i
ii
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987
Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta
rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Pasal 114 Setiap Orang yang
mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan
sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan
barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat
perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah). Pasal 115 Setiap Orang yang tanpa persetujuan dari orang yang
dipotret atau ahli warisnya melakukan Penggunaan Secara Komersial,
Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Potret
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk kepentingan reklame atau
periklanan untuk Penggunaan Secara Komersial baik dalam media elektonik
maupun non elektronik, dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
iii
KOMPLEKSITAS
DAN DINAMIKA BIROKRASI
DI INDONESIA
Rulinawaty; Junus Jeschial Beliu; Yusinta Natalia Fina;
Kamaruddin Salim; Sitti Rabiatul Wahdaniyah Herman;
Sunardi; Nawang Aviani; Ridho Harta; Andjani Trimawarni;
Elisa Susanti; Mutmainnah; Rohim; Yushita Marini
CV. Literakata Karya Indonesia, Karanganyar 2023
iv
KOMPLEKSITAS DAN DINAMIKA BIROKRASI DI INDONESIA
Penulis: Rulinawaty; Junus Jeschial Beliu; Yusinta Natalia Fina; Kamaruddin
Salim; Sitti Rabiatul Wahdaniyah Herman; Sunardi; Nawang Aviani; Ridho
Harta; Andjani Trimawarni; Elisa Susanti; Mutmainnah; Rohim; Yushita
Marini
Editor: Alvian Rachmad EP
Penata Letak: Achmad Cahyo N
Desain Sampul: Aldo Pradipta D.
Penata sampul: DFEED
Sebagian materi sampul dan ilustrasi isi bersumber dari internet
© Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang
All rights resrved
Cetakan pertama, November 2023
Diterbitkan oleh:
CV. Literakata Karya Indonesia
Jl. Nusama RT03/RW29 Puntukrejo, Kel. Ngringo,
Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah – 57731
Telp: +6285159776302
Email:
[email protected]
Website: https://literakatakaryaindonesia.com
165 hlm; 15,5 x 23 cm
ISBN: 978-623-09-6706-1
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Rulinawaty, dkk.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia / Rulinawaty, dkk.; editor,
Alvian Rachmad EP-cet.1Karanganyar: CV. Literakata Karya Indonesia, 2023
165 hlm; 15,5 x 23 cm
ISBN: 978-623-09-6706-1
1. Nonfiksi I. Judul II. Alvian Rachmad EP.
v
KATA PENGANTAR
BIROKRASI YANG FLEKSIBEL:
MEMAHAMI PERAN DISKRESI
DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN OLEH PEJABAT
PUBLIK
Alvian Rachmad EP
D
alam setiap negara, birokrasi memiliki peran yang sangat
penting dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya.
Birokrasi adalah tulang punggung dari sistem pemerintahan
yang mengatur, mengelola, dan melaksanakan berbagai kebijakan dan
program yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam menjalankan
tugasnya, birokrasi seringkali dihadapkan pada situasi yang kompleks
dan beragam, di mana setiap keputusan yang diambil dapat memiliki
dampak yang signifikan.
Salah satu elemen penting dalam birokrasi adalah diskresi. Suatu
tindakan yang diartikan sebagai “the freedom of a public officer to choose
among possible courses of action and inaction when the effective limits on
their power allow it”1 Diskresi itu sendiri merujuk pada kewenangan
yang dimiliki oleh pejabat birokrasi untuk mengambil keputusan sesuai
dengan kebijakan yang ada.
Diskresi juga mencakup fleksibilitas dalam menjalankan tugasnya.
Pejabat birokrasi dapat menggunakan diskresi mereka untuk
Hupe, P. and Hill, M. (2007). Street‐level bureaucracy and public accountability.
Public Administration, 85(2), 279-299. https://doi.org/10.1111/j.14679299.2007.00650.
1
vi
menafsirkan, menerapkan, dan mengadaptasi kebijakan sesuai dengan
situasi yang dihadapi. Ini berarti bahwa dalam banyak kasus, pejabat
birokrasi memiliki ruang untuk membuat keputusan yang tidak selalu
harus mengikuti aturan yang tertulis dengan ketat.
Pentingnya diskresi dalam birokrasi terletak pada kemampuannya
untuk menghadapi situasi yang kompleks dan beragam. Birokrasi
seringkali dihadapkan pada situasi di mana kebijakan yang ada mungkin
tidak sepenuhnya relevan atau mampu mengatasi tantangan yang
dihadapi. Dalam konteks ini, diskresi memungkinkan pejabat birokrasi
untuk menyesuaikan kebijakan dan tindakan mereka untuk lebih baik
memenuhi kebutuhan masyarakat dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Namun, diskresi juga bisa menjadi sumber kontroversi. Ketika
digunakan dengan tidak benar atau tidak proporsional, diskresi dapat
mengarah pada ketidaksetaraan, diskriminasi, atau penyalahgunaan
kekuasaan. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengatur
penggunaan diskresi dalam birokrasi dengan bijak.
Pengawasan dan akuntabilitas adalah kunci untuk memastikan
bahwa diskresi digunakan sejalan dengan prinsip-prinsip etika dan
keadilan. Pemerintah harus memberikan pedoman yang jelas kepada
pejabat birokrasi tentang batas-batas diskresi yang dapat digunakan,
dan prosedur harus ada untuk mengatasi keluhan atau penyalahgunaan
yang mungkin terjadi.
Dalam mengoptimalkan penggunaan diskresi dalam birokrasi, ada
sejumlah aspek penting yang perlu dipertimbangkan. tulisan ini akan
memberikan gambaran tentang salah satu elemen penting terkait
dengan penggunaan diskresi yang bijak dan efektif dalam pengambilan
keputusan birokrasi berserta tantangannya.
PENTINGNYA INTEGRITAS PEJABAT
Dalam penggunaan diskresi, penting untuk memahami peran etika
dan integritas dalam menjaga prinsip-prinsip moral dalam menjalankan
tugas birokrasi. Etika dan integritas merupakan landasan pokok dalam
pengambilan keputusan yang melibatkan diskresi. Pejabat birokrasi
harus mempertimbangkan nilai-nilai moral, keadilan, dan kepentingan
publik dalam setiap keputusan yang diambil. Hal ini penting untuk
vii
memastikan bahwa diskresi yang digunakan tidak disalahgunakan atau
melanggar prinsip-prinsip etika.
Hasil kajian menunjukan bahwa, implementasi kebijakan diskresi
dalam pemerintahan daerah dapat meningkatkan efektivitas pelayanan
publik2. Namun perlu di garis bawahi bahwa diskresi juga bisa memicu
untuk melakukan tindakan fraud3. Oleh karena itu etika dan integritas
merupakan landasan yang penting dalam pengambilan keputusan yang
melibatkan diskresi. Pejabat birokrasi harus mempertimbangkan nilainilai moral, keadilan, dan kepentingan publik dalam setiap keputusan
yang diambil. Hal ini penting untuk memastikan bahwa diskresi yang
digunakan tidak disalahgunakan atau melanggar prinsip-prinsip etika.
Dengan integritas pejabat itu sendiri menjadikan dirinya sebagai
peran kunci dalam memastikan penggunaan diskresi yang benar. Ini
mencakup dari mekanisme alasan diskresi digunakan, pelaksanaan
diskresi, pemantauan, sampai dengan pelaporan jika terjadi
pelanggaran. Etika dan integritas menjadi pedoman yang jelas kepada
pejabat birokrasi. Hal ini mencakup batas-batas diskresi yang dapat
digunakan dan prinsip-prinsip yang harus diikuti.
Akan ada beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh para pejabat
publik yang melakukan tindakan diskresi. Beberapa tantangan utama
yang mungkin dihadapi meliputi:
1.
2.
Kebijakan yang ambigu: Hati-hati dalam memutuskan atau
menggunakan diskresi. Ketika Diskresi yang dibuat malah
membuat tidak cukup jelas atau ambigu, pejabat birokrasi
mungkin merasa kesulitan dalam menentukan langkah yang
akan diambil. Hal ini dapat memunculkan tafsiran yang
berbeda-beda dan menjadikannya sebagai “jebakan hukum”
Tekanan Politik: Dalam teori diskresi seringkali dan pasti akan
berhadapan dengan tekanan politik yang dapat memengaruhi
Suprapto, S. and Malik, A. A. (2019). Implementasi kebijakan diskresi pada
pelayanan kesehatan badan penyelenggara jaminan kesehatan (bpjs). Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 8(1), 1-8. https://doi.org/10.35816/jiskh.v8i1.62
2
Marciano, B., Syam, A., Suyanto, S., Ahmar, N., & Gayatri, M. (2018). Penerapan good
corporate governance terhadap pencegahan fraud: sebuah literatur review. Fair
Value: Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Keuangan, 1(1), 152-161.
https://doi.org/10.32670/fairvalue.v4i3.528
3
viii
keputusan. Pejabat yang melakukan diskresi mungkin akan
mendapati diri mereka dalam situasi di mana mereka harus
mempertimbangkan loby-loby politik. Hal ini untuk
mempermudah keberlangsungan diskresi yang diambil.
3.
Tekanan dari Kelompok Kepentingan: Dalam setiap keputusan
diskresi yang diambil, pasti akan berdampak pada kelompok
yang berkepentingan. Oleh karena itu perlu pendekatan
kepada kelompok berkepentingan agar dapat memahami
kenapa diskresi itu dilakukan.
Dalam mengatasi tantangan-tantangan ini, penting bagi pejabat
birokrasi untuk mempertahankan independensi dan integritas dalam
pengambilan keputusan diskresi. Hal lain yang perlu digaris bawahi juga
bahwa diskresi yang dilakukan telah melakukan penerapan dan
pedoman yang jelas, tidak ada kepentingan pribadi, terdapat
pengawasan yang ketat, dan dilakukan pemantauan akuntabilitas yang
baik.
Dalam dunia yang terus berubah, kemampuan birokrasi untuk
beradaptasi dan menggunakan diskresi secara bijak menjadi semakin
penting. Birokrasi yang fleksibel dapat lebih efektif dalam menjalankan
tugas-tugasnya dan merespons kebutuhan masyarakat. Namun, dengan
kekuatan tersebut juga perlu rasa tanggung jawab untuk menjaga agar
diskresi digunakan dengan benar dan sesuai dengan nilai-nilai yang
mendasari pemerintahan yang baik. Ini adalah tantangan yang harus
dihadapi oleh setiap negara yang ingin memiliki birokrasi yang efisien
dan berintegritas.
CATATAN REFLEKSI: SELAMAT ATAS TERBITNYA BUKU TENTANG
BIROKRASI YANG MENGINSPIRASI
Terbitnya buku ini merupakan hasil kerja keras dan dedikasi
penulis yang tak lain merupakan seorang akademisi dari berbagai
universitas di Indonesia. Buku ini merupakan hasil kolaborasi yang
memadukan berbagai perspektif dalam memahami birokrasi dalam
berbagai aspek.
Birokrasi, sebagai pilar pemerintahan, memegang peranan utama
dalam menjalankan fungsi-fungsi krusial dalam masyarakat. Dalam buku
ix
ini, kita akan menyelami kedalaman birokrasi, mengulasnya dari
berbagai sudut pandang, dan merenungkan tentang bagaimana birokrasi
dapat mengubah kehidupan kita.
Kumpulan artikel dalam buku ini mengeksplorasi aspek-aspek yang
berbeda dari birokrasi. Sebagai pembaca, Anda akan dihadapkan pada
pandangan yang mendalam tentang dinamika birokrasi Indonesia,
peranannya dalam pembangunan, digitalisasi birokrasi, serta berbagai
upaya perbaikan yang dapat diambil. Artikulasi pemikiran dalam buku
ini menjadi penting dalam konteks zaman yang terus berubah dan
kompleks ini.
Birokrasi bukan hanya tentang aturan dan tata kelola, tetapi juga
tentang bagaimana kita menerapkan kebijakan untuk memberikan
dampak positif pada masyarakat. Dalam buku ini, Anda akan
menemukan wawasan yang mendalam tentang bagaimana birokrasi
memengaruhi kehidupan sehari-hari kita, serta berbagai tantangan dan
peluang yang dihadapinya.
Harapannya semoga buku ini akan menjadi sumber pengetahuan
yang berguna dan menginspirasi, yang akan memotivasi pembaca untuk
berpikir kritis tentang peran birokrasi dalam menciptakan masyarakat
yang lebih baik. Terbitnya buku ini adalah tonggak yang membanggakan,
dan saya mengucapkan selamat atas kerja keras semua penulis yang
telah berkontribusi untuk mewujudkannya.
Selamat menikmati dan membaca buku ini.
#BersamaCiptakanKarya
Surakarta, 17 Oktober 2023
x
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR
BIROKRASI YANG FLEKSIBEL: MEMAHAMI PERAN DISKRESI
DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH PEJABAT PUBLIK ....... vi
Alvian Rachmad EP ............................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................... xi
CRAFTING AGILE BUREAUCRACY: TRANSFORMASI
ETOS KERJA PNS DAN BUDAYA ORGANISASI BIROKRASI
DI INDONESIA ................................................................................ 1
Dr. Rulinawaty, S.Sos., M.Si.................................................................. 1
BIROKRASI DAN PELAYANAN PUBLIK: TANTANGAN
DI TENGAH DINAMIKA POLITIK .................................................... 33
Junus Jeschial Beliu, S.Sos., M.Si. .................................................... 33
DIGITAL BIROKRASI PELAYANAN MAHASISWA
DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH ........................................ 41
Yusinta Natalia Fina, S.Sos., M.Si. ..................................................... 41
DINAMIKA POLITIK BIROKRASI DI INDONESIA ............................ 49
Kamaruddin Salim, S.Sos., M.Si. ....................................................... 49
ADAPTASI LAYANAN PUBLIK DI TENGAH GELOMBANG
COVID-19 .................................................................................... 56
Sitti Rabiatul Wahdaniyah Herman, M.Si. ......................................... 56
BIROKRASI DAN DINAMIKA POLITIK PEDESAAN .......................... 62
Sunardi ................................................................................................ 62
TATA KELOLA SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS
ELEKTRONIK (SPBE) .................................................................... 68
Nawang Aviani, S.S.T., M.A.P.............................................................. 68
xi
TINJAUAN PROSES BISNIS PENETAPAN PENSIUN
BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL TIDAK CAKAP
JASMANI - ROHANI ..................................................................... 78
Ridho Harta, S.Sos., M.Si. .................................................................. 78
DELAPAN AREA PERUBAHAN REFORMASI BIROKRASI ................. 87
Andjani Trimawarni, S.S.T., M.A.P. ..................................................... 87
MEROMBAK JERAT BIROKRASI RED TAPE: MENGENALI AKAR
PERMASALAHAN DAN MEMBANGUN SOLUSI YANG
BERKELANJUTAN ........................................................................ 97
Dr. Elisa Susanti, S.IP., M.Si. ............................................................... 97
KORUPSI TUMBUH SUBUR: QUO VADIS ETIKA
PEJABAT PUBLIK? ..................................................................... 106
Mutmainnah, S.IP., MPA ...................................................................106
PERAN BIROKRASI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
MELALUI BADAN USAHA MILIK DESA (BUMD)............................ 113
Rohim S.Sos., M.Si. ..........................................................................113
MENGGALI LEBIH DALAM: TRANSISI PERGURUAN TINGGI
NEGERI KE BADAN HUKUM DAN KONSEPNYA
YANG KOMPLEKS ...................................................................... 125
Yushita Marini, S.E., M.Si. ................................................................125
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 139
PROFIL PENULIS ........................................................................ 150
xii
KOMPLEKSITAS
DAN DINAMIKA BIROKRASI
DI INDONESIA
xiii
CRAFTING AGILE BUREAUCRACY:
TRANSFORMASI ETOS KERJA PNS
DAN BUDAYA ORGANISASI
BIROKRASI DI INDONESIA
Dr. Rulinawaty, S.Sos., M.Si.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 1
E
ra revolusi industri 4.0 telah berlangsung. Era ini menuntut
pemerintah merespon lebih cepat kebutuhan warganya, akses
khusus ke layanan pemerintah diharapkan bisa semulus
pelayanan di jejaring sosial yang tanpa hambatan. Tren Big Data, Smart
City ini telah mengubah banyak bidang kehidupan. Perubahan yang
begitu cepat dan kompleksitas menyebabkan birokrasi mengalami
kesulitan melakukan inovasi. Paradigma manajemen publik baru dengan
konsep outsourcing yang lebih mengandalkan sumber daya yang
menyebabkan birokrasi memiliki ketergantungan yang tinggi.
Di negara berkembang seperti di Indonesia sulit mengikuti
perubahan ini disebabkan bentuk kabinet pemerintahan yang
menyebabkan masalah dari sisi nomenklatur kabinet, inefisiensi, tupoksi
tumpang tindih, kinerja kementerian yang belum optimal serta
pembengkakan struktur.4 Semua ini menghasilkan birokratisasi yang
berlebihan, model kerja monoton ketidakpastian global, pertumbuhan
ekonomi stagnan, defisit transaksi berjalan, revolusi industri, ekonomi
digital, middle-income trap, dan bonus demografi. Hal ini merupakan
bagian dari tantangan birokrasi Indonesia saat ini.
Birokrasi pemerintahan harus lebih lincah dan disimplifikasi agar
bisa menarik perhatian banyak investor untuk meningkatkan ekonomi
negara. Para birokrat juga dituntut untuk cepat tanggap dan lebih
tangkas. Menjadi birokrasi yang tangkas merupakan kebutuhan yang
semakin mendesak bagi penyelenggara dan penyedia pelayanan publik.
Birokrasi adalah elemen yang sangat diperlukan. Agile Bureaucracy
merupakan kata sifat yang memiliki makna lincah, gesit, mudah
beradaptasi. Agile tidak dikategorikan hanya pada orang atau Sumber
Daya Manusia saja, namun juga terhadap kriteria lainnya. Agile
Bureaucracy adalah birokrasi yang bersifat fleksibel. Dan adaptif
terhadap tuntutan perkembangan zaman yang memiliki enam karakter
utama yakni ideology, strategi, struktur, proses, teknologi, dan sumber
daya manusia untuk mencapai tujuan bangsa dan negara.
Agile merupakan gerakan global yang mengubah dunia kerja.5
Metode agile birokrasi diadaptasi dari rekayasa perangkat lunak, praktik
4
Dapat diakses di: lan.go.id. http://lan.go.id/id/
5 Rigby, D. K., Sutherland, J., & Noble, A. (2018). Agile at scale. Harvard Business
Review
2 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
birokrasi agile dimaksudkan untuk mengubah budaya birokrasi dan
metode kolaborasi untuk mewujudkan adaptasi yang lebih tinggi. 6
Birokrasi agile memungkinkan birokrat untuk menghadapi perubahan
terus menerus, memungkinkan untuk berkembang di dunia yang
semakin fluktuatif, tidak pasti, kompleks dan ambigu. Pada saat yang
sama akan melahirkan governance agile yang mampu menghadapi
berbagai tantangan dan peluang.7
Artikel ini memberikan ikhtisar singkat tentang model birokrasi
agile dan dan menganalisis dan mensintesis literature tentang birokrasi
agile dengan tujuan memberikan definisi bersama, juga akan meneliti
bagaimana pengembangan agile di dalam lingkungan birokrasi
pemerintahan. artikel diakhiri dengan serangkaian pertanyaan
penelitian terbuka yang membutuhkan bukti empiris untuk memahami
konsep pemerintah yang gesit, proses akuisisi, perubahan budaya, serta
kebutuhan SDM dan pelatihan.
PENGERTIAN KONSEP AGILE BIROKRASI
Konsep Weber adalah konsep penting dari teori organisasi.89 Dalam
model birokrasi Weber pada sektor public, konteks budaya birokrasi
yang muncul dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh
lingkungannya, struktur organisasi dan budaya endemiknya yaitu
rasionalitas terstruktur.10 Otoritas yang menjadi ciri birokrasi dianggap
sebagai hal yang rasional, legal dan berdasarkan status dan posisi.
Organisasi birokrasi tipikal ideal Weber dicirikan oleh aturan, tugas, hak
untuk setiap posisi, menghasilkan “sistem rigid dan subordinasi”.
Forbes 2013/11/04/. Retrieved from https://www.forbes.com/sites/skollworldforum/2013/11/04/gamechangers-the-worlds-top-purpose-drivenorganizations/#73ed2dc377b6
6
7 Gulati, R. (2018). Structure that is not stifling. Harvard Business Review, 96(3), 68–
79.
8 Clegg, S. R. (2016). Puritans, visionaries and survivors. Organization Studies, 26(4),
527–545
Cummings, S., & Bridgman, T. (2011). The relevant past: Why the history of
management should be critical for our future. Academy of Management Learning &
Education, 10(1), 77–93
9
10
Bessant, J. (2003). High-involvement innovation. UK: Wiley
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 3
Birokrasi dikelola oleh paraprofessional yang berkualifikasi, yang
perekrutannya berdasarkan asas umum normative. Birokrat bekerja dan
mengambil keputusan berdasarkan perhitungan rasional tentang sarana
dan tujuan organisasi, birokrat harus melepaskan hasrat dan sifat
pribadi mereka.11 Weber meyakini bahwa birokrasi secara teknis lebih
unggul dari organisasi lainnya, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa
birokrat cenderung mengejar tujuan pribadi, terjadinya oligarki
kekuasaan yang mengakibatkan hilangnya rasa kebersamaan dalam
suatu birokrasi. Pada tataran kehidupan sosial, weber mengakui bahwa
birokrasi lebih bersifat anti demokrasi, menghilangkan soft skill,
otonomi dan individualitas.
Fitur utama dari birokrasi di berbagai negara adalah basisnya
dalam otoritas hukum rasional, suatu bentuk dominasi yang diterima
sebagai sah oleh bawahan karena ia bersandar pada aturan formal yang
disahkan secara hukum dan atas perintah para pemimpin yang dipilih
berasal dari lingkungan mereka. Selain memberikan legitimasi, aturan
seperti hukum, peraturan administrasi, kebijakan, atau prosedur operasi
standar yang dirancang secara rasional untuk memfasilitasi pencapaian
tujuan organisasi. Birokrasi ideal dirancang agar staf mengikuti aturan,
pekerjaan mereka berpusat pada melaksanakan aturan yang ditentukan
secara resmi, bukan atas perintah pribadi atasan, Para pimpinan tinggi
pratama terikat pada peraturan dan menjadi contoh bagi para staf dalam
memberikan pelayanan. Dalam hal struktur organisasi, birokrasi
mengaturnya dengan menetapkan tugas dan batas yuridiksi tertentu
dalam unit divisi kerja, menetapkan hirarki wewenang serta prosedur
dalam memberikan perintah atasan dan bawahan.12
Birokrasi digambarkan sebagai kura-kura, sosok yang lambat,
sangat kaku, dan tidak ingin lepas dari cangkangnya, inovasi dianggap
sebagai hal yang memaksa mereka keluar dari zona nyamannya.
Kritikan-kritikan tentang birokrasi selama ini selalu seputar bagaimana
mereka kehilangan moral, kecenderungan memusatkan pada bagaimana
mendapatkan kekuasaan, sangat individual, serta pola kerja yang
11
Bauman, Z. (2013). Modernity and the holocaust. Cambridge: Polity
Weber, M., 1978[1921]. In: Roth, G., Wittich, C. (Eds.), Economy and Society.
University of California Press, Berkeley, CA.
12
4 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
mengecewakan.1314 Birokrasi juga memiliki kecenderungan kepatuhan
terhadap aturan-aturan yang bersifat abstrak, birokrasi bersandar pada
kesetiaan dan patuh pada pribadi yang kepemimpinannya dipilih secara
tradisional, begitu juga sebaliknya pemimpin dalam memilih stafnya
lebih cenderung berdasarkan pada hubungan pribadi daripada
kualifikasi formal. Saat ini para ahli administrasi memperkenalkan new
model organization, hybrids theory, post-bureaucracy, neobureaucracy15 yang mengarahkan agar birokrasi bersikap agile.
Agile government adalah bidang penelitian dan praktik yang sedang
berkembang, konsep ini berasal dari model Adaptif Governance yang
memiliki three types of adaptive governance namely polycentric, agile,
and organic governance.16 Agile memiliki arti kata gesit. Dalam kamus
Bahasa asing yang berarti hidup atau aktif. Manajemen agile muncul
pada pertengahan 1990-an sebagai respon terhadap manajemen
tradisional yang kaku, sulit dan rigid yang tidak mampu merespon
secara fleksibel terhadap perubahan, dan ini menjadi bahan kritikan
untuk birokrasi. Agile dalam tulisan ini focus on outcomes of agility.
Agile digunakan sebagai kata sifat yang merujuk pada kebutuhan
organisasi, dalam hal ini birokrasi untuk berperilaku lebih fleksibel,
adaptif, dan cepat,17 mengacu pada respon birokrasi terhadap ancaman
sosial, ekonomi, gejolak pasar18 dan tantangan global yang dalam
Clegg, S., & Baumeler, C. (2010). Essai: From iron cages to liquid modernity in
organization analysis. Organization Studies, 31(12), 1713–1733.
13
Clegg, S. R. (2016). Puritans, visionaries, and survivors. Organization Studies,
26(4), 527–545
14
15 Sturdy, A., Wright, C., & Wylie, N. (2016). Managers as consultants: The hybridity
and tensions of neo-bureaucratic management. Organization, 23(2), 184–205
16 Wang, C., Medaglia, R., & Zheng, L. (2018). Towards a typology of adaptive
governance in the digital government context: The role of decision-making and
accountability. http://dx.
doi.org/10.1016/j.giq.2017.08.003https://www.sciencedirect.com/science/article/
pii/S0740624X16303100.
17 Alsudairy, M. A. T., & Vasista, T. G. (2014). CRASP - A strategic methodology
perspective for sustainable value chain management. In K. S. Soliman (Vol. Ed.),
Vision 2020: Sustainable growth, economic development, and global
competitiveness. Vol. 1–5 Norristown: Int Business Information Management AssocIbima edited by. (170-+).
18 Dahmardeh, N., & Pourshahabi, V. (2011). Agility evaluation in public sector using
fuzzy logic. Iranian Journal of Fuzzy Systems, 8(3), 95–11
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 5
penggunaan dan adopsi teknologi atau sistem baru yang akan membuat
birokrasi menemukan bentuk baru.
Munculnya Agile sebagai gerakan global besar yang menyebar
dengan cepat ke semua bagian dan semua jenis organisasi. Agile lahir
didorong oleh kondisi dan tuntutan masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik dan penyediaan barang-barang publik. Agile menjadi
jawaban bagi birokrasi untuk mengatasi gejolak masyarakat atau
pelanggan. Agile memungkinkan birokrasi untuk mengikuti perubahan
didalam dan diluar lingkungannya yang sangat fluktuatif, tidak pasti,
kompleks dan ambigu. Tujuan birokrasi agile adalah birokrasi yang
lincah, baik secara prinsip maupun praktik. Agile dipercaya sebagai jalan
untuk mengembangkan software dalam manajemen birokrasi,
bagaimana menghargai individu dan interaksi antara proses dan alat,
bagaimana kolaborasi yang melayani dan dilayani, serta bagaimana
birokrasi menjalankan perubahan terhadap aturan yang ditetapkan.
Agile terhadap pencapaian tujuan, prinsip dan nilai-nilai yang dianut
lebih produktif dan responsif terhadap kebutuhan pelanggan daripada
bertahan dengan manajemen tradisional. Agile perlu diterapkan pada
Birokrasi terutama kemampuan untuk memberikan respon yang cepat,
solusi yang tepat tanpa terjadinya konflik yang menjadi ciri khas
birokrasi.
Agile adalah software yang menjadi pendorong penting bagi
birokrasi dan harus diterapkan dalam setiap aspek pekerjaan, bisa
diterapkan dalam program baru seperti mendesain atau memproduksi
mesin, diterapkan dalam strategi pemasaran jasa maupun produk,
menerapkan dalam pengelolaan sumber daya manusia dan pola
kepemimpinan, Agile melibatkan nilai-nilai baru, prinsip, praktek dan
manfaat dalam manajemen. Menjadi Birokrasi agile merupakan
kebutuhan yang mendesak bagi pemerintahan suatu negara yang
mengandalkan Teknologi Informasi dalam penyelenggaraan pelayanan
dan untuk mendukung kemajuan ekonomi digital. Harus disadari bahwa
sebagian besar birokrasi masih menerapkan prinsip rantai komando,
dan ini sudah menjadi budaya organisasi mereka, budaya ini tentu saja
akan menjadi penghalang utama untuk menjadi birokrasi agile.
Pemimpin dalam birokrasi perlu melakukan transformasi, mulai belajar
dan mempraktekkan serangkaian pola pikir baru yang holistik
berdasarkan software agile, sehingga bisa membangun dan menjalankan
6 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
budaya birokrasi berdasarkan azas agile.
Beberapa kajian menuliskan bahwa agile adalah alat, proses,
metodologi, teknologi, platform, big data dan sejenisnya, hal ini dalam
beberapa kasus pada organisasi berbeda bisa dibenarkan, tetapi di
dalam birokrasi agile, agile yang dibutuhkan adalah pola pikir. Agile
birokrasi mengakui bahwa pola pikir dan individu menjadi kunci utama
keberhasilan pelayanan publik, hal ini lebih utama dari alat dan proses.
Individu yang agile akan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Pola pikir
yang agile mampu dengan cepat merespon perubahan lingkungannya,
memahami bagaimana organisasinya bekerja. Individu agile yang
memiliki pola pikir yang agile akan menciptakan model kerjasama yang
agile, nilai-nilai yang mereka ciptakan, interaksi mereka ketika
bekerjasama akan lebih dihargai dari pada alat dan proses. Tanpa pola
pikir agile, alat dan proses hanya membantu sedikit dalam pencapaian
tujuan birokrasi. Birokrasi agile adalah organisme yang tumbuh, belajar
tentang makhluk hidup yang bergerak terus menerus, agar mampu
menciptakan dan memenuhi tuntutan masyarakat yang terus berubahubah mengikuti perkembangan zaman, Birokrasi agile mampu
mengeksploitasi peluang baru, dan menambah nilai baru dalam interaksi
antara negara dan citizen.
Birokrasi agile merangsang birokrat untuk mampu melakukan
inovasi dalam aktivitasnya untuk memberi nilai lebih dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Pemberian otonomi kepada mereka,
mampu meningkatkan kapasitas birokrat dan organisasinya. Birokrasi
agile bercirikan transparansi, kredibel, prediktabilitas, efektif dan
efisien. Sehingga komunikasi yang terbentuk akan menciptakan model
interaktif yang mengedepankan keterbukaan, komunikasi dengan gaya
top-down tidak akan menambah nilai lebih bagi masyarakat, komunikasi
model ini akan menciptakan kekakuan dalam birokrasi. Selama ini
birokrasi dituntun bekerja cermat, dan berhati-hati dalam bekerja,
sehingga terkesan lamban, sementara dalam birokrasi agile menuntut
birokrat menjadi lebih pintar dengan memberikan nilai lebih dalam
bekerja, melayani dengan cepat sehingga mengurangi volume pekerjaan.
Agile mampu menghapuskan perdebatan antara eksploitasi dan
eksplorasi terhadap staf yang selama ini menjadi perdebatan, di pihak
pimpinan dianggap sebagai eksplorasi, di lain sisi, staf merasa sebagai
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 7
eksploitasi, dan ini sering terjadi pada birokrasi tradisional. Agile adalah
konsep, teknik, model, pola pikir, dan apabila diterapkan dengan benar
maka seluruh bagian yang ada di dalam birokrasi akan selalu melakukan
inovasi untuk mencari cara agar menambah nilai lebih dalam
menyelenggarakan pelayanan publik. Birokrasi yang terus menerus
bergerak menciptakan inovasi mencerminkan budaya birokrasi yang
sehat, orang-orang didalamnya bekerja dengan perasaan senang, dan
hasil akhirnya akan mencapai tujuan organisasi yang disepakati
bersama, menciptakan trust masyarakat kepada birokrasi.
Birokrasi agile memiliki kemampuan untuk a) memberikan respon
pelayanan publik yang cepat, tepat, mudah tanpa gesekan dan terhindar
dari red tape;19 b) memberikan keluasan untuk melakukan inovasi terus
menerus sesuai dengan perkembangan zaman dan mampu memenuhi
tuntutan masyarakat dalam memberikan pelayanan publik; c) Karena
staf diberikan kepercayaan untuk melakukan inovasi, maka tempat kerja
terhindar dari penyakit stress. Menerapkan birokrasi agile akan
berdampak pada bagaimana merancang pelayanan publik,
diformulasikan, dan diimplementasikan. Menggabungkan metode gesit
dengan model manajemen bisnis dapat membantu birokrasi untuk
berinovasi seperti mengadopsi layanan-layanan transaksi yang bersifat
online seperti aplikasi Grab, Gojek, BukaLapak, Tokopedia atau media
sosial seperti Facebook. Semua ini harus didukung dengan kematangan
teknologi, membangun kemitraan publik-swasta, berani keluar dari zona
lama dengan melakukan terobosan-terobosan inovasi.
Pemikiran agile dalam pemerintahan bukan hal aneh lagi, perspektif
ini mendukung pencapaian tujuan administrasi publik yang berpusat
pada tuntutan dan kebutuhan warga negara akan perubahan dalam
penyelenggaraan governance.20 Perbedaan yang mendasar antara publik
dan privat, yaitu Government fokus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
citizen, keputusan-keputusan dituntut transparansi karena dalam
government keputusan melibatkan berbagai pemangku kepentingan
19 Sam Boateng, Lukman. 2019. Red Tape It is Heaven for Bureaucratic Public Service.
A Case Study on Trade in Services Business License of Makassar City.IJOInternational Journal of Social Science and Humanities Research. Vol.2.Issue 8.
20 Shah, S. and Stephens, A. (2005) ‘IT and the agile government’, The Agile Enterprise,
pp.295–308, Springer, USA.
8 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
yang memiliki sudut pandang yang berbeda. Berikut gambaran Agile
framework dimana menunjukkan area yang diidentifikasi perlu
bekerjasama untuk memfasilitasi Agile Organization.
Gambar. 1
Agile Framework21.
BIROKRASI TRADISIONAL VS BIROKRASI AGILE
Budaya organisasi mencakup kebiasaan, tradisi, dan cara kerja, dan
sebagian besar dipengaruhi sejarah organisasinya22 atau secara
sederhana adalah cara kita melakukan hal-hal disekitar tempat kita
bekerja23. Schein24 mendefinisikan budaya organisasi sebagai 'pola
asumsi dasar bersama yang dipelajari kelompok dalam menyelesaikan
masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, dan yang telah bekerja
21
Idem
Dennison DR. 1990. Corporate Culture and Organizational Effectiveness. Wiley: New
York
22
23 Johnson KW. 1999. The role of culture in achieving organizational integrity and
managing conflicts between cultures. Available at: ⟨www.ethicaledge.com/quest
5.html.⟩. Retrieved on 25 April, 2008
24 Schein EH. 1999. The Corporate Culture Survival Guide. Jossey-Bass: San Francisco,
CA
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 9
cukup baik untuk dianggap valid dan, karenanya, layak diajarkan kepada
yang baru. anggota sebagai cara yang benar untuk memahami, berpikir,
dan merasakan tentang masalah-masalah tersebut.
Pola birokrasi tradisional dibangun dari hierarki, sangat procedural,
deskripsi proses, enggan untuk mengambil resiko, berbasis aturan, dan
berorientasi pada kontrol. Semakin besar birokrasi, maka semakin
kompleks dan rumit. Segala keputusan berada pada pimpinan puncak,
atau berdasarkan terhadap petunjuk pelaksanaan teknis, Adanya garis
komando menimbulkan budaya yang terorganisir, terkotak dan
sistematis. Tanggung jawab yang mereka miliki dianggap sebagai status
sosial mereka, dan status mereka adalah kekuatan untuk saling
menekan. Budaya birokrasi yang tradisional seperti ini menciptakan
ketergantungan secara struktur hirarki, yang pada akhirnya membuat
staf pada level bawah ketika membuat keputusan sangat terikat dengan
struktur hirarki, mengurangi kemampuan staf untuk melakukan diskresi
pada pekerjaannya.25
Birokrasi tradisional memiliki pola kerja atas dasar satu orang, satu
pekerjaan yang memiliki otoritas yang berbeda, sehingga informasi
antara satu divisi dengan divisi lainnya terpisah, dan pengetahuan yang
spesifik hanya dimiliki oleh satu domain tertentu. Sementara itu transfer
pengetahuan tidak terjadi antara satu divisi dengan divisi yang lain.
Budaya ini akan menghasilkan sikap saling menyalahkan, lempar
tanggung jawab antara individu, divisi dan pimpinan, hal ini disebabkan
oleh adanya tuntutan terhadap kepatuhan aturan, tata tertib dan
undang-undang.
Budaya pada dasarnya adalah waktu untuk berevolusi. Budaya
birokrasi agile sangat kontraproduktif dengan budaya birokrasi
tradisional. Birokrasi agile adalah budaya kerja kolaboratif, tanggung
jawab bukan lagi pada individu tetapi pada tim atau penekanan pada
tanggungjawab bersama.26 Prinsip dari agile adalah kecepatan yang
Kasmad, Rulinawaty Alwi, La Tamba, Discretion Dilemma of Street-Level
Bureaucracy in Implementation of the Street Vendors Empowerment Policy in
Makassar City, Indonesia., 2018, American Journal of Humanities and Social Sciences
Research (AJHSSR) Volume: 2, Issue: 8, pp: 106-703, ISSN: 237870. URL Dokumen:
http://www.ajhssr.com/volume-2-issue-8.
25
26
Cockburn, A. (2002). Agile software development. Boston: Addison-Wesley
10 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
cermat, sementara kecepatan menjadi barang langka dalam birokrasi
tradisional. Sementara prosedur tetap dan pola kerja statis sangat tidak
cocok dengan pola birokrasi agile, birokrasi agile memahami bahwa
lingkungannya adalah lingkungan yang sangat dinamis yang mudah
berubah ubah.
Birokrasi tradisional cenderung berpikir bahwa jika birokrat
memiliki proses dan alat yang tepat dalam menjalankan tugas, maka
tidak masalah siapa yang mengeksekusi. Birokrasi tradisional memiliki
gagasan bahwa jika semuanya didokumentasikan, maka birokrat telah
menjalankan tugas dengan berkinerja. Birokrat tidak perlu berinteraksi
satu sama lain, karena semua prosedur telah memiliki buku manual
untuk membantu mereka, dan mereka tinggal membacanya, tetapi
sayangnya dokumentasi selalu kalah cepat dengan kondisi kekinian,
sehingga seringkali dokumen tidak mampu menjawab masalah
kompleks yang dihadapi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
orang-orang dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain lebih
penting dari pada mengikuti beberapa proses. Di Dalam metode agile,
salah satu software yang penting adalah individu dan interaksi yang
membentuk sebuah tim kerja. Individu yang berinteraksi memiliki
kecenderungan untuk mengoptimalkan kinerja mereka.
Di Dalam lingkungan yang berubah cepat dan tidak bisa diprediksi,
diyakini bahwa berkolaborasi dengan masyarakat, pelanggan akan lebih
bermanfaat daripada menjalankan tugas berdasarkan dokumen yang
tertulis. Selama ini kecenderungan birokrasi tradisional fokus pada
pembuatan perencanaan dan kemudian mengikuti rencana tersebut
sesuai dengan tahapannya. Dalam birokrasi agile, lebih pada bagaimana
realitas yang terjadi pada perencanaan. Realitas jauh lebih fleksibel
daripada rencana. Realitas membengkokkan jauh lebih sedikit daripada
buku manual. Birokrasi agile mengakui bahwa menanggapi perubahan
lebih penting daripada mengikuti dokumen perencanaan.
Birokrasi tradisional dikenal dengan birokrasi yang kompleks,
kekompleksannya salah satunya pengambilan keputusan yang berulang
yang membutuhkan level tindakan jabatan.
Pada dasarnya proses pengorganisasian bergantung pada pola
kepemimpinan dalam mengembangkan kepercayaan satu sama lainnya,
saling pengertian dan kerjasama yang efisien antara berbagai peran
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 11
kontingen vertikal dan horizontal agar mencapai budaya birokrasi yang
agile.
Birokrasi agile adalah birokrasi yang menghilangkan hirarki yang
kaku, berubah menjadi budaya agility yang dimulai dari pucuk pimpinan
dalam birokrasi. Seorang leader menjadi role model perubahan budaya,
mengapa para staf perlu berubah, dari bekerja secara individu menjadi
bekerja secara tim dan berkolaboratif sesuai dengan lingkungan
kerjanya dan domain kerja mereka secara internal maupun eksternal.
Budaya agile dalam penyelenggaraan pelayanan publik cenderung
bersifat komunikatif terhadap masyarakat pengguna jasa juga mereka
merespon kebutuhan masyarakat serta lingkungan, yang akan
menciptakan empati, loyalitas dan kepuasan terhadap layanan yang
diberikan.
Penyelenggaraan tata kelola pemerintahan dengan budaya birokrasi
agile akan memiliki dampak yang signifikan dalam semua aspek seperti
program-program kebijakan, proyek-proyek infrastruktur akan lebih
ramping karena lebih fleksibel pada saat implementasi program, begitu
juga pada kajian administrasi publik, budaya agile dimasukkan dalam
penerapan POSDCORB yaitu Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Coordinating, Reporting dan Budgeting.
Perencanaan Similarly, Lappi and Aaltonen27 menggambarkan
perubahan budaya birokrasi dari tradisional menjadi agile, tidak serta
mudah dilakukan, birokrasi adalah sebuah organisasi pemerintah yang
besar, maka dari itu tata kelola pemerintahan dengan penerapan budaya
agile perlu diintegrasikan dan disejajarkan dengan perubahan Teknologi
Informasi (IT). Kemajuan IT haruslah didukung perubahan mindset para
birokrat. Dukungan, dorongan dan keterbukaan pemerintah adalah
kunci utama evolusi budaya birokrasi yang agile. Budaya agile yang
agility dan holistik diyakini sangat cocok dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, dimana respond cepat dan tepat menjadi senjata
utama dalam mewujudkan pelayanan prima.
27 Lappi, T., & Aaltonen, K. (2017). Project governance in public sector agile software
projects. International Journal of Managing Projects in Business, 10(2), 263–294.
http:// dx.doi.org/10.1108/ijmpb-04-2016-0031
12 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Budaya agile dalam penerapan di sektor publik memiliki
keuntungan sekaligus memiliki tantangan. Keuntungannya adalah
adanya efisiensi yang besar seperti waktu, tenaga dan uang ketika
diimplementasikan dengan baik. Tetapi tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaannya cenderung tidak dimiliki para birokrat seperti memiliki
kapasitas, ketrampilan, budaya, struktur kebijakan dan model
kepemimpinan.
Tabel. 1
Model Organisasi Bervariasi Menurut Lingkungan Bisnis
Di Mana Perusahaan Bersaing.
Birokrasi
Tradisional
Model
Organisasi
Tujuan
Lingkungan
Aktivitas
Hierarki,
Formal, Kaku,
Senioritas,
Ukuran Lebih
Besar,
Kewenangan
Jabatan adalah
keistimewaan
Memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat
sesuai dengan
aturan
Lingkungan
yang relatif
stabil
Aturan dan
Prosedur
Agile Birokrasi
Kelincahan,
Komunikatif,
Kolaboratif,
Interaktif, Pola
Pikir Agile,
Tindakan Tim
adalah
keistimewaan
Private
Organization
Fleksibel, Datar,
Piramida, Lintas
Fungsional,
Pengetahuan
individu
diistimewakan
Keselarasan dan
otonomi
Keuntungan,
pertumbuhan,
dan kelangsungan
hidup
Tingkat
ketidakpastian
yang tinggi
Interaktif, cepat,
dan tepat, gesit,
tanggap
terhadap
perubahan,
seputar masalah
atau peluang
Tingkat kemajuan
teknologi yang
tinggi
Cepat karena
lebih
menekankan
pendekatan
pragmatis dalam
persaingan, Saling
menyesuaikan,
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 13
Pengambilan
Keputusan
Kepemimpinan
Motivasi
Pendekatan
Top-Down
Hirarki
Gaji dan
Penghargaan
Pendekatan TopDown approach,
Pendekatan
Bottom Up,
Pendekatan
Linier.
Hamba, Adaptasi
(perubahan
lingkungan,
tekanan, dan
krisis) Bersikap
tenang dalam
segala situasi
Rentangkan
tujuan dan
pengakuan untuk
mencapainya
dan aliran ide
yang bebas
Pendekatan
Linier, Preskriptif,
Pendekatan
Deskriptif
Pendekatan
wirausaha,
Visioner
Kemahiran
pribadi, pekerjaan
yang menarik
KENAPA HARUS AGILE?
Trend saat ini adalah organisasi agile yang memiliki tim inovasi,
yang didesain tetap berfokus pada pelanggan dan dapat menyesuaikan
diri dengan cepat terhadap perubahan lingkungannya. Ketika agile
diterapkan dengan benar, maka akan menghasilkan produktivitas yang
tinggi, moral tim yang baik, waktu pelayanan yang cepat, dan hasil
memuaskan pelanggan dan mengurangi resiko. Agile paling cocok untuk
program inovasi seperti kreativitas menciptakan aplikasi untuk
meningkatkan produk, layanan, dan proses. Metode agile pertama kali
dicetuskan di departemen TI dan sekarang banyak digunakan dalam
pengembangan perangkat lunak. Seiring waktu mereka telah menyebar
ke fungsi-fungsi seperti pengembangan produk, pemasaran, dan bahkan
Sumber Daya Manusia28
28 Darrell K. Rigby., Jeff Sutherland., Andy Noble. (2018) Agile at Scale. Harvard
Business Review. https://hbr.org/2018/05/agile-at-scale
14 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Inovasi Pelayanan Publik telah menjadi sarana pembaruan
administrasi publik. Hal ini terungkap dalam konferensi international
Innovating the Public Sector: from Ideas to Impact yang diselenggarakan
Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) tanggal
11-13 November 2014 di Paris. Melakukan inovasi dalam lingkungan
birokrat mendapatkan berbagai kendala, benturan antara melakukan
inovasi dan patuh terhadap aturan. Banyak hal yang menghambat
organisasi publik untuk melakukan inovasi, hantu yang mengganggu
organisasi publik adalah struktur hirarkis yang cenderung
memperlambat proses pengambilan keputusan, dan birokrasi yang
gemuk.
Pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan mendorong
percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik, dengan
mengharuskan setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
menciptakan minimal 1 inovasi utama setiap tahun yang dikenal dengan
gerakan One Agency, One Innovation. sebuah gerakan yang melibatkan
seluruh komponen good governance, karena keberhasilan one agency,
one innovation ditentukan oleh kolaborasi yang baik antara pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha dalam menciptakan minimal satu inovasi
yang harus dilakukan setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah. Jumlah Inovasi yang digalang pemerintah setiap tahunnya
semakin bertambah, tercatat di tahun 2018 jumlah proposal inovasi
sebanyak 2.824 inovasi. Inovasi dianggap sebagai sebuah solusi untuk
mengungkit percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Kondisi
kekinian menunjukan bahwa inovasi yang dilakukan oleh para birokrat
belum menunjukkan perubahan signifikan, inovasi yang muncul belum
menjadi kekuatan riil untuk mendorong percepatan peningkatan
kualitas pelayanan publik29
Selama ini konsep agile dianggap melakukan perubahan pada
teknik dan metode kerja, menjadi Agile tidak cukup hanya dengan
melakukan inovasi dan menolak struktur birokrasi tradisional, tetapi
dibutuhkan adalah mindset individu akan tekad dan tujuan. Birokrat
harus memiliki tekad untuk melayani dan tujuan memberikan pelayanan
publik yang prima. Tujuan Birokrasi bisa dilihat dari visi dan misi. Untuk
menjalankannya maka diperlukan empat alat manajemen yaitu misi,
29
Dapat diakses di: https://www.menpan.go.id/site/
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 15
kompetensi, tujuan dan proses. Kempat alat ini menggambarkan
karakter birokrasi “apa dan bagaimana birokrat dalam menjalankan
tugas, bagaimana pencapaiannya, serta apa dan bagaimana perilaku
birokrat.
Agile adalah pola pikir, bukan metodologi untuk diimplementasikan
dalam kerangka manajemen. Agile adalah kerangka kerja yang sangat
berbeda untuk manajemen itu sendiri. Agile dimulai dengan pandangan
berbeda tentang tujuan organisasi. Harus dipahami tujuan akhir dari
menjadi agile adalah untuk memuaskan pelanggan. Di sebagian besar
pelayanan publik adalah ketidakmampuan untuk memuaskan
pelanggannya. Agile membantu menciptakan generasi baru manajer
umum yang terampil, lebih baik dan berbeda. Ketika manager menjadi
agile, mereka memiliki tujuan yang berbeda, cara pengorganisasian kerja
yang berbeda, peran manajemen yang berbeda, dan cara komunikasi
yang berbeda. Agile mengubah konsep dasar manajemen.
Birokrasi agile memiliki misi dan tujuan yang agility. Tujuan yang
agile menjadi alat yang tepat untuk mendorong keseimbangan antara
alignment and autonomy agar terjadi keselarasan antara kompetensi,
tujuan, atau proses. Dengan menciptakan keselarasan melalui misi,
birokrasi agile memberikan kebebasan individu, sehingga mereka dapat
meningkatkan kapasitas mereka untuk peka terhadap perubahan dan
responnya. Dengan menjadi agile, tim dan individu dapat terkoordinasi
untuk beradaptasi dan mengkonfigurasi ulang tujuan mereka. Seperti
vocal group, ada yang memiliki suara sopran, alto, tenor dan bas, mereka
tetap otonom tetapi mereka tetap mendengarkan satu sama lain dan
fokus pada keseluruhan lagu bersama.
Memiliki tujuan agility dalam suatu organisasi berasal dari ratusan
tujuan pribadi kemudian dikerahkan untuk menjadi tujuan organisasi
agile. Birokrasi yang menjalankan misi yang agility, cenderung
birokratnya bertanggung jawab atas penyelesaian misinya seperti
memperoleh pelatihan, menggunakan sumber daya dan menjalin
kerjasama internal maupun eksternal. Birokrasi yang hirarkis dan kaku,
yang aktivitasnya digerakkan oleh peraturan dapat diubah menjadi
birokrasi yang akuntabilitas dan memiliki komunikasi interaktif dengan
rekan sejawat.
16 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Agility tidak hanya bisa dilakukan pada pelayanan publik yang
sederhana, tetapi juga dapat ditemukan pada pelayanan publik yang
kompleks yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti
pelayanan kesehatan, dimana pemangku kepentingan saling terlibat
secara proses sistematis dan saling ketergantungan seperti Dokter,
perawat dan Administrator, mereka memiliki tujuan individu, tetapi
mereka memahami tujuan mereka menjadi tim pada pelayanan
kesehatan, saling memahami seperti ini dapat integrasi pekerjaan dan
meningkatkan tujuan bersama.30 Koordinasi terhadap misi, tujuan
mampu menolong birokrat dari keterbatasannya dalam bertindak,
memberikan kebebasan untuk bertindak dalam hirarki. Birokrasi
tradisional memahami bahwa penyelarasan tujuan adalah sebagai
proses top-down, tetapi dalam metode agile, penyelarasan misi, tujuan
dan proses bisa dilakukan lebih produktif dan fleksibel dengan cara
mengambil dari top-down, bottom-up dan horizontal, hal ini bertujuan
untuk saling menguatkan, efektif dan efisien.
Metode Agile mampu beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan
lingkungannya dengan membentuk kolaboratif antara anggota tim yang
memiliki disiplin ilmu yang berbeda, sehingga akan membentuk budaya
organisasi yang membangun rasa saling percaya dan hormat. Metode
Agile dapat efisiensi terhadap waktu dan tenaga, pada level pimpinan,
mereka fokus pada tanggungjawab mereka seperti menyesuaikan visi
organisasinya sesuai dengan perubahan lingkungan organisasi,
memprioritaskan
inisiatif
strategis,
menyederhanakan
dan
memfokuskan pekerjaan, the right man in the right place, meningkatkan
kolaborasi lintas fungsional, dan menghilangkan hambatan-hambatan
yang mengganggu organisasi untuk berkembang dan maju. Tetapi harus
disadari bahwa metode agile bukanlah sihir, atau obat mujarab untuk
penyakit birokrasi. Tetapi metode agile adalah yang paling mudah dan
efektif untuk diterapkan dalam melakukan inovasi software birokrasi.
Sementara masalah di dalam tubuh birokrasi adalah sangat rumit. Untuk
menjadi agile dibutuhkan pelatihan, perubahan perilaku, penggunaaan
teknologi informasi baru, dan pemberian reward dan gaji. Inovasi agile
berhasil tergantung pada peserta yang bersemangat, individu yang
Pires, J. F., Rey, C., Mas-Machuca, M., & Bastons, M. (2016). Management by
missions in the healthcare sector. Revista de Calidad Asistencial, 31(4), 239–242
30
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 17
termotivasi. Mereka perlu didukung dan dipercayakan
menyelesaikan pekerjaannya dalam sebuah tim agile.
untuk
Tabel. 2
Perbandingan HRD Dalam Morality dan Agile Development31
HUMAN RESOURCE
DEVELOPMENT
(HRD)
MORALITY
EKSPLISIT DALAM
KEPUASAN KERJA DAN
TUJUAN KERJA
BIROKRAT/ASN/PNS Kepuasan Kerja, Komitmen
AGILE
DEVELOPMENT
PROSES, ALAT,
KERJA TIM, DAN
INTERAKSI
Kerja Kolektif,
Fleksibel
KINERJA
Efisiensi adalah segalanya
Sedikit kerja sama
tim, Collective
Colegial
TIM KERJA
Dianggap sebagai proses
negosiasi & rekonsiliasi
kepentingan
Personil dan
Programer
KOMUNIKASI
Menciptakan komunikasi
dengan berbagai pemangku
kepentingan dan pelanggan
Rotasi timPeningkatan
Komunikasi
INTERAKSI
PELANGGAN
Melakukan Analisis dan
Menggunakan metodologi
yang sistematis dalam
berinteraksi dengan
pelanggan & memahami
aturan serta menciptakan
hubungan yang baik
Fokus pada
pelanggan
SISTEM ORGANISASI
Desain prosedur kerja,
pekerjaan individu, dan
aktivitas kelompok kerja
Aturan khusus
mengenai peran,
hubungan, dan tata
kerja
31
Hasil olahan data tahun 2020
18 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Kerja birokrasi agile sangat berbeda dengan Birokrasi tradisional.
Para staf membentuk tim kecil dan mengatur diri sendiri, Pimpinan
bertindak sebagai “guide tour” memberitahu bagian mana
membutuhkan inovasi, tetapi tidak memberitahu seperti apa, dan
bagaimana staf melakukan inovasi. Tim agile memang selalu
ditempatkan pada orang-orang yang berhubungan langsung dengan
pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal, tim ini
diharuskan membangun hubungan yang erat dengan pelanggannya,
membuat inovasi dalam penyelenggaraan pelayanan. Ketika organisasi
publik menjadi agile, maka pimpinan dan bawahan akan berinteraksi
dengan mudah, tanpa perlu kontrol yang berlapis, tidak membutuhkan
dokumen yang banyak sehingga mempercepat pekerjaan dan mampu
memotivasi para anggotanya. Sementara di pucuk pimpinan, mereka
fokus bagaimana membangun organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut.
Tim agile, memiliki pemimpin agile yang berfungsi sebagai
fasilitator, melatih anggota timnya dan membantu menjaga agar semua
anggota tim terlibat secara aktif. mengadopsi nilai gesit, berkolaborasi
lebih efektif, dan beradaptasi lebih cepat ke pasar yang semakin dinamis.
Organisasi yang tidak mengadopsi agile dalam aktivitasnya, akan
menghadapi pimpinan organisasi terjun dan jungkir balik untuk
menyelesaikan masalah, alih-alih mendelegasikan kepada bawahannya.
Tim Agile akan mendapatkan manfaat dengan menguasai metode agile.
Pimpinan perlu menghindari memberikan penugasan paruh waktu
kepada tim kerja atau menggunakan keanggotaan yang digilir. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa tim yang handal secara produktif dan
responsive adalah tim yang solid, bukan tim yang melakukan
membongkar pasang anggotanya
Birokrasi cenderung sulit untuk menerapkan agile, karena birokrasi
sebagai organisasi satu kesatuan dari atas hingga tingkatan bawah yang
diatur berdasarkan kewenangannya, selain itu birokrasi diatur oleh
undang-undang sehingga sangat sulit mewujudkan birokrasi agile. Untuk
menjadi birokrasi agile maka perlu memperhatikan aturan tentang a)
Pelanggan, bagaimana birokrasi memberikan nilai lebih kepada
pelanggan “be-all and end-all” dalam berinteraksi; b) Little Tim Work,
bekerja dengan tim kecil akan memudahkan tim-tim kecil bekerja
dengan mengatur tim mereka sendiri, tim kecil akan bekerja dalam
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 19
proyek-proyek kecil atau memiliki siklus yang pendek, sehingga
memberikan interaksi lebih kepada pelanggan; c) Networking,
networking dibutuhkan untuk mengurangi hirarki tp-down, agar
birokrasi bisa bekerja sama sebagai tim network yang saling
berinteraksi. Ketiga aturan diatas sebagai agility operasional dan agility
strategis yang membuat pekerjaan dikerjakan menjadi lebih baik dan
dapat menghasilkan inovasi terbaru dalam penyelenggaraan pelayanan
publik. Organisasi atau perusahaan yang agility akan berkembang
dengan cepat seperti Amazon, Facebook, Google, Netflix, Microsoft,
sementara perusahaan Di Indonesia yang mencirikan dirinya agility
adalah GoJek, Grab, Bukalapak. Kelincahan bisnis mereka adalah alasan
penting mengapa mereka menjadi perusahaan paling berharga di dunia.
Gambar. 2
Agile Organization as dominant organizational paradigm32
Harus dipahami bahwa tidak semua pekerjaan dapat dijalankan
dengan menggunakan metode agile seperti pekerjaan yang dilakukan
secara rutin dan dapat diprediksi contohnya penilaian kinerja pegawai,
wawancara, pengawasan dalam bentuk kunjungan ke divisi-divisi.
Metode Agile penting diterapkan untuk pengembangan-pengemangan
32
Aghina et al 2018
20 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
strategi dan alokasi sumber daya, membangun budaya inovasi, dan
peningkatan kolaborasi antar organisasi. Dengan penerapan metode ini
pimpinan dapat meningkatkan produktivitas dan perubahan moral tim.
Dengan perubahan moral, tim akan mengenali dan menghentikan
perilaku yang akan menghambat tim agile. Tim belajar bagaimana
menyederhanakan dan memprioritaskan pekerjaan. Teamwork memiliki
frame yang sama, bahasa yang sama, akan menghadapi tantangan
bersama dan bersama-sama belajar bagaimana menyelesaikannya.
Hasilnya akan meningkatkan kepercayaan diri dan melibatkan seluruh
organisasi.
Tabel. 3
The Best Condition for Agile Bureaucracy
KONDISI
ENCOURAGING
UNENCOURAGING
Market
Environment
•
Permintaan layanan,
masalah pelanggan,
dan opsi solusi sering
berubah.
•
Tidak ada kasus
besar, lingkungan
pasar yang stabil
dan dapat
diprediksi.
Penghargaan
Pegawai
•
Berjejaring,
kolaborasi yang erat,
dan umpan balik yang
cepat dapat
dilakukan.
Pelanggan memahami
apa yang mereka
inginkan saat proses
pelayanan berjalan
•
Persyaratan
administrasi kaku
dan banyak serta
tidak diperbarui
Pelanggan tidak
mau diajak
kerjasama.
•
Tipe Inovasi
•
•
Masalah itu
kompleks, solusinya
tidak diketahui, dan
ruang lingkupnya
tidak didefinisikan
dengan jelas.
Spesifikasi produk
dapat berubah.
•
•
•
Pekerjaan serupa
telah dilakukan
sebelumnya, dan
para inovator
percaya bahwa
solusinya jelas.
Spesifikasi rinci dan
rencana kerja dapat
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 21
•
•
Modulasi
Kerja
•
•
•
•
Dampak
kesalahan
kondisi
sementara
Terobosan kreatif dan
waktu ke pasar
adalah penting.
Kolaborasi lintas
fungsi sangat penting.
Birokrat membangun
inovasi layanan yang
berdampak positif
dan memudahkan
pelanggan untuk
menggunakannya
Pekerjaan dapat
didelegasikan ke
beberapa bagian atau
kerja tim kecil dan
siklusnya bisa penuh
petualangan dan
hasilnya lebih cepat.
Divisi yang terlambat
berinovasi masih bisa
diatur
Masalah besar dan
kecil dapat dikelola
Mereka memberikan
pembelajaran yang
berharga.
•
•
•
•
diramalkan dengan
percaya diri dan
harus dipatuhi.
Masalah dapat
dipecahkan secara
berurutan secara
fungsional
Pelanggan tidak
dapat menikmati
produk karena
sistem berubah
tergantung
pergantian
kepemimpinan
Menerapkan
standar operasional
Inovasi itu mahal
dan tidak mungkin
dilakukan karena
keterbatasan
anggaran
Mereka mungkin
kerusakan besar..
BAGAIMANA CRAFTING AGILE BUREAUCRACY DI INDONESIA?
Agile memugkinkan birokrasi untuk menghadapi perubahan terus
menerus. Agile memugkinkan birokrasi berkembang di dunia yang
semakin fluktuatif, tidak pasti, kompleks dan ambigu. Agile adalah satusatunya metode yang digunakan organisasi pemerintah maupun swasta
agar mampu mengikuti perubahan market environment. Birokrasi harus
berubah menjadi agile. Pimpinan dan staf menerapkan perilaku maupun
pola pikir yang agility, karena menerapkan agile adalah kunci sukses
22 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
bagi semua type organisasi. Birokrasi yang bertugas pada penyediaan
barang-barang publik dan penyelenggara layanan publik sangat tepat
merangkul agile dalam aktivitas kerjanya karena pekerjaan mereka
adalah sebuah siklus yang terus berulang dan interaksi terus menerus
dengan pengguna jasa. Dalam Birokrasi agile, tim melakukan dan
mengkoordinir perubahan agar dapat memberikan nilai baru bagi
pengguna jasa, birokrasi dapat meningkatkan layanan publik untuk
setiap individu pengguna jasa.
Crafting agile bureaucracy agar birokrat bekerja dalam irama yang
sama, dan birokrat dapat bekerja bersama untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang kompleks yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan secara terkoordinasi. Ketika agile dapat diterapkan dengan
benar oleh birokrasi, maka birokrat yang bekerja dalam bentuk tim akan
menghasilkan nilai lebih bagi organisasinya serta pengguna jasa mereka.
Tim-tim kecil ini akan menekan biaya operasional, informasi lebih
mudah dan cepat, anggaran bisa fleksibel-bergerak dengan mudah dan
fleksibel. Crafting agile bureaucracy adalah tentang bagaimana birokrat
bekerja lebih pintar, bukan lebih keras, dan lama. Bukan tentang
bagaimana birokrat melakukan lebih banyak pekerjaan dalam waktu
yang singkat, tetapi bagaimana birokrasi menghasilkan lebih banyak
nilai dengan lebih sedikit bekerja. Ada 2 (dua) poin yang perlu
diperhatikan.
SUMBER DAYA MANUSIA AGILE
Menjadi tantangan bagi manajer SDM yang selama ini menerapkan
manajemen konvensional yang dipahami bahwa struktur kerjanya
bersifat administratife dan bukan organik seperti menyusun formulir,
membuat dan mengubah kebijakan, memberi pengarahan dan
sebagainya. Birokrasi agile perlu menjadi organisme yang berfungsi
dengan baik dari pada menjadi birokrasi yang sempurna, untuk itu
manajer SDM perlu menekankan pada seleksi, pelatihan, pengembangan
karier, sistem penghargaan, pengembangan tim, komunikasi, disiplin dan
sebagainya. Dalam SDM kebijakan dan praktek yang diformalkan tidak
dihindari tetapi diaplikasikan. Kebijakan, praktik, dan disiplin tidak
otomatis menghambat kelincahan pada birokrasi. Formalitas dan
sistematis dapat menjadi pemicu agile jika tujuan didefinisikan dan
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 23
disfungsi dihindari. Faktor-faktor yang paling mempengaruhi SDM agile
adalah:
1)
2)
33
Flexible Work Environment
Belakangan ini banyak organisasi privat atau organisasi
bisnis menerapkan kebijakan fleksibilitas mulai dari working
from home, bekerja di co working space, atau memberikan
pilihan hubungan yang lebih fleksibel di tempat kerjanya.
Kemajuan teknologi dan digital sangat memungkinkan seorang
karyawan bekerja kapan saja dan dimana saja tidak harus
dibatasi oleh waktu dan tidak harus datang ke kantor. Hal ini
tentu memberikan kemudahan bagi sebagian pihak seperti ibu
bekerja dan para pekerja yang tinggal di sub urban sehingga
tidak perlu menghabiskan waktu menghadapi kemacetan
setiap harinya dan juga memberikan variasi pekerjaan bagi
pekerja sehingga mereka tidak bosan hanya melakukan satu
pekerjaan terus menerus. Menurut Shagvaliyeva33, Flexible
Work Arrangements (FWA) mempunyai tiga kategori secara
umum, yaitu fleksibilitas dalam penjadwalan (scheduling),
fleksibilitas dalam lokasi (telehomeworking), dan fleksibilitas
dalam waktu (part-time). Namun ternyata tanpa disadari hal
ini tidak sepenuhnya memberikan kemudahan bagi para
pekerja, isu yang berkembang selanjutnya adalah
terganggunya working life balance yang sangat sulit dimiliki
dengan kemudahan email dan komunikasi chat yang ada dalam
genggaman tangan. Apabila karyawan tidak hati-hati dan tidak
bisa mengatur waktu dengan baik maka fleksibilitas dalam
bekerja bisa menjadi boomerang untuk karyawan dan
organisasi.
Customize Own Work
Konsep ini menawarkan ASN untuk mengatur dan
memilih pekerjaan di dalam organisasinya. Konsep ini
mencoba menghindari struktur organisasi top-down yang ada
di birokrasi.
Shagvaliyeva
24 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Tabel. 4
Pertanyaan Tentang Konsep Agile34
Question
34
Customize Own
Work
Apakah pemerintah memberikan kesempatan
yang sama bagi ASN untuk berpartisipasi dalam
kegiatan organisasi?
Yes
Apakah pemerintah memberikan kebebasan
kepada ASN untuk mengatur dan memilih
pekerjaannya?
No
Apakah pemerintah memberikan kesempatan
kepada ASN untuk menentukan preferensi waktu
kerja pegawai?
No
Banyaknya kegagalan dalam bekerja disebabkan oleh
kesalahpahaman antara pimpinan dan atasan, juga disebabkan
bawahan tidak bekerja dalam bidang keahliannya. Agile
bekerja dalam tim yang berdedikasi di dalam pekerjaannya, tim
ini saling berinteraksi untuk mengenal satu sama lainnya dan
menghindari struktur organisasi yang kaku. Memang Birokrasi
hirarkis menjadi temuan yang hebat ketika diperkenalkan lebih
dari seratus lima puluh tahun yang lalu. Ide dasar birokrasi
hirarki adalah bahwa pekerjaan diatur dengan individu yang
melapor kepada manajer yang memberi tahu mereka apa yang
harus dilakukan dan mengendalikan mereka. Peran, aturan,
rencana, dan laporan hirarkis menciptakan ketertiban. Dalam
lingkup yang stabil, birokrasi hirarki memiliki kekuatan besar.
Tetapi ketika dunia berubah, market menjadi bergejolak, maka
customize own work perlu dilakukan. Dunia membutuhkan
inovasi,
rencana
yang
statis
menjadi
liabilitas.
Ketidakmampuan untuk beradaptasi menyebabkan “gangguan
big bang”. Skalabilitas berubah menjadi kompleksitas yang
tidak dapat dikelola, karena masyarakat menginginkan ‘lebih
Hasil olah data tahun 2020
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 25
3)
cepat, lebih baik, lebih murah, lebih kecil, lebih personal dan
lebih nyaman. Maka ASN perlu mendesain kerja mereka
dengan dunia horizontal agile.
Can Become a Leader Agile
Birokrasi yang handal adalah birokrasi yang memiliki
manajemen yang bagus, karena manajemen yang memastikan
sebuah sistem, orang dan teknologi yang rumit dapat berjalan
dengan lancar, yang terdiri dari unsur-unsur perencanaan,
penganggaran, pengorganisasian, kepegawaian, pengendalian
dan penyelesaian masalah. Sementara Pimpinan bekerja pada
proses
kegiatan
tersebut,
kepemimpinan
harus
mengembangkan visi untuk perusahaan, menyelaraskan semua
sumber daya yang dimiliki organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Kepemimpinan mendefinisikan seperti apa itu masa
depan dan menyelaraskan orang dengan visi tersebut, serta
mengilhami mereka untuk mewujudkannya meskipun ada
hambatan35
Menjadi birokrasi yang gesit perlu perubahan dalam
tanggungjawab, kognisi dan perilaku pimpinan. Dalam
birokrasi yang gesit, tujuan dapat berubah setiap minggu,
bahkan setiap hari sehingga para pemimpin perlu
memprioritaskan kembali pekerjaannya sesuai dengan
perubahan tersebut. Dalam lingkungan yang gesit, perilaku
pimpinan menentukan kegetasan sebuah organisasi, maka
pimpinan yang gesit yaitu:
a)
b)
c)
d)
35
Bersikap terbuka pada perubahan, kritikan dan tegas
Bersikap entrepreneur
Mengikuti pelatihan dan ketrampilan dalam
penyelenggaran pelayanan publik agar menciptakan
inovasi
Bersikap ramah dan terbuka kepada pelanggan, dan
calon pelanggan
Kotter, John P. 1996. Leading Change, Boston
26 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Poin diatas memberikan arahan tentang bagaimana
pimpinan dalam organisasi yang gesit. Jadi Pimpinan gesit
dimasa yang akan datang akan membutuhkan imbalan yang
khusus terhadap kinerjanya, ada sistem reward, dan diberikan
pelatihan khusus bagaimana membangun organisasi yang
gesit. Kebutuhan kelincahan organisasi membutuhkan
pimpinan yang juga lincah di sentral-sentral organisasi.
Walaupun organisasi berdasar pada IT, tetapi pemimpin yang
gesit dapat mengikuti perubahan sistem dan lingkungan
organisasinya. Pimpinan gesit bisa melakukan perubahan
rencana, mampu mengalokasi sumber daya sesuai kebutuhan
organisasi, bersifat kreativitas, mampu menganalisis masalahmasalah dan melakukan penyelesaian yang cepat, trampil,
termotivasi dan fleksibel.
Tabel. 5
Kepemimpinan Agile
Kepemimpinan
Menetapkan dan mengembangkan
visi dan misi Organisasi sesuai
tuntutan perubahan
Komunikasi dua arah
Motivation and Inspiration
Karakteristik
Mampu melakukan perubahanperubahan, mengalokasi sumber
daya dan Inovasi
Mampu menganalisis masalahmasalah dan melakukan
penyelesaian yang cepat
Terampil, termotivasi dan
fleksibel terhadap orang
disekitarnya
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 27
Tabel. 6
FWE
●
Flexi
Time
●
●
Flexible Work Environment (FEW)
Pemerintah Pusat Di Indonesia
Birokrat/
Kementrian
ASN/PNS
YES
NO
•Fleksibilitas ●
Meningkatkan moral
●
dalam urusan
dan keterikatan
pribadi, pekerja
karyawan dengan
dapat mengatur
perusahaan,
waktunya untuk
kebijakan ini
mempersiapkan
menunjukkan bahwa
dan mengantar
perusahaan percaya
anak sekolah,
pada pekerjanya,
bertemu keluarga
sehingga
dan teman,
produktivitas
berlibur, olahraga
karyawan
dan sebagainya;
meningkat, pekerja
Waktu dan biaya
lebih dihargai,
yang mendesak,
merasa bangga
kita semua tahu
menjadi bagian dari
Jakarta luar biasa
perusahaan;
●
Mengurangi jumlah
macet, untuk ●
ketidakhadiran,
berangkat dan
ketika pekerja
pulang kerja bisa
diberikan
menghabiskan
keleluasaan dalam
waktu 4 jam di
mengatur waktu
jalan belum
antara pekerjaan
termasuk biaya
dan kehidupan
bensin, tol, dan
pribadi, maka secara
perawatan
otomatis akan
kendaraan;
mengurangi jumlah
Mengurangi stres,
ketidakhadiran
ini merupakan
pekerja;
lanjutan dari poin
●
Mengurangi
nomor dua
turnover, seperti
kemacetan jalan
poin nomor 1, jika
saat berangkat
pekerja memiliki
kerja tentunya
keterikatan yang
akan
tinggi dengan
menimbulkan
perusahaan, tidak
stres bagi para
ada keinginan bagi
pekerja bahkan
mereka untuk
sebelum mereka
●
pindah ke
mulai bekerja dan
perusahaan lain;
harus dihadapi
●
Meningkatkan citra
dalam waktu lima
perusahaan sebagai
hari dalam
seminggu;Can set
perusahaan dengan
their own
lingkungan kerja
schedule, this
yang baik, kebijakan
policy
fleksibilitas jam
automatically
kerja merupakan
educates workers
nilai tersendiri bagi
Pemerintahan Daerah Di Indonesia
Birokrat
Institusi
NO
Komunikasi dan●
kerjasama yang
buruk dengan
rekan kerja dan
atasan, jadwal
kerja yang tidak
tentu sama antar
individu dapat
menyebabkan
kurangnya
komunikasi dan
menyebabkan ●
buruknya
kerjasama antar
rekan kerja;
Persepsi kurang
baik dari
lingkungan
sekitar, sebagian
besar persepsi
masyarakat
menganggap ●
bekerja dari
rumah adalah
menganggur dan
masyarakat
menganggap
pekerja lepas
atau paruh
waktu dianggap
strata sosial
yang lebih
●
rendah
dibandingkan
dengan pekerja
yang sibuk di
kantor dari pagi
hingga malam
Tidak ada
perbedaan
antara
lingkungan kerja
dan rumah,
dalam beberapa
kasus pekerja
tidak dapat
mengatur waktu
kerja sehingga
28 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
NO
Atasan merasa kesulitan
untuk mengkoordinir
dan mengawasi anggota
teamnya, perbedaan
waktu kerja setiap
orang dapat menjadi
tantangan bagaimana
menyatukan team untuk
berkoordinasi dan tetap
menjaga semangat team
work;
Penyalahgunaan
kebijakan oleh pekerja,
pekerja yang tidak
dapat dimintai
pertanggungjawaban
atas dirinya terkadang
memanfaatkan
kebebasan ini untuk
hal-hal di luar
pekerjaan;
Klien pekerja sulit
dihubungi, hal ini masih
berkaitan dengan poin
nomor dua, dimana
pekerja tidak dapat
bertanggung jawab
sendiri sehingga sulit
dihubungi oleh atasan,
rekan kerja termasuk
klien;
Kecemburuan ketika
hanya sebagian
karyawan yang dapat
menikmati kebijakan
ini, tidak semua jenis
profesi dan pekerjaan
dapat menerapkan
fleksibilitas jam kerja,
hal ini dapat
menimbulkan
kecemburuan dan
perasaan diperlakukan
tidak adil oleh
perusahaan.
●
●
to be mature and
responsible for
themselves how
they should
manage time
between personal
and work affairs;
Mengurangi
beban pekerja,
dengan
fleksibilitas
pekerja dapat
fokus pada
pekerjaannya saat
bekerja;
Mendorong
produktivitas
pekerja, pekerja
dapat mengatur
sendiri kapan
waktu terbaik
bagi mereka
untuk bekerja
lebih produktif.
Beberapa orang
merasa bahwa
malam hari
adalah waktu
terbaik bagi
mereka untuk
bekerja.
perusahaan untuk
meningkatkan citra
perusahaan yang
baik bagi internal
maupun eksternal
perusahaan. Calon
pekerja kini sangat
menimbang apakah
perusahaan yang
dilamar memiliki
kebijakan
fleksibilitas jam
kerja atau tidak.
lupa istirahat
bahkan
kehidupan
pribadi dan
keluarga dapat
terganggu
karena kebijakan
ini.
COLLABORATIVE NETWORK AGILE BUREAUCRACY
Kolaborasi di dalam birokrasi sangat dibutuhkan, collaborative
organization penting dan menjadi sebuah wadah bagi birokrasi untuk
membangun dan membentuk jaringan lintas departemen, lintas skill
untuk saling berinteraksi, diskusi, dan melahirkan penyelesaian tentang
masalah yang sulit diselesaikan oleh salah satu departemen di birokrasi.
Perspektif ini juga digunakan dalam Agile birokrasi untuk
menyelesaikan permasalahan yang melibatkan berbagai departemen
dan para pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan yang
berbeda.
Collaborative Network Agile bureaucracy dalam perspektif ini
memungkinkan birokrat membentuk tim agile yang berasal dari lintas
departemen sehingga memungkinkan tim menjadi agile karena
menerima pengetahuan baru, sharing risk and resources and joining
complementary skills and capacities, which allow them to focus on their
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 29
core competencies36. Then, Imperial states “collaborative organization
are organizations composed other organizations that perform a variety of
more traditional functions by institutionalizing rules, procedures, and
process in to coordinating organizational structures”37
Collaborative network agile birokrasi sebagai penyelenggara tata
kelola pemerintahan dan penyelenggara pelayanan publik perlu
memiliki kemampuan untuk merealisasikan kebijakan yang disepakati
untuk melayani masyarakat. Pada era ini, masalah-masalah publik
semakin kompleks, sehingga kolaborasi tim-tim agile sudah tidak dapat
dielakkan lagi. Pemerintah sebagai leader pembangunan selalu
diperhadapkan dengan keterbatasan sumber daya, dan menghadapi
konflik kepentingan dari berbagai departemen yang memiliki
kepentingan yang saling kontradiksi. Akibatnya kebijakan pemerintah
yang dirumuskan banyak mengalami kegagalan di lapangan. Kondisi
yang seperti itu, berdasarkan perspektif jaringan memerlukan
kolaborasi agile birokrasi, sehingga para birokrat dari departemen yang
berbeda, para pemangku kepentingan dapat mengeliminir konflik dalam
pemerintahan. Berdasarkan karakteristiknya, collaborative network
agile bureaucracy dalam penelitian ini adalah Tim Gubernur Untuk
Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang dibentuk hampir diseluruh
pemerintahan pusat dan daerah, TGUPP ini diangkat berdasarkan Surat
Keputusan Gubernur untuk membantu gubernur. Tim ini berisikan para
ahli dibidangnya yang berasal dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja
100 persen untuk daerahnya.
Contoh Kasus: Pada pemerintahan DKI memiliki TGUPP di tahun
2018 sejumlah 74 orang, yang terdiri 14 ketua dan 60 anggota, yang
digaji berasal dari APBN DKI yang besarannya Rp27. 900.juta/ orang
diperuntukkan untuk ketua TGUPP, dan anggota Rp24. 930.juta/ orang
per bulan. Dalam anggaran APBN diketahui Anggaran yang dikeluarkan
36 Romero, David and Molina, Arturo (2011) ‘Collaborative Networked Organizations
and Customer Communities: Value Co-Creation And Co-Innovation In The
Networking Era’ Production Planning & Control. Vol. 22, Nos. 5–6, July–September
2011, 447–472.
O’leary, Rosemary; Gazley, Beth; McGuire, Michael; and Bingham, Lisa Blomgren
(2009), Public Managers in Collaboration, In O’leary, Rosemary and Bingham, Lisa
Blomgren (Editor), (2009), The Collaborative Public Manager: New Ideas for the
Twenty-First Century, Georgetown University Press, Washington, D.C.
37
30 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
untuk TGUPP yaitu tahun 2018 sebesar Rp16,2 Miliar, di Tahun 2019
sebesar Rp18,99 Miliar dan Tahun 2020 direncanakan sebesar 19,8
Miliar. Kenaikan signifikan ini disebabkan anggota TGUPP akan memiliki
jumlah anggota yang akan ditambah sesuai kebutuhan DKI Jakarta.
Tugas TGUPP adalah bertugas dalam pengawasan kinerja jajaran
eksekutif Pemprov DKI Jakarta agar serapan dan program yang berjalan
bisa sesuai dengan rencana yang disusun dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Sementara Evaluasi yang dilakukan
pemerintah DKI Jakarta untuk TGUPP adalah pada serapan anggaran DKI
Jakarta baik, maka bisa dipastikan TGUPP sudah bekerja dengan
maksimal.
TGUPP Provinsi Sulawesi Selatan dibentuk untuk menyusun
program dan anggaran mendampingi tugas keahlian, hingga memberi
masukan dalam mengambil keputusan. Gaji yang diberikan untuk tujuh
anggota TGUPP. Masing-masing anggota digaji Rp16,9 juta perbulan dan
terdapat 31 orang tenaga ahli, dengan nilai masing-masing Rp8,8 juta
per bulan. Tetapi pada kenyataannya pembentukan TGUPP malah
menjadi sorotan anggota legislatif DPRD Sulsel Periode 2014-2019 yang
menganggap bahwa TGUPP mengganggu kinerja Pemerintah provinsi,
sehingga cenderung memperlambat kinerja pemerintahan. Untuk
melihat dan mengevaluasi kinerja TGUPP berdasarkan pada
rekomendasi secara periodik yang dikirim kepada gubernur.
Hasil dari analisis contoh ini menunjukkan bahwa collaborative
network agile bureaucracy yang dilakukan pemerintah dengan
membentuk TGUPP kecenderungannya belum memperlihatkan kinerja
yang agile. TGUPP masih mendominasi pada persoalan politik, bukan
pada bagaimana menciptakan kolaborasi dengan pemangku kepentingan
yang lainnya. Penolakan-penolakan yang dilakukan oleh masyarakat
terhadap tim ini disebabkan pada proses penunjukkan anggota TGUPP
bukan berasal dari orang-orang yang ahli dibidangnya, tetapi orangorang yang telah mendukung gubernur pada saat pemilihan gubernur.
Tim ini seharusnya bisa menjadi tim agile apabila pemerintah pusat dan
daerah fokus pada percepatan pembangunan. Evaluasi kinerja TGUPP
juga tidak berdasarkan apa yang telah dilakukan secara nyata yaitu share
skill, pengetahuan, membangun jaringan, tetapi masih pada tataran
administrasi seperti penyerapan anggaran dan dokumen rekomendasi
kebijakan. TGUPP memiliki banyak tim yang dianggap gesit tetapi tidak
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 31
mendapatkan banyak manfaat dari upaya tersebut. Tim ini tidak
memiliki pola pikir agile. Tantangan yang dihadapi TGUPP adalah
memisahkan persoalan politik dan administrasi sehingga bisa berfokus
secara internal kedalam tugas-tugas yang dijalankan oleh tim TGUPP.
Collaborative Network Agile bureaucracy memiliki tiga area yang
menjadikan dasar agar birokrasi bisa menjadi agility yaitu:
1.
Area Citizen, upaya birokrasi dalam menjalankan tata kelola
pemerintahan berfokus kepada masyarakat sebagai penerima
manfaat dalam program-program pemerintahan.
2.
Area Tim Work, upaya birokrasi dibentuk dalam tim-tim kerja
yang mengatur sendiri dirinya, bekerja dalam siklus yang
pendek dan berfokus bagaimana memberikan nilai kepada
masyarakat penerima manfaat.
3.
Area Network, upaya birokrasi untuk memangkas struktur
hirarki birokrasi yang kaku sehingga organisasi-organisasi bisa
bekerja sebagai collaborative network yang saling berinteraksi,
berfokus pada kolaborasi untuk memberikan nilai bagi
masyarakat penerima manfaat.
Area ini mencakup dua agility yaitu agility secara operasional, dan
agility secara strategis untuk menciptakan collaborative network agile
bureaucracy. Tanpa tim yang agile, Gubernur tidak akan mampu
melakukan percepatan pembangunan. Birokrasi yang gesit
mempertahankan struktur tingkat atas yang stabil, tetapi mengganti
banyak hierarki tradisional yang tersisa dengan jaringan tim yang
fleksibel dan dapat diskalakan. Jaringan adalah cara alami untuk
mengatur upaya karena mereka menyeimbangkan kebebasan individu
dengan koordinasi kolektif. Untuk membangun organisasi yang gesit,
para pemimpin perlu memahami jaringan manusia (bisnis dan sosial),
bagaimana merancang dan membangun mereka, cara berkolaborasi di
antara mereka, dan bagaimana memelihara dan mempertahankannya.
Birokrasi yang gesit terdiri dari jaringan padat tim yang diberdayakan
yang beroperasi dengan standar penyelarasan, akuntabilitas, keahlian,
transparansi, dan kolaborasi yang tinggi. Perusahaan juga harus
memiliki ekosistem yang stabil untuk memastikan bahwa tim-tim ini
dapat beroperasi secara efektif.
32 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
BIROKRASI DAN PELAYANAN
PUBLIK: TANTANGAN DI TENGAH
DINAMIKA POLITIK
Junus Jeschial Beliu, S.Sos., M.Si.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 33
P
elayanan publik selalu diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Hal ini tidak lepas dari fungsi pemerintah sebagai
pelayan masyarakat. Bentuk layanan dapat berupa barang
maupun jasa yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh birokrasi.
Birokrasi sebagai unsur utama dalam pemerintahan berfungsi
sebagai mesin negara yang diberikan tugas menghasilkan produkproduk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam kaitan dengan
hal ini, birokrasi yang didalamnya terdiri dari orang–orang yang
memiliki keahlian tertentu dituntut untuk menghadirkan pelayanan
terbaik bagi masyarakat.
Namun dilain pihak mereka juga diperhadapkan dengan politik
yang tujuan utamanya adalah bagaimana merebut dan mempertahankan
kekuasaan. Disini mereka dituntut selalu menempatkan diri sebagai abdi
masyarakat dan juga abdi negara.
BAYANG-BAYANG POLITIK DALAM PELAKSANAAN BIROKRASI DAN
PELAYANAN PUBLIK
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selalu menjadi isu yang
populer menjelang pemilihan umum. Hal ini sangat penting mengingat
birokrasi (ASN) sebagai mesin negara menjalankan fungsi dan peran
sebagai negara. Kehadirannya sangat diharapkan oleh masyarakat dan
politisi (politik) dikarenakan mereka bersifat permanen dan berisi
orang-orang yang kompeten dibidangnya.
Bagi penguasa, birokrasi sangat dibutuhkan karena mereka
merupakan sarana penguasa untuk mengimplementasikan kehendak
(interest)-nya dalam kehidupan masyarakat. Melalui birokrasilah
penguasa (dari partai manapun yang berkuasa) memerintah rakyat
secara efektif. Sementara bagi rakyat (masyarakat) birokrasi juga sangat
dibutuhkan sebagai lembaga yang melakukan pelayanan publik.38.
Mereka dalam hal ini memiliki nilai tawar lebih jika dibandingkan
dengan lembaga lain. Akibatnya tidak jarang politisi (politik) selalu
Setyono, Budi (2012), Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi,
Bandung : Nuansa. Hal 74
38
34 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
berusaha menyeret mereka sebagai sarana untuk
mendapatkan dan atau mempertahankan kekuasaan.
merebut,
Kenyataan ini pada gilirannya memaksa para birokrat untuk
memainkan peran ganda. Dimana sebagai ASN mereka terikat pada kode
etik yang mengharuskan mereka terlepas secara utuh dari politik sesuai
aturan yang berlaku, dan juga diharapkan tidak memihak pada partai
atau golongan apapun. Namun di lain pihak mereka juga hadir sebagai
pelayan bagi penguasa yang dituntut memiliki loyalitas kepada penguasa
(pemimpin) yang terpilih melalui proses politik.
Netralitas disini tidak berarti bahwa mereka tidak boleh peduli
dengan politik tetapi sebaliknya birokrasi perlu memahami fenomena
dan perkembangan politik yang ada sehingga keberadaan mereka tidak
gampang dipengaruhi oleh kepentingan politik manapun. Dengan
demikian tujuan pelayanan publik yang didambakan oleh masyarakat
bisa berjalan dengan baik dan terhindar dari kepentingan segelintir
orang.
Namun kenyataan keberadaan ini juga menyebabkan tidak jarang
mereka harus terjebak dalam perangkap kekuasaan. Data dari Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat sejak tahun 2020 hingga tahun
2022 setidaknya terdapat 2.073 aduan dugaan pelanggaran netralitas
Aparatur Sipil Negara (ASN) dan terdapat 1.605 ASN (77,5%) terbukti
melanggar peraturan netralitas ASN. Agus Pramusinto Ketua Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN) menguraikan masalah netralitas menjadi
salah satu tantangan dalam penerapan merit sistem. Dilakukannya, salah
satu faktor adanya pelanggaran yakni intervensi politik terhadap
birokrasi dan ASN.39
Sementara itu, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Puadi
mengatakan pelanggaran netralitas ASN terlihat seperti acara tahunan
saat pemilu atau pilkada berlangsung. Menurutnya, pelanggaran
netralitas masih saja terjadi bahkan dalam tingkat yang
mengkhawatirkan meski berbagai aturan secara jelas telah melarang
39 Rumondang Naibaho https://news.detik.com/berita/d-6517989/kasn-terima2073-aduan-dugaan-asn-langgar-netralitas-pada-2020-2022 Tanggal: 16 Januari
2023
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 35
keterlibatan ASN dalam politik praktis, termasuk diskusi, diseminasi
dan sosialisasi yang sudah kerap kali dilakukan.40
Di lain pihak Menurut Otok Kuswandaru, dari Humas BKN, Deputi
Bidang Pengawasan dan Pengendalian BKN mengungkapkan bahwa
posisi ASN kerap berpotensi untuk terlibat dalam politik praktis saat
konteks politik berlangsung bukan tanpa alasan mengingat ASN
memiliki kewenangan strategis dalam berjalannya roda pemerintahan.
Diungkapkan alasan utamanya adalah ASN kerap kali terjebak dalam
tekanan politik yang berimplikasi atau bahkan mengancam kariernya.41)
Di sini mereka berada pada pilihan yang sulit karena itu, ASN harus
pandai untuk menghindarkan diri dari intervensi politik tetapi tetap
menunjukkan loyalitas pada pemimpin.
Intervensi politik dalam birokrasi tidak terlihat secara langsung
namun kerap kali bisa dirasakan oleh ASN dalam urusan tertentu.
Berdasarkan data hasil penelitian di Sulawesi Tenggara mengungkapkan
bahwa proses intervensi politik dalam birokrasi bisa terlihat dalam
perekrutan PNS, rekrutmen birokrasi, penilaian prestasi, dan promosi
jabatan. Dikatakanya, proses intervensi ini antara lain disebabkan
karena sistem politik, budaya politik dan kerangka hukum manajemen
birokrasi.42
Kondisi ini tidak terlepas dari sistem pemerintahan yang
menganggap politik sebagai panglima (sentra) dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Politik menjadi pioner utama yang
menyebabkan birokrasi harus tunduk dan memberi diri untuk
dikendalikan secara tidak langsung. Akibatnya, birokrasi sebagai abdi
masyarakat semakin melemah dan lebih menonjolkan posisi mereka
sebagai pelayan bagi penguasa.
40 Hendi Poernawan, Pelanggaran Netralitas ASN kerap terjadi, Bawaslu bangun
sinergi dengan seluruh elemen pemerintahan
https://www.bawaslu.go.id/id/berita/pelanggaran-netralitas-asn-kerap-terjadibawaslu-bangun-sinergi-dengan-seluruh-elemen 3 April 2023
41 Ancaman Karier Kerap jadi faktor ASN terjebak pelanggaran Netralitas
https://www.bkn.go.id/ancaman-karier-kerap-jadi-faktor-asn-terjebakpelanggaran-netralitas/ Tanggal: 27 September 2022
42 Azhari, Dr. S.STP.,M.Si. (2011) Mereformasi beirokrasi Publik di Indonesia,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Hal 178-211
36 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Di lain pihak dalam posisinya sebagai pelayan publik, masyarakat
sebagai pelanggan terus menuntut mereka untuk melakukan perubahanperubahan yang secara signifikan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan. Tuntutan masyarakat ini sangat mendasar karena birokrasi
sebagai representasi dari negara memegang kendali terhadap kebutuhan
umum dan mendasar dari manusia seperti pangan, kesehatan,
pendidikan,
pelayanan
umum
kemasyarakatan,
administrasi
kependudukan, jasa dan lain-lain.
Masyarakat menuntut birokrasi untuk lebih responsif terhadap
kebutuhan dasar manusia. Dalam kondisi masyarakat yang semakin
kritis ini, birokrasi harus mengubah posisi dan peran dalam memberikan
pelayanan publik.
Mereka diharapkan mampu menyeimbangkan kedudukan mereka
baik sebagai abdi masyarakat maupun sebagai abdi negara. Hal ini,
sangat penting karena secara teoritis ada tiga fungsi utama yang harus
dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatan yaitu fungsi
pelayanan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan
(development function) dan fungsi perlindungan (protection function).
Pemerintah (birokrasi) diharapkan dapat mengelola fungsi-fungsi
tersebut agar menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis,
efektif, efisien, dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang
membutuhkannya.
Selain itu pemerintah juga dituntut menerapkan prinsip equity yang
artinya pelayanan yang diberikan tidak diskriminatif, tanpa memandang
status, pangkat, dan golongan dari masyarakat karena semua warga
masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan yang sama sesuai
dengan peraturan yang berlaku.43)
Kedudukan birokrasi sebagai pelayan publik sangat strategis ini
diharapkan bisa menyeimbangkan kondisi yang ada sehingga pada
gilirannya masyarakat merasa puas dan memberikan dukungan tanpa
pamrih kepada pemerintah. Dukungan masyarakat yang kuat
memberikan otoritas yang kuat pula kepada pemerintah untuk
menjalankan roda pemerintahan Dengan demikian setiap visi, misi dan
43 H ardiyansyah, Dr.,M.Si.(2011) Kualitas Pelayanan Publik, Konsep, Dimensi,
Indikator dan Implementasinya, Yogyakarta: Gava Media
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 37
program kerja yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya lebih
leluasa diimplementasikan.
MENGEMBALIKAN MARWAH BIROKRASI SEBAGAI PELAYAN PUBLIK
Birokrasi merupakan unsur utama dalam sistem pemerintahan di
Indonesia, karena kehadirannya melambangkan kehadiran negara di
tengah masyarakat. Mereka adalah orang–orang yang dipekerjakan
dan dibayar oleh negara untuk melaksanakan tugas negara. Dalam
melaksanakan tugas ini, mereka diberikan kewajiban melaksanakan
tugas–tugas strategis kenegaraan dan mengambil keputusan-keputusan
penting atas nama negara. Berkaitan dengan ini maka sudah seharusnya
tindakan-tindakan yang diambil sesuai dengan harapan dan kebutuhan
masyarakat bukan sebaliknya lebih mengutamakan kepentingan juragan
(penguasa).
Keputusan
yang
berdasarkan
aturan
bukan
untuk
kepentingan/keuntungan pribadi sebagai akibat adanya hubungan yang
bersifat personal. Oleh karena itu, maka posisinya harus diperkuat
sehingga memberikan nilai tawar yang signifikan di tengah kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kekuatan dan nilai tawar lebih ini sangat
penting karena kehadirannya tidak bisa diserahkan atau dilegitimasi
kepada lembaga lain.
Keberadaan birokrasi dalam hal ini harus bisa dilepaskan dari
ikatan politik karena pada hakikatnya, birokrasi adalah institusi publik
yang dibentuk dan dibiayai oleh masyarakat (melalui pajak, retribusi dan
lain-lain pungutan) untuk melayani seluruh lapisan masyarakat.
Birokrasi harus bisa dan mau melayani seluruh masyarakat secara adil
dan merata. Karena fungsinya yang vital sebagai state machinery, maka
sikap birokrasi harus jelas yakni menjalankan tugas secara obyektif,
serta menempatkan kepentingan dan keselamatan negara sebagai tujuan
yang pokok dan diutamakan dari segala sesuatu yang lain. Untuk dapat
menjalankan fungsi tersebut dengan baik, birokrasi harus betul–betul
dari pemihakan dan keterlibatan dalam persaingan politik (political
competition).
Birokrasi bukanlah sebagai lembaga politis maka penguasaan assetaset kekuasaan harus dapat dikendalikan agar tidak disalahgunakan
38 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
secara tidak adil oleh pihak-pihak diluar birokrasi maupun oleh internal
birokrasi itu sendiri.44
Birokrasi harusnya dipandang sebagai lembaga independen yang
bila diintervensi akan merusak manajemen dan tata kelola
pemerintahan yang pada akhirnya bisa mengganggu roda pemerintahan
secara simultan. Birokrasi dan politik perlu membangun sinergi yang
baik, sehingga fungsinya sebagai mesin negara dapat bergerak dengan
leluasa untuk mengelola aset-aset yang dimilikinya.
Komitmen yang kuat perlu ditanamkan pada semua pihak yang
terkait seperti politisi, ASN dan stakeholder lain yang memiliki
keterkaitan dengan birokrasi. Dengan demikian, pelayanan publik yang
merupakan fungsi utamanya menjadi lebih diutamakan dan pada
gilirannya kesan apatis masyarakat terhadap birokrasi menjadi luntur.
Hal ini sangatlah penting mengingat kesan negatif seperti pelayanan
berbelit-belit, tidak transparan, tidak ramah, tidak ada kepastian, yang
mudah selalu dipersulit merupakan label yang sudah melekat sejak
sekian lama pada mereka.
Untuk itu maka, wibawa birokrasi yang telah tergerus dan terus
menerus disematkan pada mereka harus dikembalikan kepada marwah
utamanya yaitu pelayanan publik. Kehadiran mereka harus bisa
merespons keinginan dan memberikan kepastian kepada warga
masyarakat yang dilayaninya. Dalam kaitan dengan hubungan politik dan
birokrasi ini maka, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, untuk menjaga netralitas birokrasi maka birokrasi harus
dibebaskan secara permanen dari berbagai kepentingan yang sifatnya
sesaat namun berakibat jangka panjang. Dalam kaitan dengan hal ini
maka perlu dibangun satu sistem pemerintahan yang memungkinkan
birokrasi bisa berkreasi untuk menghasilkan birokrat-birokrat sejati.
Sistem perekrutan pejabat birokrasi seharusnya dilakukan oleh lembaga
independen yang bersih dari berbagai kepentingan. Selain itu, uji publik
perlu dilakukan secara komprehensif sehingga menghasilkan pejabat
yang kompeten dan berintegritas tanpa kepentingan lain.
Setyono, Budi (2012), Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi,
Bandung : Nuansa. Hal. 76
44
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 39
Kedua, setiap lembaga baik eksekutif maupun legislatif perlu
diberikan ruang kekuasaan yang terkontrol dengan batasan-batasan
yang jelas sehingga tidak terjadi saling mengintervensi, yang pada
gilirannya dapat melemahkan lembaga lain. Untuk mewujudkan hal ini,
maka perlu ada sanksi yang tegas terhadap para pelanggar sehingga
memberikan efek jera bagi semua pihak yang melanggar maupun yang
akan melanggar peraturan.
Ketiga, Masyarakat perlu diberikan ruang partisipasi yang luas
sehingga dapat mengontrol setiap proses birokrasi baik dari sisi
perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Dengan demikian maka
birokrasi dapat dipantau keberadaannya termasuk meminimalisir
intervensi dari berbagai pihak.
Mengembalikan kepercayaan publik merupakan upaya mendasar
yang penting dilakukan seiring dengan tujuan hadirnya negara sebagai
pelayan publik. Bila hal itu dilakukan maka kepercayaan masyarakat
meningkat dan pada gilirannya memberikan dukungan penuh bagi
terciptanya keseimbangan hidup berbangsa dan bernegara.
40 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
DIGITAL BIROKRASI
PELAYANAN MAHASISWA DALAM
PEMBELAJARAN JARAK JAUH
Yusinta Natalia Fina, S.Sos., M.Si.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 41
S
alah satu sisi positif dari terjadinya pandemi covid 19 adalah tidak
terbendungnya penggunaan teknologi digital dalam semua lini
kehidupan. Pelayanan dalam bidang pendidikan pun turut
berpengaruh besar dengan melakukan pembelajaran secara digital
learning dari tingkat Taman kanak-kanak sampai pada tingkat
perguruan Tinggi.
Data dari kemendikbud, pandemi covid 19 pada sektor pendidikan
dirasakan oleh 3.145.330 guru dan 56.168.760 murid sekolah di
Indonesia, termasuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga
SMA/K/sederajat serta pendidikan tinggi, pendidikan keagamaan,
pesantren, pendidikan masyarakat dan pendidikan pelatihan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Surat
Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Pendidikan
Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid 19 memandatkan institusi
perguruan tinggi untuk melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau
pembelajaran daring. Hanya saja belum semua perguruan tinggi di
Indonesia siap untuk melakukannya. Hal ini disebabkan karena
infrastruktur yang kurang baik, terutama akses internet yang belum
merata, pembelajaran daring yang masih dianggap baru bagi dosen
maupun mahasiswa dan tenaga pendukung lainnya45.
Peran birokrasi dalam kemajuan pembangunan sebuah negara
sangatlah vital. Hal ini dapat dilihat dari berbagai produk atau layanan
yang diberikan oleh birokrasi, seperti: layanan kesehatan, pendidikan,
perizinan usaha, administrasi kependudukan, dan lain-lain46. Birokrasi
adalah salah satu bentuk organisasi47. Jadi, setiap aktivitas yang
memerlukan koordinasi ketat terhadap kegiatan-kegiatan sejumlah
besar orang dan sangat terspesialisasi, maka bentuk organisasi yang
harus diambil tiada lain adalah organisasi birokratik. Untuk mengikuti
perkembangan di era teknologi digital ini birokrasi juga turut
Widyastuti Ana, 2021, Optimalisasi Pembelajaran jarak Jauh (PJJ) Daring, lluring
dan BdR, PT Elex media Komputindo, Jakarta
45
Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori, konsep dan
aplikasinya, Rajawali Pers, Depok.
46
Santosa Pandji 2022, Administrasi Publik,Teori dan Aplikasi Good Governance,PT
Refika Aditama, Bandung
47
42 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
menyesuaikan diri maka muncullah konsep essss-government di
kalangan birokrasi.
e-GOVERNMENT LANGKAH AWAL DIGITAL BIROKRASI
Langkah awal dimulainya konsep digital birokrasi didasari dari
konsep e-government. Penerapan konsep e-government dapat diartikan
sebagai penggunaan teknologi informasi dan teknologi (TIK) dalam
bidang pemerintahan, terutama untuk meningkatkan aksesibilitas
pelayanan kepada masyarakat, efektifitas pelayanan publik, serta
tanggung jawab pemerintah terhadap penyediaan layanan masyarakat.
Penerapan e-government menunjukkan kemajuan pada pemerintah
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat48. Sebelumnya,
masyarakat perlu datang ke beberapa instansi yang berbeda untuk
memenuhi beberapa kebutuhan administratif.
Bahkan lebih buruknya masyarakat perlu mendatangi setiap
instansi untuk pelayanan dan kegiatan tersebut yang sangat memakan
waktu. Dalam perjalanannya e-government diterapkan dalam
memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dengan cara
memindahkan proses manual menjadi proses berbasis internet.
Dengan adanya portal e-government yang terintegrasi, masyarakat
dapat dengan mudah mengakses pelayanan publik, menelusuri transaksi
online, mengakses informasi, serta melakukan interaksi dengan berbagai
lembaga pemerintah tanpa melalui proses antri yang memakan waktu
lama atau menyita waktu kerja sehingga dapat melakukan penghematan
dalam biaya dan waktu.
Beberapa keuntungan dari penerapan e-government antara lain49:
1.
Peningkatan kualitas pelayanan. Pelayanan publik dapat
dilakukan selama 24 jam, berkat adanya teknologi internet
2.
Dengan menggunakan teknologi online, banyak proses yang
dilakukan delam format digital, hal ini akan banyak
Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori, konsep dan
aplikasinya, Rajawali Pers, Depok.
48
Hardiyansyah, Dr, 2011, Kualitas Pelayanan Publik Konsep, dimensi, indicator dan
implementasinya, Gava Media, Yogyakarta
49
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 43
mengurangi penggunaan kertas (paperwork) proses akan
menjadi lebih efisien dan hemat.
3.
Database dan proses terintegrasi (akurasi data lebih tinggi.
Mengurangi kesalahan identitas dan lain-lain).
4.
Semua proses dilakukan secara transparan, karena semua
proses berjalan secara online.
Dalam perjalanan birokrasi di era digital ini telah banyak
membuang asumsi50 ataupun kritik yang dilancarkan terhadap birokrasi
yang disebabkan oleh hal-hal seperti terdapatnya kegagalan menentukan
wewenang dan tanggung jawab secara terbuka, peraturan-peraturan
yang bersifat rutin dan kaku, kebodohan para pegawai, gerak pegawai
yang lambat, proses dan prosedur yang berbelit-belit, pemborosan
sumber daya dan lain-lain.
SENTUHAN DIGITAL MENDEKATKAN LAYANAN MAHASISWA
Dalam dunia pendidikan, sebuah organisasi sangat diperlukan
dalam rangka memperlancar fungsi dan proses pendidikan. Dalam
menjalankan fungsi organisasi pendidikan tidaklah dapat dipisahkan
dengan birokrasi51.
Pada dasarnya, birokrasi ini hakikatnya adalah salah satu perangkat
yang fungsinya untuk memudahkan pelayanan. Birokrasi digunakan
untuk dapat membantu mempermudah dalam memberikan layanan
pendidikan yang pasti akan mempengaruhi dalam upaya peningkatan
mutu pendidikan. Birokrasi merupakan instrumen pembangunan
pendidikan. Kekuatan birokrasi Indonesia sebetulnya bisa menjadi
mesin penggerak yang luar biasa apabila mampu didayagunakan untuk
memajukan kesejahteraan rakyat. Jika birokrasi dijalankan dengan
benar, konsisten dan bertanggungjawab, maka kualitas pendidikan akan
maju.
Santosa Pandji 2022, Administrasi Publik,Teori dan Aplikasi Good Governance,PT
Refika Aditama, Bandung
50
Dapat dilihat: https://www.dosenpendidikan.co.id/birokrasi-adalah/ diakses
pada tanggal: 16/08/2023
51
44 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Guru besar University of Applied Science and Arts, Hannover,
Germany and Senior Experten Services (SES) Germany, Prof. Dr. Gerhard
Fortwengel, menyebutkan wabah corona ini menjadi katalis hebat yang
memacu dunia pendidikan. Seperti mendorong lebih banyak
pemanfaatan teknologi informasi dalam aktivitas pembelajaran jarak
jauh. Namun begitu, ada tantangan besar dalam pelaksanaan model
pembelajaran jarak jauh, salah satunya, civitas akademika belum
terbiasa menggunakan sistem pembelajaran yang bersifat blended dan
sepenuhnya online52. Hal ini tidak hanya berlaku dalam perkuliahan
tetapi juga diterapkan dalam pelayanan administrasi akademik seperti
pendaftaran mahasiswa baru, registrasi, praktek/praktikum, wisuda,
dan lain-lain.
Mahasiswa dalam pembelajaran jarak jauh, pelaksanaan kegiatan
akademik dan administrasi dilakukan dengan memanfaatkan media
teknologi. Mahasiswa cukup berada di tempat tinggalnya dan bisa
mengakses semua layanan yang diberikan secara online. Tanpa ada
batasan ruang dan waktu semua bisa diakses dalam satu sentuhan
dilayar Handphone dan laptop. Dalam pemberian layanan secara online
ini dapat memangkas semua kesan yang selama ini melekat pada
birokrasi dari segi waktu, tenaga, biaya dan lain-lain yang selalu terkesan
negatif.
Universitas Terbuka (UT) adalah salah satu perguruan tinggi di
Indonesia yang sejak tahun 1984 melaksanakan sistem pembelajaran
terbuka dan jarak jauh. UT menerapkan sistem belajar jarak
jauh dan terbuka. Istilah jarak jauh berarti pembelajaran tidak dilakukan
secara tatap muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak
(modul) maupun non-cetak (audio/video, komputer/internet, siaran
radio, dan televisi)53.
Dalam memberikan pelayanan kepada mahasiswa Universitas
Terbuka selalu berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik,
dengan memanfaatkan teknologi. Di era digital ini UT terus
Widyastuti Ana, 2021, Optimalisasi Pembelajaran jarak Jauh (PJJ) Daring, lluring
dan BdR, PT Elex media Komputindo, Jakarta
52
53
Dapat diakses melalui: www.ut.ac.id/sistem-pembelajaran
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 45
mengembangkan berbagai aplikasi penunjang pelayanan dalam bidang
administrasi dan akademik.
Dengan penggunaan aplikasi digital UT memberikan layanan yang
mudah bagi mahasiswanya yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia
bahkan yang ada diluar negeri. Mahasiswa yang berada di pedesaan,
daerah perbatasan/terluar/terdepan dan di perkotaan akan
mendapatkan layanan yang sama.
Berikut berbagai aplikasi digital yang dikembangkan UT untuk
memberikan layanan kepada mahasiswa yang meliputi aplikasi untuk
menunjang kegiatan administrasi maupun akademik.
Tabel. 1
No
1
Akses Penunjang Aplikasi Administrasi dan Akademik54
Website
https://www.ut.ac.id/
2
https://elearning.ut.ac.id/
3
4
5
https://tmk.ut.ac.id/tmk/
https://the.ut.ac.id/
https://suo.ut.ac.id/uoui/
6
54
https://myut.ut.ac.id
Data olahan tahun 2023
Keterangan
Website UT berisikan semua
informasi
akademik
dan
administrasi akademik
Laman Tutorial Online dengan
pembelajaran
secara
Synchronous dan Synchronous
Laman Tugas Online
Laman Ujian Online
Laman Ujian Online mata kuliah
dan Tugas Ahkir Program (TAP)
Pendaftaran mahasiswa baru,
registrasi mata kuliah, cetak
kartu mahasiswa, pendaftaran
tutorial online,
cetak kartu
tanda peserta ujian, lacak
pengiriman
bahan
acak,
kalender akademik, bahan ajar
digital, perpustakaan digital dan
lain-lain
46 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
7
8
https://admisi-sia.ut.ac.id/
https://aksi.ut.ac.id/
9
http://utradio.ut.ac.id/
10
http://uttv.ut.ac.id/
11
12
https://hallo-ut.ut.ac.id/
http://www.tbo.karunika.co.id/
Pendaftaran mahasiswa baru
Laman Pendaftaran kelulusan
Laman Legalisasi Ijazah Digital
Laman
Laman
Pengajuan
Surat
Keterangan
Laman Pengecekan ijazah
Siaran radio online yang berisi
mengenai informasi seputar UT
dan ada tutorial radio bagi
mahasiswa
Saluran TV digital
berisi
mengenai informasi seputar UT
dan ada tutorial bagi mahasiswa
Layanan Pengaduan online
Toko buku online UT
Ada kurang lebih 12 (dua belas) aplikasi yang bisa langsung diakses
oleh mahasiswa untuk memperoleh layanan administrasi dan akademik,
rata-rata layanan yang diberikan juga ada batasan waktu, biasanya
diberikan waktu 3x24 semua layanan yang ada harus sudah
diselesaikan.
Semua proses yang dilakukan juga secara langsung diawasi sesuai
Standar Operasional dan dilakukan evaluasi secara terus menerus oleh
lembaga internal maupun lembaga eksternal yang dimiliki oleh UT. Dari
berbagai aplikasi yang dibuat oleh UT dengan memanfaatkan teknologi,
UT secara tidak langsung telah berusaha memangkas kesan yang selama
ini melekat pada birokrasi yang berbelit-belit dan lamban. Memang
dalam perjalanan masih ada ada kendala yang terjadi, tetapi UT secara
berkesinambungan selalu berusaha untuk memberikan layanan yang
terbaik kepada mahasiswanya yang disesuaikan dengan kebutuhan
mahasiswa di lapangan.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 47
Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan dari e-government dari
birokrasi e-government dapat diartikan lebih dari sekedar penggunaan
teknologi55. e-government memberikan kesempatan untuk pemerintah
agar dapat merancang bagaimana cara yang tepat untuk menyediakan
pelayanan yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Konsep egovernment juga dikenal dengan e-bureaucracy dengan berfokus untuk
memanfaatkan teknologi yang berkembang yang digunakan sebagai alat
kontrol dalam birokrasi.
Fungsi ini harus dilegalkan menjadi sebuah peraturan yang
dijadikan standar pemberian layanan kepada masyarakat. Penggunaan
teknologi dalam menjalankan birokrasi bukanlah semata-mata
membenarkan bahwa birokrasi merupakan sebuah hal yang buruk.
Justru, penggunaan teknologi merupakan sebuah bentuk adaptasi
pemerintah terhadap kemajuan zaman. Konsep birokrasi yang sudah
baik memerlukan penyempurnaan agar pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat bisa berjalan secara maksimal.
Pengimplementasian teknologi digunakan mendigitalisasi prosedur
administratif pemerintah yang sudah ada dan bahkan dapat
meningkatkan sistem administrasi menjadi lebih efektif dan efisien
tanpa menghilangkan manfaat dasarnya dalam menyediakan pelayanan
publik. Semoga konsep digital birokrasi dari UT dapat menjadi panduan
bagi perguruan tinggi lainnya dalam memberikan pelayanan kepada
mahasiswa secara cepat dan mudah diakses diera teknologi informasi
yang terus berkembang ini.
Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori, konsep dan
aplikasinya, Rajawali Pers, Depok.
55
48 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
DINAMIKA POLITIK BIROKRASI
DI INDONESIA
Kamaruddin Salim, S.Sos., M.Si.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 49
S
ebagai awalan, izinkan saya mengutip pendapat Victor Thompson
yang mengatakan bahwa; Birokrasi tidak mengenal belas kasihan
dan bersifat impersonal. Semua hal yang berkaitan dengan urusan
pribadi tidak berlaku dalam birokrasi
Birokrasi sebagai organisasi yang menjalankan fungsi dan
tanggungjawab pada suatu pemerintahan negara. Birokrasi dianggap
sebagai kekuatan politik yang mempunyai kekuasaan, kewenangan dan
legitimasi, sehingga keterlibatan birokrasi dalam kontestasi politik
dianggap sebagai kekuatan yang mampu mengendalikan dan
mempengaruhi kemenangan aktor tertentu. Keterlibatan birokrasi
dalam proses politik praktis terjadi di era kolonial Belanda, Orde Lama
(ORLA), Orde Baru (ORBA) dan Reformasi.
Keterlibatan politik birokrasi di setiap periode kekuasaan
pemerintahan, birokrasi menjadi suatu keniscayaan. Karena, dalam
kontestasi politik, birokrasi dituntut untuk netralitas dan tidak berpihak
pada kelompok atau partai politik tertentu. Walau demikian, pada
kenyataannya birokrasi tetap dijadikan sebagai kekuatan politik yang
diperebutkan di setiap perhelatan politik di Indonesia.
DINAMIKA POLITIK ORGANISASI BIROKRASI INDONESIA
Keberadaan birokrasi di suatu negara menjadi alat untuk
menjalankan penyelenggaraan aktivitas pemerintahan di suatu negara.
Birokrasi menjadi salah satu organisasi yang secara struktural
mempunyai legalitas formal yang yang kuat dan solid. Solid dan kuatnya
organisasi birokrasi membuktikan akan peran dan tanggung jawabnya
dalam menjalankan tugas pemerintahan dan menjamin terciptanya
pelayanan publik yang efektif bagi masyarakat. Namun, perkembangan
organisasi birokrasi sebelum dan pasca kemerdekaan mempunyai
dinamikanya sendiri.
Pada masa kolonial Belanda birokrat pemerintah dikenal dengan
sebutan pangreh praja yang kedudukannya selalu dimanfaatkan oleh
pemerintah kolonial Belanda untuk berhubungan dengan masyarakat
lokal, sementara administrasi pemerintah kolonial dijalankan melalui
semacam departemen dalam negeri yang disebut dengan Binnenlandsch
Bestuur (BB). Namun, pasca kemerdekaan, istilah pangreh praja diganti
50 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
dengan sebutan pamong praja dan kemudian diperluas menjadi pegawai
negeri sipil. Secara struktural keberadaan pegawai negeri melanjutkan
birokrasi yang telah dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda56.
Dinamika birokrasi masa ORLA, bersifat patrimonial. Budaya
birokrasi patrimonial masa ORLA merupakan proses sejarah, tradisi,
dari zaman kerajaan tradisional hingga masa kolonial Belanda. Gejala
birokrasi patrimonial secara sosiologis sebenarnya hadir dari kelompokkelompok masyarakat yang mempunyai kesamaan etnis, hubungan
darah, ikatan perkawinan maupun persamaan keanggotan politik. Basis
kelompok patrimonial yang terlibat dalam proses rekrutmen dan
menentukan seseorang menduduki jabatan di birokrasi. Budaya
birokrasi patrimonial ORLA yang kemudian merusak sistem rekrutmen
ataupun penempatan pegawai maupun pejabat yang sesuai kompetensi
dan bidang keahliannya. Budaya birokrasi patrimonial membuka ruang
terjadinya praktik budaya patron-klien dalam birokrasi pemerintahan.
Pada masa ORBA, telah ada upaya memodernisasikan birokrasi,
namun ciri budaya patrimonial masih kental. Birokrasi zaman ORBA,
muncul istilah ABS (Asal Bapak Senang). ABS menjadi personifikasi yang
menunjukkan individu dalam birokrasi yang orientasi kinerja lebih ke
atasan dibanding rakyat. Hubungan bapak-anak, dan budaya patronklien masih mempengaruhi kehidupan birokrasi. Namun, birokrasi masa
ORBA mendapatkan kontrol presiden dan menjadikannya sebagai pusat
kekuasaan. Maka, kinerja birokrasi yang hanya patuh kepada atasan
maupun presiden terjadi di zaman ORBA57.
Personifikasi individu dalam birokrasi yang mengedepankan
pendekatan ABS sebagai bentuk interaksi
atau kinerja untuk
mendapatkan pengakuan maupun perhatian lebih dari atasannya.
Budaya birokrasi masa ORBA menunjukkan karakter kolektif masyarakat
dalam menghayati dan memperlakukan birokrasi, maka tidak terbatas
Gema Perdana, Menjaga Netralitas ASN dari Politisasi Birokrasi Protecting The ASN
Neutrality From Bureaucracy Politicization. NEGARA HUKUM: Vol. 10, No. 1, Juni 2019.
Hal. 114
56
M. Adian Firnas. Evaluasi Reformasi Birokrasi: Masalah Politisasi Birokrasi dalam
Politik Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.2, November 2011.
Hal. 28
57
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 51
pada perilaku aparatur birokrasi58. Birokrasi, di masa ORBA dikontrol
dengan ketat langsung oleh presiden dengan tujuan untuk menciptakan
monoloyalitas dari pegawai negeri. Sedangkan alat untuk konsolidasi
pegawai negeri bentuklah Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI)
sebagai upaya meningkatkan kinerja, pengabdian dan menjaga netralitas
birokrasi. Menurut Lili Romli, dalam perjalanannya, KORPRI mendukung
partai Golongan Karya (GOLKAR) dan birokrasi menjadi alat politik
GOLKAR.
Birokrasi di era Reformasi, telah ada modernisasi organisasi melalui
reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi dilakukan sebagai bentuk
perubahan untuk mewujudkan birokrasi yang profesional, efektif dan
efisien serta kebijakan memperbaiki kelemahan penyelenggaraan
pelayanan publik. Reformasi birokras menjadi tuntutan terhadap kinerja
birokrasi yang berkualitas, karena menjadi konsekuensi logis dari
pergeseran paradigma sentralisasi ke desentralisasi. Mengembangkan
pelayanan publik yang menerapkan prinsip-prinsip good governance
dengan profesionalisme tinggi.59. Tuntutan terkait reformasi birokrasi
perlu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan profesional, walaupun
demikian reformasi birokrasi menghadapi tantangan dari partai politik
yang mempunyai kepentingan dalam pemerintahan.
Hadirnya partai politik dalam suatu sistem pemerintahan akan
berpengaruh terhadap tatanan birokrasi pemerintah. Susunan birokrasi
pemerintah akan terdiri dari jabatan-jabatan yang diisi oleh para
birokrat karier, dan ada pula yang diisi oleh para pejabat politik.
Kehadiran pejabat politik yang berasal dari kekuatan politik atau partai
dalam birokrasi pemerintah tidak bisa dihindari. Oleh karena itu,
penataan birokrasi pemerintah dengan politik mengakomodasikan
hadirnya jabatan-jabatan dan para pejabat politik perlu ditata dengan
baik60.
58
Ibid. Hal. 28
Taufik Efendi. Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi. Jakarta: Konstitusi Press.
2013. Hal. 265-266
59
60 Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
2012. Hal. 151
52 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
BIROKRASI SEBAGAI KEKUATAN POLITIK DI INDONESIA
Birokrasi dapat dipahami dalam konteks administrasi, menjadi
institusi atau organisasi yang dibentuk dengan tujuan untuk
menjalankan peran dan tanggunjawab pemerintahan di suatu negara.
Birokrasi menurut Max Weber merupakan suatu institusi legal rasional
yang ditandai oleh tingkat profesionalisme yang tinggi, ada hierarki atau
penjenjangan, merit sistem, menekan, efisiensi dan bersifat impersonal.
Memahami birokrasi Weber, maka akan tercipta sistem birokrasi yang
modern. Birokrasi Weber, merupakan birokrasi apolitik. Birokrasi
sebagai suatu organisasi modern yang berfungsi menjalankan tugas yang
bersifat administratif dan tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Birokrasi bersifat netral dan bukan menjadi alat golongan atau
kelompok politik tertentu61.
Perkembangan birokrasi di Indonesia dari awal berdirinya hingga
saat ini tidak menerapkan model birokrasi Weber. Hal ini, terlihat dari
praktik birokrasi pada masa ORLA dan ORBA, di mana birokrasi
terkotak-kotak dan menjadi alat politik golongan atau kelompok
kepentingan. Dinamika politik birokrasi di ORLA dan ORBA tersebut
menunjukkan keberadaan birokrasi pemerintah dianggap sebagai
kekuatan politik legal dalam negara. Keberadaan birokrasi sebagai
organisasi pelayanan bersifat administrasi dan struktural dengan alokasi
kepemilikan kekuasaan, kewenangan dan legitimasi. Sehingga
keberadaan birokrasi menjadi kekuatan politik yang legal dalam negara.
Birokrasi mampu membangun jaringan kekuasaan yang besar dan
luas daripada kekuatan non-birokrasi, misalnya politisi, karena birokrasi
mempunyai sumber daya politik atau kekuasaan yang relatif lebih besar.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila di banyak negara
berkembang atau Dunia Ketiga, terutama yang dikuasai oleh rezim
otoritarian seperti halnya Indonesia di bawah ORBA, birokrasi memiliki
peran yang sangat menentukan dalam kehidupan politik, khususnya
dalam hal pengambilan keputusan (decision making)62.
Lili Romli. Pergeseran Kekuatan-kekuatan Politik Pasca Orde Baru. Ilmu dan
Budaya. Edisi XXV Januari 2003. Hal. 71
61
62 Suwarno. Birokrasi Indonesia: Perspektif Teoritik dan Pengalaman Empirik. UNISIA,
Vol. XXXI No. 69 September 2008. Hal. 256
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 53
Birokrasi menjadi kekuatan politik dalam sistem demokrasi dapat
dilihat dari perspektif teori dikotomi administrasi. Teori ini bersumber
dari pemikiran Woodrow Wilson. Birokrasi menurut Wilson, hubungan
timbal balik antara birokrasi dan politik karena adanya saling
bergantung dan saling mempengaruhi. Apa yang digambarkan Wilson,
dapat dipahami terkait kualitas demokrasi suatu negara biasanya diukur
dari kuatnya kontrol politik terhadap birokrasi yang dihadapkan pada
tuntutan demokrasi. Salah satu penyangga politik di negara-negara maju
adalah asosiasi melalui kepentingan-kepentingan khusus yang
dikomunikasikan secara fungsional dengan pusat-pusat pembuat
kebijakan. Interaksi pemerintah melalui birokrasi maupun melalui
lembaga-lembaga politik, namun dominan cenderung menjadi partai
politik maupun legislatif63.
Perkembangan birokrasi tanpa kekuatan dalam lembaga-lembaga
politik tidak selalu menimbulkan daya guna administratif. Tanpa
pengarahan politik yang kuat, birokrasi akan mempunyai rangsangan
lemah untuk memberikan pelayanan yang baik. Apapun latar belakang
setiap individu dalam birokrasi yang bekerja pada negara. individu
tersebut cenderung menggunakan kekuasaan mereka guna
mengamankan kepentingan birokrasi dan masa jabatan serta senioritas
daripada menunjukkan kinerja yang baik. Oleh karena itu, birokrasi di
negara berkembang gagal mencapai tujuan-tujuan administrasi dan jauh
dari pertumbuhan politik64.
Organisasi negara memerlukan birokrasi yang yang besar dan
rumit. Birokrasi merupakan faktor jaringan kekuatan-kekuatan oleh
kelas-kelas yang secara politik dominan untuk mencapai dominasi
mereka serta memungkinkan diri tetap memegang kendali kekuasaan
politik. Robert Michels, menegaskan, negara kuat adalah yang dapat
memenuhi kebutuhan yang besar para pertahanan dengan
menghadirkan banyak pejabat sebagai orang yang bergantung kepada
negara. Bagi Michels, pada satu pihak negara menyediakan jabatan resmi
yang banyak, sedangkan kalangan Masyarakat dijumpai banyaknya
permintaan yang besar. Permintaan yang besar Masyarakat tersebut
63 Fred W Riggs. Birokrasi dan Pembangunan Politik. Lihat: Sahat Simamora dalam
Pembangunan Politik dalam perspektif. Jakarta: PT. Bina Aksara. 1985. Hal. 118
64
Ibid. Hal. 108
54 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
terdiri dari masalah kelas-kelas menengah setelah munculnya
kapitalisme. Bagi Michel, birokrasi tetap dianggap sebagai kekuatan
politik yang penting, karena melalui birokrasi individu-individu yang
mempunyai pendidikan tinggi dapat meraih jabatannya kedudukan dan
birokrasi menjadi alat untuk pembelaan diri bagi suatu negara65.
65 Robert Michels. Partai Politik Kecenderungan Oligarki dalam Birokrasi. Jakarta: CV.
Rajawali.1984. Hal. 207-208
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 55
ADAPTASI LAYANAN PUBLIK
DI TENGAH GELOMBANG
COVID-19
Sitti Rabiatul Wahdaniyah Herman, M.Si.
56 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
B
anyak yang tidak menduga, bahwa tanpa di sadari pandemi
Covid-19 menjadi titik awal kebangkitan layanan publik berbasis
virtual. Selama ini dalam literatur, para sarjana telah banyak
meramalkan transformasi pelayanan publik dari yang sifatnya
konvensional ke arah pelayanan publik yang berbasis virtual.
Mereka para sarjana pada umumnya sepakat membangun satu
argumen besar bahwa layanan publik harus bertransformasi, salah satu
yang paling progresif di lihat oleh para akademisi adalah transformasi
pelayanan publik yang menggandeng teknologi digital, atau dalam istilah
lain ada yang menyebut dengan digital era governance (DEG). Gagasan
ini telah populer di Indonesia seiring dengan dua kondisi, semakin
menguatnya adopsi digitalisasi termasuk dalam hal ini pada layanan
publik dan kedua pada keinginan para sarjana dan praktisi untuk terus
mendorong layanan publik kearah yang lebih efisien dan efektif.
Namun dalam perkembangannya, realisasi dari digital era
governance dengan gagasan utama reformasi pelayanan publik yang
menggandeng teknologi digital masih kesulitan mendapat momentum.
Pada prakteknya, banyak praktisi dan akademisi yang kesulitan
mewujudkan gagasan layanan publik yang berbasis digital. Kalaupun ada
beberapa yang berhasil, mereka tidak lebih dari sekedar seremonial
yang usianya tidak terlalu lama. Misalnya kotak aduan masyarakat
berbasis digital yang telah banyak disediakan di instansi publik
beberapa tahun belakangan ini. Dengan menggandeng teknologi, kotak
aduan tersebut untuk memudahkan masyarakat menyampaikan keluhan
atas ketidaknyamanan layanan yang diterima dari sebuah instansi
publik. Tetapi, prakteknya di lapangan tidak banyak masyarakat yang
mengaksesnya. Kalaupun ada yang mengakses, keluhan dari masyarakat
mendapat penanganan yang sangat lambat. Singkatnya, penerapan dari
gagasan digital era governance belum terlalu memadai.
Hingga pada akhirnya, pandemi Covid-19 yang melanda banyak
negara di dua tahun terakhir ini telah mengubah dengan cepat lanskap
layanan publik, termasuk di Indonesia.
Artikel ini berpendapat bahwa pandemi Covid-19 disisi lain telah
berkontribusi pada percepatan transformasi pelayanan publik berbasis
virtual. Ini menjadi sisi positif dari kehadiran pandemi Covid-19,
terlepas polemik bahwa pandemi Covid-19 menjadi bencana yang
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 57
memicu krisis di beberapa negara termasuk Indonesia. Untuk
memberikan ilustrasi, bagaimana pandemic Covid-19 telah menjadi
momentum yang sangat baik dalam mengubah lanskap layanan publik
ke arah digital era governance, berikut penulis akan menyajikan ilustrasi
kasus di desa terdampak pandemic yang mengadaptasi layanan publik
berbasis virtual di tengah gelombang covid-19.
LAYANAN PUBLIK BERBASIS GROUP WHATSAPP
Potret pertama yang penulis berhasil tangkap dari adaptasi layanan
publik berbasis virtual selama pandemi di salah satu pedesaan di Sigi
adalah layanan publik berbasis group whatsApp. Mungkin ada yang
berpikir bahwa fenomena ini tidak terlalu istimewa. Mengingat selama
ini group WA telah menjadi semacam satu kebutuhan yang hampir
semua orang menggunakannya. Tetapi jika dilihat secara teliti, tepat
disinilah penulis menangkap bahwa pandemi Covid-19 telah berhasil
mendorong percepatan pelayanan publik berbasis virtual.
Tidak ada yang menyangka sebelumnya bahwa group WA akan
bertransformasi menjadi semacam ruang virtual untuk mempermudah
akses layanan. Selama ini, group WA hanya sebatas media untuk
menghimpun kerabat, keluarga dengan tujuan bertukar informasi.
Namun, di Pedesaan Sigi selama pandemi penulis melihat bahwa group
WA menjadi sesuatu yang sangat vital dalam layanan publik. Group WA
menjadi media yang menghubungkan antara warga dengan pemerintah
dalam mengakses layanan.
Ada dua pola yang terjadi di Pedesaan Sigi dalam memanfaatkan
group WA sebagai media digital memperoleh layanan. Pertama, skema
Layanan Publik berbasis Group WhatsApp digunakan oleh masyarakat
untuk meminta layanan. Pada skema ini, lebih banyak digunakan oleh
masyarakat. Sebagai ilustrasi, di satu desa seluruh warga tergabung
dalam group WA yang didalamnya termasuk oleh aparat pemerintahan.
Kemudian, begitu ada pandemi yang membatasi aktifitas
masyarakat termasuk dalam hal interaksi di kantor desa. Sementara
disaat yang bersamaan masyarakat tetap membutuhkan layanan dari
pemerintah. Dalam situasi seperti inilah kemudian muncul inisiatif
untuk menjadikan group WA sebagai media untuk meminta layanan
58 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
kepada pemerintah desa. Warga yang memerlukan semacam surat
keterangan, akan mengkomunikasikan lewat grup WA tanpa harus
datang ke kantor desa.
Pola kedua sebagai tindak lanjut yang pertama adalah skema
layanan publik berbasis Group WhatsApp digunakan oleh pemerintah
desa untuk memberikan layanan. Berbeda dengan sebelumnya, untuk
pola yang kedua ini lebih banyak digunakan oleh pemerintah. Sama
seperti dengan pengaduan atau permohonan masyarakat yang hanya
menggunakan group WA, untuk merespon permintaan layanan
masyarakat pemerintah desa akan menggunakan group WA sebagai
media untuk mendistribusikan layanan. Misalnya, dalam satu
kesempatan kami mendengar kisah bagaimana sekretaris di Pedesaan
Sigi memberikan surat keterangan usaha kepada masyarakat hanya
melalui via group WA.
FLEKSIBILITAS LAYANAN
Abstraksi lain dari model adaptasi layanan publik selama pandemi
yang kami amati di Pedesaan Sigi adalah adanya fleksibilitas layanan.
Fleksibilitas layanan merupakan imbas dari adanya pandemi Covid-19.
Di Pedesaan Sigi, ada dua model fleksibilitas layanan yang berlangsung.
Pertama, model fleksibilitas layanan tercermin dari jam operasional
layanan. Selama ini lazimnya layanan publik yang berlangsung di
Indonesia menggunakan jam operasional dari jam 08.00 pagi hingga
pukul 16.00. Tetapi selama pandemi Covid-19 terjadi fleksibilitas
layanan, dimana jam kerja tidak lagi seperti biasanya, namun
menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.
Sebagai ilustrasi di Pedesaan Sigi, selama pandemi Covid-19 jam
layanan di kantor desa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Ketika masyarakat membutuhkan layanan yang telah dikomunikasikan
melalui via Group WA barulah kemudian staf ke kantor desa untuk
memberikan layanan. Di lapangan kami melihat cara seperti ini lebih
efektif. Staf desa misalnya, tidak harus menghabiskan waktunya
sepanjang hari di kantor desa, tetapi langsung hadir begitu diperlukan
oleh warga. Meskipun pola ini masih perlu diperdebatkan lebih jauh
khususnya, apakah model seperti ini termasuk efektif ketika masa pasca
pandemi? Terlepas dari polemik itu, pandemi Covid-19 telah menjadi
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 59
pemicu yang sangat efektif dalam mendorong transformasi pelayanan
publik yang lebih fleksibel.
Selain itu, pola terakhir yang kami amati di Pedesaan Sigi adalah
tempat memberikan layanan yang tidak selamanya tertuju pada kantor
desa. Selama pandemi, penulis mengamati bagaimana pergeseran
tempat layanan publik dari yang biasanya berlangsung di kantor desa,
tetapi begitu ada Covid-19 tempat memberikan layanan publik
berlangsung di rumah pribadi.
Pola ini seiring dengan diterapkannya work from home, dimana
semua pekerjaan diselesaikan dari rumah. Imbas dari WFH bagi
pemerintah pedesaan secara tidak langsung adalah menjadikan rumah
pribadi aparat pemerintah desa sebagai tempat layanan. Sebagai contoh,
sekretaris di Pedesaan Sigi bercerita kepada kami setiap hari rumahnya
selalu disulap menjadi kantor. Semua pekerjaan di kantor di bawah
pulang ke rumah. Termasuk komputer kantor, print semua dipindahkan
sementara di rumah pribadi. Pemindahan ini untuk memudahkan kerja
yang tidak harus pulang balik ke kantor desa yang kondisinya saat itu
memang sangat dibatasi.
CATATAN AKHIR
Kasus yang terjadi di Pedesaan Sigi menjadi satu abstraksi yang
sangat berguna untuk bisa memahami bagaimana pergeseran layanan
publik di masa krisis berlangsung dengan mengadopsi konsep adaptasi.
Ini mungkin menjadi salah satu kasus dari jutaan kasus yang terjadi di
Pedesaan di seluruh Indonesia, tetapi kasus Sigi menjadi sangat
istimewa karena pedesaan Sigi menjadi salah satu pedesaan yang rentan
terhadap bencana.
Desa yang rentan dengan bencana sangat memerlukan penyesuaian
yang cepat dan tepat (adaptasi) untuk merespon setiap perubahan yang
terjadi secara tiba-tiba akibat bencana. Literatur kontemporer, masih
sangat minim menempatkan konsep adaptasi layanan publik sebagai
salah satu tema yang perlu mendapat perhatian.
Padahal untuk konteks di beberapa wilayah Indonesia tergolong
sebagai daerah yang rentan terkena bencana. Dengan karakteristik
daerah seperti ini tentu memerlukan pendekatan yang berbeda dalam
60 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
menerapkan layanan publik. Untuk itu, abstraksi kasus-kasus di tempat
lain diperlukan untuk memperluas cara pandang dalam menempatkan
layanan publik di tengah krisis. Artikel singkat ini, bukan menjadi akhir
tetapi paling tidak memunculkan perdebatan lebih jauh untuk terus
memprolematisasi perkembangan layanan publik di tengah krisis baik
yang disebabkan oleh pandemi atau krisis akibat bencana alam.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 61
BIROKRASI DAN DINAMIKA
POLITIK PEDESAAN
Sunardi
62 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
A
rtikel ini akan menjelaskan secara singkat bagaimana dinamika
politik membentuk watak birokrasi di pedesaan. Pembahasan
tulisan ini dibagi menjadi dua pokok bahasan, pertama akan
melihat bagaimana perubahan politik di desa berlangsung. Melalui UU
desa No 6 Tahun 2014 sebagai titik awal reformasi politik di pedesaan.
Kedua, akan melihat bagaimana dampak reformasi politik pedesaan
terhadap birokrasi di pedesaan. Pada bagian ini, argumen yang penulis
ajukan adalah birokrasi pedesaan berada dibawah bayang-bayang politik
pedesaan. Bagian terakhir dari chapter ini adalah penutup yang berisi
diskusi tentang bagaimana masa depan birokrasi pedesaan di Indonesia
Dua bahasan pokok ini saling berkelindan, hal ini tidak terpisahkan
dalam melihat birokrasi dan dinamika politik di pedesaan.
REFORMASI POLITIK PEDESAAN
Dinamika birokrasi dan politik di pedesaan sebagai imbas dari
adanya reformasi politik yang berlangsung di pedesaan. Reformasi
politik pedesaan mulai massif berlangsung sejak UU Desa No.6 Tahun
2014 tentang desa di implementasikan di Indonesia. Secara tidak
langsung, regulasi ini sebagai titik awal reformasi politik di pedesaan.
Gelombang ini kemudian membawa sejumlah perubahan yang sangat
drastis bagi penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa. Salah satu
yang paling menonjol dari perubahan tersebut adalah semakin
menguatnya kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah desa.
Dengan skema desentralisasi dan otonomi desa, pemerintahan desa
dilimpahkan kewenangan penuh untuk bisa mengelola dan mengatur
desa sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Keleluasaan ini menjadi
sesuatu yang baru bagi penyelenggaraan pemerintah desa. Sebab, di fase
sebelumnya regulasi UU No. 6 Tahun 2014 di implementasikan di
Indonesia, kewenangan dan otonomi desa masih terbatas dan terisolasi.
Namun dengan reformasi politik desa yang baru, melalui gelombang
desentralisasi dan otonomi desa membuat kewenangan pemerintah desa
lebih besar.
Skema ini kemudian diperkuat dengan dukungan biaya operasional
yang selama ini dikenal dengan sebutan “dana desa”. Dengan jumlah
yang relatif besar, satu desa mengelolah sekitar Rp 900 juta hingga Rp
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 63
1,2 milyar setiap tahunnya. Dua instrumen ini, gelombang desentralisasi
dan otonomi desa serta diperkuat dengan dana desa sebagai instrumen
yang lahir dari hasil reformasi politik yang berlangsung di pedesaan
Indonesia.
BAYANG-BAYANG POLITIK BIROKRASI DI PEDESAAN
Secara politik, imbas dari reformasi politik yang berlangsung di
pedesaan adalah menguatnya eksistensi pemerintah desa. Dengan
sokongan dana desa, pemerintah desa semakin meminimalisir
ketergantungan dengan otoritas yang lain, termasuk oleh supra desa
seperti kecamatan dan kabupaten. Desa semakin percaya diri dengan
modal “dana desa” yang mereka kelolah secara langsung. Belum lagi,
kewenangan yang melekat pada desa sebagai konsekuensi dari UU No. 6
Tahun 2014 yang membuat semakin tebal kepercayaan diri desa untuk
tampil sebagai entitas yang mandiri.
Hanya saja, pada sisi yang lain menguatnya otonomi dan
desentralisasi yang berlangsung di desa tidak di barengi dengan
menguatnya partisipasi masyarakat. Relasi ini berlangsung secara tidak
seimbang. Satu sisi, kekuasaan politik pemerintah desa jika diibaratkan
seperti sebuah balon terus membesar dan semakin membesar imbas
dari otonomi dan dana desa yang melekat. Namun, sisi lainnya,
partisipasi masyarakat cenderung stagnan, tidak membesar bahkan
pada kondisi tertentu semakin mengecil. Relasi yang berjalan tidak
seimbang ini kemudian memunculkan persoalan baru.
Balon kekuasaan yang semakin membesar pada konteks tertentu
akan membahayakan kehidupan masyarakat pedesaan. Alih-alih
mendorong tata kelola pemerintahan desa yang lebih baik, justru yang
terjadi adalah semakin terkonsentrasinya pusat kekuasaan di satu kutub
sementara kutub yang lain semakin melemah. Relasi ini berpotensi
menciptakan tatanan masyarakat pedesaan yang eksploitatif.
Pada konteks birokrasi di pedesaan, salah satu dampak yang dipicu
atas munculnya relasi yang tidak seimbang adalah bayang-bayang politik
dalam birokrasi pedesaan. Bukan lagi menjadi rahasia umum, bahwa
birokrasi pedesaan adalah bagian yang tidak bias secara politik.
Birokrasi di tingkat desa sebagai satu entitas yang tidak bisa dilepaskan
64 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
dari pengaruh politik. Keberadaan birokrasi berkaitan sangat erat
dengan keberadaan politik.
Sayangnya, dengan relasi politik yang tidak seimbang dimana
kekuasaan politik yang terkonsentrasi pada pemerintah desa yang lebih
besar, membuat birokrasi pedesaan kehilangan otonomi. Singkatnya,
birokrasi pedesaan banyak dibentuk dan ditentukan oleh watak politik
pedesaan.
Birokrasi pedesaan hanya menjadi “pelayan” untuk kepentingan
politik pedesaan. Keadaan yang tersandera ini sekali lagi sebagai imbas
dari relasi yang tidak sama kuat. Situasi semakin diperparah dengan
keberadaan regulasi UU desa yang belum secara lugas memisahkan
kekuasaan politik di pedesaan dengan kekuasaan birokrasi. Meskipun di
banyak tempat, beberapa sekretaris desa (Sekdes) adalah aparatur sipil
negara (ASN) namun dalam realisasinya di lapangan Sekdes tersebut
tetap sangat bergantung dengan otoritas politik kepala desa. Artinya,
sejauh ini skema sekretaris desa yang berasal dari ASN belum terlalu
efektif untuk memisahkan pengaruh politik dalam birokrasi pedesaan.
Sebagai ilustrasi, di salah satu desa yang penulis amati, birokrasi
pedesaan kerap kali menjadi mesin politik yang digunakan untuk
menopang suara Kepala Desa yang kembali maju di Pilkades. Birokrasi
pedesaan, mengambil peran ganda sebagai staf di desa sekaligus menjadi
tim sukses secara tidak langsung. Mereka dikerahkan untuk ikut
mengkampanyekan atau mendukung kandidat yang sedang
berkontestasi. Bagi staf desa yang nasibnya sangat ditentukan oleh
kepala desa, pilihan untuk menolak sangat terbatas, dan sulit untuk
dihindari. Kehilangan pekerjaan sebagai staf desa adalah resiko yang
dipertaruhkan ketika kandidat yang didukung tidak memenangi
Pilkades.
Bagi mereka yang menolak mendukung, jelas pilihannya adalah
pemecatan. Dengan dalih, kinerja yang tidak maksimal atau berbagai
alasan yang intinya mereka yang tidak ikut mendukung petahana di
Pilkades akan disingkirkan. Sebuah data menyebutkan bahwa salah satu
isu yang sering masuk dalam laporan Ombudsman di Provinsi Sulawesi
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 65
Selatan adalah laporan mengenai pemecatan staf desa. Di banyak kasus,
pemecatan ini seringkali terjadi sesaat setelah pemilihan kepala desa66.
Tingginya aduan yang berasal dari staf desa pasca Pilkades sebagai
indikasi bagaimana birokrasi dikondisikan sedemikian rupa untuk
menopang kepentingan politik tertentu di pedesaan. Birokrasi secara
tidak langsung ikut diseret dalam kontestasi politik di Pedesaan. Situasi
yang membuat watak birokrasi sering lebih banyak memberikan layanan
kepada otoritas politik di pedesaan ketimbang ke masyarakat.
Alih-alih memberikan layanan yang lebih baik ke masyarakat, watak
birokrasi yang dibayang-bayangi oleh kepentingan politik tertentu justru
hanya menjadikan birokrasi semakin menjauh dari fungsinya;
memberikan layanan yang prima kepada masyarakat.
Birokrasi yang berada dibawah bayang-bayang politik telah
meminggirkan aspek profesionalisme.
Salah satu hal yang paling penting dalam menciptakan layanan yang
prima. Namun, dengan dominasi dan pengaruh politik dalam birokrasi
aspek profesionalisme ini kerap digantikan dengan sesuatu yang bersifat
partisan, kedekatan dan kekerabatan. Posisi birokrasi di pedesaan
seperti staf pedesaan tidak lagi di isi oleh orang-orang yang memiliki
kompeten yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tetapi aspek utama
yang menjadi pertimbangan adalah apakah orang tersebut bagian dari
pendukung politik atau bukan. Persoalan kualifikasi dan profesionalisme
menjadi perhatian yang kesekian. Termasuk dalam hal memberikan
layanan. Birokrasi yang berada dalam bayang-bayang politik akan
berdampak pada layanan yang diberikan di Pedesaan.
Kasus singkat diatas menunjukan bagaimana birokrasi pedesaan
tidak lagi harus ditempatkan sebagai sesuatu yang bias secara politik.
Menempatkan birokrasi terpisah dari entitas politik hanya akan semakin
mempersempit cara pandang kita dalam memahami birokrasi di
Pedesaan. Penulis melihat persoalan kinerja birokrasi di pedesaan tidak
memadai jika hanya didekati dengan penjelasan seperti regulasi,
struktur organisasi dan SDM.
66 Wawancara dengan Hasrul, Mid-Level Ombudsman Assistant in the South-Sulawesi
Regional Office of the Ombudsman of the Republic of Indonesia
66 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Pasalnya, cara pandang ini hanya mampu menjelaskan persoalan
teknis pada birokrasi. Selain itu, pendekatan semacam ini tidak terlalu
banyak membantu dalam memberikan penjelasan atas kinerja birokrasi
yang berada dibawah bayang-bayang politik di Pedesaan. Untuk itu,
berdasarkan kasus yang penulis telah diuraikan diatas melihat relasi
sosial adalah salah satu alternatif yang lebih baik untuk bisa
mengabstraksikan bagaimana kinerja birokrasi sangat tergantung
dengan dinamika politik di pedesaan.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 67
TATA KELOLA SISTEM
PEMERINTAHAN BERBASIS
ELEKTRONIK (SPBE)
Nawang Aviani, S.S.T., M.A.P.
68 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
R
evolusi Industri 4.0 diperkenalkan sebagai babak baru kehidupan
manusia bersama teknologi. Era ini ditandai oleh transformasi
dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam sistem
pemerintahan. Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
(SPBE) menjadi sebuah urgensi untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0.
Banyak yang mengira bahwa Sistem Pemerintahan Berbasis
Elektronik (SPBE) merupakan aplikasi-aplikasi milik pemerintah.
Namun definisi SPBE sebenarnya memiliki konteks yang lebih luas.
Berdasarkan PERPRES Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE
mendefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan pemerintahan yang
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan
layanan kepada Pengguna SPBE. Terdapat tujuh prinsip yang harus
diperhatikan pada penerapan SPBE, diantaranya adalah efektivitas,
keterpaduan, efisiensi, akuntabilitas, kesinambungan, interoperabilitas,
dan keamanan. Ketujuh prinsip tersebut harus terapkan secara
bersamaan.
Tata Kelola SPBE merupakan kerangka kerja yang memastikan
penerapan SPBE secara menyeluruh dan terpadu melalui pengaturan,
pengarahan, dan pengendalian. Berdasarkan peraturan bahwa SPBE
mempunyai tujuan untuk memastikan penerapan setiap unsur SPBE
secara terpadu67. Tulisan ini memberikan gambaran tentang 10
(sepuluh) unsur terpadu yang ada dalam tata kelola SPBE.
RENCANA INDUK SPBE NASIONAL
Tujuan Rencana Induk SPBE Nasional, satu diantaranya adalah
untuk mewujudkan arah SPBE yang terpadu dan berkesinambungan
secara nasional. Penyusunan Rencana Induk SPBE Nasional
dikoordinasikan bersama bersama menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional
dan harus berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
dan Grand Design Reformasi Birokrasi serta paling sedikit memuat:
67 Baca Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 69
a.
Visi, misi, tujuan dan sasaran SPBE
c.
Strategi SPBE dan
b.
d.
Arah kebijakan SPBE
Peta rencana strategis SPBE
Rencana Induk SPBE Nasional dapat dievaluasi setiap lima tahun
sekali atau setiap saat jika ada perubahan kebijakan strategis nasional
atau hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.
ARSITEKTUR SPBE
Apa yang dimaksud dengan arsitektur SPBE68 adalah kerangka
dasar yang mendeskripsikan integrasi proses bisnis, data dan informasi,
infrastruktur SPBE, aplikasi SPBE, dan keamanan SPBE untuk
menghasilkan layanan SPBE yang terintegrasi. Arsitektur SPBE dibagi
menjadi 3 Jenis yaitu:
a.
Arsitektur SPBE Nasional
c.
Arsitektur SPBE Pemerintah Daerah
b.
Arsitektur SPBE Instansi Pusat dan
Pada Arsitektur SPBE harus memuat 2 hal yaitu referensi arsitektur
dan domain arsitektur. Menurut PERPRES Nomor 132 Tentang
Arsitektur SPBE Nasional yang dimaksud dengan Referensi Arsitektur
adalah kerangka dasar yang menjelaskan tentang komponen utama atau
dasar arsitektur baku dan dapat digunakan sebagai acuan dalam
menyusun setiap domain arsitektur SPBE. Sedangkan domain arsitektur
kerangka dasar yang menjelaskan substansi arsitektur yang memuat 6
domain arsitektur diantaranya:
a.
Domain arsitektur proses bisnis
c.
Domain arsitektur infrastruktur SPBE
b.
d.
68
Domain arsitektur data dan informasi
Domain arsitektur aplikasi SPBE
Baca Peraturan Presiden Nomor 132 Tentang Arsitektur SPBE Nasional
70 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
e.
f.
Domain arsitektur keamanan SPBE
Domain arsitektur layanan SPBE
PETA RENCANA SPBE
Peta rencana SPBE merupakan dokumen yang menjelaskan arah
serta langkah dimulai dari penyiapan hingga pelaksanaan SPBE yang
terintegrasi. Penyusunan peta rencana juga terbagi menjadi tiga yaitu:
a.
Peta Rencana SPBE Nasional
c.
Peta Rencana SPBE Pemerintah Daerah
b.
Peta Rencana SPBE Instansi Pusat
Penyusunan peta rencana SPBE di mulai dari tingkat Nasional
hingga tingkat Pemerintah daerah harus berdasarkan pada Arsitektur
SPBE dan disusun untuk jangka waktu lima tahun.
Pada Peta Rencana SPBE Nasional harus berdasarkan Arsitektur
SPBE Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
yang harus memuat diantaranya tata kelola SPBE, manajemen SPBE,
Layanan SPBE, Infrastruktur SPBE, Aplikasi SPBE, Keamanan SPBE dan
Audit Teknologi Informasi dan Komunikasi. Adapun yang dimaksud
dalam Peta Rencana SPBE nasional yaitu disusun dalam bentuk program
atau kegiatan SPBE nasional. Jika terdapat perubahan dalam Peta
Rencana Nasional SPBE harus dilakukan berdasarkan perubahan
Arsitektur SPBE Nasional, Perubahan Rencana Kerja Pemerintah dan
hasil pemantauan dan evaluasi SPBE nasional.
Selanjutnya, penyusunan Peta Rencana SPBE Instansi Pusat
berdasarkan Peta Rencana SPBE Nasional, Arsitektur SPBE Instansi
Pusat, dan rencana strategis Instansi Pusat. Review Peta Rencana SPBE
Instansi Pusat dapat dilakukan berdasarkan adanya perubahan Peta
Rencana SPBE Nasional, perubahan rencana strategis Instansi Pusat,
perubahan Arsitektur SPBE Instansi Pusat, hasil pemantauan dan
evaluasi SPBE Instansi Pusat.
Sedangkan penyusunan Peta Rencana SPBE Pemerintah Daerah
disusun berdasarkan Peta Rencana SPBE Nasional, Arsitektur SPBE
Pemerintah Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah,
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 71
dan rencana strategis Pemerintah Daerah. Review Peta Rencana SPBE
Pemerintah Daerah dapat dilakukan berdasarkan adanya perubahan
Peta Rencana SPBE Nasional, perubahan rencana strategis Pemerintah
Daerah, perubahan Arsitektur SPBE Pemerintah Daerah, hasil
pemantauan dan evaluasi SPBE Pemerintah Daerah.
RENCANA DAN ANGGARAN SPBE
Rencana dan anggaran SPBE disusun sesuai dengan proses
perencanaan dan penganggaran tahunan pemerintah. Setiap Instansi
Pusat dan Pemerintah Daerah menyusun rencana dan anggaran SPBE
harus berpedoman pada Arsitektur SPBE Instansi Pusat dan Peta
Rencana SPBE Instansi Pusat.
PROSES BISNIS
Proses Bisnis merupakan sekumpulan kegiatan yang terstruktur
dan saling terkait dalam pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pusat dan
pemerintah daerah masing-masing. Penyusunan Proses Bisnis bertujuan
untuk memberikan pedoman dalam penggunaan data dan informasi
serta penerapan Aplikasi SPBE, Keamanan SPBE, dan Layanan SPBE.
Proses Bisnis Instansi Pusat dan Pemerintah daerah harus
berdasarkan Arsitektur SPBE. Untuk mendukung pembangunan atau
pengembangan Aplikasi SPBE dan Layanan SPBE yang terintegrasi,
proses bisnis yang saling terkait harus disusun secara terintegrasi.
DATA DAN INFORMASI
Data dan informasi seringkali dianggap satu hal yang sama tetapi
kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang berbeda. Data merupakan
fakta ataupun kumpulan fakta yang diperoleh dari hasil observasi dari
fenomena tertentu. Informasi merupakan data yang telah diolah sesuai
dengan kebutuhan serta bisa dijadikan suatu dasar dalam pengambilan
keputusan.
Data dan informasi mencakup semua jenis data dan informasi yang
ada. Ini termasuk data dan informasi yang dimiliki oleh pemerintah
72 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
pusat dan daerah, serta data dan informasi yang diperoleh dari
masyarakat, pelaku usaha, dan pihak lain. Penggunaan data dan
informasi dilakukan dengan mengutamakan bagi pakai data dan
informasi antar Instansi Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
berdasarkan tujuan dan cakupan, penyediaan akses data dan informasi,
dan pemenuhan standar interoperabilitas data dan informasi69.
Standar interoperabilitas merupakan suatu ketentuan dalam
berbagi data dan informasi yang telah ditentukan oleh instansi terkait
dalam hal ini bidang komunikasi dan informatika. Dalam penggunaan
data dan informasi harus berdasarkan arsitektur SPBE baik itu Instansi
Pusat maupun Pemerintah Daerah. Khusus Penyelenggaraan tata kelola
data dan informasi antar Instansi Pusat dan Daerah dikoordinasikan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
bidang perencanaan pembangunan nasional.
INFRASTRUKTUR SPBE
Infrastruktur SPBE adalah semua unsur mulai dari perangkat keras,
perangkat lunak, serta fasilitas yang menjadi penunjang utama untuk
menjalankan suatu sistem, aplikasi, komunikasi data, pengolahan dan
penyimpanan data, perangkat integrasi/penghubung, dan perangkat
elektronik lainnya. Infrastruktur SPBE juga terbagi menjadi menjadi tiga
yaitu Infrastruktur SPBE Nasional, Infrastruktur SPBE Instansi Pusat dan
Infrastruktur Pemerintah Daerah.
Infrastruktur SPBE Nasional adalah Infrastruktur SPBE yang
terhubung dengan Infrastruktur SPBE instansi pusat dan pemerintah
daerah dan digunakan secara bagi pakai oleh instansi pusat dan
pemerintah daerah. Pembangunan Infrastruktur SPBE Nasional harus
berpodoman pada Arsitektur SPBE Nasional. Infrastruktur SPBE
Nasional terdiri dari :
a.
69
Pusat Data Nasional
Pusat Data Nasional merupakan sekumpulan data yang
bisa digunakan secara bagi data oleh instansi pusat maupun
pemerintah daerah serta saling terhubung. Salah satu tujuan
Baca PERPRES Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 73
Pusat Data Nasional adalah untuk meningkatkan efisiensi
dalam memanfaatkan data dan informasi sebagai sumber daya
pada Pusat Data Nasional oleh Instansi Pusat dan Pemerintah
Daerah.
b.
c.
Dalam ini Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah yang
telah memiliki Pusat Data sebelum Pusat Data Nasional
ditetapkan dan tersedia, Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah
harus memenuhi ketentuan dengan membuat keterhubungan
dengan Pusat Data Nasional. Jika Standar Nasional Indonesia
belum tersedia, Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah yang
telah memiliki Pusat Data harus menggunakan standar
internasional terkait desain Pusat Data dan manajemen Pusat
Data.
Jaringan Intra pemerintah
Jaringan Intra Pemerintah merupakan jaringan
interkoneksi tertutup yang menghubungkan antar Jaringan
Intra Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. Konsep jaringan
interkoneksi tertutup dapat mengacu pada pengaturan
jaringan yang digunakan untuk menghubungkan berbagai
sistem, aplikasi, dan layanan yang terlibat dalam penerapan
SPBE. Jaringan interkoneksi tertutup dalam SPBE memiliki
beberapa tujuan, termasuk meningkatkan keamanan,
melindungi data sensitif, dan memastikan integritas sistem
Sistem Penghubung Layanan Pemerintah
Sistem penghubung layanan pemerintah merupakan
perangkat integrasi yang terhubung dengan Sistem
Penghubung Layanan Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah
untuk melakukan pertukaran Layanan SPBE antar Instansi
Pusat dan Pemerintah Daerah
Infrastruktur SPBE Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah adalah
Infrastruktur SPBE yang diselenggarakan oleh instansi pusat dan
pemerintah daerah masing-masing yang tetap berpedoman pada
Arsitektur SPBE nya. Pembangunan Infrastruktur SPBE Instansi Pusat
dan Pemerintah Daerah terdiri atas jaringan intra dan sistem
penghubung layanan pemerintah.
74 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Jaringan Intra Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan
Jaringan Intra yang diselenggarakan oleh Instansi Pusat dan Pemerintah
Daerah untuk menghubungkan antar simpul jaringan dalam Instansi
Pusat atau dalam Pemerintah Daerah. Sistem Penghubung Layanan
Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan Sistem Penghubung
Layanan yang diselenggarakan oleh Instansi Pusat dan Pemerintah
Daerah untuk melakukan pertukaran Layanan SPBE dalam Instansi
Pusat atau dalam Pemerintah Daerah. Tujuan Penggunaan Infrastruktur
SPBE Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah adalah untuk meningkatkan
efisiensi, keamanan, dan kemudahan integrasi dalam rangka memenuhi
kebutuhan Infrastruktur SPBE bagi internal Instansi Pusat dan
Pemerintah Daerah.
APLIKASI SPBE
Aplikasi SPBE adalah satu atau sekumpulan program komputer dan
prosedur yang dirancang untuk melakukan tugas atau fungsi Layanan
SPBE. Aplikasi SPBE digunakan sebagai media dalam memberikan
Layanan SPBE oleh Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. Terdapat dua
jenis Aplikasi SPBE yaitu Aplikasi Umum dan Aplikasi Khusus.
Aplikasi Umum adalah Aplikasi SPBE yang sama, standar, dan
digunakan secara bagi pakai oleh instansi pusat dan/atau pemerintah
daerah. Sedangkan aplikasi Khusus adalah Aplikasi SPBE yang dibangun,
dikembangkan, digunakan, dan dikelola oleh instansi pusat atau
pemerintah daerah tertentu untuk memenuhi kebutuhan khusus yang
bukan kebutuhan instansi pusat dan pemerintah daerah lain.
Pembangunan dan Pengembangan dengan menggunakan prinsip
keterpaduan harus dikoordinasikan bersama bidang terkait yaitu bidang
Komunikasi dan Informatika.
Pembangunan dan Pengembangan Aplikasi umum dan Aplikasi
Khusus berdasarkan arsitektur SPBE dan memenuhi standar teknis serta
prosedur serta ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintah di bidang aparatur Negara. Sedangkan untuk Instansi Pusat
dan Pemerintah Daerah pembangunan dan pengembangan Aplikasi
Umum dan Aplikasi Khusus dapat dilakukan setelah mendapat
pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah
dibidang komunikasi dan informatika.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 75
Setiap Instansi Pusat dan Pemerintah daerah harus menggunakan
Aplikasi Umum, tetapi jika tidak menggunakan terdapat opsi untuk
menggunakan aplikasi sejenis dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Telah menggunakan aplikasi
ditetapkannya Aplikasi Umum
c.
melakukan pengembangan aplikasi sejenis yang disesuaikan
dengan Proses Bisnis dan fungsi pada Aplikasi Umum
b.
d.
sejenis
tersebut
sebelum
melakukan kajian biaya dan manfaat terhadap penggunaan dan
pengembangan aplikasi sejenis;
mendapatkan
pertimbangan
dari
menteri
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi
dan informatika.
KEAMANAN SPBE
Keamanan SPBE adalah pengendalian keamanan yang terpadu
dalam SPBE. Keamanan SPBE mencakup penjaminan kerahasiaan,
keutuhan, ketersediaan, keaslian, dan kenirsangkalan (nonrepudiation)
sumber daya terkait data dan informasi, Infrastruktur SPBE, dan Aplikasi
SPBE. Berikut penjelasannya:
a.
b.
c.
d.
e.
Penjaminan kerahasiaan yaitu dilakukan melalui penetapan
klasifikasi keamanan, pembatasan akses, dan pengendalian
keamanan lainnya.
Penjaminan keutuhan merupakan pendeteksian modifikasi.
Penjaminan ketersediaan yaitu dilakukan melalui penyediaan
cadangan dan pemulihan.
Penjaminan keaslian sebagaimana yaitu dilakukan melalui
penyediaan mekanisme verifikasi dan validasi.
Penjaminan kenirsangkalan (nonrepudiation) yaitu dilakukan
melalui penerapan tanda tangan digital dan pihak ketiga
terpercaya melalui penggunaan sertifikat digital.
Tata kelola SPBE merupakan pondasi penting dalam mendukung
keberhasilan dan keberlanjutan inisiatif pemerintah dalam
76 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
menyelenggarakan pemerintahan berbasis teknologi. Penyelenggaraan
ini perlu mengedepankan prinsip-prinsip seperti efektivitas,
keterpaduan, efisiensi, akuntabilitas, kesinambungan, interoperabilitas,
dan keamanan. pemerintah dapat mencapai tujuan efisiensi,
transparansi, dan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat melalui
penerapan SPBE.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 77
TINJAUAN PROSES BISNIS
PENETAPAN PENSIUN BAGI
PEGAWAI NEGERI SIPIL TIDAK
CAKAP JASMANI - ROHANI
Ridho Harta, S.Sos., M.Si.
78 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
P
emberhentian dan pensiun PNS merupakan bagian akhir dari
siklus manajemen sumber daya manusia. Masa Pensiun adalah
sebuah titik dimana seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) merasa
akan kehilangan kegiatan rutinitasnya selama bertahun-tahun yang
menjadi kebiasaan sehari-hari, pensiun seringkali dianggap sebagai
kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba
sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan
macam apa yang akan dihadapi nanti.
Masa pensiun merupakan suatu fase kehidupan dimana seseorang
yang menjalaninya perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi fase
tersebut. Berbagai perubahan akan terjadi dalam kehidupan pegawai
setelah tiba masa pensiun dan jika tidak disikapi dengan bijaksana dapat
mendatangkan kecemasan. Padahal, terdapat keuntungan dan kerugian
dari berbagai persoalan yang berkaitan dengan kesejahteraan PNS, yang
lebih takut lagi. Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), PNS tidak pernah mendapatkan perlindungan sosial yang
memadai.70
Kemudian dari beberapa jenis pemberhentian PNS ada beberapa
terdapat perbedaan keadaan pada pemberhentian PNS yang tidak cakap
Jasmani dan/atau Rohani, dimana mereka lebih tidak siap menghadapi
masa pensiun, bahkan belum waktunya untuk pensiun dan lebih cepat
dari masa pensiun seharusnya.
Seorang PNS dapat diberhentikan dengan hormat sesuai dengan
peraturan yang berlaku jika pegawai tersebut tidak cakap jasmani
dan/atau rohani, yang menyebabkan PNS tersebut tidak dapat
menjalankan tugas dan kewajiban sebagai PNS. Pertanyaannya apakah
pegawai yang bersangkutan siap untuk diberhentikan, dengan segala
permasalahannya yang ada di daerah?
Di lain sisi terdapat masalah kesenjangan perlakuan terhadap
beberapa pegawai yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani yang belum
dilakukan pemberhentian pada instansi pemerintahan di Daerah, yang
mengakibatkan
kecemburuan
sosial.
Dengan
pertimbangan-
Moula, S. (2022). Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 (Studi Kasus Pemberhentian PNS di
Kabupaten Aceh Barat) (Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry).
70
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 79
pertimbangan tertentu dari atasan di instansi, Pegawai tersebut sering
menyalah artikan keputusan yang diberikan kepada Pegawai
bersangkutan, yang secara tidak langsung dapat mengakibatkan Pegawai
tersebut terkena sanksi disiplin juga sebalik nya PNS lain yang melihat
pertimbangan ini menduga bahwa pertimbangan tersebut adalah sebuah
pembiaran. Permasalahan lain yang terjadi adalah apabila yang PNS
yang bersangkutan tidak menerima untuk diberhentikan menjadi
Pegawai.
Di lingkungan Pemerintah daerah banyak ditemui kasus-kasus
serupa yang belum sampai kepada tahapan usulan pemberhentian,
bahkan ada yang dibiarkan berlarut karena satu atau lain hal karena
mempertimbangkan nilai kemanusiaan, dan ada pula PNS yang tidak
cakap Jasmani dan/atau rohani dibiarkan tetap bekerja karena
mengingat PNS tersebut akan memasuki batas usia pensiun. Hal ini
menjadi polemik yang terjadi di kalangan PNS, khususnya yang berada di
lingkungan pemerintah daerah. Oleh karena itu hendaknya pemerintah
daerah bisa lebih komitmen dengan penegakan peraturan yang ada,
demi terwujudnya PNS yang BerAKHLAK.
Beberapa masalah yang sering terjadi dalam kasus-kasus PNS yang
tidak cakap Jasmani dan/atau rohani ini secara umum adalah tidak
adanya pemetaan yang dilakukan pengelola kepegawaian, sehingga tidak
terpantau sebab pimpinan unit kerja PNS yang bersangkutan tidak
melaporkan keadaan yang sebenarnya.
Artikel ini ingin memberikan gambaran tentang berbagai masalah
yang terkait dengan pelaksanaan prosedur pemberhentian PNS tidak
cakap jasmani-rohani, serta menganalisis dan merumuskan untuk
dijadikan rekomendasi kebijakan sistem pensiun PNS kedepannya.
Secara teoritis, pada dasarnya terdapat perbedaan antara Pensiun
dan pemberhentian. Perbedaan tersebut Salah satunya adalah pada
pemberhentian, pegawai yang diberhentikan hanya diberi ganti rugi satu
kali. Sementara itu, dalam pensiun, kepada pegawai yang pensiun diberi
ganti rugi atau sering disebut dengan jaminan hari tua berulang kali.71
71 Simanungkalit, J. H. U. (2014). Redesign Sistem Pensiun Pegawai Negeri Sipil di
Indonesia. Civil Service Journal, 8(2 November).
80 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Menurut Ensiklopedi Administrasi72 arti pensiun adalah:
1.
2.
Pemberhentian yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang
mengangkat kepada bawahannya, karena dianggap sudah
mencapai umur lanjut, sehingga tidak dapat bekerja lagi
dengan sempurna;
Tunjangan balas jasa yang diterima seorang bekas pejabat,
karena dianggap telah melakukan tugas pekerjaan dengan baik
selama masa aktif bekerja.
Kemudian Pemberhentian didefinisikan sebagai pemutusan
hubungan kerja antara seorang atau beberapa orang pegawai dengan
perusahaan yang timbul/terjadi karena perjanjian kerja mengakibatkan
yang bersangkutan kehilangan statusnya sebagai pegawai.73
Dalam teknis pemberhentian jenis ini terdapat tahapan-tahapan
tata cara dan prosedur yang harus dilakukan antara lain adalah:
1.
PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani diberhentikan
dengan hormat apabila:
a.
Tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan karena
kesehatannya;
c.
Tidak mampu bekerja kembali setelah berakhirnya cuti
sakit.
b.
2.
3.
72
Menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi
dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya; atau
PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani karena tidak
dapat bekerja lagi, menderita penyakit yang berbahaya, atau
tidak mampu bekerja kembali
Ketentuan mengenai tidak cakap jasmani dan/atau rohani
sebagaimana dimaksud harus berdasarkan hasil pemeriksaan
tim penguji kesehatan yang menyatakan PNS yang
bersangkutan tidak dapat bekerja kembali di semua jabatan
Westra, P., & Sutarto, S. (1977). Ensiklopedi Administrasi. (No Title).
IG Wursanto (1988). Dasar-Dasar Manajemen Personalia (Personnel
Management), Penerbit Pustaka Dian, Jakarta.
73
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 81
4.
5.
6.
7.
PNS.
Tim penguji kesehatan dibentuk oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan
yang beranggotakan dokter pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PNS yang diberhentikan dengan hormat mendapat hak
kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
PNS yang diberhentikan dengan hormat yang disebabkan oleh
dan karena menjalankan kewajiban jabatan diberikan jaminan
pensiun tanpa mempertimbangkan usia dan masa kerja.
PNS yang diberhentikan dengan hormat yang tidak disebabkan
oleh dan karena menjalankan kewajiban jabatan diberikan
jaminan pensiun apabila telah memiliki masa kerja untuk
pensiun paling singkat 4 (empat) tahun.
Selanjutnya Tata Cara Pemberhentian PNS Yang Tidak Cakap
Jasmani dan/atau Rohani yaitu:
1.
2.
3.
Pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani
dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji
kesehatan;
Setelah adanya hasil pemeriksaan kesehatan oleh tim penguji
kesehatan, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang bertanggung
jawab di bidang kepegawaian meneruskan hasil pengujian
kesehatan kepada PPK atau PyB;
Pemberhentian dengan hormat PNS yang tidak cakap jasmani
dan/atau rohani, berdasarkan hasil pengujian kesehatan PNS
oleh tim penguji kesehatan diajukan oleh:
a.
4.
b.
PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
utama, JPT madya, dan JF keahlian utama; atau
PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama,
JA, dan JF selain JF keahlian utama.
Dalam hal PNS yang diberhentikan karena tidak cakap jasmani
dan/atau rohani berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari
82 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
5.
6.
7.
8.
9.
tua maka usul pemberhentian disampaikan kepada Presiden
atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala
Kantor Regional BKN;
Berdasarkan tembusan usul pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada huruf d, Kepala BKN atau Kepala Kantor
Regional BKN menetapkan pertimbangan teknis kepada
Presiden atau PPK;
Pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional
BKN sebagaimana dimaksud pada huruf e, ditetapkan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung, sejak berkas usul
pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani
secara lengkap diterima;
Presiden atau PPK menetapkan Keputusan pemberhentian dan
pemberian Pensiun berdasarkan pertimbangan teknis Kepala
BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
Keputusan pemberhentian karena tidak cakap jasmani
dan/atau rohani dengan mendapat hak jaminan pensiun
ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak
diterimanya hasil pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji
kesehatan dan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala
Kantor Regional BKN;
Dalam hal pemberhentian karena tidak cakap jasmani
dan/atau rohani tanpa mendapat hak jaminan pensiun,
keputusan pemberhentian ditetapkan paling lama 14 (empat
belas) hari kerja, sejak diterimanya hasil pemeriksaan
kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan;
10. Pemberhentian berlaku sejak akhir bulan ditetapkan hasil
pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan yang
menyatakan PNS yang bersangkutan tidak dapat bekerja
kembali di semua jabatan PNS.
Kemudian terdapat persyaratan dalam pengajuan pensiun antara
lain :
a.
b.
Minimal masa kerja 4 tahun yang bukan karena dinas
Surat pengantar dari instansi
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 83
c.
DPCP
d.
Fotocopy sah SK CPNS
f.
Fotocopy sah SK PMK (jika memiliki)
e.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Fotocopy sah SK KP terakhir
Penilaian Prestasi Kerja 1 tahun sebelum pensiun
Daftar Susunan Keluarga
Fotocopy sah Akta Nikah
Fotocopy sah Akta Cerai/Akta Kematian Pasangan (jika ada)
Fotocopy sah Akta Lahir anak kandung yang berusia di bawah
25 tahun
Surat hasil pengujian kesehatan dari Tim Penguji Kesehatan
m. Bukti penerimaan hasil pengujian kesehatan oleh instansi
Berikut adalah contoh kasus pemberhentian PNS yang Tidak Cakap
Jasmani dan/atau Rohani Karena Tidak Dapat Bekerja Lagi Dalam Semua
Jabatan Karena Menderita Penyakit atau Kelainan yang Berbahaya Bagi
Dirinya Sendiri atau Lingkungan Kerjanya. Seseorang yang bekerja pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menderita sakit
jiwa yang dikhawatirkan dapat berbahaya bagi lingkungan kerja.
Berdasarkan hasil pengujian kesehatan oleh tim penguji kesehatan yang
bersangkutan dinyatakan menderita penyakit yang berbahaya bagi
dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya sehingga tidak dapat bekerja
lagi dalam semua jabatan ASN karena kesehatannya.
Contoh lain pada Pemerintah daerah Seorang PNS yang mengalami
gangguan kejiwaan akibat permasalahan yang terjadi di dalam keluarga
PNS yang bersangkutan yang menyebabkan perceraian. Setelah
diberhentikan sesuai dengan peraturan yang berlaku ada kendala dalam
pengurusan pensiun janda/dudanya akibat kurang pahamnya PNS dan
keluarga PNS terhadap peraturan yang berlaku hingga menimbulkan
konflik baru hak atas pensiun.
84 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
SARAN KEDEPAN
Terdapat beberapa masalah prosedur penetapan pensiun pegawai
negeri (PNS) yang tidak cakap secara jasmani/rohani muncul karena
beberapa alasan. Berikut masalah yang mungkin timbul:
1.
2.
3.
Kurangnya kejelasan dan konsistensi peraturan dan pedoman
pensiun bagi PNS yang tidak mampu secara fisik/mental. Hal
ini dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda oleh pihak
yang berwenang dalam menentukan syarat pensiun bagi PNS
tersebut.
Ketidakmampuan atau keterbatasan instansi pemerintah untuk
secara akurat dan objektif menilai kesehatan dan kapasitas
kerja pegawai negeri yang tidak cakap secara jasmani/rohani.
Hal ini dapat menyebabkan kesalahan dalam menentukan
pensiun bagi PNS yang masih bisa bekerja. Kurangnya minat
atau dukungan pemerintah untuk menyediakan program
rehabilitasi atau pengembangan keterampilan bagi PNS yang
tidak yang tidak cakap secara jasmani/rohani. Hal ini dapat
mempersulit PNS untuk mengembangkan keterampilan
profesional dan memperpanjang masa kerja mereka, sehingga
pensiun adalah satu-satunya pilihan.
Kebijakan pensiun tidak fleksibel atau tidak memperhatikan
kondisi khusus PNS yang tidak cakap secara jasmani/rohani.
Hal ini dapat menyebabkan PNS tersebut pensiun lebih awal
dari biasanya dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup
setelah mereka pensiun
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah perlu melakukan
upaya yang komprehensif dan sistematis untuk menyempurnakan
aturan dan pedoman pensiun bagi PNS yang tidak yang
tidak cakap secara jasmani/rohani, serta menyediakan program
rehabilitasi atau rehabilitasi yang efektif, mengembangkan keterampilan
untuk meningkatkan daya kerja mereka. Pemerintah juga perlu
memperhatikan kondisi khusus PNS tersebut dan menawarkan
kebijakan pensiun yang fleksibel untuk menjamin keamanan mereka
setelah pensiun. Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa tindak
lanjut yang bisa menjadi pertimbangan
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 85
1.
2.
3.
4.
5.
Pemerintah serta seluruh pemangku kepentingan harus
memiliki komitmen yang tinggi (dengan itikad baik) untuk
melaksanakan reformasi pensiun PNS dan secara konsisten
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang mengatur tentang pensiun PNS mengikuti prinsip-prinsip
dasar yang harus diperbarui (dimutakhirkan) oleh organisasi
pemerintah di dalam dan di luar lingkungan nyata dan
dinamis.
Untuk pemahaman peraturan di daerah sebaiknya dilakukan
Sosialisasi secara bertahap supaya peningkatan pemahaman
dan mengurangi kesalahan. Karena kekurangan seringnya
terjadi perpindahan pejabat dan staf antar instansi
dilingkungan Pemerintah Daerah.
Sistem jaringan aplikasi lebih ditingkatkan supaya lebih normal
dalam pendataan karena unit satu dengan unit yang lain saling
berkaitan.
Peningkatan Pengetahuan SDM khususnya yang menangani
Kepegawaian di daerah, agar dapat mengurangi kendala atau
terhambatnya
pengurusan
administrasi
kepegawaian
khususnya pensiun PNS.
Instansi Lebih proaktif dengan memberikan update data
pegawainya maka akan lebih sedikit kesalahan data dan
mempermudah dalam verifikasi data yang lebih akurat..
ACKNOWLEDGEMENT
Tulisan artikel ini juga merupakan hasil sumbangsing pemikiran
dari saudari Dr. Elisa Susanti S.IP., M.Si. Artikel ini merupakan karya
bersama, namun dikarenakan persoalan administratif pengajuan ISBN
dan gaya selingkung penulisan artikel dalam buku kolaboratif ini maka
hanya penulis utama yang dicantumkan diatas.
86 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
DELAPAN AREA PERUBAHAN
REFORMASI BIROKRASI
Andjani Trimawarni, S.S.T., M.A.P.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 87
B
irokrasi merupakan tipe organisasi yang digunakan untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi dengan pola kerja
yang teratur.
Tipe organisasi ini dikatakan teratur karena memiliki beberapa
karakteristik yang sistematis, jelas, dan tegas seperti adanya74, 1) sistem
kewenangan yang hierarkis; 2) pembagian kerja yang sistematis; 3)
Spesifikasi tugas yang jelas; 4) kode etik disiplin dan prosedur yang jelas
serta sistematis; 5) control operasi melalui sistem aturan yang berlaku
secara konsisten; 6) aplikasi kaidah-kaidah umum ke hal-hal yang
spesifik dengan konsistensi; 7) seleksi pegawai yang didasarkan pada
kualifikasi standar yang objektif; dan 8) sistem promosi berdasarkan
senioritas atau jasa, atau bisa dilihat dari karakteristiknya, tipe
organisasi ini dominan digunakan oleh organisasi pemerintahan
sehingga tidak heran jika istilah birokrasi sering dikaitkan dengan
pemerintahan.
Penerapan karakteristik yang teratur dalam penyelenggaraan
organisasi pemerintahan sebenarnya sangat baik, namun ternyata sering
disalahartikan karena keteraturan yang ada membuat pemerintah dalam
menyelenggarakan organisasi tidaklah fleksibel dan berbelit-belit
sehingga membuat penyelenggaraan pemerintahan tidak efektif dan
efisien. Permasalahan ini bisa dianggap sebagai praktik maladministrasi
karena tidak sesuai dengan konsep birokrasi yang sebenarnya dan
bahkan sudah tidak sesuai juga dengan paradigma pada saat ini yaitu
menginginkan adanya 1) birokrasi yang bersih dan akuntabel; 2)
birokrasi yang efektif dan efisien; dan 3) birokrasi yang memiliki
pelayanan publik yang berkualitas.
Perubahan sudut pandang ini menjadi tuntutan dan tantangan bagi
pemerintah untuk melakukan perubahan dengan menyelenggarakan
reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan usaha perubahan
yang dilakukan untuk mencapai kesesuaian atau memperbaiki tata
kelola pemerintahan menjadi tata kelola pemerintahan yang baik (Good
Governance).
Prabowo, Hadi. 2022. Birokrasi dan Pelayanan Publik. Bandung: Bimedia Pustaka
Utama
74
88 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Supaya mudah dan terarahnya pelaksanaan reformasi ini, maka
pemerintah Indonesia membuat suatu regulasi tentang reformasi
birokrasi yang termuat dalam Peraturan Presiden75 dan diteruskan
dalam peraturan-peraturan teknis lainnya. Pada grand design reformasi
birokrasi bahwa pemerintah pusat hingga pemerintah daerah wajib
melakukan perubahan pada beberapa area yang diantaranya adalah
sebagai berikut
AREA ORGANISASI
Organisasi di sini adalah organisasi pemerintah yang terdiri dari
organisasi pemerintah tingkat pusat hingga organisasi pemerintah
tingkat daerah. Kesemua organisasi ini secara internal harus ditata
dengan proporsional yaitu tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing)
sehingga terwujudnya organisasi yang efektif dan efisien. Adapun target
atau sasaran yang harus dicapai pada area ini adalah:
a.
b.
Menurunnya tumpang tindih tugas dan fungsi pada internal
organisasi, karena adanya 1) pembagian tugas dan fungsi yang
jelas pada struktur organisasi; dan 2) terbentuknya organisasi
dengan ukuran yang tepat.
Meningkatnya kapasitas organisasi dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsi, yaitu seperti 1) terbentuknya unit kerja yang
menangani kepegawaian, kehumasan, dan diklat; dan 2)
terselenggaranya koordinasi antar unit organisasi.76
AREA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan perundangan-undangan merupakan aturan-aturan
tertulis yang secara yuridis digunakan dalam penyelenggaraan negara.
Adapun yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yaitu
terdiri dari:
75 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
76 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance)
dan Evaluasi Reformasi Birokrasi
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 89
a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI Tahun 1945);
c.
Undang-Undang (UU)/ Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (PERPU);
b.
d.
e.
f.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR);
Peraturan Pemerintah (PP);
Peraturan Presiden (PERPRES);
Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.77
(PERDA)
tingkat
Provinsi
maupun
Semua peraturan tersebut haruslah harmonis seperti yang
ditargetkan pada area ini yaitu:
a.
Menurunnya tumpang tindih dan disharmonisasi peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah, maka diperlukan beberapa hal seperti,
1)
Standar operasional prosedur
peraturan perundang-undangan;
3)
Pelaksanaan proses pengkajian dan penyusunan
peraturan perlu didukung routing slip/ simpulan/ laporan;
2)
4)
b.
(SOP)
penyusunan
SOP dapat mengakomodir langkah penyusunan peraturan
perundang-undangan yang tepat;
Dilakukan pemetaan terhadap peraturan perundangundangan yang tumpang tinding, disharmoni, dan multi
tafsir, kemudian hal tersebut segera ditangani.
Pengelolaan peraturan perundang-undangan yang efektif, yaitu
terarsip atau terindeksnya peraturan-peraturan tersebut
dengan tertib, lengkap, dan informatif.78
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
77
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance)
dan Evaluasi Reformasi Birokrasi
78
90 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
AREA TATA LAKSANA
Tata laksana merupakan sistem, proses, dan prosedur kerja pada
organisasi pemerintah. Adapun penyelenggaraan ketatalaksanaan ini
haruslah jelas, efektif, efisien, dan terukur sesuai dengan prinsip-prinsip
good governance sebagai berikut79:
a.
Partisipasi masyarakat;
c.
Transparansi dalam menyampaikan informasi;
b.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Kepastian hukum;
Daya tanggap dalam bekerja melayani masyarakat;
Konsensus yaitu pemerintah sebagai penengah dalam
menangani masalah kepentingan berbagai pihak berbeda
hingga mencapai kesepakatan;
Berkeadilan bagi semua masyarakat;
Efektif dan Efisien yaitu semua kegiatan pemerintahan harus
memberikan manfaat yang sesuai dengan kebutuhan dan
mampu memanfaatkan dengan baik sumber daya yang ada;
Akuntabilitas yaitu memiliki pertanggungjawaban kepada
publik;
Visi strategis yaitu pemerintah dan masyarakat memiliki sudut
pandang yang luas dan jangka panjang untuk mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik.
Terwujudnya tujuan dari reformasi birokrasi, maka pada area
penataan ketatalaksanaan perlu memenuhi target sebagai berikut:
a.
b.
Penggunaan
teknologi
informasi
dalam
penyelenggaraan manajemen pemerintahan.
proses
Manajemen pemerintahan yang efektif dan efisien dengan
terlaksananya seluruh tugas dan fungsi organisasi sesuai
dengan aturan yang telah diformalkan;
79 Khairudi, Soewita, dan Aminah. 2021. Potret Kepercayaan Publik, Good Governance,
dan E-Government di Indonesia. Banyumas: CV Amerta Media
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 91
c.
Meningkatnya kinerja di pemerintahan.80
AREA SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR
Sumber daya manusia aparatur merupakan aparatur sipil negara
(ASN) yang bekerja pada organisasi pemerintah. ASN merupakan
anggota organisasi pemerintah yang memiliki tugas untuk menjalankan
kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam organisasi, seperti mengelola
organisasi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai
aktor penggerak terwujudnya reformasi birokrasi, maka para ASN harus
profesional dan memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya. Maka dari
itu, pada area perubahan ini terdapat sasaran yang harus dicapai,
diantaranya adalah:
a.
Pengelolaan SDM Aparatur yang sesuai dengan peraturan
perundang-undang;
c.
Meningkatnya disiplin SDM Aparatur sesuai dengan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil (PNS);
b.
d.
e.
Pengelolaan SDM Aparatur yang transparan dan akuntabel,
mulai dari tahapan rekrutmen, pengaturan pola karir, mutasi
dan promosi, kompensasi, hingga pensiun;
Manajemen SDM Aparatur yang efektif;
SDM Aparatur yang profesional.81
AREA PENGAWASAN
Pada proses penyelenggaraan pemerintahan terdapat tahapan
pengawasan yang juga perlu ditata agar tidak terjadi dan segera
diperbaiki jika terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya yaitu
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas praktik korupsi,
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance)
dan Evaluasi Reformasi Birokrasi
80
81
Ibid.
92 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
kolusi, dan nepotisme (KKN). Target yang harus dicapai dalam penataan
pengawasan ini adalah:
1.
2.
3.
4.
Pengelolaan keuangan negara berlandaskan pada PP Nomor 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP);
Pengelolaan keuangan negara yang efektif yaitu adanya
kesesuaian antara rencana dan penggunaan anggaran;
Meningkatkan atau mempertahankan opini Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) menjadi opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP).
Opini BPK merupakan pendapat profesional pemeriksa tentang
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan. Adapun jenis-jenis opini BPK sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah opini yang
menyatakan bahwa item-item pada laporan keuangan
entitas disajikan secara lengkap dan tidak ada yang salah
atau wajar sesuai dengan Sistem Akuntansi Pemerintah
(SAP).
Opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) adalah opini
yang menyatakan bahwa item-item pada laporan
keuangan entitas lengkap sesuai SAP, namun ada beberapa
item yang salah saji dan entitas harus bisa menjelaskan
kesalahan tersebut.
Opini Tidak Wajar adalah opini yang menyatakan bahwa
item-item pada laporan keuangan entitas tidak lengkap
dan terdapat banyak salah saji sehingga dianggap tidak
wajar.
Pernyataan menolak memberikan opini karena
penyelenggara keuangan tidak menunjukan bukti-bukti
terkait laporan keuangan yang diperlukan oleh
pemeriksa.82
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
82
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 93
e.
Berkurang atau tidak tentang adanya penyalahgunaan
wewenang.83
AREA AKUNTABILITAS
Akuntabilitas itu merupakan suatu tugas pertanggungjawaban yang
harus dikerjakan oleh pemerintah dalam menyelenggarakan
pemerintahan dan bahkan tugas ini merupakan salah satu prinsip untuk
mewujudkan good governance, maka dari itu diperlukannya peningkatan
kapasitas dan akuntabilitas kinerja pemerintah. Pada area peningkatan
akuntabilitas terdapat target yang harus dicapai yaitu sebagai berikut:
1.
2.
Meningkatnya kinerja organisasi pemerintah, yang ditandai
dengan tersusunnya dan terlaksanannya Indikator Kinerja
Utama (IKU)
Meningkatnya
pelaksanaan
akuntabilitas
organisasi
pemerintah yang dapat dilihat dari adanya Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP) yang
terukur dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintahan (LAKIP) yang berkualitas.
AREA PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan publik merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
publik secara intensif. Pelayanan publik merupakan kegiatan birokrasi
yang paling dekat dengan masyarakat dan bahkan dari pelayanan publik
inilah dapat dinilai bagaimana citra birokrasi. Karena hal ini, pelayanan
publik termasuk dalam area perubahan reformasi birokrasi yang harus
ditingkatkan menjadi pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan
masyarakat. Target yang harus dicapai untuk mewujudkan pelayanan
publik prima adalah:84
83
Ibid.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance)
dan Evaluasi Reformasi Birokrasi
84
94 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
1.
Meningkatnya kualitas pelayanan publik menjadi lebih cepat,
murah, aman, terjangkau, pasti, dan jelas;
3.
Meningkatnya
indeks
kepuasan
Meningkatnya IKM dapat dilihat dari:
2.
Meningkatnya jumlah unit
pelayanan internasional;
1)
2)
4.
pelayanan
yang
berstandar
masyarakat
(IKM).
Terlaksananya metode survey kepuasan pelanggan yang
efektif;
Organisasi pemerintah penyelenggara pelayanan publik
memiliki sistem penanganan keluhan, saran, dan
masukan;
Organisasi memiliki citra yang baik.
AREA POLA PIKIR DAN BUDAYA KERJA
Area yang perlu dilakukan perubahan dalam reformasi birokrasi
adalah pola pikir dan budaya kerja karena jika semua area berposes
dilakukannya perubahan atau penataan, namun area ini tidak diubah
maka akan menghambat perubahan pada area yang lain.
Kondisi saat ini, paradigma tentang tata kelola pemerintahan bukan
lagi perihal tentang pemenuhan kebutuhan pemimpin dan hanya
pemerintah beserta aparaturnya saja yang bisa menyelenggarakannya,
tetapi semua masyarakat dapat ikut serta dalam penyelenggaraannya
dan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bahkan
penataan pemerintahan juga dipengaruhi dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang sangat mutakhir.
Kondisi-kondisi tersebut jadi mempengaruhi pemerintah untuk
mengubah pola pikir dan kebiasaan kerja menjadi lebih produktif dan
berintegritas tinggi dalam bekerja. Adapun target yang perlu dicapai
pada area ini adalah;
1.
Komitmen pimpinan dan aparatur pemerintahan dalam
melakukan reformasi birokrasi dengan membentuk Tim
manajemen perubahan, menyusun strategi pelaksanaan dan
komunikasi manajemen perubahan.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 95
2.
Berubahnya pola pikir dan budaya kerja organisasi pemerintah
sesuai dengan yang diinginkan dari tujuan dan sasaran
reformasi birokrasi;
3.
Berkurangnya resiko kegagalan karena adanya penerimaan
terhadap perubahan.85
Delapan area perubahan yang telah ditetapkan dalam Grand Design
Reformasi Birokrasi menjadi fokus bagi pemerintah pada organisasi
tingkat pusat hingga organisasi tingkat daerah dalam mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Setiap area
perubahan memiliki harapan perubahan dan caranya masing-masing
namun saling berkesinambungan untuk mencapai tujuan dari reformasi
birokrasi.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance)
dan Evaluasi Reformasi Birokrasi
85
96 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
MEROMBAK JERAT BIROKRASI
RED TAPE: MENGENALI AKAR
PERMASALAHAN DAN
MEMBANGUN SOLUSI
YANG BERKELANJUTAN
Dr. Elisa Susanti, S.IP., M.Si.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 97
Sampai saat ini birokrasi masih dipandang masyarakat sebagai suatu
tindakan yang menyusahkan. Birokrasi berbelit-belit (red tape)
merupakan salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh
Indonesia. Tindakan ini seringkali menghambat efisiensi dan efektivitas
pemerintahan.
Proses pengambilan keputusan yang lambat dan berbelit-belit
dapat menghambat pembangunan dan inovasi di berbagai sektor86.
Selain itu, birokrasi yang berbelit-belit dapat menyebabkan peningkatan
biaya dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan berbagai
prosedur administratif. Hal ini dapat menjadi hambatan bagi bisnis dan
investasi di Indonesia87.
Indek daya saing global Indonesia tahun 2023 saat ini berada di
posisi 34. Dapat dikatakan masih dibawah nilai rata-rata. Meskipun
terjadi kenaikan dari peringkat tahun sebelumnya dari posisi 44. Data
update terakhir mengenai indeks efektivitas kinerja pemerintah oleh
bank dunia juga masih dibawah negara tetangga Malaysia dan
Singapura88
Grafik 1
Government effectiveness index Indonesia
86 Dwiyanto et al., "Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif
Administrasi Publik," Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi (2002).
doi:10.20473/jiao.v9i1.2002.1-14
87 Thoha, "Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tantangan dan Harapan," Jurnal
Birokrasi dan Pemerintahan Lokal (2012). doi:10.20473/jbpl.v1i1.2012.1-14
88
Dapat diakses di https://www.theglobaleconomy.com/
98 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Grafik 2
Government effectiveness index Malaysia
Grafik 3
Government effectiveness index Singapura
Dari gambar grafik diatas memang perlu saatnya untuk
mempercepat birokrasi di Indonesia dengan serius untuk dapat bersaing
di kancah internasional. Ketika proses-proses yang harusnya sederhana
dan cepat malah berubah menjadi panjang dan rumit karena adanya red
tape, hasilnya adalah penghambatan efisiensi di berbagai aspek
kehidupan. Pelaku bisnis harus melewati berbagai izin, persetujuan, dan
prosedur yang memakan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun,
yang akhirnya melambatkan pertumbuhan dan pengembangan bisnis.
Selain itu, birokrasi red tape juga menjadi hambatan besar dalam
mendorong inovasi di berbagai sektor, termasuk industri kreatif dan
teknologi. Mereka terjebak dalam proses birokrasi yang rumit dan
berlarut-larut, menghabiskan banyak waktu dan sumber daya untuk
memenuhi persyaratan administrasi, sehingga menghambat kemampuan
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 99
mereka untuk fokus pada pengembangan ide-ide baru89. Hal ini dapat
berdampak negatif pada kemampuan perusahaan untuk menciptakan
produk dan layanan yang unik dan berbeda.
Beberapa hasil kajian telah menunjukkan bahwa birokrasi yang
rumit dapat menjadi hambatan bagi inovasi. Dalam sebuah studi kajian
ditemukan bahwa adanya peraturan dan prosedur yang kompleks dalam
birokrasi dapat menghambat kemampuan organisasi untuk melakukan
inovasi.90 Selain itu, kajian lain menunjukkan bahwa adanya budaya
inovasi yang rendah dalam lembaga birokrasi juga dapat menjadi
penghambat bagi inovasi.91
Hal lain juga menunjukan, bahwa kepemimpinan yang tidak
mendukung inovasi juga dapat menjadi faktor penghambat. Hal ini
didukung dari hasil kajian yang menunjukkan bahwa kepemimpinan
transformasional yang mendorong inovasi dapat memiliki dampak
positif pada kinerja organisasi.92 Namun, jika kepemimpinan tidak
mendorong inovasi, hal ini dapat menghambat kemampuan organisasi
untuk menciptakan perubahan dan inovasi.
Selain faktor internal, faktor eksternal juga dapat mempengaruhi
kemampuan organisasi untuk melakukan inovasi. Misalnya, kolaborasi
dengan pihak eksternal dapat menjadi sumber inovasi yang penting bagi
organisasi.93 Namun, jika organisasi terkendala oleh birokrasi yang
Gemunden, H. G., Salomo, S., & Holzle, K. (2007). Role models for radical
innovations in times of open innovation. Creativity and Innovation Management,
16(4), 408-421. https://doi.org/10.1111/j.1467-8691.2007.00451.x
89
Damanpour, F., Szabat, K. A., & Evan, W. M. (1989). The relationship between types
of innovation and organizational performance. Journal of Management Studies,
26(6), 587-602. https://doi.org/10.1111/j.1467-6486.1989.tb00746.x
90
Alnuaimi, S. B. A. and Abdulhabib, A. A. A. (2023). The influence of service
innovation on police performance: an empirical investigation. International Journal
of Quality &Amp; Reliability Management. https://doi.org/10.1108/ijqrm-09-20220269
91
Morales, V. J. G., Matías‐Reche, F., & Hurtado‐Torres, N. E. (2008). Influence of
transformational leadership on organizational innovation and performance
depending on the level of organizational learning in the pharmaceutical sector.
Journal of Organizational Change Management, 21(2), 188-212.
https://doi.org/10.1108/09534810810856435
92
Ashok, M., Narula, R., & Martínez‐Noya, A. (2016). How do collaboration and
investments in knowledge management affect process innovation in services?.
93
100 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
rumit, kolaborasi tersebut dapat sulit dilakukan dan menghambat
kemampuan organisasi untuk memanfaatkan sumber daya eksternal.
Dalam konteks sektor publik, birokrasi juga dapat menjadi penghambat
inovasi. Penelitian menunjukkan bahwa inovasi dalam sektor publik
seringkali terhambat oleh proses birokrasi yang panjang dan
kompleks.94 Selain itu, adanya resistensi terhadap perubahan dan
ketidakmampuan untuk mengadopsi praktik manajemen pengetahuan
juga dapat menghambat inovasi dalam sektor publik.95
Dalam rangka mengatasi hambatan-hambatan ini, diperlukan upaya
untuk merombak sistem birokrasi yang rumit dan memperkuat budaya
inovasi dalam organisasi. Selain itu, kepemimpinan yang mendukung
inovasi dan kolaborasi dengan pihak eksternal juga dapat membantu
mendorong inovasi dalam organisasi.
MENGGALI AKAR KETIDAKPASTIAN HUKUM SEBAGAI PEMICU
UTAMA PERMASALAHAN RED TAPE
Peraturan yang kompleks dan sering berubah dapat menjadi
hambatan bagi para pelaku bisnis dalam memahami apa yang diizinkan
atau dilarang. Ketika peraturan terlalu kompleks dan sulit dipahami,
para pelaku bisnis mungkin kesulitan untuk mematuhi peraturan yang
berlaku. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
bisnis, serta menciptakan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan
para pelaku bisnis.96
Perubahan-perubahan yang konstan dalam peraturan juga dapat
menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian bagi para pelaku bisnis.
Journal of Knowledge Management, 20(5), 1004-1024.
https://doi.org/10.1108/jkm-11-2015-0429
94
Ibid.
Crosby, B. C., Hart, P. ‘., & Torfing, J. (2016). Public value creation through
collaborative innovation. Public Management Review, 19(5), 655-669.
https://doi.org/10.1080/14719037.2016.1192165
95
Gerstein, M., Kundaje, A., Hariharan, M., Landt, S. G., Yan, K., Cheng, C.,& Snyder, M.
(2012). Architecture of the human regulatory network derived from encode data.
Nature, 489(7414), 91-100. https://doi.org/10.1038/nature11245
96
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 101
Mereka mungkin merasa sulit untuk mengikuti perubahan-perubahan
yang sering terjadi dan menyesuaikan operasi mereka sesuai dengan
peraturan baru. Hal ini dapat menciptakan rasa ketidakstabilan dan
membuat bisnis sulit untuk merencanakan dan membuat keputusan
yang berdasarkan informasi.97
Dampak negatif dari peraturan yang kompleks dan selalu berubah
pada bisnis telah diakui dalam penelitian. Studi telah menunjukkan
bahwa kompleksitas regulasi dapat meningkatkan biaya kepatuhan bagi
bisnis, terutama bisnis kecil. Selain itu, ketidakpastian dan kebingungan
yang disebabkan oleh peraturan yang kompleks dapat menghambat
inovasi dan kewirausahaan.98
Ketika peraturan berubah secara terus-menerus, para pelaku usaha
harus terus memperbarui pengetahuan mereka tentang aturan-aturan
yang baru. Hal ini membutuhkan waktu, sumber daya, dan upaya yang
tidak sedikit. Selain itu, perubahan-perubahan tersebut juga dapat
mengganggu perencanaan dan strategi bisnis para pelaku usaha, karena
mereka harus terus beradaptasi dengan perubahan aturan yang terjadi.
Dampak dari peraturan yang kompleks dan sering berubah-ubah juga
dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan. Ketika para pelaku
usaha kesulitan dalam memahami dan mengikuti peraturan, hal ini
dapat menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
ketidakpastian hukum yang diakibatkan oleh peraturan yang sering
berubah juga dapat menciptakan iklim bisnis yang tidak stabil dan tidak
menarik bagi investor.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan
kebutuhan para pelaku usaha dan memastikan bahwa peraturan yang
dikeluarkan tidak terlalu kompleks dan tidak sering berubah-ubah.
peraturan yang kompleks dan selalu berubah dapat menciptakan
hambatan bagi para pelaku bisnis, menghambat pemahaman mereka
tentang apa yang diizinkan atau dilarang. Hal ini dapat menghambat
Bao, Y., Wang, L., & Sun, J. (2021). A small protein but with diverse roles: a review
of esxa in mycobacterium–host interaction. Cells, 10(7), 1645.
https://doi.org/10.3390/cells10071645
97
Zhao, B., Tumaneng, K., & Guan, K. (2011). The hippo pathway in organ size
control, tissue regeneration and stem cell self-renewal. Nature Cell Biology, 13(8),
877-883. https://doi.org/10.1038/ncb2303
98
102 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
pertumbuhan bisnis, menciptakan ketidakpastian hukum, serta
menimbulkan kebingungan dan ketidakstabilan. Para pembuat kebijakan
harus berusaha untuk menciptakan regulasi yang jelas dan sederhana
guna mendukung pengembangan bisnis dan inovasi.
SOLUSI PRAKTIS UNTUK MENGATASI KENDALA RED TAPE
Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan beberapa solusi yang
dapat memperbaiki sistem birokrasi yang ada. Pertama, perlu dilakukan
perubahan paradigma di kalangan birokrasi baik di tingkat pusat
maupun daerah. Perubahan ini meliputi perubahan mental, perilaku, dan
sistem birokrasi dari yang tradisional menjadi yang baru dan modern.
Birokrasi yang lambat, berbelit-belit, dan koruptif harus berubah
menjadi birokrasi yang melayani, tanggap, efisien, dan pro-investasi99.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengadopsi konsep birokrasi baru yang
lebih responsif dan proaktif dalam melayani masyarakat.
Kedua, diperlukan langkah-langkah debirokratisasi, deregulasi, dan
privatisasi dalam kegiatan pelayanan publik. Privatisasi dan koproduksi
dapat dilakukan dengan menyerahkan kewenangan penyediaan barang
dan jasa publik kepada sektor swasta. Debirokratisasi dilakukan dengan
memangkas struktur dan prosedur birokrasi yang berbelit-belit untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Reorganisasi juga
perlu dilakukan untuk menata ulang organisasi publik agar lebih
fleksibel100. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengurangi birokrasi
yang berbelit-belit dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Ketiga, perlu dilakukan reformasi administrasi negara untuk
meningkatkan kinerja pemerintah dan pelayanan publik. Reformasi
birokrasi harus diarahkan menuju peningkatan kinerja pemerintah yang
efektif dan akuntabel. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki
manajemen pelayanan publik dan meningkatkan kelembagaan, sumber
Rissy, Y. Y. W. (2021). Tantangan dan strategi pelaksanaan indonesia-australia
comprehensive economic partnership agreement (ia-cepa). Refleksi Hukum: Jurnal
Ilmu Hukum, 5(2), 179-198. https://doi.org/10.24246/jrh.2021.v5.i2.p179-198
99
Ramdani, R. (2020). Karakter birokrasi pemerintahan dalam pelayanan perizinan
mendirikan bangunan di dinas penanaman modal pelayanan terpadu satu pintu
kabupaten karawang. KEMUDI : Jurnal Ilmu Pemerintahan, 4(2), 256-274.
https://doi.org/10.31629/kemudi.v4i2.1919
100
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 103
daya manusia, dan ketatalaksanaan dalam birokrasi101. Reformasi ini
bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang prima dan berkualitas
dalam
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat.
Dalam
mengimplementasikan solusi-solusi tersebut, perlu adanya komunikasi
antar organisasi dan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta.
Implementasi kebijakan dan komunikasi antar organisasi dapat
membantu dalam optimalisasi kelembagaan pelayanan publik.
Terakhir, perlu juga adanya pengurangan biaya dan waktu dalam
proses perizinan investasi. Hal ini dapat dilakukan dengan
memperpendek jalur birokrasi yang panjang dan berbelit-belit serta
meningkatkan efektivitas kontrol dalam pelayanan publik.102 Dengan
demikian, birokrasi yang berbelit-belit dapat diatasi dan pelayanan
publik dapat menjadi lebih efisien dan efektif.
Sebagai tambahan catatan untuk mengatasi masalah red tape,
penting bagi para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan
dampak peraturan pada bisnis dan berusaha untuk menciptakan
kerangka kerja regulasi yang jelas dan sederhana. Memberikan panduan
yang jelas dan memastikan transparansi dalam proses regulasi dapat
membantu para pelaku bisnis memahami dan mematuhi peraturan
dengan lebih efektif. Konsultasi secara berkala dengan para pemangku
kepentingan dan peluang untuk memberikan masukan juga dapat
berkontribusi pada pengembangan regulasi yang lebih efektif dan ramah
bisnis.103
Dalam beberapa paragraf terakhir ini, Dalam rangka menghadapi
permasalahan yang melibatkan birokrasi berbelit-belit, ketidakpastian
hukum, dan dampak negatifnya terhadap efisiensi pemerintahan,
Wibowo, A. A. and Kertati, I. (2022). Reformasi birokrasi dan pelayanan publik.
Public Service and Governance Journal, 3(01), 01.
https://doi.org/10.56444/psgj.v3i01.2785
101
Widaningsih, M., Vebritha, S., & Muharam, H. (2022). Implementasi kebijakan dan
komunikasi antar organisasi dalam optimalisasi kelembagaan dinas perijinan dan
penanaman modal. Journal of Social and Policy Issues, 168-175.
https://doi.org/10.58835/jspi.v2i4.76
102
Barsky, R. and Sims, E. R. (2012). Information, animal spirits, and the meaning of
innovations in consumer confidence. American Economic Review, 102(4), 13431377. https://doi.org/10.1257/aer.102.4.1343
103
104 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
pertumbuhan ekonomi, serta inovasi, langkah-langkah perubahan yang
menyeluruh diperlukan.
Upaya memperbaiki sistem birokrasi dan mengejar ketertinggalan
dalam Indeks Daya Saing Global harus menjadi prioritas. Solusi
melibatkan perubahan paradigma birokrasi, debirokratisasi, deregulasi,
privatisasi, dan reformasi administrasi negara. Dalam konteks investasi,
perizinan harus disederhanakan dan dipercepat untuk mendukung
pertumbuhan bisnis dan daya tarik investasi.
Pentingnya komunikasi dan kolaborasi antara sektor publik dan
swasta juga tak terbantahkan. Hanya dengan kerjasama yang kokoh,
negara dapat menghadapi tantangan red tape secara efektif. Dalam
upaya meraih keberhasilan, perubahan bukanlah tugas yang ringan,
tetapi dengan keseriusan dan tekad bersama, diharapkan perubahan
yang signifikan dapat tercapai.
Ketika tindakan nyata diambil, dan sistem birokrasi yang lebih
ramah bisnis terwujud, Indonesia akan mampu meraih potensinya
sebagai negara yang kompetitif secara global dan mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Itulah tantangan, tapi juga
peluang yang ada di hadapan kita, dan dengan langkah-langkah yang
tepat, kita dapat mengatasi permasalahan red tape dan membawa
Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah dan dinamis.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 105
KORUPSI TUMBUH SUBUR:
QUO VADIS ETIKA PEJABAT
PUBLIK?
Mutmainnah, S.IP., MPA
106 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
B
eberapa bulan lalu, publik dikejutkan oleh peristiwa
penganiayaan yang melibatkan putra salah seorang pejabat
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terhadap
anak petinggi Anshor, yang mengakibatkan anak tersebut koma dalam
waktu yang cukup lama. Buntut dari penganiayaan tersebut, pelaku
diamankan oleh pihak kepolisian. Tidak hanya itu, orang tuanya yang tak
lain adalah seorang pejabat publik juga ikut menjadi sorotan.
Salah satu yang paling disoroti publik adalah kekayaan yang dimiliki
oleh sang pejabat. Dari hasil penelusuran yang dilakukan, diketahui
bahwa berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
(LHKPN) tahun 2021, harta kekayaan pejabat DJP tersebut mencapai RP
56 miliar, sebuah angka yang cukup fantastis dan tidak wajar menurut
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengingat profil sang pejabat
sebagai Kepala Bagian Umum di Kantor Wilayah DJP Jakarta II.
Ketidakwajaran ini mendorong KPK untuk melakukan penyelidikan
dengan meminta sang pejabat untuk melakukan klarifikasi. Hasil
klarifikasi kemudian mengungkap adanya korupsi yang akhirnya
menetapkan sang pejabat sebagai tersangka dalam dua kasus sekaligus
yaitu gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)104. Tidak
cukup sampai disitu, dari hasil penelusuran juga diketahui bahwa
kegemaran istri sang pejabat adalah mengoleksi tas mewah atau
branded bernilai ratusan juta rupiah.
Berselang beberapa hari setelah kejadian tersebut, publik kembali
dihebohkan oleh berita mengenai perilaku Kepala Kantor Bea Cukai
Yogyakarta yang juga hobi mengoleksi dan memamerkan motor gede
Harley Davidson dan kendaran mewah miliknya105, akibatnya, Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai melalui Direktorat Kepatuhan Internal dan
Sekretariat DJBC melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan,
dan untuk memudahkan pemeriksaan terhadap sang pejabat, yang
bersangkutan pun dicopot dari jabatannya. Kasus yang terbaru, adalah
dugaan korupsi berjamaah terkait pungutan pendaftaran IMEI
handphone dari luar negeri oleh pegawai Ditjen Bea Cukai yang
melibatkan pegawai Bea Cukai dari tingkat menengah hingga pejabat
104
105
Dapat dilihat di News.detik.com
Dapat dilihat di Kompas.com
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 107
dengan pangkat Eselon III106. Ironis memang, sekali lagi terjadi pada
pejabat tinggi dibawah naungan Kementerian Keuangan yang jika ditarik
kebelakang, telah menggaungkan reformasi birokrasi dan remunerasi
sejak tahun 2015.
Selain pejabat Kementerian Keuangan, kasus korupsi lainnya yang
juga melibatkan pejabat publik adalah kasus dugaan suap proyek
pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api, yang melibatkan
pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian
Perhubungan. Dalam kasus tersebut KPK menetapkan 10 orang
tersangka termasuk diantaranya Direktur Prasarana Perkeretaapian.
Belum lagi kasus-kasus lainnya yang melibatkan ratusan wakil rakyat
yang terhormat. Data dari KPK menyebutkan bahwa selama tahun 2004
hingga tahun 2023, terdapat sejumlah 310 anggota DPR/DPRD yang
tersangkut kasus korupsi. Jumlah ini adalah peringkat kedua tertinggi
menyusul 372 orang jumlah pelaku korupsi di sektor swasta. Sebuah
fakta yang membuat publik muak dengan perilaku pejabat publik di
negeri ini.
Masifnya pelanggaran hukum oleh pejabat publik terutama dalam
kasus korupsi, menunjukan betapa penting dan mendesaknya
penegakan etika pejabat publik. Denhardt (Keban, 2008)
mengemukakan bahwa dalam teori ilmu administrasi, etika publik
diartikan sebagai kode etik/etika jabatan ataupun etika pejabat publik
(professional standards). Ia juga menyebutkan bahwa etika pejabat
publik berhubungan dengan moralitas (right rules of conduct) atau
aturan berperilaku (baik-buruk) yang harus dipatuhi oleh pejabat107.
Sementara itu, menurut Dwiyanto (2002), etika dalam konteks
birokrasi merupakan suatu panduan norma bagi aparat birokrasi dalam
menjalankan tugas pelayanan terhadap masyarakat atau publik. Etika
birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan organisasinya.
Dalam hal ini, etika harus diarahkan pada alternatif atau pilihanpilihan kebijakan yang betul-betul memprioritaskan kepentingan
106
Dapat dilihat di Tribunneswiki.com
Denhardt, Janet V. Denhardt and Robert B. 2011. New Public Service. Armonk, New
York London, England: M.E. Sharpe.
107
108 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
publik108. Adapun Aktan (2015) berpendapat bahwa etika administrasi
publik menekankan pentingnya transparansi guna mencegah terjadinya
korupsi. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai etika pejabat publik,
mari kita pahami terlebih dahulu apa itu korupsi.
MEMAHAMI KORUPSI
Menurut Jahja (2012) terminologi korupsi berasal dari bahasa latin
yaitu corruptio atau corruptus yang berasal dari bahasa Latin yang lebih
tua corrumpere. Istilah korupsi dalam bahasa Inggris corruption dan
corrupt, dalam bahasa Perancis corruption dan dalam bahasa Belanda
corruptie yang menjadi kata korupsi dalam bahasa Indonesia109.
Adapun menurut Henry Campbell Black dalam Black's Law
Dictionary “An act is done with an intention to give some one advantage
inconsistent with official duty and the rights of the others. The act of an
official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station
or character to procure some benefit for himself or for another person,
contrary to duty and the rights of others”. Korupsi adalah suatu
perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan beberapa
keuntungan yang bertentangan dengan tugas dan hak orang lain.
Perbuatan seorang pejabat atau seorang pemegang kepercayaan yang
secara bertentangan dengan hukum, secara keliru menggunakan
kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri
atau untuk orang lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain110.
Selanjutnya, The Australian Legal Dictionary menyebutkan bahwa
korupsi dapat diartikan sebagai generally and conduct, for where in
return a consideration, a person does or neglects to do, an act in
contravention of his or her public duties. Korupsi merupakan setiap
perbuatan seseorang yang bertentangan dengan tanggung jawab
Agus Dwiyanto, 2002, Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, PSKK-UGM,
Yogyakarta.
108
Jahja, Juni, Sjafrien. 2012. Say No to Korupsi: Mengenal, Mencegah dan
Memberantas Korupsi di Indonesia. Transmedia Pustaka. Jakarta.
109
Henry Campbell Black, M.A, Black’s Law Dictionary (St, Paul, Minn, West,
Publishing Co) Sixth Edition. 1990, hal. 1990, 345.
110
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 109
publiknya untuk mendapatkan imbalan111. Adapun secara normatif,
dalam UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara garis
besar korupsi dibagi kedalam tujuh pengertian antara lain: perbuatan
yang merugikan negara, suap, gratifikasi, penggelapan dalam jabatan,
pemerasan, perbuatan curang, dan benturan kepentingan dalam
pengadaan.
Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas dan jika dilihat dari
sisi kepentingan nasional, maka sangat jelas bahwa perilaku korupsi
adalah sebuah pelanggaran etika yang sangat merugikan negara dan
akan berdampak pada terhambatnya upaya pencapaian tujuan dan
pembangunan nasional yakni mewujudkan kehidupan masyarakat yang
lebih sejahtera, adil dan makmur. Oleh karena itu menjadi sebuah
keniscayaan untuk dilakukannya penegakkan etika publik dengan
sungguh-sungguh. Berbicara mengenai upaya penegakan etika pejabat
publik, sebetulnya hal ini sudah dimulai dengan diterbitkannya berbagai
peraturan perundang-undangan yang menunjukkan sebuah kemauan
politik untuk menegakkan etika pejabat negara.
Peraturan-peraturan yang dimaksud mulai dari Falsafah Pancasila
dan Konstitusi/ UUD 1945 Negara RI; kemudian TAP MPR No.
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; lalu UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme dan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU
No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (LN No. 169 dan
Tambahan LN No. 3090); kemudian UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2005 dan
UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah; serta Peraturan
Pemerintah (PP) No. 60 tentang Disiplin Pegawai Negeri.
Pada intinya, etika atau panduan bagaimana seharusnya pejabat
publik bersikap sebagai seorang pejabat publik telah diatur sedemikian
rupa dalam berbagai peraturan sebagaimana disebutkan diatas, mulai
dari bagaimana harus bersifat jujur, adil, transparan, bertanggung jawab
dan lain sebagainya. Namun permasalahannya adalah pada pelaksanaan
atau implementasinya. Dengan demikian, yang seharusnya menjadi
111
65.
Stewphen Marantelli & Cellia Tikothin, The Australian Legal Dictionary, 1985, hal
110 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
perhatian adalah bagaimana menegakkan etika atau aturan-aturan yang
telah ada tersebut.
Dalam hal ini diperlukan sinergitas antar semua unsur. Baik unsur
personal atau kesadaran etis dari pribadi pejabat publik tersebut
maupun unsur lingkungan atau faktor eksternal yang mendukung.
Kesadaran etis yang dimaksud disini adalah kesadaran dalam diri para
pejabat publik tentang apa yang benar dan salah, apa yang baik dan
sebaliknya, serta apa yang tepat dan tidak tepat untuk dilakukan.
Kesadaran ini dimiliki oleh setiap manusia yang membedakannya
dengan makhluk lainnya.
Adapun faktor eksternal yang mendukung adalah konsistensi
berbagai institusi dalam upaya penegakan etika publik. Tidak bisa
misalnya penegakan etika hanya diperjuangkan dan disuarakan oleh
salah satu institusi misalnya saja KPK, tapi pada waktu yang bersamaan
institusi yang lain misalnya tetap memberikan ruang dan toleransi pada
para mantan narapidana korupsi untuk kembali menduduki jabatan
publik tertentu.
PENEGAKAN ETIKA PEJABAT PUBLIK
Praktik korupsi terjadi bukan hanya disebabkan oleh besarnya
otoritas atau kewenangan yang dimiliki oleh pejabat publik, melainkan
juga karena pelanggaran terhadap nilai-nilai etika publik. Nilai-nilai
etika publik yang dimaksudkan disini adalah nilai-nilai sebagaimana
tertuang dalam peraturan dan ketetapan pemerintah yang pada intinya
menjunjung tinggi nilai-nilai integritas berbangsa dan bernegara yang
berorientasi pada nilai kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas,
disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung
jawab, menjaga kehormatan, serta martabat diri sebagai warga negara.
Nilai-nilai tersebut jika ditegakkan dalam implementasinya sebenarnya
mampu mengurangi tingkat korupsi yang ada, akan tetapi hal ini juga
dipengaruhi oleh budaya dan pribadi individu. Etika yang telah disusun
sedemikian rupa tidak akan berjalan apabila budaya dan kebiasaan
orang-orang di lingkup pemerintahan yang terbiasa dengan korupsi
tidak berubah. Seorang pejabat publik hendaknya memiliki kesadaran
etis. Kesadaran bahwa dirinya adalah seorang pejabat dengan amanah
dan tanggung jawab publik yang besar dan amat mulia, dan karenanya ia
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 111
harus jelas untuk hidup sesuai dengan peranannya itu. Kesadaran etis
tersebut, akan membuat pejabat publik mampu menomorsatukan
kepentingan publik diatas kepentingan-kepentingan lainnya. Integritas
ini menjadi basis untuk melakukan dan mengemban amanat yang
diamanatkan kepadanya. Konsep kesadaran etis ini juga selaras dengan
konsep perubahan dalam Al-quran surah Ar-ra’du ayat 11 yang artinya
sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Starting point konsep perubahan dalam Al Qur'an adalah dari
bawah, dari level personal pejabat publik. Tetapi karena proses
perubahan dari bawah akan memakan waktu yang cukup lama, maka
untuk mengakselerasi proses tersebut dibutuhkan power atau kekuatan
lebih. Oleh karena itu, dalam tulisan ini konsep penguatan etika pejabat
publik dalam upaya pencegahan korupsi juga dapat merujuk pada
konsep berpikir Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD, 1996). Konsep ini menekankan pada tiga infrastruktur etika
yaitu: Pedoman, Sistem Pengendalian, dan Pengelolaan. Pedoman,
mengatur kode etik, internalisasi kode etik dan komitmen pemimpin.
Sistem pengendalian mengatur kerangka peraturan perundangan, sistem
akuntabilitas, dan pengawasan masyarakat. Sementara pengelolaan
mengatur bagaimana sebaiknya manajemen PNS dilaksanakan, mulai
dari proses rekrutmen sampai dengan pensiun, termasuk pengaturan
sistem remunerasi, serta pengelolaan lembaga/unit kerja yang
bertanggungjawab dalam penguatan etika dan integritas birokrasi
pemerintahan112. Dengan penguatan pada tiga infrastruktur tersebut,
maka harapan tegaknya etika pejabat publik dapat terwujud terutama
dalam kerangka pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sedarmayanti, H., & Nurliawati, N. (2012). Strategi Penguatan Etika dan Integritas
Birokrasi dalam Rangka Pencegahan Korupsi Guna Meningkatkan Kualitas
Pelayanan. Jurnal Ilmu Administrasi, 9(3), 337–361.
112
112 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
PERAN BIROKRASI DALAM
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
MELALUI BADAN USAHA MILIK
DESA (BUMD)
Rohim S.Sos., M.Si.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 113
B
an Ki-moon pernah mengatakan: Kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan telah menjadi prioritas utama saya
sejak hari pertama sebagai Sekretaris Jenderal. Saya
berkomitmen untuk memastikan bahwa PBB memimpin dengan
memberi contoh.
Pemberdayaan perempuan adalah salah satu aspek kunci
pembangunan berkelanjutan. Perempuan mempunyai potensi besar
untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan politik
negara. Namun, perempuan seringkali menghadapi berbagai kendala
dan hambatan dalam mengakses sumber daya dan peluang.
Dalam konteks pemberdayaan perempuan di tingkat desa, birokrasi
dan Badan Usaha Desa (BUMDes) mempunyai peranan yang sangat
penting. Bagian ini membahas tentang peran birokrasi, BUMDes, dan
pemberdayaan perempuan dalam pembangunan desa.
KONSEP DAN PENTINGNYA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat,
dengan atau tanpa dukungan pihak luar, untuk memperbaiki
kehidupannya yang berbasis kepada daya mereka sendiri, melalui upaya
optimasi daya serta peningkatan posisi tawar yang dimiliki.113
Pemberdayaan perempuan adalah proses memberikan akses,
kontrol dan kesempatan yang setara kepada perempuan di berbagai
bidang kehidupan. Pemberdayaan perempuan mempunyai dampak
positif terhadap pembangunan keluarga, komunitas dan bangsa secara
keseluruhan.
Upaya pemberdayaan perempuan Indonesia dalam pembangunan
merupakan bagian integral dari proses pembangunan nasional.
Pemberdayaan
perempuan
di
berbagai
bidang
kehidupan
mencerminkan persamaan hak, kewajiban, peran dan peluang antara
kedua belah pihak, sejalan dengan filosofi dan budaya nasional, serta
berupaya mencapai kesetaraan dan kesetaraan gender. Kesetaraan
gender merupakan suatu kondisi dinamis dimana laki-laki dan
perempuan mempunyai hak, tugas, peran dan kesempatan berdasarkan
113
Totok Mardikanto, P. S. (2019). Pemberdayaan Masyarakat. Alfabeta.
114 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
rasa saling menghormati dan menghargai serta saling mendukung dalam
berbagai bidang.
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI TINGKAT DESA
Pemberdayaan perempuan di tingkat desa memiliki berbagai
dimensi yang meliputi aspek ekonomi, sosial dan politik. Hal ini
mencakup akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi,
pendidikan, layanan kesehatan, dan partisipasi dalam proses
pengambilan keputusan di tingkat desa. berikut ini bentuk-bentuk
pemberdayaan perempuan tingkat desa yang bisa diterapkan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Pelatihan keterampilan: Program kualifikasi bagi perempuan
dapat ditawarkan di tingkat desa. Hal ini dapat mencakup
pelatihan di berbagai bidang seperti kerajinan tangan,
pertanian organik, pengolahan makanan, dan teknologi
informasi. Jenis pelatihan ini membantu perempuan
mengembangkan keterampilan yang dapat mereka gunakan
untuk menghasilkan pendapatan tambahan atau memulai
usaha kecil-kecilan.
Koperasi perempuan: Membentuk koperasi dan kelompok
usaha bersama perempuan desa dapat menjadi sarana
pemberdayaan ekonomi yang efektif. Koperasi ini
memungkinkan perempuan untuk berinvestasi bersama,
menjual produknya, dan berbagi keuntungan. Selain itu, Anda
akan memiliki akses ke lebih banyak sumber daya dan peluang
bisnis yang lebih baik.
Pendidikan dan kesadaran: Kampanye pendidikan dan
kesadaran di desa membantu perempuan memahami hak-hak
mereka, termasuk hak atas pendidikan, kesehatan, dan
partisipasi dalam pengambilan keputusan lokal. Hal ini dapat
dilakukan melalui lokakarya, seminar dan pembelajaran di
sekolah desa.
Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana: Program
kesehatan reproduksi dan keluarga berencana membantu
perempuan mengendalikan tubuh mereka dan mengambil
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 115
5.
6.
7.
8.
keputusan mengenai jumlah dan jarak kelahiran anak. Hal ini
meningkatkan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan dan
memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi lebih aktif
dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
Pemberdayaan politik: Mendorong partisipasi perempuan
dalam politik lokal merupakan langkah penting menuju
pemberdayaan perempuan di tingkat desa. Hal ini dapat
mencakup pelatihan kepemimpinan, dukungan terhadap calon
perempuan, dan kampanye untuk meningkatkan jumlah
perempuan di dewan desa dan badan pengambil keputusan
lainnya.
Akses ke sumber daya: Ini merupakan langkah penting untuk
memastikan perempuan memiliki akses yang setara terhadap
sumber daya seperti tanah, air, dan keuangan. Hal ini dapat
mencakup kebijakan yang mendukung kepemilikan lahan
perempuan dan program yang memberikan perempuan akses
terhadap teknologi pertanian modern.
Jejaring sosial dan dukungan: Membangun jaringan dan
dukungan sosial di kalangan perempuan desa dapat memberi
mereka kepercayaan diri dan dukungan untuk mengatasi
tantangan. Hal ini dapat mencakup kelompok perempuan,
forum komunitas, dan kelompok diskusi rutin.
Penghapusan kekerasan terhadap perempuan: Penting untuk
mendidik masyarakat mengenai risiko dan akibat kekerasan
terhadap perempuan dan memberikan layanan dukungan dan
perlindungan kepada perempuan yang menjadi korban
kekerasan.
Pemberdayaan perempuan di tingkat desa merupakan langkah
penting untuk mengatasi kesenjangan gender, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mendorong pembangunan berkelanjutan
di tingkat lokal. Program-program ini harus disesuaikan dengan
kebutuhan, budaya, dan keadaan spesifik masing-masing desa.
116 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
PERAN BIROKRASI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Birokrasi adalah suatu organisasi formal yang diselenggarakan
berdasarkan aturan, bagian, unsur yang terdiri dari pakar terlatih.
Biasanya organisasi yang memiliki pemusatan kewibawaan yang
menekankan unsur tata Susila, pengetahuan teknis, dan tata cara
impersonal. 114
Pemberdayaan perempuan merupakan proses penting dalam upaya
mencapai kesetaraan gender dan meningkatkan kualitas hidup
perempuan. Birokrasi sebagai suatu sistem administrasi nasional
mempunyai peranan penting dalam mendukung pemberdayaan
perempuan. Dalam konteks ini, peran birokrasi dapat dikategorikan ke
dalam beberapa aspek utama.
1.
2.
3.
4.
5.
Pembentukan Kebijakan: Birokrasi memainkan peran penting
dalam perancangan, pengembangan, dan implementasi
kebijakan yang mendukung pemberdayaan perempuan. Hal ini
mencakup kebijakan di bidang pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan dan hak-hak perempuan.
Penyediaan Layanan Publik: Birokrasi bertanggung jawab
menyediakan layanan publik yang berdampak pada
pemberdayaan perempuan, seperti akses terhadap layanan
kesehatan, pendidikan, dan perlindungan hukum.
Pengawasan dan Evaluasi: Birokrasi juga berperan dalam
memantau pelaksanaan program pemberdayaan perempuan
untuk memastikan efektivitas dan efisiensinya. Evaluasi ini
berkontribusi terhadap peningkatan kualitas layanan bagi
perempuan.
Penyuluhan dan Informasi: Birokrasi dapat berperan dalam
memberikan penyuluhan dan menyebarkan informasi kepada
perempuan tentang hak-hak mereka, peluang, dan program
pemberdayaan perempuan yang tersedia.
Pengarusutamaan Gender: Birokrasi juga bertanggung jawab
untuk mendorong pengarusutamaan gender dalam berbagai
114 Sedarmayanti. (2013). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan
Kepemimpinan Masa Depan. (Ketiga). Refika Aditama.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 117
aspek kehidupan masyarakat, seperti kebijakan, anggaran, dan
program pembangunan. 115
PERAN BUMDES DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Badan Usaha Milik Desa atau yang lebih dikenal dengan istilah
BUMDes merupakan sebuah badan usaha yang sebagian atau seluruh
besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset,
jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat desa.116
Di Indonesia, konsep pembangunan yang berpusat pada masyarakat
dapat kita telusuri dalam kerangka Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
sebagai lembaga sosial akar rumput. Badan BUMDes adalah badan sosial
berbasis pedesaan yang didedikasikan untuk menyediakan layanan
sosial. Tujuan utama didirikannya BUMDes adalah untuk meningkatkan
perekonomian pedesaan, menunjang pendapatan asli desa,
mengembangkan pengelolaan aset sesuai kebutuhan masyarakat desa,
dan menjadi pilar pemerataan pembangunan ekonomi yang berpusat di
desa.
Pemberdayaan perempuan dalam BUMDes menunjang perluasan
kegiatan perempuan yang selama ini berkutat pada ranah domestik
menuju ranah non domestik.117 Dengan adanya BUMDes kegiatan yang
sebelumnya untuk kebutuhan primer domestik beralih menjadi kegiatan
non domestik untuk menunjang ekonomi keluarga. Singkatnya, BUMDes
telah membuka lapangan kerja bagi para perempuan terampil di
pedesaan.118
Kabeer, N. (2005). Gender equality and women's empowerment: A critical
analysis of the third Millennium Development Goal 1. Gender & Development, 13(1),
13-24.
115
116
Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Rohim, et.al,. (2022). Common Thread: The Management of Village-Owned
Enterprises and Women’s Empowerment. Sustainability and Climate Change, 15(3),
166–169. https://doi.org/10.1089/scc.2022.0007
117
M. Zaenul Muttaqin, Made Selly Dwi Suryanti, Rohim. (2023). Entertaining
Development from Downstream: Village-Owned Enterprises, Women’s
118
118 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN BUMDES
Dalam pengelolaannya, BUMDes mengikut sertakan perempuan
potensial sebagai bagian dari sumber daya manusia dalam
mengoperasikan unit-unit usaha yang dimiliki. Terdapat dua alasan
perempuan menjadi mitra strategis BUMDes. Pertama, jejaring
perempuan lebih terbuka. Perempuan desa mempunyai forum tertentu
yang bersifat tetap. Banyak persoalan terkait kemasyarakatan yang
diselesaikan dalam forum ini. Di sisi lain, forum ini terbuka untuk
kegiatan teknis dan pengelolaan keuangan. Seringkali perempuanperempuan ini bergabung dalam forum seperti PKK, sebuah forum bagi
perempuan yang sudah menikah. Sedangkan perempuan muda dan
belum menikah memiliki forum berdasarkan minat dan bakatnya.
Kedua, potensi desa kini lebih dekat dengan perempuan. Potensi
sumber daya desa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
perempuan.Secara geografis, Desa Pujon Kidul terdiri dari lahan
pertanian dan peternakan. Perempuan diyakini sebagai agen
pemberdayaan sumber daya ekonomi di desa sehingga BUMDes dapat
mengelolanya secara profesional. Secara umum, perempuan lebih
disiplin dibandingkan laki-laki. Interpretasi yang berbeda terhadap
realitas memotivasi perempuan untuk lebih menggunakan nalurinya
dibandingkan laki-laki yang terkesan kaku dan terobsesi dengan
rasionalitas aturan. Sebuah hasil studi memaparkan bahwa empati
perempuan terhadap orang lain lebih dominan daripada laki-laki, baik
dalam konteks sosial maupun dinamika pekerjaan. 119 120
Empowerment, and Information Technology in Binor Probolinggo Village and Pujon
Kidul Village, Indonesia. In T. A.-D. Sheena Lovia Boateng, Richard Boateng (Ed.),
Empowering Women in the Digital Economy (1st Editio, p. 178). Productivity Press.
https://doi.org/https://doi.org/10.4324/9781003302346
Hamidullah, M. F., Riccucci, N. M., & Pandey, S. K. (2015). Women in city hall:
Gender dimensions of managerial values. The American Review of Public
Administration, 45(3), 247–262.
119
Falk, A., & Hermle, J. (2018). Relationship of gender differences in preferences to
economic development and gender equality. Science, 362(6412), eaas9899.
120
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 119
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
BUMDes dapat menyelenggarakan program pendidikan dan
pelatihan yang mendukung pengembangan keterampilan dan
pengetahuan perempuan. BUMDes Binor Energi dalam memberikan
pendidikan yaitu dengan cara memberikan beasiswa kepada pengurus
struktural untuk melanjutkan studi ke jenjang sarjana. Setelah lulus
kuliah langsung ikut mengelola BUMDes.
BUMDes Bhinor Energi berbenah dengan melakukan pembinaan
dari tingkat pimpinan sampai struktur anggota pengelola BUMDes.
Pembenahan ini dieksplorasi melalui pelatihan manajemen BUMDes.
Tujuan pelatihan ini adalah meningkatkan soft skill para pengelola pada
tataran keterampilan dalam perencanaan hingga evaluasi penggunaan
modal. Segenap pimpinan maupun anggota dalam struktur mengikuti
pelatihan dalam mengelola BUMDes.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pemerintah desa bekerja
sama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah
Kabupaten Probolinggo sesuai dengan tugas pokok, dan fungsinya. Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa memberikan pelatihan kepada
kelompok masyarakat agar memiliki kesadaran berpartisipasi dalam
semua kegiatan dan program pemerintah desa dan terlibat dalam
pengembangan BUMDes. Badan Pendapatan Daerah memberikan
pelatihan terkait pengelolaan keuangan maupun tentang pajak dan
retribusi daerah yang ditujukan kepada aparatur desa dan pengelola
BUMDes agar mampu mengaplikasikan manajemen keuangan yang
efisien dan memberikan pemasukan optimal.
Dinas Kelautan dan Perikanan memberikan pelatihan terkait tata
kelola merawat ekosistem laut dan menjaga keasrian pantai. Terkait
ekosistem lain, Dinas Kelautan memberikan fokus sosialisasi mengenai
cara menjaga karang dan biota laut lainnya. Selain itu, Dinas Kelautan
dan Perikanan mengakomodasi pelatihan pengolahan hasil laut menjadi
produk olahan untuk meningkatkan perekonomian warga setempat.
Sementara Dinas Pemuda dan Pariwisata memberikan pelatihan
mengenai tata kelola objek wisata yang berwawasan lingkungan dan
ekonomi. Pelatihan yang diberikan Dinas Pemuda dan Pariwisata
ditujukan kepada pengurus BUMDes maupun kelompok sadar wisata
Desa Bhinor.
120 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Pelatihan-pelatihan tersebut mampu memberikan dampak yang
positif. Keterampilan yang difasilitasi oleh dinas-dinas terkait
memberikan perubahan signifikan bagi BUMDes Bhinor Energy. Ada
perubahan mindset dari pengurus BUMDes maupun kelompok
masyarakat yang berorientasi pada kesadaran pentingnya menjaga
lingkungan dan mengubahnya menjadi sumber pendapatan melalui
aktivitas melaut maupun pengembangan objek wisata yang nyaman,
sehingga jumlah pengunjung wisata di pantai semakin meningkat secara
signifikan. Hal ini secara langsung meningkatkan sumber pendapatan
BUMDes.
Selain memberikan pelatihan dalam mengelola BUMDes oleh dinas
terkait yang ada di Pemerintah Kabupaten Probolinggo, pihak lain yang
terlibat dalam pembangunan BUMDes Bhinor Energy adalah
perusahaan. Melalui tanggung jawab sosial atau CSR yang dimiliki, PT.
PJB UP Paiton mendukung dalam memberikan fasilitas kegiatan studi
banding pengelolaan BUMDes. Kegiatan studi banding ini dilakukan ke
BUMDes Tirta Mandiri Desa Ponggok Kecamatan Polanharjo Kabupaten
Klaten, BUMDes Sumber Sejahtera di Desa Pujon Kidul Kecamatan Pujon
Kabupaten Malang, Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng Propinsi Bali.
BUMDes Tirta Mandiri lebih dahulu berhasil menggerakkan BUMDes
sebagai sumber pendapatan asli desa, sehingga secara langsung
menopang perekonomian desa semakin meningkat. Hal serupa juga
berlaku pada BUMDes Sumber Sejahtera yang berhasil memanfaatkan
potensi desa melalui peran BUMDes untuk meningkatkan perekonomian
desa, terutama masyarakat setempat. Sementara kegiatan studi banding
dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng bertujuan untuk
mempelajari langkah-langkah dinas pariwisata dalam memfasilitasi
BUMDes yang ada di Kabupaten Buleleng dalam bidang wisata.
Sehingga secara singkat dapat dipahami bahwa, studi banding
dilakukan untuk belajar mengoptimalisasi potensi desa Bhinor. Pada sisi
lain, studi banding ini bermanfaat untuk pengelolaan BUMDes yang
efektif untuk mendukung kemandirian desa dalam bidang ekonomi
maupun sosial. Sehingga melalui studi banding, BUMDes Bhinor Energi
dapat mengadopsi dan mengaplikasikan hasil studi banding dengan
memanfaatkan potensi yang ada di desa. Lebih lanjut, studi banding ini
bermanfaat untuk pembaharuan peraturan yang dimiliki BUMDes, atau
belajar terkait regulasi yang berkaitan dengan prinsip pengelolaan dan
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 121
program-program untuk peningkatan ekonomi. Melalui kerjasama
dengan perusahaan ini, secara tidak langsung CSR perusahaan sangat
membantu BUMDes untuk berkembang karena meningkatkan
profesionalitas para pengelola BUMDes, sehingga berdampak pada
keberhasilan mencapai tujuan BUMDes.
STUDI KASUS: SUKSESNYA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI
BUMDES.
Beberapa contoh studi kasus desa yang berhasil menggunakan
BUMDes sebagai alat pemberdayaan perempuan. Berdasarkan
pembahasan diatas, sebuah studi kasus yang berhasil melakukan
perempuan melalui BUMDes yaitu BUMDes Binor Energi di Desa Binor
Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo dan BUMDes Sumber
Sejahtera di Desa Pujon Kidul Kecamatan Pujon Kabupaten Malang.
Secara garis besar pemberdayaan perempuan dilakukan dengan
cara mengikutsertakan perempuan dalam pengelolaan secara struktural
di BUMDes maupun unit-unit usaha yang dimiliki BUMDes. Selain itu
pemberdayaan perempuan dilakukan di bidang ekonomi yaitu melalui
UKM yang berada di desa tersebut, yang mana hasil dari UMKM
dipasarkan melalui BUMDes. Pemberdayaan perempuan juga dilakukan
di kelompok informal seperti TPPKK maupun kelompok arisan-arisan,
dasawisma, dan lain-lain.
Kedua BUMDes tersebut masuk peringkat 5 (lima) besar tingkat
nasional pada tahun 2022.
KENDALA DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Identifikasi berbagai kendala yang dihadapi dalam upaya
pemberdayaan perempuan di tingkat desa beraneka ragam. seperti:
1.
Kurangnya norma sosial: Beberapa kajian menyimpulkan
bahwa partisipasi dan peran perempuan dalam pengambilan
keputusan masih terbatas121
Prastiwi, J. H. and Yunas, N. S. (2022). Politik desa dan kepemimpinan
perempuan: pengintegrasian isu gender di desa wilayah perbatasan indonesia 121
122 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
2.
Akses terhadap sumber daya: Hasil salah satu kajian
menunjukkan bahwa integrasi agama dan budaya dalam
komunitas pemberdayaan dapat menjadi faktor penting dalam
pemberdayaan ekonomi perempuan. Namun, masih terdapat
kendala dalam mengintegrasikan isu gender di desa, sehingga
akses perempuan terhadap sumber daya masih terbatas.122
3.
Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan: bahwa
sampai saat ini budaya patriarki kuat di Indonesia. Hal ini
dapat mempengaruhi partisipasi perempuan. Mereka tidak
mempunyak kesempatan dan hal untuk mengambil
keputusan.123
Dalam rangka mengatasi kendala-kendala tersebut, diperlukan
upaya yang komprehensif untuk meningkatkan norma sosial yang
mendukung peran perempuan dalam pengambilan keputusan,
meningkatkan akses perempuan terhadap sumber daya, dan mendorong
partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.
Hal ini dapat dilakukan melalui program-program pemberdayaan
perempuan yang melibatkan partisipasi aktif perempuan dalam
pengambilan keputusan, peningkatan akses terhadap pendidikan dan
pelatihan, serta pengembangan kebijakan yang mendukung
pemberdayaan perempuan di tingkat desa.
timor leste. PALASTREN: Jurnal Studi Gender, 15(1), 119.
https://doi.org/10.21043/palastren.v15i1.14334
Nugroho, D. (2022). Integrasi agama dan budaya dalam komunitas
pemberdayaan: studi empiris pemberdayaan ekonomi perempuan payungi metrolampung. Salus Cultura: Jurnal Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, 2(1), 57-68.
122
Amalia, N., Yuniyarti, N. A., & Mariyanti, E. (2020). Pengaruh hak kepemilikan
sawah terhadap pemberdayaan petani perempuan di desa sumberharjo, prambanan,
sleman, diy. Jurnal Sains Sosio Humaniora, 4(2), 726-743.
https://doi.org/10.22437/jssh.v4i2.11537
123
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 123
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat memperkuat peran
birokrasi dan BUMDes serta memberdayakan perempuan di tingkat
desa. Rekomendasi tersebut mencakup aspek kebijakan pendidikan,
ekonomi dan sosial.
Birokrasi berperan penting dalam penguatan masyarakat desa.
Birokrasi dapat membantu desa mengembangkan potensinya dan
mencapai pembangunan berkelanjutan melalui perumusan kebijakan,
alokasi sumber daya, dukungan dan pengawasan. Namun tantangan
seperti keterbatasan sumber daya, kurangnya daya tanggap, dan korupsi
perlu diatasi agar peran birokrat lebih efektif dalam memberdayakan
perempuan. Dengan memanfaatkan peluang seperti kolaborasi dan
teknologi, birokrasi dapat menjadi mitra yang kuat dalam upaya
memperkuat masyarakat desa terutamanya kaum perempuan.
ACKNOWLEDGEMENT
Tulisan artikel ini juga merupakan hasil sumbangsing pemikiran
dari saudara Imam Sunarto dan Muhamad Lutvi. Namun dikarenakan
persoalan administratif pengajuan ISBN dan gaya selingkung penulisan
artikel dalam buku kolaboratif ini maka hanya penulis utama yang
dicantumkan diatas.
124 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
MENGGALI LEBIH DALAM:
TRANSISI PERGURUAN TINGGI
NEGERI KE BADAN HUKUM DAN
KONSEPNYA YANG KOMPLEKS
Yushita Marini, S.E., M.Si.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 125
P
endidikan memegang peranan paling krusial dalam
perkembangan sumber daya manusia di suatu negara, termasuk
Indonesia. Pada tahun 2003, Indonesia merumuskan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang secara tegas menyatakan bahwa "Pendidikan nasional
berperan dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta peradaban bangsa yang menjunjung tinggi martabat, dengan
tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah untuk
mengoptimalkan potensi peserta didik agar menjadi individu yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
berpengetahuan, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab."
Berdasarkan landasan undang-undang tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pendidikan memiliki peran fundamental dalam pembentukan
masyarakat yang dapat memperkuat dan meningkatkan martabat
bangsa. Pendidikan merupakan investasi pada potensi manusia untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil
kajian yang menunjukkan bahwa pendidikan memiliki dampak positif
dalam pembentukan karakter, peningkatan kualitas hidup, dan
pemberdayaan individu. Pendidikan sebagai aspek fundamental dalam
pembentukan masyarakat.124
Terdapat juga kajian yang menunjukkan bahwa pendidikan sebagai
investasi sumber daya manusia memiliki peran penting dalam
meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas hidup masyarakat.
Investasi pada pendidikan memberikan kesempatan yang lebih baik bagi
individu untuk mengembangkan potensi mereka, meningkatkan
keterampilan, dan memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Dalam
konteks pembangunan masyarakat, pendidikan juga memiliki peran
dalam membentuk karakter dan nilai-nilai yang baik.125
Sukatin, S., Fitri, H., Misnawati, M., Salsabila, S., & Rindiyani, R. (2021). Hubungan
timbal balik dan faktor pendidikanyayasan pendidikan islam institut agama islam
nusantara batang hari. Glosains: Jurnal Sains Global Indonesia, 2(2), 81-85.
https://doi.org/10.36418/glosains.v2i2.32
124
Riantika, R. F. P. (2022). Model pendidikan karakter berbasis nilai keagamaan:
perspektif islam dan konteks sosial. Maharsi, 4(2), 18-36.
https://doi.org/10.33503/maharsi.v4i2.2396
125
126 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan dan
keterampilan, tetapi juga membentuk sikap, nilai-nilai, dan kepribadian
yang positif. Secara keseluruhan, pendidikan memiliki peran
fundamental dalam pembentukan masyarakat yang memperkuat dan
meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan merupakan investasi pada
potensi manusia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui
pendidikan, individu dapat mengembangkan potensi mereka,
memperoleh pengetahuan dan keterampilan, serta membentuk karakter
dan nilai-nilai yang baik. Oleh karena itu, penting untuk terus
memperkuat sistem pendidikan yang berkualitas dan inklusif guna
mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas
hidup masyarakat.
Guna meningkatkan kualitas pendidikan Masyarakat, institusi
pendidikan di Indonesia terus berbenah diri dalam menghadapi
persaingan sumber daya manusia Masyarakat Indonesia. Sejalan dengan
hal tersebut, Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia terus berbenah
melakukan
transformasi
organisasi,
Menyusun
kebijakan
penyelenggaraan dan merancang tata Kelola pendidikan yang mampu
memfasilitasi capaian keunggulan yang bisa menjamin eksistensi
institusi pendidikan dalam persaingan global yang makin ketat.
Pendidikan di perguruan tinggi negeri memiliki peran strategis
dalam pembangunan kapasitas dan peningkatan keahlian, kompetensi
profesional, dan kemahiran teknik. Pengembangan organisasi di
perguruan tinggi negeri memiliki tujuan untuk memperluas variasi
bidang studi dan kajian yang relevan guna melahirkan lulusan yang
terampil dan berdaya saing di pasar kerja.126
Perguruan tinggi negeri juga berperan dalam mengembangkan
kompetensi profesional dan kemahiran teknik yang dibutuhkan dalam
dunia kerja. Dari data menunjukan bahwa perguruan tinggi memiliki
peran penting dalam mendorong inovasi pembelajaran aktif. Perguruan
tinggi negeri menjadi tempat bagi mahasiswa dan dosen untuk
melakukan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga
Khairani, M., Sabli, M., & Maisah, M. (2021). Manajemen strategis pengembangan
pascasarjana universitas islam negeri sulthan thaha saifuddin jambi. Jurnal Ekonomi
Manajemen Sistem Informasi, 3(1), 93-107.
https://doi.org/10.31933/jemsi.v3i1.699
126
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 127
melahirkan penemuan baru dan kontribusi dalam pengembangan
keilmuan.127
Mulai tahun 2020 pemerintahan Jokowi di bawah kementerian
pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi membuat revolusi
pendidikan dari berbagai jenjang. Khususnya jenjang perguruan tinggi,
meluncurkan empat penyesuaian kebijakan di lingkup perguruan tinggi,
yakni:128
1.
Kebijakan pertama, merupakan pemberian otonomi terhadap
pembukaan atau pendirian program studi baru.
3.
Kebijakan yang ketiga, terkait kebebasan bagi Perguruan Tinggi
Negeri Satuan Kerja (PTN-Satker) dan Perguruan Tinggi Negeri
Badan Layanan Umum (PTN-BLU) untuk menjadi Perguruan
Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).
2.
4.
Kebijakan yang kedua, program re-akreditasi yang bersifat
otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi
perguruan tinggi yang siap naik peringkat sesuai dengan
ketentuan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT).
Kebijakan yang keempat, pemberian hak bagi mahasiswa
untuk hak belajar tiga semester atau setara dengan 40 sks di
luar perguruan tingginya.
Efrianty, E., Chalik, A. A., & Jarto, T. (2022). Manajemen kearsipan universitas
islam negeri fatmawati sukarno bengkulu. Wahana Didaktika : Jurnal Ilmu
Kependidikan, 20(3), 458-470.
https://doi.org/10.31851/wahanadidaktika.v20i3.10615
127
Dapat di Akses di https://lldikti4.kemdikbud.go.id basis hukum kebijakan
merdeka belajar kampus merdeka Tahun 2020
128
128 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Gambar 1
Basis Hukum Kebijakan Merdeka Belajar129
Saat ini Pendidikan Tinggi Negeri di Indonesia memiliki tiga macam
status yang pengelompokannya didasarkan pada Tata Kelola
penyelenggaraan dan status pengelolaan keuangan yang diterapkan
pada Perguruan Tinggi Negeri yang ada di Indonesia, antara lain : 1.
Perguruan Tinggi Negeri sebagai Satuan Kerja Kementerian (PTNSatker), 2. Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU)
dan 3. Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Secara
singkat ketiga status ini memiliki perbedaan antara lain:
Tabel 1
Perbedaan Status PTN di Indonesia
Indikator
Penetapan Status
PTN-Satker
Kebijakan
Kementerian
Kemdikbudristek
Dasar Hukum
Kebijakan
Kementerian dan
ditetapkan melalui
mekanisme
internal
129
PTN-BLU
Keputusan
Menteri
Keuangan atas
usul
Mendikbudristek
Undang-undang
Perguruan Tinggi
dan Peraturan
Menteri
Keuangan
Dapat di akses di: www.itjen.kemdikbud.go.id
PTN-BH
Ditetapkan
melalui Peraturan
Pemerintah
Undang-undang
Perguruan Tinggi
dan peraturan
pelaksanaannya
langsung diatur
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 129
Kemendikudristek.
Tarif Layanan
Ditetapkan
langsung oleh
Kementerian
melalui
mekanisme
Menteri Keuangan
dan
Kemendikudristek.
Pola Pelaporan
Keuangan
Seluruh
pendapatan,
termasuk
Sumbangan
Pembinaan
Pendidikan (SPP)
dari mahasiswa,
masuk ke rekening
negara
(Kementerian
Keuangan)
sebelum
digunakan.
PTN tidak mandiri
dalam membuka
atau menutup
prodi
Dibawah
kewenangan
penuh
Kemdikbudristek
Penyelenggaraan
Prodi
Pengelolaan SDM
dengan usulan
pimpinan BLU
Menetapkan tarif
layanan
berdasarkan
kebijakan
Menteri
Keuangan
dengan memberi
ruang pada
usulan pimpinan
BLU
Otonomi level 2,
Pendapatan PTN
dilaporkan
sebagai
Penerimaan
Negara Bukan
Pajak (PNBP)
PTN, Membentuk
Statuta PTN.
Ditetapkan
langsung oleh
PTN dengan
berkonsultasi
dengan Menteri
Keuangan dan
Kemdikbudristek.
PTN tidak dapat
mandiri dalam
membuka atau
menutup prodi
Kewenangan
langsung
menetapkan,
mengangkat,
membina, dan
memberhentikan
tenaga tetap
Non-PNS sesuai
dengan
peraturan
berlaku.
PTN dapat
Mandiri dalam
membuka dan
menutup prodi.
Kewenangan
langsung
menetapkan,
mengangkat,
membina, dan
memberhentikan
tenaga tetap NonPNS sesuai
dengan peraturan
berlaku.
130 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Otonomi Penuh,
pendapatan
BUKAN
Penerimaan
Negara Bukan
Pajak (PNBP)
Munculnya Undang-undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) selaku
peraturan pelaksana Pendidikan Tinggi di Indonesia dilatarbelakangi
oleh kebutuhan Perguruan Tinggi akan mekanisme pengelolaan Instansi.
Latar belakang adanya UU Dikti adalah menjadikan PTN tetap sebagai
Badan Hukum yang memiliki otonomi dan/atau kedaulatan pengelolaan
agar terlepas dari campur tangan pemerintah. Pada pokoknya
pengaturan Perguruan Tinggi dalam UU Dikti terkait dengan frasa
otonomi yang diberikan kepada Perguruan Tinggi. Pasal 62 UU Dikti
menyampaikan bahwa otonomi diartikan sebagai bentuk kebebasan
dalam melakukan pengelolaan perguruan tinggi agar sesuai Tridharma.
Dalam UU Dikti terdapat 2 macam bentuk badan hukum, yakni pola
pengelolaan PTN-BH yang dapat diartikan sebagai Badan Hukum model
BHMN dan PTN sebagai Bentuk BLU yang merupakan kepanjangan
tangan yang mendapatkan wewenang atribusi dalam pengelolaan
pendidikan tinggi.
Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) memiliki
aturan yang berbeda dalam pengelolaannya. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 139/2015 merinci mekanisme tata cara penyediaan,
pencairan, dan pertanggungjawaban dana operasional PTN-BH, baik
yang didasarkan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
maupun yang bersumber dari Non-APBN.
Pada dasarnya, peraturan ini memandu PTN-BH dalam mengelola
dana operasional mereka. Itu mencakup langkah-langkah seperti
bagaimana dana dialokasikan, kapan dan bagaimana pencairan dana
dilakukan, serta tata cara pertanggungjawaban penggunaan dana.
Namun, seiring dengan dinamika keuangan dan peraturan yang terus
berkembang, PTN-BH perlu tetap memperbarui dan menyesuaikan
proses mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selain itu, penting untuk mencatat bahwa sumber dana operasional
PTN-BH bisa berasal dari APBN atau Non-APBN. Dana APBN biasanya
disediakan oleh pemerintah pusat untuk mendukung operasional
perguruan tinggi, sementara Non-APBN mencakup berbagai sumber
seperti pendapatan dari kerjasama dengan sektor swasta, dana hibah,
dan pendapatan dari usaha-usaha internal seperti pendidikan berbayar.
Meski dalam mencantumkan laporan posisi keuangan dan catatan
atas laporan keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26/2015
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 131
Pasal 20, namun standar keuangan yang dipakai masih belum ditentukan
secara pasti dan jelas apakah merujuk pada Standar Akuntansi
Keuangan 45 (SAK 45) atau Laporan Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (ETAP).130
Laporan Keuangan PTN-BH terdiri dari 3 (tiga), yaitu laporan
realisasi penggunaan Bantuan Pendanaan PTN-BH, laporan kinerja dan
laporan keuangan PTN-BH yang telah diaudit. Sebelum memperoleh
sumber dana APBN dan Non-APBN, PTN-BH harus membuat usulan
alokasi pendanaan yang dibutuhkan, untuk mendapatkan penyediaan
anggaran yang sesuai dengan porsi kebutuhan yang akan dicapainya
dengan membuat target kinerja, kebutuhan penyelenggaraan Tri
Dharma Perguruan Tinggi, perhitungan satuan biaya operasional dan
rencana penerimaan PTN-BH.131
Oleh karena itu tulisan ini ingin memberikan gambaran tentang
kompleksitas keuangan di perguruan tinggi negeri PTN BH agar dapat
memastikan pengelolaan dana operasional mereka dilakukan secara
transparan, akuntabel, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini
juga berkontribusi pada efisiensi penggunaan dana, memastikan bahwa
sumber daya tersedia untuk mendukung pendidikan, penelitian, dan
pengembangan di lingkungan akademik.
KOMPLEKSITAS KEUANGAN PERGURUAN TINGGI PTN BH
Perguruan tinggi berbadan hukum memiliki manajemen keuangan
yang lebih rumit dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri non PTN
BH. Mereka harus mengelola pendapatan sendiri, termasuk biaya
pendidikan, beasiswa, dan investasi. Keterlibatan dana dari sumbersumber beragam seperti pendanaan pemerintah, donatur, dan hasil
usaha sendiri menambah kompleksitas keuangan.
Terdapat kajian yang menunjukkan bahwa perguruan tinggi PTN BH
perlu memperhatikan tata kelola keuangan yang baik untuk memastikan
Tamara, N.E., Supriyanto, A. (2022). Penerapan Standar Akuntansi Keuangan
untuk Pengelolaan Keuangan di Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).
Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol 13, No 2. E-ISSN : 2597-8659
130
Sutini. (2019). Akibat Hukum PTN BH yang Tidak Memenuhi Evaluasi Kinerja.
Jurist-Diction, 2(5), 1765–1786. https://doi.org/10.20473/jd.v2i5.15242
131
132 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
keberlanjutan keuangan dan efektivitas penggunaan dana. Selain itu,
perguruan tinggi berbadan hukum juga perlu mengelola risiko keuangan
yang mungkin timbul, seperti fluktuasi pendapatan dan biaya
operasional. Perguruan tinggi berbadan hukum juga memiliki tanggung
jawab untuk mengelola dana yang diterima dari berbagai sumber
dengan transparansi dan akuntabilitas.132
Perguruan tinggi negeri sebagai institusi milik pemerintah
mengandalkan pendanaan dari pemerintah, sehingga perlu menjaga
kinerja keuangan yang baik dan memastikan penggunaan dana yang
efisien. Selain itu, perguruan tinggi berbadan hukum juga perlu
mengelola risiko keamanan informasi, terutama dalam pengelolaan
sistem informasi dan data mahasiswa.133
Pengelolaan keuangan di PTN-BH bukanlah tugas yang mudah.
Diperlukan upaya serius dan pemahaman mendalam tentang berbagai
aspek keuangan, termasuk perencanaan anggaran, alokasi dana, serta
pengawasan dan pelaporan keuangan. Beberapa langkah yang dapat
membantu PTN-BH dalam mengatasi kompleksitas keuangan mereka
termasuk:
1.
Perencanaan Keuangan yang Matang
PTN-BH perlu memiliki rencana keuangan jangka panjang
yang mendetail untuk memastikan kelangsungan operasional
dan pengembangan mereka. Dalam rencana keuangan ini,
perencanaan menjadi elemen kunci. Hal ini mencakup
pengelolaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. PTN-BH
harus memastikan bahwa dana yang ada digunakan secara
efisien, tidak hanya untuk operasional sehari-hari, tetapi juga
untuk investasi jangka panjang seperti pengembangan
infrastruktur, peralatan, dan penelitian. Selain itu, dalam
rencana keuangan ini, prioritas penggunaan dana harus jelas
Widiyanti, A. (2022). Proyeksi akuntabilitas keuangan serta implikasinya
terhadap kinerja perguruan tinggi swasta. TECHNOBIZ : International Journal of
Business, 5(2), 124. https://doi.org/10.33365/tb.v5i2.2245
132
Pettasolong, N., Gobel, Y., & Kurniawan, A. (2022). Analisis kinerja keuangan
dengan menggunakan pendekatan value for money pada satuan kerja iain sultan
amai gorontalo periode tahun 2019-2021. AKASYAH: Jurnal Akuntansi, Keuangan
Dan Audit Syariah, 2(1). https://doi.org/10.58176/akasyah.v2i1.132
133
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 133
ditetapkan. PTN-BH harus mengidentifikasi bidang-bidang
yang memerlukan alokasi dana paling tinggi, seperti
pendidikan, penelitian, dan fasilitas, dan memastikan bahwa
dana tersedia untuk mendukung aspek-aspek penting ini.
Selain pengelolaan dan prioritas dana, rencana keuangan
jangka panjang PTN-BH juga harus mencakup upaya untuk
mengidentifikasi dan mengatasi risiko keuangan. Ini
melibatkan pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi keuangan institusi, termasuk
fluktuasi ekonomi, perubahan regulasi, atau penurunan
pendanaan. PTN-BH harus mengembangkan strategi untuk
mengurangi risiko-risiko ini dan memiliki cadangan dana yang
cukup untuk menghadapi tantangan keuangan yang mungkin
muncul di masa depan.
2.
Dengan rencana keuangan yang mendetail dan proaktif,
PTN-BH dapat memastikan bahwa mereka siap menghadapi
perubahan dan tetap berkelanjutan dalam menjalankan misi
mereka dalam dunia pendidikan tinggi.
Pengembangan Sumber Pendapatan:
PTN-BH harus aktif mencari sumber pendapatan baru dan
diversifikasi sumber-sumber keuangan sebagai langkah
strategis dalam menghadapi kompleksitas keuangan.
Diversifikasi pendanaan memungkinkan PTN-BH untuk tidak
hanya mengandalkan satu sumber pendapatan, yang mungkin
rentan terhadap fluktuasi atau perubahan kebijakan. Salah satu
cara yang dapat ditempuh adalah mengembangkan kemitraan
dengan sektor swasta. Ini bisa berupa kemitraan penelitian,
pelatihan, atau pengembangan program bersama dengan
perusahaan-perusahaan atau lembaga swasta lainnya. Selain
mendatangkan pendapatan, kemitraan semacam ini juga bisa
membawa manfaat dalam bentuk peningkatan akses sumber
daya dan peluang berbagi pengetahuan.
Pendanaan dapat juga diperluas dengan meningkatkan
pendapatan dari penelitian dan pengembangan. PTN-BH
memiliki potensi besar dalam hal ini, dan dengan menjalankan
penelitian yang relevan dan berorientasi pasar, mereka dapat
134 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
3.
mendapatkan dana dari berbagai sumber seperti proyek
penelitian, dana hibah, atau kerjasama dengan industri. Selain
itu, pengelolaan sumber daya internal seperti aset fisik yang
dimiliki, seperti gedung dan fasilitas laboratorium, dapat
menjadi
sumber
pendapatan
tambahan.
Dengan
mengoptimalkan pemanfaatan aset-aset ini, PTN-BH dapat
meningkatkan pendapatan mereka sambil tetap memenuhi
tujuan utama dalam dunia pendidikan dan penelitian.
Diversifikasi sumber pendapatan dan pendanaan baru adalah
langkah penting dalam menghadapi dinamika keuangan yang
selalu berubah.
Tata Kelola yang Transparan:
Transparansi dalam tata kelola keuangan adalah prinsip
yang sangat penting dalam pengelolaan PTN-BH. Menerapkan
tingkat transparansi yang tinggi dalam proses pengambilan
keputusan adalah kunci untuk menjaga integritas dan
kepercayaan. PTN-BH harus memastikan bahwa setiap
keputusan yang berdampak pada keuangan institusi dijelaskan
dengan jelas, dan alasan di baliknya harus dapat dipahami oleh
semua pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, dosen,
staf, dan donatur. Transparansi ini juga mencakup pelaporan
keuangan yang akurat dan terperinci, sehingga setiap orang
dapat melihat bagaimana dana digunakan dan hasil yang
dicapai.
Penerapan praktik akuntansi yang baik juga merupakan
langkah penting dalam menjaga transparansi keuangan. PTNBH harus mematuhi standar akuntansi yang berlaku dan
menjalankan proses audit secara teratur. Ini akan memastikan
bahwa catatan keuangan mereka akurat dan dapat dipercaya.
Kepercayaan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk
pemerintah, lembaga pengawas, dan masyarakat, sangat
penting dalam mendukung keberlanjutan dan pertumbuhan
PTN-BH. Dengan menjalankan proses pengambilan keputusan
yang terbuka dan mengikuti praktik akuntansi yang baik, PTNBH dapat membangun dan mempertahankan tingkat
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 135
kepercayaan yang tinggi, yang akan mendukung upaya mereka
dalam menjalankan misi pendidikan dan penelitian.
Mengelola kompleksitas keuangan di PTN-BH adalah tantangan
yang memerlukan komitmen, pemahaman, dan inovasi. Dengan strategi
yang tepat, PTN-BH dapat memastikan keberlanjutan finansial mereka
sambil menjalankan misi inti mereka dalam memberikan pendidikan
berkualitas dan berkontribusi pada perkembangan masyarakat dan ilmu
pengetahuan.
PENINGKATAN LITERASI KEUANGAN DI PTN BH
Literasi keuangan adalah keterampilan penting yang tak hanya
relevan dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam konteks institusi
pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH)
di Indonesia semakin menyadari pentingnya literasi keuangan dan
sedang berupaya meningkatkannya
Penting untuk melibatkan staf dan pengelola institusi dalam
pemahaman yang lebih baik tentang keuangan. Pelatihan dan literasi
keuangan dapat membantu mereka mengambil keputusan yang bijak
dalam pengelolaan keuangan institusi. Hal ini sejalan dengan pendapat
ahli keuangan134 bahwa dengan memahami keuangan akan
mempermudah proses pelaporan penggunaan aktivitas dana yang
dilakukan Oleh karena itu, melibatkan staf dan pengelola institusi dalam
program pelatihan dan peningkatan literasi keuangan dapat membantu
mereka memahami konsep dan prinsip dasar keuangan yang diperlukan
dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan institusi.
Perguruan tinggi berbadan hukum perlu memiliki rencana
keuangan jangka panjang yang mendetail. Ini mencakup pengelolaan
sumber daya yang efisien, penentuan prioritas dalam penggunaan dana,
dan upaya untuk mengidentifikasi serta mengatasi risiko keuangan yang
mungkin timbul. Perguruan tinggi negeri sebagai institusi milik
pemerintah mengandalkan pendanaan dari pemerintah, sehingga perlu
Laily, N. (2016). Pengaruh literasi keuangan terhadap perilaku mahasiswa dalam
mengelola keuangan. Journal of Accounting and Business Education, 1(4).
https://doi.org/10.26675/jabe.v1i4.6042
134
136 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
menjaga kinerja keuangan yang baik dan memastikan penggunaan dana
yang efisien. Dalam hal ini, rencana keuangan jangka panjang yang
mendetail menjadi penting untuk memastikan pengelolaan keuangan
yang efisien dan efektif.135
PTN-BH diharapkan dapat mengadakan program pelatihan khusus
bagi civitas kampus tentang literasi keuangan. Pelatihan ini mencakup
berbagai aspek dari mulai manajemen anggaran hingga investasi
institusi. Dengan memahami prinsip-prinsip keuangan yang baik,
universitas dapat mengelola dana dengan lebih efisien, meminimalkan
risiko keuangan, dan merencanakan strategi keuangan jangka panjang
yang berkelanjutan.
Sisa paragraf terakhir ini, ada beberapa catatan kritis yang perlu
ditekankan dan disampaikan mengenai pengelolaan keuangan di
Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) bahwa: Pertama,
penting untuk menjaga keseimbangan antara pendanaan yang tersedia
dan kebutuhan institusi. PTN-BH sering menghadapi tekanan untuk
memaksimalkan pendapatan mereka, tetapi harus hati-hati dalam
mengejar pendapatan tambahan. Terlalu banyak beban keuangan bisa
merugikan institusi dengan mengorbankan kualitas pendidikan dan
risiko keuangan yang tidak terkendali.
Kedua, transparansi dalam pengelolaan keuangan harus menjadi
prioritas utama. Pihak manajemen PTN-BH harus memberikan laporan
keuangan yang terperinci dan terbuka kepada semua pihak terkait,
termasuk mahasiswa, dosen, staf, dan lembaga pengawas. Melalui
transparansi ini, PTN-BH dapat membangun kepercayaan yang kuat dari
pemangku kepentingan dan menghindari konflik yang mungkin timbul
akibat ketidakjelasan dalam pengelolaan dana.
Terakhir, risiko keuangan harus selalu diidentifikasi dan dikelola
dengan cermat. PTN-BH harus memiliki rencana pengelolaan risiko yang
komprehensif yang mencakup berbagai aspek, seperti fluktuasi pasar,
perubahan kebijakan pemerintah, dan perubahan keuangan global.
Nugrahaningsih, P., Rahmawati, L. D. A., Arista, D., & Ardila, L. N. (2022).
Knowledge transfer for community development dengan aplikasi excel pkn stan pada
penyusunan laporan keuangan bumdes (studi pada bumdes multi guna desa
sidomulyo, madiun). Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2), 196.
https://doi.org/10.24198/kumawula.v5i2.36321
135
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 137
Dengan memahami dan mengelola risiko dengan baik, PTN-BH dapat
menjaga stabilitas keuangan dan menghindari potensi krisis yang dapat
merugikan operasional institusi. Mengelola keuangan di PTN-BH adalah
tantangan yang memerlukan pendekatan yang berhati-hati dan
berkelanjutan, dengan fokus pada keseimbangan, transparansi, dan
manajemen risiko.
138 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwiyanto, 2002, Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, PSKKUGM, Yogyakarta.
Alnuaimi, S. B. A. and Abdulhabib, A. A. A. (2023). The influence of
service innovation on police performance: an empirical
investigation.
Alsudairy, M. A. T., & Vasista, T. G. (2014). CRASP - A strategic
methodology perspective for sustainable value chain management.
In K. S. Soliman (Vol. Ed.), Vision 2020: Sustainable growth,
economic development, and global competitiveness. Vol. 1–5
Norristown: Int Business Information Management Assoc-Ibima
edited by. (170-+).
Amalia, N., Yuniyarti, N. A., & Mariyanti, E. (2020). Pengaruh hak
kepemilikan sawah terhadap pemberdayaan petani perempuan di
desa sumberharjo, prambanan, sleman, diy. Jurnal Sains Sosio
Humaniora,
4(2),
726-743.
https://doi.org/10.22437/jssh.v4i2.11537
Ancaman Karier Kerap jadi faktor ASN terjebak pelanggaran Netralitas
https://www.bkn.go.id/ancaman-karier-kerap-jadi-faktor-asnterjebak-pelanggaran-netralitas/ Tanggal: 27 September 2022
Ashok, M., Narula, R., & Martínez‐Noya, A. (2016). How do collaboration
and investments in knowledge management affect process
innovation in services?. Journal of Knowledge Management, 20(5),
1004-1024. https://doi.org/10.1108/jkm-11-2015-0429
Azhari, Dr. S.STP.,M.Si. (2011) Mereformasi beirokrasi Publik di
Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Hal 178-211
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 139
Bao, Y., Wang, L., & Sun, J. (2021). A small protein but with diverse roles:
a review of esxa in mycobacterium–host interaction. Cells, 10(7),
1645. https://doi.org/10.3390/cells10071645
Barsky, R. and Sims, E. R. (2012). Information, animal spirits, and the
meaning of innovations in consumer confidence. American
Economic
Review,
102(4),
1343-1377.
https://doi.org/10.1257/aer.102.4.1343
Bauman, Z. (2013). Modernity and the holocaust. Cambridge: Polity
Bessant, J. (2003). High-involvement innovation. UK: Wiley
Clegg, S. R. (2016). Puritans, visionaries and survivors. Organization
Studies, 26(4), 527–545
Clegg, S. R. (2016). Puritans, visionaries, and survivors. Organization
Studies, 26(4), 527–545
Clegg, S., & Baumeler, C. (2010). Essai: From iron cages to liquid
modernity in organization analysis. Organization Studies, 31(12),
1713–1733.
Cockburn, A. (2002). Agile software development. Boston: AddisonWesley
Crosby, B. C., Hart, P. ‘., & Torfing, J. (2016). Public value creation through
collaborative innovation. Public Management Review, 19(5), 655669. https://doi.org/10.1080/14719037.2016.1192165
Cummings, S., & Bridgman, T. (2011). The relevant past: Why the history
of management should be critical for our future. Academy of
Management Learning & Education, 10(1), 77–93
Dahmardeh, N., & Pourshahabi, V. (2011). Agility evaluation in public
sector using fuzzy logic. Iranian Journal of Fuzzy Systems, 8(3), 95–
11
140 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Damanpour, F., Szabat, K. A., & Evan, W. M. (1989). The relationship
between types of innovation and organizational performance.
Journal
of
Management
Studies,
26(6),
587-602.
https://doi.org/10.1111/j.1467-6486.1989.tb00746.x
Darrell K. Rigby., Jeff Sutherland., Andy Noble. (2018) Agile at Scale.
Harvard Business Review. https://hbr.org/2018/05/agile-at-scale
Denhardt, Janet V. Denhardt and Robert B. 2011. New Public Service.
Armonk, New York London, England: M.E. Sharpe.
Dennison DR. 1990. Corporate Culture and Organizational Effectiveness.
Wiley: New York
Dwiyanto et al., "Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tinjauan Dari
Perspektif Administrasi Publik," Jurnal Ilmu Administrasi dan
Organisasi (2002). doi:10.20473/jiao.v9i1.2002.1-14
Falk, A., & Hermle, J. (2018). Relationship of gender differences in
preferences to economic development and gender equality. Science,
362(6412), eaas9899.
Forbes
2013/11/04/.
Retrieved
from
https://www.forbes.com/sites/skollworldforum/2013/11/04/gamechangers-the-worlds-top-purposedriven-organizations/#73ed2dc377b6
Fred W Riggs. Birokrasi dan Pembangunan Politik. Lihat: Sahat
Simamora dalam Pembangunan Politik dalam perspektif. Jakarta:
PT. Bina Aksara. 1985. Hal. 118
Gema Perdana, Menjaga Netralitas ASN dari Politisasi Birokrasi
Protecting The ASN Neutrality From Bureaucracy Politicization.
NEGARA HUKUM: Vol. 10, No. 1, Juni 2019. Hal. 114
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 141
Gemunden, H. G., Salomo, S., & Holzle, K. (2007). Role models for radical
innovations in times of open innovation. Creativity and Innovation
Management, 16(4), 408-421. https://doi.org/10.1111/j.14678691.2007.00451.x
Gerstein, M., Kundaje, A., Hariharan, M., Landt, S. G., Yan, K., Cheng, C.,&
Snyder, M. (2012). Architecture of the human regulatory network
derived from encode data. Nature, 489(7414), 91-100.
https://doi.org/10.1038/nature11245
Gulati, R. (2018). Structure that is not stifling. Harvard Business Review,
96(3), 68–79.
H ardiyansyah, Dr.,M.Si.(2011) Kualitas Pelayanan Publik, Konsep,
Dimensi, Indikator dan Implementasinya, Yogyakarta: Gava Media
Hamidullah, M. F., Riccucci, N. M., & Pandey, S. K. (2015). Women in city
hall: Gender dimensions of managerial values. The American
Review of Public Administration, 45(3), 247–262.
Hardiyansyah, Dr, 2011, Kualitas Pelayanan Publik Konsep, dimensi,
indicator dan implementasinya, Gava Media, Yogyakarta
Hendi Poernawan, Pelanggaran Netralitas ASN kerap terjadi, Bawaslu
bangun sinergi dengan seluruh elemen pemerintahan
https://www.bawaslu.go.id/id/berita/pelanggaran-netralitas-asnkerap-terjadi-bawaslu-bangun-sinergi-dengan-seluruh-elemen
3
April 2023
Henry Campbell Black, M.A, Black’s Law Dictionary (St, Paul, Minn, West,
Publishing Co) Sixth Edition. 1990, hal. 1990, 345.
Hupe, P. and Hill, M. (2007). Street‐level bureaucracy and public
accountability.
Public
Administration,
85(2),
279-299.
https://doi.org/10.1111/j.1467-9299.2007.00650.
IG Wursanto (1988). Dasar-Dasar Manajemen Personalia (Personnel
Management), Penerbit Pustaka Dian, Jakarta.
142 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Jahja, Juni, Sjafrien. 2012. Say No to Korupsi: Mengenal, Mencegah dan
Memberantas Korupsi di Indonesia. Transmedia Pustaka. Jakarta.
Johnson KW. 1999. The role of culture in achieving organizational
integrity and managing conflicts between cultures. Available at:
⟨www.ethicaledge.com/quest 5.html.⟩. Retrieved on 25 April, 2008
Kabeer, N. (2005). Gender equality and women's empowerment: A
critical analysis of the third Millennium Development Goal 1.
Gender & Development, 13(1), 13-24.
Kasmad, Rulinawaty Alwi, La Tamba, Discretion Dilemma of Street-Level
Bureaucracy in Implementation of the Street Vendors
Empowerment Policy in Makassar City, Indonesia., 2018, American
Journal of Humanities and Social Sciences Research (AJHSSR)
Volume: 2, Issue: 8, pp: 106-703, ISSN: 237870. URL Dokumen:
http://www.ajhssr.com/volume-2-issue-8.
Khairudi, Soewita, dan Aminah. 2021. Potret Kepercayaan Publik, Good
Governance, dan E-Government di Indonesia. Banyumas: CV Amerta
Media
Lappi, T., & Aaltonen, K. (2017). Project governance in public sector agile
software projects. International Journal of Managing Projects in
Business, 10(2), 263–294. http:// dx.doi.org/10.1108/ijmpb-042016-0031
Lili Romli. Pergeseran Kekuatan-kekuatan Politik Pasca Orde Baru. Ilmu
dan Budaya. Edisi XXV Januari 2003. Hal. 71
M. Adian Firnas. Evaluasi Reformasi Birokrasi: Masalah Politisasi
Birokrasi dalam Politik Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Manajemen
PNS VOL. 5, No.2, November 2011. Hal. 28
M. Zaenul Muttaqin, Made Selly Dwi Suryanti, Rohim. (2023).
Entertaining Development from Downstream: Village-Owned
Enterprises, Women’s Empowerment, and Information Technology
in Binor Probolinggo Village and Pujon Kidul Village, Indonesia. In T.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 143
A.-D. Sheena Lovia Boateng, Richard Boateng (Ed.), Empowering
Women in the Digital Economy (1st Editio, p. 178). Productivity
Press. https://doi.org/https://doi.org/10.4324/9781003302346
Marciano, B., Syam, A., Suyanto, S., Ahmar, N., & Gayatri, M. (2018).
Penerapan good corporate governance terhadap pencegahan fraud:
sebuah literatur review. Fair Value: Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan
Keuangan,
1(1),
152-161.
https://doi.org/10.32670/fairvalue.v4i3.528
Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada. 2012. Hal. 151
Morales, V. J. G., Matías‐Reche, F., & Hurtado‐Torres, N. E. (2008).
Influence of transformational leadership on organizational
innovation and performance depending on the level of
organizational learning in the pharmaceutical sector. Journal of
Organizational
Change
Management,
21(2),
188-212.
https://doi.org/10.1108/09534810810856435
Moula, S. (2022). Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 (Studi
Kasus Pemberhentian PNS di Kabupaten Aceh Barat) (Doctoral
dissertation, UIN Ar-Raniry).
Nugroho, D. (2022). Integrasi agama dan budaya dalam komunitas
pemberdayaan: studi empiris pemberdayaan ekonomi perempuan
payungi metro-lampung. Salus Cultura: Jurnal Pembangunan
Manusia Dan Kebudayaan, 2(1), 57-68.
O’leary, Rosemary; Gazley, Beth; McGuire, Michael; and Bingham, Lisa
Blomgren (2009), Public Managers in Collaboration, In O’leary,
Rosemary and Bingham, Lisa Blomgren (Editor), (2009), The
Collaborative Public Manager: New Ideas for the Twenty-First
Century, Georgetown University Press, Washington, D.C.
144 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan
Kualitas (Quality Assurance) dan Evaluasi Reformasi Birokrasi
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan
Kualitas (Quality Assurance) dan Evaluasi Reformasi Birokrasi
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
Pires, J. F., Rey, C., Mas-Machuca, M., & Bastons, M. (2016). Management
by missions in the healthcare sector. Revista de Calidad Asistencial,
31(4), 239–242
Prabowo, Hadi. 2022. Birokrasi dan Pelayanan Publik. Bandung: Bimedia
Pustaka Utama
Prastiwi, J. H. and Yunas, N. S. (2022). Politik desa dan kepemimpinan
perempuan: pengintegrasian isu gender di desa wilayah perbatasan
indonesia - timor leste. PALASTREN: Jurnal Studi Gender, 15(1),
119. https://doi.org/10.21043/palastren.v15i1.14334
Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori,
konsep dan aplikasinya, Rajawali Pers, Depok.
Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori,
konsep dan aplikasinya, Rajawali Pers, Depok.
Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori,
konsep dan aplikasinya, Rajawali Pers, Depok.
Ramdani, R. (2020). Karakter birokrasi pemerintahan dalam pelayanan
perizinan mendirikan bangunan di dinas penanaman modal
pelayanan terpadu satu pintu kabupaten karawang. KEMUDI : Jurnal
Ilmu
Pemerintahan,
4(2),
256-274.
https://doi.org/10.31629/kemudi.v4i2.1919
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 145
Rigby, D. K., Sutherland, J., & Noble, A. (2018). Agile at scale. Harvard
Business Review
Rissy, Y. Y. W. (2021). Tantangan dan strategi pelaksanaan indonesiaaustralia comprehensive economic partnership agreement (iacepa). Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 179-198.
https://doi.org/10.24246/jrh.2021.v5.i2.p179-198
Robert Michels. Partai Politik Kecenderungan Oligarki dalam Birokrasi.
Jakarta: CV. Rajawali.1984. Hal. 207-208
Rohim, et.al,. (2022). Common Thread: The Management of VillageOwned Enterprises and Women’s Empowerment. Sustainability and
Climate
Change,
15(3),
166–169.
https://doi.org/10.1089/scc.2022.0007
Romero, David and Molina, Arturo (2011) ‘Collaborative Networked
Organizations and Customer Communities: Value Co-Creation And
Co-Innovation In The Networking Era’ Production Planning &
Control. Vol. 22, Nos. 5–6, July–September 2011, 447–472.
Rumondang Naibaho https://news.detik.com/berita/d-6517989/kasnterima-2073-aduan-dugaan-asn-langgar-netralitas-pada-20202022 Tanggal: 16 Januari 2023
Sam Boateng, Lukman. 2019. Red Tape It is Heaven for Bureaucratic
Public Service. A Case Study on Trade in Services Business License
of Makassar City.IJO-International Journal of Social Science and
Humanities Research. Vol.2.Issue 8.
Santosa Pandji 2022, Administrasi Publik,Teori dan Aplikasi Good
Governance,PT Refika Aditama, Bandung
Santosa Pandji 2022, Administrasi Publik,Teori dan Aplikasi Good
Governance,PT Refika Aditama, Bandung
Schein EH. 1999. The Corporate Culture Survival Guide. Jossey-Bass: San
Francisco, CA
146 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Sedarmayanti, H., & Nurliawati, N. (2012). Strategi Penguatan Etika dan
Integritas Birokrasi dalam Rangka Pencegahan Korupsi Guna
Meningkatkan Kualitas Pelayanan. Jurnal Ilmu Administrasi, 9(3),
337–361.
Sedarmayanti. (2013). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi
Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan. (Ketiga). Refika
Aditama.
Setyono, Budi (2012), Birokrasi dalam Perspektif Politik dan
Administrasi, Bandung : Nuansa. Hal 74
Setyono, Budi (2012), Birokrasi dalam Perspektif Politik dan
Administrasi, Bandung : Nuansa. Hal. 76
Shah, S. and Stephens, A. (2005) ‘IT and the agile government’, The Agile
Enterprise, pp.295–308, Springer, USA.
Simanungkalit, J. H. U. (2014). Redesign Sistem Pensiun Pegawai Negeri
Sipil di Indonesia. Civil Service Journal, 8(2 November).
Stewphen Marantelli & Cellia Tikothin, The Australian Legal Dictionary,
1985, hal 65.
Sturdy, A., Wright, C., & Wylie, N. (2016). Managers as consultants: The
hybridity and tensions of neo-bureaucratic management.
Organization, 23(2), 184–205
Suprapto, S. and Malik, A. A. (2019). Implementasi kebijakan diskresi
pada pelayanan kesehatan badan penyelenggara jaminan kesehatan
(bpjs). Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 8(1), 1-8.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v8i1.62
Suwarno. Birokrasi Indonesia: Perspektif Teoritik dan Pengalaman
Empirik. UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008. Hal. 256
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 147
Taufik Efendi. Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi. Jakarta:
Konstitusi Press. 2013. Hal. 265-266
Thoha, "Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tantangan dan Harapan,"
Jurnal
Birokrasi
dan
Pemerintahan
Lokal
(2012).
doi:10.20473/jbpl.v1i1.2012.1-14
Totok Mardikanto, P. S. (2019). Pemberdayaan Masyarakat. Alfabeta.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Wang, C., Medaglia, R., & Zheng, L. (2018). Towards a typology of
adaptive governance in the digital government context: The role of
decision-making
and
accountability.
http://dx.
doi.org/10.1016/j.giq.2017.08.003https://www.sciencedirect.com/
science/article/ pii/S0740624X16303100.
Weber, M., 1978[1921]. In: Roth, G., Wittich, C. (Eds.), Economy and
Society. University of California Press, Berkeley, CA.
Westra, P., & Sutarto, S. (1977). Ensiklopedi Administrasi. (No Title).
Wibowo, A. A. and Kertati, I. (2022). Reformasi birokrasi dan pelayanan
publik. Public Service and Governance Journal, 3(01), 01.
https://doi.org/10.56444/psgj.v3i01.2785
Widaningsih, M., Vebritha, S., & Muharam, H. (2022). Implementasi
kebijakan dan komunikasi antar organisasi dalam optimalisasi
kelembagaan dinas perijinan dan penanaman modal. Journal of
Social
and
Policy
Issues,
168-175.
https://doi.org/10.58835/jspi.v2i4.76
Widyastuti Ana, 2021, Optimalisasi Pembelajaran jarak Jauh (PJJ) Daring,
lluring dan BdR, PT Elex media Komputindo, Jakarta
148 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Widyastuti Ana, 2021, Optimalisasi Pembelajaran jarak Jauh (PJJ) Daring,
lluring dan BdR, PT Elex media Komputindo, Jakarta
Zhao, B., Tumaneng, K., & Guan, K. (2011). The hippo pathway in organ
size control, tissue regeneration and stem cell self-renewal. Nature
Cell Biology, 13(8), 877-883. https://doi.org/10.1038/ncb2303
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 149
PROFIL PENULIS
Dr. Rulinawaty, S.Sos., M.Si.
Merupakan Dosen dan Peneliti di Universitas Terbuka. Menyelesaikan
program Doktor Administrasi Publik di tahun 2015 pada Universitas
Hasanuddin. Pada tahun 2022 s/d tahun 2026 diamanahkan sebagai
ketua pascasarjana FHISIP Universitas Terbuka dan sekaligus mengelola
Program Magister Administrasi Publik pada Universitas Terbuka. Penulis
fokus pada riset-riset kebijakan public. Penulis banyak menghasilkan
karya ilmiah di bidang administrasi public, kebijakan publik yang bisa
diakses melalui laman: https://bit.ly/Rulinawaty-GoogleScholar
Junus Jeschial Beliu, S.Sos., M.Si.
Lahir di Soe pada tanggal 22 Mei 1982. Saat ini aktif sebagai Dosen
Program Studi Administrasi Negara, FHISIP Universitas Terbuka Kupang.
Menyelesaikan pendidikan Sarjana dan Magister dari Universitas Nusa
Cendana dan saat ini aktif dalam mengkaji studi kebijakan dan
pelayanan publik
Yusinta Natalia Fina, S.Sos., M.Si
Merupakan Dosen prodi Administrasi Negara pada FHISIP Universitas
Terbuka Kupang
Kamaruddin Salim, S.Sos., M.Si.
Lahir di Tidore. Saat ini mengajar di Universitas Nasional Jakarta. Saat
ini menjadi dosen tetap di Program Studi Sosiologi FISIP Universitas
Nasional Jakarta. Telah menerbitkan beberapa buku, diantaranya: (1)
Sosiologi Politik, Sejarah, Analisis dan Dinamika Perkembangan Konsep,
Malang: Intrans Publishing, 2019; bersama Efriza Dosen Universitas
Sutomo, (2) Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, Depok:
Leader, 2019. Bersama Dr. Zulmasyhur dkk. Dosen UNAS, (3) Sosiologi
Kekuasaan, Teori dan Perkembangan, Jakarta: Bumi Aksara, 2023
bersama Efriza Dosen Universitas Sutomo, (4) Mahatma Gandhi,
Pemikiran dan Gerakan Sosial Tanpa Kekerasan dalam Perspektif
Sosiologi. Jakarta: Kreasi Cendekia Pustaka. 2023.
150 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
Sitti Rabiatul Wahdaniyah Herman, M.Si.
Dosen di Universitas Islam Negeri Datokarama Palu, Menyelesaikan
pendidikan Sarjana di Universitas Hasanuddin dan Magister
Administrasi Negara di STIA Puangrimaggalatung. Penulis tertarik
dengan isu kebijakan publik. Beberapa karya antara lain: Falasafah
Kamase-mase Suku Kajang dalam penerapan tata kelola kebijakan
pengendalian pemanfaatan ruang, Tahun 2023. Penulis dapat dihubungi
melalui surel:
[email protected]
Sunardi
Merupakan Dosen di Universitas Islam Negeri Datokarama Palu,
Menyelesaikan pendidikan Sarjana di Universitas Hasanuddin dan
Pendidikan Magister di MAP Uuniversitas Gadjah Mada. Penulis tertarik
dengan isu perburuhan. Beberapa karya antara lain: Chapter Memeras
Peluh Buruh Angkot Makassar pada Buku Kelas Pekerja dan Kapital di
Indonesia, 2023. Penulis dapat dihubungi melalui alamat surel di:
[email protected]
Nawang Aviani, S.S.T., M.A.P.
Lahir di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Saat ini saya
berprofesi sebagai Dosen Ilmu Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak.
Ridho Harta S.Sos. M.Si.
Dosen tetap pada Program Studi Administrasi Negara/Publik Fakultas
Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas . Menyelesaikan
Pendidikan Sarjana Administrasi Negara UNPAS pada tahun 2023, dan
Megister pada Administrasi Publik Unpad diselesaikan pada tahun 2006,
Aktif mengajar, meneliti, membimbing, sebagai pembicara kegiatan yang
di selenggarakan oleh Universitas Terbuka, serta penulis berbagai jurnal
dan buku. Fokus pengajaran dan riset pada Public Policy, manajemen
public, digital governance, dan collaborative governance.
Andjani Trimawarni, S.S.T., M.A.P.
Lahir di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Saya merupakan
lulusan dengan konsentrasi keilmuan administrasi publik. Saat ini saya
berprofesi sebagai staff pengajar pada Program Studi D-4 Administrasi
Negara Politeknik Negeri Pontianak.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 151
Dr. Elisa Susanti, S.IP., M.Si.
Dosen tetap pada Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran. Sarjana Administrasi
Publik Unpad diselesaikan pada tahun 2003, Magister Ilmu Administrasi
Unpad pada tahun 2008, serta Doktor Administrasi Publik Unpad
diperolehnya pada tahun 2016. Aktif mengajar, meneliti, membimbing,
sebagai pembicara, serta penulis berbagai jurnal dan buku. Fokus
pengajaran dan riset pada manajemen public, digital governance, digital
transformation, dan collaborative governance.
Mutmainnah, S.IP., MPA
Lahir di Sinjai, 03 Februari 1994. Saat ini merupakan dosen pada
program studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak. Memulai karir sebagai dosen
pada Tahun 2022, dan mengampu beberapa mata kuliah diantaranya:
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) di Pemerintahan, Kebijakan
Publik, Sistem Administrasi Negara Indonesia, Etika Pemerintahan dan
Akuntabilitas Publik. Penulis dapat dihubungi melalui surel:
[email protected]
Rohim, S.Sos., M.Si.
Lahir di Probolinggo. Saat ini aktif mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi Pembangunan. Selain aktivitas mengajar juga bekerja
sebagai petani. Bagi penulis, petani merupakan salah satu passion yang
sangat penting, karena mampu mengetahui keadaan yang sesungguhnya
yang dialami masyarakat petani maupun permasalahan sosial lainya di
pedesaan. Penulis juga pernah bekerja di Pemerintah Kota Probolinggo.
Sampai saat ini aktif dalam publikasi, antara lain artikel ilmiah di jurnal
nasional terakreditasi, prosiding nasional maupun internasional, jurnal
internasional bereputasi, buku referensi maupun book chapter.
Yushita Marini, S.E., M.Si.
Lahir di kota Medan tanggal 03 Maret 1984 ini. Ibu dengan dua orang
anak ini merupakan seorang Dosen PNS Fakultas Ekonomi Universitas
Terbuka (UT) dari tahun 2008 sampai sekarang, mendapatkan gelar
Sarjana Ekonomi dari Universitas Negeri Medan di tahun 2006 dan gelar
Magister Sains Akuntansi dari Universitas Sumatera Utara tahun 2016.
Sebagai Dosen bidang Ekonomi Akuntansi Publik, Rini telah memiliki
152 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia
berbagai karya ilmiah dan artikel yang berkaitan dengan bidang
Pendidikan Ekonomi Akuntansi Publik, juga beberapa kali menjadi
narasumber pada kegiatan workshop, seminar maupun pelatihan bidang
nasional dan internasional.
Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 153
154 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia