita sehari-hari. Adapun garis besar yang dapat di pahami dari bagian ini yakni 1) Akal manusia ketika dihadapi dengan Pertanyaan sulit. Manusia memiliki kemampuan berpikir yang luar biasa, tetapi ada pertanyaan-pertanyaan sulit terutama dalam metafisika yang tidak mampu dihindari. Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dari sifat manusia yang ingin memahami dunia dan peradabannya. 2) Keterbatasan akal manusia. Secerdas apapun manusia masih ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak mampu di jawabnya. Pertanyaanpertanyaan (pertanyaan metafisika) tersebut melampaui kemampuan akal manusia untuk memahaminya secara keseluruhan. 3) metafisika sebagai Arena Perdebatan. Pertanyaan-pertanyaan metafisika menjadi subjek perdebatan tanpa akhir. Meskipun akal manusia berusaha menjawabnya, kontradiksi dan kebingungan sering muncul, dan inilah yang membuat akal manusia merasa ada kesalahan laten dalam cara berpikir manusia. Pada paragraph pengantar kedua buku ini, menjelaskan Bahwa logika telah berkembang dengan pasti, bahkan sejak masa-masa paling awal. Keberhasilan awal logika harus dikaitkan secara ekslusif pada bidangnya. Oleh karena itu, logika secara tepat hanya merupakan bentuk propaedeutik, seolah-olah, ruang depan ilmu-ilmu; dan sementara itu diperlukan untuk memungkinkan kita untuk membentuk penilaian yang benar sehubungan dengan berbagai cabang pengetahuan. Matematika dan fisika adalah dua ilmu teoritis yang harus menentukan objeknya secara apriori. Yang pertama murni 10 apriori, yang kedua sebagian apriori, tetapi juga bergantung pada sumber kognisi lainnya. Metafisika, sebuah ilmu yang murni spekulatif, yang menempati posisi yang sepenuhnya terisolasi dan sepenuhnya independen dari ajaran-ajaran pengalaman. Dalam metafisika ditemukan bahwa akal manusia seringkali menemukan kontradiksi ketika memahami ilmu ini. Pada bagian Pengantar ini Kant menjelaskan terkait 7 hal penting yakni, 1) Of the difference between pure and empirical knowledge; 2) The human intellect, even in an unphilosophical state, is in possession of certain cognitions "a priori"; 3) Philosophy stands in need of a science which shall determine the possibility, principles, and extent of human knowledge "a priori”; 4) Of the difference between analytical and synthetical judgments; 5) In all theoretical sciences of reason, synthetical judgments;a priori are contained as principles; 6) The universal problem of pure reason; 7) Idea and division of a particular science, under the name of a Critique of Pure Reason. Yang lebih jelasnya seabagai berikut : I. Of the difference between pure and empirical knowledge Bahwa Pengetahuan yang kita miliki dimulai dari pengalaman. Tetapi, meskipun semua pengetahuan yang kita miliki dimulai dari pengalaman, itu tidak berarti bahwa semua muncul dari pengalaman. Kant mengemukakan premis itu karena baginya akan sangat memungkinkan adanya pengetahuan empiris yaitu pengetahuan yang lahir dari perpaduan antara impresi dan kemampuan kognisi diri sendiri. Pengetahuan inilah yang disebut dengan istilah ‘Pengetahuan Empiris’. Pengetahuan semacam itu berjudul apriori, dan dibedakan dari empiris, yang memiliki sumbersumbernya posteriori, yaitu dalam pengalaman. II. The Human Intellect, Even in An Unphilosophical State, is in Possession of Certain Cognitions "A Priori" Pada bagian ini, menjelaskan kondisi kognisi pada kecerdaan manusia dalam memandang sebuah kenyataan, dengan lebih awal menunjukkan sebuah proposisi sederhana yakni hukum sebab akibat. Sehingga sebuah perubahan tidak akan terjadi jika tidak adanya sebab, setiap perubahan pasti memiliki sebab. Namun, bagi Kant, konsepsi sebab tersebut melibatkan konsepsi tentang perlunya hubungan dengan suatu akibat, dan universalitas hukum yang ketat. Dalam artian bahwa gagasan tentang sebab itu sendiri akan hilang jika kita menurunkannya. 11 Karena dari mana pengalaman kita sendiri memperoleh kepastian, jika semua aturan yang menjadi sandarannya sendiri bersifat empiris, dan akibatnya kebetulan?. Oleh karena itu, tidak seorang pun dapat mengakui validitas penggunaan aturan seperti itu sebagai prinsip pertama. Dengan begitu, kita dapat menetapkan fakta bahwa kita memang memiliki dan menjalankan kemampuan kognisi apriori murni. Kedua, dengan menunjukkan tes yang tepat dari kognisi tersebut, yaitu, universalitas dan kebutuhan. Yang kita butuhkan di sini adalah kriteria untuk membedakan antara pengetahuan murni dan empiris dengan pasti. III. Philosophy stands in need of a science which shall determine the possibility, principles, and extent of human knowledge "a priori” Pada bagian ini menjelaskan bahwa masalah-masalah yang tidak dapat dihindari dan dijawab yang ditetapkan oleh nalar murni adalah Tuhan, kebebasan, dan keabadian. Ilmu yang tujuan akhirnya diarahkan semata-mata pada solusi berupa metafisika dan prosedurnya pada awalnya dogmatis, yaitu, mereka dengan percaya diri menetapkan dirinya untuk tugas ini tanpa pemeriksaan sebelumnya tentang kapasitas atau ketidakmampuan alasan untuk usaha yang begitu besar. Menurut pendapat Kant, untuk satu bagian dari pengetahuan ini, matematika, telah lama memiliki keandalan yang mapan, dan dengan demikian menimbulkan anggapan yang menguntungkan sehubungan dengan bagian lain, yang mungkin belum memiliki sifat yang sangat berbeda. Selain itu, begitu kita berada di luar lingkaran pengalaman, kita dapat yakin untuk tidak bertentangan dengan pengalaman. Matematika memberi kita contoh cemerlang tentang seberapa jauh, terlepas dari pengalaman, kita dapat maju dalam pengetahuan apriori. Nalar kita terdiri dari analisis konsepsi yang sudah kita miliki tentang objek. IV. Of The Difference Between Analytical and Synthetical Judgments Penilaian analitis adalah penilaian yang memiliki hubungan dengan predikat atau apa yang dikatakan tentang subjek dimana subjek terkadang kita pikirkan melalui identitas atau terkandung dalam subjek itu sendiri. Jika penilaian terhadap hubungan ini kadang kita pikirkan tanpa identitas disebut penilaian sintesis. Sebagai contohnya proposisi “semua tubuh memanjang” maka secara identitas jika berkata tentang tubuh maka di dalamnya sudah merujuk pada tubuh itu akan memanjang maka itu analitik dimana tidak perlu penyelidikan dengan pengalaman lebih lanjut untuk membuatnya 12 yakin itu benar. Berbeda dengan analitik, pada proposisi “semua tubuh itu berat” jika secara identitas objek tubuh itu berat perlu melakukan penyelidikan tambahan untuk meyakininya benar maka itu dikatakan penilaian sintesis V. In All Theoretical Sciences of Reason, Synthetical Judgments; a Priori are Contained As Principles Penilaian matematika selalu bersifat sintetis. Semua kesimpulan dalam matematika bergerak maju sesuai dengan prinsip kontradiksi (yang merupakan sifat setiap kepastian apodeistis yang pasti diperlukan), orang menjadi yakin bahwa prinsipprinsip dasar ilmu juga diakui dan dikenal dengan cara yang sama. Tetapi gagasan tersebut keliru, karena meskipun proporsisi sintetis dapat dilihat melalui prinsip kontradiksi, hal ini hanya mungkin bila proporsisi sintetis yang lain telah mendahuluinya, dimana yang teakhir ini dapat disimpulkan tetapi tidak pernah disimpulkan oleh dirinya sendiri. Ilmu filsafat alam (fisika) mengandung dalam dirinya penilaian sintetis apriori sebagai prinsip prinsipnya. Mengenai metafisika, bahkan jika hanya dipandang sebagai ilmu uji coba, namun berdasarkan sifat akal budi manusia yang sangat diperlukan, ditemukan bahwa ia pasti berisi proporsisi sintetis apriori. Hal tersebut bukan semata mata tugas metafisika untuk membedahnya, dan dengan demikian secara analitis menggambarkan konsepsi yang dibentuk secara apriori terhadap benda benda. VI. The General Problem of Pure Reason Bagi pikiran manusia, tanpa dorongan apa pun yang dapat dipandang sebagai kesia siaan belaka yang tidak henti-hentinya terus berlangsung, yang didorong oleh perasaan akan kebutuhannya sendiri terhadap pertanyaan yang tidak dapat dijawab melalui metode empiris atau prinsip-prinsip yang berasal darinya, sehingga dalam diri setiap orang benar-benar ada beberapa sistem metafisika. Ilmu tidak bisa berkembang menjadi besar dan tangguh karena tidak memiliki hubungan dengan objek akal budi dimana keberagaman tidak ada habis habisnya tetapi dengan akal budi itulah dirinya dan masalahnya, yakni masalah yang timbul dari dirinya sendiri dan tidak diajukan olehnya dari hal-hal yang berasal dari luar dirinya, tetapi dari sifatnya sendiri. Begitu setelah akal budi sepenuhnya memahami kekuatan dirinya sendiri dalam objek yang ditemukan dari pengalaman maka akan mudah untuk 13 menentukan dengan aman mengenai luas dan batas-batas penerapannya terhadap objek yang melampaui batas-batas pengalaman. VII. The Idea and Division of a Special Science, under the title "Critique of Pure Reason" Akal budi adalah kemampuan yang dilengkapi dengan prinsip-prinsip pengetahuan apriori. Oleh karena itu, akal budi murni adalah kemampuan yang berisi prinsip-prinsip untuk memahami hal-hal yang benar-benar apriori. Sebuah organon akal budi murni akan menjadi ringkasan dari prinsip-prinsip yang menurutnya semua kognisi murni apriori dapat diperoleh. Penerapan yang sepenuhnya diperoleh oleh organon tersebut akan memberi kita sebuah sistem akal budi murni. Karena bagaimanapun juga diragukan apakah perluasan pengetahuan kita dapat berada disini atau dalam kasus apapun, kita bisa menganggp ilmu kritik atas akal budi murni memiliki sumber yang terbatas, sebagaimana halnya dengan Propaedeutic bagi sistem akal budi murni. C. Makalah dengan Sumber Utama Paul Ernest PEMBAHASAN 1. Filsafat dan Filsafat Secara etimologis istilah ‘filsafat’ dapat di tinjau dari dua segi, yakni: a) segi sematik: perkataan filsafat berasal dari Bahasa arab ‘falsafah’, yang berasal dari Bahasa Yunani ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’=cinta, suka, dan ‘sophia’ = pengetahuan, hikmah. Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran dengan harapan setiap orang yang berfilasafat diharapkan menjadi bijaksana. b) segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh, dimana filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam dalamnya (Kristiawan, 2016). Menurut (Surajiyo dalam Samino, 2016), secara terminologi filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejalagejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena. Hakikatnya adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu” adalah “sesuatu” itu 14 adanya. Filsafat adalah suatu usaha untuk mengetahui segala sesuatu. “Ada” being merupakan implikasi dasar. Jadi, segala sesuatu yang mempunyai kualitas tertentu pasti adalah ‘ada’. Filsafat mempunyai tujuan untuk membicarakan keber-“ada”-an dari masalah yang paling mendasar. Menurut Kant (2010), Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya mencakup mengenai empat persoalan, yakni Apakah yang dapat kita kerjakan? (jawabannya Metafisika); Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika); Sampai di manakah harapan kita? (jawabannya Agama); dan Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi). Filsafat sebagai ilmu juga memiliki objek sebagaimana ilmu-ilmu lainnya. Objek filsafat menurut para ahli terdiri dari objek material (segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada) dan objek formal (hakikat atau esensi dari sesuatu yang di bahas). Objek material dari filsafat sangat luas mencakup segala sesuatu yang ada dan Objek formal dari filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh sesuai dengan bidang studi yang sedalam-dalamnya. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Filsafat dalam bidang pendidikan akan menentukan “mau dibawa kemana” siswa kita. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Filsafat yang dianut oleh pendidik (Guru/Dosen) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang akan dicapai (Kristiawan, 2016). Menurut Dewey (dalam Herianto & Marsigit, 2023) filsafat pendidikan adalah filsafat hidup. Sebagai seorang filsuf naturalis, Dewey menolah hal-hal supernatural dan transendental. Menurutnya, entitas atau konsep adalah transendental namun menjadi unit ilmiah yang dapat diakses dan bisa diamati. Dalam hal ini, John Dewey memandang pendidikan adalah suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut tentang pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabiat manusia dan manusia biasa (Herianto & Marsigit, 2023). Berdasarkan hubungan fungsional, berarti filsafat memiliki peran yang sangat penting dalam melahirkan teori-teori pendidikan yaitu sebagai dasar dan pondasi. Tanpa adanya filsafat, teori pendidikan tidak akan dapat terarah dengan baik. Selanjutnya dengan filsafat pendidikan akan lahir teori-teori pendidikan yang 15 berkembang menjadi ilmu pendidikan yang mendalam dan komperhensif (Samino, 2016). Dalam (Samino, 2016) secara praktis disebutkan 4 hal utama berkaitan dengan kegunaan filsafat pendidikan, yaitu: a) Filsafat pendidikan menjadi ruang inspirasi; kemana pendidikan di arahkan, siapa yang tepat menerimanya, bagaimana caranya, dan peran pendidiknya. b) Filsafat pendidikan dalam peran analisis; memeriksa secara teliti bagianbagian pendidikan agar dapat diketahui secara jelas validitasnya dan tidak terjadi tumpeng tindih. Selain itu juga mengarahkan tujuan pendidikan sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan. c) Filsafat pendidikan memiliki makna preskriptif; memberi pengarahan kepada pendidik dalam soal apa dan mengapa pendidikan itu. Hal ini yang dijelaskan dapat berupa hakikat manusia jika dibandingkan dengan makhluk lain atau aspek-aspek peserta didik yang mungkin bisa di kembangkan. d) Filsafat pendidikan dalam peran investigatif; memeriksa/mengkaji kebenaran suatu teori pendidikan. Mencari konsep-konsep pendidikan melalui penelitian konsep yang dipraktikkan merupakan hasil penelitian, posisi filsafat hanya merupakan latar pengetahuan. 16 2. Filsafat Matematika Menurut (Hw & Toyib, 2020), filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Filsafat matematika adalah cabang dari ilmu filsafat yang bertujuan untuk memberikan dasar kepastian pengetahuan matematika dengan kata lain untuk direnungkan dan menjelaskan sifat dari matamatika. Menurut Ernest (2004), peran filsafat matamatika adalah untuk memberikan landasan yang sistematis dan absolut untuk pengetahuan matematika. Asumsi ini adalah dasar dari fondationism, doktrin bahwa fungsi filsafat matematika adalah untuk memberikan dasar-dasar tertentu untuk pengetahuan matematika dengan pandangan absolutist, yaitu menganggap bahwa kebenaran matematika adalah mutlak. Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia. Sifat logis dan terstruktur dari matematika itu sendiri membuat pengkajian ini meluas dan unik di antara mitra-mitra bahasan filsafat lainnya. Filsafat matematika mempunyai tujuan untuk menjelaskan dan menjawab tentang kedudukan dan dasar dari obyek dan metode matematika yaitu menjelaskan apakah secara ontologis objek matematika itu ada, dan menjelaskan secara epistemologis apakah semua pernyataan matematika mempunyai tujuan dan menentukan suatu kebenaran. Mengingat bahwa hukum-hukum alam dan hukum-hukum matematika mempunyai kesamaan status, maka obyek-obyek pada dunia nyata mungkin dapat menjadi pondasi matematika. Tetapi ini masih menjadi pertanyaan besar untuk dijawab. Esensi filsafat matematika adalah sejumlah usaha untuk melakukan rekonstruksi (penyusunan kembali atau penulisan ulang) terhadap sejumlah pengetahuan matematika yang tercerai-berai selama bertahun-tahun yang memiliki aturan atau urutan tertentu. Jadi filsafat matematika adalah fungsi dari waktu, dan filsafat dapat menjadi ketinggalan jaman atau harus berbenah dan berubah sejalan dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan baru. Pengetahuan matematika adalah himpunan kebenaran yang disajikan dalam bentuk proposisi, lengkap dengan pembuktiannya, sehingga fungsi dari filsafat matematika adalah menetapkan kepastian pengetahuan matematika. Secara tradisional, filsafat matematika mempertanyakan dasar-dasar untuk memperoleh pengetahuan matematis yang pasti tersebut. Dengan kata lain, perlu adanya sebuah 17 system, dan itu adalah filsafat matematika, supaya pengetahuan matematika menempati posisi yang secara sistematis mempunyai kebenaran yang terjaga. 18 BAB IV MENERAPKAN FILSAFAT A. Sejarah/Perkembangan Matematika (menurut Hw & Toyib (2020)) 1. Sejarah Matematika Sejarah matematika adalah penyelidikan terhadap asal mula penemuan di dalam matematika dan sedikit perluasannya, penyelidikan terhadap metode dan notasi matematika dimasa silam. Dalam perjalanan sejarahnya, matematika berperan membangun peradaban manusia sepanjang masa. Sebelum zaman modern dan penyebaran ilmu pengetahuan ke seluruh dunia, contoh-contoh tertulis dari pengembangan matematika telah mengalami kegemilangan hanya di beberapa tempat. Tulisan matematika terkuno yang telah ditemukan adalah Plimpton 322 (Matematika Babilonia sekitar 1,900 SM), Lembaran Matematika Rhind (Matematika Mesir sekitar 2.000 1.800 SM) dan Lembaran Matematika Moskwa (Matematika Mesir sekitar 1,890 SM). Semua tulisan itu membahas teorema yang umum dikenal sebagai teorema Pythagoras, yang tampaknya menjadi pengembangan matematika tertua dan paling tersebar luas setelah aritmetika dasar dan geometri. Sumbangan matematikawan Yunani mengenalkan langkah- langkah penalaran deduktif dan keketadan matematika di dalam pembuktian dan perluasan pokok bahasan matematika. Kata matematika" itu sendiri diturunkan dari kata Yunani kuno, "mathema" yang berarti "mata pelajaran". Matematika Cina membuat sumbangan notasi posisional. Sistem bilangan Hindu-Arab dan aturan penggunaan operasinya yang digunakan hingga kini, mungkin dikembangkan melalui kuliah pada milenium pertama Masehi di dalam matematika. India dan telah diteruskan ke Barat melalui matematika Islam. Matematika Islam, pada gilirannya, mengembangkan dan memperluas pengetahuan matematika ke peradaban ini. Banyak naskah berbahasa Yunani dan Arab tentang matematika kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, yang mengarah pada pengembangan matematika lebih jauh lagi di zaman Pertengahan Eropa. Dari zaman kuno sampai zaman pertengahan, ledakan kreatifitas matematika seringkali diwarnai oleh abad-abad kemandekan. Dimulai pada abad Renaisans 19 Italia pada abad. ke-16, pengembangan matematika baru, berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, tumbuh secara eksponensial yang berlanjut hingga kini. 2. Hubungan Filsafat dan Sejarah Matematika Matematika menempati posisi yang unik dan istimewa dalam penyelidikan manusia. Adalah yang paling ketat dan pasti dari semua sains, dan memainkan peran kunci dalam sebagian besar, karya ilmiah. Karena alasan itulah, matematikawan Jerman, Carl Friedrich Gauss (1777-1855) menyatakan bahwa matematika adalah ratu dari ilmu pengetahuan. Tetapi materi matematika tidak seperti cabang ilmu lainnya. Matematika tampaknya merupakan studi tentang entitas -seperti angka, himpunan, dan fungsi- dan hubungan struktural di antara mereka. Filsafat matematika adalah cabang filsafat yang dituntut untuk mencoba memahami ratu ini. Kita selidiki batas-batas matematika, materi matematika, hubungan antara matematika dan ilmu pengetahuan lainnya, logika, bukti matematis, dan signifikansi bahasa matematika terhada praktik matematika. Ini semua adalah topik penting yang akan dibahas. Perkembangan matematika bersifat evolutif, akumulatif dan dikembangkan serta disumbang oleh berbagai bangsa di seluruh dunia. Seringkali perkembangan matematika pada suatu bangsa akan menemui keruntuhan, tetapi sebelum benarbenar runtuh, telah ada bangsa lain yang meneruskan perkembangannya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan matematika terjadi secara kontinu dan tersusun dari kepingan-kepingan yang terhimpun dari banyak bangsa dan kebudayaan selama berabad-abad. Matematika dan filsafat memiliki hubungan yang cukupan erat, dibandingkan ilmu-ilmu lainnya. Alasannya, filsafat merupakan pangkal untuk mempelajari ilmu dan matematika adalah ibu dari segala ilmu. Ada juga yang beranggapan bahwa filsafat dan matematika adalah ibu dari segala ilmu yang ada. Hubungan lainnya dari matematika dan filsafat karena kedua hal ini adalah apriori dan tidak esperimentalis. hasil dari keduanya tidak memerlukan bukti secara fisik. Matematika dan filsafat mempunyai sejarah keterikatan satu dengan yang lain sejak jaman Yunani Kuno. Matematika di samping merupakan sumber dan inspirasi bagi para filosuf, metodenya juga banyak diadopsi untuk mendeskripsikan pemikiran filsafat. Kita bahkan mengenal beberapa matematikawan yang sekaligus 20 sebagai sorang filosuf, Misalnya Descartes, Leibniz, Bolzano, Dedekind, Frege, Brouwer, Hilbert, Godel, dan Weyl. Pada abad terakhir di mana logika yang merupakan kajian sekaligus pondasi matematika menjadi bahan kajian penting baik oleh para matematikawan maupun oleh para filosuf. B. Ideologi Pendidikan (Paul Ernest) Ideologi berasal dari kata ‘ide’ dan ‘logos’. Ide berarti gagasan, sedangkan logos berarti kata atau kalimat yang otomatis berubah menjadi deskripsi ataupun pengetahuan. Dengan demikian, Ideologi ialah uraian atau penjelasan yang menjadi pengetahuan bersama, dan diaktualkan (Silitonga, 2022). Ideologi adalah suatu filsafat yang bernilai kaya atau pandangan dunia yang menyeluruh, suatu sistem ide dan keyakinan yang saling mengunci satu dangan lainnya (Ernest, 2004). Ideologi merupakan system keyakinan yang di hanut masyarakat untuk menata dirinya sendiri (Syafii, 2018). Dalam ideologi biasanya bersumber dari nilai-nilai agama, moral, nilainilai, etika, ide-ide pemikiran, adat istiadat maupun kebudayaan yang dipegang dengan kuat. Ideologi sebagai pandangan filosofis memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang pendidikan, baik tentang hakikat dan eksistensi pendidikan hingga praktek-paktek pendidikan (Budiarta, 2019). Persoalan ideologi dalam pendidikan adalah persoalan yang sangat menarik. Hal ini dikarenakan berhubungan dengan nilai atau pola gagasan yang tercermin dalam kehidupan manusia. Ideologi pendidikan juga dapat menjelaskan tentang bagaimana peranan pendidikan untuk melegitimasi atau melanggengkan sistem dan struktur sosial masyarakat yang ada dan berperan kritis dalam melakukan proses pembaharuan masyarakat dan transformasi budaya menuju dunia yang lebih baik dan lebih adil (Budiarta, 2019). Ideologi pendidikan diklasifikasikan menjadi dua ideologi besar yaitu ideologi pendidikan konservatif dan ideologi pendidikan liberal. Klasifikasi itu didasarkan pada perbedaan paradigma dari keduanya dalam memandang kebenaran dari sebuah sistem pendidikan. Ideologi Pendidikan konservatisme cenderung untuk menjadi sebuah humanisme tidak langsung atau menganggap bahwa nilai tertinggi adalah perujudan diri dan bisa dicapai dengan cara mengidentifikasikan dan menaati hukum alam dan atau ketuhanan. Sedangkan ideologi pendididkan Liberal cenderung untuk menjadi humanisme langsung, yang memandang semua kenyataan berakar pada pengetahuan dan pengalaman manusia secara personal ataupun kolektif(Herianto & Marsigit, 2023). 21 Menurut (Ernest, 2004) ideologi Pendidikan dapat dibagi menjadi 5 kategori, diantaranya: aliran Industrial Trainer, Technological Pragmatist, Old Humanist, Progressive Educator dan Public Educator sebagai berikut : 1. Pertama, aliran Industrial Trainer secara konseptual adalah berupa alur pengajaran atau pemahaman yang menekankan pada pendidikan atau pelatihan industri. Orientasi pelatihan ini menekankan pada matematika dan keterkaitan antara pendidikan dengan dunia usaha dan industri. Dalam konteks pembelajaran matematika atau pendidikan dasar, alur instruktur industri yang dimaksud adalah kegiatan pelatihan yang dilakukan untuk siswa. 2. Kedua, Aliran Technological Pragmatist adalah kelompok kontemporer yang diturunkan dari pendidik industri yang misinya mempromosikan versi modern dari sebuah ideologi dengan tujuan utilitarian, prinsip utilitas atau kemanfaatan. Secara konseptual, Technological Pragmatist ini dapat digambarkan sebagai sikap atau perilaku ideologis, mazhab, atau politik yang tidak mau mengubah sistem secara radikal. Sikap ini biasanya dipegang oleh mereka yang memegang status atau kekuasaan khusus di dalam struktur, atau setidaknya mereka yang merasa sangat diuntungkan dari sistem yang ada. 3. Ketiga, aliran Old Humanist atau sering disebut sebagai "Alto-Humanist" atau "Humani Lama". Aliran ini berpendapat bahwa sains murni hanya baik untuk dirinya sendiri. Namun kenyataannya, matematikawan kuno memandang matematika sebagai komoditas yang berharga dan elemen sentral dari budaya. Dalam matematika yang membuktikan logika, ada nilai dalam struktur, abstraksi, dan penyederhanaan. Berdasarkan nilai tersebut, maka tujuan pembelajaran matematika adalah untuk mengajarkan matematika itu sendiri. Ideologi kelompok ini dibagi oleh relatif absolut. Kelompok humanis kuno adalah kelompok yang menekankan perbaikan diri dengan membangun kemanusiaan. Menurut ideologi ini, dalam pembelajaran matematika harus dilakukan pembelajaran yang dapat membangun karakter siswa sehingga tidak hanya ahli dalam bidang matematika, tetapi agar siswa dapat terus memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya. masa depan. Meskipun pembelajaran yang disederhanakan ini sudah berkaitan dengan pemahaman konsep matematika, pembelajaran yang dipimpin guru masih menggunakan metode ceramah. Menurut aliran pemikiran ini, matematika memiliki nilai kebenarannya sendiri. Hal ini sesuai dengan analogi bahasa dalam 22 matematika. Matematika adalah "Ratu Pengetahuan". Matematika menekankan ketelitian, bukti logis, struktur, abstraksi, kesederhanaan, dan keanggunan. 4. Keempat, Aliran Progressive Educator atau sering disebut sebagai aliran pendidikan progresif. Dalam hal ini, pendidikan progresif didasarkan pada progresivisme, dan pendidikan harus didasarkan pada sifat manusia sebagai makhluk sosial dan paling baik dipelajari dalam situasi kehidupan nyata dengan orang lain. Progressive Educator sebenarnya merupakan perpanjangan dari gagasan tentang pragmatisme pedagogis. Ideologi ini memandang siswa sebagai makhluk sosial yang aktif. Dalam teori ini, belajar bekerja paling baik ketika berhubungan dengan situasi kehidupan nyata siswa. Pembelajaran juga harus berpusat pada siswa. Belajar ke arah ini sangat berbeda dengan belajar oleh pelatih industri, pragmatis teknis, dan arus kemanusiaan kuno. Pembelajaran pada aliran ini berpusat pada siswa (student centered), dalam arti bahwa subjek dari kegiatan pembelajaran. Siswa tidak hanya menerima semua ilmu dari gurunya, tetapi mencari atau membangun sendiri ilmunya. 5. Kelima, aliran Public Educator yaitu sekelompok atau orang-orang dengan ideologi demokrasi. Di era sekarang ini, pendidikan bisa menjadi milik semua orang. Dengan kata lain, pendidikan tidak memandang jenis kelamin, ras, jenis kelamin, status sosial, dan lain-lain. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan ini disebut Pendidikan Inklusif, Kesetaraan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI). Sebagai seorang praktisi pendidikan inklusif, penulis menganut paradigma ini. Menurut ideologi ini, pendidikan harus bertujuan untuk memberikan pengalaman untuk menemukan atau memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi dan sosial. 23 C. Paradigma/Teori/Model/Pendekatan/Metode/Strategi/Praksis (Review CMAP Theory Learning..., Search Google…, Menuju Bidang Ilmu) No. 1. 2. PARADIGMA/TEORI/ METODE/PENDEKATAN/ MODEL/STRATEGI Behaviorism (Teori) Konstructivism (Teori) SINTAK REFERENSI Seseorang akan dianggap telah belajar ketika sudah menunjukan perubahan perilaki setelah mengalami proses pembelajaran. Fase belajar dalam teori Behaviorism terdiri dari: 1) Fase Motivasi; 2) Fase Pengenalan; 3) Fase Perolehan; 4) Fase Retensi; 5) Fase Recall; 6) Fase Generalisasi. Buku Ajar Belajar dan Pembelajaran Teori konstruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengerahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa. Belajar & Pembelajaran Teori dan Praktik. Autor : M. Thobroni Tujuan teori konstruktivisme adalah sebagai berikut : a) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya. b) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. Autor : Nurlina Ariani (Hrp et al., 2022) (Thobroni & Mustofa, 2011) c) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu. 3. 4. Kognitivism (Teori) Meaningful Learning Teori kognitivism berpendapat bahwa kegiatan belajar bukanlah sekadar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik. Lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada didalam diri individu yang sedang belajar. Karena itu, menurut aliran kognitif, belajar merupakan sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Dengan kata lain, pendekatan kognitif dalam belajar memfokuskan pembahasan pada bagaimana manusia berpikir, memahami, dan mengetahui. Teori Belajar & Pembelajaran Autor : Prof. Dr. H. Baharuddin, M.Pd.I. Dr. Esa Nur Wahyuni, M.Pd. (Baharuddin & Wahyuni, 2015) Dalam pandangan kognitivisme, belajar merupakan transformasi informasi atau ilmu pengetahuan yang ada di lingkuangan kemudian disimpan dalam pikiran. Belajar terjadi ketika pengetahuan baru diperoleh atau pengetahuan yang sudah ada diubah oleh pengalaman-pengalaman. Langkah-langkah Belajar Bermakna Menurut Ausubel : Belajar Bermakna 1) Menentukan tujuan pembelajaran. Ausubel 2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan (Rahmah, 2013) sebagainya). 3) Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti. 4) Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa. 25 5. Problem Solving 6. Project Base Learning (PJBL) 7. Realistik 5) Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret. 6) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. 1) Memahami Masalah 2) Menyusun Rencana Pemecahan Masalah 3) Melaksanakan Rencana Pemecahan Masalah 4) Memeriksa Kembali Hasil Penyelesaian 1) Memilih Topik Projek (Choosing Project Topic) 2) Kegiatan Pra-komunikatif (Pre-comunicatives) 3) Menyanyakan Pertanyaan-Pertanyaan Esensial Terkait Projek (Asking Essential Questions) 4) Mendesain Rencana Projek (Designing Project Plan) 5) Membuat Project (Creating Project Timeline) 6) Penyelesaian Projek (Finishing the Project) 7) Menilai Projek (Assessing the Project Result) 8) Mengevaluasi Projek (Evaluating the Project) 1) Guru memberikan siswa masalah kontekstual; 2) Guru merespon secara posistif jawaban siswa. Siswa di berikan kesempatan untuk memikirkan strategi siswa yang paling efektif. 3) Guru mengarahkan siswa pada masalah kontekstual dan selanjutnya meminta siswa mengajarkan masalah dengan menggunakan pengalaman mereka. 4) Guru mengelilingi siswa sambil memberikan bantuan seperlunya. 5) Guru mengenalkan istilah konsep. 6) Guru memberikan tugas di rumah, yaitu mengerjakan soal/membuat soal cerita serta jawabannya yang sesuai dengan matematika formal. How to Solve It by Polya Page : 1-22 (Polya, 1973) Hots-Oriented Module : Project-Based Learning by Seaqil’s Team Page : 28 (Hamidah et al., 2020) Pendekatan Matematika Realistik (dalam Pembelajaran Matematika) Autor : I Made Bawa Maulana (Mulana, 2021) 26 8. Saintifik Sintak pembelajaran saintifik: 1) Mengamati 2) Menanya 3) Mencoba 4) Mengasosiasi 5) Mengomunikasi 9. Activity Theory 10. Discovery Learning Teori Aktivitas adalah teori yang berbasis praktik, didasarkan pada praktik baik secara teoritis maupun konkret. Atas dasar ini, Daniels dan Gutierrez (2009) berpendapat bahwa hakikat teori aktivitas bergantung pada pembentukan jembatan antara teori dan praktik. Tahap-tahap discovery learning : 1) Persiapan 2) Stimulus atau pemberian rangsangan 3) Identifikasi masalah 4) Mengumpulkan data 5) Pengolahan data 6) Pembuktian 7) Menarik kesimpulan Pendekatan Pembelajaran Saintifik Autor : Musfiqon & Nurdyanssyah (Musfiqon & Nurdyansyah, 2015) Learning and Expanding with Activity Theory (Daniels & Gutierrez, 2009) Model Discovery Learning Dalam Pembelajaran Matematika di SMP Autor : Budi Handajani, S.Pd., M.M.Pd. (Handajani, 2020) 27 D. Pendidikan/Pembelajaran Konstruktif (Umum…, Menuju Bidang Ilmu.., Dilengkap Contoh/Lampiran) 1. Konstruktivisme (Gestalt) Menurut Kristiawan (2016), Aliran Konstruktivisme lahir sebagai tanggapan terhadap Neorealisme dan Neoliberalisme, menganggap manusia sebagai makhluk yang dibentuk oleh realitas sosial. Konstruksi individu melahirkan pemahaman intersubjektif, di mana saling pemahaman manusia terjadi hanya melalui interaksi sosial. Hubungan antar individu tidak ditentukan oleh nilai-nilai yang diberikan, melainkan melalui kesepakatan bersama dalam proses interaksi. Identitas individu menjadi faktor kunci dalam menjelaskan kepentingan, dan interaksi sosial menciptakan lingkungan atau realitas sosial yang diinginkan. Realitas sosial dipahami sebagai hasil konstruksi dari proses interaksi tersebut. Konsep manusia dalam konstruktivisme menekankan kebebasan dan martabat, memungkinkan penolakan atau penerimaan terhadap sistem internasional, serta pembentukan kembali model relasi yang saling menguntungkan. Dalam teorinya, konstruktivisme merupakan pengembangan dari teori Gestalt, dengan perbedaan utama terletak pada sumber permasalahan: eksternal pada Gestalt dan direkonstruksi sendiri pada konstruktivisme. Dalam konteks pembelajaran di kelas, teori konstruktivisme meyakini bahwa siswa mampu mencari masalah, menyusun pengetahuannya melalui kemampuan berpikir, dan menciptakan konsep mengenai pengalaman realistik dan teori dalam satu kesatuan utuh. 2. Pembelajaran Konstruktivisme Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa siswa, tetapi siswalah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Paham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik, dialog dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Tujuan pendidikannya menghasilakan individu yang memilki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya (Kristiawan, 2016). Pendekatan konstruktivisme dalam belajar dan pembelajaran di dasarkan pada perpaduan antara beberapa penelitian dalam psikologi kognitif dan psikologi social, sebagaimana teknik-teknik dalam modifikasi perilaku yang didasarkan pada teori operant conditioning dalam psikologi behavioral. Menurut (Brunner 1990 dalam Baharuddin & Wahyuni, 2015), premis dasarnya adalah bahwa induvidu harus secara aktif “membangun” pengetahuan dan keterampilannya dan informasi yang ada diperoleh dalam proses membangun kerangka berpikir oleh pelajar dari lingkunagannya. Teori belajar konstruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengerahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa. Tujuan teori konstruktivisme menurut (Thobroni & Mustofa, 2011) adalah sebagai berikut : a) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya. b) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. c) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu. 3. Contoh Pembelajaran Langkah penerapan teori belajar ini diuraikan ke dalam empat tahap, yaitu sebagai berikut : • Tahap pertama : Pada tahap ini, guru harus bisa memancing peserta didik tentang suatu pokok bahasan atau konsep, misalnya dengan memberikan sejumlah pertanyaan yang bersifat clickbait di kehidupan sehari-hari. Lalu, Guru bisa mulai membangun komunikasi dua arah agar mereka bersedia memberikan gambaran umumnya. • Tahap kedua : Pada tahap ini, Guru meminta peserta didik untuk mencari solusi atau menyelidiki konsep yang telah dipaparkan di tahap pertama. Kegiatan tersebut bisa diisi dengan membaca buku, mencari referensi dari berbagai sumber, atau mengorganisasi ilmu-ilmu yang relevan. Dengan 29 demikian, mereka bisa memenuhi rasa ingin tahunya secara mandiri. Dalam hal ini, peran Guru hanya sebagai fasilitator. • Tahap ketiga : Tahap ketiga berisi kegiatan lanjutan dari hasil penyelidikan dan eksplorasi di tahap kedua. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk memberikan pemaparan tentang konsep yang dirumuskan berdasarkan pengetahuan yang telah diperolehnya. Guru juga bisa memberikan penguatan berdasarkan keilmuan yang Guru miliki. • Tahap keempat : Untuk mengoptimalkan ketiga tahap sebelumnya, Guru bisa mengondisikan suasana belajar di kelas menjadi lebih hangat, santun, dan penuh wibawa. Dengan demikian, Guru bisa mendorong peserta didik untuk bisa menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperolehnya di kehidupan sehari-hari. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika menerapkan pembelajaran dengan teori konstruktivisme adalah sebagai berikut. a) Guru harus mampu membentuk pemikiran peserta didik bahwa bekerja secara mandiri akan menghasilkan kegiatan belajar yang lebih bermakna. b) Kembangkan kegiatan inkuiri di semua topik pembelajaran. c) Memunculkan rasa keingintahuan peserta didik terhadap suatu permasalahan melalui bertanya. d) Membentuk masyarakat belajar atau belajar dengan kelompok-kelompok tertentu. Contoh di dalam Kelas : Pak Bima merupakan seorang guru Matematika. Saat ini, Matematika Pak Bima mengajar di kelas VII yang memasuki materi Nilai Rata-Rata. Beliau membuat suatu instruksi agar para peserta didik bisa mulai menerapkan teori belajar konstruktivisme di kelas. Untuk menentukan suatu nilai rata-rata, peserta didik diminta mengikuti langkah berikut : 1) Menyiapkan beberapa menara blok dengan beberapa variasi ketinggian. 2) Guru bisa meminta peserta didik untuk memotong beberapa menara blok yang lebih tinggi, sesuai kata hati. 30 3) Ambil ujung menara blok tertinggi, lalu tempelkan di menara blok terendah. Lakukan hal tersebut sampai ketinggian menara bloknya sama. 4) Ulangi kegiatan tersebut dengan beberapa perbedaan variabel 4. Kasus Konstruktivisme dalam perkuliahan Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran pada kuliah Filsafat Ilmu Prof. Marsigit, M.A. mengajak mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan membangun filsafat melalui kegiatan pengerjaan Quis yang dilaksanakan di awal setiap pertemuan perkuliahan. Dalam pemberian Quis ini, mahasiswa dituntun untuk melakukan metakognisi dengan pengetahuan yang dimilikinya terkait pertanyaan dan pernyataan dalam Quis tersebut. Sebagian besar kunci jawaban antara Quis satu dengan lainnya selalu mengalami perubahan. Walaupun hal yang ditanyakan adalah sama. Pada situasi ini mahasiswa digiring untuk mampu memandang sesuatu secara kompleks dari berbagai aspek, sehingga kunci jawaban antar Quis walaupun berkaitan dengan soal yang sama akan tetap memunculkan kunci jawaban yang berbeda. 31 KESIMPULAN Ontologi, dalam konteks filsafat, mengajukan pertanyaan mengenai esensi benda atau objek yang menjadi fokus perbincangan filsafat, yakni alam semesta yang terdiri dari dua aspek, yaitu kuantitas dan kualitas. Sementara itu, epistemologi dalam filsafat membicarakan proses, struktur, dan sistematika dalam berfilsafat, termasuk hakikat pengetahuan dan sumbersumbernya. Aksiologi, di sisi lain, membahas tentang penilaian terhadap kebaikan atau keburukan. Ontologi ilmu mengeksplorasi esensi ilmu atau pengetahuan ilmiah yang sering kali disebut sebagai ilmu pengetahuan. Ini melibatkan pertanyaan tentang kebenaran rasional, kebenaran deduktif, dan realitas empiris yang bergantung pada persepsi ilmu terhadap eksistensi dan sifat benda. Epistemologi ilmu sering diidentifikasi sebagai metode ilmiah, yang merupakan langkah-langkah dalam memperoleh pengetahuan disebut sebagai ilmu. Oleh karena itu, ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah. Aksiologi, yang dianggap sebagai teori nilai, memunculkan perdebatan tentang sejauh mana pengetahuan dapat bersifat netral terhadap nilai atau sebaliknya, bergantung pada nilai. Filsafat adalah disiplin ilmu yang menyelidiki segala aspek eksistensi secara mendalam dengan menggunakan akal budi. Filsafat pendidikan, sebagai ilmu normatif dalam bidang pendidikan, merumuskan norma, kaidah, dan ukuran perilaku yang sebenarnya dilakukan oleh manusia dalam kehidupan mereka. Ideologi, sebagai filsafat dengan nilai-nilai atau pandangan dunia komprehensif, mencakup sistem ide dan keyakinan yang saling terkait. Dalam konteks pendidikan, ideologi dapat dibagi menjadi konservatif, dengan paradigma seperti fundamentalis, intelektualisme, dan konservatif; serta liberal, dengan paradigma seperti liberal, liberalisasi, dan anarkis. Filsafat matematika, sebagai cabang filsafat, memeriksa prinsip-prinsip dasar, anggapananggapan, dan dampak-dampak matematika. Tujuan filsafat matematika adalah merekam sifat dan metodologi matematika serta memahami peran matematika dalam kehidupan manusia. Tak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatu yang sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Pada makalah ini belum termuat bagian yang menjelaskan terkait hubungan antara filsafat dengan ideologi pendidikan secara jelas. Oleh karena itu, diharapkan bagi pembaca atau penulis selanjutnya dapat mencari referensi lain yang memungkinkan untuk menambah wawasan terkait hal tersebut. 32 DAFTAR PUSTAKA Baharuddin, & Wahyuni, E. N. (2015). Teori Belajar & Pembelajaran (1st ed.). AR-RUZZ MEDIA. Budiarta, I. W. (2019). Pancasila Sebagai Ideologi Pendidikan Kritis dan Holistik di Indonesia. Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 1(2), 73–81. Daniels, H., & Gutierrez, K. D. (2009). Learning and Expanding with Activity Theory. United States of America Cambridge University Press. Ernest, P. (2004). The Philosophy of Mathematics Education. Fitriah, L., & Vivian, Y. I. (2022). Ideologi Pendidikan Melalui Pendidikan Seni Musik dalam Sebuah Kreativitas. Jurnal Mebang: Kajian Budaya Musik Dan Pendidikan Musik, 2(1). https://doi.org/10.30872/mebang.v2i1.26 Hamidah, H., Rabbani, T. A. S., Fauziah, S., Puspita, R. A., Gasalba, R. A., & Nirwansyah. (2020). HOTS-Oriented Module : Project-Based Learning (1st ed.). Seameo Qitep in Language. Handajani, B. (2020). Model Discovery Learning SMP (1st ed.). CV. Adanu Abimata. Herianto, & Marsigit. (2023). Filsafat, Ideologi, Paradigma, Teori, Model dan Inovasi Pendidikan. OSFPREPRINTS. https://doi.org/https://doi.org/10.31219/osf.io/e4ahb Hrp, N. A., Masruro, Z., Saragih, S. Z., Hasibuan, R., Simamora, S. S., & Toni. (2022). Buku Ajar Belajar dan Pembelajaran (1st ed.). Widina Bhakti Persada Bandung. www.penerbitwidina.com Hw, S., & Toyib, M. (2020). Pengantar Filsafat Matematika. Jenilan. (2018). Filsafat Pendidikan. El-Afkar, 7(1). Kant, I. (2010). The Critique of Pure Reason translated by J. M. D. Meiklejohn. The Electronic Classics Series. Kristiawan, M. (2016). Filsafat Pendidikan (L. Hendri, Ed.; 1st ed.). https://mahdumunri.com/wp-content/uploads/2022/03/FILSAFATPENDIDIKAN_MKUSTIAWAN.pdf Muhibbin, A., & Fathoni, A. (2021). Filsafat Pendidikan. Muhammadiyah University Press. Mulana, I. M. B. (2021). Pendekatan Matematika Realistik (dalam Pembelajaran Matematika) (1st ed.). Bintang Pustaka Madani Yogyakarta. Musfiqon, & Nurdyansyah. (2015). Pendekatan Pembelajaran Saintifik (1st ed.). Nizamia Learning Center. 33 Polya, G. (1973). How to Solve it Polya (2nd ed.). Princetob University Press. Rahmah, N. (2013). Belajar Bermakna Ausubel. Belajar Bermakna Ausubel Al-Khwarizmi, 1, 43–46. Rahmat, A., Semiawan, C., Nomida, D., Arianto, I., Djoyosuroto, K., Djamaris, M., Nadiroh, & Putra, N. (2011). Filsafat Ilmu Lanjutan (1st ed.). Prenadamedia Group. Samino. (2016). Filsafat Pendidikan Rujukan Bagi Pendidik Dan Calon Pendidik. Fairuz Media. Simangunsong, V. H., Perangin-angin, R. B., Gultom, D. I., & Naiboho, T. (2021). Hubungan Filsafat Pendidikan dan Filsafat Matematika dengan Pendidikan. Sepren: Journal of Mathematics and Applied, 2(2). https://doi.org/10.36655/sepren.v2i2.513 Situmeang, I. R. V. O. (2021). Hakikat Filsafat Ilmu dan Pendidikan dalam Kajian Filsafat Ilmu Pengetahuan. IKRA-ITH HUMANIORA: Jurnal Sosial Dan Humaniora, 5(1). Suardi, M. (2015). Ideologi Politik Pendidikan Kontemporer. Deepublish. Silitonga, S. G. (2022). Apakah Masyarakat Indonesia Mementingkan Ideologi. Jurnal Syntax Transformation, 3(8), 1043–1057. https://doi.org/10.46799/jst.v2i10.421 Syafii, A. (2018). Ideologi Pendidikan Dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi Mengacu Kkni Dan Snpt Berparadigma Integrasi-Interkoneksi. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 15(2), 146–159. https://doi.org/https://doi.org/10.14421/jpai.2018.152-04 Umar. (2018). Filsafat Ilmu: Suatu Tinjauan Pengertian dan Objek dalam Filsafat Pengetahuan. EL-Muhbib: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Pendidikan Dasar, 2(2). https://doi.org/10.52266/el-muhbib.v2i2.392 Thobroni, M., & Mustofa, A. (2011). Belajar & Pembelajaran (Teori dan Praktik) (1st ed.). AR-RUZZ MEDIA. Wisarja, I. K., & Sudarsana, I. K. (2017). Refleksi Kritis Ideologi Pendidikan Konservatisme dan Libralisme Menuju Paradigma Baru Pendidikan. Journal of Education Research and Evaluation, 1(4). https://doi.org/10.23887/jere.v1i4.11925 34