Academia.eduAcademia.edu

Hubungan Karakteristik Ibu dengan Sikap Responsif Anak

Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia

Sikap responsif seorang anak terhadap ibunya merupakan salah satu sikap yang akan terbentuk melalui pola pengasuhan. Pola asuh tidak terlepas dari karakterstik dalam diri orang tua, terlebih ibu. Karakteristik tersebut memberi warna dalam pola asuh yang diterapkan pada anak. Berdasarkan hal tersebut, studi ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara karakteristik ibu dengan sikap responsif pada anak. Studi ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan metode online survey dan wawancara yang disertai observasi. Subjek studi sebanyak 88 responden. Sikap responsif anak dilihat dari reaksi yang kuat selama berinteraksi dengan ibu maupun bertutur atau berceloteh dengan ibu atau pengasuh. Sebagian besar responden berusia 18-35 tahun (64,8%), memiliki pendidikan yang rendah dan menengah (85,2%), dan tidak bekerja (84,1%). Hasil uji chi square dan regresi logistik sederhana menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik antara status pekerjaan ib...

Relationship between Mother's Characteristics and Children's Responsive Attitude

Sikap responsif seorang anak terhadap ibunya merupakan salah satu sikap yang akan terbentuk melalui pola pengasuhan. Pola asuh tidak terlepas dari karakterstik dalam diri orang tua, terlebih ibu. Karakteristik tersebut memberi warna dalam pola asuh yang diterapkan pada anak. Berdasarkan hal tersebut, studi ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara karakteristik ibu dengan sikap responsif pada anak. Studi ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan metode online survey dan wawancara yang disertai observasi.

Subjek studi sebanyak 88 responden. Sikap responsif anak dilihat dari reaksi yang kuat selama berinteraksi dengan ibu maupun bertutur atau berceloteh dengan ibu atau pengasuh. Sebagian besar responden berusia 18-35 tahun (64,8%), memiliki pendidikan yang rendah dan menengah (85,2%), dan tidak bekerja (84,1%). Hasil uji chi square dan regresi logistik sederhana menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik antara status pekerjaan ibu dengan sikap responsif anak, dimana anak dari ibu yang bekerja memiliki kemungkinan lebih besar untuk bersikap responsif, baik dilihat dari reaksi yang kuat selama interaksi (OR=3,9; 95% CI=0,998-15,013; p<0,05) maupun bertutur kata dalam 5 detik setelah perkataan ibu (OR=3,5; 95% CI=0,995-12,081; p<0,05). Pada penelitian ini, tidak terbukti adanya hubungan antara usia ibu (p=0.803) dan pendidikan ibu (p=0.066) dengan sikap responsif anak. Dari hasil studi ini, disarankan bagi ibu yang bekerja untuk mengatur waktu supaya tetap kondusif dalam mengasuh anak karena status ibu bekerja mempengaruhi sikap responsif anak.

The responsive attitude of a child towards his/her mother is among the attitudes formed through parenting. Parenting is inseparable from the characteristics of the parents, especially mothers. These characteristics give nuances to the parenting applied to their children. Therefore, this study aims to examine the relationship between mother's characteristics and responsiveness of the children. This study applied cross-sectional design. Data were collected through online surveys and face-foface interview with observation. Child responsiveness was evaluated from strong reactions during mother and child interaction or speaking or chattering with mothers or caregivers. The study subjects were 88 respondents. Majority of the mothers were aged between 18 and 35 years (64.8%), have low or middle level education (85.2%), and do not work (84.1%). Results of chi-square and simple logistic regression show statistically significant relationship between the mother's working status and child's responsiveness, in which children of mothers who work are more likely to show responsive attitude, as seen from strong reactions during mother-child interaction (OR=3,9; 95% CI=0,998-15,013; p<0,05) or speaking/chattering within 5 minutes after the mothers talked (OR=3,5; 95% CI=0,995-12,081; p<0,05). This study does not find statistically significant relationship between mothers' age and education and children responsiveness. Findings from this study suggests working mothers to manage their time in order to remains provides optimal parenting because mothers' working status is associated with children responsiveness.

Pengasuhan merupakan semua hal yang mencakup apa yang seharusnya dilakukan oleh kedua orang tua dalam menjalankan tugasnya untuk perkembangan dan pertumbuhan seorang anak. 1 Pola asuh merupakan interaksi antara anak dengan orang tua. Pola asuh merupakan faktor penting dalam pengasuhan. Pola asuh terjadi dalam bentuk pemenuhan kebutuhan fisik berupa makan dan minum, psikologis berupa rasa aman, kasih sayang, dan perlindungan, serta anak juga harus diajarkan normanorma yang berlaku di masyarakat agar hidupnya berjalan selaras dengan lingkungan. 2 Peran orang tua sangat erat kaitannya dengan perkembangan pada anak. Segala hal mengenai anak akan menjadi tanggung jawab kedua orang tua, terlebih lagi seorang ibu. 1 Pola asuh dan keberadaan ibu sangat berpengaruh terhadap sikap anak. Sikap responsif dari seorang anak terhadap ibunya menjadi salah satu sikap yang akan terbentuk dalam pola pengasuhan.

Pada masa awal kehidupan, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda. Dalam masa tersebut terjadi pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, keterampilan motorik dan sosial emosi berjalan begitu cepat pada anak.

Pengalaman akan terekam sangat jelas dalam alam sadar pada usia awal kehidupan yang akan membentuk sikap anak kelak. 3 Untuk mencapai suatu keberhasilan pertumbuhan serta perkembangan anak ini membutuhkan peran pengasuh anak, terutama ibu. Jika peran tersebut dapat dijalankan dengan baik oleh ibu maka tumbuh kembang anak dapat optimal.

Pola asuh tidak terlepas dari karakterstik dalam diri orang tua terlebih ibu. Karakteristik tersebut memberi warna dalam pola asuh yang diterapkan pada anak. Usia, status pekerjaan, dan tingkat pendidikan menjadi beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi pola asuh tersebut. 1 Pola asuh berupa sikap, perilaku, dan pemberian kasih sayang terhadap anak akan mempengaruhi sikap responsif anak. 4 Pada era globalisasi ini banyak ibu yang memilih untuk bekerja dan menjadi wanita karir. Saat ini jumlah wanita yang bekerja semakin meningkat, baik di sektor formal maupun informal. 5 Mereka bekerja dengan alasan yang beragam, salah satunya adalah untuk menambah penghasilan ekonomi keluarga. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional atau Sakernas tahun 2021, jumlah angkatan kerja wanita diperkirakan sebesar 36,20%. Lebih tinggi 1,55% dibandingkan dengan persentase di tahun 2020 yakni sebanyak 34,65%. 6 Status ibu bekerja dapat berdampak terhadap perkembangan serta sikap anak. 1 Ibu yang bekerja akan memiliki waktu lebih sedikit untuk anaknya. Perhatian yang mereka berikan kepada anak juga lebih berkurang akibat waktu yang lebih sedikit bersama anak. Keadaan ini dikhawatirkan akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. 1 Menurut WHO, 5-25% anak usia 2-6 tahun mengalami berbagai gangguan perkembangan seperti keterlambatan motorik, gangguan bahasa, dan cara bersosialisasi. 7 Hal tersebut dikarenakan kurangnya perhatian yang diberikan oleh ibu kepada anak terutama pada masa awal kehidupan anak dimana pada masa tersebut dibutuhkan perhatian untuk mendapat rangsangan atau stimulasi untuk berkembang. 5 Secara umum, sikap responsif anak ketika berinteraksi dengan ibunya tentu saja akan memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan anak yang diasuh oleh ibu rumah tangga. Anak membutuhkan interaksi positif dengan ibunya. Ketika anak diasuh langsung oleh ibu, dapat dikatakan interaksi positif tersebut akan sangat mudah terjadi ketimbang ketika anak bersama dengan pengasuhnya dikarenakan ibu sibuk bekerja. Jika terdapat hubungan antara status ibu yang bekerja dengan sikap responsif anak dapat dikatakan bahwa kurangnya waktu ibu bersama anak dikarenakan status ibu yang bekerja membuat perbedaan reaksi dan sikap anak saat berceloteh atau bertutur setelah ibu berbicara dengan anak. Ketika hal tersebut terjadi, ibu yang bekerja diharapkan mampu mengatur waktu dalam mengasuh dan memberikan perhatian kepada anak agar nantinya anak memiliki stimulasi untuk berkembang dengan baik sehingga terdapat reaksi yang kuat ketika merespon ibu saat berceloteh atau bertutur.

Tingkat pendidikan dan usia ibu juga memegang peranan penting dalam menerapkan pola asuh yang kemudian akan membentuk sikap seorang anak. Salah satunya adalah sikap responsif sendiri. Pendidikan menjadi salah satu hal terpenting yang harus dimiliki guna mendidik dan membentuk sikap anak. 8 Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Siti Maryam meneliti variabel pendidikan dan pola asuh ibu sebagai karakteristik dalam mengasuh dan membentuk sikap anak. 8 Pola asuh yang dilakukan oleh ibu berupa perawatan dan perlindungan bagi anak, praktik menyusui dan pemberian MP-ASI, pengasuhan psiko-sosial, penyiapan makanan, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, dan praktik kesehatan dirumah sakit dan pola pencarian pelayanan kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, memberikan hasil bahwa tingkat pendidikan ibu bervariasi mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi. Terdapat persentase distribusi frekuensi tingkat pendidikan ibu. Namun, tidak ada penjelasan lebih detail mengenai apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan sikap responsif anak yang terbentuk. Hasil yang terdapat pada variabel pola asuh ibu yang terdiri dari beberapa aspek seperti yang disebutkan sebelumnya juga hanya menjelaskan persentase distribusi frekuensi dari setiap aspek. Sedangkan, penelitian yang dilakukan oleh Suharsono et al. 4 meneliti beberapa variabel antara lain usia orang tua, usia anak, pendidikan orang tua, dan jenis kelamin anak sebagai karakteristik dari responden. Dalam penelitian tersebut, karakteristik dari responden akan dikaitkan dengan jenis pola asuh yang diterapkan orang tua dan kemampuan sosialisasi anak. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan berbagai karakteristik responden seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh dengan kemampuan sosialisasi anak. Namun, pada penelitian tersebut, karakteristik dan pola asuh orang tua tidak dikaitkan dengan sikap responsive. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan hasil tersebut tidak menjadi bagian dari tujuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti memiliki ketertarikan untuk meneliti lebih lanjut hubungan antara karakteristik ibu berupa status pekerjaan, usia, dan pendidikan dengan sikap responsif anak.

Metode

Pada penelitian ini, desain penelitian merupakan penelitian noneksperimental dengan menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional dan metode pengumpulan data berupa online survey dan observasi langsung. Untuk melihat sejauh mana skala interaksi yang dilakukan antara anak dengan pengasuh, khususnya seorang ibu, peneliti menggunakan studi kuantitatif. Sedangkan online survey dan observasi langsung dilakukan untuk melihat variabel-variabel independen yang akan dikaitkan dengan interaksi sosial anak. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu.

Obervasi langsung dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2020 saat lokasi penelitian masuk ke dalam area wilayah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan dilakukan pada sore hari. Lokasi yang dipilih pada penelitian ini merupakan wilayah urban, yaitu Kota Depok dan Kota Bekasi. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut, adalah karena di wilayah tersebut memiliki jumlah penduduk yang tinggi dan dekat dengan Ibu Kota Jakarta sehingga sangat representatif untuk menjadi lokasi penelitian ini. Observasi dilakukan dengan cara mengamati interaksi antara ibu dengan anak saat bermain. Observer memberikan building block kepada anak, kemudian anak bermain bersama ibunya selama 5 menit. Selanjutnya, observer mendokumentasikan dalam bentuk video dan mengamati video tersebut untuk melakukan penilaian. Sebelum dilakukan observasi, dilakukan pelatihan terlebih dahulu sebanyak dua kali untuk observer untuk meninjau pemahaman para observer dalam melakukan observasi penelitian ini.

Sampel penelitian dalam penelitian ini diambil menggunakan pendekatan non-probability sampling, yaitu suatu prosedur penarikan sampel yang bersifat subjektif, dalam hal ini probabilitas pemilihan elemen populasi tidak dapat ditentukan. Dalam penelitian ini, tim peneliti menghubungi pihak stakeholder atau tokoh masyarakat di wilayah Kota Depok dan Kota Bekasi terkait izin penyebaran kuesioner secara online maupun izin melakukan observasi langsung dengan responden. Responden yang dimaksud pada penelitian ini adalah ibu. Kuesioner didesain dengan menggunakan Google Form yang langsung diberikan kepada responden saat observasi dengan metode wawancara, kemudian diisi oleh peneliti pada saat observasi dan tidak dapat diisi secara jarak jauh. Sehingga, ketika responden mengisi kuisioner pada Google Form, data langsung masuk ke dalam database penelitian. Kemudian untuk pengambilan data primer, peneliti memilih responden berdasarkan data yang diperoleh dari online survey yang telah dilakukan dengan jumlah sampel yang sudah ditargetkan sebanyak 100 responden, dan dipilih dengan dengan teknik purposive sampling. Di mana pemilihan sampel bertitik tolak pada penelitian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar representatif.

Dari target sejumlah 100 responden, sampel yang dianalisis hanya sejumlah 88 responden pada saat observasi yang dinilai paling sesuai dengan kriteria responden penelitian dan responden yang bersedia untuk diobservasi. Sumber data dari Google Form digunakan sebagai data awal dalam menentukan sampel penelitian data kuantitatif di lapangan. Data tersebut kemudian digunakan dalam kunjungan lapangan responden untuk pengambilan data Interaction Rating Scale. 9 Interaction Rating Scale (IRS) atau Skala Penilaian Interaksi merupakan alat ukur yang dikembangkan untuk mengevaluasi interaksi anak dan ibu secara singkat dalam aktivitas kehidupan seharihari. Alat ukur ini diimplementasikan dengan melakukan observasi terhadap interaksi antara anak dan ibu. Proses pengamatan dilakukan secara langsung oleh peneliti untuk dievaluasi dan dikategorikan, ataupun dengan direkam dan dievaluasi kemudian. Nilai reliabilitas inter-observer yang diperoleh untuk alat ukur ini adalah sebesar 90%. Alat ukur ini memiliki nilai Cronbach's Alpha dalam rentang 0.43 sampai 0.88 untuk setiap kategorinya, dengan total internal consistency sebesar 0.85 -0.91 yang menunjukkan instrument ini reliabel. 9 Untuk kriteria inklusi dalam penelitian ini mencakup responden yang memiliki alamat tempat tinggal yang jelas dan terletak berdekatan dengan beberapa responden lainnya. Kriteria eksklusi adalah data yang tidak lengkap atau responden yang tidak berada di rumah saat kunjungan lapangan dilakukan. Namun, ketika observasi dilakukan, responden yang ditargetkan sebagian besar bekerja paruh waktu atau tidak bekerja sehingga saat observasi yang dilaksanakan pada sore hari, responden sudah berada di rumah.

Peneliti

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status pekerjaan memiliki hubungan terhadap kedua bentuk sikap responsif anak yang diteliti, yaitu bereaksi yang kuat dalam interaksi dan dalam bertutur atau berceloteh dalam 5 detik setelah perkataan pengasuh. Namun, usia dan pendidikan ibu tidak menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap sikap responsif anak baik dalam bentuk reaksi yang kuat dalam interaksi maupun dalam bertutur atau berceloteh dalam 5 detik setelah perkataaan pengasuh.

Sikap anak dalam merespon sesuatu atau sikap responsif anak tidak muncul begitu saja. Ada beberapa hal yang mempengaruhi bagaimana sikap anak dalam merespon sesuatu. Salah satunya adalah kualitas pemberian stimulasi tumbuh kembang anak. Perilaku pemberian stimulasi tumbuh kembang anak merupakan perilaku atau kegiatan yang merangsang stimulus dan melatih anak, seperti melatih kemampuan motorik, kemampuan bahasa dan kognitif, dan kemampuan anak dalam melakukan sosialisasi dan menjadi mandiri. 10 Pemberian stimulasi tumbuh kembang anak dapat memberikan pengalaman baru bagi anak. Seperti latihan berjalan saat bayi, latihan berbahasa yang santun, atau latihan berperilaku sopan. Ini menandakan bahwa pemberian stimulasi pada anak saat masa tumbuh kembangnya dapat membentuk sikap anak karena anak mendapatkan pengalamanpengalaman baru. 3 Sehingga dapat dikatakan bahwa sikap anak, termasuk sikap responsif anak berkemungkinan dipengaruhi oleh bagaimana kualitas pengasuh (ibu) saat melakukan pemberian stimulasi pada anak saat masa tumbuh kembang anak.

Pemberian stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan saat anak berusia sedini mungkin (0-6 tahun) karena pada usia ini anak memasuki masa awal tumbuh kembang dan pemberian stimulasi harus dilakukan secara terus menerus agar kemampuan anak dapat optimal dalam masa tumbuh kembangnya. Pemberian stimulasi dalam tumbuh kembang anak dapat dilakukan dengan berbagai cara yang melibatkan berbagai indera anak. Misalnya pemberian stimulasi dilakukan melalui media verbal, audiktif, visual dan lain-lain. 11 Selain itu, kuantitas pemberian stimulasi tumbuh kembang anak juga berdampak pada anak. Semakin sering pengasuh yang dalam hal ini adalah ibu memberikan stimulasi pada anak saat masa tumbuh kembangnya, maka anak akan semakin cepat berkembang. 12 Dan begitu pun sebaliknya, semakin jarang pengasuh (ibu) memberikan stimulasi pada anak saat masa tumbuh kembangnya, maka perkembangan anak akan menjadi lambat, terganggu, atau bahkan memunculkan masalah perkembangan anak berjangka panjang. 11 dengan ibu usia muda., sehingga penambahan pengetahuan yang diperolehnya pun juga berkurang 11 .

Azizah (2014), juga mengatakan dalam penelitiannya bahwa tingkat pendidikan ibu juga mempengaruhi kualitas ibu dalam memberikan stimulasi dalam tumbuh kembang anak. Ibu yang berpendidikan rendah (pendidikan dasar) memiliki kualitas pemberian stimulasi yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Ibu yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memiliki wawasan yang lebih luas sehingga lebih ahli dalam memberikan stimulasi kepada anak saat masa tumbuh kembangnya. 14 Dalam penelitian kami, mayoritas responden adalah ibu dengan tingkat pendidikan rendah. Ini merupakan hal yang sangat disayangkan karena bagaimanapun, ibu akan bisa menyampaikan wawasan yang dimilikinya baik dalam bentuk stimulus atau dalam bentuk lain kepada anaknya apabila dia telah memiliki wawasan tersebut. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Tarbiyah (2009), ibu akan berhasil memberikan pendidikan kepada anaknya apabila ia telah memiliki pendidikan tersebut (Tarbiyah (2009) dalam L. N. Azizah, 2014). Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka maka semakin baik pula perilakunya 15 . Sehingga, ibu dengan pendidikan tinggi berpeluang lebih besar untuk memberikan stimulasi pada anaknya dibandingkan dengan ibu dengan berpendidikan rendah. 16 Walaupun usia dan tingkat pendidikan ibu secara langsung tidak memiliki hubungan dengan sikap responsif anak, baik dalam memperlihatkan reaksi yang kuat selama interaksi maupun dalam bertutur atau berceloteh dalam 5 detik setelah perkataan pengasuh, usia ibu dan tingkat pendidikan ibu ternyata mempengaruhi perilaku ibu saat memberikan stimulasi dalam tumbuh kembang anak. Azizah (2014), dalam penelitiannya mengatakan bahwa usia ibu memiliki hubungan dengan perilaku ibu dalam memberikan stimulasi tumbuh kembang anak. 11 Dalam penelitiannya, usia ibu yang tergolong usia dewasa muda (<32 tahun) memiliki kualitas perilaku pemberian stimulasi tumbuh kembang anak yang lebih baik daripada ibu yang tergolong usia dewasa tua (>32 tahun). Dalam penelitian kami, jumlah ibu yang menjadi responden adalah 88 orang. Dimana 64,8% di antaranya atau 57 dari 88 responden berusia kurang dari 36 tahun (<36 tahun) dan 35,2% atau 31 dari 88 responden berusia 36-54 tahun. Berdasarkan pengkategorian usia dalam penelitian berdasarkan pada tingkat kedewasaan yang dilakukan oleh WHO, responden dari penelitian kami sebagian ada yang tergolong ke dalam kategori dewasa muda (<32 tahun) dan ada juga yang masuk ke dalam kategori dewasa tua (>32 tahun). 13 Sehingga bisa disimpulkan bahwa beberapa responden penelitian kami memiliki kualitas pemberian stimulasi yang baik. Banyak hal yang menyebabkan ibu usia dewasa tua memiliki kualitas perilaku pemberian stimulasi yang lebih buruk dibandingkan dengan ibu usia dewasa muda. Salah satunya adalah dikarenakan pada usia dewasa tua, ibu memiliki daya ingat yang lebih lemah dibandingkan Berbeda dengan karakteristik usia dan tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu memiliki hubungan secara langsung terhadap sikap responsif anak, baik dalam memperlihatkan reaksi yang kuat selama interaksi maupun dalam bertutur atau berceloteh dalam 5 detik setelah perkataan pengasuh. Anak dari ibu yang bekerja lebih cenderung menunjukkan sikap responsif dibanding anak dari ibu yang tidak bekerja. Hal ini berbeda dengan anggapan umum bahwa ibu yang bekerja cenderung tidak memiliki waktu cukup untuk berinteraksi dengan anak sehingga pola asuhnya tidak optimal. Ibu dengan status tidak bekerja memiliki waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Azizah (2012). Dimana di dalam penelitian tersebut, ibu rumah tangga (tidak bekerja) memiliki waktu yang lebih banyak untuk berinteraksi dengan anak. 17 Pada penelitian ini, sebagian besar ibu yang bekerja berprofesi sebagai guru dengan jam kerja kurang dari 8 jam sehingga para ibu tersebut kemungkinan masih memiliki waktu yang lebih untuk mengasuh anak dibandingkan ibu yang bekerja dengan jam kerja penuh. Penjelasan lain pada penelitian ini adalah bahwa ibu yang bekerja kemungkinan memahami pentingnya peran mereka dalam pengasuhan anak sehingga tetap memberikan waktu Daftar Pustaka Kesimpulan interaksi yang berkualitas dengan anak.

Ada berbagai macam alasan mengapa wanita lebih memilih bekerja di luar rumah. Di antaranya adalah gaji suami yang tidak memenuhi kebutuhan hidup keluarga, keperluan pribadi seperti ingin memiliki pendapatan sendiri dan untuk mengembangkan bakat dan hobi, serta alasan lain 18 . Seorang wanita karir yang sudah memiliki anak harus dapat membagi waktu antara bekerja dengan berinteraksi dengan anak. Selain harus bekerja, wanita karir harus tetap menjaga anaknya. Inilah yang disebut dengan peran ganda. Karena bagaimanapun, ibu adalah sosok yang paling penting bagi anak. Ibu adalah pemenuh kebutuhan fisik dan mental anak, pemberi contoh kepada anak, dan menjadi penyedia lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak. 19 Selain itu, ibu juga adalah pendidik, pengasuh, pemelihara, dan pemberi kasih sayang bagi anak. 20 Sangat penting bagi seorang wanita karir yang memiliki peran ganda untuk mendapatkan dukungan dari suami serta strategi coping. Karena dua hal ini merupakan hal yang sangat diperlukan bagi wanita karir agar sukses untuk menjalani peran gandanya. 21 Beberapa hal di dalam penelitian belum dapat kami bahas. Hal ini dikarenakan oleh keterbatasan penelitian. Keterbatasan penelitian utama kami adalah analisis yang tidak dikontrol dengan variable lain dan juga sedikitnya penelitian yang meneliti hal yang serupa dengan yang kami teliti. Selain itu, jenis pekerjaan ibu yang umumnya adalah guru kemungkinan tidak representatif terhadap seluruh populasi ibu bekerja. Namun demikian, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut untuk memahami hubungan antara status ibu bekerja dan karakteristik lainnya terhadap sikap responsif anak.

Mayoritas responden memiliki karakteristik sebagian besar berusia 18-35 tahun, pendidikan rendah hingga menengah, yaitu tidak bersekolah sampai pendidikan SMA, dan tidak bekerja. Diantara ibu yang bekerja, umumnya berprofesi sebagai guru dengan durasi jam kerja kurang dari 8 jam sehari. Karakteristik ibu diuji hubungannya terhadap sikap responsif anak, baik dalam reaksi yang kuat selama interaksi maupun dalam berceloteh. Terdapat hubungan yang signifikan antara ibu dengan sikap responsif anak, serta tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu dan pendidikan ibu dengan sikap responsif anak. Hasil penelitian ini menekankan pentingnya bagi ibu yang bekerja untuk mengatur waktu supaya tetap dapat memberikan pengasuhan yang optimal kepada anak.