Academia.eduAcademia.edu

Sistem fiskal dan moneter islami kel

MAKALAH SISTEM FISKAL DAN MONETER ISLAMI Dosen Pengampu: Fitiriana Siregar, M.E. Disusun Oleh Kelompok 8: Jessy Haryanti (501220257) Lara Andela Putri (501220245) Rini Wahyuni (501220253) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM PRODI EKONOMI SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI TAHUN AJARAN 2023 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa atas segala alam semesta baik di bumi maupun yang di langit, yang memberi ilmu pengetahuan hanya kepada yang ia kehendaki, atas ridho-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam kita junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang mana telah membawa risalah pencerah bagi manusia. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah tugas mata kuliah yang diamanahkan ibu Fitiriana Siregar, M.E. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian makalah ini banyak melibatkan pihak yang telah memberikan motivasi baik moril maupun materil. Se;alu ibu Fitriana Siregar, M.E diharapkan dapat menerima makalah ini meskipun masih jauh dari kata baik. Atas perhatiaannya kami ucapkan terimakasih banyak. Dan mohon maaf jika ditemukan banyak kekurangan pada makalah ini Jambi, November 2023 penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I 1 PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan Penelitian 2 BAB II 3 PEMBAHASAN 3 A. Pengertian Kebijakan Fiskal 3 B. Prinsip-prinsip Kebijakan Fiskal Dalam Islam 4 C. Instrumen Fiskal Islami 5 D. Fungsi Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam 10 E. Inflasi Perspektif Ekonomi Islam 12 BAB III 16 PENUTUP 16 A. Kesimpulan 16 B. Saran 16 DAFTAR PUSTAKA 17 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Agama Islam memiliki paradigma yang khas tentang kepemilikan harta. Harta yang dimiliki manusia sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah yang dikuasakan kepadanya. Penekanan Islam terhadap kepentingan individu, masyarakat, dan hubungan keduanya secara dinamis tersebut sangat paradok dengan sistem ekonomi dunia dewasa ini yang lebih menekankan kepada dogma individualis, yang melahirkan sistem ekonomi kapitalis atau paradigma sosialis yang melahirkan sistem ekonomi kapitalis. Kasus dalam hal aturan-aturan ekonomi Islam dalam konteks makro, para pakar (ulama) hukum Islam telah menjelaskan prinsip-prinsip pengaturan ekonomi secara komunal, baik dalam bentuk kelompok masyarakat, negara, bahkan dunia. Seperti yang telah kita ketahui dan memang sudah menjadi rahasia umum bahwa selama beberapa dekade ini ,sistem ekonomi dunia dibentuk dan dilaksanakan berdasarkan pemikiran liberalis kapitalis yang bebas dari nilai dan bertujuan hanya untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya dari sumber daya yang terbatas. Salah satu instrumen yang dipergunakan adalah bunga yang kemudian menjadi ruh bagi sistem ekonomi kapitalis. Negara-negara yang mau tidak mau harus berhubungan dengan negara lain, mau tidak mau harus menyesuaikan sistem ekonominya dengan sistem ekonomi yang dianut oleh dunia. Tak terkecuali dalam sistem kebijakan moneternya. Salah satu strategi Pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah memajukan aspek kehidupan ekonomi. Pengembangan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Antara lain adalah dengan memberdayakan kekayaan sumber daya alam yang telah diciptakan Allah. Pemerintah dapat membuka tambang emas, perak, batu bara, minyak tanah, gas, timah dan lain-lain yang tersimpan di perut bumi sebagai wujud pemberdayaan alam. Dari dimensi lainnya, dalam memaksimalkan kemampuan ekonomi, Pemerintah dapat membuat keijakan moneter dan fiskal. Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan bagaimana kebijakan Pemerintah dalam aspek moneter dan fiskal untuk pemberdayaan ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang mengakui kebebasan manusia atas nilai-nilai tauhid, hak memiliki harta atas dasar kemaslahatan, melarang penumpukan harta, serta distribusi kekayaan justru yang sesuai dengan sifat dasar dan kebutuhan manusia. Terkait dengan pemenuhan kebutuhan manusia, maka dalam Islam telah diatur mekanismenya dalam suatu negara. Peran Negara Islam sangat signifikan dalam menjamin kesejahteraan dan kebutuhan rakyatnya. Dalam rangka menjamin kesejahteraan rakyat, negara akan melakukan berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut dinamakan kebijakan fiskal. Merujuk hal di atas, dalam tulisan pada makalah ini penulis mengajak pembaca untuk kan dipaparkan mengenai untuk memahami dan memiliki wawasan tentang sistem fiskal dan moneter Islam. Rumusan Masalah Apa pengertian dari Kebijakan Fiskal? Bagaimana prinsip-prinsip kebijakan fiskal dalam Islam? Apa saja instrumen fiskal Islam? Bagaimana fungsi uang dalam perspektif ekonomi Islam? Bagaimana inflasi perspektif ekonomi Islam? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengertian dari Kebijakan Fiskal. 2. mengetahui prinsip-prinsip kebijakan fiskal dalam Islam. 3. mengetahui saja instrumen fiskal Islam. 4. mengetahui fungsi uang dalam perspektif ekonomi Islam. 5. mengetahui inflasi perspektif ekonomi Islam? BAB II PEMBAHASAN Pengertian Kebijakan Fiskal Kebijakan tentang pasar barang dan jasa merupakan kebijakan fiskal dan tentang pasar uang merupakan lebijaksaan moneter. Kebijaksanaan fiskal ditentukan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan cara mengubah besarnya pajak kepada para wajib pajak yang pelaksanaannya dilakukan oleh seluruh wajib pajak dan pemungutan pengawasannnya dilakukan oleh aparat pemerintah. Fiskal adalah sesuatu yang berkenaan dengan pajak dan pendapatan Negara. Kebijaksanaan fiskal adalah suatu kebijaksanaan ekonomidalam rangkamengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadilebih baik dengan jalan mengubahpenerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijaksanaan ini mirip dengan kebijaksanaan moneter untuk mengatur jumlah uang yang beredar, namun kebijaksanaan fiskal lebih menekankan padapengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Adapun bentuk kebijakan fiskal adalahkebijakan yang menyangkut pembelian (pengeluaran) pemerintah atas barang dan jasa. Kebijaksanaan yang mnyangkut perpajakan dan kebijaksanaan yang menyangkut pembayaran transfer. Kebijaksaan fiskal adalah penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran pemerintah sebagaimana dalam anggaran pendapatan belanja Negara yang disingkat APBN untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih baikdan laju pembangunan ekonomi yang dikehendaki yang umumnya ditetapkan dalam rencana pembangunan. Dengan pemahaman ini, menjadi wajar kebijkanan fiskal mengalami perubahan dari tahun ketahun. Wayan Sudirman, (2014). Kebijakan Fiskal dan Moneter. Jakarta: Kharisma Putra Utama,Hal 2 Kebijaksanaan fiskal langkah-langkah pemerintah secara keseluruhan yang mempunyai hubungan dengan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah dan pembangunan. Segala kebijaksanaan peningkatan sehingga memerlukan satu set kebijaksaan fiskal untuk mengatasinya ada beberapasumber pembiayaan defesit anggaran, diantaranya: Rahmawati Arifin, (2021). Sistem Fiskal dan Moneter Menurut Konvensional dan Islam. Yogyakart: CV Gerbang Media Aksara, Hal.94 Pajak Mencetak uang baru. Pinjaman masyarakat selain negeri Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahakan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan internal dan eksternal.dalam rangkamngurangidampak internasional fluktasi skilis padamasa boom, harus dierapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok yangtimbul darikenaikan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi pada impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat penggunaan daya beli tambahan. Ridwan Dan Ihsan Suciawan Nawir, (2021). Buku Ekonomi Publik, Yogyakarta: Pustaka Belajar, Hal. 184 Prinsip-prinsip Kebijakan Fiskal Dalam Islam Islam sebagai agama paripurna tidak hanya mengatur permasalahan ibadah dan muamalah, akan tetapi mencakup semua aspek termasuk masalah Negara dan pemerintahannya. Dalam Islam, terpenuhinya pekerjaan dan kepentingan publik bagi rakyat merupakan kewajiban keagamaan dan moral penguasa. Tegaknya suatu Negara bergantung pada kemampuan pemerintah mengumpulkan pendapatan dan mendistribusikannya pada kebutuhan kolektif masyarakat. Prinsip–Prinsip dalam Penerimaan Publik atau Pendapatan. Sistem pungutan wajib ( dharibah ), pada prinsip ini pihak yang berwenang harus menjamin. Bahwasannya golongan kaya atau yang memiliki kelebihan yang dapat memikul beban utama dharibah. Berbagai pungutan dharibah tidak berdasarkan kepada input tetapi berdasarkan tabungan yang ada. Tidak memaksakan kehendak pemerintah untuk mengeluarkan pajak termasuk juga kepada orang kaya. Seperti pada Rasullah SAW. Menyetarakan posisi kaum Muslimin dan Non-Muslimin. Penentuan penerimaan publik tergantung pada sektor tertentu. Prinsip – Prinsip dalam Pembelanjaan atau Pengeluaran. Alokasi zakat merupakan kewenangan Allah, bukan dari pihak amil atau pemerintah. Menerapkan prinsip maslahah yaitu mendatangkan manfaat. Menghindari kesulitan (masyaqqoh) dan (mudharat). Prinsip efisinsi dalam belanja rutin pemerintah. Prinsip keadilaan yaitu tidak memihak orang kaya Prinsip komitmen yaitu memeprhatiakn dari skala wajib, sunnah, mubah dan dll. Sepanjang sejarah pemerintah Islam, negara pernah melakukan utang hanya dua kali, yaitu pada masa kepemimpinan Rasulullah saw dan pada masa kepemimpinan khalifah ‘Umar ibn Khattab Pinjaman-pinjaman yang pernah dilakukan saat itu meliputi pinjaman setelah penaklukan kota Makkah untuk pembayaran diyat kaum muslimin kepada Judzaimah atau sebelum pertempuran Hawazin sebesar 30.000 dirham kepada ‘Abdullah ibn Rabi’ah, dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan ibn ‘Umayyah. Instrumen Fiskal Islami Intstrumen yang digunakan dalam Kebijakan Fisikal Islam. Instrumen Kebijakan Fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Ridwan dan Ihsan Suciawan Nawir, (2021). Buku Ekonomi Publik. Ibid. Hal. 189 Dari sisi pajak jelas jika mengubah tariff pajak yang berlaku akan berpengarih pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industry akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya belimasyarakat serta mnurunkan output industru secara umum. Zulkifly Rusbi. (2017). Ekonomi Islam. Riau: Pusat Kajian Pendidikan Islam FAI UIR. Hal. 51 Strukur APBN dan kebijakan yang diambil pada zaman pemerinahan Islam ditopang oleh sejumlah insrumen kebijakan fiskal yaitu: Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat partsipasi Kebijakan pertama yang diambil Rasululllah dalam rangka meningkatkan permintaan agregat masyarakat muslim di Madinah setelah hijrah adalah dengan mempersaudarakan Muhajjirin dan Anshar. Kesepakatan it, yang menempatkan Ashar bertanggungjawab atas saudara Muhajjirinnya ,menyebabkan terjadinya distrubsi pendapatan dan Anshar kepada Muhajjirin. Karena orang-orang Muhajjirin empenyai kecendrungan konsumsi yang lebih besar dibandingkan orang-orang Anshar distrbusi pendapatan cara ini telah meningkatkan permintaan total di Madinah. Selama masa Rasulullah, empat perlima harta rampasan dari setiap peperangan dibagi kepada setiap Mujahidin yang diikuti serta dalam peperangan tersebut. Pembagian harta rampasan meningkatkan kekayaan dan pendapatan kaum muslimin yang pada akhirnya mengikatkan permintaan agregat. Kebijakan yang diterapkan pada era permulaan Islam adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal setiap orang termasuk non muslim,dan meningkatkan pertumbuhan pendapatan dan permintaan total masyarakat. Kebijakan pajak Penerimaan pajak yang terpenting pada era permulaan Islam terdiri atas Khums, zakat, dan Khara. Khums padadasarnya adalah pajak proporsional yang jumlahnya tidak konstan ini menyebabkan kestabilan harga dan menurunkan inflasi dalam kondisi terjadi kelebihan permintaan atas penawaran. Pada saat yang sama pada masa stagnasi dan penurunan tingkat permintaan agregat, khusu mendorong stabilitas pendapatandan produksi total. Zakat dikumpulkan berupa persentase tertenu dari perbedaan antara produksi dengan biaya variable, sehingga tidak mempunyai dampak padaharga atau jumlah produksi dan tidakmenyebabkan penurunan supply total hasil pertanian. Kharaj adalah seperti sewa atas tanah. Pajak ini tidak mempunyai dampakharga dan jumlah produksi sehingga penarikannya tidak mempengaruhi penawaran. Anggaran Sekalipun mengalami banyak perang besar yang membutuhkan dana yang besar selamamasa Rasulullah, anggaran baitul maal jarang mengalami defesit. Pengeluaran dilakukan secara proporsional sehingga keseimbangan dana iniselalu terjaga. Pada masa pemerintahan khalifah yang empat baitul maal tidak pernah mengalamidefesit, bahkan pada Umar dan Utsman menunjukkan surplus yang besar. Kebijakan fiskal khusus Pengeluaran Negara, khususnya selama masa Rasulullah dilakukan dengan beberapa cara yang merupakan implementasi kebijakan fiskal Rasulullah. Cara pertama ditempuh untuk memenuhi kebutuhan dengan meminta bantuan dari kaum muslimin sehingga kebutuhan pasokan untuk gazwa dan sariya kerap tepenuhi dengan bantuansukarela kaum muslimin atas permintaan Rasulullah. Cara kedua dilakukandengan meminta jam peralatan dari kaum non mulimin dengan jaminan pengembalian dengan memberi ganti rugi atas peralatan yang rusak tanpa membayar sewa atas penggunaannya. Cara ketiga adalah meminjam uang dari orang-orang tertentu dan memberikannya pada orang-orang yang harus masuk Islam di Mekkah. Pinjaman ini dilakukan . dalam jangka pendek. Setelah perang Hunain, dan setelah harta rampasan dari perang dibagikan , hutang tersebut dilunasi. Bilal diperintahkan membantu orang-orang yang tidak dapat membayar hutangnya sendiri. Berikut akan diuraikan beberapa sumber penerimaan yang cukup penting dalam pemerintahan Islam Lilik Rahmawati, Kebijakan Fiskal Islam. Al-Qānūn, Vol. 11, No. 2, Desember 2008. Hal. 432 Zakat Zakat sebagai sumber penerimaan utama memiliki potensi yang besar mengingat hukumnya yang wajib. Selain itu objek zakat dalam dunia modern saat ini bertambah luas dengan dimungkinkannya menarik zakat profesi selain zakat pertanian dan peternakan, zakat perusahaan dan sebagainya. Ajaran Islam dengan rinci telah menentukan syarat, kategori harta yang harus dikeluarkan zakatnya, dan lengkap dengan tarifnya. Pemerintah dapat memperluas objek yang wajib dizakati dengan berpegang pada nas-nas umum yang ada dan pemahaman terhadap realita modern. Meskipun lembaga zakat tumbuh dengan pesatnya, namun jumlah dana yang didapatkan tidak mampu dijadikan sebagai pendapatan utama negara. Tidak seperti pada pemerintahan Islam pada masa Nabi dan khualafaur Rasyidin. Zakat dan sedekah saat itu sebegai pendapatan utama Negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Oleh karena itu sudah selayaknya demi mendongkrak pendapatan negara, pemerintah Indonesia serius dalam menangani zakat ini. Wakaf Wakaf dari pandangan hukum syara’ berarti “menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya”. Kepemilikan objek wakaf dikembalikan pada Allah swt. Oleh karena itu, barang yang diwakafkan tidak boleh dihabiskan, diberikan atau dijual kepada pihak lain. Tanah sebagai wakaf telah memainkan peran besar dalam masyarakat Islam, misalnya: Lahan yang ditanami di Daulah Turki Utsmani 75% adalah tanah wakaf. Pada masa penjajahan Perancis di Aljazair pertengahan abad 19, separuh dari lahan yang ada adalah tanah wakaf. Dalam menunaikan wakaf, bisa dilakukan dengan harta bergerak maupun tidak bergerak. Mazhab Maliki membuka kesempatan untuk memberikan wakaf dalam enis aset apa pun, termasuk yang paling liquid. Yaitu dalam bentuk uang tunai Nawaib/Daraib Nawaib merupakan pajak umum yang dibebankan atas warga negara untuk menanggung kesejahteraan sosial atau kebutuhan dana untuk situasi darurat. Pajak ini dibebankan pada kaum muslim kaya dalam rangka menutupi pengeluaran Negara selama masa darurat. Hal ini terjadi dalam masa perang Tabuk. Pajak ini dimasukkan dalam Baitul Mal. Dasar hukum atas kewajiban ini adalah QS. Ar-Ruum (30): 38. فَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ar-Rum (30); 38) Jizyah Jizyah merupakan pajak yang dibayar oleh kalangan nonmuslim sebagai kompensasi atas fasilitas sosial-ekonomi, layanan kesejahteraan, serta jaminan keamanan yang mereka terima dari Negara Islam. Jizyah diambil dari orang-orang nonmuslim selama mereka tetap pada kepercayaannya. Namun apabila mereka telah memeluk agama Islam, maka kewajiban membayar jizyah tersebut gugur. Jizyah tidak wajib jika orang kafir yang bersangkutan tidak mempunyai kemampuan membayarnya karena kefakiran atau kemiskinannya. Kewajiban membayar jizyah diatur dalam QS at-Taubah (9):29. قَاتِلُوا الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَلَا يُحَرِّمُوْنَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَلَا يَدِيْنُوْنَ دِيْنَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حَتّٰى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَّدٍ وَّهُمْ صَاغِرُوْنَ “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan Kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (Q.S. At-Taubah, (9):29) Pada masa Rasulullah besarnya jizyah adalah 1 dinar per tahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Sedangkan ketetapan pada masa ‘Umar adalah 48 Dirham untuk orang kaya yang berpenghasilan tinggi, 24 dirham untuk yang berpenghasilan menengah dan 12 dirham unutk orang miskin yang bekerja. Kharaj (Pajak atas tanah) dan ‘Ushur Kharaj,adalah pajak atas tanah yang dimiliki kalangan nonmuslim di wilayah negara muslim. Tanah yang pemiliknya masuk Islam, maka tanah itu menjadi milik mereka dan dihitung sebagai tanah ‘usyr seperti tanah yang dikelola di kota Madinah dan Yaman. Penentuan besarnya kharaj ditentukan oleh karakteristik tanah, jenis tanaman, dan jenis irigasi. Perbedaan antara tanah kharajiyyah dan ‘usyuriyah adalah kalau tanah kharajiyah berarti tanah yang dimilki hanya kegunaannya, sedangkan lahannya tetap menjadi milik negara. Sementara kalau yang diberikan adalah tanah usyuriyah, maka yang dimiliki adalah tanah sekaligus kegunaannya. Reisa Nur Markiva Dkk, Jurnal:Instrumen Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Ekonomi Islam. JIHBIZ-Volume 6 Nomor 2Tahun 2022. Hal. 81 Khums Khums adalah dana yang diperoleh dari seperlima bagian rampasan perang. Khums juga merupakan suatu sistem pajak proporsional, karena ia adalah persentase tertentu dari rampasan perang yang diperoleh tentara Islam sebagai ghanimah 25 setelah memenangkan peperangan. Persentase tertentu dari pendapatan sumber daya alam, barang tambang, minyak bumi dan barang-barang tambang lainnya juga dikategorikan khumus. Ushur (pajak Perdagangan) Dalam hal ini ‘ushur adalah pajak yang dikenakan atas barang-barang dagangan yang masuk negara Islam, atau datang dari negara Islam sendiri. Pajak ini berbentuk bea impor yang dikenakan pada semua pedagang, dibayar sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Permulaan ditetapkannya ‘ushur di negara Islam adalah di masa khalifah dengan landasan penegakan keadilan, karena ‘ushur dikenakan pada para pedagang muslim ketika mereka mendatangi daerah asing. Tempat berlangsungnya pemungutan ‘ushur adalah pos perbatasan negara Islam, baik pintu masuk maupun pintu keluar sebagaimana bea cukai pada saat ini. Kaffarah Kaffarah merupakan denda yang dulu dikenakan kepada suami istri yang melakukan hubungan di siang hari pada bulan puasa (Ramadhan). Denda tersebut dimasukkan dalam pendapatan negara. Pinjaman Pinjaman, atau utang, baik yang berasal luar negeri maupun dalam negeri dalam Islam sifatnya adalah hanya sebagai penerimaan sekunder. Alasannya, ekonomi Islam tidak mengenal bunga, demikian pula untuk pinjaman dalam Islam haruslah bebas bunga, sehingga pengeluaran pemerintah akan dibiayai daripengumpulan pajak atau bagi hasil. Dalam pengertian ini, Islam tidak melarang untuk melakukan utang-piutang asalkan tidak membebani pengutang, karena sifatnya hanya membantu dan harus segera diselesaikan dalam waktu yang singkat. Fungsi Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam Dalam bahasa Arab terdapat beberapa terminologi untu menyebut uang, yaitu nuqud, wariq, ‘ain dan fulus. Selain itu, juga terdapat terminologi dinar dan dirham. Al-naqdu (bentuk tunggal) -nuqud (bentuk plural) bermakna uang secara umum. Al-naqdu juga berarti tunai, lawan dari mengangsur. Kata nuqud tidak terdapatdalam Alquran dan hadis. Kata wariq digunakan untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk menunjukkan dinar emas. Definisi uang sangat beragam, tetapi memiliki banyak sisikesamaan. Uang merupakan “anything that is generally accepted in payment for goods and services or in the repayment of debts” sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaran untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran utang-utang. Definisi lainnya menyebutkan berdasarkan fungsinya, yaitu uang adalah sesuatu sebagai alat tukar, sebagai unit penghitung, sebagai alat penyimpan nilai/daya beli, dan sebagai standar pembayaran yang tertangguhkan. Azhasyah Ibrahim Dkk, (2021). Pengantar Ekonomi Islam. Jakarta: Dapartemen Ekonomi Syariah dan Keuangan Bank- Indonesia. Hal. 519 Defenisi Uang berdasarkan fungsinya dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut: Teori Keuangan Konvensional Hal. 3-6 Money of Change (uang sebagai alat tukar) Fungsi uang sebagai alat tukar ini sebenarnya memisahkan fungsi yang berkalan dengan keputusan membeli dengan keputusan menjual Uang sebagai alat tukar menukar dapat menghilangkan kcsamaan keinginan antara pembeli dan penjual sebelum terjadinya pertukaran Kesamaan keinginan harus ada lebih dahulu untuk terjadinya tukar menukar barang dengan barang (barter). Mekanisme jual beli dengan menggunakan uang akan membua tterjadinya spesialisasi dalam memproduksi barang dan jasa, sehingga roda perekonomian dapat berjalan dengan baik. Setiap orang melakukan produksi sesuai dengan bakat dan keahliannya masing-masing kemudian menjual hasil produksinya tersebut dengan uang yang dapat disimpan dan dibelanjakan, baik pada saat itu atau pada masa yang akan datang, sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Standar of Value (Uang Sebagai alat penyimpan nilai/ daya beli) Fungsi uang sebagai alat penyimpan nilai/daya beli (store of value) menjadikan hidup mudah dan fleksibel karena sifatnya yang liquid dan tidak ada biaya penyimpanan terhadapnya. Sebagai contoh, seorang petani yang memiliki lahan pertanian sayur yang luas, ia tidak mungkin menyimpan hasil panen sayurnya terlalu lama karena akan rusak dan menjadi tidak bernilai. Oleh karena itu, hasil panen sayurnya harus dijual (ditukar) dengan uang. Uang yang dihasilkan dapat disimpan sebagai kekayaannya dan selanjutnya dapat dengan mudah untuk memenuhi kebutuhannya saat ini maupun yang akan datang. Untuk itu, uang harus stabil, dan ini menjadi syarat penting suatu uang. Dalam konteks Indonesia, Bank Indonesia berperan untuk menjaga stabilitas nilai rupiah sebagai mata uang Indonesia. measure of value (alat pengukur nilai) Dengan fungsi ini, uang mempermudah proses tukar menukar antara dua barang yang secara fisik berbeda, misalnya sepeda dan gabah, mobil dan jagung, dan lain-lain. Dua jenis barang yang berbeda secara fisik tersebut dapat dengan mudah dipertukarkan jika nilai masing-masing barang dinyatakan dalam satuan mata uang. Dalam hal ini uang berperan sebagai common denominator, yaitu sebutan persamaan bagi seluruh barang-barang ekonomis dan nilai barang-barang yang dipertukarkan yang diperhitungkan dengan satuan mata uang. Dalam konteks inilah, relevan sekali apa yang dikemukakan al-Ghazali, bahwa uang itu seperti cermin, tidak berwarna, tetapi dapat merefleksikan warna. Uang tidak mempunyai harga, tetapi dapat merefleksikan semua harga. Uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri, tetapi untuk melancarkan pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut. Secara konseptual, fungsi uang alat satuan hitung (unit of account) atau alat pengukur harga sejalan dengan prinsip ekonomi Islam Azhasyah Ibrahim Dkk, (2021). Pengantar Ekonomi Islam. Op.Cit. Hal. 594 standard of deferred payment (Sebagai ukuran standar pembayaran yang ditangguhkan) Fungsi ini dikaitkan dengan transaksi pinjam meminjam atau transaksi kredit, bahwa uang harus dapat diandalkan untuk transaksi dengan pembayaran tidak tunai. Fungsi terkait dengan tiga fungsi yang telah disebutkan di atas, sehingga beberapa ahli menyebutkan fungsi uang hanya tiga saja, tidak termasuk yang keempat ini, karena fungsi keempat ini telah dicakup oleh tiga fungsi yang lain, hanya beda terkait waktunya saja. Ibid. Hal. 595 Inflasi Perspektif Ekonomi Islam Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan harga tersebut tidak bersamaan. Terdapat kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama satu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dengan persentase yang cukup besar bukanlah merupakan inflasi. Idris Parakkasi, Jurnal: Inflasi Dalam Perspektif Islam. LAA MAISYIR, Volume 3, Nomor 1, Juni 2016. Hal 44 Dengan mengemukakan berbagai fakta bencana kelaparan yang pernah terjadi di Mesir, Al-Maqrizi menyatakan bahwa peristiwa inflasi merupakan sebuah fenomena alam yang menimpa kehidupan seluruh masyarakat diseluruh dunia sejak masa dahulu hingga sekarang. Menurutnya, Inflasi terjadi karena harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung terus-menerus. Pada saat ini, persediaan barang dan jasa mengalami kelangkaan dan konsumen, karena sangat membutuhkannya mereka (konsumen) harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk sejumlah barang dan jasa yang sama. Fadilla, Jurnal Perbandingan Inflasi Dalam Perspektif Islam dan Konvensional. ISLAMIC BANKING Volume 2 Nomor 2 Februari 2017. Hal. 2 Al-Maqrizi mengungkapkan bahwa sejatinya inflasi tidak terjadi karena faktor alam saja melainkan karena faktor kesalahan manusia. Sehingga berdasarkan faktor penyebabnya Al-Maqrizi menegaskan bahwa inflasi terbagi menjadi (dua), yaitu: Natural Infaltion Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini disebabkan berbagai faktor alamiah yang tidak bisa dihindari umat manusia. Menurut Al-Maqrizi ketika suatu bencana alam terjadi, berbagai bahan makanan dan hasil bumi lainnya mengalami penurunan yang sangat drastis dan terjadi kelangkaan. Di lain pihak, karena sifatnya yang sangat signifikan dalam kehidupan, permintaan terhadap berbagai barang itu mengalami peningkatan. Harga-harga membumbung tinggi jauh melebihi daya beli masyarakat. Al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD). Adiwarman Karim Azwar, 2007, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 425 Jika memakai perangkat konvensional yaitu persamaan identitas : MV = PT =Y Di mana : M = Jumlah uang beredar V = Kecepatan peredaran uang P = tingkat harga T = Jumlah barang dan jasa (Q) Y = tingkat pendapatan nasional (GDP) Maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai : Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). Misalnya T ↓ sedangkan M dan V tetap maka konsekuensinya P ↑. Naiknya daya beli masyarakat secara rill. Misalnya nilai ekspor lebih besar dari pada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M ↓ sehingga jika V dan T tetap maka P ↑. Human error Infaltion Selain karena faktor alam inflasi disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Inflasi ini dikenal dengan istilah human error inflation atau False Inflation. Hal ini juga terdapat dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum : 41 ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar-Rum (30): 41) “Telah tampaklah kerusakan di darat dan di laut disebebabkan kearena perbuatan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Menurut Al-Maqrizi inflasi yang terjadi akibat kesalahan manusia antara lain korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan dan peningkatan sirkulasi mata uang uang fulus. Korupsi dan administrasi yang buruk Al-Maqrizi menyatakan bahwa pengangkatan para pejabat pemerintahan yang berdasarkan pemberian suap, dan bukan kapabilitas, akan menempatan orang-orang yang tidak mempunyai kredibilitas pada berbagai jabatan penting dan terhormat, baik di kalangan legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Mereka rela menggadaikan seluruh harta miliknya sebagai kompensasi untuk meraih jabatan yang diinginkan serta kebutuhan sehari-hari sebagai pejabat. Akibatnya, para pejabat pemerintahan tidak lagi bebas dari intervensi dan intrik para kroni istana. Mereka tidak hanya mungkin disingkirkan setiap saat tetapi justru disita kekayaannya, bahkan dieksekusi. Kondisi ini, selanjutnya sangat mempengaruhi moral dan efisiensi administrasi sipil dan militer. Ketika berkuasa, para pejabat tersebut mulai menyalahgunakan kekuasaan untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk memenuhi kewajiban finansialnya maupun untuk kemewahan hidup. Pajak yang berlebihan Menurut Al-Maqrizi, akibat dominasi para pejabat bermental korup dalam suatu pemerintahan, pengeluaran negara mengalami peningkatan yangn sangat drastis. Sebagai kompensasinya, mereka menerapkan sistem perpajakan yang menindas rakyat dengan memberlakukan berbagai pajak baru serta menaikan tingkat pajak yang sudah ada. Hal ini sangat mempengaruhi kondisi para petani yang merupakan kelomok mayoritas dalam masyarakat. Para pemilik tanah yang ingin selalu berada dalam kesenangan akan melimpahkan beban pajak kepada para petani melalui peningkatan biaya sewa tanah. Karena tertarik dengan hasil pajak yang sangat menjanjikan, tekanan para pejabat dan pemilik tanah terhadap para petani menjadi lebih besar dan intensif. Frekuensi berbagai pajak untuk pemeliharaan bendungan dan pekerjaan-pekerjaan yang serupa semakin meningkat. Konsekuensinya, biaya-biaya untuk penggarapan tanah, penaburan benih, pemungutan hasil panen, dan sebagainya meningkat. Dengan kata lain, panen padi yang dihasilkan pada kondisi ini membutuhkan biaya yang lebih besar hingga melebihi jangkauan para petani. Kenaikan harga-harga tersebut, terutama benih padi, hampir mustahil mengalami penurunan karena sebagian besar benih padi yang dimiliki oleh para pejabat yang sangat haus kekayaan. Akibatnya para petani kehilangan motivasi untuk bekerja dan memproduksi. Mereka lebih memilih meninggalkan tempat tinggal dan pekerjaannya dari pada selalu hidup dalam penderitaan untuk kemudian menjadi pengembara di daerah-daerah pedalaman. Penempatan sirkulasi mata uang fulus Pada awalnya uang fulus yang mempunyai nilai instrintik jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai nominalnya dicetak sebagai alat transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak signifikan. Oleh sebab itu, jumlah mata uang ini hanya sedikit yang terdapat dalam peredaran.Ketika terjadi defisit anggaran sebagai akibat dari perilaku buruk para pejabat yang menghabiskan uang negara untuk berbagai kepentingan pribadi dan kelompoknya, pemerintah melakukan pencetakan uang fulus secara besar-besaran. Menurut Al-Maqrizi, kegiatan tersebut semakin meluas pada saat ambisi pemerintah untuk memperoleh keuntungan yang besar dari percetakan mata uang yang tidak membutuhkan biaya produksi tinggi yang tidak terkendali. Sebagai penguasa, mereka mengeluarkan maklumat yang memaksa rakyat untuk menggunakan mata uang itu. Jumlah fulus yang dimiliki masyarakat semakin besar dan sirkulasinya mengalami peningkatan sangat tajam, sehingga fulus menjadi mata uang yang dominan. BAB III PENUTUP Kesimpulan Kebijaksaan fiskal adalah penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran pemerintah sebagaimana dalam anggaran pendapatan belanja Negara yang disingkat APBN untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih baikdan laju pembangunan ekonomi yang dikehendaki yang umumnya ditetapkan dalam rencana pembangunan. Dengan pemahaman ini, menjadi wajar kebijkanan fiskal mengalami perubahan dari tahun ketahun. Kebijakan moneter atau politik moneter merupakan politik negara dalam menentukan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan dalam lapangan keuangan negara. Secara lebih khusus kebijakan moneter mempunyai pengertian sebagai tindakan makro pemerintah melalui bank sentral dengan cara mempengaruhi penciptaan uang. Dengan mempengaruhi proses penciptaan uang, pemerintah bisa mempengaruhi jumlah uang beredar, yang selanjutnya pemerintah bisa mempengaruhi pengeluaran investasi, kemudian mempengaruhi permintaan agregeat dan akhirnya tingkat harga seehingga tercipta kondisi ekonomi sebagaimana yang dikehendaki.Kebijakan moneter dalam Islam berbijak pada prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam. Fungsi Uang dalam Islam dibagi menjadi 4 yaitu uang sebagai alat tukar, uang sbagai alat penyimpan nilai, uang sebagai pengukur nilai, dan uang sebagai ukuran standar pembayaran yang ditangguhkan. Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Al-Maqrizi mengungkapkan bahwa sejatinya inflasi tidak terjadi karena faktor alam saja melainkan karena faktor kesalahan manusia. Sehingga berdasarkan faktor penyebabnya Al-Maqrizi menegaskan bahwa inflasi terbagi menjadi (dua) yaitu Natural inflaton, Human Error inflaton. Saran Setelah mempelajari mengenai kebijakan fiskal dan moneter Islam, penulis berharap pembaca dapa lebih memahami mengenai bagaimana ekonomi Islam berjalan dan dapat mempelajari lebih dalam kedepannya dengan mengacukan pada makalah penelitian ini. Namun penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Rahmawati . (2021). Sistem Fiskal dan Moneter Menurut Konvensional dan Islam. Yogyakart: CV Gerbang Media Aksara. Azwar, Adiwarman, Karim 2007, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Fadilla, Jurnal Perbandingan Inflasi Dalam Perspektif Islam dan Konvensional. ISLAMIC BANKING Volume 2 Nomor 2 Februari 2017. Ibrahim Dkk, Azhasyah . (2021). Pengantar Ekonomi Islam. Jakarta: Dapartemen Ekonomi Syariah dan Keuangan Bank- Indonesia. Markiva Dkk, Nur, Raisa . Jurnal:Instrumen Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Ekonomi Islam. JIHBIZ-Volume 6 Nomor 2Tahun 2022. Parakkasi, Idris. Jurnal: Inflasi Dalam Perspektif Islam. LAA MAISYIR, Volume 3, Nomor 1, Juni 2016. Rahmawati, Lilik. Kebijakan Fiskal Islam. Al-Qānūn, Vol. 11, No. 2, Desember 2008. Ridwan. Nawir, Suciawan , Ihsan. (2021). Buku Ekonomi Publik. , Yogyakarta: Pustaka Belajar Rusbi. Zulkifly. (2017). Ekonomi Islam. Riau: Pusat Kajian Pendidikan Islam FAI UIR. Sudirman, Wayan . (2014). Kebijakan Fiskal dan Moneter. Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2 3 5 19