Academia.eduAcademia.edu

KOMPLEKSITAS DAN DINAMIKA BIROKRASI DI INDONESIA

2023, CV. Literakata Karya Indonesia

Alvian Rachmad EP alam setiap negara, birokrasi memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya. Birokrasi adalah tulang punggung dari sistem pemerintahan yang mengatur, mengelola, dan melaksanakan berbagai kebijakan dan program yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, birokrasi seringkali dihadapkan pada situasi yang kompleks dan beragam, di mana setiap keputusan yang diambil dapat memiliki dampak yang signifikan. Salah satu elemen penting dalam birokrasi adalah diskresi. Suatu tindakan yang diartikan sebagai "the freedom of a public officer to choose among possible courses of action and inaction when the effective limits on their power allow it" 1 Diskresi itu sendiri merujuk pada kewenangan yang dimiliki oleh pejabat birokrasi untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebijakan yang ada. Diskresi juga mencakup fleksibilitas dalam menjalankan tugasnya. Pejabat birokrasi dapat menggunakan diskresi mereka untuk

i ii Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Pasal 114 Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 115 Setiap Orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Potret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk Penggunaan Secara Komersial baik dalam media elektonik maupun non elektronik, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). iii KOMPLEKSITAS DAN DINAMIKA BIROKRASI DI INDONESIA Rulinawaty; Junus Jeschial Beliu; Yusinta Natalia Fina; Kamaruddin Salim; Sitti Rabiatul Wahdaniyah Herman; Sunardi; Nawang Aviani; Ridho Harta; Andjani Trimawarni; Elisa Susanti; Mutmainnah; Rohim; Yushita Marini CV. Literakata Karya Indonesia, Karanganyar 2023 iv KOMPLEKSITAS DAN DINAMIKA BIROKRASI DI INDONESIA Penulis: Rulinawaty; Junus Jeschial Beliu; Yusinta Natalia Fina; Kamaruddin Salim; Sitti Rabiatul Wahdaniyah Herman; Sunardi; Nawang Aviani; Ridho Harta; Andjani Trimawarni; Elisa Susanti; Mutmainnah; Rohim; Yushita Marini Editor: Alvian Rachmad EP Penata Letak: Achmad Cahyo N Desain Sampul: Aldo Pradipta D. Penata sampul: DFEED Sebagian materi sampul dan ilustrasi isi bersumber dari internet © Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang All rights resrved Cetakan pertama, November 2023 Diterbitkan oleh: CV. Literakata Karya Indonesia Jl. Nusama RT03/RW29 Puntukrejo, Kel. Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah – 57731 Telp: +6285159776302 Email: [email protected] Website: https://literakatakaryaindonesia.com 165 hlm; 15,5 x 23 cm ISBN: 978-623-09-6706-1 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Rulinawaty, dkk. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia / Rulinawaty, dkk.; editor, Alvian Rachmad EP-cet.1Karanganyar: CV. Literakata Karya Indonesia, 2023 165 hlm; 15,5 x 23 cm ISBN: 978-623-09-6706-1 1. Nonfiksi I. Judul II. Alvian Rachmad EP. v KATA PENGANTAR BIROKRASI YANG FLEKSIBEL: MEMAHAMI PERAN DISKRESI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH PEJABAT PUBLIK Alvian Rachmad EP D alam setiap negara, birokrasi memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya. Birokrasi adalah tulang punggung dari sistem pemerintahan yang mengatur, mengelola, dan melaksanakan berbagai kebijakan dan program yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, birokrasi seringkali dihadapkan pada situasi yang kompleks dan beragam, di mana setiap keputusan yang diambil dapat memiliki dampak yang signifikan. Salah satu elemen penting dalam birokrasi adalah diskresi. Suatu tindakan yang diartikan sebagai “the freedom of a public officer to choose among possible courses of action and inaction when the effective limits on their power allow it”1 Diskresi itu sendiri merujuk pada kewenangan yang dimiliki oleh pejabat birokrasi untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebijakan yang ada. Diskresi juga mencakup fleksibilitas dalam menjalankan tugasnya. Pejabat birokrasi dapat menggunakan diskresi mereka untuk Hupe, P. and Hill, M. (2007). Street‐level bureaucracy and public accountability. Public Administration, 85(2), 279-299. https://doi.org/10.1111/j.14679299.2007.00650. 1 vi menafsirkan, menerapkan, dan mengadaptasi kebijakan sesuai dengan situasi yang dihadapi. Ini berarti bahwa dalam banyak kasus, pejabat birokrasi memiliki ruang untuk membuat keputusan yang tidak selalu harus mengikuti aturan yang tertulis dengan ketat. Pentingnya diskresi dalam birokrasi terletak pada kemampuannya untuk menghadapi situasi yang kompleks dan beragam. Birokrasi seringkali dihadapkan pada situasi di mana kebijakan yang ada mungkin tidak sepenuhnya relevan atau mampu mengatasi tantangan yang dihadapi. Dalam konteks ini, diskresi memungkinkan pejabat birokrasi untuk menyesuaikan kebijakan dan tindakan mereka untuk lebih baik memenuhi kebutuhan masyarakat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Namun, diskresi juga bisa menjadi sumber kontroversi. Ketika digunakan dengan tidak benar atau tidak proporsional, diskresi dapat mengarah pada ketidaksetaraan, diskriminasi, atau penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengatur penggunaan diskresi dalam birokrasi dengan bijak. Pengawasan dan akuntabilitas adalah kunci untuk memastikan bahwa diskresi digunakan sejalan dengan prinsip-prinsip etika dan keadilan. Pemerintah harus memberikan pedoman yang jelas kepada pejabat birokrasi tentang batas-batas diskresi yang dapat digunakan, dan prosedur harus ada untuk mengatasi keluhan atau penyalahgunaan yang mungkin terjadi. Dalam mengoptimalkan penggunaan diskresi dalam birokrasi, ada sejumlah aspek penting yang perlu dipertimbangkan. tulisan ini akan memberikan gambaran tentang salah satu elemen penting terkait dengan penggunaan diskresi yang bijak dan efektif dalam pengambilan keputusan birokrasi berserta tantangannya. PENTINGNYA INTEGRITAS PEJABAT Dalam penggunaan diskresi, penting untuk memahami peran etika dan integritas dalam menjaga prinsip-prinsip moral dalam menjalankan tugas birokrasi. Etika dan integritas merupakan landasan pokok dalam pengambilan keputusan yang melibatkan diskresi. Pejabat birokrasi harus mempertimbangkan nilai-nilai moral, keadilan, dan kepentingan publik dalam setiap keputusan yang diambil. Hal ini penting untuk vii memastikan bahwa diskresi yang digunakan tidak disalahgunakan atau melanggar prinsip-prinsip etika. Hasil kajian menunjukan bahwa, implementasi kebijakan diskresi dalam pemerintahan daerah dapat meningkatkan efektivitas pelayanan publik2. Namun perlu di garis bawahi bahwa diskresi juga bisa memicu untuk melakukan tindakan fraud3. Oleh karena itu etika dan integritas merupakan landasan yang penting dalam pengambilan keputusan yang melibatkan diskresi. Pejabat birokrasi harus mempertimbangkan nilainilai moral, keadilan, dan kepentingan publik dalam setiap keputusan yang diambil. Hal ini penting untuk memastikan bahwa diskresi yang digunakan tidak disalahgunakan atau melanggar prinsip-prinsip etika. Dengan integritas pejabat itu sendiri menjadikan dirinya sebagai peran kunci dalam memastikan penggunaan diskresi yang benar. Ini mencakup dari mekanisme alasan diskresi digunakan, pelaksanaan diskresi, pemantauan, sampai dengan pelaporan jika terjadi pelanggaran. Etika dan integritas menjadi pedoman yang jelas kepada pejabat birokrasi. Hal ini mencakup batas-batas diskresi yang dapat digunakan dan prinsip-prinsip yang harus diikuti. Akan ada beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh para pejabat publik yang melakukan tindakan diskresi. Beberapa tantangan utama yang mungkin dihadapi meliputi: 1. 2. Kebijakan yang ambigu: Hati-hati dalam memutuskan atau menggunakan diskresi. Ketika Diskresi yang dibuat malah membuat tidak cukup jelas atau ambigu, pejabat birokrasi mungkin merasa kesulitan dalam menentukan langkah yang akan diambil. Hal ini dapat memunculkan tafsiran yang berbeda-beda dan menjadikannya sebagai “jebakan hukum” Tekanan Politik: Dalam teori diskresi seringkali dan pasti akan berhadapan dengan tekanan politik yang dapat memengaruhi Suprapto, S. and Malik, A. A. (2019). Implementasi kebijakan diskresi pada pelayanan kesehatan badan penyelenggara jaminan kesehatan (bpjs). Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 8(1), 1-8. https://doi.org/10.35816/jiskh.v8i1.62 2 Marciano, B., Syam, A., Suyanto, S., Ahmar, N., & Gayatri, M. (2018). Penerapan good corporate governance terhadap pencegahan fraud: sebuah literatur review. Fair Value: Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Keuangan, 1(1), 152-161. https://doi.org/10.32670/fairvalue.v4i3.528 3 viii keputusan. Pejabat yang melakukan diskresi mungkin akan mendapati diri mereka dalam situasi di mana mereka harus mempertimbangkan loby-loby politik. Hal ini untuk mempermudah keberlangsungan diskresi yang diambil. 3. Tekanan dari Kelompok Kepentingan: Dalam setiap keputusan diskresi yang diambil, pasti akan berdampak pada kelompok yang berkepentingan. Oleh karena itu perlu pendekatan kepada kelompok berkepentingan agar dapat memahami kenapa diskresi itu dilakukan. Dalam mengatasi tantangan-tantangan ini, penting bagi pejabat birokrasi untuk mempertahankan independensi dan integritas dalam pengambilan keputusan diskresi. Hal lain yang perlu digaris bawahi juga bahwa diskresi yang dilakukan telah melakukan penerapan dan pedoman yang jelas, tidak ada kepentingan pribadi, terdapat pengawasan yang ketat, dan dilakukan pemantauan akuntabilitas yang baik. Dalam dunia yang terus berubah, kemampuan birokrasi untuk beradaptasi dan menggunakan diskresi secara bijak menjadi semakin penting. Birokrasi yang fleksibel dapat lebih efektif dalam menjalankan tugas-tugasnya dan merespons kebutuhan masyarakat. Namun, dengan kekuatan tersebut juga perlu rasa tanggung jawab untuk menjaga agar diskresi digunakan dengan benar dan sesuai dengan nilai-nilai yang mendasari pemerintahan yang baik. Ini adalah tantangan yang harus dihadapi oleh setiap negara yang ingin memiliki birokrasi yang efisien dan berintegritas. CATATAN REFLEKSI: SELAMAT ATAS TERBITNYA BUKU TENTANG BIROKRASI YANG MENGINSPIRASI Terbitnya buku ini merupakan hasil kerja keras dan dedikasi penulis yang tak lain merupakan seorang akademisi dari berbagai universitas di Indonesia. Buku ini merupakan hasil kolaborasi yang memadukan berbagai perspektif dalam memahami birokrasi dalam berbagai aspek. Birokrasi, sebagai pilar pemerintahan, memegang peranan utama dalam menjalankan fungsi-fungsi krusial dalam masyarakat. Dalam buku ix ini, kita akan menyelami kedalaman birokrasi, mengulasnya dari berbagai sudut pandang, dan merenungkan tentang bagaimana birokrasi dapat mengubah kehidupan kita. Kumpulan artikel dalam buku ini mengeksplorasi aspek-aspek yang berbeda dari birokrasi. Sebagai pembaca, Anda akan dihadapkan pada pandangan yang mendalam tentang dinamika birokrasi Indonesia, peranannya dalam pembangunan, digitalisasi birokrasi, serta berbagai upaya perbaikan yang dapat diambil. Artikulasi pemikiran dalam buku ini menjadi penting dalam konteks zaman yang terus berubah dan kompleks ini. Birokrasi bukan hanya tentang aturan dan tata kelola, tetapi juga tentang bagaimana kita menerapkan kebijakan untuk memberikan dampak positif pada masyarakat. Dalam buku ini, Anda akan menemukan wawasan yang mendalam tentang bagaimana birokrasi memengaruhi kehidupan sehari-hari kita, serta berbagai tantangan dan peluang yang dihadapinya. Harapannya semoga buku ini akan menjadi sumber pengetahuan yang berguna dan menginspirasi, yang akan memotivasi pembaca untuk berpikir kritis tentang peran birokrasi dalam menciptakan masyarakat yang lebih baik. Terbitnya buku ini adalah tonggak yang membanggakan, dan saya mengucapkan selamat atas kerja keras semua penulis yang telah berkontribusi untuk mewujudkannya. Selamat menikmati dan membaca buku ini. #BersamaCiptakanKarya Surakarta, 17 Oktober 2023 x DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR BIROKRASI YANG FLEKSIBEL: MEMAHAMI PERAN DISKRESI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH PEJABAT PUBLIK ....... vi Alvian Rachmad EP ............................................................................. vi DAFTAR ISI ................................................................................... xi CRAFTING AGILE BUREAUCRACY: TRANSFORMASI ETOS KERJA PNS DAN BUDAYA ORGANISASI BIROKRASI DI INDONESIA ................................................................................ 1 Dr. Rulinawaty, S.Sos., M.Si.................................................................. 1 BIROKRASI DAN PELAYANAN PUBLIK: TANTANGAN DI TENGAH DINAMIKA POLITIK .................................................... 33 Junus Jeschial Beliu, S.Sos., M.Si. .................................................... 33 DIGITAL BIROKRASI PELAYANAN MAHASISWA DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH ........................................ 41 Yusinta Natalia Fina, S.Sos., M.Si. ..................................................... 41 DINAMIKA POLITIK BIROKRASI DI INDONESIA ............................ 49 Kamaruddin Salim, S.Sos., M.Si. ....................................................... 49 ADAPTASI LAYANAN PUBLIK DI TENGAH GELOMBANG COVID-19 .................................................................................... 56 Sitti Rabiatul Wahdaniyah Herman, M.Si. ......................................... 56 BIROKRASI DAN DINAMIKA POLITIK PEDESAAN .......................... 62 Sunardi ................................................................................................ 62 TATA KELOLA SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK (SPBE) .................................................................... 68 Nawang Aviani, S.S.T., M.A.P.............................................................. 68 xi TINJAUAN PROSES BISNIS PENETAPAN PENSIUN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL TIDAK CAKAP JASMANI - ROHANI ..................................................................... 78 Ridho Harta, S.Sos., M.Si. .................................................................. 78 DELAPAN AREA PERUBAHAN REFORMASI BIROKRASI ................. 87 Andjani Trimawarni, S.S.T., M.A.P. ..................................................... 87 MEROMBAK JERAT BIROKRASI RED TAPE: MENGENALI AKAR PERMASALAHAN DAN MEMBANGUN SOLUSI YANG BERKELANJUTAN ........................................................................ 97 Dr. Elisa Susanti, S.IP., M.Si. ............................................................... 97 KORUPSI TUMBUH SUBUR: QUO VADIS ETIKA PEJABAT PUBLIK? ..................................................................... 106 Mutmainnah, S.IP., MPA ...................................................................106 PERAN BIROKRASI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI BADAN USAHA MILIK DESA (BUMD)............................ 113 Rohim S.Sos., M.Si. ..........................................................................113 MENGGALI LEBIH DALAM: TRANSISI PERGURUAN TINGGI NEGERI KE BADAN HUKUM DAN KONSEPNYA YANG KOMPLEKS ...................................................................... 125 Yushita Marini, S.E., M.Si. ................................................................125 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 139 PROFIL PENULIS ........................................................................ 150 xii KOMPLEKSITAS DAN DINAMIKA BIROKRASI DI INDONESIA xiii CRAFTING AGILE BUREAUCRACY: TRANSFORMASI ETOS KERJA PNS DAN BUDAYA ORGANISASI BIROKRASI DI INDONESIA Dr. Rulinawaty, S.Sos., M.Si. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 1 E ra revolusi industri 4.0 telah berlangsung. Era ini menuntut pemerintah merespon lebih cepat kebutuhan warganya, akses khusus ke layanan pemerintah diharapkan bisa semulus pelayanan di jejaring sosial yang tanpa hambatan. Tren Big Data, Smart City ini telah mengubah banyak bidang kehidupan. Perubahan yang begitu cepat dan kompleksitas menyebabkan birokrasi mengalami kesulitan melakukan inovasi. Paradigma manajemen publik baru dengan konsep outsourcing yang lebih mengandalkan sumber daya yang menyebabkan birokrasi memiliki ketergantungan yang tinggi. Di negara berkembang seperti di Indonesia sulit mengikuti perubahan ini disebabkan bentuk kabinet pemerintahan yang menyebabkan masalah dari sisi nomenklatur kabinet, inefisiensi, tupoksi tumpang tindih, kinerja kementerian yang belum optimal serta pembengkakan struktur.4 Semua ini menghasilkan birokratisasi yang berlebihan, model kerja monoton ketidakpastian global, pertumbuhan ekonomi stagnan, defisit transaksi berjalan, revolusi industri, ekonomi digital, middle-income trap, dan bonus demografi. Hal ini merupakan bagian dari tantangan birokrasi Indonesia saat ini. Birokrasi pemerintahan harus lebih lincah dan disimplifikasi agar bisa menarik perhatian banyak investor untuk meningkatkan ekonomi negara. Para birokrat juga dituntut untuk cepat tanggap dan lebih tangkas. Menjadi birokrasi yang tangkas merupakan kebutuhan yang semakin mendesak bagi penyelenggara dan penyedia pelayanan publik. Birokrasi adalah elemen yang sangat diperlukan. Agile Bureaucracy merupakan kata sifat yang memiliki makna lincah, gesit, mudah beradaptasi. Agile tidak dikategorikan hanya pada orang atau Sumber Daya Manusia saja, namun juga terhadap kriteria lainnya. Agile Bureaucracy adalah birokrasi yang bersifat fleksibel. Dan adaptif terhadap tuntutan perkembangan zaman yang memiliki enam karakter utama yakni ideology, strategi, struktur, proses, teknologi, dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan bangsa dan negara. Agile merupakan gerakan global yang mengubah dunia kerja.5 Metode agile birokrasi diadaptasi dari rekayasa perangkat lunak, praktik 4 Dapat diakses di: lan.go.id. http://lan.go.id/id/ 5 Rigby, D. K., Sutherland, J., & Noble, A. (2018). Agile at scale. Harvard Business Review 2 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia birokrasi agile dimaksudkan untuk mengubah budaya birokrasi dan metode kolaborasi untuk mewujudkan adaptasi yang lebih tinggi. 6 Birokrasi agile memungkinkan birokrat untuk menghadapi perubahan terus menerus, memungkinkan untuk berkembang di dunia yang semakin fluktuatif, tidak pasti, kompleks dan ambigu. Pada saat yang sama akan melahirkan governance agile yang mampu menghadapi berbagai tantangan dan peluang.7 Artikel ini memberikan ikhtisar singkat tentang model birokrasi agile dan dan menganalisis dan mensintesis literature tentang birokrasi agile dengan tujuan memberikan definisi bersama, juga akan meneliti bagaimana pengembangan agile di dalam lingkungan birokrasi pemerintahan. artikel diakhiri dengan serangkaian pertanyaan penelitian terbuka yang membutuhkan bukti empiris untuk memahami konsep pemerintah yang gesit, proses akuisisi, perubahan budaya, serta kebutuhan SDM dan pelatihan. PENGERTIAN KONSEP AGILE BIROKRASI Konsep Weber adalah konsep penting dari teori organisasi.89 Dalam model birokrasi Weber pada sektor public, konteks budaya birokrasi yang muncul dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, struktur organisasi dan budaya endemiknya yaitu rasionalitas terstruktur.10 Otoritas yang menjadi ciri birokrasi dianggap sebagai hal yang rasional, legal dan berdasarkan status dan posisi. Organisasi birokrasi tipikal ideal Weber dicirikan oleh aturan, tugas, hak untuk setiap posisi, menghasilkan “sistem rigid dan subordinasi”. Forbes 2013/11/04/. Retrieved from https://www.forbes.com/sites/skollworldforum/2013/11/04/gamechangers-the-worlds-top-purpose-drivenorganizations/#73ed2dc377b6 6 7 Gulati, R. (2018). Structure that is not stifling. Harvard Business Review, 96(3), 68– 79. 8 Clegg, S. R. (2016). Puritans, visionaries and survivors. Organization Studies, 26(4), 527–545 Cummings, S., & Bridgman, T. (2011). The relevant past: Why the history of management should be critical for our future. Academy of Management Learning & Education, 10(1), 77–93 9 10 Bessant, J. (2003). High-involvement innovation. UK: Wiley Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 3 Birokrasi dikelola oleh paraprofessional yang berkualifikasi, yang perekrutannya berdasarkan asas umum normative. Birokrat bekerja dan mengambil keputusan berdasarkan perhitungan rasional tentang sarana dan tujuan organisasi, birokrat harus melepaskan hasrat dan sifat pribadi mereka.11 Weber meyakini bahwa birokrasi secara teknis lebih unggul dari organisasi lainnya, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa birokrat cenderung mengejar tujuan pribadi, terjadinya oligarki kekuasaan yang mengakibatkan hilangnya rasa kebersamaan dalam suatu birokrasi. Pada tataran kehidupan sosial, weber mengakui bahwa birokrasi lebih bersifat anti demokrasi, menghilangkan soft skill, otonomi dan individualitas. Fitur utama dari birokrasi di berbagai negara adalah basisnya dalam otoritas hukum rasional, suatu bentuk dominasi yang diterima sebagai sah oleh bawahan karena ia bersandar pada aturan formal yang disahkan secara hukum dan atas perintah para pemimpin yang dipilih berasal dari lingkungan mereka. Selain memberikan legitimasi, aturan seperti hukum, peraturan administrasi, kebijakan, atau prosedur operasi standar yang dirancang secara rasional untuk memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi. Birokrasi ideal dirancang agar staf mengikuti aturan, pekerjaan mereka berpusat pada melaksanakan aturan yang ditentukan secara resmi, bukan atas perintah pribadi atasan, Para pimpinan tinggi pratama terikat pada peraturan dan menjadi contoh bagi para staf dalam memberikan pelayanan. Dalam hal struktur organisasi, birokrasi mengaturnya dengan menetapkan tugas dan batas yuridiksi tertentu dalam unit divisi kerja, menetapkan hirarki wewenang serta prosedur dalam memberikan perintah atasan dan bawahan.12 Birokrasi digambarkan sebagai kura-kura, sosok yang lambat, sangat kaku, dan tidak ingin lepas dari cangkangnya, inovasi dianggap sebagai hal yang memaksa mereka keluar dari zona nyamannya. Kritikan-kritikan tentang birokrasi selama ini selalu seputar bagaimana mereka kehilangan moral, kecenderungan memusatkan pada bagaimana mendapatkan kekuasaan, sangat individual, serta pola kerja yang 11 Bauman, Z. (2013). Modernity and the holocaust. Cambridge: Polity Weber, M., 1978[1921]. In: Roth, G., Wittich, C. (Eds.), Economy and Society. University of California Press, Berkeley, CA. 12 4 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia mengecewakan.1314 Birokrasi juga memiliki kecenderungan kepatuhan terhadap aturan-aturan yang bersifat abstrak, birokrasi bersandar pada kesetiaan dan patuh pada pribadi yang kepemimpinannya dipilih secara tradisional, begitu juga sebaliknya pemimpin dalam memilih stafnya lebih cenderung berdasarkan pada hubungan pribadi daripada kualifikasi formal. Saat ini para ahli administrasi memperkenalkan new model organization, hybrids theory, post-bureaucracy, neobureaucracy15 yang mengarahkan agar birokrasi bersikap agile. Agile government adalah bidang penelitian dan praktik yang sedang berkembang, konsep ini berasal dari model Adaptif Governance yang memiliki three types of adaptive governance namely polycentric, agile, and organic governance.16 Agile memiliki arti kata gesit. Dalam kamus Bahasa asing yang berarti hidup atau aktif. Manajemen agile muncul pada pertengahan 1990-an sebagai respon terhadap manajemen tradisional yang kaku, sulit dan rigid yang tidak mampu merespon secara fleksibel terhadap perubahan, dan ini menjadi bahan kritikan untuk birokrasi. Agile dalam tulisan ini focus on outcomes of agility. Agile digunakan sebagai kata sifat yang merujuk pada kebutuhan organisasi, dalam hal ini birokrasi untuk berperilaku lebih fleksibel, adaptif, dan cepat,17 mengacu pada respon birokrasi terhadap ancaman sosial, ekonomi, gejolak pasar18 dan tantangan global yang dalam Clegg, S., & Baumeler, C. (2010). Essai: From iron cages to liquid modernity in organization analysis. Organization Studies, 31(12), 1713–1733. 13 Clegg, S. R. (2016). Puritans, visionaries, and survivors. Organization Studies, 26(4), 527–545 14 15 Sturdy, A., Wright, C., & Wylie, N. (2016). Managers as consultants: The hybridity and tensions of neo-bureaucratic management. Organization, 23(2), 184–205 16 Wang, C., Medaglia, R., & Zheng, L. (2018). Towards a typology of adaptive governance in the digital government context: The role of decision-making and accountability. http://dx. doi.org/10.1016/j.giq.2017.08.003https://www.sciencedirect.com/science/article/ pii/S0740624X16303100. 17 Alsudairy, M. A. T., & Vasista, T. G. (2014). CRASP - A strategic methodology perspective for sustainable value chain management. In K. S. Soliman (Vol. Ed.), Vision 2020: Sustainable growth, economic development, and global competitiveness. Vol. 1–5 Norristown: Int Business Information Management AssocIbima edited by. (170-+). 18 Dahmardeh, N., & Pourshahabi, V. (2011). Agility evaluation in public sector using fuzzy logic. Iranian Journal of Fuzzy Systems, 8(3), 95–11 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 5 penggunaan dan adopsi teknologi atau sistem baru yang akan membuat birokrasi menemukan bentuk baru. Munculnya Agile sebagai gerakan global besar yang menyebar dengan cepat ke semua bagian dan semua jenis organisasi. Agile lahir didorong oleh kondisi dan tuntutan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan penyediaan barang-barang publik. Agile menjadi jawaban bagi birokrasi untuk mengatasi gejolak masyarakat atau pelanggan. Agile memungkinkan birokrasi untuk mengikuti perubahan didalam dan diluar lingkungannya yang sangat fluktuatif, tidak pasti, kompleks dan ambigu. Tujuan birokrasi agile adalah birokrasi yang lincah, baik secara prinsip maupun praktik. Agile dipercaya sebagai jalan untuk mengembangkan software dalam manajemen birokrasi, bagaimana menghargai individu dan interaksi antara proses dan alat, bagaimana kolaborasi yang melayani dan dilayani, serta bagaimana birokrasi menjalankan perubahan terhadap aturan yang ditetapkan. Agile terhadap pencapaian tujuan, prinsip dan nilai-nilai yang dianut lebih produktif dan responsif terhadap kebutuhan pelanggan daripada bertahan dengan manajemen tradisional. Agile perlu diterapkan pada Birokrasi terutama kemampuan untuk memberikan respon yang cepat, solusi yang tepat tanpa terjadinya konflik yang menjadi ciri khas birokrasi. Agile adalah software yang menjadi pendorong penting bagi birokrasi dan harus diterapkan dalam setiap aspek pekerjaan, bisa diterapkan dalam program baru seperti mendesain atau memproduksi mesin, diterapkan dalam strategi pemasaran jasa maupun produk, menerapkan dalam pengelolaan sumber daya manusia dan pola kepemimpinan, Agile melibatkan nilai-nilai baru, prinsip, praktek dan manfaat dalam manajemen. Menjadi Birokrasi agile merupakan kebutuhan yang mendesak bagi pemerintahan suatu negara yang mengandalkan Teknologi Informasi dalam penyelenggaraan pelayanan dan untuk mendukung kemajuan ekonomi digital. Harus disadari bahwa sebagian besar birokrasi masih menerapkan prinsip rantai komando, dan ini sudah menjadi budaya organisasi mereka, budaya ini tentu saja akan menjadi penghalang utama untuk menjadi birokrasi agile. Pemimpin dalam birokrasi perlu melakukan transformasi, mulai belajar dan mempraktekkan serangkaian pola pikir baru yang holistik berdasarkan software agile, sehingga bisa membangun dan menjalankan 6 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia budaya birokrasi berdasarkan azas agile. Beberapa kajian menuliskan bahwa agile adalah alat, proses, metodologi, teknologi, platform, big data dan sejenisnya, hal ini dalam beberapa kasus pada organisasi berbeda bisa dibenarkan, tetapi di dalam birokrasi agile, agile yang dibutuhkan adalah pola pikir. Agile birokrasi mengakui bahwa pola pikir dan individu menjadi kunci utama keberhasilan pelayanan publik, hal ini lebih utama dari alat dan proses. Individu yang agile akan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Pola pikir yang agile mampu dengan cepat merespon perubahan lingkungannya, memahami bagaimana organisasinya bekerja. Individu agile yang memiliki pola pikir yang agile akan menciptakan model kerjasama yang agile, nilai-nilai yang mereka ciptakan, interaksi mereka ketika bekerjasama akan lebih dihargai dari pada alat dan proses. Tanpa pola pikir agile, alat dan proses hanya membantu sedikit dalam pencapaian tujuan birokrasi. Birokrasi agile adalah organisme yang tumbuh, belajar tentang makhluk hidup yang bergerak terus menerus, agar mampu menciptakan dan memenuhi tuntutan masyarakat yang terus berubahubah mengikuti perkembangan zaman, Birokrasi agile mampu mengeksploitasi peluang baru, dan menambah nilai baru dalam interaksi antara negara dan citizen. Birokrasi agile merangsang birokrat untuk mampu melakukan inovasi dalam aktivitasnya untuk memberi nilai lebih dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pemberian otonomi kepada mereka, mampu meningkatkan kapasitas birokrat dan organisasinya. Birokrasi agile bercirikan transparansi, kredibel, prediktabilitas, efektif dan efisien. Sehingga komunikasi yang terbentuk akan menciptakan model interaktif yang mengedepankan keterbukaan, komunikasi dengan gaya top-down tidak akan menambah nilai lebih bagi masyarakat, komunikasi model ini akan menciptakan kekakuan dalam birokrasi. Selama ini birokrasi dituntun bekerja cermat, dan berhati-hati dalam bekerja, sehingga terkesan lamban, sementara dalam birokrasi agile menuntut birokrat menjadi lebih pintar dengan memberikan nilai lebih dalam bekerja, melayani dengan cepat sehingga mengurangi volume pekerjaan. Agile mampu menghapuskan perdebatan antara eksploitasi dan eksplorasi terhadap staf yang selama ini menjadi perdebatan, di pihak pimpinan dianggap sebagai eksplorasi, di lain sisi, staf merasa sebagai Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 7 eksploitasi, dan ini sering terjadi pada birokrasi tradisional. Agile adalah konsep, teknik, model, pola pikir, dan apabila diterapkan dengan benar maka seluruh bagian yang ada di dalam birokrasi akan selalu melakukan inovasi untuk mencari cara agar menambah nilai lebih dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Birokrasi yang terus menerus bergerak menciptakan inovasi mencerminkan budaya birokrasi yang sehat, orang-orang didalamnya bekerja dengan perasaan senang, dan hasil akhirnya akan mencapai tujuan organisasi yang disepakati bersama, menciptakan trust masyarakat kepada birokrasi. Birokrasi agile memiliki kemampuan untuk a) memberikan respon pelayanan publik yang cepat, tepat, mudah tanpa gesekan dan terhindar dari red tape;19 b) memberikan keluasan untuk melakukan inovasi terus menerus sesuai dengan perkembangan zaman dan mampu memenuhi tuntutan masyarakat dalam memberikan pelayanan publik; c) Karena staf diberikan kepercayaan untuk melakukan inovasi, maka tempat kerja terhindar dari penyakit stress. Menerapkan birokrasi agile akan berdampak pada bagaimana merancang pelayanan publik, diformulasikan, dan diimplementasikan. Menggabungkan metode gesit dengan model manajemen bisnis dapat membantu birokrasi untuk berinovasi seperti mengadopsi layanan-layanan transaksi yang bersifat online seperti aplikasi Grab, Gojek, BukaLapak, Tokopedia atau media sosial seperti Facebook. Semua ini harus didukung dengan kematangan teknologi, membangun kemitraan publik-swasta, berani keluar dari zona lama dengan melakukan terobosan-terobosan inovasi. Pemikiran agile dalam pemerintahan bukan hal aneh lagi, perspektif ini mendukung pencapaian tujuan administrasi publik yang berpusat pada tuntutan dan kebutuhan warga negara akan perubahan dalam penyelenggaraan governance.20 Perbedaan yang mendasar antara publik dan privat, yaitu Government fokus bekerja untuk memenuhi kebutuhan citizen, keputusan-keputusan dituntut transparansi karena dalam government keputusan melibatkan berbagai pemangku kepentingan 19 Sam Boateng, Lukman. 2019. Red Tape It is Heaven for Bureaucratic Public Service. A Case Study on Trade in Services Business License of Makassar City.IJOInternational Journal of Social Science and Humanities Research. Vol.2.Issue 8. 20 Shah, S. and Stephens, A. (2005) ‘IT and the agile government’, The Agile Enterprise, pp.295–308, Springer, USA. 8 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia yang memiliki sudut pandang yang berbeda. Berikut gambaran Agile framework dimana menunjukkan area yang diidentifikasi perlu bekerjasama untuk memfasilitasi Agile Organization. Gambar. 1 Agile Framework21. BIROKRASI TRADISIONAL VS BIROKRASI AGILE Budaya organisasi mencakup kebiasaan, tradisi, dan cara kerja, dan sebagian besar dipengaruhi sejarah organisasinya22 atau secara sederhana adalah cara kita melakukan hal-hal disekitar tempat kita bekerja23. Schein24 mendefinisikan budaya organisasi sebagai 'pola asumsi dasar bersama yang dipelajari kelompok dalam menyelesaikan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, dan yang telah bekerja 21 Idem Dennison DR. 1990. Corporate Culture and Organizational Effectiveness. Wiley: New York 22 23 Johnson KW. 1999. The role of culture in achieving organizational integrity and managing conflicts between cultures. Available at: ⟨www.ethicaledge.com/quest 5.html.⟩. Retrieved on 25 April, 2008 24 Schein EH. 1999. The Corporate Culture Survival Guide. Jossey-Bass: San Francisco, CA Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 9 cukup baik untuk dianggap valid dan, karenanya, layak diajarkan kepada yang baru. anggota sebagai cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan merasakan tentang masalah-masalah tersebut. Pola birokrasi tradisional dibangun dari hierarki, sangat procedural, deskripsi proses, enggan untuk mengambil resiko, berbasis aturan, dan berorientasi pada kontrol. Semakin besar birokrasi, maka semakin kompleks dan rumit. Segala keputusan berada pada pimpinan puncak, atau berdasarkan terhadap petunjuk pelaksanaan teknis, Adanya garis komando menimbulkan budaya yang terorganisir, terkotak dan sistematis. Tanggung jawab yang mereka miliki dianggap sebagai status sosial mereka, dan status mereka adalah kekuatan untuk saling menekan. Budaya birokrasi yang tradisional seperti ini menciptakan ketergantungan secara struktur hirarki, yang pada akhirnya membuat staf pada level bawah ketika membuat keputusan sangat terikat dengan struktur hirarki, mengurangi kemampuan staf untuk melakukan diskresi pada pekerjaannya.25 Birokrasi tradisional memiliki pola kerja atas dasar satu orang, satu pekerjaan yang memiliki otoritas yang berbeda, sehingga informasi antara satu divisi dengan divisi lainnya terpisah, dan pengetahuan yang spesifik hanya dimiliki oleh satu domain tertentu. Sementara itu transfer pengetahuan tidak terjadi antara satu divisi dengan divisi yang lain. Budaya ini akan menghasilkan sikap saling menyalahkan, lempar tanggung jawab antara individu, divisi dan pimpinan, hal ini disebabkan oleh adanya tuntutan terhadap kepatuhan aturan, tata tertib dan undang-undang. Budaya pada dasarnya adalah waktu untuk berevolusi. Budaya birokrasi agile sangat kontraproduktif dengan budaya birokrasi tradisional. Birokrasi agile adalah budaya kerja kolaboratif, tanggung jawab bukan lagi pada individu tetapi pada tim atau penekanan pada tanggungjawab bersama.26 Prinsip dari agile adalah kecepatan yang Kasmad, Rulinawaty Alwi, La Tamba, Discretion Dilemma of Street-Level Bureaucracy in Implementation of the Street Vendors Empowerment Policy in Makassar City, Indonesia., 2018, American Journal of Humanities and Social Sciences Research (AJHSSR) Volume: 2, Issue: 8, pp: 106-703, ISSN: 237870. URL Dokumen: http://www.ajhssr.com/volume-2-issue-8. 25 26 Cockburn, A. (2002). Agile software development. Boston: Addison-Wesley 10 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia cermat, sementara kecepatan menjadi barang langka dalam birokrasi tradisional. Sementara prosedur tetap dan pola kerja statis sangat tidak cocok dengan pola birokrasi agile, birokrasi agile memahami bahwa lingkungannya adalah lingkungan yang sangat dinamis yang mudah berubah ubah. Birokrasi tradisional cenderung berpikir bahwa jika birokrat memiliki proses dan alat yang tepat dalam menjalankan tugas, maka tidak masalah siapa yang mengeksekusi. Birokrasi tradisional memiliki gagasan bahwa jika semuanya didokumentasikan, maka birokrat telah menjalankan tugas dengan berkinerja. Birokrat tidak perlu berinteraksi satu sama lain, karena semua prosedur telah memiliki buku manual untuk membantu mereka, dan mereka tinggal membacanya, tetapi sayangnya dokumentasi selalu kalah cepat dengan kondisi kekinian, sehingga seringkali dokumen tidak mampu menjawab masalah kompleks yang dihadapi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang-orang dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain lebih penting dari pada mengikuti beberapa proses. Di Dalam metode agile, salah satu software yang penting adalah individu dan interaksi yang membentuk sebuah tim kerja. Individu yang berinteraksi memiliki kecenderungan untuk mengoptimalkan kinerja mereka. Di Dalam lingkungan yang berubah cepat dan tidak bisa diprediksi, diyakini bahwa berkolaborasi dengan masyarakat, pelanggan akan lebih bermanfaat daripada menjalankan tugas berdasarkan dokumen yang tertulis. Selama ini kecenderungan birokrasi tradisional fokus pada pembuatan perencanaan dan kemudian mengikuti rencana tersebut sesuai dengan tahapannya. Dalam birokrasi agile, lebih pada bagaimana realitas yang terjadi pada perencanaan. Realitas jauh lebih fleksibel daripada rencana. Realitas membengkokkan jauh lebih sedikit daripada buku manual. Birokrasi agile mengakui bahwa menanggapi perubahan lebih penting daripada mengikuti dokumen perencanaan. Birokrasi tradisional dikenal dengan birokrasi yang kompleks, kekompleksannya salah satunya pengambilan keputusan yang berulang yang membutuhkan level tindakan jabatan. Pada dasarnya proses pengorganisasian bergantung pada pola kepemimpinan dalam mengembangkan kepercayaan satu sama lainnya, saling pengertian dan kerjasama yang efisien antara berbagai peran Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 11 kontingen vertikal dan horizontal agar mencapai budaya birokrasi yang agile. Birokrasi agile adalah birokrasi yang menghilangkan hirarki yang kaku, berubah menjadi budaya agility yang dimulai dari pucuk pimpinan dalam birokrasi. Seorang leader menjadi role model perubahan budaya, mengapa para staf perlu berubah, dari bekerja secara individu menjadi bekerja secara tim dan berkolaboratif sesuai dengan lingkungan kerjanya dan domain kerja mereka secara internal maupun eksternal. Budaya agile dalam penyelenggaraan pelayanan publik cenderung bersifat komunikatif terhadap masyarakat pengguna jasa juga mereka merespon kebutuhan masyarakat serta lingkungan, yang akan menciptakan empati, loyalitas dan kepuasan terhadap layanan yang diberikan. Penyelenggaraan tata kelola pemerintahan dengan budaya birokrasi agile akan memiliki dampak yang signifikan dalam semua aspek seperti program-program kebijakan, proyek-proyek infrastruktur akan lebih ramping karena lebih fleksibel pada saat implementasi program, begitu juga pada kajian administrasi publik, budaya agile dimasukkan dalam penerapan POSDCORB yaitu Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting dan Budgeting. Perencanaan Similarly, Lappi and Aaltonen27 menggambarkan perubahan budaya birokrasi dari tradisional menjadi agile, tidak serta mudah dilakukan, birokrasi adalah sebuah organisasi pemerintah yang besar, maka dari itu tata kelola pemerintahan dengan penerapan budaya agile perlu diintegrasikan dan disejajarkan dengan perubahan Teknologi Informasi (IT). Kemajuan IT haruslah didukung perubahan mindset para birokrat. Dukungan, dorongan dan keterbukaan pemerintah adalah kunci utama evolusi budaya birokrasi yang agile. Budaya agile yang agility dan holistik diyakini sangat cocok dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dimana respond cepat dan tepat menjadi senjata utama dalam mewujudkan pelayanan prima. 27 Lappi, T., & Aaltonen, K. (2017). Project governance in public sector agile software projects. International Journal of Managing Projects in Business, 10(2), 263–294. http:// dx.doi.org/10.1108/ijmpb-04-2016-0031 12 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Budaya agile dalam penerapan di sektor publik memiliki keuntungan sekaligus memiliki tantangan. Keuntungannya adalah adanya efisiensi yang besar seperti waktu, tenaga dan uang ketika diimplementasikan dengan baik. Tetapi tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya cenderung tidak dimiliki para birokrat seperti memiliki kapasitas, ketrampilan, budaya, struktur kebijakan dan model kepemimpinan. Tabel. 1 Model Organisasi Bervariasi Menurut Lingkungan Bisnis Di Mana Perusahaan Bersaing. Birokrasi Tradisional Model Organisasi Tujuan Lingkungan Aktivitas Hierarki, Formal, Kaku, Senioritas, Ukuran Lebih Besar, Kewenangan Jabatan adalah keistimewaan Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan aturan Lingkungan yang relatif stabil Aturan dan Prosedur Agile Birokrasi Kelincahan, Komunikatif, Kolaboratif, Interaktif, Pola Pikir Agile, Tindakan Tim adalah keistimewaan Private Organization Fleksibel, Datar, Piramida, Lintas Fungsional, Pengetahuan individu diistimewakan Keselarasan dan otonomi Keuntungan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup Tingkat ketidakpastian yang tinggi Interaktif, cepat, dan tepat, gesit, tanggap terhadap perubahan, seputar masalah atau peluang Tingkat kemajuan teknologi yang tinggi Cepat karena lebih menekankan pendekatan pragmatis dalam persaingan, Saling menyesuaikan, Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 13 Pengambilan Keputusan Kepemimpinan Motivasi Pendekatan Top-Down Hirarki Gaji dan Penghargaan Pendekatan TopDown approach, Pendekatan Bottom Up, Pendekatan Linier. Hamba, Adaptasi (perubahan lingkungan, tekanan, dan krisis) Bersikap tenang dalam segala situasi Rentangkan tujuan dan pengakuan untuk mencapainya dan aliran ide yang bebas Pendekatan Linier, Preskriptif, Pendekatan Deskriptif Pendekatan wirausaha, Visioner Kemahiran pribadi, pekerjaan yang menarik KENAPA HARUS AGILE? Trend saat ini adalah organisasi agile yang memiliki tim inovasi, yang didesain tetap berfokus pada pelanggan dan dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan lingkungannya. Ketika agile diterapkan dengan benar, maka akan menghasilkan produktivitas yang tinggi, moral tim yang baik, waktu pelayanan yang cepat, dan hasil memuaskan pelanggan dan mengurangi resiko. Agile paling cocok untuk program inovasi seperti kreativitas menciptakan aplikasi untuk meningkatkan produk, layanan, dan proses. Metode agile pertama kali dicetuskan di departemen TI dan sekarang banyak digunakan dalam pengembangan perangkat lunak. Seiring waktu mereka telah menyebar ke fungsi-fungsi seperti pengembangan produk, pemasaran, dan bahkan Sumber Daya Manusia28 28 Darrell K. Rigby., Jeff Sutherland., Andy Noble. (2018) Agile at Scale. Harvard Business Review. https://hbr.org/2018/05/agile-at-scale 14 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Inovasi Pelayanan Publik telah menjadi sarana pembaruan administrasi publik. Hal ini terungkap dalam konferensi international Innovating the Public Sector: from Ideas to Impact yang diselenggarakan Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) tanggal 11-13 November 2014 di Paris. Melakukan inovasi dalam lingkungan birokrat mendapatkan berbagai kendala, benturan antara melakukan inovasi dan patuh terhadap aturan. Banyak hal yang menghambat organisasi publik untuk melakukan inovasi, hantu yang mengganggu organisasi publik adalah struktur hirarkis yang cenderung memperlambat proses pengambilan keputusan, dan birokrasi yang gemuk. Pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan mendorong percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik, dengan mengharuskan setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah menciptakan minimal 1 inovasi utama setiap tahun yang dikenal dengan gerakan One Agency, One Innovation. sebuah gerakan yang melibatkan seluruh komponen good governance, karena keberhasilan one agency, one innovation ditentukan oleh kolaborasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam menciptakan minimal satu inovasi yang harus dilakukan setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Jumlah Inovasi yang digalang pemerintah setiap tahunnya semakin bertambah, tercatat di tahun 2018 jumlah proposal inovasi sebanyak 2.824 inovasi. Inovasi dianggap sebagai sebuah solusi untuk mengungkit percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Kondisi kekinian menunjukan bahwa inovasi yang dilakukan oleh para birokrat belum menunjukkan perubahan signifikan, inovasi yang muncul belum menjadi kekuatan riil untuk mendorong percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik29 Selama ini konsep agile dianggap melakukan perubahan pada teknik dan metode kerja, menjadi Agile tidak cukup hanya dengan melakukan inovasi dan menolak struktur birokrasi tradisional, tetapi dibutuhkan adalah mindset individu akan tekad dan tujuan. Birokrat harus memiliki tekad untuk melayani dan tujuan memberikan pelayanan publik yang prima. Tujuan Birokrasi bisa dilihat dari visi dan misi. Untuk menjalankannya maka diperlukan empat alat manajemen yaitu misi, 29 Dapat diakses di: https://www.menpan.go.id/site/ Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 15 kompetensi, tujuan dan proses. Kempat alat ini menggambarkan karakter birokrasi “apa dan bagaimana birokrat dalam menjalankan tugas, bagaimana pencapaiannya, serta apa dan bagaimana perilaku birokrat. Agile adalah pola pikir, bukan metodologi untuk diimplementasikan dalam kerangka manajemen. Agile adalah kerangka kerja yang sangat berbeda untuk manajemen itu sendiri. Agile dimulai dengan pandangan berbeda tentang tujuan organisasi. Harus dipahami tujuan akhir dari menjadi agile adalah untuk memuaskan pelanggan. Di sebagian besar pelayanan publik adalah ketidakmampuan untuk memuaskan pelanggannya. Agile membantu menciptakan generasi baru manajer umum yang terampil, lebih baik dan berbeda. Ketika manager menjadi agile, mereka memiliki tujuan yang berbeda, cara pengorganisasian kerja yang berbeda, peran manajemen yang berbeda, dan cara komunikasi yang berbeda. Agile mengubah konsep dasar manajemen. Birokrasi agile memiliki misi dan tujuan yang agility. Tujuan yang agile menjadi alat yang tepat untuk mendorong keseimbangan antara alignment and autonomy agar terjadi keselarasan antara kompetensi, tujuan, atau proses. Dengan menciptakan keselarasan melalui misi, birokrasi agile memberikan kebebasan individu, sehingga mereka dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk peka terhadap perubahan dan responnya. Dengan menjadi agile, tim dan individu dapat terkoordinasi untuk beradaptasi dan mengkonfigurasi ulang tujuan mereka. Seperti vocal group, ada yang memiliki suara sopran, alto, tenor dan bas, mereka tetap otonom tetapi mereka tetap mendengarkan satu sama lain dan fokus pada keseluruhan lagu bersama. Memiliki tujuan agility dalam suatu organisasi berasal dari ratusan tujuan pribadi kemudian dikerahkan untuk menjadi tujuan organisasi agile. Birokrasi yang menjalankan misi yang agility, cenderung birokratnya bertanggung jawab atas penyelesaian misinya seperti memperoleh pelatihan, menggunakan sumber daya dan menjalin kerjasama internal maupun eksternal. Birokrasi yang hirarkis dan kaku, yang aktivitasnya digerakkan oleh peraturan dapat diubah menjadi birokrasi yang akuntabilitas dan memiliki komunikasi interaktif dengan rekan sejawat. 16 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Agility tidak hanya bisa dilakukan pada pelayanan publik yang sederhana, tetapi juga dapat ditemukan pada pelayanan publik yang kompleks yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti pelayanan kesehatan, dimana pemangku kepentingan saling terlibat secara proses sistematis dan saling ketergantungan seperti Dokter, perawat dan Administrator, mereka memiliki tujuan individu, tetapi mereka memahami tujuan mereka menjadi tim pada pelayanan kesehatan, saling memahami seperti ini dapat integrasi pekerjaan dan meningkatkan tujuan bersama.30 Koordinasi terhadap misi, tujuan mampu menolong birokrat dari keterbatasannya dalam bertindak, memberikan kebebasan untuk bertindak dalam hirarki. Birokrasi tradisional memahami bahwa penyelarasan tujuan adalah sebagai proses top-down, tetapi dalam metode agile, penyelarasan misi, tujuan dan proses bisa dilakukan lebih produktif dan fleksibel dengan cara mengambil dari top-down, bottom-up dan horizontal, hal ini bertujuan untuk saling menguatkan, efektif dan efisien. Metode Agile mampu beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan lingkungannya dengan membentuk kolaboratif antara anggota tim yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda, sehingga akan membentuk budaya organisasi yang membangun rasa saling percaya dan hormat. Metode Agile dapat efisiensi terhadap waktu dan tenaga, pada level pimpinan, mereka fokus pada tanggungjawab mereka seperti menyesuaikan visi organisasinya sesuai dengan perubahan lingkungan organisasi, memprioritaskan inisiatif strategis, menyederhanakan dan memfokuskan pekerjaan, the right man in the right place, meningkatkan kolaborasi lintas fungsional, dan menghilangkan hambatan-hambatan yang mengganggu organisasi untuk berkembang dan maju. Tetapi harus disadari bahwa metode agile bukanlah sihir, atau obat mujarab untuk penyakit birokrasi. Tetapi metode agile adalah yang paling mudah dan efektif untuk diterapkan dalam melakukan inovasi software birokrasi. Sementara masalah di dalam tubuh birokrasi adalah sangat rumit. Untuk menjadi agile dibutuhkan pelatihan, perubahan perilaku, penggunaaan teknologi informasi baru, dan pemberian reward dan gaji. Inovasi agile berhasil tergantung pada peserta yang bersemangat, individu yang Pires, J. F., Rey, C., Mas-Machuca, M., & Bastons, M. (2016). Management by missions in the healthcare sector. Revista de Calidad Asistencial, 31(4), 239–242 30 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 17 termotivasi. Mereka perlu didukung dan dipercayakan menyelesaikan pekerjaannya dalam sebuah tim agile. untuk Tabel. 2 Perbandingan HRD Dalam Morality dan Agile Development31 HUMAN RESOURCE DEVELOPMENT (HRD) MORALITY EKSPLISIT DALAM KEPUASAN KERJA DAN TUJUAN KERJA BIROKRAT/ASN/PNS Kepuasan Kerja, Komitmen AGILE DEVELOPMENT PROSES, ALAT, KERJA TIM, DAN INTERAKSI Kerja Kolektif, Fleksibel KINERJA Efisiensi adalah segalanya Sedikit kerja sama tim, Collective Colegial TIM KERJA Dianggap sebagai proses negosiasi & rekonsiliasi kepentingan Personil dan Programer KOMUNIKASI Menciptakan komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan dan pelanggan Rotasi timPeningkatan Komunikasi INTERAKSI PELANGGAN Melakukan Analisis dan Menggunakan metodologi yang sistematis dalam berinteraksi dengan pelanggan & memahami aturan serta menciptakan hubungan yang baik Fokus pada pelanggan SISTEM ORGANISASI Desain prosedur kerja, pekerjaan individu, dan aktivitas kelompok kerja Aturan khusus mengenai peran, hubungan, dan tata kerja 31 Hasil olahan data tahun 2020 18 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Kerja birokrasi agile sangat berbeda dengan Birokrasi tradisional. Para staf membentuk tim kecil dan mengatur diri sendiri, Pimpinan bertindak sebagai “guide tour” memberitahu bagian mana membutuhkan inovasi, tetapi tidak memberitahu seperti apa, dan bagaimana staf melakukan inovasi. Tim agile memang selalu ditempatkan pada orang-orang yang berhubungan langsung dengan pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal, tim ini diharuskan membangun hubungan yang erat dengan pelanggannya, membuat inovasi dalam penyelenggaraan pelayanan. Ketika organisasi publik menjadi agile, maka pimpinan dan bawahan akan berinteraksi dengan mudah, tanpa perlu kontrol yang berlapis, tidak membutuhkan dokumen yang banyak sehingga mempercepat pekerjaan dan mampu memotivasi para anggotanya. Sementara di pucuk pimpinan, mereka fokus bagaimana membangun organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Tim agile, memiliki pemimpin agile yang berfungsi sebagai fasilitator, melatih anggota timnya dan membantu menjaga agar semua anggota tim terlibat secara aktif. mengadopsi nilai gesit, berkolaborasi lebih efektif, dan beradaptasi lebih cepat ke pasar yang semakin dinamis. Organisasi yang tidak mengadopsi agile dalam aktivitasnya, akan menghadapi pimpinan organisasi terjun dan jungkir balik untuk menyelesaikan masalah, alih-alih mendelegasikan kepada bawahannya. Tim Agile akan mendapatkan manfaat dengan menguasai metode agile. Pimpinan perlu menghindari memberikan penugasan paruh waktu kepada tim kerja atau menggunakan keanggotaan yang digilir. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tim yang handal secara produktif dan responsive adalah tim yang solid, bukan tim yang melakukan membongkar pasang anggotanya Birokrasi cenderung sulit untuk menerapkan agile, karena birokrasi sebagai organisasi satu kesatuan dari atas hingga tingkatan bawah yang diatur berdasarkan kewenangannya, selain itu birokrasi diatur oleh undang-undang sehingga sangat sulit mewujudkan birokrasi agile. Untuk menjadi birokrasi agile maka perlu memperhatikan aturan tentang a) Pelanggan, bagaimana birokrasi memberikan nilai lebih kepada pelanggan “be-all and end-all” dalam berinteraksi; b) Little Tim Work, bekerja dengan tim kecil akan memudahkan tim-tim kecil bekerja dengan mengatur tim mereka sendiri, tim kecil akan bekerja dalam Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 19 proyek-proyek kecil atau memiliki siklus yang pendek, sehingga memberikan interaksi lebih kepada pelanggan; c) Networking, networking dibutuhkan untuk mengurangi hirarki tp-down, agar birokrasi bisa bekerja sama sebagai tim network yang saling berinteraksi. Ketiga aturan diatas sebagai agility operasional dan agility strategis yang membuat pekerjaan dikerjakan menjadi lebih baik dan dapat menghasilkan inovasi terbaru dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Organisasi atau perusahaan yang agility akan berkembang dengan cepat seperti Amazon, Facebook, Google, Netflix, Microsoft, sementara perusahaan Di Indonesia yang mencirikan dirinya agility adalah GoJek, Grab, Bukalapak. Kelincahan bisnis mereka adalah alasan penting mengapa mereka menjadi perusahaan paling berharga di dunia. Gambar. 2 Agile Organization as dominant organizational paradigm32 Harus dipahami bahwa tidak semua pekerjaan dapat dijalankan dengan menggunakan metode agile seperti pekerjaan yang dilakukan secara rutin dan dapat diprediksi contohnya penilaian kinerja pegawai, wawancara, pengawasan dalam bentuk kunjungan ke divisi-divisi. Metode Agile penting diterapkan untuk pengembangan-pengemangan 32 Aghina et al 2018 20 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia strategi dan alokasi sumber daya, membangun budaya inovasi, dan peningkatan kolaborasi antar organisasi. Dengan penerapan metode ini pimpinan dapat meningkatkan produktivitas dan perubahan moral tim. Dengan perubahan moral, tim akan mengenali dan menghentikan perilaku yang akan menghambat tim agile. Tim belajar bagaimana menyederhanakan dan memprioritaskan pekerjaan. Teamwork memiliki frame yang sama, bahasa yang sama, akan menghadapi tantangan bersama dan bersama-sama belajar bagaimana menyelesaikannya. Hasilnya akan meningkatkan kepercayaan diri dan melibatkan seluruh organisasi. Tabel. 3 The Best Condition for Agile Bureaucracy KONDISI ENCOURAGING UNENCOURAGING Market Environment • Permintaan layanan, masalah pelanggan, dan opsi solusi sering berubah. • Tidak ada kasus besar, lingkungan pasar yang stabil dan dapat diprediksi. Penghargaan Pegawai • Berjejaring, kolaborasi yang erat, dan umpan balik yang cepat dapat dilakukan. Pelanggan memahami apa yang mereka inginkan saat proses pelayanan berjalan • Persyaratan administrasi kaku dan banyak serta tidak diperbarui Pelanggan tidak mau diajak kerjasama. • Tipe Inovasi • • Masalah itu kompleks, solusinya tidak diketahui, dan ruang lingkupnya tidak didefinisikan dengan jelas. Spesifikasi produk dapat berubah. • • • Pekerjaan serupa telah dilakukan sebelumnya, dan para inovator percaya bahwa solusinya jelas. Spesifikasi rinci dan rencana kerja dapat Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 21 • • Modulasi Kerja • • • • Dampak kesalahan kondisi sementara Terobosan kreatif dan waktu ke pasar adalah penting. Kolaborasi lintas fungsi sangat penting. Birokrat membangun inovasi layanan yang berdampak positif dan memudahkan pelanggan untuk menggunakannya Pekerjaan dapat didelegasikan ke beberapa bagian atau kerja tim kecil dan siklusnya bisa penuh petualangan dan hasilnya lebih cepat. Divisi yang terlambat berinovasi masih bisa diatur Masalah besar dan kecil dapat dikelola Mereka memberikan pembelajaran yang berharga. • • • • diramalkan dengan percaya diri dan harus dipatuhi. Masalah dapat dipecahkan secara berurutan secara fungsional Pelanggan tidak dapat menikmati produk karena sistem berubah tergantung pergantian kepemimpinan Menerapkan standar operasional Inovasi itu mahal dan tidak mungkin dilakukan karena keterbatasan anggaran Mereka mungkin kerusakan besar.. BAGAIMANA CRAFTING AGILE BUREAUCRACY DI INDONESIA? Agile memugkinkan birokrasi untuk menghadapi perubahan terus menerus. Agile memugkinkan birokrasi berkembang di dunia yang semakin fluktuatif, tidak pasti, kompleks dan ambigu. Agile adalah satusatunya metode yang digunakan organisasi pemerintah maupun swasta agar mampu mengikuti perubahan market environment. Birokrasi harus berubah menjadi agile. Pimpinan dan staf menerapkan perilaku maupun pola pikir yang agility, karena menerapkan agile adalah kunci sukses 22 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia bagi semua type organisasi. Birokrasi yang bertugas pada penyediaan barang-barang publik dan penyelenggara layanan publik sangat tepat merangkul agile dalam aktivitas kerjanya karena pekerjaan mereka adalah sebuah siklus yang terus berulang dan interaksi terus menerus dengan pengguna jasa. Dalam Birokrasi agile, tim melakukan dan mengkoordinir perubahan agar dapat memberikan nilai baru bagi pengguna jasa, birokrasi dapat meningkatkan layanan publik untuk setiap individu pengguna jasa. Crafting agile bureaucracy agar birokrat bekerja dalam irama yang sama, dan birokrat dapat bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara terkoordinasi. Ketika agile dapat diterapkan dengan benar oleh birokrasi, maka birokrat yang bekerja dalam bentuk tim akan menghasilkan nilai lebih bagi organisasinya serta pengguna jasa mereka. Tim-tim kecil ini akan menekan biaya operasional, informasi lebih mudah dan cepat, anggaran bisa fleksibel-bergerak dengan mudah dan fleksibel. Crafting agile bureaucracy adalah tentang bagaimana birokrat bekerja lebih pintar, bukan lebih keras, dan lama. Bukan tentang bagaimana birokrat melakukan lebih banyak pekerjaan dalam waktu yang singkat, tetapi bagaimana birokrasi menghasilkan lebih banyak nilai dengan lebih sedikit bekerja. Ada 2 (dua) poin yang perlu diperhatikan. SUMBER DAYA MANUSIA AGILE Menjadi tantangan bagi manajer SDM yang selama ini menerapkan manajemen konvensional yang dipahami bahwa struktur kerjanya bersifat administratife dan bukan organik seperti menyusun formulir, membuat dan mengubah kebijakan, memberi pengarahan dan sebagainya. Birokrasi agile perlu menjadi organisme yang berfungsi dengan baik dari pada menjadi birokrasi yang sempurna, untuk itu manajer SDM perlu menekankan pada seleksi, pelatihan, pengembangan karier, sistem penghargaan, pengembangan tim, komunikasi, disiplin dan sebagainya. Dalam SDM kebijakan dan praktek yang diformalkan tidak dihindari tetapi diaplikasikan. Kebijakan, praktik, dan disiplin tidak otomatis menghambat kelincahan pada birokrasi. Formalitas dan sistematis dapat menjadi pemicu agile jika tujuan didefinisikan dan Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 23 disfungsi dihindari. Faktor-faktor yang paling mempengaruhi SDM agile adalah: 1) 2) 33 Flexible Work Environment Belakangan ini banyak organisasi privat atau organisasi bisnis menerapkan kebijakan fleksibilitas mulai dari working from home, bekerja di co working space, atau memberikan pilihan hubungan yang lebih fleksibel di tempat kerjanya. Kemajuan teknologi dan digital sangat memungkinkan seorang karyawan bekerja kapan saja dan dimana saja tidak harus dibatasi oleh waktu dan tidak harus datang ke kantor. Hal ini tentu memberikan kemudahan bagi sebagian pihak seperti ibu bekerja dan para pekerja yang tinggal di sub urban sehingga tidak perlu menghabiskan waktu menghadapi kemacetan setiap harinya dan juga memberikan variasi pekerjaan bagi pekerja sehingga mereka tidak bosan hanya melakukan satu pekerjaan terus menerus. Menurut Shagvaliyeva33, Flexible Work Arrangements (FWA) mempunyai tiga kategori secara umum, yaitu fleksibilitas dalam penjadwalan (scheduling), fleksibilitas dalam lokasi (telehomeworking), dan fleksibilitas dalam waktu (part-time). Namun ternyata tanpa disadari hal ini tidak sepenuhnya memberikan kemudahan bagi para pekerja, isu yang berkembang selanjutnya adalah terganggunya working life balance yang sangat sulit dimiliki dengan kemudahan email dan komunikasi chat yang ada dalam genggaman tangan. Apabila karyawan tidak hati-hati dan tidak bisa mengatur waktu dengan baik maka fleksibilitas dalam bekerja bisa menjadi boomerang untuk karyawan dan organisasi. Customize Own Work Konsep ini menawarkan ASN untuk mengatur dan memilih pekerjaan di dalam organisasinya. Konsep ini mencoba menghindari struktur organisasi top-down yang ada di birokrasi. Shagvaliyeva 24 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Tabel. 4 Pertanyaan Tentang Konsep Agile34 Question 34 Customize Own Work Apakah pemerintah memberikan kesempatan yang sama bagi ASN untuk berpartisipasi dalam kegiatan organisasi? Yes Apakah pemerintah memberikan kebebasan kepada ASN untuk mengatur dan memilih pekerjaannya? No Apakah pemerintah memberikan kesempatan kepada ASN untuk menentukan preferensi waktu kerja pegawai? No Banyaknya kegagalan dalam bekerja disebabkan oleh kesalahpahaman antara pimpinan dan atasan, juga disebabkan bawahan tidak bekerja dalam bidang keahliannya. Agile bekerja dalam tim yang berdedikasi di dalam pekerjaannya, tim ini saling berinteraksi untuk mengenal satu sama lainnya dan menghindari struktur organisasi yang kaku. Memang Birokrasi hirarkis menjadi temuan yang hebat ketika diperkenalkan lebih dari seratus lima puluh tahun yang lalu. Ide dasar birokrasi hirarki adalah bahwa pekerjaan diatur dengan individu yang melapor kepada manajer yang memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan dan mengendalikan mereka. Peran, aturan, rencana, dan laporan hirarkis menciptakan ketertiban. Dalam lingkup yang stabil, birokrasi hirarki memiliki kekuatan besar. Tetapi ketika dunia berubah, market menjadi bergejolak, maka customize own work perlu dilakukan. Dunia membutuhkan inovasi, rencana yang statis menjadi liabilitas. Ketidakmampuan untuk beradaptasi menyebabkan “gangguan big bang”. Skalabilitas berubah menjadi kompleksitas yang tidak dapat dikelola, karena masyarakat menginginkan ‘lebih Hasil olah data tahun 2020 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 25 3) cepat, lebih baik, lebih murah, lebih kecil, lebih personal dan lebih nyaman. Maka ASN perlu mendesain kerja mereka dengan dunia horizontal agile. Can Become a Leader Agile Birokrasi yang handal adalah birokrasi yang memiliki manajemen yang bagus, karena manajemen yang memastikan sebuah sistem, orang dan teknologi yang rumit dapat berjalan dengan lancar, yang terdiri dari unsur-unsur perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, kepegawaian, pengendalian dan penyelesaian masalah. Sementara Pimpinan bekerja pada proses kegiatan tersebut, kepemimpinan harus mengembangkan visi untuk perusahaan, menyelaraskan semua sumber daya yang dimiliki organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan mendefinisikan seperti apa itu masa depan dan menyelaraskan orang dengan visi tersebut, serta mengilhami mereka untuk mewujudkannya meskipun ada hambatan35 Menjadi birokrasi yang gesit perlu perubahan dalam tanggungjawab, kognisi dan perilaku pimpinan. Dalam birokrasi yang gesit, tujuan dapat berubah setiap minggu, bahkan setiap hari sehingga para pemimpin perlu memprioritaskan kembali pekerjaannya sesuai dengan perubahan tersebut. Dalam lingkungan yang gesit, perilaku pimpinan menentukan kegetasan sebuah organisasi, maka pimpinan yang gesit yaitu: a) b) c) d) 35 Bersikap terbuka pada perubahan, kritikan dan tegas Bersikap entrepreneur Mengikuti pelatihan dan ketrampilan dalam penyelenggaran pelayanan publik agar menciptakan inovasi Bersikap ramah dan terbuka kepada pelanggan, dan calon pelanggan Kotter, John P. 1996. Leading Change, Boston 26 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Poin diatas memberikan arahan tentang bagaimana pimpinan dalam organisasi yang gesit. Jadi Pimpinan gesit dimasa yang akan datang akan membutuhkan imbalan yang khusus terhadap kinerjanya, ada sistem reward, dan diberikan pelatihan khusus bagaimana membangun organisasi yang gesit. Kebutuhan kelincahan organisasi membutuhkan pimpinan yang juga lincah di sentral-sentral organisasi. Walaupun organisasi berdasar pada IT, tetapi pemimpin yang gesit dapat mengikuti perubahan sistem dan lingkungan organisasinya. Pimpinan gesit bisa melakukan perubahan rencana, mampu mengalokasi sumber daya sesuai kebutuhan organisasi, bersifat kreativitas, mampu menganalisis masalahmasalah dan melakukan penyelesaian yang cepat, trampil, termotivasi dan fleksibel. Tabel. 5 Kepemimpinan Agile Kepemimpinan Menetapkan dan mengembangkan visi dan misi Organisasi sesuai tuntutan perubahan Komunikasi dua arah Motivation and Inspiration Karakteristik Mampu melakukan perubahanperubahan, mengalokasi sumber daya dan Inovasi Mampu menganalisis masalahmasalah dan melakukan penyelesaian yang cepat Terampil, termotivasi dan fleksibel terhadap orang disekitarnya Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 27 Tabel. 6 FWE ● Flexi Time ● ● Flexible Work Environment (FEW) Pemerintah Pusat Di Indonesia Birokrat/ Kementrian ASN/PNS YES NO •Fleksibilitas ● Meningkatkan moral ● dalam urusan dan keterikatan pribadi, pekerja karyawan dengan dapat mengatur perusahaan, waktunya untuk kebijakan ini mempersiapkan menunjukkan bahwa dan mengantar perusahaan percaya anak sekolah, pada pekerjanya, bertemu keluarga sehingga dan teman, produktivitas berlibur, olahraga karyawan dan sebagainya; meningkat, pekerja Waktu dan biaya lebih dihargai, yang mendesak, merasa bangga kita semua tahu menjadi bagian dari Jakarta luar biasa perusahaan; ● Mengurangi jumlah macet, untuk ● ketidakhadiran, berangkat dan ketika pekerja pulang kerja bisa diberikan menghabiskan keleluasaan dalam waktu 4 jam di mengatur waktu jalan belum antara pekerjaan termasuk biaya dan kehidupan bensin, tol, dan pribadi, maka secara perawatan otomatis akan kendaraan; mengurangi jumlah Mengurangi stres, ketidakhadiran ini merupakan pekerja; lanjutan dari poin ● Mengurangi nomor dua turnover, seperti kemacetan jalan poin nomor 1, jika saat berangkat pekerja memiliki kerja tentunya keterikatan yang akan tinggi dengan menimbulkan perusahaan, tidak stres bagi para ada keinginan bagi pekerja bahkan mereka untuk sebelum mereka ● pindah ke mulai bekerja dan perusahaan lain; harus dihadapi ● Meningkatkan citra dalam waktu lima perusahaan sebagai hari dalam seminggu;Can set perusahaan dengan their own lingkungan kerja schedule, this yang baik, kebijakan policy fleksibilitas jam automatically kerja merupakan educates workers nilai tersendiri bagi Pemerintahan Daerah Di Indonesia Birokrat Institusi NO Komunikasi dan● kerjasama yang buruk dengan rekan kerja dan atasan, jadwal kerja yang tidak tentu sama antar individu dapat menyebabkan kurangnya komunikasi dan menyebabkan ● buruknya kerjasama antar rekan kerja; Persepsi kurang baik dari lingkungan sekitar, sebagian besar persepsi masyarakat menganggap ● bekerja dari rumah adalah menganggur dan masyarakat menganggap pekerja lepas atau paruh waktu dianggap strata sosial yang lebih ● rendah dibandingkan dengan pekerja yang sibuk di kantor dari pagi hingga malam Tidak ada perbedaan antara lingkungan kerja dan rumah, dalam beberapa kasus pekerja tidak dapat mengatur waktu kerja sehingga 28 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia NO Atasan merasa kesulitan untuk mengkoordinir dan mengawasi anggota teamnya, perbedaan waktu kerja setiap orang dapat menjadi tantangan bagaimana menyatukan team untuk berkoordinasi dan tetap menjaga semangat team work; Penyalahgunaan kebijakan oleh pekerja, pekerja yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas dirinya terkadang memanfaatkan kebebasan ini untuk hal-hal di luar pekerjaan; Klien pekerja sulit dihubungi, hal ini masih berkaitan dengan poin nomor dua, dimana pekerja tidak dapat bertanggung jawab sendiri sehingga sulit dihubungi oleh atasan, rekan kerja termasuk klien; Kecemburuan ketika hanya sebagian karyawan yang dapat menikmati kebijakan ini, tidak semua jenis profesi dan pekerjaan dapat menerapkan fleksibilitas jam kerja, hal ini dapat menimbulkan kecemburuan dan perasaan diperlakukan tidak adil oleh perusahaan. ● ● to be mature and responsible for themselves how they should manage time between personal and work affairs; Mengurangi beban pekerja, dengan fleksibilitas pekerja dapat fokus pada pekerjaannya saat bekerja; Mendorong produktivitas pekerja, pekerja dapat mengatur sendiri kapan waktu terbaik bagi mereka untuk bekerja lebih produktif. Beberapa orang merasa bahwa malam hari adalah waktu terbaik bagi mereka untuk bekerja. perusahaan untuk meningkatkan citra perusahaan yang baik bagi internal maupun eksternal perusahaan. Calon pekerja kini sangat menimbang apakah perusahaan yang dilamar memiliki kebijakan fleksibilitas jam kerja atau tidak. lupa istirahat bahkan kehidupan pribadi dan keluarga dapat terganggu karena kebijakan ini. COLLABORATIVE NETWORK AGILE BUREAUCRACY Kolaborasi di dalam birokrasi sangat dibutuhkan, collaborative organization penting dan menjadi sebuah wadah bagi birokrasi untuk membangun dan membentuk jaringan lintas departemen, lintas skill untuk saling berinteraksi, diskusi, dan melahirkan penyelesaian tentang masalah yang sulit diselesaikan oleh salah satu departemen di birokrasi. Perspektif ini juga digunakan dalam Agile birokrasi untuk menyelesaikan permasalahan yang melibatkan berbagai departemen dan para pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan yang berbeda. Collaborative Network Agile bureaucracy dalam perspektif ini memungkinkan birokrat membentuk tim agile yang berasal dari lintas departemen sehingga memungkinkan tim menjadi agile karena menerima pengetahuan baru, sharing risk and resources and joining complementary skills and capacities, which allow them to focus on their Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 29 core competencies36. Then, Imperial states “collaborative organization are organizations composed other organizations that perform a variety of more traditional functions by institutionalizing rules, procedures, and process in to coordinating organizational structures”37 Collaborative network agile birokrasi sebagai penyelenggara tata kelola pemerintahan dan penyelenggara pelayanan publik perlu memiliki kemampuan untuk merealisasikan kebijakan yang disepakati untuk melayani masyarakat. Pada era ini, masalah-masalah publik semakin kompleks, sehingga kolaborasi tim-tim agile sudah tidak dapat dielakkan lagi. Pemerintah sebagai leader pembangunan selalu diperhadapkan dengan keterbatasan sumber daya, dan menghadapi konflik kepentingan dari berbagai departemen yang memiliki kepentingan yang saling kontradiksi. Akibatnya kebijakan pemerintah yang dirumuskan banyak mengalami kegagalan di lapangan. Kondisi yang seperti itu, berdasarkan perspektif jaringan memerlukan kolaborasi agile birokrasi, sehingga para birokrat dari departemen yang berbeda, para pemangku kepentingan dapat mengeliminir konflik dalam pemerintahan. Berdasarkan karakteristiknya, collaborative network agile bureaucracy dalam penelitian ini adalah Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang dibentuk hampir diseluruh pemerintahan pusat dan daerah, TGUPP ini diangkat berdasarkan Surat Keputusan Gubernur untuk membantu gubernur. Tim ini berisikan para ahli dibidangnya yang berasal dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja 100 persen untuk daerahnya. Contoh Kasus: Pada pemerintahan DKI memiliki TGUPP di tahun 2018 sejumlah 74 orang, yang terdiri 14 ketua dan 60 anggota, yang digaji berasal dari APBN DKI yang besarannya Rp27. 900.juta/ orang diperuntukkan untuk ketua TGUPP, dan anggota Rp24. 930.juta/ orang per bulan. Dalam anggaran APBN diketahui Anggaran yang dikeluarkan 36 Romero, David and Molina, Arturo (2011) ‘Collaborative Networked Organizations and Customer Communities: Value Co-Creation And Co-Innovation In The Networking Era’ Production Planning & Control. Vol. 22, Nos. 5–6, July–September 2011, 447–472. O’leary, Rosemary; Gazley, Beth; McGuire, Michael; and Bingham, Lisa Blomgren (2009), Public Managers in Collaboration, In O’leary, Rosemary and Bingham, Lisa Blomgren (Editor), (2009), The Collaborative Public Manager: New Ideas for the Twenty-First Century, Georgetown University Press, Washington, D.C. 37 30 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia untuk TGUPP yaitu tahun 2018 sebesar Rp16,2 Miliar, di Tahun 2019 sebesar Rp18,99 Miliar dan Tahun 2020 direncanakan sebesar 19,8 Miliar. Kenaikan signifikan ini disebabkan anggota TGUPP akan memiliki jumlah anggota yang akan ditambah sesuai kebutuhan DKI Jakarta. Tugas TGUPP adalah bertugas dalam pengawasan kinerja jajaran eksekutif Pemprov DKI Jakarta agar serapan dan program yang berjalan bisa sesuai dengan rencana yang disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Sementara Evaluasi yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta untuk TGUPP adalah pada serapan anggaran DKI Jakarta baik, maka bisa dipastikan TGUPP sudah bekerja dengan maksimal. TGUPP Provinsi Sulawesi Selatan dibentuk untuk menyusun program dan anggaran mendampingi tugas keahlian, hingga memberi masukan dalam mengambil keputusan. Gaji yang diberikan untuk tujuh anggota TGUPP. Masing-masing anggota digaji Rp16,9 juta perbulan dan terdapat 31 orang tenaga ahli, dengan nilai masing-masing Rp8,8 juta per bulan. Tetapi pada kenyataannya pembentukan TGUPP malah menjadi sorotan anggota legislatif DPRD Sulsel Periode 2014-2019 yang menganggap bahwa TGUPP mengganggu kinerja Pemerintah provinsi, sehingga cenderung memperlambat kinerja pemerintahan. Untuk melihat dan mengevaluasi kinerja TGUPP berdasarkan pada rekomendasi secara periodik yang dikirim kepada gubernur. Hasil dari analisis contoh ini menunjukkan bahwa collaborative network agile bureaucracy yang dilakukan pemerintah dengan membentuk TGUPP kecenderungannya belum memperlihatkan kinerja yang agile. TGUPP masih mendominasi pada persoalan politik, bukan pada bagaimana menciptakan kolaborasi dengan pemangku kepentingan yang lainnya. Penolakan-penolakan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap tim ini disebabkan pada proses penunjukkan anggota TGUPP bukan berasal dari orang-orang yang ahli dibidangnya, tetapi orangorang yang telah mendukung gubernur pada saat pemilihan gubernur. Tim ini seharusnya bisa menjadi tim agile apabila pemerintah pusat dan daerah fokus pada percepatan pembangunan. Evaluasi kinerja TGUPP juga tidak berdasarkan apa yang telah dilakukan secara nyata yaitu share skill, pengetahuan, membangun jaringan, tetapi masih pada tataran administrasi seperti penyerapan anggaran dan dokumen rekomendasi kebijakan. TGUPP memiliki banyak tim yang dianggap gesit tetapi tidak Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 31 mendapatkan banyak manfaat dari upaya tersebut. Tim ini tidak memiliki pola pikir agile. Tantangan yang dihadapi TGUPP adalah memisahkan persoalan politik dan administrasi sehingga bisa berfokus secara internal kedalam tugas-tugas yang dijalankan oleh tim TGUPP. Collaborative Network Agile bureaucracy memiliki tiga area yang menjadikan dasar agar birokrasi bisa menjadi agility yaitu: 1. Area Citizen, upaya birokrasi dalam menjalankan tata kelola pemerintahan berfokus kepada masyarakat sebagai penerima manfaat dalam program-program pemerintahan. 2. Area Tim Work, upaya birokrasi dibentuk dalam tim-tim kerja yang mengatur sendiri dirinya, bekerja dalam siklus yang pendek dan berfokus bagaimana memberikan nilai kepada masyarakat penerima manfaat. 3. Area Network, upaya birokrasi untuk memangkas struktur hirarki birokrasi yang kaku sehingga organisasi-organisasi bisa bekerja sebagai collaborative network yang saling berinteraksi, berfokus pada kolaborasi untuk memberikan nilai bagi masyarakat penerima manfaat. Area ini mencakup dua agility yaitu agility secara operasional, dan agility secara strategis untuk menciptakan collaborative network agile bureaucracy. Tanpa tim yang agile, Gubernur tidak akan mampu melakukan percepatan pembangunan. Birokrasi yang gesit mempertahankan struktur tingkat atas yang stabil, tetapi mengganti banyak hierarki tradisional yang tersisa dengan jaringan tim yang fleksibel dan dapat diskalakan. Jaringan adalah cara alami untuk mengatur upaya karena mereka menyeimbangkan kebebasan individu dengan koordinasi kolektif. Untuk membangun organisasi yang gesit, para pemimpin perlu memahami jaringan manusia (bisnis dan sosial), bagaimana merancang dan membangun mereka, cara berkolaborasi di antara mereka, dan bagaimana memelihara dan mempertahankannya. Birokrasi yang gesit terdiri dari jaringan padat tim yang diberdayakan yang beroperasi dengan standar penyelarasan, akuntabilitas, keahlian, transparansi, dan kolaborasi yang tinggi. Perusahaan juga harus memiliki ekosistem yang stabil untuk memastikan bahwa tim-tim ini dapat beroperasi secara efektif. 32 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia BIROKRASI DAN PELAYANAN PUBLIK: TANTANGAN DI TENGAH DINAMIKA POLITIK Junus Jeschial Beliu, S.Sos., M.Si. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 33 P elayanan publik selalu diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini tidak lepas dari fungsi pemerintah sebagai pelayan masyarakat. Bentuk layanan dapat berupa barang maupun jasa yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh birokrasi. Birokrasi sebagai unsur utama dalam pemerintahan berfungsi sebagai mesin negara yang diberikan tugas menghasilkan produkproduk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam kaitan dengan hal ini, birokrasi yang didalamnya terdiri dari orang–orang yang memiliki keahlian tertentu dituntut untuk menghadirkan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Namun dilain pihak mereka juga diperhadapkan dengan politik yang tujuan utamanya adalah bagaimana merebut dan mempertahankan kekuasaan. Disini mereka dituntut selalu menempatkan diri sebagai abdi masyarakat dan juga abdi negara. BAYANG-BAYANG POLITIK DALAM PELAKSANAAN BIROKRASI DAN PELAYANAN PUBLIK Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selalu menjadi isu yang populer menjelang pemilihan umum. Hal ini sangat penting mengingat birokrasi (ASN) sebagai mesin negara menjalankan fungsi dan peran sebagai negara. Kehadirannya sangat diharapkan oleh masyarakat dan politisi (politik) dikarenakan mereka bersifat permanen dan berisi orang-orang yang kompeten dibidangnya. Bagi penguasa, birokrasi sangat dibutuhkan karena mereka merupakan sarana penguasa untuk mengimplementasikan kehendak (interest)-nya dalam kehidupan masyarakat. Melalui birokrasilah penguasa (dari partai manapun yang berkuasa) memerintah rakyat secara efektif. Sementara bagi rakyat (masyarakat) birokrasi juga sangat dibutuhkan sebagai lembaga yang melakukan pelayanan publik.38. Mereka dalam hal ini memiliki nilai tawar lebih jika dibandingkan dengan lembaga lain. Akibatnya tidak jarang politisi (politik) selalu Setyono, Budi (2012), Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi, Bandung : Nuansa. Hal 74 38 34 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia berusaha menyeret mereka sebagai sarana untuk mendapatkan dan atau mempertahankan kekuasaan. merebut, Kenyataan ini pada gilirannya memaksa para birokrat untuk memainkan peran ganda. Dimana sebagai ASN mereka terikat pada kode etik yang mengharuskan mereka terlepas secara utuh dari politik sesuai aturan yang berlaku, dan juga diharapkan tidak memihak pada partai atau golongan apapun. Namun di lain pihak mereka juga hadir sebagai pelayan bagi penguasa yang dituntut memiliki loyalitas kepada penguasa (pemimpin) yang terpilih melalui proses politik. Netralitas disini tidak berarti bahwa mereka tidak boleh peduli dengan politik tetapi sebaliknya birokrasi perlu memahami fenomena dan perkembangan politik yang ada sehingga keberadaan mereka tidak gampang dipengaruhi oleh kepentingan politik manapun. Dengan demikian tujuan pelayanan publik yang didambakan oleh masyarakat bisa berjalan dengan baik dan terhindar dari kepentingan segelintir orang. Namun kenyataan keberadaan ini juga menyebabkan tidak jarang mereka harus terjebak dalam perangkap kekuasaan. Data dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat sejak tahun 2020 hingga tahun 2022 setidaknya terdapat 2.073 aduan dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan terdapat 1.605 ASN (77,5%) terbukti melanggar peraturan netralitas ASN. Agus Pramusinto Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menguraikan masalah netralitas menjadi salah satu tantangan dalam penerapan merit sistem. Dilakukannya, salah satu faktor adanya pelanggaran yakni intervensi politik terhadap birokrasi dan ASN.39 Sementara itu, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Puadi mengatakan pelanggaran netralitas ASN terlihat seperti acara tahunan saat pemilu atau pilkada berlangsung. Menurutnya, pelanggaran netralitas masih saja terjadi bahkan dalam tingkat yang mengkhawatirkan meski berbagai aturan secara jelas telah melarang 39 Rumondang Naibaho https://news.detik.com/berita/d-6517989/kasn-terima2073-aduan-dugaan-asn-langgar-netralitas-pada-2020-2022 Tanggal: 16 Januari 2023 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 35 keterlibatan ASN dalam politik praktis, termasuk diskusi, diseminasi dan sosialisasi yang sudah kerap kali dilakukan.40 Di lain pihak Menurut Otok Kuswandaru, dari Humas BKN, Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian BKN mengungkapkan bahwa posisi ASN kerap berpotensi untuk terlibat dalam politik praktis saat konteks politik berlangsung bukan tanpa alasan mengingat ASN memiliki kewenangan strategis dalam berjalannya roda pemerintahan. Diungkapkan alasan utamanya adalah ASN kerap kali terjebak dalam tekanan politik yang berimplikasi atau bahkan mengancam kariernya.41) Di sini mereka berada pada pilihan yang sulit karena itu, ASN harus pandai untuk menghindarkan diri dari intervensi politik tetapi tetap menunjukkan loyalitas pada pemimpin. Intervensi politik dalam birokrasi tidak terlihat secara langsung namun kerap kali bisa dirasakan oleh ASN dalam urusan tertentu. Berdasarkan data hasil penelitian di Sulawesi Tenggara mengungkapkan bahwa proses intervensi politik dalam birokrasi bisa terlihat dalam perekrutan PNS, rekrutmen birokrasi, penilaian prestasi, dan promosi jabatan. Dikatakanya, proses intervensi ini antara lain disebabkan karena sistem politik, budaya politik dan kerangka hukum manajemen birokrasi.42 Kondisi ini tidak terlepas dari sistem pemerintahan yang menganggap politik sebagai panglima (sentra) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik menjadi pioner utama yang menyebabkan birokrasi harus tunduk dan memberi diri untuk dikendalikan secara tidak langsung. Akibatnya, birokrasi sebagai abdi masyarakat semakin melemah dan lebih menonjolkan posisi mereka sebagai pelayan bagi penguasa. 40 Hendi Poernawan, Pelanggaran Netralitas ASN kerap terjadi, Bawaslu bangun sinergi dengan seluruh elemen pemerintahan https://www.bawaslu.go.id/id/berita/pelanggaran-netralitas-asn-kerap-terjadibawaslu-bangun-sinergi-dengan-seluruh-elemen 3 April 2023 41 Ancaman Karier Kerap jadi faktor ASN terjebak pelanggaran Netralitas https://www.bkn.go.id/ancaman-karier-kerap-jadi-faktor-asn-terjebakpelanggaran-netralitas/ Tanggal: 27 September 2022 42 Azhari, Dr. S.STP.,M.Si. (2011) Mereformasi beirokrasi Publik di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Hal 178-211 36 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Di lain pihak dalam posisinya sebagai pelayan publik, masyarakat sebagai pelanggan terus menuntut mereka untuk melakukan perubahanperubahan yang secara signifikan dapat meningkatkan kualitas pelayanan. Tuntutan masyarakat ini sangat mendasar karena birokrasi sebagai representasi dari negara memegang kendali terhadap kebutuhan umum dan mendasar dari manusia seperti pangan, kesehatan, pendidikan, pelayanan umum kemasyarakatan, administrasi kependudukan, jasa dan lain-lain. Masyarakat menuntut birokrasi untuk lebih responsif terhadap kebutuhan dasar manusia. Dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis ini, birokrasi harus mengubah posisi dan peran dalam memberikan pelayanan publik. Mereka diharapkan mampu menyeimbangkan kedudukan mereka baik sebagai abdi masyarakat maupun sebagai abdi negara. Hal ini, sangat penting karena secara teoritis ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatan yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Pemerintah (birokrasi) diharapkan dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien, dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu pemerintah juga dituntut menerapkan prinsip equity yang artinya pelayanan yang diberikan tidak diskriminatif, tanpa memandang status, pangkat, dan golongan dari masyarakat karena semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan yang sama sesuai dengan peraturan yang berlaku.43) Kedudukan birokrasi sebagai pelayan publik sangat strategis ini diharapkan bisa menyeimbangkan kondisi yang ada sehingga pada gilirannya masyarakat merasa puas dan memberikan dukungan tanpa pamrih kepada pemerintah. Dukungan masyarakat yang kuat memberikan otoritas yang kuat pula kepada pemerintah untuk menjalankan roda pemerintahan Dengan demikian setiap visi, misi dan 43 H ardiyansyah, Dr.,M.Si.(2011) Kualitas Pelayanan Publik, Konsep, Dimensi, Indikator dan Implementasinya, Yogyakarta: Gava Media Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 37 program kerja yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya lebih leluasa diimplementasikan. MENGEMBALIKAN MARWAH BIROKRASI SEBAGAI PELAYAN PUBLIK Birokrasi merupakan unsur utama dalam sistem pemerintahan di Indonesia, karena kehadirannya melambangkan kehadiran negara di tengah masyarakat. Mereka adalah orang–orang yang dipekerjakan dan dibayar oleh negara untuk melaksanakan tugas negara. Dalam melaksanakan tugas ini, mereka diberikan kewajiban melaksanakan tugas–tugas strategis kenegaraan dan mengambil keputusan-keputusan penting atas nama negara. Berkaitan dengan ini maka sudah seharusnya tindakan-tindakan yang diambil sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat bukan sebaliknya lebih mengutamakan kepentingan juragan (penguasa). Keputusan yang berdasarkan aturan bukan untuk kepentingan/keuntungan pribadi sebagai akibat adanya hubungan yang bersifat personal. Oleh karena itu, maka posisinya harus diperkuat sehingga memberikan nilai tawar yang signifikan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekuatan dan nilai tawar lebih ini sangat penting karena kehadirannya tidak bisa diserahkan atau dilegitimasi kepada lembaga lain. Keberadaan birokrasi dalam hal ini harus bisa dilepaskan dari ikatan politik karena pada hakikatnya, birokrasi adalah institusi publik yang dibentuk dan dibiayai oleh masyarakat (melalui pajak, retribusi dan lain-lain pungutan) untuk melayani seluruh lapisan masyarakat. Birokrasi harus bisa dan mau melayani seluruh masyarakat secara adil dan merata. Karena fungsinya yang vital sebagai state machinery, maka sikap birokrasi harus jelas yakni menjalankan tugas secara obyektif, serta menempatkan kepentingan dan keselamatan negara sebagai tujuan yang pokok dan diutamakan dari segala sesuatu yang lain. Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut dengan baik, birokrasi harus betul–betul dari pemihakan dan keterlibatan dalam persaingan politik (political competition). Birokrasi bukanlah sebagai lembaga politis maka penguasaan assetaset kekuasaan harus dapat dikendalikan agar tidak disalahgunakan 38 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia secara tidak adil oleh pihak-pihak diluar birokrasi maupun oleh internal birokrasi itu sendiri.44 Birokrasi harusnya dipandang sebagai lembaga independen yang bila diintervensi akan merusak manajemen dan tata kelola pemerintahan yang pada akhirnya bisa mengganggu roda pemerintahan secara simultan. Birokrasi dan politik perlu membangun sinergi yang baik, sehingga fungsinya sebagai mesin negara dapat bergerak dengan leluasa untuk mengelola aset-aset yang dimilikinya. Komitmen yang kuat perlu ditanamkan pada semua pihak yang terkait seperti politisi, ASN dan stakeholder lain yang memiliki keterkaitan dengan birokrasi. Dengan demikian, pelayanan publik yang merupakan fungsi utamanya menjadi lebih diutamakan dan pada gilirannya kesan apatis masyarakat terhadap birokrasi menjadi luntur. Hal ini sangatlah penting mengingat kesan negatif seperti pelayanan berbelit-belit, tidak transparan, tidak ramah, tidak ada kepastian, yang mudah selalu dipersulit merupakan label yang sudah melekat sejak sekian lama pada mereka. Untuk itu maka, wibawa birokrasi yang telah tergerus dan terus menerus disematkan pada mereka harus dikembalikan kepada marwah utamanya yaitu pelayanan publik. Kehadiran mereka harus bisa merespons keinginan dan memberikan kepastian kepada warga masyarakat yang dilayaninya. Dalam kaitan dengan hubungan politik dan birokrasi ini maka, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, untuk menjaga netralitas birokrasi maka birokrasi harus dibebaskan secara permanen dari berbagai kepentingan yang sifatnya sesaat namun berakibat jangka panjang. Dalam kaitan dengan hal ini maka perlu dibangun satu sistem pemerintahan yang memungkinkan birokrasi bisa berkreasi untuk menghasilkan birokrat-birokrat sejati. Sistem perekrutan pejabat birokrasi seharusnya dilakukan oleh lembaga independen yang bersih dari berbagai kepentingan. Selain itu, uji publik perlu dilakukan secara komprehensif sehingga menghasilkan pejabat yang kompeten dan berintegritas tanpa kepentingan lain. Setyono, Budi (2012), Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi, Bandung : Nuansa. Hal. 76 44 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 39 Kedua, setiap lembaga baik eksekutif maupun legislatif perlu diberikan ruang kekuasaan yang terkontrol dengan batasan-batasan yang jelas sehingga tidak terjadi saling mengintervensi, yang pada gilirannya dapat melemahkan lembaga lain. Untuk mewujudkan hal ini, maka perlu ada sanksi yang tegas terhadap para pelanggar sehingga memberikan efek jera bagi semua pihak yang melanggar maupun yang akan melanggar peraturan. Ketiga, Masyarakat perlu diberikan ruang partisipasi yang luas sehingga dapat mengontrol setiap proses birokrasi baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Dengan demikian maka birokrasi dapat dipantau keberadaannya termasuk meminimalisir intervensi dari berbagai pihak. Mengembalikan kepercayaan publik merupakan upaya mendasar yang penting dilakukan seiring dengan tujuan hadirnya negara sebagai pelayan publik. Bila hal itu dilakukan maka kepercayaan masyarakat meningkat dan pada gilirannya memberikan dukungan penuh bagi terciptanya keseimbangan hidup berbangsa dan bernegara. 40 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia DIGITAL BIROKRASI PELAYANAN MAHASISWA DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH Yusinta Natalia Fina, S.Sos., M.Si. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 41 S alah satu sisi positif dari terjadinya pandemi covid 19 adalah tidak terbendungnya penggunaan teknologi digital dalam semua lini kehidupan. Pelayanan dalam bidang pendidikan pun turut berpengaruh besar dengan melakukan pembelajaran secara digital learning dari tingkat Taman kanak-kanak sampai pada tingkat perguruan Tinggi. Data dari kemendikbud, pandemi covid 19 pada sektor pendidikan dirasakan oleh 3.145.330 guru dan 56.168.760 murid sekolah di Indonesia, termasuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga SMA/K/sederajat serta pendidikan tinggi, pendidikan keagamaan, pesantren, pendidikan masyarakat dan pendidikan pelatihan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid 19 memandatkan institusi perguruan tinggi untuk melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau pembelajaran daring. Hanya saja belum semua perguruan tinggi di Indonesia siap untuk melakukannya. Hal ini disebabkan karena infrastruktur yang kurang baik, terutama akses internet yang belum merata, pembelajaran daring yang masih dianggap baru bagi dosen maupun mahasiswa dan tenaga pendukung lainnya45. Peran birokrasi dalam kemajuan pembangunan sebuah negara sangatlah vital. Hal ini dapat dilihat dari berbagai produk atau layanan yang diberikan oleh birokrasi, seperti: layanan kesehatan, pendidikan, perizinan usaha, administrasi kependudukan, dan lain-lain46. Birokrasi adalah salah satu bentuk organisasi47. Jadi, setiap aktivitas yang memerlukan koordinasi ketat terhadap kegiatan-kegiatan sejumlah besar orang dan sangat terspesialisasi, maka bentuk organisasi yang harus diambil tiada lain adalah organisasi birokratik. Untuk mengikuti perkembangan di era teknologi digital ini birokrasi juga turut Widyastuti Ana, 2021, Optimalisasi Pembelajaran jarak Jauh (PJJ) Daring, lluring dan BdR, PT Elex media Komputindo, Jakarta 45 Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori, konsep dan aplikasinya, Rajawali Pers, Depok. 46 Santosa Pandji 2022, Administrasi Publik,Teori dan Aplikasi Good Governance,PT Refika Aditama, Bandung 47 42 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia menyesuaikan diri maka muncullah konsep essss-government di kalangan birokrasi. e-GOVERNMENT LANGKAH AWAL DIGITAL BIROKRASI Langkah awal dimulainya konsep digital birokrasi didasari dari konsep e-government. Penerapan konsep e-government dapat diartikan sebagai penggunaan teknologi informasi dan teknologi (TIK) dalam bidang pemerintahan, terutama untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan kepada masyarakat, efektifitas pelayanan publik, serta tanggung jawab pemerintah terhadap penyediaan layanan masyarakat. Penerapan e-government menunjukkan kemajuan pada pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat48. Sebelumnya, masyarakat perlu datang ke beberapa instansi yang berbeda untuk memenuhi beberapa kebutuhan administratif. Bahkan lebih buruknya masyarakat perlu mendatangi setiap instansi untuk pelayanan dan kegiatan tersebut yang sangat memakan waktu. Dalam perjalanannya e-government diterapkan dalam memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dengan cara memindahkan proses manual menjadi proses berbasis internet. Dengan adanya portal e-government yang terintegrasi, masyarakat dapat dengan mudah mengakses pelayanan publik, menelusuri transaksi online, mengakses informasi, serta melakukan interaksi dengan berbagai lembaga pemerintah tanpa melalui proses antri yang memakan waktu lama atau menyita waktu kerja sehingga dapat melakukan penghematan dalam biaya dan waktu. Beberapa keuntungan dari penerapan e-government antara lain49: 1. Peningkatan kualitas pelayanan. Pelayanan publik dapat dilakukan selama 24 jam, berkat adanya teknologi internet 2. Dengan menggunakan teknologi online, banyak proses yang dilakukan delam format digital, hal ini akan banyak Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori, konsep dan aplikasinya, Rajawali Pers, Depok. 48 Hardiyansyah, Dr, 2011, Kualitas Pelayanan Publik Konsep, dimensi, indicator dan implementasinya, Gava Media, Yogyakarta 49 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 43 mengurangi penggunaan kertas (paperwork) proses akan menjadi lebih efisien dan hemat. 3. Database dan proses terintegrasi (akurasi data lebih tinggi. Mengurangi kesalahan identitas dan lain-lain). 4. Semua proses dilakukan secara transparan, karena semua proses berjalan secara online. Dalam perjalanan birokrasi di era digital ini telah banyak membuang asumsi50 ataupun kritik yang dilancarkan terhadap birokrasi yang disebabkan oleh hal-hal seperti terdapatnya kegagalan menentukan wewenang dan tanggung jawab secara terbuka, peraturan-peraturan yang bersifat rutin dan kaku, kebodohan para pegawai, gerak pegawai yang lambat, proses dan prosedur yang berbelit-belit, pemborosan sumber daya dan lain-lain. SENTUHAN DIGITAL MENDEKATKAN LAYANAN MAHASISWA Dalam dunia pendidikan, sebuah organisasi sangat diperlukan dalam rangka memperlancar fungsi dan proses pendidikan. Dalam menjalankan fungsi organisasi pendidikan tidaklah dapat dipisahkan dengan birokrasi51. Pada dasarnya, birokrasi ini hakikatnya adalah salah satu perangkat yang fungsinya untuk memudahkan pelayanan. Birokrasi digunakan untuk dapat membantu mempermudah dalam memberikan layanan pendidikan yang pasti akan mempengaruhi dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Birokrasi merupakan instrumen pembangunan pendidikan. Kekuatan birokrasi Indonesia sebetulnya bisa menjadi mesin penggerak yang luar biasa apabila mampu didayagunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Jika birokrasi dijalankan dengan benar, konsisten dan bertanggungjawab, maka kualitas pendidikan akan maju. Santosa Pandji 2022, Administrasi Publik,Teori dan Aplikasi Good Governance,PT Refika Aditama, Bandung 50 Dapat dilihat: https://www.dosenpendidikan.co.id/birokrasi-adalah/ diakses pada tanggal: 16/08/2023 51 44 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Guru besar University of Applied Science and Arts, Hannover, Germany and Senior Experten Services (SES) Germany, Prof. Dr. Gerhard Fortwengel, menyebutkan wabah corona ini menjadi katalis hebat yang memacu dunia pendidikan. Seperti mendorong lebih banyak pemanfaatan teknologi informasi dalam aktivitas pembelajaran jarak jauh. Namun begitu, ada tantangan besar dalam pelaksanaan model pembelajaran jarak jauh, salah satunya, civitas akademika belum terbiasa menggunakan sistem pembelajaran yang bersifat blended dan sepenuhnya online52. Hal ini tidak hanya berlaku dalam perkuliahan tetapi juga diterapkan dalam pelayanan administrasi akademik seperti pendaftaran mahasiswa baru, registrasi, praktek/praktikum, wisuda, dan lain-lain. Mahasiswa dalam pembelajaran jarak jauh, pelaksanaan kegiatan akademik dan administrasi dilakukan dengan memanfaatkan media teknologi. Mahasiswa cukup berada di tempat tinggalnya dan bisa mengakses semua layanan yang diberikan secara online. Tanpa ada batasan ruang dan waktu semua bisa diakses dalam satu sentuhan dilayar Handphone dan laptop. Dalam pemberian layanan secara online ini dapat memangkas semua kesan yang selama ini melekat pada birokrasi dari segi waktu, tenaga, biaya dan lain-lain yang selalu terkesan negatif. Universitas Terbuka (UT) adalah salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang sejak tahun 1984 melaksanakan sistem pembelajaran terbuka dan jarak jauh. UT menerapkan sistem belajar jarak jauh dan terbuka. Istilah jarak jauh berarti pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun non-cetak (audio/video, komputer/internet, siaran radio, dan televisi)53. Dalam memberikan pelayanan kepada mahasiswa Universitas Terbuka selalu berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik, dengan memanfaatkan teknologi. Di era digital ini UT terus Widyastuti Ana, 2021, Optimalisasi Pembelajaran jarak Jauh (PJJ) Daring, lluring dan BdR, PT Elex media Komputindo, Jakarta 52 53 Dapat diakses melalui: www.ut.ac.id/sistem-pembelajaran Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 45 mengembangkan berbagai aplikasi penunjang pelayanan dalam bidang administrasi dan akademik. Dengan penggunaan aplikasi digital UT memberikan layanan yang mudah bagi mahasiswanya yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia bahkan yang ada diluar negeri. Mahasiswa yang berada di pedesaan, daerah perbatasan/terluar/terdepan dan di perkotaan akan mendapatkan layanan yang sama. Berikut berbagai aplikasi digital yang dikembangkan UT untuk memberikan layanan kepada mahasiswa yang meliputi aplikasi untuk menunjang kegiatan administrasi maupun akademik. Tabel. 1 No 1 Akses Penunjang Aplikasi Administrasi dan Akademik54 Website https://www.ut.ac.id/ 2 https://elearning.ut.ac.id/ 3 4 5 https://tmk.ut.ac.id/tmk/ https://the.ut.ac.id/ https://suo.ut.ac.id/uoui/ 6 54 https://myut.ut.ac.id Data olahan tahun 2023 Keterangan Website UT berisikan semua informasi akademik dan administrasi akademik Laman Tutorial Online dengan pembelajaran secara Synchronous dan Synchronous Laman Tugas Online Laman Ujian Online Laman Ujian Online mata kuliah dan Tugas Ahkir Program (TAP) Pendaftaran mahasiswa baru, registrasi mata kuliah, cetak kartu mahasiswa, pendaftaran tutorial online, cetak kartu tanda peserta ujian, lacak pengiriman bahan acak, kalender akademik, bahan ajar digital, perpustakaan digital dan lain-lain 46 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia 7 8 https://admisi-sia.ut.ac.id/ https://aksi.ut.ac.id/ 9 http://utradio.ut.ac.id/ 10 http://uttv.ut.ac.id/ 11 12 https://hallo-ut.ut.ac.id/ http://www.tbo.karunika.co.id/ Pendaftaran mahasiswa baru Laman Pendaftaran kelulusan Laman Legalisasi Ijazah Digital Laman Laman Pengajuan Surat Keterangan Laman Pengecekan ijazah Siaran radio online yang berisi mengenai informasi seputar UT dan ada tutorial radio bagi mahasiswa Saluran TV digital berisi mengenai informasi seputar UT dan ada tutorial bagi mahasiswa Layanan Pengaduan online Toko buku online UT Ada kurang lebih 12 (dua belas) aplikasi yang bisa langsung diakses oleh mahasiswa untuk memperoleh layanan administrasi dan akademik, rata-rata layanan yang diberikan juga ada batasan waktu, biasanya diberikan waktu 3x24 semua layanan yang ada harus sudah diselesaikan. Semua proses yang dilakukan juga secara langsung diawasi sesuai Standar Operasional dan dilakukan evaluasi secara terus menerus oleh lembaga internal maupun lembaga eksternal yang dimiliki oleh UT. Dari berbagai aplikasi yang dibuat oleh UT dengan memanfaatkan teknologi, UT secara tidak langsung telah berusaha memangkas kesan yang selama ini melekat pada birokrasi yang berbelit-belit dan lamban. Memang dalam perjalanan masih ada ada kendala yang terjadi, tetapi UT secara berkesinambungan selalu berusaha untuk memberikan layanan yang terbaik kepada mahasiswanya yang disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa di lapangan. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 47 Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan dari e-government dari birokrasi e-government dapat diartikan lebih dari sekedar penggunaan teknologi55. e-government memberikan kesempatan untuk pemerintah agar dapat merancang bagaimana cara yang tepat untuk menyediakan pelayanan yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Konsep egovernment juga dikenal dengan e-bureaucracy dengan berfokus untuk memanfaatkan teknologi yang berkembang yang digunakan sebagai alat kontrol dalam birokrasi. Fungsi ini harus dilegalkan menjadi sebuah peraturan yang dijadikan standar pemberian layanan kepada masyarakat. Penggunaan teknologi dalam menjalankan birokrasi bukanlah semata-mata membenarkan bahwa birokrasi merupakan sebuah hal yang buruk. Justru, penggunaan teknologi merupakan sebuah bentuk adaptasi pemerintah terhadap kemajuan zaman. Konsep birokrasi yang sudah baik memerlukan penyempurnaan agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat bisa berjalan secara maksimal. Pengimplementasian teknologi digunakan mendigitalisasi prosedur administratif pemerintah yang sudah ada dan bahkan dapat meningkatkan sistem administrasi menjadi lebih efektif dan efisien tanpa menghilangkan manfaat dasarnya dalam menyediakan pelayanan publik. Semoga konsep digital birokrasi dari UT dapat menjadi panduan bagi perguruan tinggi lainnya dalam memberikan pelayanan kepada mahasiswa secara cepat dan mudah diakses diera teknologi informasi yang terus berkembang ini. Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori, konsep dan aplikasinya, Rajawali Pers, Depok. 55 48 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia DINAMIKA POLITIK BIROKRASI DI INDONESIA Kamaruddin Salim, S.Sos., M.Si. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 49 S ebagai awalan, izinkan saya mengutip pendapat Victor Thompson yang mengatakan bahwa; Birokrasi tidak mengenal belas kasihan dan bersifat impersonal. Semua hal yang berkaitan dengan urusan pribadi tidak berlaku dalam birokrasi Birokrasi sebagai organisasi yang menjalankan fungsi dan tanggungjawab pada suatu pemerintahan negara. Birokrasi dianggap sebagai kekuatan politik yang mempunyai kekuasaan, kewenangan dan legitimasi, sehingga keterlibatan birokrasi dalam kontestasi politik dianggap sebagai kekuatan yang mampu mengendalikan dan mempengaruhi kemenangan aktor tertentu. Keterlibatan birokrasi dalam proses politik praktis terjadi di era kolonial Belanda, Orde Lama (ORLA), Orde Baru (ORBA) dan Reformasi. Keterlibatan politik birokrasi di setiap periode kekuasaan pemerintahan, birokrasi menjadi suatu keniscayaan. Karena, dalam kontestasi politik, birokrasi dituntut untuk netralitas dan tidak berpihak pada kelompok atau partai politik tertentu. Walau demikian, pada kenyataannya birokrasi tetap dijadikan sebagai kekuatan politik yang diperebutkan di setiap perhelatan politik di Indonesia. DINAMIKA POLITIK ORGANISASI BIROKRASI INDONESIA Keberadaan birokrasi di suatu negara menjadi alat untuk menjalankan penyelenggaraan aktivitas pemerintahan di suatu negara. Birokrasi menjadi salah satu organisasi yang secara struktural mempunyai legalitas formal yang yang kuat dan solid. Solid dan kuatnya organisasi birokrasi membuktikan akan peran dan tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas pemerintahan dan menjamin terciptanya pelayanan publik yang efektif bagi masyarakat. Namun, perkembangan organisasi birokrasi sebelum dan pasca kemerdekaan mempunyai dinamikanya sendiri. Pada masa kolonial Belanda birokrat pemerintah dikenal dengan sebutan pangreh praja yang kedudukannya selalu dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk berhubungan dengan masyarakat lokal, sementara administrasi pemerintah kolonial dijalankan melalui semacam departemen dalam negeri yang disebut dengan Binnenlandsch Bestuur (BB). Namun, pasca kemerdekaan, istilah pangreh praja diganti 50 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia dengan sebutan pamong praja dan kemudian diperluas menjadi pegawai negeri sipil. Secara struktural keberadaan pegawai negeri melanjutkan birokrasi yang telah dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda56. Dinamika birokrasi masa ORLA, bersifat patrimonial. Budaya birokrasi patrimonial masa ORLA merupakan proses sejarah, tradisi, dari zaman kerajaan tradisional hingga masa kolonial Belanda. Gejala birokrasi patrimonial secara sosiologis sebenarnya hadir dari kelompokkelompok masyarakat yang mempunyai kesamaan etnis, hubungan darah, ikatan perkawinan maupun persamaan keanggotan politik. Basis kelompok patrimonial yang terlibat dalam proses rekrutmen dan menentukan seseorang menduduki jabatan di birokrasi. Budaya birokrasi patrimonial ORLA yang kemudian merusak sistem rekrutmen ataupun penempatan pegawai maupun pejabat yang sesuai kompetensi dan bidang keahliannya. Budaya birokrasi patrimonial membuka ruang terjadinya praktik budaya patron-klien dalam birokrasi pemerintahan. Pada masa ORBA, telah ada upaya memodernisasikan birokrasi, namun ciri budaya patrimonial masih kental. Birokrasi zaman ORBA, muncul istilah ABS (Asal Bapak Senang). ABS menjadi personifikasi yang menunjukkan individu dalam birokrasi yang orientasi kinerja lebih ke atasan dibanding rakyat. Hubungan bapak-anak, dan budaya patronklien masih mempengaruhi kehidupan birokrasi. Namun, birokrasi masa ORBA mendapatkan kontrol presiden dan menjadikannya sebagai pusat kekuasaan. Maka, kinerja birokrasi yang hanya patuh kepada atasan maupun presiden terjadi di zaman ORBA57. Personifikasi individu dalam birokrasi yang mengedepankan pendekatan ABS sebagai bentuk interaksi atau kinerja untuk mendapatkan pengakuan maupun perhatian lebih dari atasannya. Budaya birokrasi masa ORBA menunjukkan karakter kolektif masyarakat dalam menghayati dan memperlakukan birokrasi, maka tidak terbatas Gema Perdana, Menjaga Netralitas ASN dari Politisasi Birokrasi Protecting The ASN Neutrality From Bureaucracy Politicization. NEGARA HUKUM: Vol. 10, No. 1, Juni 2019. Hal. 114 56 M. Adian Firnas. Evaluasi Reformasi Birokrasi: Masalah Politisasi Birokrasi dalam Politik Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.2, November 2011. Hal. 28 57 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 51 pada perilaku aparatur birokrasi58. Birokrasi, di masa ORBA dikontrol dengan ketat langsung oleh presiden dengan tujuan untuk menciptakan monoloyalitas dari pegawai negeri. Sedangkan alat untuk konsolidasi pegawai negeri bentuklah Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) sebagai upaya meningkatkan kinerja, pengabdian dan menjaga netralitas birokrasi. Menurut Lili Romli, dalam perjalanannya, KORPRI mendukung partai Golongan Karya (GOLKAR) dan birokrasi menjadi alat politik GOLKAR. Birokrasi di era Reformasi, telah ada modernisasi organisasi melalui reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi dilakukan sebagai bentuk perubahan untuk mewujudkan birokrasi yang profesional, efektif dan efisien serta kebijakan memperbaiki kelemahan penyelenggaraan pelayanan publik. Reformasi birokras menjadi tuntutan terhadap kinerja birokrasi yang berkualitas, karena menjadi konsekuensi logis dari pergeseran paradigma sentralisasi ke desentralisasi. Mengembangkan pelayanan publik yang menerapkan prinsip-prinsip good governance dengan profesionalisme tinggi.59. Tuntutan terkait reformasi birokrasi perlu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan profesional, walaupun demikian reformasi birokrasi menghadapi tantangan dari partai politik yang mempunyai kepentingan dalam pemerintahan. Hadirnya partai politik dalam suatu sistem pemerintahan akan berpengaruh terhadap tatanan birokrasi pemerintah. Susunan birokrasi pemerintah akan terdiri dari jabatan-jabatan yang diisi oleh para birokrat karier, dan ada pula yang diisi oleh para pejabat politik. Kehadiran pejabat politik yang berasal dari kekuatan politik atau partai dalam birokrasi pemerintah tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, penataan birokrasi pemerintah dengan politik mengakomodasikan hadirnya jabatan-jabatan dan para pejabat politik perlu ditata dengan baik60. 58 Ibid. Hal. 28 Taufik Efendi. Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi. Jakarta: Konstitusi Press. 2013. Hal. 265-266 59 60 Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2012. Hal. 151 52 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia BIROKRASI SEBAGAI KEKUATAN POLITIK DI INDONESIA Birokrasi dapat dipahami dalam konteks administrasi, menjadi institusi atau organisasi yang dibentuk dengan tujuan untuk menjalankan peran dan tanggunjawab pemerintahan di suatu negara. Birokrasi menurut Max Weber merupakan suatu institusi legal rasional yang ditandai oleh tingkat profesionalisme yang tinggi, ada hierarki atau penjenjangan, merit sistem, menekan, efisiensi dan bersifat impersonal. Memahami birokrasi Weber, maka akan tercipta sistem birokrasi yang modern. Birokrasi Weber, merupakan birokrasi apolitik. Birokrasi sebagai suatu organisasi modern yang berfungsi menjalankan tugas yang bersifat administratif dan tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis. Birokrasi bersifat netral dan bukan menjadi alat golongan atau kelompok politik tertentu61. Perkembangan birokrasi di Indonesia dari awal berdirinya hingga saat ini tidak menerapkan model birokrasi Weber. Hal ini, terlihat dari praktik birokrasi pada masa ORLA dan ORBA, di mana birokrasi terkotak-kotak dan menjadi alat politik golongan atau kelompok kepentingan. Dinamika politik birokrasi di ORLA dan ORBA tersebut menunjukkan keberadaan birokrasi pemerintah dianggap sebagai kekuatan politik legal dalam negara. Keberadaan birokrasi sebagai organisasi pelayanan bersifat administrasi dan struktural dengan alokasi kepemilikan kekuasaan, kewenangan dan legitimasi. Sehingga keberadaan birokrasi menjadi kekuatan politik yang legal dalam negara. Birokrasi mampu membangun jaringan kekuasaan yang besar dan luas daripada kekuatan non-birokrasi, misalnya politisi, karena birokrasi mempunyai sumber daya politik atau kekuasaan yang relatif lebih besar. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila di banyak negara berkembang atau Dunia Ketiga, terutama yang dikuasai oleh rezim otoritarian seperti halnya Indonesia di bawah ORBA, birokrasi memiliki peran yang sangat menentukan dalam kehidupan politik, khususnya dalam hal pengambilan keputusan (decision making)62. Lili Romli. Pergeseran Kekuatan-kekuatan Politik Pasca Orde Baru. Ilmu dan Budaya. Edisi XXV Januari 2003. Hal. 71 61 62 Suwarno. Birokrasi Indonesia: Perspektif Teoritik dan Pengalaman Empirik. UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008. Hal. 256 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 53 Birokrasi menjadi kekuatan politik dalam sistem demokrasi dapat dilihat dari perspektif teori dikotomi administrasi. Teori ini bersumber dari pemikiran Woodrow Wilson. Birokrasi menurut Wilson, hubungan timbal balik antara birokrasi dan politik karena adanya saling bergantung dan saling mempengaruhi. Apa yang digambarkan Wilson, dapat dipahami terkait kualitas demokrasi suatu negara biasanya diukur dari kuatnya kontrol politik terhadap birokrasi yang dihadapkan pada tuntutan demokrasi. Salah satu penyangga politik di negara-negara maju adalah asosiasi melalui kepentingan-kepentingan khusus yang dikomunikasikan secara fungsional dengan pusat-pusat pembuat kebijakan. Interaksi pemerintah melalui birokrasi maupun melalui lembaga-lembaga politik, namun dominan cenderung menjadi partai politik maupun legislatif63. Perkembangan birokrasi tanpa kekuatan dalam lembaga-lembaga politik tidak selalu menimbulkan daya guna administratif. Tanpa pengarahan politik yang kuat, birokrasi akan mempunyai rangsangan lemah untuk memberikan pelayanan yang baik. Apapun latar belakang setiap individu dalam birokrasi yang bekerja pada negara. individu tersebut cenderung menggunakan kekuasaan mereka guna mengamankan kepentingan birokrasi dan masa jabatan serta senioritas daripada menunjukkan kinerja yang baik. Oleh karena itu, birokrasi di negara berkembang gagal mencapai tujuan-tujuan administrasi dan jauh dari pertumbuhan politik64. Organisasi negara memerlukan birokrasi yang yang besar dan rumit. Birokrasi merupakan faktor jaringan kekuatan-kekuatan oleh kelas-kelas yang secara politik dominan untuk mencapai dominasi mereka serta memungkinkan diri tetap memegang kendali kekuasaan politik. Robert Michels, menegaskan, negara kuat adalah yang dapat memenuhi kebutuhan yang besar para pertahanan dengan menghadirkan banyak pejabat sebagai orang yang bergantung kepada negara. Bagi Michels, pada satu pihak negara menyediakan jabatan resmi yang banyak, sedangkan kalangan Masyarakat dijumpai banyaknya permintaan yang besar. Permintaan yang besar Masyarakat tersebut 63 Fred W Riggs. Birokrasi dan Pembangunan Politik. Lihat: Sahat Simamora dalam Pembangunan Politik dalam perspektif. Jakarta: PT. Bina Aksara. 1985. Hal. 118 64 Ibid. Hal. 108 54 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia terdiri dari masalah kelas-kelas menengah setelah munculnya kapitalisme. Bagi Michel, birokrasi tetap dianggap sebagai kekuatan politik yang penting, karena melalui birokrasi individu-individu yang mempunyai pendidikan tinggi dapat meraih jabatannya kedudukan dan birokrasi menjadi alat untuk pembelaan diri bagi suatu negara65. 65 Robert Michels. Partai Politik Kecenderungan Oligarki dalam Birokrasi. Jakarta: CV. Rajawali.1984. Hal. 207-208 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 55 ADAPTASI LAYANAN PUBLIK DI TENGAH GELOMBANG COVID-19 Sitti Rabiatul Wahdaniyah Herman, M.Si. 56 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia B anyak yang tidak menduga, bahwa tanpa di sadari pandemi Covid-19 menjadi titik awal kebangkitan layanan publik berbasis virtual. Selama ini dalam literatur, para sarjana telah banyak meramalkan transformasi pelayanan publik dari yang sifatnya konvensional ke arah pelayanan publik yang berbasis virtual. Mereka para sarjana pada umumnya sepakat membangun satu argumen besar bahwa layanan publik harus bertransformasi, salah satu yang paling progresif di lihat oleh para akademisi adalah transformasi pelayanan publik yang menggandeng teknologi digital, atau dalam istilah lain ada yang menyebut dengan digital era governance (DEG). Gagasan ini telah populer di Indonesia seiring dengan dua kondisi, semakin menguatnya adopsi digitalisasi termasuk dalam hal ini pada layanan publik dan kedua pada keinginan para sarjana dan praktisi untuk terus mendorong layanan publik kearah yang lebih efisien dan efektif. Namun dalam perkembangannya, realisasi dari digital era governance dengan gagasan utama reformasi pelayanan publik yang menggandeng teknologi digital masih kesulitan mendapat momentum. Pada prakteknya, banyak praktisi dan akademisi yang kesulitan mewujudkan gagasan layanan publik yang berbasis digital. Kalaupun ada beberapa yang berhasil, mereka tidak lebih dari sekedar seremonial yang usianya tidak terlalu lama. Misalnya kotak aduan masyarakat berbasis digital yang telah banyak disediakan di instansi publik beberapa tahun belakangan ini. Dengan menggandeng teknologi, kotak aduan tersebut untuk memudahkan masyarakat menyampaikan keluhan atas ketidaknyamanan layanan yang diterima dari sebuah instansi publik. Tetapi, prakteknya di lapangan tidak banyak masyarakat yang mengaksesnya. Kalaupun ada yang mengakses, keluhan dari masyarakat mendapat penanganan yang sangat lambat. Singkatnya, penerapan dari gagasan digital era governance belum terlalu memadai. Hingga pada akhirnya, pandemi Covid-19 yang melanda banyak negara di dua tahun terakhir ini telah mengubah dengan cepat lanskap layanan publik, termasuk di Indonesia. Artikel ini berpendapat bahwa pandemi Covid-19 disisi lain telah berkontribusi pada percepatan transformasi pelayanan publik berbasis virtual. Ini menjadi sisi positif dari kehadiran pandemi Covid-19, terlepas polemik bahwa pandemi Covid-19 menjadi bencana yang Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 57 memicu krisis di beberapa negara termasuk Indonesia. Untuk memberikan ilustrasi, bagaimana pandemic Covid-19 telah menjadi momentum yang sangat baik dalam mengubah lanskap layanan publik ke arah digital era governance, berikut penulis akan menyajikan ilustrasi kasus di desa terdampak pandemic yang mengadaptasi layanan publik berbasis virtual di tengah gelombang covid-19. LAYANAN PUBLIK BERBASIS GROUP WHATSAPP Potret pertama yang penulis berhasil tangkap dari adaptasi layanan publik berbasis virtual selama pandemi di salah satu pedesaan di Sigi adalah layanan publik berbasis group whatsApp. Mungkin ada yang berpikir bahwa fenomena ini tidak terlalu istimewa. Mengingat selama ini group WA telah menjadi semacam satu kebutuhan yang hampir semua orang menggunakannya. Tetapi jika dilihat secara teliti, tepat disinilah penulis menangkap bahwa pandemi Covid-19 telah berhasil mendorong percepatan pelayanan publik berbasis virtual. Tidak ada yang menyangka sebelumnya bahwa group WA akan bertransformasi menjadi semacam ruang virtual untuk mempermudah akses layanan. Selama ini, group WA hanya sebatas media untuk menghimpun kerabat, keluarga dengan tujuan bertukar informasi. Namun, di Pedesaan Sigi selama pandemi penulis melihat bahwa group WA menjadi sesuatu yang sangat vital dalam layanan publik. Group WA menjadi media yang menghubungkan antara warga dengan pemerintah dalam mengakses layanan. Ada dua pola yang terjadi di Pedesaan Sigi dalam memanfaatkan group WA sebagai media digital memperoleh layanan. Pertama, skema Layanan Publik berbasis Group WhatsApp digunakan oleh masyarakat untuk meminta layanan. Pada skema ini, lebih banyak digunakan oleh masyarakat. Sebagai ilustrasi, di satu desa seluruh warga tergabung dalam group WA yang didalamnya termasuk oleh aparat pemerintahan. Kemudian, begitu ada pandemi yang membatasi aktifitas masyarakat termasuk dalam hal interaksi di kantor desa. Sementara disaat yang bersamaan masyarakat tetap membutuhkan layanan dari pemerintah. Dalam situasi seperti inilah kemudian muncul inisiatif untuk menjadikan group WA sebagai media untuk meminta layanan 58 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia kepada pemerintah desa. Warga yang memerlukan semacam surat keterangan, akan mengkomunikasikan lewat grup WA tanpa harus datang ke kantor desa. Pola kedua sebagai tindak lanjut yang pertama adalah skema layanan publik berbasis Group WhatsApp digunakan oleh pemerintah desa untuk memberikan layanan. Berbeda dengan sebelumnya, untuk pola yang kedua ini lebih banyak digunakan oleh pemerintah. Sama seperti dengan pengaduan atau permohonan masyarakat yang hanya menggunakan group WA, untuk merespon permintaan layanan masyarakat pemerintah desa akan menggunakan group WA sebagai media untuk mendistribusikan layanan. Misalnya, dalam satu kesempatan kami mendengar kisah bagaimana sekretaris di Pedesaan Sigi memberikan surat keterangan usaha kepada masyarakat hanya melalui via group WA. FLEKSIBILITAS LAYANAN Abstraksi lain dari model adaptasi layanan publik selama pandemi yang kami amati di Pedesaan Sigi adalah adanya fleksibilitas layanan. Fleksibilitas layanan merupakan imbas dari adanya pandemi Covid-19. Di Pedesaan Sigi, ada dua model fleksibilitas layanan yang berlangsung. Pertama, model fleksibilitas layanan tercermin dari jam operasional layanan. Selama ini lazimnya layanan publik yang berlangsung di Indonesia menggunakan jam operasional dari jam 08.00 pagi hingga pukul 16.00. Tetapi selama pandemi Covid-19 terjadi fleksibilitas layanan, dimana jam kerja tidak lagi seperti biasanya, namun menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Sebagai ilustrasi di Pedesaan Sigi, selama pandemi Covid-19 jam layanan di kantor desa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Ketika masyarakat membutuhkan layanan yang telah dikomunikasikan melalui via Group WA barulah kemudian staf ke kantor desa untuk memberikan layanan. Di lapangan kami melihat cara seperti ini lebih efektif. Staf desa misalnya, tidak harus menghabiskan waktunya sepanjang hari di kantor desa, tetapi langsung hadir begitu diperlukan oleh warga. Meskipun pola ini masih perlu diperdebatkan lebih jauh khususnya, apakah model seperti ini termasuk efektif ketika masa pasca pandemi? Terlepas dari polemik itu, pandemi Covid-19 telah menjadi Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 59 pemicu yang sangat efektif dalam mendorong transformasi pelayanan publik yang lebih fleksibel. Selain itu, pola terakhir yang kami amati di Pedesaan Sigi adalah tempat memberikan layanan yang tidak selamanya tertuju pada kantor desa. Selama pandemi, penulis mengamati bagaimana pergeseran tempat layanan publik dari yang biasanya berlangsung di kantor desa, tetapi begitu ada Covid-19 tempat memberikan layanan publik berlangsung di rumah pribadi. Pola ini seiring dengan diterapkannya work from home, dimana semua pekerjaan diselesaikan dari rumah. Imbas dari WFH bagi pemerintah pedesaan secara tidak langsung adalah menjadikan rumah pribadi aparat pemerintah desa sebagai tempat layanan. Sebagai contoh, sekretaris di Pedesaan Sigi bercerita kepada kami setiap hari rumahnya selalu disulap menjadi kantor. Semua pekerjaan di kantor di bawah pulang ke rumah. Termasuk komputer kantor, print semua dipindahkan sementara di rumah pribadi. Pemindahan ini untuk memudahkan kerja yang tidak harus pulang balik ke kantor desa yang kondisinya saat itu memang sangat dibatasi. CATATAN AKHIR Kasus yang terjadi di Pedesaan Sigi menjadi satu abstraksi yang sangat berguna untuk bisa memahami bagaimana pergeseran layanan publik di masa krisis berlangsung dengan mengadopsi konsep adaptasi. Ini mungkin menjadi salah satu kasus dari jutaan kasus yang terjadi di Pedesaan di seluruh Indonesia, tetapi kasus Sigi menjadi sangat istimewa karena pedesaan Sigi menjadi salah satu pedesaan yang rentan terhadap bencana. Desa yang rentan dengan bencana sangat memerlukan penyesuaian yang cepat dan tepat (adaptasi) untuk merespon setiap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba akibat bencana. Literatur kontemporer, masih sangat minim menempatkan konsep adaptasi layanan publik sebagai salah satu tema yang perlu mendapat perhatian. Padahal untuk konteks di beberapa wilayah Indonesia tergolong sebagai daerah yang rentan terkena bencana. Dengan karakteristik daerah seperti ini tentu memerlukan pendekatan yang berbeda dalam 60 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia menerapkan layanan publik. Untuk itu, abstraksi kasus-kasus di tempat lain diperlukan untuk memperluas cara pandang dalam menempatkan layanan publik di tengah krisis. Artikel singkat ini, bukan menjadi akhir tetapi paling tidak memunculkan perdebatan lebih jauh untuk terus memprolematisasi perkembangan layanan publik di tengah krisis baik yang disebabkan oleh pandemi atau krisis akibat bencana alam. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 61 BIROKRASI DAN DINAMIKA POLITIK PEDESAAN Sunardi 62 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia A rtikel ini akan menjelaskan secara singkat bagaimana dinamika politik membentuk watak birokrasi di pedesaan. Pembahasan tulisan ini dibagi menjadi dua pokok bahasan, pertama akan melihat bagaimana perubahan politik di desa berlangsung. Melalui UU desa No 6 Tahun 2014 sebagai titik awal reformasi politik di pedesaan. Kedua, akan melihat bagaimana dampak reformasi politik pedesaan terhadap birokrasi di pedesaan. Pada bagian ini, argumen yang penulis ajukan adalah birokrasi pedesaan berada dibawah bayang-bayang politik pedesaan. Bagian terakhir dari chapter ini adalah penutup yang berisi diskusi tentang bagaimana masa depan birokrasi pedesaan di Indonesia Dua bahasan pokok ini saling berkelindan, hal ini tidak terpisahkan dalam melihat birokrasi dan dinamika politik di pedesaan. REFORMASI POLITIK PEDESAAN Dinamika birokrasi dan politik di pedesaan sebagai imbas dari adanya reformasi politik yang berlangsung di pedesaan. Reformasi politik pedesaan mulai massif berlangsung sejak UU Desa No.6 Tahun 2014 tentang desa di implementasikan di Indonesia. Secara tidak langsung, regulasi ini sebagai titik awal reformasi politik di pedesaan. Gelombang ini kemudian membawa sejumlah perubahan yang sangat drastis bagi penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa. Salah satu yang paling menonjol dari perubahan tersebut adalah semakin menguatnya kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah desa. Dengan skema desentralisasi dan otonomi desa, pemerintahan desa dilimpahkan kewenangan penuh untuk bisa mengelola dan mengatur desa sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Keleluasaan ini menjadi sesuatu yang baru bagi penyelenggaraan pemerintah desa. Sebab, di fase sebelumnya regulasi UU No. 6 Tahun 2014 di implementasikan di Indonesia, kewenangan dan otonomi desa masih terbatas dan terisolasi. Namun dengan reformasi politik desa yang baru, melalui gelombang desentralisasi dan otonomi desa membuat kewenangan pemerintah desa lebih besar. Skema ini kemudian diperkuat dengan dukungan biaya operasional yang selama ini dikenal dengan sebutan “dana desa”. Dengan jumlah yang relatif besar, satu desa mengelolah sekitar Rp 900 juta hingga Rp Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 63 1,2 milyar setiap tahunnya. Dua instrumen ini, gelombang desentralisasi dan otonomi desa serta diperkuat dengan dana desa sebagai instrumen yang lahir dari hasil reformasi politik yang berlangsung di pedesaan Indonesia. BAYANG-BAYANG POLITIK BIROKRASI DI PEDESAAN Secara politik, imbas dari reformasi politik yang berlangsung di pedesaan adalah menguatnya eksistensi pemerintah desa. Dengan sokongan dana desa, pemerintah desa semakin meminimalisir ketergantungan dengan otoritas yang lain, termasuk oleh supra desa seperti kecamatan dan kabupaten. Desa semakin percaya diri dengan modal “dana desa” yang mereka kelolah secara langsung. Belum lagi, kewenangan yang melekat pada desa sebagai konsekuensi dari UU No. 6 Tahun 2014 yang membuat semakin tebal kepercayaan diri desa untuk tampil sebagai entitas yang mandiri. Hanya saja, pada sisi yang lain menguatnya otonomi dan desentralisasi yang berlangsung di desa tidak di barengi dengan menguatnya partisipasi masyarakat. Relasi ini berlangsung secara tidak seimbang. Satu sisi, kekuasaan politik pemerintah desa jika diibaratkan seperti sebuah balon terus membesar dan semakin membesar imbas dari otonomi dan dana desa yang melekat. Namun, sisi lainnya, partisipasi masyarakat cenderung stagnan, tidak membesar bahkan pada kondisi tertentu semakin mengecil. Relasi yang berjalan tidak seimbang ini kemudian memunculkan persoalan baru. Balon kekuasaan yang semakin membesar pada konteks tertentu akan membahayakan kehidupan masyarakat pedesaan. Alih-alih mendorong tata kelola pemerintahan desa yang lebih baik, justru yang terjadi adalah semakin terkonsentrasinya pusat kekuasaan di satu kutub sementara kutub yang lain semakin melemah. Relasi ini berpotensi menciptakan tatanan masyarakat pedesaan yang eksploitatif. Pada konteks birokrasi di pedesaan, salah satu dampak yang dipicu atas munculnya relasi yang tidak seimbang adalah bayang-bayang politik dalam birokrasi pedesaan. Bukan lagi menjadi rahasia umum, bahwa birokrasi pedesaan adalah bagian yang tidak bias secara politik. Birokrasi di tingkat desa sebagai satu entitas yang tidak bisa dilepaskan 64 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia dari pengaruh politik. Keberadaan birokrasi berkaitan sangat erat dengan keberadaan politik. Sayangnya, dengan relasi politik yang tidak seimbang dimana kekuasaan politik yang terkonsentrasi pada pemerintah desa yang lebih besar, membuat birokrasi pedesaan kehilangan otonomi. Singkatnya, birokrasi pedesaan banyak dibentuk dan ditentukan oleh watak politik pedesaan. Birokrasi pedesaan hanya menjadi “pelayan” untuk kepentingan politik pedesaan. Keadaan yang tersandera ini sekali lagi sebagai imbas dari relasi yang tidak sama kuat. Situasi semakin diperparah dengan keberadaan regulasi UU desa yang belum secara lugas memisahkan kekuasaan politik di pedesaan dengan kekuasaan birokrasi. Meskipun di banyak tempat, beberapa sekretaris desa (Sekdes) adalah aparatur sipil negara (ASN) namun dalam realisasinya di lapangan Sekdes tersebut tetap sangat bergantung dengan otoritas politik kepala desa. Artinya, sejauh ini skema sekretaris desa yang berasal dari ASN belum terlalu efektif untuk memisahkan pengaruh politik dalam birokrasi pedesaan. Sebagai ilustrasi, di salah satu desa yang penulis amati, birokrasi pedesaan kerap kali menjadi mesin politik yang digunakan untuk menopang suara Kepala Desa yang kembali maju di Pilkades. Birokrasi pedesaan, mengambil peran ganda sebagai staf di desa sekaligus menjadi tim sukses secara tidak langsung. Mereka dikerahkan untuk ikut mengkampanyekan atau mendukung kandidat yang sedang berkontestasi. Bagi staf desa yang nasibnya sangat ditentukan oleh kepala desa, pilihan untuk menolak sangat terbatas, dan sulit untuk dihindari. Kehilangan pekerjaan sebagai staf desa adalah resiko yang dipertaruhkan ketika kandidat yang didukung tidak memenangi Pilkades. Bagi mereka yang menolak mendukung, jelas pilihannya adalah pemecatan. Dengan dalih, kinerja yang tidak maksimal atau berbagai alasan yang intinya mereka yang tidak ikut mendukung petahana di Pilkades akan disingkirkan. Sebuah data menyebutkan bahwa salah satu isu yang sering masuk dalam laporan Ombudsman di Provinsi Sulawesi Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 65 Selatan adalah laporan mengenai pemecatan staf desa. Di banyak kasus, pemecatan ini seringkali terjadi sesaat setelah pemilihan kepala desa66. Tingginya aduan yang berasal dari staf desa pasca Pilkades sebagai indikasi bagaimana birokrasi dikondisikan sedemikian rupa untuk menopang kepentingan politik tertentu di pedesaan. Birokrasi secara tidak langsung ikut diseret dalam kontestasi politik di Pedesaan. Situasi yang membuat watak birokrasi sering lebih banyak memberikan layanan kepada otoritas politik di pedesaan ketimbang ke masyarakat. Alih-alih memberikan layanan yang lebih baik ke masyarakat, watak birokrasi yang dibayang-bayangi oleh kepentingan politik tertentu justru hanya menjadikan birokrasi semakin menjauh dari fungsinya; memberikan layanan yang prima kepada masyarakat. Birokrasi yang berada dibawah bayang-bayang politik telah meminggirkan aspek profesionalisme. Salah satu hal yang paling penting dalam menciptakan layanan yang prima. Namun, dengan dominasi dan pengaruh politik dalam birokrasi aspek profesionalisme ini kerap digantikan dengan sesuatu yang bersifat partisan, kedekatan dan kekerabatan. Posisi birokrasi di pedesaan seperti staf pedesaan tidak lagi di isi oleh orang-orang yang memiliki kompeten yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tetapi aspek utama yang menjadi pertimbangan adalah apakah orang tersebut bagian dari pendukung politik atau bukan. Persoalan kualifikasi dan profesionalisme menjadi perhatian yang kesekian. Termasuk dalam hal memberikan layanan. Birokrasi yang berada dalam bayang-bayang politik akan berdampak pada layanan yang diberikan di Pedesaan. Kasus singkat diatas menunjukan bagaimana birokrasi pedesaan tidak lagi harus ditempatkan sebagai sesuatu yang bias secara politik. Menempatkan birokrasi terpisah dari entitas politik hanya akan semakin mempersempit cara pandang kita dalam memahami birokrasi di Pedesaan. Penulis melihat persoalan kinerja birokrasi di pedesaan tidak memadai jika hanya didekati dengan penjelasan seperti regulasi, struktur organisasi dan SDM. 66 Wawancara dengan Hasrul, Mid-Level Ombudsman Assistant in the South-Sulawesi Regional Office of the Ombudsman of the Republic of Indonesia 66 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Pasalnya, cara pandang ini hanya mampu menjelaskan persoalan teknis pada birokrasi. Selain itu, pendekatan semacam ini tidak terlalu banyak membantu dalam memberikan penjelasan atas kinerja birokrasi yang berada dibawah bayang-bayang politik di Pedesaan. Untuk itu, berdasarkan kasus yang penulis telah diuraikan diatas melihat relasi sosial adalah salah satu alternatif yang lebih baik untuk bisa mengabstraksikan bagaimana kinerja birokrasi sangat tergantung dengan dinamika politik di pedesaan. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 67 TATA KELOLA SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK (SPBE) Nawang Aviani, S.S.T., M.A.P. 68 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia R evolusi Industri 4.0 diperkenalkan sebagai babak baru kehidupan manusia bersama teknologi. Era ini ditandai oleh transformasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pemerintahan. Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) menjadi sebuah urgensi untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0. Banyak yang mengira bahwa Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) merupakan aplikasi-aplikasi milik pemerintah. Namun definisi SPBE sebenarnya memiliki konteks yang lebih luas. Berdasarkan PERPRES Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE mendefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada Pengguna SPBE. Terdapat tujuh prinsip yang harus diperhatikan pada penerapan SPBE, diantaranya adalah efektivitas, keterpaduan, efisiensi, akuntabilitas, kesinambungan, interoperabilitas, dan keamanan. Ketujuh prinsip tersebut harus terapkan secara bersamaan. Tata Kelola SPBE merupakan kerangka kerja yang memastikan penerapan SPBE secara menyeluruh dan terpadu melalui pengaturan, pengarahan, dan pengendalian. Berdasarkan peraturan bahwa SPBE mempunyai tujuan untuk memastikan penerapan setiap unsur SPBE secara terpadu67. Tulisan ini memberikan gambaran tentang 10 (sepuluh) unsur terpadu yang ada dalam tata kelola SPBE. RENCANA INDUK SPBE NASIONAL Tujuan Rencana Induk SPBE Nasional, satu diantaranya adalah untuk mewujudkan arah SPBE yang terpadu dan berkesinambungan secara nasional. Penyusunan Rencana Induk SPBE Nasional dikoordinasikan bersama bersama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional dan harus berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Grand Design Reformasi Birokrasi serta paling sedikit memuat: 67 Baca Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 69 a. Visi, misi, tujuan dan sasaran SPBE c. Strategi SPBE dan b. d. Arah kebijakan SPBE Peta rencana strategis SPBE Rencana Induk SPBE Nasional dapat dievaluasi setiap lima tahun sekali atau setiap saat jika ada perubahan kebijakan strategis nasional atau hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya. ARSITEKTUR SPBE Apa yang dimaksud dengan arsitektur SPBE68 adalah kerangka dasar yang mendeskripsikan integrasi proses bisnis, data dan informasi, infrastruktur SPBE, aplikasi SPBE, dan keamanan SPBE untuk menghasilkan layanan SPBE yang terintegrasi. Arsitektur SPBE dibagi menjadi 3 Jenis yaitu: a. Arsitektur SPBE Nasional c. Arsitektur SPBE Pemerintah Daerah b. Arsitektur SPBE Instansi Pusat dan Pada Arsitektur SPBE harus memuat 2 hal yaitu referensi arsitektur dan domain arsitektur. Menurut PERPRES Nomor 132 Tentang Arsitektur SPBE Nasional yang dimaksud dengan Referensi Arsitektur adalah kerangka dasar yang menjelaskan tentang komponen utama atau dasar arsitektur baku dan dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun setiap domain arsitektur SPBE. Sedangkan domain arsitektur kerangka dasar yang menjelaskan substansi arsitektur yang memuat 6 domain arsitektur diantaranya: a. Domain arsitektur proses bisnis c. Domain arsitektur infrastruktur SPBE b. d. 68 Domain arsitektur data dan informasi Domain arsitektur aplikasi SPBE Baca Peraturan Presiden Nomor 132 Tentang Arsitektur SPBE Nasional 70 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia e. f. Domain arsitektur keamanan SPBE Domain arsitektur layanan SPBE PETA RENCANA SPBE Peta rencana SPBE merupakan dokumen yang menjelaskan arah serta langkah dimulai dari penyiapan hingga pelaksanaan SPBE yang terintegrasi. Penyusunan peta rencana juga terbagi menjadi tiga yaitu: a. Peta Rencana SPBE Nasional c. Peta Rencana SPBE Pemerintah Daerah b. Peta Rencana SPBE Instansi Pusat Penyusunan peta rencana SPBE di mulai dari tingkat Nasional hingga tingkat Pemerintah daerah harus berdasarkan pada Arsitektur SPBE dan disusun untuk jangka waktu lima tahun. Pada Peta Rencana SPBE Nasional harus berdasarkan Arsitektur SPBE Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang harus memuat diantaranya tata kelola SPBE, manajemen SPBE, Layanan SPBE, Infrastruktur SPBE, Aplikasi SPBE, Keamanan SPBE dan Audit Teknologi Informasi dan Komunikasi. Adapun yang dimaksud dalam Peta Rencana SPBE nasional yaitu disusun dalam bentuk program atau kegiatan SPBE nasional. Jika terdapat perubahan dalam Peta Rencana Nasional SPBE harus dilakukan berdasarkan perubahan Arsitektur SPBE Nasional, Perubahan Rencana Kerja Pemerintah dan hasil pemantauan dan evaluasi SPBE nasional. Selanjutnya, penyusunan Peta Rencana SPBE Instansi Pusat berdasarkan Peta Rencana SPBE Nasional, Arsitektur SPBE Instansi Pusat, dan rencana strategis Instansi Pusat. Review Peta Rencana SPBE Instansi Pusat dapat dilakukan berdasarkan adanya perubahan Peta Rencana SPBE Nasional, perubahan rencana strategis Instansi Pusat, perubahan Arsitektur SPBE Instansi Pusat, hasil pemantauan dan evaluasi SPBE Instansi Pusat. Sedangkan penyusunan Peta Rencana SPBE Pemerintah Daerah disusun berdasarkan Peta Rencana SPBE Nasional, Arsitektur SPBE Pemerintah Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 71 dan rencana strategis Pemerintah Daerah. Review Peta Rencana SPBE Pemerintah Daerah dapat dilakukan berdasarkan adanya perubahan Peta Rencana SPBE Nasional, perubahan rencana strategis Pemerintah Daerah, perubahan Arsitektur SPBE Pemerintah Daerah, hasil pemantauan dan evaluasi SPBE Pemerintah Daerah. RENCANA DAN ANGGARAN SPBE Rencana dan anggaran SPBE disusun sesuai dengan proses perencanaan dan penganggaran tahunan pemerintah. Setiap Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah menyusun rencana dan anggaran SPBE harus berpedoman pada Arsitektur SPBE Instansi Pusat dan Peta Rencana SPBE Instansi Pusat. PROSES BISNIS Proses Bisnis merupakan sekumpulan kegiatan yang terstruktur dan saling terkait dalam pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pusat dan pemerintah daerah masing-masing. Penyusunan Proses Bisnis bertujuan untuk memberikan pedoman dalam penggunaan data dan informasi serta penerapan Aplikasi SPBE, Keamanan SPBE, dan Layanan SPBE. Proses Bisnis Instansi Pusat dan Pemerintah daerah harus berdasarkan Arsitektur SPBE. Untuk mendukung pembangunan atau pengembangan Aplikasi SPBE dan Layanan SPBE yang terintegrasi, proses bisnis yang saling terkait harus disusun secara terintegrasi. DATA DAN INFORMASI Data dan informasi seringkali dianggap satu hal yang sama tetapi kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang berbeda. Data merupakan fakta ataupun kumpulan fakta yang diperoleh dari hasil observasi dari fenomena tertentu. Informasi merupakan data yang telah diolah sesuai dengan kebutuhan serta bisa dijadikan suatu dasar dalam pengambilan keputusan. Data dan informasi mencakup semua jenis data dan informasi yang ada. Ini termasuk data dan informasi yang dimiliki oleh pemerintah 72 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia pusat dan daerah, serta data dan informasi yang diperoleh dari masyarakat, pelaku usaha, dan pihak lain. Penggunaan data dan informasi dilakukan dengan mengutamakan bagi pakai data dan informasi antar Instansi Pusat dan/atau Pemerintah Daerah berdasarkan tujuan dan cakupan, penyediaan akses data dan informasi, dan pemenuhan standar interoperabilitas data dan informasi69. Standar interoperabilitas merupakan suatu ketentuan dalam berbagi data dan informasi yang telah ditentukan oleh instansi terkait dalam hal ini bidang komunikasi dan informatika. Dalam penggunaan data dan informasi harus berdasarkan arsitektur SPBE baik itu Instansi Pusat maupun Pemerintah Daerah. Khusus Penyelenggaraan tata kelola data dan informasi antar Instansi Pusat dan Daerah dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang perencanaan pembangunan nasional. INFRASTRUKTUR SPBE Infrastruktur SPBE adalah semua unsur mulai dari perangkat keras, perangkat lunak, serta fasilitas yang menjadi penunjang utama untuk menjalankan suatu sistem, aplikasi, komunikasi data, pengolahan dan penyimpanan data, perangkat integrasi/penghubung, dan perangkat elektronik lainnya. Infrastruktur SPBE juga terbagi menjadi menjadi tiga yaitu Infrastruktur SPBE Nasional, Infrastruktur SPBE Instansi Pusat dan Infrastruktur Pemerintah Daerah. Infrastruktur SPBE Nasional adalah Infrastruktur SPBE yang terhubung dengan Infrastruktur SPBE instansi pusat dan pemerintah daerah dan digunakan secara bagi pakai oleh instansi pusat dan pemerintah daerah. Pembangunan Infrastruktur SPBE Nasional harus berpodoman pada Arsitektur SPBE Nasional. Infrastruktur SPBE Nasional terdiri dari : a. 69 Pusat Data Nasional Pusat Data Nasional merupakan sekumpulan data yang bisa digunakan secara bagi data oleh instansi pusat maupun pemerintah daerah serta saling terhubung. Salah satu tujuan Baca PERPRES Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 73 Pusat Data Nasional adalah untuk meningkatkan efisiensi dalam memanfaatkan data dan informasi sebagai sumber daya pada Pusat Data Nasional oleh Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. b. c. Dalam ini Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah yang telah memiliki Pusat Data sebelum Pusat Data Nasional ditetapkan dan tersedia, Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah harus memenuhi ketentuan dengan membuat keterhubungan dengan Pusat Data Nasional. Jika Standar Nasional Indonesia belum tersedia, Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah yang telah memiliki Pusat Data harus menggunakan standar internasional terkait desain Pusat Data dan manajemen Pusat Data. Jaringan Intra pemerintah Jaringan Intra Pemerintah merupakan jaringan interkoneksi tertutup yang menghubungkan antar Jaringan Intra Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. Konsep jaringan interkoneksi tertutup dapat mengacu pada pengaturan jaringan yang digunakan untuk menghubungkan berbagai sistem, aplikasi, dan layanan yang terlibat dalam penerapan SPBE. Jaringan interkoneksi tertutup dalam SPBE memiliki beberapa tujuan, termasuk meningkatkan keamanan, melindungi data sensitif, dan memastikan integritas sistem Sistem Penghubung Layanan Pemerintah Sistem penghubung layanan pemerintah merupakan perangkat integrasi yang terhubung dengan Sistem Penghubung Layanan Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melakukan pertukaran Layanan SPBE antar Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah Infrastruktur SPBE Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah adalah Infrastruktur SPBE yang diselenggarakan oleh instansi pusat dan pemerintah daerah masing-masing yang tetap berpedoman pada Arsitektur SPBE nya. Pembangunan Infrastruktur SPBE Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah terdiri atas jaringan intra dan sistem penghubung layanan pemerintah. 74 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Jaringan Intra Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan Jaringan Intra yang diselenggarakan oleh Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menghubungkan antar simpul jaringan dalam Instansi Pusat atau dalam Pemerintah Daerah. Sistem Penghubung Layanan Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan Sistem Penghubung Layanan yang diselenggarakan oleh Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melakukan pertukaran Layanan SPBE dalam Instansi Pusat atau dalam Pemerintah Daerah. Tujuan Penggunaan Infrastruktur SPBE Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah adalah untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan kemudahan integrasi dalam rangka memenuhi kebutuhan Infrastruktur SPBE bagi internal Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. APLIKASI SPBE Aplikasi SPBE adalah satu atau sekumpulan program komputer dan prosedur yang dirancang untuk melakukan tugas atau fungsi Layanan SPBE. Aplikasi SPBE digunakan sebagai media dalam memberikan Layanan SPBE oleh Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. Terdapat dua jenis Aplikasi SPBE yaitu Aplikasi Umum dan Aplikasi Khusus. Aplikasi Umum adalah Aplikasi SPBE yang sama, standar, dan digunakan secara bagi pakai oleh instansi pusat dan/atau pemerintah daerah. Sedangkan aplikasi Khusus adalah Aplikasi SPBE yang dibangun, dikembangkan, digunakan, dan dikelola oleh instansi pusat atau pemerintah daerah tertentu untuk memenuhi kebutuhan khusus yang bukan kebutuhan instansi pusat dan pemerintah daerah lain. Pembangunan dan Pengembangan dengan menggunakan prinsip keterpaduan harus dikoordinasikan bersama bidang terkait yaitu bidang Komunikasi dan Informatika. Pembangunan dan Pengembangan Aplikasi umum dan Aplikasi Khusus berdasarkan arsitektur SPBE dan memenuhi standar teknis serta prosedur serta ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang aparatur Negara. Sedangkan untuk Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah pembangunan dan pengembangan Aplikasi Umum dan Aplikasi Khusus dapat dilakukan setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang komunikasi dan informatika. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 75 Setiap Instansi Pusat dan Pemerintah daerah harus menggunakan Aplikasi Umum, tetapi jika tidak menggunakan terdapat opsi untuk menggunakan aplikasi sejenis dengan ketentuan sebagai berikut : a. Telah menggunakan aplikasi ditetapkannya Aplikasi Umum c. melakukan pengembangan aplikasi sejenis yang disesuaikan dengan Proses Bisnis dan fungsi pada Aplikasi Umum b. d. sejenis tersebut sebelum melakukan kajian biaya dan manfaat terhadap penggunaan dan pengembangan aplikasi sejenis; mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika. KEAMANAN SPBE Keamanan SPBE adalah pengendalian keamanan yang terpadu dalam SPBE. Keamanan SPBE mencakup penjaminan kerahasiaan, keutuhan, ketersediaan, keaslian, dan kenirsangkalan (nonrepudiation) sumber daya terkait data dan informasi, Infrastruktur SPBE, dan Aplikasi SPBE. Berikut penjelasannya: a. b. c. d. e. Penjaminan kerahasiaan yaitu dilakukan melalui penetapan klasifikasi keamanan, pembatasan akses, dan pengendalian keamanan lainnya. Penjaminan keutuhan merupakan pendeteksian modifikasi. Penjaminan ketersediaan yaitu dilakukan melalui penyediaan cadangan dan pemulihan. Penjaminan keaslian sebagaimana yaitu dilakukan melalui penyediaan mekanisme verifikasi dan validasi. Penjaminan kenirsangkalan (nonrepudiation) yaitu dilakukan melalui penerapan tanda tangan digital dan pihak ketiga terpercaya melalui penggunaan sertifikat digital. Tata kelola SPBE merupakan pondasi penting dalam mendukung keberhasilan dan keberlanjutan inisiatif pemerintah dalam 76 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia menyelenggarakan pemerintahan berbasis teknologi. Penyelenggaraan ini perlu mengedepankan prinsip-prinsip seperti efektivitas, keterpaduan, efisiensi, akuntabilitas, kesinambungan, interoperabilitas, dan keamanan. pemerintah dapat mencapai tujuan efisiensi, transparansi, dan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat melalui penerapan SPBE. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 77 TINJAUAN PROSES BISNIS PENETAPAN PENSIUN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL TIDAK CAKAP JASMANI - ROHANI Ridho Harta, S.Sos., M.Si. 78 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia P emberhentian dan pensiun PNS merupakan bagian akhir dari siklus manajemen sumber daya manusia. Masa Pensiun adalah sebuah titik dimana seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) merasa akan kehilangan kegiatan rutinitasnya selama bertahun-tahun yang menjadi kebiasaan sehari-hari, pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti. Masa pensiun merupakan suatu fase kehidupan dimana seseorang yang menjalaninya perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi fase tersebut. Berbagai perubahan akan terjadi dalam kehidupan pegawai setelah tiba masa pensiun dan jika tidak disikapi dengan bijaksana dapat mendatangkan kecemasan. Padahal, terdapat keuntungan dan kerugian dari berbagai persoalan yang berkaitan dengan kesejahteraan PNS, yang lebih takut lagi. Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), PNS tidak pernah mendapatkan perlindungan sosial yang memadai.70 Kemudian dari beberapa jenis pemberhentian PNS ada beberapa terdapat perbedaan keadaan pada pemberhentian PNS yang tidak cakap Jasmani dan/atau Rohani, dimana mereka lebih tidak siap menghadapi masa pensiun, bahkan belum waktunya untuk pensiun dan lebih cepat dari masa pensiun seharusnya. Seorang PNS dapat diberhentikan dengan hormat sesuai dengan peraturan yang berlaku jika pegawai tersebut tidak cakap jasmani dan/atau rohani, yang menyebabkan PNS tersebut tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban sebagai PNS. Pertanyaannya apakah pegawai yang bersangkutan siap untuk diberhentikan, dengan segala permasalahannya yang ada di daerah? Di lain sisi terdapat masalah kesenjangan perlakuan terhadap beberapa pegawai yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani yang belum dilakukan pemberhentian pada instansi pemerintahan di Daerah, yang mengakibatkan kecemburuan sosial. Dengan pertimbangan- Moula, S. (2022). Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 (Studi Kasus Pemberhentian PNS di Kabupaten Aceh Barat) (Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry). 70 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 79 pertimbangan tertentu dari atasan di instansi, Pegawai tersebut sering menyalah artikan keputusan yang diberikan kepada Pegawai bersangkutan, yang secara tidak langsung dapat mengakibatkan Pegawai tersebut terkena sanksi disiplin juga sebalik nya PNS lain yang melihat pertimbangan ini menduga bahwa pertimbangan tersebut adalah sebuah pembiaran. Permasalahan lain yang terjadi adalah apabila yang PNS yang bersangkutan tidak menerima untuk diberhentikan menjadi Pegawai. Di lingkungan Pemerintah daerah banyak ditemui kasus-kasus serupa yang belum sampai kepada tahapan usulan pemberhentian, bahkan ada yang dibiarkan berlarut karena satu atau lain hal karena mempertimbangkan nilai kemanusiaan, dan ada pula PNS yang tidak cakap Jasmani dan/atau rohani dibiarkan tetap bekerja karena mengingat PNS tersebut akan memasuki batas usia pensiun. Hal ini menjadi polemik yang terjadi di kalangan PNS, khususnya yang berada di lingkungan pemerintah daerah. Oleh karena itu hendaknya pemerintah daerah bisa lebih komitmen dengan penegakan peraturan yang ada, demi terwujudnya PNS yang BerAKHLAK. Beberapa masalah yang sering terjadi dalam kasus-kasus PNS yang tidak cakap Jasmani dan/atau rohani ini secara umum adalah tidak adanya pemetaan yang dilakukan pengelola kepegawaian, sehingga tidak terpantau sebab pimpinan unit kerja PNS yang bersangkutan tidak melaporkan keadaan yang sebenarnya. Artikel ini ingin memberikan gambaran tentang berbagai masalah yang terkait dengan pelaksanaan prosedur pemberhentian PNS tidak cakap jasmani-rohani, serta menganalisis dan merumuskan untuk dijadikan rekomendasi kebijakan sistem pensiun PNS kedepannya. Secara teoritis, pada dasarnya terdapat perbedaan antara Pensiun dan pemberhentian. Perbedaan tersebut Salah satunya adalah pada pemberhentian, pegawai yang diberhentikan hanya diberi ganti rugi satu kali. Sementara itu, dalam pensiun, kepada pegawai yang pensiun diberi ganti rugi atau sering disebut dengan jaminan hari tua berulang kali.71 71 Simanungkalit, J. H. U. (2014). Redesign Sistem Pensiun Pegawai Negeri Sipil di Indonesia. Civil Service Journal, 8(2 November). 80 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Menurut Ensiklopedi Administrasi72 arti pensiun adalah: 1. 2. Pemberhentian yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang mengangkat kepada bawahannya, karena dianggap sudah mencapai umur lanjut, sehingga tidak dapat bekerja lagi dengan sempurna; Tunjangan balas jasa yang diterima seorang bekas pejabat, karena dianggap telah melakukan tugas pekerjaan dengan baik selama masa aktif bekerja. Kemudian Pemberhentian didefinisikan sebagai pemutusan hubungan kerja antara seorang atau beberapa orang pegawai dengan perusahaan yang timbul/terjadi karena perjanjian kerja mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan statusnya sebagai pegawai.73 Dalam teknis pemberhentian jenis ini terdapat tahapan-tahapan tata cara dan prosedur yang harus dilakukan antara lain adalah: 1. PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani diberhentikan dengan hormat apabila: a. Tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan karena kesehatannya; c. Tidak mampu bekerja kembali setelah berakhirnya cuti sakit. b. 2. 3. 72 Menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya; atau PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani karena tidak dapat bekerja lagi, menderita penyakit yang berbahaya, atau tidak mampu bekerja kembali Ketentuan mengenai tidak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud harus berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan yang menyatakan PNS yang bersangkutan tidak dapat bekerja kembali di semua jabatan Westra, P., & Sutarto, S. (1977). Ensiklopedi Administrasi. (No Title). IG Wursanto (1988). Dasar-Dasar Manajemen Personalia (Personnel Management), Penerbit Pustaka Dian, Jakarta. 73 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 81 4. 5. 6. 7. PNS. Tim penguji kesehatan dibentuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan yang beranggotakan dokter pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PNS yang diberhentikan dengan hormat mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. PNS yang diberhentikan dengan hormat yang disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban jabatan diberikan jaminan pensiun tanpa mempertimbangkan usia dan masa kerja. PNS yang diberhentikan dengan hormat yang tidak disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban jabatan diberikan jaminan pensiun apabila telah memiliki masa kerja untuk pensiun paling singkat 4 (empat) tahun. Selanjutnya Tata Cara Pemberhentian PNS Yang Tidak Cakap Jasmani dan/atau Rohani yaitu: 1. 2. 3. Pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan; Setelah adanya hasil pemeriksaan kesehatan oleh tim penguji kesehatan, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian meneruskan hasil pengujian kesehatan kepada PPK atau PyB; Pemberhentian dengan hormat PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani, berdasarkan hasil pengujian kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan diajukan oleh: a. 4. b. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF keahlian utama; atau PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF keahlian utama. Dalam hal PNS yang diberhentikan karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari 82 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia 5. 6. 7. 8. 9. tua maka usul pemberhentian disampaikan kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN; Berdasarkan tembusan usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf d, Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN menetapkan pertimbangan teknis kepada Presiden atau PPK; Pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada huruf e, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung, sejak berkas usul pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani secara lengkap diterima; Presiden atau PPK menetapkan Keputusan pemberhentian dan pemberian Pensiun berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN; Keputusan pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani dengan mendapat hak jaminan pensiun ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak diterimanya hasil pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan dan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN; Dalam hal pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani tanpa mendapat hak jaminan pensiun, keputusan pemberhentian ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak diterimanya hasil pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan; 10. Pemberhentian berlaku sejak akhir bulan ditetapkan hasil pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan yang menyatakan PNS yang bersangkutan tidak dapat bekerja kembali di semua jabatan PNS. Kemudian terdapat persyaratan dalam pengajuan pensiun antara lain : a. b. Minimal masa kerja 4 tahun yang bukan karena dinas Surat pengantar dari instansi Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 83 c. DPCP d. Fotocopy sah SK CPNS f. Fotocopy sah SK PMK (jika memiliki) e. g. h. i. j. k. l. Fotocopy sah SK KP terakhir Penilaian Prestasi Kerja 1 tahun sebelum pensiun Daftar Susunan Keluarga Fotocopy sah Akta Nikah Fotocopy sah Akta Cerai/Akta Kematian Pasangan (jika ada) Fotocopy sah Akta Lahir anak kandung yang berusia di bawah 25 tahun Surat hasil pengujian kesehatan dari Tim Penguji Kesehatan m. Bukti penerimaan hasil pengujian kesehatan oleh instansi Berikut adalah contoh kasus pemberhentian PNS yang Tidak Cakap Jasmani dan/atau Rohani Karena Tidak Dapat Bekerja Lagi Dalam Semua Jabatan Karena Menderita Penyakit atau Kelainan yang Berbahaya Bagi Dirinya Sendiri atau Lingkungan Kerjanya. Seseorang yang bekerja pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menderita sakit jiwa yang dikhawatirkan dapat berbahaya bagi lingkungan kerja. Berdasarkan hasil pengujian kesehatan oleh tim penguji kesehatan yang bersangkutan dinyatakan menderita penyakit yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya sehingga tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan ASN karena kesehatannya. Contoh lain pada Pemerintah daerah Seorang PNS yang mengalami gangguan kejiwaan akibat permasalahan yang terjadi di dalam keluarga PNS yang bersangkutan yang menyebabkan perceraian. Setelah diberhentikan sesuai dengan peraturan yang berlaku ada kendala dalam pengurusan pensiun janda/dudanya akibat kurang pahamnya PNS dan keluarga PNS terhadap peraturan yang berlaku hingga menimbulkan konflik baru hak atas pensiun. 84 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia SARAN KEDEPAN Terdapat beberapa masalah prosedur penetapan pensiun pegawai negeri (PNS) yang tidak cakap secara jasmani/rohani muncul karena beberapa alasan. Berikut masalah yang mungkin timbul: 1. 2. 3. Kurangnya kejelasan dan konsistensi peraturan dan pedoman pensiun bagi PNS yang tidak mampu secara fisik/mental. Hal ini dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda oleh pihak yang berwenang dalam menentukan syarat pensiun bagi PNS tersebut. Ketidakmampuan atau keterbatasan instansi pemerintah untuk secara akurat dan objektif menilai kesehatan dan kapasitas kerja pegawai negeri yang tidak cakap secara jasmani/rohani. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan dalam menentukan pensiun bagi PNS yang masih bisa bekerja. Kurangnya minat atau dukungan pemerintah untuk menyediakan program rehabilitasi atau pengembangan keterampilan bagi PNS yang tidak yang tidak cakap secara jasmani/rohani. Hal ini dapat mempersulit PNS untuk mengembangkan keterampilan profesional dan memperpanjang masa kerja mereka, sehingga pensiun adalah satu-satunya pilihan. Kebijakan pensiun tidak fleksibel atau tidak memperhatikan kondisi khusus PNS yang tidak cakap secara jasmani/rohani. Hal ini dapat menyebabkan PNS tersebut pensiun lebih awal dari biasanya dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup setelah mereka pensiun Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah perlu melakukan upaya yang komprehensif dan sistematis untuk menyempurnakan aturan dan pedoman pensiun bagi PNS yang tidak yang tidak cakap secara jasmani/rohani, serta menyediakan program rehabilitasi atau rehabilitasi yang efektif, mengembangkan keterampilan untuk meningkatkan daya kerja mereka. Pemerintah juga perlu memperhatikan kondisi khusus PNS tersebut dan menawarkan kebijakan pensiun yang fleksibel untuk menjamin keamanan mereka setelah pensiun. Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa tindak lanjut yang bisa menjadi pertimbangan Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 85 1. 2. 3. 4. 5. Pemerintah serta seluruh pemangku kepentingan harus memiliki komitmen yang tinggi (dengan itikad baik) untuk melaksanakan reformasi pensiun PNS dan secara konsisten melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur tentang pensiun PNS mengikuti prinsip-prinsip dasar yang harus diperbarui (dimutakhirkan) oleh organisasi pemerintah di dalam dan di luar lingkungan nyata dan dinamis. Untuk pemahaman peraturan di daerah sebaiknya dilakukan Sosialisasi secara bertahap supaya peningkatan pemahaman dan mengurangi kesalahan. Karena kekurangan seringnya terjadi perpindahan pejabat dan staf antar instansi dilingkungan Pemerintah Daerah. Sistem jaringan aplikasi lebih ditingkatkan supaya lebih normal dalam pendataan karena unit satu dengan unit yang lain saling berkaitan. Peningkatan Pengetahuan SDM khususnya yang menangani Kepegawaian di daerah, agar dapat mengurangi kendala atau terhambatnya pengurusan administrasi kepegawaian khususnya pensiun PNS. Instansi Lebih proaktif dengan memberikan update data pegawainya maka akan lebih sedikit kesalahan data dan mempermudah dalam verifikasi data yang lebih akurat.. ACKNOWLEDGEMENT Tulisan artikel ini juga merupakan hasil sumbangsing pemikiran dari saudari Dr. Elisa Susanti S.IP., M.Si. Artikel ini merupakan karya bersama, namun dikarenakan persoalan administratif pengajuan ISBN dan gaya selingkung penulisan artikel dalam buku kolaboratif ini maka hanya penulis utama yang dicantumkan diatas. 86 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia DELAPAN AREA PERUBAHAN REFORMASI BIROKRASI Andjani Trimawarni, S.S.T., M.A.P. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 87 B irokrasi merupakan tipe organisasi yang digunakan untuk menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi dengan pola kerja yang teratur. Tipe organisasi ini dikatakan teratur karena memiliki beberapa karakteristik yang sistematis, jelas, dan tegas seperti adanya74, 1) sistem kewenangan yang hierarkis; 2) pembagian kerja yang sistematis; 3) Spesifikasi tugas yang jelas; 4) kode etik disiplin dan prosedur yang jelas serta sistematis; 5) control operasi melalui sistem aturan yang berlaku secara konsisten; 6) aplikasi kaidah-kaidah umum ke hal-hal yang spesifik dengan konsistensi; 7) seleksi pegawai yang didasarkan pada kualifikasi standar yang objektif; dan 8) sistem promosi berdasarkan senioritas atau jasa, atau bisa dilihat dari karakteristiknya, tipe organisasi ini dominan digunakan oleh organisasi pemerintahan sehingga tidak heran jika istilah birokrasi sering dikaitkan dengan pemerintahan. Penerapan karakteristik yang teratur dalam penyelenggaraan organisasi pemerintahan sebenarnya sangat baik, namun ternyata sering disalahartikan karena keteraturan yang ada membuat pemerintah dalam menyelenggarakan organisasi tidaklah fleksibel dan berbelit-belit sehingga membuat penyelenggaraan pemerintahan tidak efektif dan efisien. Permasalahan ini bisa dianggap sebagai praktik maladministrasi karena tidak sesuai dengan konsep birokrasi yang sebenarnya dan bahkan sudah tidak sesuai juga dengan paradigma pada saat ini yaitu menginginkan adanya 1) birokrasi yang bersih dan akuntabel; 2) birokrasi yang efektif dan efisien; dan 3) birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas. Perubahan sudut pandang ini menjadi tuntutan dan tantangan bagi pemerintah untuk melakukan perubahan dengan menyelenggarakan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan usaha perubahan yang dilakukan untuk mencapai kesesuaian atau memperbaiki tata kelola pemerintahan menjadi tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Prabowo, Hadi. 2022. Birokrasi dan Pelayanan Publik. Bandung: Bimedia Pustaka Utama 74 88 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Supaya mudah dan terarahnya pelaksanaan reformasi ini, maka pemerintah Indonesia membuat suatu regulasi tentang reformasi birokrasi yang termuat dalam Peraturan Presiden75 dan diteruskan dalam peraturan-peraturan teknis lainnya. Pada grand design reformasi birokrasi bahwa pemerintah pusat hingga pemerintah daerah wajib melakukan perubahan pada beberapa area yang diantaranya adalah sebagai berikut AREA ORGANISASI Organisasi di sini adalah organisasi pemerintah yang terdiri dari organisasi pemerintah tingkat pusat hingga organisasi pemerintah tingkat daerah. Kesemua organisasi ini secara internal harus ditata dengan proporsional yaitu tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing) sehingga terwujudnya organisasi yang efektif dan efisien. Adapun target atau sasaran yang harus dicapai pada area ini adalah: a. b. Menurunnya tumpang tindih tugas dan fungsi pada internal organisasi, karena adanya 1) pembagian tugas dan fungsi yang jelas pada struktur organisasi; dan 2) terbentuknya organisasi dengan ukuran yang tepat. Meningkatnya kapasitas organisasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, yaitu seperti 1) terbentuknya unit kerja yang menangani kepegawaian, kehumasan, dan diklat; dan 2) terselenggaranya koordinasi antar unit organisasi.76 AREA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Peraturan perundangan-undangan merupakan aturan-aturan tertulis yang secara yuridis digunakan dalam penyelenggaraan negara. Adapun yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yaitu terdiri dari: 75 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 76 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Evaluasi Reformasi Birokrasi Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 89 a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945); c. Undang-Undang (UU)/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU); b. d. e. f. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR); Peraturan Pemerintah (PP); Peraturan Presiden (PERPRES); Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.77 (PERDA) tingkat Provinsi maupun Semua peraturan tersebut haruslah harmonis seperti yang ditargetkan pada area ini yaitu: a. Menurunnya tumpang tindih dan disharmonisasi peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka diperlukan beberapa hal seperti, 1) Standar operasional prosedur peraturan perundang-undangan; 3) Pelaksanaan proses pengkajian dan penyusunan peraturan perlu didukung routing slip/ simpulan/ laporan; 2) 4) b. (SOP) penyusunan SOP dapat mengakomodir langkah penyusunan peraturan perundang-undangan yang tepat; Dilakukan pemetaan terhadap peraturan perundangundangan yang tumpang tinding, disharmoni, dan multi tafsir, kemudian hal tersebut segera ditangani. Pengelolaan peraturan perundang-undangan yang efektif, yaitu terarsip atau terindeksnya peraturan-peraturan tersebut dengan tertib, lengkap, dan informatif.78 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 77 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Evaluasi Reformasi Birokrasi 78 90 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia AREA TATA LAKSANA Tata laksana merupakan sistem, proses, dan prosedur kerja pada organisasi pemerintah. Adapun penyelenggaraan ketatalaksanaan ini haruslah jelas, efektif, efisien, dan terukur sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagai berikut79: a. Partisipasi masyarakat; c. Transparansi dalam menyampaikan informasi; b. d. e. f. g. h. i. Kepastian hukum; Daya tanggap dalam bekerja melayani masyarakat; Konsensus yaitu pemerintah sebagai penengah dalam menangani masalah kepentingan berbagai pihak berbeda hingga mencapai kesepakatan; Berkeadilan bagi semua masyarakat; Efektif dan Efisien yaitu semua kegiatan pemerintahan harus memberikan manfaat yang sesuai dengan kebutuhan dan mampu memanfaatkan dengan baik sumber daya yang ada; Akuntabilitas yaitu memiliki pertanggungjawaban kepada publik; Visi strategis yaitu pemerintah dan masyarakat memiliki sudut pandang yang luas dan jangka panjang untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Terwujudnya tujuan dari reformasi birokrasi, maka pada area penataan ketatalaksanaan perlu memenuhi target sebagai berikut: a. b. Penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan manajemen pemerintahan. proses Manajemen pemerintahan yang efektif dan efisien dengan terlaksananya seluruh tugas dan fungsi organisasi sesuai dengan aturan yang telah diformalkan; 79 Khairudi, Soewita, dan Aminah. 2021. Potret Kepercayaan Publik, Good Governance, dan E-Government di Indonesia. Banyumas: CV Amerta Media Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 91 c. Meningkatnya kinerja di pemerintahan.80 AREA SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR Sumber daya manusia aparatur merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja pada organisasi pemerintah. ASN merupakan anggota organisasi pemerintah yang memiliki tugas untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam organisasi, seperti mengelola organisasi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai aktor penggerak terwujudnya reformasi birokrasi, maka para ASN harus profesional dan memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya. Maka dari itu, pada area perubahan ini terdapat sasaran yang harus dicapai, diantaranya adalah: a. Pengelolaan SDM Aparatur yang sesuai dengan peraturan perundang-undang; c. Meningkatnya disiplin SDM Aparatur sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS); b. d. e. Pengelolaan SDM Aparatur yang transparan dan akuntabel, mulai dari tahapan rekrutmen, pengaturan pola karir, mutasi dan promosi, kompensasi, hingga pensiun; Manajemen SDM Aparatur yang efektif; SDM Aparatur yang profesional.81 AREA PENGAWASAN Pada proses penyelenggaraan pemerintahan terdapat tahapan pengawasan yang juga perlu ditata agar tidak terjadi dan segera diperbaiki jika terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas praktik korupsi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Evaluasi Reformasi Birokrasi 80 81 Ibid. 92 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia kolusi, dan nepotisme (KKN). Target yang harus dicapai dalam penataan pengawasan ini adalah: 1. 2. 3. 4. Pengelolaan keuangan negara berlandaskan pada PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP); Pengelolaan keuangan negara yang efektif yaitu adanya kesesuaian antara rencana dan penggunaan anggaran; Meningkatkan atau mempertahankan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Opini BPK merupakan pendapat profesional pemeriksa tentang kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Adapun jenis-jenis opini BPK sebagai berikut: a. b. c. d. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah opini yang menyatakan bahwa item-item pada laporan keuangan entitas disajikan secara lengkap dan tidak ada yang salah atau wajar sesuai dengan Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP). Opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) adalah opini yang menyatakan bahwa item-item pada laporan keuangan entitas lengkap sesuai SAP, namun ada beberapa item yang salah saji dan entitas harus bisa menjelaskan kesalahan tersebut. Opini Tidak Wajar adalah opini yang menyatakan bahwa item-item pada laporan keuangan entitas tidak lengkap dan terdapat banyak salah saji sehingga dianggap tidak wajar. Pernyataan menolak memberikan opini karena penyelenggara keuangan tidak menunjukan bukti-bukti terkait laporan keuangan yang diperlukan oleh pemeriksa.82 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 82 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 93 e. Berkurang atau tidak tentang adanya penyalahgunaan wewenang.83 AREA AKUNTABILITAS Akuntabilitas itu merupakan suatu tugas pertanggungjawaban yang harus dikerjakan oleh pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan bahkan tugas ini merupakan salah satu prinsip untuk mewujudkan good governance, maka dari itu diperlukannya peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja pemerintah. Pada area peningkatan akuntabilitas terdapat target yang harus dicapai yaitu sebagai berikut: 1. 2. Meningkatnya kinerja organisasi pemerintah, yang ditandai dengan tersusunnya dan terlaksanannya Indikator Kinerja Utama (IKU) Meningkatnya pelaksanaan akuntabilitas organisasi pemerintah yang dapat dilihat dari adanya Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP) yang terukur dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) yang berkualitas. AREA PELAYANAN PUBLIK Pelayanan publik merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan publik secara intensif. Pelayanan publik merupakan kegiatan birokrasi yang paling dekat dengan masyarakat dan bahkan dari pelayanan publik inilah dapat dinilai bagaimana citra birokrasi. Karena hal ini, pelayanan publik termasuk dalam area perubahan reformasi birokrasi yang harus ditingkatkan menjadi pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat. Target yang harus dicapai untuk mewujudkan pelayanan publik prima adalah:84 83 Ibid. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Evaluasi Reformasi Birokrasi 84 94 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia 1. Meningkatnya kualitas pelayanan publik menjadi lebih cepat, murah, aman, terjangkau, pasti, dan jelas; 3. Meningkatnya indeks kepuasan Meningkatnya IKM dapat dilihat dari: 2. Meningkatnya jumlah unit pelayanan internasional; 1) 2) 4. pelayanan yang berstandar masyarakat (IKM). Terlaksananya metode survey kepuasan pelanggan yang efektif; Organisasi pemerintah penyelenggara pelayanan publik memiliki sistem penanganan keluhan, saran, dan masukan; Organisasi memiliki citra yang baik. AREA POLA PIKIR DAN BUDAYA KERJA Area yang perlu dilakukan perubahan dalam reformasi birokrasi adalah pola pikir dan budaya kerja karena jika semua area berposes dilakukannya perubahan atau penataan, namun area ini tidak diubah maka akan menghambat perubahan pada area yang lain. Kondisi saat ini, paradigma tentang tata kelola pemerintahan bukan lagi perihal tentang pemenuhan kebutuhan pemimpin dan hanya pemerintah beserta aparaturnya saja yang bisa menyelenggarakannya, tetapi semua masyarakat dapat ikut serta dalam penyelenggaraannya dan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bahkan penataan pemerintahan juga dipengaruhi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat mutakhir. Kondisi-kondisi tersebut jadi mempengaruhi pemerintah untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan kerja menjadi lebih produktif dan berintegritas tinggi dalam bekerja. Adapun target yang perlu dicapai pada area ini adalah; 1. Komitmen pimpinan dan aparatur pemerintahan dalam melakukan reformasi birokrasi dengan membentuk Tim manajemen perubahan, menyusun strategi pelaksanaan dan komunikasi manajemen perubahan. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 95 2. Berubahnya pola pikir dan budaya kerja organisasi pemerintah sesuai dengan yang diinginkan dari tujuan dan sasaran reformasi birokrasi; 3. Berkurangnya resiko kegagalan karena adanya penerimaan terhadap perubahan.85 Delapan area perubahan yang telah ditetapkan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi menjadi fokus bagi pemerintah pada organisasi tingkat pusat hingga organisasi tingkat daerah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Setiap area perubahan memiliki harapan perubahan dan caranya masing-masing namun saling berkesinambungan untuk mencapai tujuan dari reformasi birokrasi. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Evaluasi Reformasi Birokrasi 85 96 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia MEROMBAK JERAT BIROKRASI RED TAPE: MENGENALI AKAR PERMASALAHAN DAN MEMBANGUN SOLUSI YANG BERKELANJUTAN Dr. Elisa Susanti, S.IP., M.Si. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 97 Sampai saat ini birokrasi masih dipandang masyarakat sebagai suatu tindakan yang menyusahkan. Birokrasi berbelit-belit (red tape) merupakan salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh Indonesia. Tindakan ini seringkali menghambat efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Proses pengambilan keputusan yang lambat dan berbelit-belit dapat menghambat pembangunan dan inovasi di berbagai sektor86. Selain itu, birokrasi yang berbelit-belit dapat menyebabkan peningkatan biaya dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan berbagai prosedur administratif. Hal ini dapat menjadi hambatan bagi bisnis dan investasi di Indonesia87. Indek daya saing global Indonesia tahun 2023 saat ini berada di posisi 34. Dapat dikatakan masih dibawah nilai rata-rata. Meskipun terjadi kenaikan dari peringkat tahun sebelumnya dari posisi 44. Data update terakhir mengenai indeks efektivitas kinerja pemerintah oleh bank dunia juga masih dibawah negara tetangga Malaysia dan Singapura88 Grafik 1 Government effectiveness index Indonesia 86 Dwiyanto et al., "Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif Administrasi Publik," Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi (2002). doi:10.20473/jiao.v9i1.2002.1-14 87 Thoha, "Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tantangan dan Harapan," Jurnal Birokrasi dan Pemerintahan Lokal (2012). doi:10.20473/jbpl.v1i1.2012.1-14 88 Dapat diakses di https://www.theglobaleconomy.com/ 98 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Grafik 2 Government effectiveness index Malaysia Grafik 3 Government effectiveness index Singapura Dari gambar grafik diatas memang perlu saatnya untuk mempercepat birokrasi di Indonesia dengan serius untuk dapat bersaing di kancah internasional. Ketika proses-proses yang harusnya sederhana dan cepat malah berubah menjadi panjang dan rumit karena adanya red tape, hasilnya adalah penghambatan efisiensi di berbagai aspek kehidupan. Pelaku bisnis harus melewati berbagai izin, persetujuan, dan prosedur yang memakan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, yang akhirnya melambatkan pertumbuhan dan pengembangan bisnis. Selain itu, birokrasi red tape juga menjadi hambatan besar dalam mendorong inovasi di berbagai sektor, termasuk industri kreatif dan teknologi. Mereka terjebak dalam proses birokrasi yang rumit dan berlarut-larut, menghabiskan banyak waktu dan sumber daya untuk memenuhi persyaratan administrasi, sehingga menghambat kemampuan Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 99 mereka untuk fokus pada pengembangan ide-ide baru89. Hal ini dapat berdampak negatif pada kemampuan perusahaan untuk menciptakan produk dan layanan yang unik dan berbeda. Beberapa hasil kajian telah menunjukkan bahwa birokrasi yang rumit dapat menjadi hambatan bagi inovasi. Dalam sebuah studi kajian ditemukan bahwa adanya peraturan dan prosedur yang kompleks dalam birokrasi dapat menghambat kemampuan organisasi untuk melakukan inovasi.90 Selain itu, kajian lain menunjukkan bahwa adanya budaya inovasi yang rendah dalam lembaga birokrasi juga dapat menjadi penghambat bagi inovasi.91 Hal lain juga menunjukan, bahwa kepemimpinan yang tidak mendukung inovasi juga dapat menjadi faktor penghambat. Hal ini didukung dari hasil kajian yang menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional yang mendorong inovasi dapat memiliki dampak positif pada kinerja organisasi.92 Namun, jika kepemimpinan tidak mendorong inovasi, hal ini dapat menghambat kemampuan organisasi untuk menciptakan perubahan dan inovasi. Selain faktor internal, faktor eksternal juga dapat mempengaruhi kemampuan organisasi untuk melakukan inovasi. Misalnya, kolaborasi dengan pihak eksternal dapat menjadi sumber inovasi yang penting bagi organisasi.93 Namun, jika organisasi terkendala oleh birokrasi yang Gemunden, H. G., Salomo, S., & Holzle, K. (2007). Role models for radical innovations in times of open innovation. Creativity and Innovation Management, 16(4), 408-421. https://doi.org/10.1111/j.1467-8691.2007.00451.x 89 Damanpour, F., Szabat, K. A., & Evan, W. M. (1989). The relationship between types of innovation and organizational performance. Journal of Management Studies, 26(6), 587-602. https://doi.org/10.1111/j.1467-6486.1989.tb00746.x 90 Alnuaimi, S. B. A. and Abdulhabib, A. A. A. (2023). The influence of service innovation on police performance: an empirical investigation. International Journal of Quality &Amp; Reliability Management. https://doi.org/10.1108/ijqrm-09-20220269 91 Morales, V. J. G., Matías‐Reche, F., & Hurtado‐Torres, N. E. (2008). Influence of transformational leadership on organizational innovation and performance depending on the level of organizational learning in the pharmaceutical sector. Journal of Organizational Change Management, 21(2), 188-212. https://doi.org/10.1108/09534810810856435 92 Ashok, M., Narula, R., & Martínez‐Noya, A. (2016). How do collaboration and investments in knowledge management affect process innovation in services?. 93 100 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia rumit, kolaborasi tersebut dapat sulit dilakukan dan menghambat kemampuan organisasi untuk memanfaatkan sumber daya eksternal. Dalam konteks sektor publik, birokrasi juga dapat menjadi penghambat inovasi. Penelitian menunjukkan bahwa inovasi dalam sektor publik seringkali terhambat oleh proses birokrasi yang panjang dan kompleks.94 Selain itu, adanya resistensi terhadap perubahan dan ketidakmampuan untuk mengadopsi praktik manajemen pengetahuan juga dapat menghambat inovasi dalam sektor publik.95 Dalam rangka mengatasi hambatan-hambatan ini, diperlukan upaya untuk merombak sistem birokrasi yang rumit dan memperkuat budaya inovasi dalam organisasi. Selain itu, kepemimpinan yang mendukung inovasi dan kolaborasi dengan pihak eksternal juga dapat membantu mendorong inovasi dalam organisasi. MENGGALI AKAR KETIDAKPASTIAN HUKUM SEBAGAI PEMICU UTAMA PERMASALAHAN RED TAPE Peraturan yang kompleks dan sering berubah dapat menjadi hambatan bagi para pelaku bisnis dalam memahami apa yang diizinkan atau dilarang. Ketika peraturan terlalu kompleks dan sulit dipahami, para pelaku bisnis mungkin kesulitan untuk mematuhi peraturan yang berlaku. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bisnis, serta menciptakan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan para pelaku bisnis.96 Perubahan-perubahan yang konstan dalam peraturan juga dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian bagi para pelaku bisnis. Journal of Knowledge Management, 20(5), 1004-1024. https://doi.org/10.1108/jkm-11-2015-0429 94 Ibid. Crosby, B. C., Hart, P. ‘., & Torfing, J. (2016). Public value creation through collaborative innovation. Public Management Review, 19(5), 655-669. https://doi.org/10.1080/14719037.2016.1192165 95 Gerstein, M., Kundaje, A., Hariharan, M., Landt, S. G., Yan, K., Cheng, C.,& Snyder, M. (2012). Architecture of the human regulatory network derived from encode data. Nature, 489(7414), 91-100. https://doi.org/10.1038/nature11245 96 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 101 Mereka mungkin merasa sulit untuk mengikuti perubahan-perubahan yang sering terjadi dan menyesuaikan operasi mereka sesuai dengan peraturan baru. Hal ini dapat menciptakan rasa ketidakstabilan dan membuat bisnis sulit untuk merencanakan dan membuat keputusan yang berdasarkan informasi.97 Dampak negatif dari peraturan yang kompleks dan selalu berubah pada bisnis telah diakui dalam penelitian. Studi telah menunjukkan bahwa kompleksitas regulasi dapat meningkatkan biaya kepatuhan bagi bisnis, terutama bisnis kecil. Selain itu, ketidakpastian dan kebingungan yang disebabkan oleh peraturan yang kompleks dapat menghambat inovasi dan kewirausahaan.98 Ketika peraturan berubah secara terus-menerus, para pelaku usaha harus terus memperbarui pengetahuan mereka tentang aturan-aturan yang baru. Hal ini membutuhkan waktu, sumber daya, dan upaya yang tidak sedikit. Selain itu, perubahan-perubahan tersebut juga dapat mengganggu perencanaan dan strategi bisnis para pelaku usaha, karena mereka harus terus beradaptasi dengan perubahan aturan yang terjadi. Dampak dari peraturan yang kompleks dan sering berubah-ubah juga dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan. Ketika para pelaku usaha kesulitan dalam memahami dan mengikuti peraturan, hal ini dapat menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ketidakpastian hukum yang diakibatkan oleh peraturan yang sering berubah juga dapat menciptakan iklim bisnis yang tidak stabil dan tidak menarik bagi investor. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan kebutuhan para pelaku usaha dan memastikan bahwa peraturan yang dikeluarkan tidak terlalu kompleks dan tidak sering berubah-ubah. peraturan yang kompleks dan selalu berubah dapat menciptakan hambatan bagi para pelaku bisnis, menghambat pemahaman mereka tentang apa yang diizinkan atau dilarang. Hal ini dapat menghambat Bao, Y., Wang, L., & Sun, J. (2021). A small protein but with diverse roles: a review of esxa in mycobacterium–host interaction. Cells, 10(7), 1645. https://doi.org/10.3390/cells10071645 97 Zhao, B., Tumaneng, K., & Guan, K. (2011). The hippo pathway in organ size control, tissue regeneration and stem cell self-renewal. Nature Cell Biology, 13(8), 877-883. https://doi.org/10.1038/ncb2303 98 102 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia pertumbuhan bisnis, menciptakan ketidakpastian hukum, serta menimbulkan kebingungan dan ketidakstabilan. Para pembuat kebijakan harus berusaha untuk menciptakan regulasi yang jelas dan sederhana guna mendukung pengembangan bisnis dan inovasi. SOLUSI PRAKTIS UNTUK MENGATASI KENDALA RED TAPE Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan beberapa solusi yang dapat memperbaiki sistem birokrasi yang ada. Pertama, perlu dilakukan perubahan paradigma di kalangan birokrasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Perubahan ini meliputi perubahan mental, perilaku, dan sistem birokrasi dari yang tradisional menjadi yang baru dan modern. Birokrasi yang lambat, berbelit-belit, dan koruptif harus berubah menjadi birokrasi yang melayani, tanggap, efisien, dan pro-investasi99. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadopsi konsep birokrasi baru yang lebih responsif dan proaktif dalam melayani masyarakat. Kedua, diperlukan langkah-langkah debirokratisasi, deregulasi, dan privatisasi dalam kegiatan pelayanan publik. Privatisasi dan koproduksi dapat dilakukan dengan menyerahkan kewenangan penyediaan barang dan jasa publik kepada sektor swasta. Debirokratisasi dilakukan dengan memangkas struktur dan prosedur birokrasi yang berbelit-belit untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Reorganisasi juga perlu dilakukan untuk menata ulang organisasi publik agar lebih fleksibel100. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengurangi birokrasi yang berbelit-belit dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Ketiga, perlu dilakukan reformasi administrasi negara untuk meningkatkan kinerja pemerintah dan pelayanan publik. Reformasi birokrasi harus diarahkan menuju peningkatan kinerja pemerintah yang efektif dan akuntabel. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen pelayanan publik dan meningkatkan kelembagaan, sumber Rissy, Y. Y. W. (2021). Tantangan dan strategi pelaksanaan indonesia-australia comprehensive economic partnership agreement (ia-cepa). Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 179-198. https://doi.org/10.24246/jrh.2021.v5.i2.p179-198 99 Ramdani, R. (2020). Karakter birokrasi pemerintahan dalam pelayanan perizinan mendirikan bangunan di dinas penanaman modal pelayanan terpadu satu pintu kabupaten karawang. KEMUDI : Jurnal Ilmu Pemerintahan, 4(2), 256-274. https://doi.org/10.31629/kemudi.v4i2.1919 100 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 103 daya manusia, dan ketatalaksanaan dalam birokrasi101. Reformasi ini bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang prima dan berkualitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam mengimplementasikan solusi-solusi tersebut, perlu adanya komunikasi antar organisasi dan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta. Implementasi kebijakan dan komunikasi antar organisasi dapat membantu dalam optimalisasi kelembagaan pelayanan publik. Terakhir, perlu juga adanya pengurangan biaya dan waktu dalam proses perizinan investasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memperpendek jalur birokrasi yang panjang dan berbelit-belit serta meningkatkan efektivitas kontrol dalam pelayanan publik.102 Dengan demikian, birokrasi yang berbelit-belit dapat diatasi dan pelayanan publik dapat menjadi lebih efisien dan efektif. Sebagai tambahan catatan untuk mengatasi masalah red tape, penting bagi para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan dampak peraturan pada bisnis dan berusaha untuk menciptakan kerangka kerja regulasi yang jelas dan sederhana. Memberikan panduan yang jelas dan memastikan transparansi dalam proses regulasi dapat membantu para pelaku bisnis memahami dan mematuhi peraturan dengan lebih efektif. Konsultasi secara berkala dengan para pemangku kepentingan dan peluang untuk memberikan masukan juga dapat berkontribusi pada pengembangan regulasi yang lebih efektif dan ramah bisnis.103 Dalam beberapa paragraf terakhir ini, Dalam rangka menghadapi permasalahan yang melibatkan birokrasi berbelit-belit, ketidakpastian hukum, dan dampak negatifnya terhadap efisiensi pemerintahan, Wibowo, A. A. and Kertati, I. (2022). Reformasi birokrasi dan pelayanan publik. Public Service and Governance Journal, 3(01), 01. https://doi.org/10.56444/psgj.v3i01.2785 101 Widaningsih, M., Vebritha, S., & Muharam, H. (2022). Implementasi kebijakan dan komunikasi antar organisasi dalam optimalisasi kelembagaan dinas perijinan dan penanaman modal. Journal of Social and Policy Issues, 168-175. https://doi.org/10.58835/jspi.v2i4.76 102 Barsky, R. and Sims, E. R. (2012). Information, animal spirits, and the meaning of innovations in consumer confidence. American Economic Review, 102(4), 13431377. https://doi.org/10.1257/aer.102.4.1343 103 104 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia pertumbuhan ekonomi, serta inovasi, langkah-langkah perubahan yang menyeluruh diperlukan. Upaya memperbaiki sistem birokrasi dan mengejar ketertinggalan dalam Indeks Daya Saing Global harus menjadi prioritas. Solusi melibatkan perubahan paradigma birokrasi, debirokratisasi, deregulasi, privatisasi, dan reformasi administrasi negara. Dalam konteks investasi, perizinan harus disederhanakan dan dipercepat untuk mendukung pertumbuhan bisnis dan daya tarik investasi. Pentingnya komunikasi dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta juga tak terbantahkan. Hanya dengan kerjasama yang kokoh, negara dapat menghadapi tantangan red tape secara efektif. Dalam upaya meraih keberhasilan, perubahan bukanlah tugas yang ringan, tetapi dengan keseriusan dan tekad bersama, diharapkan perubahan yang signifikan dapat tercapai. Ketika tindakan nyata diambil, dan sistem birokrasi yang lebih ramah bisnis terwujud, Indonesia akan mampu meraih potensinya sebagai negara yang kompetitif secara global dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Itulah tantangan, tapi juga peluang yang ada di hadapan kita, dan dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat mengatasi permasalahan red tape dan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah dan dinamis. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 105 KORUPSI TUMBUH SUBUR: QUO VADIS ETIKA PEJABAT PUBLIK? Mutmainnah, S.IP., MPA 106 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia B eberapa bulan lalu, publik dikejutkan oleh peristiwa penganiayaan yang melibatkan putra salah seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terhadap anak petinggi Anshor, yang mengakibatkan anak tersebut koma dalam waktu yang cukup lama. Buntut dari penganiayaan tersebut, pelaku diamankan oleh pihak kepolisian. Tidak hanya itu, orang tuanya yang tak lain adalah seorang pejabat publik juga ikut menjadi sorotan. Salah satu yang paling disoroti publik adalah kekayaan yang dimiliki oleh sang pejabat. Dari hasil penelusuran yang dilakukan, diketahui bahwa berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2021, harta kekayaan pejabat DJP tersebut mencapai RP 56 miliar, sebuah angka yang cukup fantastis dan tidak wajar menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengingat profil sang pejabat sebagai Kepala Bagian Umum di Kantor Wilayah DJP Jakarta II. Ketidakwajaran ini mendorong KPK untuk melakukan penyelidikan dengan meminta sang pejabat untuk melakukan klarifikasi. Hasil klarifikasi kemudian mengungkap adanya korupsi yang akhirnya menetapkan sang pejabat sebagai tersangka dalam dua kasus sekaligus yaitu gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)104. Tidak cukup sampai disitu, dari hasil penelusuran juga diketahui bahwa kegemaran istri sang pejabat adalah mengoleksi tas mewah atau branded bernilai ratusan juta rupiah. Berselang beberapa hari setelah kejadian tersebut, publik kembali dihebohkan oleh berita mengenai perilaku Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta yang juga hobi mengoleksi dan memamerkan motor gede Harley Davidson dan kendaran mewah miliknya105, akibatnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Direktorat Kepatuhan Internal dan Sekretariat DJBC melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan, dan untuk memudahkan pemeriksaan terhadap sang pejabat, yang bersangkutan pun dicopot dari jabatannya. Kasus yang terbaru, adalah dugaan korupsi berjamaah terkait pungutan pendaftaran IMEI handphone dari luar negeri oleh pegawai Ditjen Bea Cukai yang melibatkan pegawai Bea Cukai dari tingkat menengah hingga pejabat 104 105 Dapat dilihat di News.detik.com Dapat dilihat di Kompas.com Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 107 dengan pangkat Eselon III106. Ironis memang, sekali lagi terjadi pada pejabat tinggi dibawah naungan Kementerian Keuangan yang jika ditarik kebelakang, telah menggaungkan reformasi birokrasi dan remunerasi sejak tahun 2015. Selain pejabat Kementerian Keuangan, kasus korupsi lainnya yang juga melibatkan pejabat publik adalah kasus dugaan suap proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api, yang melibatkan pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Dalam kasus tersebut KPK menetapkan 10 orang tersangka termasuk diantaranya Direktur Prasarana Perkeretaapian. Belum lagi kasus-kasus lainnya yang melibatkan ratusan wakil rakyat yang terhormat. Data dari KPK menyebutkan bahwa selama tahun 2004 hingga tahun 2023, terdapat sejumlah 310 anggota DPR/DPRD yang tersangkut kasus korupsi. Jumlah ini adalah peringkat kedua tertinggi menyusul 372 orang jumlah pelaku korupsi di sektor swasta. Sebuah fakta yang membuat publik muak dengan perilaku pejabat publik di negeri ini. Masifnya pelanggaran hukum oleh pejabat publik terutama dalam kasus korupsi, menunjukan betapa penting dan mendesaknya penegakan etika pejabat publik. Denhardt (Keban, 2008) mengemukakan bahwa dalam teori ilmu administrasi, etika publik diartikan sebagai kode etik/etika jabatan ataupun etika pejabat publik (professional standards). Ia juga menyebutkan bahwa etika pejabat publik berhubungan dengan moralitas (right rules of conduct) atau aturan berperilaku (baik-buruk) yang harus dipatuhi oleh pejabat107. Sementara itu, menurut Dwiyanto (2002), etika dalam konteks birokrasi merupakan suatu panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan terhadap masyarakat atau publik. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasinya. Dalam hal ini, etika harus diarahkan pada alternatif atau pilihanpilihan kebijakan yang betul-betul memprioritaskan kepentingan 106 Dapat dilihat di Tribunneswiki.com Denhardt, Janet V. Denhardt and Robert B. 2011. New Public Service. Armonk, New York London, England: M.E. Sharpe. 107 108 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia publik108. Adapun Aktan (2015) berpendapat bahwa etika administrasi publik menekankan pentingnya transparansi guna mencegah terjadinya korupsi. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai etika pejabat publik, mari kita pahami terlebih dahulu apa itu korupsi. MEMAHAMI KORUPSI Menurut Jahja (2012) terminologi korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptio atau corruptus yang berasal dari bahasa Latin yang lebih tua corrumpere. Istilah korupsi dalam bahasa Inggris corruption dan corrupt, dalam bahasa Perancis corruption dan dalam bahasa Belanda corruptie yang menjadi kata korupsi dalam bahasa Indonesia109. Adapun menurut Henry Campbell Black dalam Black's Law Dictionary “An act is done with an intention to give some one advantage inconsistent with official duty and the rights of the others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the rights of others”. Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas dan hak orang lain. Perbuatan seorang pejabat atau seorang pemegang kepercayaan yang secara bertentangan dengan hukum, secara keliru menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain110. Selanjutnya, The Australian Legal Dictionary menyebutkan bahwa korupsi dapat diartikan sebagai generally and conduct, for where in return a consideration, a person does or neglects to do, an act in contravention of his or her public duties. Korupsi merupakan setiap perbuatan seseorang yang bertentangan dengan tanggung jawab Agus Dwiyanto, 2002, Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, PSKK-UGM, Yogyakarta. 108 Jahja, Juni, Sjafrien. 2012. Say No to Korupsi: Mengenal, Mencegah dan Memberantas Korupsi di Indonesia. Transmedia Pustaka. Jakarta. 109 Henry Campbell Black, M.A, Black’s Law Dictionary (St, Paul, Minn, West, Publishing Co) Sixth Edition. 1990, hal. 1990, 345. 110 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 109 publiknya untuk mendapatkan imbalan111. Adapun secara normatif, dalam UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara garis besar korupsi dibagi kedalam tujuh pengertian antara lain: perbuatan yang merugikan negara, suap, gratifikasi, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, dan benturan kepentingan dalam pengadaan. Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas dan jika dilihat dari sisi kepentingan nasional, maka sangat jelas bahwa perilaku korupsi adalah sebuah pelanggaran etika yang sangat merugikan negara dan akan berdampak pada terhambatnya upaya pencapaian tujuan dan pembangunan nasional yakni mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, adil dan makmur. Oleh karena itu menjadi sebuah keniscayaan untuk dilakukannya penegakkan etika publik dengan sungguh-sungguh. Berbicara mengenai upaya penegakan etika pejabat publik, sebetulnya hal ini sudah dimulai dengan diterbitkannya berbagai peraturan perundang-undangan yang menunjukkan sebuah kemauan politik untuk menegakkan etika pejabat negara. Peraturan-peraturan yang dimaksud mulai dari Falsafah Pancasila dan Konstitusi/ UUD 1945 Negara RI; kemudian TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; lalu UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (LN No. 169 dan Tambahan LN No. 3090); kemudian UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2005 dan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah; serta Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tentang Disiplin Pegawai Negeri. Pada intinya, etika atau panduan bagaimana seharusnya pejabat publik bersikap sebagai seorang pejabat publik telah diatur sedemikian rupa dalam berbagai peraturan sebagaimana disebutkan diatas, mulai dari bagaimana harus bersifat jujur, adil, transparan, bertanggung jawab dan lain sebagainya. Namun permasalahannya adalah pada pelaksanaan atau implementasinya. Dengan demikian, yang seharusnya menjadi 111 65. Stewphen Marantelli & Cellia Tikothin, The Australian Legal Dictionary, 1985, hal 110 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia perhatian adalah bagaimana menegakkan etika atau aturan-aturan yang telah ada tersebut. Dalam hal ini diperlukan sinergitas antar semua unsur. Baik unsur personal atau kesadaran etis dari pribadi pejabat publik tersebut maupun unsur lingkungan atau faktor eksternal yang mendukung. Kesadaran etis yang dimaksud disini adalah kesadaran dalam diri para pejabat publik tentang apa yang benar dan salah, apa yang baik dan sebaliknya, serta apa yang tepat dan tidak tepat untuk dilakukan. Kesadaran ini dimiliki oleh setiap manusia yang membedakannya dengan makhluk lainnya. Adapun faktor eksternal yang mendukung adalah konsistensi berbagai institusi dalam upaya penegakan etika publik. Tidak bisa misalnya penegakan etika hanya diperjuangkan dan disuarakan oleh salah satu institusi misalnya saja KPK, tapi pada waktu yang bersamaan institusi yang lain misalnya tetap memberikan ruang dan toleransi pada para mantan narapidana korupsi untuk kembali menduduki jabatan publik tertentu. PENEGAKAN ETIKA PEJABAT PUBLIK Praktik korupsi terjadi bukan hanya disebabkan oleh besarnya otoritas atau kewenangan yang dimiliki oleh pejabat publik, melainkan juga karena pelanggaran terhadap nilai-nilai etika publik. Nilai-nilai etika publik yang dimaksudkan disini adalah nilai-nilai sebagaimana tertuang dalam peraturan dan ketetapan pemerintah yang pada intinya menjunjung tinggi nilai-nilai integritas berbangsa dan bernegara yang berorientasi pada nilai kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan, serta martabat diri sebagai warga negara. Nilai-nilai tersebut jika ditegakkan dalam implementasinya sebenarnya mampu mengurangi tingkat korupsi yang ada, akan tetapi hal ini juga dipengaruhi oleh budaya dan pribadi individu. Etika yang telah disusun sedemikian rupa tidak akan berjalan apabila budaya dan kebiasaan orang-orang di lingkup pemerintahan yang terbiasa dengan korupsi tidak berubah. Seorang pejabat publik hendaknya memiliki kesadaran etis. Kesadaran bahwa dirinya adalah seorang pejabat dengan amanah dan tanggung jawab publik yang besar dan amat mulia, dan karenanya ia Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 111 harus jelas untuk hidup sesuai dengan peranannya itu. Kesadaran etis tersebut, akan membuat pejabat publik mampu menomorsatukan kepentingan publik diatas kepentingan-kepentingan lainnya. Integritas ini menjadi basis untuk melakukan dan mengemban amanat yang diamanatkan kepadanya. Konsep kesadaran etis ini juga selaras dengan konsep perubahan dalam Al-quran surah Ar-ra’du ayat 11 yang artinya sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Starting point konsep perubahan dalam Al Qur'an adalah dari bawah, dari level personal pejabat publik. Tetapi karena proses perubahan dari bawah akan memakan waktu yang cukup lama, maka untuk mengakselerasi proses tersebut dibutuhkan power atau kekuatan lebih. Oleh karena itu, dalam tulisan ini konsep penguatan etika pejabat publik dalam upaya pencegahan korupsi juga dapat merujuk pada konsep berpikir Organization for Economic Cooperation and Development (OECD, 1996). Konsep ini menekankan pada tiga infrastruktur etika yaitu: Pedoman, Sistem Pengendalian, dan Pengelolaan. Pedoman, mengatur kode etik, internalisasi kode etik dan komitmen pemimpin. Sistem pengendalian mengatur kerangka peraturan perundangan, sistem akuntabilitas, dan pengawasan masyarakat. Sementara pengelolaan mengatur bagaimana sebaiknya manajemen PNS dilaksanakan, mulai dari proses rekrutmen sampai dengan pensiun, termasuk pengaturan sistem remunerasi, serta pengelolaan lembaga/unit kerja yang bertanggungjawab dalam penguatan etika dan integritas birokrasi pemerintahan112. Dengan penguatan pada tiga infrastruktur tersebut, maka harapan tegaknya etika pejabat publik dapat terwujud terutama dalam kerangka pemberantasan korupsi di Indonesia. Sedarmayanti, H., & Nurliawati, N. (2012). Strategi Penguatan Etika dan Integritas Birokrasi dalam Rangka Pencegahan Korupsi Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan. Jurnal Ilmu Administrasi, 9(3), 337–361. 112 112 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia PERAN BIROKRASI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI BADAN USAHA MILIK DESA (BUMD) Rohim S.Sos., M.Si. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 113 B an Ki-moon pernah mengatakan: Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan telah menjadi prioritas utama saya sejak hari pertama sebagai Sekretaris Jenderal. Saya berkomitmen untuk memastikan bahwa PBB memimpin dengan memberi contoh. Pemberdayaan perempuan adalah salah satu aspek kunci pembangunan berkelanjutan. Perempuan mempunyai potensi besar untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan politik negara. Namun, perempuan seringkali menghadapi berbagai kendala dan hambatan dalam mengakses sumber daya dan peluang. Dalam konteks pemberdayaan perempuan di tingkat desa, birokrasi dan Badan Usaha Desa (BUMDes) mempunyai peranan yang sangat penting. Bagian ini membahas tentang peran birokrasi, BUMDes, dan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan desa. KONSEP DAN PENTINGNYA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN Pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat, dengan atau tanpa dukungan pihak luar, untuk memperbaiki kehidupannya yang berbasis kepada daya mereka sendiri, melalui upaya optimasi daya serta peningkatan posisi tawar yang dimiliki.113 Pemberdayaan perempuan adalah proses memberikan akses, kontrol dan kesempatan yang setara kepada perempuan di berbagai bidang kehidupan. Pemberdayaan perempuan mempunyai dampak positif terhadap pembangunan keluarga, komunitas dan bangsa secara keseluruhan. Upaya pemberdayaan perempuan Indonesia dalam pembangunan merupakan bagian integral dari proses pembangunan nasional. Pemberdayaan perempuan di berbagai bidang kehidupan mencerminkan persamaan hak, kewajiban, peran dan peluang antara kedua belah pihak, sejalan dengan filosofi dan budaya nasional, serta berupaya mencapai kesetaraan dan kesetaraan gender. Kesetaraan gender merupakan suatu kondisi dinamis dimana laki-laki dan perempuan mempunyai hak, tugas, peran dan kesempatan berdasarkan 113 Totok Mardikanto, P. S. (2019). Pemberdayaan Masyarakat. Alfabeta. 114 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia rasa saling menghormati dan menghargai serta saling mendukung dalam berbagai bidang. PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI TINGKAT DESA Pemberdayaan perempuan di tingkat desa memiliki berbagai dimensi yang meliputi aspek ekonomi, sosial dan politik. Hal ini mencakup akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi, pendidikan, layanan kesehatan, dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan di tingkat desa. berikut ini bentuk-bentuk pemberdayaan perempuan tingkat desa yang bisa diterapkan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Pelatihan keterampilan: Program kualifikasi bagi perempuan dapat ditawarkan di tingkat desa. Hal ini dapat mencakup pelatihan di berbagai bidang seperti kerajinan tangan, pertanian organik, pengolahan makanan, dan teknologi informasi. Jenis pelatihan ini membantu perempuan mengembangkan keterampilan yang dapat mereka gunakan untuk menghasilkan pendapatan tambahan atau memulai usaha kecil-kecilan. Koperasi perempuan: Membentuk koperasi dan kelompok usaha bersama perempuan desa dapat menjadi sarana pemberdayaan ekonomi yang efektif. Koperasi ini memungkinkan perempuan untuk berinvestasi bersama, menjual produknya, dan berbagi keuntungan. Selain itu, Anda akan memiliki akses ke lebih banyak sumber daya dan peluang bisnis yang lebih baik. Pendidikan dan kesadaran: Kampanye pendidikan dan kesadaran di desa membantu perempuan memahami hak-hak mereka, termasuk hak atas pendidikan, kesehatan, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan lokal. Hal ini dapat dilakukan melalui lokakarya, seminar dan pembelajaran di sekolah desa. Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana: Program kesehatan reproduksi dan keluarga berencana membantu perempuan mengendalikan tubuh mereka dan mengambil Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 115 5. 6. 7. 8. keputusan mengenai jumlah dan jarak kelahiran anak. Hal ini meningkatkan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan dan memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi lebih aktif dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Pemberdayaan politik: Mendorong partisipasi perempuan dalam politik lokal merupakan langkah penting menuju pemberdayaan perempuan di tingkat desa. Hal ini dapat mencakup pelatihan kepemimpinan, dukungan terhadap calon perempuan, dan kampanye untuk meningkatkan jumlah perempuan di dewan desa dan badan pengambil keputusan lainnya. Akses ke sumber daya: Ini merupakan langkah penting untuk memastikan perempuan memiliki akses yang setara terhadap sumber daya seperti tanah, air, dan keuangan. Hal ini dapat mencakup kebijakan yang mendukung kepemilikan lahan perempuan dan program yang memberikan perempuan akses terhadap teknologi pertanian modern. Jejaring sosial dan dukungan: Membangun jaringan dan dukungan sosial di kalangan perempuan desa dapat memberi mereka kepercayaan diri dan dukungan untuk mengatasi tantangan. Hal ini dapat mencakup kelompok perempuan, forum komunitas, dan kelompok diskusi rutin. Penghapusan kekerasan terhadap perempuan: Penting untuk mendidik masyarakat mengenai risiko dan akibat kekerasan terhadap perempuan dan memberikan layanan dukungan dan perlindungan kepada perempuan yang menjadi korban kekerasan. Pemberdayaan perempuan di tingkat desa merupakan langkah penting untuk mengatasi kesenjangan gender, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal. Program-program ini harus disesuaikan dengan kebutuhan, budaya, dan keadaan spesifik masing-masing desa. 116 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia PERAN BIROKRASI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN Birokrasi adalah suatu organisasi formal yang diselenggarakan berdasarkan aturan, bagian, unsur yang terdiri dari pakar terlatih. Biasanya organisasi yang memiliki pemusatan kewibawaan yang menekankan unsur tata Susila, pengetahuan teknis, dan tata cara impersonal. 114 Pemberdayaan perempuan merupakan proses penting dalam upaya mencapai kesetaraan gender dan meningkatkan kualitas hidup perempuan. Birokrasi sebagai suatu sistem administrasi nasional mempunyai peranan penting dalam mendukung pemberdayaan perempuan. Dalam konteks ini, peran birokrasi dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek utama. 1. 2. 3. 4. 5. Pembentukan Kebijakan: Birokrasi memainkan peran penting dalam perancangan, pengembangan, dan implementasi kebijakan yang mendukung pemberdayaan perempuan. Hal ini mencakup kebijakan di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan hak-hak perempuan. Penyediaan Layanan Publik: Birokrasi bertanggung jawab menyediakan layanan publik yang berdampak pada pemberdayaan perempuan, seperti akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan hukum. Pengawasan dan Evaluasi: Birokrasi juga berperan dalam memantau pelaksanaan program pemberdayaan perempuan untuk memastikan efektivitas dan efisiensinya. Evaluasi ini berkontribusi terhadap peningkatan kualitas layanan bagi perempuan. Penyuluhan dan Informasi: Birokrasi dapat berperan dalam memberikan penyuluhan dan menyebarkan informasi kepada perempuan tentang hak-hak mereka, peluang, dan program pemberdayaan perempuan yang tersedia. Pengarusutamaan Gender: Birokrasi juga bertanggung jawab untuk mendorong pengarusutamaan gender dalam berbagai 114 Sedarmayanti. (2013). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan. (Ketiga). Refika Aditama. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 117 aspek kehidupan masyarakat, seperti kebijakan, anggaran, dan program pembangunan. 115 PERAN BUMDES DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN Badan Usaha Milik Desa atau yang lebih dikenal dengan istilah BUMDes merupakan sebuah badan usaha yang sebagian atau seluruh besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.116 Di Indonesia, konsep pembangunan yang berpusat pada masyarakat dapat kita telusuri dalam kerangka Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai lembaga sosial akar rumput. Badan BUMDes adalah badan sosial berbasis pedesaan yang didedikasikan untuk menyediakan layanan sosial. Tujuan utama didirikannya BUMDes adalah untuk meningkatkan perekonomian pedesaan, menunjang pendapatan asli desa, mengembangkan pengelolaan aset sesuai kebutuhan masyarakat desa, dan menjadi pilar pemerataan pembangunan ekonomi yang berpusat di desa. Pemberdayaan perempuan dalam BUMDes menunjang perluasan kegiatan perempuan yang selama ini berkutat pada ranah domestik menuju ranah non domestik.117 Dengan adanya BUMDes kegiatan yang sebelumnya untuk kebutuhan primer domestik beralih menjadi kegiatan non domestik untuk menunjang ekonomi keluarga. Singkatnya, BUMDes telah membuka lapangan kerja bagi para perempuan terampil di pedesaan.118 Kabeer, N. (2005). Gender equality and women's empowerment: A critical analysis of the third Millennium Development Goal 1. Gender & Development, 13(1), 13-24. 115 116 Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Rohim, et.al,. (2022). Common Thread: The Management of Village-Owned Enterprises and Women’s Empowerment. Sustainability and Climate Change, 15(3), 166–169. https://doi.org/10.1089/scc.2022.0007 117 M. Zaenul Muttaqin, Made Selly Dwi Suryanti, Rohim. (2023). Entertaining Development from Downstream: Village-Owned Enterprises, Women’s 118 118 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN BUMDES Dalam pengelolaannya, BUMDes mengikut sertakan perempuan potensial sebagai bagian dari sumber daya manusia dalam mengoperasikan unit-unit usaha yang dimiliki. Terdapat dua alasan perempuan menjadi mitra strategis BUMDes. Pertama, jejaring perempuan lebih terbuka. Perempuan desa mempunyai forum tertentu yang bersifat tetap. Banyak persoalan terkait kemasyarakatan yang diselesaikan dalam forum ini. Di sisi lain, forum ini terbuka untuk kegiatan teknis dan pengelolaan keuangan. Seringkali perempuanperempuan ini bergabung dalam forum seperti PKK, sebuah forum bagi perempuan yang sudah menikah. Sedangkan perempuan muda dan belum menikah memiliki forum berdasarkan minat dan bakatnya. Kedua, potensi desa kini lebih dekat dengan perempuan. Potensi sumber daya desa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari perempuan.Secara geografis, Desa Pujon Kidul terdiri dari lahan pertanian dan peternakan. Perempuan diyakini sebagai agen pemberdayaan sumber daya ekonomi di desa sehingga BUMDes dapat mengelolanya secara profesional. Secara umum, perempuan lebih disiplin dibandingkan laki-laki. Interpretasi yang berbeda terhadap realitas memotivasi perempuan untuk lebih menggunakan nalurinya dibandingkan laki-laki yang terkesan kaku dan terobsesi dengan rasionalitas aturan. Sebuah hasil studi memaparkan bahwa empati perempuan terhadap orang lain lebih dominan daripada laki-laki, baik dalam konteks sosial maupun dinamika pekerjaan. 119 120 Empowerment, and Information Technology in Binor Probolinggo Village and Pujon Kidul Village, Indonesia. In T. A.-D. Sheena Lovia Boateng, Richard Boateng (Ed.), Empowering Women in the Digital Economy (1st Editio, p. 178). Productivity Press. https://doi.org/https://doi.org/10.4324/9781003302346 Hamidullah, M. F., Riccucci, N. M., & Pandey, S. K. (2015). Women in city hall: Gender dimensions of managerial values. The American Review of Public Administration, 45(3), 247–262. 119 Falk, A., & Hermle, J. (2018). Relationship of gender differences in preferences to economic development and gender equality. Science, 362(6412), eaas9899. 120 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 119 PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BUMDes dapat menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan yang mendukung pengembangan keterampilan dan pengetahuan perempuan. BUMDes Binor Energi dalam memberikan pendidikan yaitu dengan cara memberikan beasiswa kepada pengurus struktural untuk melanjutkan studi ke jenjang sarjana. Setelah lulus kuliah langsung ikut mengelola BUMDes. BUMDes Bhinor Energi berbenah dengan melakukan pembinaan dari tingkat pimpinan sampai struktur anggota pengelola BUMDes. Pembenahan ini dieksplorasi melalui pelatihan manajemen BUMDes. Tujuan pelatihan ini adalah meningkatkan soft skill para pengelola pada tataran keterampilan dalam perencanaan hingga evaluasi penggunaan modal. Segenap pimpinan maupun anggota dalam struktur mengikuti pelatihan dalam mengelola BUMDes. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pemerintah desa bekerja sama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Probolinggo sesuai dengan tugas pokok, dan fungsinya. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa memberikan pelatihan kepada kelompok masyarakat agar memiliki kesadaran berpartisipasi dalam semua kegiatan dan program pemerintah desa dan terlibat dalam pengembangan BUMDes. Badan Pendapatan Daerah memberikan pelatihan terkait pengelolaan keuangan maupun tentang pajak dan retribusi daerah yang ditujukan kepada aparatur desa dan pengelola BUMDes agar mampu mengaplikasikan manajemen keuangan yang efisien dan memberikan pemasukan optimal. Dinas Kelautan dan Perikanan memberikan pelatihan terkait tata kelola merawat ekosistem laut dan menjaga keasrian pantai. Terkait ekosistem lain, Dinas Kelautan memberikan fokus sosialisasi mengenai cara menjaga karang dan biota laut lainnya. Selain itu, Dinas Kelautan dan Perikanan mengakomodasi pelatihan pengolahan hasil laut menjadi produk olahan untuk meningkatkan perekonomian warga setempat. Sementara Dinas Pemuda dan Pariwisata memberikan pelatihan mengenai tata kelola objek wisata yang berwawasan lingkungan dan ekonomi. Pelatihan yang diberikan Dinas Pemuda dan Pariwisata ditujukan kepada pengurus BUMDes maupun kelompok sadar wisata Desa Bhinor. 120 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Pelatihan-pelatihan tersebut mampu memberikan dampak yang positif. Keterampilan yang difasilitasi oleh dinas-dinas terkait memberikan perubahan signifikan bagi BUMDes Bhinor Energy. Ada perubahan mindset dari pengurus BUMDes maupun kelompok masyarakat yang berorientasi pada kesadaran pentingnya menjaga lingkungan dan mengubahnya menjadi sumber pendapatan melalui aktivitas melaut maupun pengembangan objek wisata yang nyaman, sehingga jumlah pengunjung wisata di pantai semakin meningkat secara signifikan. Hal ini secara langsung meningkatkan sumber pendapatan BUMDes. Selain memberikan pelatihan dalam mengelola BUMDes oleh dinas terkait yang ada di Pemerintah Kabupaten Probolinggo, pihak lain yang terlibat dalam pembangunan BUMDes Bhinor Energy adalah perusahaan. Melalui tanggung jawab sosial atau CSR yang dimiliki, PT. PJB UP Paiton mendukung dalam memberikan fasilitas kegiatan studi banding pengelolaan BUMDes. Kegiatan studi banding ini dilakukan ke BUMDes Tirta Mandiri Desa Ponggok Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten, BUMDes Sumber Sejahtera di Desa Pujon Kidul Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng Propinsi Bali. BUMDes Tirta Mandiri lebih dahulu berhasil menggerakkan BUMDes sebagai sumber pendapatan asli desa, sehingga secara langsung menopang perekonomian desa semakin meningkat. Hal serupa juga berlaku pada BUMDes Sumber Sejahtera yang berhasil memanfaatkan potensi desa melalui peran BUMDes untuk meningkatkan perekonomian desa, terutama masyarakat setempat. Sementara kegiatan studi banding dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng bertujuan untuk mempelajari langkah-langkah dinas pariwisata dalam memfasilitasi BUMDes yang ada di Kabupaten Buleleng dalam bidang wisata. Sehingga secara singkat dapat dipahami bahwa, studi banding dilakukan untuk belajar mengoptimalisasi potensi desa Bhinor. Pada sisi lain, studi banding ini bermanfaat untuk pengelolaan BUMDes yang efektif untuk mendukung kemandirian desa dalam bidang ekonomi maupun sosial. Sehingga melalui studi banding, BUMDes Bhinor Energi dapat mengadopsi dan mengaplikasikan hasil studi banding dengan memanfaatkan potensi yang ada di desa. Lebih lanjut, studi banding ini bermanfaat untuk pembaharuan peraturan yang dimiliki BUMDes, atau belajar terkait regulasi yang berkaitan dengan prinsip pengelolaan dan Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 121 program-program untuk peningkatan ekonomi. Melalui kerjasama dengan perusahaan ini, secara tidak langsung CSR perusahaan sangat membantu BUMDes untuk berkembang karena meningkatkan profesionalitas para pengelola BUMDes, sehingga berdampak pada keberhasilan mencapai tujuan BUMDes. STUDI KASUS: SUKSESNYA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI BUMDES. Beberapa contoh studi kasus desa yang berhasil menggunakan BUMDes sebagai alat pemberdayaan perempuan. Berdasarkan pembahasan diatas, sebuah studi kasus yang berhasil melakukan perempuan melalui BUMDes yaitu BUMDes Binor Energi di Desa Binor Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo dan BUMDes Sumber Sejahtera di Desa Pujon Kidul Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Secara garis besar pemberdayaan perempuan dilakukan dengan cara mengikutsertakan perempuan dalam pengelolaan secara struktural di BUMDes maupun unit-unit usaha yang dimiliki BUMDes. Selain itu pemberdayaan perempuan dilakukan di bidang ekonomi yaitu melalui UKM yang berada di desa tersebut, yang mana hasil dari UMKM dipasarkan melalui BUMDes. Pemberdayaan perempuan juga dilakukan di kelompok informal seperti TPPKK maupun kelompok arisan-arisan, dasawisma, dan lain-lain. Kedua BUMDes tersebut masuk peringkat 5 (lima) besar tingkat nasional pada tahun 2022. KENDALA DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN Identifikasi berbagai kendala yang dihadapi dalam upaya pemberdayaan perempuan di tingkat desa beraneka ragam. seperti: 1. Kurangnya norma sosial: Beberapa kajian menyimpulkan bahwa partisipasi dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan masih terbatas121 Prastiwi, J. H. and Yunas, N. S. (2022). Politik desa dan kepemimpinan perempuan: pengintegrasian isu gender di desa wilayah perbatasan indonesia 121 122 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia 2. Akses terhadap sumber daya: Hasil salah satu kajian menunjukkan bahwa integrasi agama dan budaya dalam komunitas pemberdayaan dapat menjadi faktor penting dalam pemberdayaan ekonomi perempuan. Namun, masih terdapat kendala dalam mengintegrasikan isu gender di desa, sehingga akses perempuan terhadap sumber daya masih terbatas.122 3. Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan: bahwa sampai saat ini budaya patriarki kuat di Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi partisipasi perempuan. Mereka tidak mempunyak kesempatan dan hal untuk mengambil keputusan.123 Dalam rangka mengatasi kendala-kendala tersebut, diperlukan upaya yang komprehensif untuk meningkatkan norma sosial yang mendukung peran perempuan dalam pengambilan keputusan, meningkatkan akses perempuan terhadap sumber daya, dan mendorong partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan. Hal ini dapat dilakukan melalui program-program pemberdayaan perempuan yang melibatkan partisipasi aktif perempuan dalam pengambilan keputusan, peningkatan akses terhadap pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan kebijakan yang mendukung pemberdayaan perempuan di tingkat desa. timor leste. PALASTREN: Jurnal Studi Gender, 15(1), 119. https://doi.org/10.21043/palastren.v15i1.14334 Nugroho, D. (2022). Integrasi agama dan budaya dalam komunitas pemberdayaan: studi empiris pemberdayaan ekonomi perempuan payungi metrolampung. Salus Cultura: Jurnal Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, 2(1), 57-68. 122 Amalia, N., Yuniyarti, N. A., & Mariyanti, E. (2020). Pengaruh hak kepemilikan sawah terhadap pemberdayaan petani perempuan di desa sumberharjo, prambanan, sleman, diy. Jurnal Sains Sosio Humaniora, 4(2), 726-743. https://doi.org/10.22437/jssh.v4i2.11537 123 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 123 REKOMENDASI KEBIJAKAN Beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat memperkuat peran birokrasi dan BUMDes serta memberdayakan perempuan di tingkat desa. Rekomendasi tersebut mencakup aspek kebijakan pendidikan, ekonomi dan sosial. Birokrasi berperan penting dalam penguatan masyarakat desa. Birokrasi dapat membantu desa mengembangkan potensinya dan mencapai pembangunan berkelanjutan melalui perumusan kebijakan, alokasi sumber daya, dukungan dan pengawasan. Namun tantangan seperti keterbatasan sumber daya, kurangnya daya tanggap, dan korupsi perlu diatasi agar peran birokrat lebih efektif dalam memberdayakan perempuan. Dengan memanfaatkan peluang seperti kolaborasi dan teknologi, birokrasi dapat menjadi mitra yang kuat dalam upaya memperkuat masyarakat desa terutamanya kaum perempuan. ACKNOWLEDGEMENT Tulisan artikel ini juga merupakan hasil sumbangsing pemikiran dari saudara Imam Sunarto dan Muhamad Lutvi. Namun dikarenakan persoalan administratif pengajuan ISBN dan gaya selingkung penulisan artikel dalam buku kolaboratif ini maka hanya penulis utama yang dicantumkan diatas. 124 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia MENGGALI LEBIH DALAM: TRANSISI PERGURUAN TINGGI NEGERI KE BADAN HUKUM DAN KONSEPNYA YANG KOMPLEKS Yushita Marini, S.E., M.Si. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 125 P endidikan memegang peranan paling krusial dalam perkembangan sumber daya manusia di suatu negara, termasuk Indonesia. Pada tahun 2003, Indonesia merumuskan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang secara tegas menyatakan bahwa "Pendidikan nasional berperan dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang menjunjung tinggi martabat, dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan potensi peserta didik agar menjadi individu yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berpengetahuan, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab." Berdasarkan landasan undang-undang tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan memiliki peran fundamental dalam pembentukan masyarakat yang dapat memperkuat dan meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan merupakan investasi pada potensi manusia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil kajian yang menunjukkan bahwa pendidikan memiliki dampak positif dalam pembentukan karakter, peningkatan kualitas hidup, dan pemberdayaan individu. Pendidikan sebagai aspek fundamental dalam pembentukan masyarakat.124 Terdapat juga kajian yang menunjukkan bahwa pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas hidup masyarakat. Investasi pada pendidikan memberikan kesempatan yang lebih baik bagi individu untuk mengembangkan potensi mereka, meningkatkan keterampilan, dan memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Dalam konteks pembangunan masyarakat, pendidikan juga memiliki peran dalam membentuk karakter dan nilai-nilai yang baik.125 Sukatin, S., Fitri, H., Misnawati, M., Salsabila, S., & Rindiyani, R. (2021). Hubungan timbal balik dan faktor pendidikanyayasan pendidikan islam institut agama islam nusantara batang hari. Glosains: Jurnal Sains Global Indonesia, 2(2), 81-85. https://doi.org/10.36418/glosains.v2i2.32 124 Riantika, R. F. P. (2022). Model pendidikan karakter berbasis nilai keagamaan: perspektif islam dan konteks sosial. Maharsi, 4(2), 18-36. https://doi.org/10.33503/maharsi.v4i2.2396 125 126 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membentuk sikap, nilai-nilai, dan kepribadian yang positif. Secara keseluruhan, pendidikan memiliki peran fundamental dalam pembentukan masyarakat yang memperkuat dan meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan merupakan investasi pada potensi manusia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui pendidikan, individu dapat mengembangkan potensi mereka, memperoleh pengetahuan dan keterampilan, serta membentuk karakter dan nilai-nilai yang baik. Oleh karena itu, penting untuk terus memperkuat sistem pendidikan yang berkualitas dan inklusif guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Guna meningkatkan kualitas pendidikan Masyarakat, institusi pendidikan di Indonesia terus berbenah diri dalam menghadapi persaingan sumber daya manusia Masyarakat Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia terus berbenah melakukan transformasi organisasi, Menyusun kebijakan penyelenggaraan dan merancang tata Kelola pendidikan yang mampu memfasilitasi capaian keunggulan yang bisa menjamin eksistensi institusi pendidikan dalam persaingan global yang makin ketat. Pendidikan di perguruan tinggi negeri memiliki peran strategis dalam pembangunan kapasitas dan peningkatan keahlian, kompetensi profesional, dan kemahiran teknik. Pengembangan organisasi di perguruan tinggi negeri memiliki tujuan untuk memperluas variasi bidang studi dan kajian yang relevan guna melahirkan lulusan yang terampil dan berdaya saing di pasar kerja.126 Perguruan tinggi negeri juga berperan dalam mengembangkan kompetensi profesional dan kemahiran teknik yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Dari data menunjukan bahwa perguruan tinggi memiliki peran penting dalam mendorong inovasi pembelajaran aktif. Perguruan tinggi negeri menjadi tempat bagi mahasiswa dan dosen untuk melakukan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga Khairani, M., Sabli, M., & Maisah, M. (2021). Manajemen strategis pengembangan pascasarjana universitas islam negeri sulthan thaha saifuddin jambi. Jurnal Ekonomi Manajemen Sistem Informasi, 3(1), 93-107. https://doi.org/10.31933/jemsi.v3i1.699 126 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 127 melahirkan penemuan baru dan kontribusi dalam pengembangan keilmuan.127 Mulai tahun 2020 pemerintahan Jokowi di bawah kementerian pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi membuat revolusi pendidikan dari berbagai jenjang. Khususnya jenjang perguruan tinggi, meluncurkan empat penyesuaian kebijakan di lingkup perguruan tinggi, yakni:128 1. Kebijakan pertama, merupakan pemberian otonomi terhadap pembukaan atau pendirian program studi baru. 3. Kebijakan yang ketiga, terkait kebebasan bagi Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja (PTN-Satker) dan Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) untuk menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). 2. 4. Kebijakan yang kedua, program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi yang siap naik peringkat sesuai dengan ketentuan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT). Kebijakan yang keempat, pemberian hak bagi mahasiswa untuk hak belajar tiga semester atau setara dengan 40 sks di luar perguruan tingginya. Efrianty, E., Chalik, A. A., & Jarto, T. (2022). Manajemen kearsipan universitas islam negeri fatmawati sukarno bengkulu. Wahana Didaktika : Jurnal Ilmu Kependidikan, 20(3), 458-470. https://doi.org/10.31851/wahanadidaktika.v20i3.10615 127 Dapat di Akses di https://lldikti4.kemdikbud.go.id basis hukum kebijakan merdeka belajar kampus merdeka Tahun 2020 128 128 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Gambar 1 Basis Hukum Kebijakan Merdeka Belajar129 Saat ini Pendidikan Tinggi Negeri di Indonesia memiliki tiga macam status yang pengelompokannya didasarkan pada Tata Kelola penyelenggaraan dan status pengelolaan keuangan yang diterapkan pada Perguruan Tinggi Negeri yang ada di Indonesia, antara lain : 1. Perguruan Tinggi Negeri sebagai Satuan Kerja Kementerian (PTNSatker), 2. Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) dan 3. Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Secara singkat ketiga status ini memiliki perbedaan antara lain: Tabel 1 Perbedaan Status PTN di Indonesia Indikator Penetapan Status PTN-Satker Kebijakan Kementerian Kemdikbudristek Dasar Hukum Kebijakan Kementerian dan ditetapkan melalui mekanisme internal 129 PTN-BLU Keputusan Menteri Keuangan atas usul Mendikbudristek Undang-undang Perguruan Tinggi dan Peraturan Menteri Keuangan Dapat di akses di: www.itjen.kemdikbud.go.id PTN-BH Ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Undang-undang Perguruan Tinggi dan peraturan pelaksanaannya langsung diatur Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 129 Kemendikudristek. Tarif Layanan Ditetapkan langsung oleh Kementerian melalui mekanisme Menteri Keuangan dan Kemendikudristek. Pola Pelaporan Keuangan Seluruh pendapatan, termasuk Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dari mahasiswa, masuk ke rekening negara (Kementerian Keuangan) sebelum digunakan. PTN tidak mandiri dalam membuka atau menutup prodi Dibawah kewenangan penuh Kemdikbudristek Penyelenggaraan Prodi Pengelolaan SDM dengan usulan pimpinan BLU Menetapkan tarif layanan berdasarkan kebijakan Menteri Keuangan dengan memberi ruang pada usulan pimpinan BLU Otonomi level 2, Pendapatan PTN dilaporkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) PTN, Membentuk Statuta PTN. Ditetapkan langsung oleh PTN dengan berkonsultasi dengan Menteri Keuangan dan Kemdikbudristek. PTN tidak dapat mandiri dalam membuka atau menutup prodi Kewenangan langsung menetapkan, mengangkat, membina, dan memberhentikan tenaga tetap Non-PNS sesuai dengan peraturan berlaku. PTN dapat Mandiri dalam membuka dan menutup prodi. Kewenangan langsung menetapkan, mengangkat, membina, dan memberhentikan tenaga tetap NonPNS sesuai dengan peraturan berlaku. 130 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Otonomi Penuh, pendapatan BUKAN Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Munculnya Undang-undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) selaku peraturan pelaksana Pendidikan Tinggi di Indonesia dilatarbelakangi oleh kebutuhan Perguruan Tinggi akan mekanisme pengelolaan Instansi. Latar belakang adanya UU Dikti adalah menjadikan PTN tetap sebagai Badan Hukum yang memiliki otonomi dan/atau kedaulatan pengelolaan agar terlepas dari campur tangan pemerintah. Pada pokoknya pengaturan Perguruan Tinggi dalam UU Dikti terkait dengan frasa otonomi yang diberikan kepada Perguruan Tinggi. Pasal 62 UU Dikti menyampaikan bahwa otonomi diartikan sebagai bentuk kebebasan dalam melakukan pengelolaan perguruan tinggi agar sesuai Tridharma. Dalam UU Dikti terdapat 2 macam bentuk badan hukum, yakni pola pengelolaan PTN-BH yang dapat diartikan sebagai Badan Hukum model BHMN dan PTN sebagai Bentuk BLU yang merupakan kepanjangan tangan yang mendapatkan wewenang atribusi dalam pengelolaan pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) memiliki aturan yang berbeda dalam pengelolaannya. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/2015 merinci mekanisme tata cara penyediaan, pencairan, dan pertanggungjawaban dana operasional PTN-BH, baik yang didasarkan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun yang bersumber dari Non-APBN. Pada dasarnya, peraturan ini memandu PTN-BH dalam mengelola dana operasional mereka. Itu mencakup langkah-langkah seperti bagaimana dana dialokasikan, kapan dan bagaimana pencairan dana dilakukan, serta tata cara pertanggungjawaban penggunaan dana. Namun, seiring dengan dinamika keuangan dan peraturan yang terus berkembang, PTN-BH perlu tetap memperbarui dan menyesuaikan proses mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, penting untuk mencatat bahwa sumber dana operasional PTN-BH bisa berasal dari APBN atau Non-APBN. Dana APBN biasanya disediakan oleh pemerintah pusat untuk mendukung operasional perguruan tinggi, sementara Non-APBN mencakup berbagai sumber seperti pendapatan dari kerjasama dengan sektor swasta, dana hibah, dan pendapatan dari usaha-usaha internal seperti pendidikan berbayar. Meski dalam mencantumkan laporan posisi keuangan dan catatan atas laporan keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26/2015 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 131 Pasal 20, namun standar keuangan yang dipakai masih belum ditentukan secara pasti dan jelas apakah merujuk pada Standar Akuntansi Keuangan 45 (SAK 45) atau Laporan Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP).130 Laporan Keuangan PTN-BH terdiri dari 3 (tiga), yaitu laporan realisasi penggunaan Bantuan Pendanaan PTN-BH, laporan kinerja dan laporan keuangan PTN-BH yang telah diaudit. Sebelum memperoleh sumber dana APBN dan Non-APBN, PTN-BH harus membuat usulan alokasi pendanaan yang dibutuhkan, untuk mendapatkan penyediaan anggaran yang sesuai dengan porsi kebutuhan yang akan dicapainya dengan membuat target kinerja, kebutuhan penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi, perhitungan satuan biaya operasional dan rencana penerimaan PTN-BH.131 Oleh karena itu tulisan ini ingin memberikan gambaran tentang kompleksitas keuangan di perguruan tinggi negeri PTN BH agar dapat memastikan pengelolaan dana operasional mereka dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini juga berkontribusi pada efisiensi penggunaan dana, memastikan bahwa sumber daya tersedia untuk mendukung pendidikan, penelitian, dan pengembangan di lingkungan akademik. KOMPLEKSITAS KEUANGAN PERGURUAN TINGGI PTN BH Perguruan tinggi berbadan hukum memiliki manajemen keuangan yang lebih rumit dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri non PTN BH. Mereka harus mengelola pendapatan sendiri, termasuk biaya pendidikan, beasiswa, dan investasi. Keterlibatan dana dari sumbersumber beragam seperti pendanaan pemerintah, donatur, dan hasil usaha sendiri menambah kompleksitas keuangan. Terdapat kajian yang menunjukkan bahwa perguruan tinggi PTN BH perlu memperhatikan tata kelola keuangan yang baik untuk memastikan Tamara, N.E., Supriyanto, A. (2022). Penerapan Standar Akuntansi Keuangan untuk Pengelolaan Keuangan di Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol 13, No 2. E-ISSN : 2597-8659 130 Sutini. (2019). Akibat Hukum PTN BH yang Tidak Memenuhi Evaluasi Kinerja. Jurist-Diction, 2(5), 1765–1786. https://doi.org/10.20473/jd.v2i5.15242 131 132 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia keberlanjutan keuangan dan efektivitas penggunaan dana. Selain itu, perguruan tinggi berbadan hukum juga perlu mengelola risiko keuangan yang mungkin timbul, seperti fluktuasi pendapatan dan biaya operasional. Perguruan tinggi berbadan hukum juga memiliki tanggung jawab untuk mengelola dana yang diterima dari berbagai sumber dengan transparansi dan akuntabilitas.132 Perguruan tinggi negeri sebagai institusi milik pemerintah mengandalkan pendanaan dari pemerintah, sehingga perlu menjaga kinerja keuangan yang baik dan memastikan penggunaan dana yang efisien. Selain itu, perguruan tinggi berbadan hukum juga perlu mengelola risiko keamanan informasi, terutama dalam pengelolaan sistem informasi dan data mahasiswa.133 Pengelolaan keuangan di PTN-BH bukanlah tugas yang mudah. Diperlukan upaya serius dan pemahaman mendalam tentang berbagai aspek keuangan, termasuk perencanaan anggaran, alokasi dana, serta pengawasan dan pelaporan keuangan. Beberapa langkah yang dapat membantu PTN-BH dalam mengatasi kompleksitas keuangan mereka termasuk: 1. Perencanaan Keuangan yang Matang PTN-BH perlu memiliki rencana keuangan jangka panjang yang mendetail untuk memastikan kelangsungan operasional dan pengembangan mereka. Dalam rencana keuangan ini, perencanaan menjadi elemen kunci. Hal ini mencakup pengelolaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. PTN-BH harus memastikan bahwa dana yang ada digunakan secara efisien, tidak hanya untuk operasional sehari-hari, tetapi juga untuk investasi jangka panjang seperti pengembangan infrastruktur, peralatan, dan penelitian. Selain itu, dalam rencana keuangan ini, prioritas penggunaan dana harus jelas Widiyanti, A. (2022). Proyeksi akuntabilitas keuangan serta implikasinya terhadap kinerja perguruan tinggi swasta. TECHNOBIZ : International Journal of Business, 5(2), 124. https://doi.org/10.33365/tb.v5i2.2245 132 Pettasolong, N., Gobel, Y., & Kurniawan, A. (2022). Analisis kinerja keuangan dengan menggunakan pendekatan value for money pada satuan kerja iain sultan amai gorontalo periode tahun 2019-2021. AKASYAH: Jurnal Akuntansi, Keuangan Dan Audit Syariah, 2(1). https://doi.org/10.58176/akasyah.v2i1.132 133 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 133 ditetapkan. PTN-BH harus mengidentifikasi bidang-bidang yang memerlukan alokasi dana paling tinggi, seperti pendidikan, penelitian, dan fasilitas, dan memastikan bahwa dana tersedia untuk mendukung aspek-aspek penting ini. Selain pengelolaan dan prioritas dana, rencana keuangan jangka panjang PTN-BH juga harus mencakup upaya untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko keuangan. Ini melibatkan pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keuangan institusi, termasuk fluktuasi ekonomi, perubahan regulasi, atau penurunan pendanaan. PTN-BH harus mengembangkan strategi untuk mengurangi risiko-risiko ini dan memiliki cadangan dana yang cukup untuk menghadapi tantangan keuangan yang mungkin muncul di masa depan. 2. Dengan rencana keuangan yang mendetail dan proaktif, PTN-BH dapat memastikan bahwa mereka siap menghadapi perubahan dan tetap berkelanjutan dalam menjalankan misi mereka dalam dunia pendidikan tinggi. Pengembangan Sumber Pendapatan: PTN-BH harus aktif mencari sumber pendapatan baru dan diversifikasi sumber-sumber keuangan sebagai langkah strategis dalam menghadapi kompleksitas keuangan. Diversifikasi pendanaan memungkinkan PTN-BH untuk tidak hanya mengandalkan satu sumber pendapatan, yang mungkin rentan terhadap fluktuasi atau perubahan kebijakan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah mengembangkan kemitraan dengan sektor swasta. Ini bisa berupa kemitraan penelitian, pelatihan, atau pengembangan program bersama dengan perusahaan-perusahaan atau lembaga swasta lainnya. Selain mendatangkan pendapatan, kemitraan semacam ini juga bisa membawa manfaat dalam bentuk peningkatan akses sumber daya dan peluang berbagi pengetahuan. Pendanaan dapat juga diperluas dengan meningkatkan pendapatan dari penelitian dan pengembangan. PTN-BH memiliki potensi besar dalam hal ini, dan dengan menjalankan penelitian yang relevan dan berorientasi pasar, mereka dapat 134 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia 3. mendapatkan dana dari berbagai sumber seperti proyek penelitian, dana hibah, atau kerjasama dengan industri. Selain itu, pengelolaan sumber daya internal seperti aset fisik yang dimiliki, seperti gedung dan fasilitas laboratorium, dapat menjadi sumber pendapatan tambahan. Dengan mengoptimalkan pemanfaatan aset-aset ini, PTN-BH dapat meningkatkan pendapatan mereka sambil tetap memenuhi tujuan utama dalam dunia pendidikan dan penelitian. Diversifikasi sumber pendapatan dan pendanaan baru adalah langkah penting dalam menghadapi dinamika keuangan yang selalu berubah. Tata Kelola yang Transparan: Transparansi dalam tata kelola keuangan adalah prinsip yang sangat penting dalam pengelolaan PTN-BH. Menerapkan tingkat transparansi yang tinggi dalam proses pengambilan keputusan adalah kunci untuk menjaga integritas dan kepercayaan. PTN-BH harus memastikan bahwa setiap keputusan yang berdampak pada keuangan institusi dijelaskan dengan jelas, dan alasan di baliknya harus dapat dipahami oleh semua pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, dosen, staf, dan donatur. Transparansi ini juga mencakup pelaporan keuangan yang akurat dan terperinci, sehingga setiap orang dapat melihat bagaimana dana digunakan dan hasil yang dicapai. Penerapan praktik akuntansi yang baik juga merupakan langkah penting dalam menjaga transparansi keuangan. PTNBH harus mematuhi standar akuntansi yang berlaku dan menjalankan proses audit secara teratur. Ini akan memastikan bahwa catatan keuangan mereka akurat dan dapat dipercaya. Kepercayaan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga pengawas, dan masyarakat, sangat penting dalam mendukung keberlanjutan dan pertumbuhan PTN-BH. Dengan menjalankan proses pengambilan keputusan yang terbuka dan mengikuti praktik akuntansi yang baik, PTNBH dapat membangun dan mempertahankan tingkat Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 135 kepercayaan yang tinggi, yang akan mendukung upaya mereka dalam menjalankan misi pendidikan dan penelitian. Mengelola kompleksitas keuangan di PTN-BH adalah tantangan yang memerlukan komitmen, pemahaman, dan inovasi. Dengan strategi yang tepat, PTN-BH dapat memastikan keberlanjutan finansial mereka sambil menjalankan misi inti mereka dalam memberikan pendidikan berkualitas dan berkontribusi pada perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan. PENINGKATAN LITERASI KEUANGAN DI PTN BH Literasi keuangan adalah keterampilan penting yang tak hanya relevan dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam konteks institusi pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) di Indonesia semakin menyadari pentingnya literasi keuangan dan sedang berupaya meningkatkannya Penting untuk melibatkan staf dan pengelola institusi dalam pemahaman yang lebih baik tentang keuangan. Pelatihan dan literasi keuangan dapat membantu mereka mengambil keputusan yang bijak dalam pengelolaan keuangan institusi. Hal ini sejalan dengan pendapat ahli keuangan134 bahwa dengan memahami keuangan akan mempermudah proses pelaporan penggunaan aktivitas dana yang dilakukan Oleh karena itu, melibatkan staf dan pengelola institusi dalam program pelatihan dan peningkatan literasi keuangan dapat membantu mereka memahami konsep dan prinsip dasar keuangan yang diperlukan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan institusi. Perguruan tinggi berbadan hukum perlu memiliki rencana keuangan jangka panjang yang mendetail. Ini mencakup pengelolaan sumber daya yang efisien, penentuan prioritas dalam penggunaan dana, dan upaya untuk mengidentifikasi serta mengatasi risiko keuangan yang mungkin timbul. Perguruan tinggi negeri sebagai institusi milik pemerintah mengandalkan pendanaan dari pemerintah, sehingga perlu Laily, N. (2016). Pengaruh literasi keuangan terhadap perilaku mahasiswa dalam mengelola keuangan. Journal of Accounting and Business Education, 1(4). https://doi.org/10.26675/jabe.v1i4.6042 134 136 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia menjaga kinerja keuangan yang baik dan memastikan penggunaan dana yang efisien. Dalam hal ini, rencana keuangan jangka panjang yang mendetail menjadi penting untuk memastikan pengelolaan keuangan yang efisien dan efektif.135 PTN-BH diharapkan dapat mengadakan program pelatihan khusus bagi civitas kampus tentang literasi keuangan. Pelatihan ini mencakup berbagai aspek dari mulai manajemen anggaran hingga investasi institusi. Dengan memahami prinsip-prinsip keuangan yang baik, universitas dapat mengelola dana dengan lebih efisien, meminimalkan risiko keuangan, dan merencanakan strategi keuangan jangka panjang yang berkelanjutan. Sisa paragraf terakhir ini, ada beberapa catatan kritis yang perlu ditekankan dan disampaikan mengenai pengelolaan keuangan di Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) bahwa: Pertama, penting untuk menjaga keseimbangan antara pendanaan yang tersedia dan kebutuhan institusi. PTN-BH sering menghadapi tekanan untuk memaksimalkan pendapatan mereka, tetapi harus hati-hati dalam mengejar pendapatan tambahan. Terlalu banyak beban keuangan bisa merugikan institusi dengan mengorbankan kualitas pendidikan dan risiko keuangan yang tidak terkendali. Kedua, transparansi dalam pengelolaan keuangan harus menjadi prioritas utama. Pihak manajemen PTN-BH harus memberikan laporan keuangan yang terperinci dan terbuka kepada semua pihak terkait, termasuk mahasiswa, dosen, staf, dan lembaga pengawas. Melalui transparansi ini, PTN-BH dapat membangun kepercayaan yang kuat dari pemangku kepentingan dan menghindari konflik yang mungkin timbul akibat ketidakjelasan dalam pengelolaan dana. Terakhir, risiko keuangan harus selalu diidentifikasi dan dikelola dengan cermat. PTN-BH harus memiliki rencana pengelolaan risiko yang komprehensif yang mencakup berbagai aspek, seperti fluktuasi pasar, perubahan kebijakan pemerintah, dan perubahan keuangan global. Nugrahaningsih, P., Rahmawati, L. D. A., Arista, D., & Ardila, L. N. (2022). Knowledge transfer for community development dengan aplikasi excel pkn stan pada penyusunan laporan keuangan bumdes (studi pada bumdes multi guna desa sidomulyo, madiun). Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2), 196. https://doi.org/10.24198/kumawula.v5i2.36321 135 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 137 Dengan memahami dan mengelola risiko dengan baik, PTN-BH dapat menjaga stabilitas keuangan dan menghindari potensi krisis yang dapat merugikan operasional institusi. Mengelola keuangan di PTN-BH adalah tantangan yang memerlukan pendekatan yang berhati-hati dan berkelanjutan, dengan fokus pada keseimbangan, transparansi, dan manajemen risiko. 138 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia DAFTAR PUSTAKA Agus Dwiyanto, 2002, Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, PSKKUGM, Yogyakarta. Alnuaimi, S. B. A. and Abdulhabib, A. A. A. (2023). The influence of service innovation on police performance: an empirical investigation. Alsudairy, M. A. T., & Vasista, T. G. (2014). CRASP - A strategic methodology perspective for sustainable value chain management. In K. S. Soliman (Vol. Ed.), Vision 2020: Sustainable growth, economic development, and global competitiveness. Vol. 1–5 Norristown: Int Business Information Management Assoc-Ibima edited by. (170-+). Amalia, N., Yuniyarti, N. A., & Mariyanti, E. (2020). Pengaruh hak kepemilikan sawah terhadap pemberdayaan petani perempuan di desa sumberharjo, prambanan, sleman, diy. Jurnal Sains Sosio Humaniora, 4(2), 726-743. https://doi.org/10.22437/jssh.v4i2.11537 Ancaman Karier Kerap jadi faktor ASN terjebak pelanggaran Netralitas https://www.bkn.go.id/ancaman-karier-kerap-jadi-faktor-asnterjebak-pelanggaran-netralitas/ Tanggal: 27 September 2022 Ashok, M., Narula, R., & Martínez‐Noya, A. (2016). How do collaboration and investments in knowledge management affect process innovation in services?. Journal of Knowledge Management, 20(5), 1004-1024. https://doi.org/10.1108/jkm-11-2015-0429 Azhari, Dr. S.STP.,M.Si. (2011) Mereformasi beirokrasi Publik di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Hal 178-211 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 139 Bao, Y., Wang, L., & Sun, J. (2021). A small protein but with diverse roles: a review of esxa in mycobacterium–host interaction. Cells, 10(7), 1645. https://doi.org/10.3390/cells10071645 Barsky, R. and Sims, E. R. (2012). Information, animal spirits, and the meaning of innovations in consumer confidence. American Economic Review, 102(4), 1343-1377. https://doi.org/10.1257/aer.102.4.1343 Bauman, Z. (2013). Modernity and the holocaust. Cambridge: Polity Bessant, J. (2003). High-involvement innovation. UK: Wiley Clegg, S. R. (2016). Puritans, visionaries and survivors. Organization Studies, 26(4), 527–545 Clegg, S. R. (2016). Puritans, visionaries, and survivors. Organization Studies, 26(4), 527–545 Clegg, S., & Baumeler, C. (2010). Essai: From iron cages to liquid modernity in organization analysis. Organization Studies, 31(12), 1713–1733. Cockburn, A. (2002). Agile software development. Boston: AddisonWesley Crosby, B. C., Hart, P. ‘., & Torfing, J. (2016). Public value creation through collaborative innovation. Public Management Review, 19(5), 655669. https://doi.org/10.1080/14719037.2016.1192165 Cummings, S., & Bridgman, T. (2011). The relevant past: Why the history of management should be critical for our future. Academy of Management Learning & Education, 10(1), 77–93 Dahmardeh, N., & Pourshahabi, V. (2011). Agility evaluation in public sector using fuzzy logic. Iranian Journal of Fuzzy Systems, 8(3), 95– 11 140 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Damanpour, F., Szabat, K. A., & Evan, W. M. (1989). The relationship between types of innovation and organizational performance. Journal of Management Studies, 26(6), 587-602. https://doi.org/10.1111/j.1467-6486.1989.tb00746.x Darrell K. Rigby., Jeff Sutherland., Andy Noble. (2018) Agile at Scale. Harvard Business Review. https://hbr.org/2018/05/agile-at-scale Denhardt, Janet V. Denhardt and Robert B. 2011. New Public Service. Armonk, New York London, England: M.E. Sharpe. Dennison DR. 1990. Corporate Culture and Organizational Effectiveness. Wiley: New York Dwiyanto et al., "Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif Administrasi Publik," Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi (2002). doi:10.20473/jiao.v9i1.2002.1-14 Falk, A., & Hermle, J. (2018). Relationship of gender differences in preferences to economic development and gender equality. Science, 362(6412), eaas9899. Forbes 2013/11/04/. Retrieved from https://www.forbes.com/sites/skollworldforum/2013/11/04/gamechangers-the-worlds-top-purposedriven-organizations/#73ed2dc377b6 Fred W Riggs. Birokrasi dan Pembangunan Politik. Lihat: Sahat Simamora dalam Pembangunan Politik dalam perspektif. Jakarta: PT. Bina Aksara. 1985. Hal. 118 Gema Perdana, Menjaga Netralitas ASN dari Politisasi Birokrasi Protecting The ASN Neutrality From Bureaucracy Politicization. NEGARA HUKUM: Vol. 10, No. 1, Juni 2019. Hal. 114 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 141 Gemunden, H. G., Salomo, S., & Holzle, K. (2007). Role models for radical innovations in times of open innovation. Creativity and Innovation Management, 16(4), 408-421. https://doi.org/10.1111/j.14678691.2007.00451.x Gerstein, M., Kundaje, A., Hariharan, M., Landt, S. G., Yan, K., Cheng, C.,& Snyder, M. (2012). Architecture of the human regulatory network derived from encode data. Nature, 489(7414), 91-100. https://doi.org/10.1038/nature11245 Gulati, R. (2018). Structure that is not stifling. Harvard Business Review, 96(3), 68–79. H ardiyansyah, Dr.,M.Si.(2011) Kualitas Pelayanan Publik, Konsep, Dimensi, Indikator dan Implementasinya, Yogyakarta: Gava Media Hamidullah, M. F., Riccucci, N. M., & Pandey, S. K. (2015). Women in city hall: Gender dimensions of managerial values. The American Review of Public Administration, 45(3), 247–262. Hardiyansyah, Dr, 2011, Kualitas Pelayanan Publik Konsep, dimensi, indicator dan implementasinya, Gava Media, Yogyakarta Hendi Poernawan, Pelanggaran Netralitas ASN kerap terjadi, Bawaslu bangun sinergi dengan seluruh elemen pemerintahan https://www.bawaslu.go.id/id/berita/pelanggaran-netralitas-asnkerap-terjadi-bawaslu-bangun-sinergi-dengan-seluruh-elemen 3 April 2023 Henry Campbell Black, M.A, Black’s Law Dictionary (St, Paul, Minn, West, Publishing Co) Sixth Edition. 1990, hal. 1990, 345. Hupe, P. and Hill, M. (2007). Street‐level bureaucracy and public accountability. Public Administration, 85(2), 279-299. https://doi.org/10.1111/j.1467-9299.2007.00650. IG Wursanto (1988). Dasar-Dasar Manajemen Personalia (Personnel Management), Penerbit Pustaka Dian, Jakarta. 142 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Jahja, Juni, Sjafrien. 2012. Say No to Korupsi: Mengenal, Mencegah dan Memberantas Korupsi di Indonesia. Transmedia Pustaka. Jakarta. Johnson KW. 1999. The role of culture in achieving organizational integrity and managing conflicts between cultures. Available at: ⟨www.ethicaledge.com/quest 5.html.⟩. Retrieved on 25 April, 2008 Kabeer, N. (2005). Gender equality and women's empowerment: A critical analysis of the third Millennium Development Goal 1. Gender & Development, 13(1), 13-24. Kasmad, Rulinawaty Alwi, La Tamba, Discretion Dilemma of Street-Level Bureaucracy in Implementation of the Street Vendors Empowerment Policy in Makassar City, Indonesia., 2018, American Journal of Humanities and Social Sciences Research (AJHSSR) Volume: 2, Issue: 8, pp: 106-703, ISSN: 237870. URL Dokumen: http://www.ajhssr.com/volume-2-issue-8. Khairudi, Soewita, dan Aminah. 2021. Potret Kepercayaan Publik, Good Governance, dan E-Government di Indonesia. Banyumas: CV Amerta Media Lappi, T., & Aaltonen, K. (2017). Project governance in public sector agile software projects. International Journal of Managing Projects in Business, 10(2), 263–294. http:// dx.doi.org/10.1108/ijmpb-042016-0031 Lili Romli. Pergeseran Kekuatan-kekuatan Politik Pasca Orde Baru. Ilmu dan Budaya. Edisi XXV Januari 2003. Hal. 71 M. Adian Firnas. Evaluasi Reformasi Birokrasi: Masalah Politisasi Birokrasi dalam Politik Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 5, No.2, November 2011. Hal. 28 M. Zaenul Muttaqin, Made Selly Dwi Suryanti, Rohim. (2023). Entertaining Development from Downstream: Village-Owned Enterprises, Women’s Empowerment, and Information Technology in Binor Probolinggo Village and Pujon Kidul Village, Indonesia. In T. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 143 A.-D. Sheena Lovia Boateng, Richard Boateng (Ed.), Empowering Women in the Digital Economy (1st Editio, p. 178). Productivity Press. https://doi.org/https://doi.org/10.4324/9781003302346 Marciano, B., Syam, A., Suyanto, S., Ahmar, N., & Gayatri, M. (2018). Penerapan good corporate governance terhadap pencegahan fraud: sebuah literatur review. Fair Value: Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Keuangan, 1(1), 152-161. https://doi.org/10.32670/fairvalue.v4i3.528 Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2012. Hal. 151 Morales, V. J. G., Matías‐Reche, F., & Hurtado‐Torres, N. E. (2008). Influence of transformational leadership on organizational innovation and performance depending on the level of organizational learning in the pharmaceutical sector. Journal of Organizational Change Management, 21(2), 188-212. https://doi.org/10.1108/09534810810856435 Moula, S. (2022). Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 (Studi Kasus Pemberhentian PNS di Kabupaten Aceh Barat) (Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry). Nugroho, D. (2022). Integrasi agama dan budaya dalam komunitas pemberdayaan: studi empiris pemberdayaan ekonomi perempuan payungi metro-lampung. Salus Cultura: Jurnal Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, 2(1), 57-68. O’leary, Rosemary; Gazley, Beth; McGuire, Michael; and Bingham, Lisa Blomgren (2009), Public Managers in Collaboration, In O’leary, Rosemary and Bingham, Lisa Blomgren (Editor), (2009), The Collaborative Public Manager: New Ideas for the Twenty-First Century, Georgetown University Press, Washington, D.C. 144 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Evaluasi Reformasi Birokrasi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Evaluasi Reformasi Birokrasi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 Pires, J. F., Rey, C., Mas-Machuca, M., & Bastons, M. (2016). Management by missions in the healthcare sector. Revista de Calidad Asistencial, 31(4), 239–242 Prabowo, Hadi. 2022. Birokrasi dan Pelayanan Publik. Bandung: Bimedia Pustaka Utama Prastiwi, J. H. and Yunas, N. S. (2022). Politik desa dan kepemimpinan perempuan: pengintegrasian isu gender di desa wilayah perbatasan indonesia - timor leste. PALASTREN: Jurnal Studi Gender, 15(1), 119. https://doi.org/10.21043/palastren.v15i1.14334 Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori, konsep dan aplikasinya, Rajawali Pers, Depok. Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori, konsep dan aplikasinya, Rajawali Pers, Depok. Rahayu Amy Y.S., 2021, Juwono Vishnu, Birokrasi & Governance, teori, konsep dan aplikasinya, Rajawali Pers, Depok. Ramdani, R. (2020). Karakter birokrasi pemerintahan dalam pelayanan perizinan mendirikan bangunan di dinas penanaman modal pelayanan terpadu satu pintu kabupaten karawang. KEMUDI : Jurnal Ilmu Pemerintahan, 4(2), 256-274. https://doi.org/10.31629/kemudi.v4i2.1919 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 145 Rigby, D. K., Sutherland, J., & Noble, A. (2018). Agile at scale. Harvard Business Review Rissy, Y. Y. W. (2021). Tantangan dan strategi pelaksanaan indonesiaaustralia comprehensive economic partnership agreement (iacepa). Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 179-198. https://doi.org/10.24246/jrh.2021.v5.i2.p179-198 Robert Michels. Partai Politik Kecenderungan Oligarki dalam Birokrasi. Jakarta: CV. Rajawali.1984. Hal. 207-208 Rohim, et.al,. (2022). Common Thread: The Management of VillageOwned Enterprises and Women’s Empowerment. Sustainability and Climate Change, 15(3), 166–169. https://doi.org/10.1089/scc.2022.0007 Romero, David and Molina, Arturo (2011) ‘Collaborative Networked Organizations and Customer Communities: Value Co-Creation And Co-Innovation In The Networking Era’ Production Planning & Control. Vol. 22, Nos. 5–6, July–September 2011, 447–472. Rumondang Naibaho https://news.detik.com/berita/d-6517989/kasnterima-2073-aduan-dugaan-asn-langgar-netralitas-pada-20202022 Tanggal: 16 Januari 2023 Sam Boateng, Lukman. 2019. Red Tape It is Heaven for Bureaucratic Public Service. A Case Study on Trade in Services Business License of Makassar City.IJO-International Journal of Social Science and Humanities Research. Vol.2.Issue 8. Santosa Pandji 2022, Administrasi Publik,Teori dan Aplikasi Good Governance,PT Refika Aditama, Bandung Santosa Pandji 2022, Administrasi Publik,Teori dan Aplikasi Good Governance,PT Refika Aditama, Bandung Schein EH. 1999. The Corporate Culture Survival Guide. Jossey-Bass: San Francisco, CA 146 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Sedarmayanti, H., & Nurliawati, N. (2012). Strategi Penguatan Etika dan Integritas Birokrasi dalam Rangka Pencegahan Korupsi Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan. Jurnal Ilmu Administrasi, 9(3), 337–361. Sedarmayanti. (2013). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan. (Ketiga). Refika Aditama. Setyono, Budi (2012), Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi, Bandung : Nuansa. Hal 74 Setyono, Budi (2012), Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi, Bandung : Nuansa. Hal. 76 Shah, S. and Stephens, A. (2005) ‘IT and the agile government’, The Agile Enterprise, pp.295–308, Springer, USA. Simanungkalit, J. H. U. (2014). Redesign Sistem Pensiun Pegawai Negeri Sipil di Indonesia. Civil Service Journal, 8(2 November). Stewphen Marantelli & Cellia Tikothin, The Australian Legal Dictionary, 1985, hal 65. Sturdy, A., Wright, C., & Wylie, N. (2016). Managers as consultants: The hybridity and tensions of neo-bureaucratic management. Organization, 23(2), 184–205 Suprapto, S. and Malik, A. A. (2019). Implementasi kebijakan diskresi pada pelayanan kesehatan badan penyelenggara jaminan kesehatan (bpjs). Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 8(1), 1-8. https://doi.org/10.35816/jiskh.v8i1.62 Suwarno. Birokrasi Indonesia: Perspektif Teoritik dan Pengalaman Empirik. UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008. Hal. 256 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 147 Taufik Efendi. Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi. Jakarta: Konstitusi Press. 2013. Hal. 265-266 Thoha, "Reformasi Birokrasi di Indonesia: Tantangan dan Harapan," Jurnal Birokrasi dan Pemerintahan Lokal (2012). doi:10.20473/jbpl.v1i1.2012.1-14 Totok Mardikanto, P. S. (2019). Pemberdayaan Masyarakat. Alfabeta. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Wang, C., Medaglia, R., & Zheng, L. (2018). Towards a typology of adaptive governance in the digital government context: The role of decision-making and accountability. http://dx. doi.org/10.1016/j.giq.2017.08.003https://www.sciencedirect.com/ science/article/ pii/S0740624X16303100. Weber, M., 1978[1921]. In: Roth, G., Wittich, C. (Eds.), Economy and Society. University of California Press, Berkeley, CA. Westra, P., & Sutarto, S. (1977). Ensiklopedi Administrasi. (No Title). Wibowo, A. A. and Kertati, I. (2022). Reformasi birokrasi dan pelayanan publik. Public Service and Governance Journal, 3(01), 01. https://doi.org/10.56444/psgj.v3i01.2785 Widaningsih, M., Vebritha, S., & Muharam, H. (2022). Implementasi kebijakan dan komunikasi antar organisasi dalam optimalisasi kelembagaan dinas perijinan dan penanaman modal. Journal of Social and Policy Issues, 168-175. https://doi.org/10.58835/jspi.v2i4.76 Widyastuti Ana, 2021, Optimalisasi Pembelajaran jarak Jauh (PJJ) Daring, lluring dan BdR, PT Elex media Komputindo, Jakarta 148 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Widyastuti Ana, 2021, Optimalisasi Pembelajaran jarak Jauh (PJJ) Daring, lluring dan BdR, PT Elex media Komputindo, Jakarta Zhao, B., Tumaneng, K., & Guan, K. (2011). The hippo pathway in organ size control, tissue regeneration and stem cell self-renewal. Nature Cell Biology, 13(8), 877-883. https://doi.org/10.1038/ncb2303 Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 149 PROFIL PENULIS Dr. Rulinawaty, S.Sos., M.Si. Merupakan Dosen dan Peneliti di Universitas Terbuka. Menyelesaikan program Doktor Administrasi Publik di tahun 2015 pada Universitas Hasanuddin. Pada tahun 2022 s/d tahun 2026 diamanahkan sebagai ketua pascasarjana FHISIP Universitas Terbuka dan sekaligus mengelola Program Magister Administrasi Publik pada Universitas Terbuka. Penulis fokus pada riset-riset kebijakan public. Penulis banyak menghasilkan karya ilmiah di bidang administrasi public, kebijakan publik yang bisa diakses melalui laman: https://bit.ly/Rulinawaty-GoogleScholar Junus Jeschial Beliu, S.Sos., M.Si. Lahir di Soe pada tanggal 22 Mei 1982. Saat ini aktif sebagai Dosen Program Studi Administrasi Negara, FHISIP Universitas Terbuka Kupang. Menyelesaikan pendidikan Sarjana dan Magister dari Universitas Nusa Cendana dan saat ini aktif dalam mengkaji studi kebijakan dan pelayanan publik Yusinta Natalia Fina, S.Sos., M.Si Merupakan Dosen prodi Administrasi Negara pada FHISIP Universitas Terbuka Kupang Kamaruddin Salim, S.Sos., M.Si. Lahir di Tidore. Saat ini mengajar di Universitas Nasional Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap di Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Nasional Jakarta. Telah menerbitkan beberapa buku, diantaranya: (1) Sosiologi Politik, Sejarah, Analisis dan Dinamika Perkembangan Konsep, Malang: Intrans Publishing, 2019; bersama Efriza Dosen Universitas Sutomo, (2) Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, Depok: Leader, 2019. Bersama Dr. Zulmasyhur dkk. Dosen UNAS, (3) Sosiologi Kekuasaan, Teori dan Perkembangan, Jakarta: Bumi Aksara, 2023 bersama Efriza Dosen Universitas Sutomo, (4) Mahatma Gandhi, Pemikiran dan Gerakan Sosial Tanpa Kekerasan dalam Perspektif Sosiologi. Jakarta: Kreasi Cendekia Pustaka. 2023. 150 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia Sitti Rabiatul Wahdaniyah Herman, M.Si. Dosen di Universitas Islam Negeri Datokarama Palu, Menyelesaikan pendidikan Sarjana di Universitas Hasanuddin dan Magister Administrasi Negara di STIA Puangrimaggalatung. Penulis tertarik dengan isu kebijakan publik. Beberapa karya antara lain: Falasafah Kamase-mase Suku Kajang dalam penerapan tata kelola kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang, Tahun 2023. Penulis dapat dihubungi melalui surel: [email protected] Sunardi Merupakan Dosen di Universitas Islam Negeri Datokarama Palu, Menyelesaikan pendidikan Sarjana di Universitas Hasanuddin dan Pendidikan Magister di MAP Uuniversitas Gadjah Mada. Penulis tertarik dengan isu perburuhan. Beberapa karya antara lain: Chapter Memeras Peluh Buruh Angkot Makassar pada Buku Kelas Pekerja dan Kapital di Indonesia, 2023. Penulis dapat dihubungi melalui alamat surel di: [email protected] Nawang Aviani, S.S.T., M.A.P. Lahir di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Saat ini saya berprofesi sebagai Dosen Ilmu Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak. Ridho Harta S.Sos. M.Si. Dosen tetap pada Program Studi Administrasi Negara/Publik Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas . Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Administrasi Negara UNPAS pada tahun 2023, dan Megister pada Administrasi Publik Unpad diselesaikan pada tahun 2006, Aktif mengajar, meneliti, membimbing, sebagai pembicara kegiatan yang di selenggarakan oleh Universitas Terbuka, serta penulis berbagai jurnal dan buku. Fokus pengajaran dan riset pada Public Policy, manajemen public, digital governance, dan collaborative governance. Andjani Trimawarni, S.S.T., M.A.P. Lahir di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Saya merupakan lulusan dengan konsentrasi keilmuan administrasi publik. Saat ini saya berprofesi sebagai staff pengajar pada Program Studi D-4 Administrasi Negara Politeknik Negeri Pontianak. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 151 Dr. Elisa Susanti, S.IP., M.Si. Dosen tetap pada Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran. Sarjana Administrasi Publik Unpad diselesaikan pada tahun 2003, Magister Ilmu Administrasi Unpad pada tahun 2008, serta Doktor Administrasi Publik Unpad diperolehnya pada tahun 2016. Aktif mengajar, meneliti, membimbing, sebagai pembicara, serta penulis berbagai jurnal dan buku. Fokus pengajaran dan riset pada manajemen public, digital governance, digital transformation, dan collaborative governance. Mutmainnah, S.IP., MPA Lahir di Sinjai, 03 Februari 1994. Saat ini merupakan dosen pada program studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak. Memulai karir sebagai dosen pada Tahun 2022, dan mengampu beberapa mata kuliah diantaranya: Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) di Pemerintahan, Kebijakan Publik, Sistem Administrasi Negara Indonesia, Etika Pemerintahan dan Akuntabilitas Publik. Penulis dapat dihubungi melalui surel: [email protected] Rohim, S.Sos., M.Si. Lahir di Probolinggo. Saat ini aktif mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Pembangunan. Selain aktivitas mengajar juga bekerja sebagai petani. Bagi penulis, petani merupakan salah satu passion yang sangat penting, karena mampu mengetahui keadaan yang sesungguhnya yang dialami masyarakat petani maupun permasalahan sosial lainya di pedesaan. Penulis juga pernah bekerja di Pemerintah Kota Probolinggo. Sampai saat ini aktif dalam publikasi, antara lain artikel ilmiah di jurnal nasional terakreditasi, prosiding nasional maupun internasional, jurnal internasional bereputasi, buku referensi maupun book chapter. Yushita Marini, S.E., M.Si. Lahir di kota Medan tanggal 03 Maret 1984 ini. Ibu dengan dua orang anak ini merupakan seorang Dosen PNS Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka (UT) dari tahun 2008 sampai sekarang, mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Negeri Medan di tahun 2006 dan gelar Magister Sains Akuntansi dari Universitas Sumatera Utara tahun 2016. Sebagai Dosen bidang Ekonomi Akuntansi Publik, Rini telah memiliki 152 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia berbagai karya ilmiah dan artikel yang berkaitan dengan bidang Pendidikan Ekonomi Akuntansi Publik, juga beberapa kali menjadi narasumber pada kegiatan workshop, seminar maupun pelatihan bidang nasional dan internasional. Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia | 153 154 | Kompleksitas dan Dinamika Birokrasi di Indonesia