Academia.eduAcademia.edu

Konsep Manusia Sempurna Dalam Pandangan Lao Tze Dan Al-Ghazali

2017

Penelitian ini mengkaji tentang konsep Manusia Sempurna dalam pandangan Lao Tze dan al-Ghazali. Kajian ini penting dan menarik, sebab penelitian tentang konsep manusia sempurna menjadi kajian yang penting untuk dimengerti oleh manusia sebagai wacana guna menentukan status manusia, dan keadaan paling ideal bagi manusia, pembahasan ini kemudian menjadi topik mendasar dalam sistem filsafat dan agama, baik dalam relevansinya dalam kehidupan serba canggih masa kini. Dua tokoh hebat yang memiliki latar belakang berbeda, menarik perhatian penulis untuk mengkaji pemikiran kedua tokoh tentang konsep manusia sempurna, guna mencari kebenaran yang dapat menjelaskan tentang manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kebahagiaan di masa pembangunan disegala sektor di negri ini. Data penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah studi komparatif. Kemudian penulis mendeskripsikan latar belakang kedua tokoh dan pemikiran-pemikiran kedua t...

HALAMAN JUDUL KONSEP MANUSIA SEMPURNA DALAM PANDANGAN LAO TZE DAN AL-GHAZALI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama Oleh: AHMAD SAMSUDIN NIM.12520005 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2017 i MOTTO “Lakukan terbaik yang kamu inginkan” Monkey D. Luffy, (Echiro Oda, One Piece Z, 2012) v PERSEMBAHAN Saya persemahkan skripsi ini kepada ibu saya Sarwiyati dan ayahanda Dasuli yang penuh dengan kesabaran dan kasih sayangnya dalam merawat anak-anaknya sejak saya masih dalam kandungan hingga sekarang. Untuk kedua adikku yang menjadi semangatku untuk segera menyelesaikan sekripsi ini dan semoga menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua, agama, bangsa, dan Negara. Amin. vi ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang konsep Manusia Sempurna dalam pandangan Lao Tze dan al-Ghazali. Kajian ini penting dan menarik, sebab penelitian tentang konsep manusia sempurna menjadi kajian yang penting untuk dimengerti oleh manusia sebagai wacana guna menentukan status manusia, dan keadaan paling ideal bagi manusia, pembahasan ini kemudian menjadi topik mendasar dalam sistem filsafat dan agama, baik dalam relevansinya dalam kehidupan serba canggih masa kini. Dua tokoh hebat yang memiliki latar belakang berbeda, menarik perhatian penulis untuk mengkaji pemikiran kedua tokoh tentang konsep manusia sempurna, guna mencari kebenaran yang dapat menjelaskan tentang manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kebahagiaan di masa pembangunan disegala sektor di negri ini. Data penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah studi komparatif. Kemudian penulis mendeskripsikan latar belakang kedua tokoh dan pemikiran-pemikiran kedua tokoh untuk memberikan penjelasan dalam tema manusia sempurna. Kemudian memaparkan persamaan dan perbedaan pemikiran kedua tokoh tentang tema tersebut. Selanjutnya penulis menganalisis dengan menggunakan teori kebahagiaan dari Aristoteles. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep manusia sempurna Lao Tze dan alGhazali hadir dengan berbagai macam tawaran dan ajaran bagaimana manusia menjalani kehidupannya. Berdasarkan pada penemuan tersebut, untuk mencapai kesempurnaan manusia memiliki banyak jalan dan cara. Namun pandangan kedua tokoh tentang konsep manusia sempurna, Lao tze dan al-Ghazali, dari hasil mengkomparasikan pandangan kedua tokoh diketahui bahwa: Untuk mencapai tujuan yang menghasilkan kebahgiaan bagi manusia, manusia harus memiliki tujuan yang mengarah pada Yang Maha Segalanya dan dapat menyatu dengan-Nya. Perbedaan dari konsep manusia sempurna kedua tokoh adalal: Lao Tze lebih menekankan pada eksistensi manusia. Sedangkan al-Ghazali lebih menekanka pada esensi manusia dalam usaha mencapai manusia sempurna. Berdasarkan temuan tersebut disimpulkan bahwa, manusia sempurna menurut Lao Tze adalah manusia yang telah mengerti Tao dan mampu melebur dengannya. Sedangkan manusia sempurna menurut al-Ghazali adalah manusia yang berpotensi untuk ma‟rifat. Persamaan dan perbedaan kedua tokoh dari konsep manusia sempurna adalah: Lao Tze lebih menekankan pada ranah eksistensi manusia. Sedangkan al-Ghazali lebih menekankan pada ranah esensi manusia itu sendiri. Perbedaan dan persamaan kedua tokoh tidak bisa dihindari melihat dari kondis sosial, letak geografis, budaya dan latar belakang yang berbeda dari kedua tokoh. . Kata kunci: Manusia Sempurna, Lao Tze dan al-Ghazali vii KATA PENGANTAR Tidak ada yang terucap selain puji dan syukur kepada penguasa alam semesta, yakni kepada Allah Swt. yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konsep Manusia Sempurna dalam Pandangan Lao Tze dan al-Ghazali”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada manusia yang paling sempurna, Nabi Muhammad Saw. dan semoga keslamatan tetap tercurah kepada keluarga dan para shabatnya. Dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki penulis dapat menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh kata sempurna dan masih banyak kekurangan. Namun, penulis berharap apa yang ditulis dengan usaha yang maksilmal ini dapat memberikan kontribusi serta menjadi batu loncatan bagaimana penelitian lebih lanjut. Maka, dalam kesempatan ini penulis banyak terima-kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, sehingga skripsi ini dapat selesai, terutama kepada: 1. Pembimbing skripsi, bapak Drs. Muhammad Rifai Abduh, M.A. 2. Pembimbing akademik, bapak Dr. H. Ahmad Singgih Basuki, M.A. 3. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bapak Dr. Alim Roswantoro, S. Ag., M. Ag. 4. Kepala Jurusan Studi Agama-Agama, Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bapak Dr. Ustadi Hamsah, S.Ag., M.Ag. 5. Seluruh Staf kantor dan pengajar Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. viii Tidak terlupakan ucapan terima-kasih penulis sematkan kepada temanteman GEMPA 12, sebagai teman angkatan sekaligus teman menimba ilmu di Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tanpa kehadiran kalian, pencarian ilmu ini terasa hamba dan hampar, terutama kepada semua guru sekaligus teman yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi secepat mungkin. Tidak terlupakan keluarga besar komplek K1 PONPES Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta dan seluruh guruku di PONPES Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta yang telah memberikan banyak ilmu dan kenangan, bahkan menjadi bagian keluarga, meskipun kita sering berselisih faham namun kita tetap makan dalam satu loyang. Tidak bisa aku ucapkan kepada kalian selain sukses selalu dan banyak terima kasih. Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis memohon ampun dan petunjuk dari segala kesalahan. Yogyakarta, 01 Agustus 2017 Penulis ix PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB/ LATIN Transliterasi huruf Arab kedalam huruf latin yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987. A. Konsonan Tunggal Huruf Arab ‫ا‬ ‫ة‬ ‫ت‬ ‫ث‬ ‫ج‬ ‫ح‬ ‫خ‬ ‫د‬ ‫ذ‬ ‫ز‬ ‫ش‬ ‫س‬ ‫ش‬ ‫ص‬ ‫ض‬ ‫ط‬ ‫ظ‬ ‫ع‬ ‫غ‬ ‫ف‬ ‫ق‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫و‬ Nama Alîf Bâ‟ Tâ‟ Sâ‟ Jîm Hâ‟ Khâ‟ Dâl Zâl Râ‟ zai sin syin sâd dâd tâ‟ zâ‟ „ain gain fâ‟ qâf kâf lâm mîm Huruf Latin Tidak dilambangkan b t ś j ḥ kh d ż r z s sy ṣ ḍ ṭ ẓ „ g f q k l m x Keterangan tidak dilambangkan be te es (dengan titik di atas) je ha (dengan titik di bawah) ka dan ha de zet (dengan titik di atas) er zet es es dan ye es (dengan titik di bawah) de (dengan titik di bawah) te (dengan titik di bawah) zet (dengan titik di bawah) koma terbalik di atas ge ef qi ka `el `em ٌ ‫و‬ ‫هـ‬ ‫ء‬ ً nûn wâwû hâ‟ hamzah yâ‟ n w h ‟ Y `en w ha apostrof ye B. Konsonan rangkap karena syaddah ditulis rangkap Ditulis Muta„addidah Ditulis „iddah ‫حكًة‬ Ditulis H฀ikmah ‫عهة‬ Ditulis „illah ‫يتعّددة‬ ‫عدّة‬ C. ฀ah di akhir kata 1. Bila dimatikan ditulis h (ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya). 2. Bila diikuti dengan kata sandang „al‟ serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis dengan h. ‫كسايةاألونيبء‬ Ditulis Karâmah al-auliyâ‟ 3. Bila ta‟ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan dammah ditulis t atau h. ‫شكبةانفطس‬ Ditulis xi Zakâh al-fiţri D. Vokal pendek __َ_ Fathah A Ditulis ‫فعم‬ ditulis __ِ_ fa‟ala i ditulis ‫ذكس‬ kasrah ditulis __ُ_ żukira u ditulis ‫يرهت‬ ditulis yażhabu dammah E. Vokal panjang 1 2 3 fath฀ah + alif Ditulis  ‫جبههية‬ ditulis jâhiliyyah fath฀ah + ya‟ mati ditulis â ‫تنسي‬ ditulis tansâ kasrah + ya‟ mati ditulis î ditulis karîm dammah + wawu mati ditulis û ‫فسوض‬ ditulis fur d฀ ‫كـسيى‬ 4 xii F. Vokal rangkap fathah + ya‟ mati Ditulis Ai ‫ثينكى‬ ditulis bainakum fathah + wawu mati ditulis au ‫قول‬ ditulis qaul 1 2 G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof ‫أأنتى‬ Ditulis A‟antum ‫أعدت‬ ditulis U„iddat ditulis La‟in syakartum ‫نئنشكستى‬ H. Kata sandang alif + lam 1. Bila diikuti huruf Qamariyyah ditulis dengan menggunakan huruf “l”. ٌ‫انقسآ‬ Ditulis Al-Qur‟ân ‫انقيبس‬ Ditulis Al-Qiyâs 2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, dengan menghilangkan huruf l (el) nya. ‫انسًآء‬ Ditulis As-Samâ‟ ‫انشًس‬ Ditulis Asy-Syams xiii I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat Ditulis menurut penulisannya. ‫ذُوى انفسوض‬ ‫أهم انسنة‬ Ditulis aw al-fur d฀ Ditulis Ahl as-Sunnah xiv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... ii HALAMAN NOTA DINAS................................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv MOTTO ................................................................................................................. v PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi ABSTRAK ........................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB/ LATIN ............................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 2 A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 2 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 9 C. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................. 9 D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 10 E. Kerangka Teori ..................................................................................... 15 F. Metode Penelitian ................................................................................. 20 G. Sistematika Pembahasan ...................................................................... 22 BAB II GAMBARAN UMUM MANUSIA SEMPURNA ............................... 23 A. Pengertian Manusia Sempurna ............................................................. 23 1. Manusia Sempurna dalam Islam ...................................................... 27 2. Manusia sempurna dalam Taoisme.................................................. 31 B. Manusia Sempurna Menurut Para Filsuf .............................................. 35 C. Manusia Sempurna Menurut Para Sufi ................................................. 41 BAB III BIOGRAFI LAO TZE DAN AL-GHAZALI ................................... 45 A. Sejarah Kehidupan dan Pengalaman Lao Zi......................................... 45 1. Latar Belakang Kehidupan .............................................................. 45 2. Lao Tze Sebagai Nama Tokoh......................................................... 50 3. Lao Tze sebagai Buku..................................................................... 53 xv 4. Lao Tze dan Tao Te Ching .............................................................. 55 B. Sejarah dan Kehidupan Al-Ghazali ...................................................... 57 1. Biografi al-Ghazali .......................................................................... 57 2. Pengembaraan Al- Ghazali .............................................................. 59 3. Karya-Karya al-Ghazali ................................................................... 66 BAB IV KONSEP MANUSIA SEMPURNA DALAM PANDANGAN LAO TZE DAN AL-GHAZALI .................................................................................. 69 A. Konsep Manusia Sempurna Lao Tze dan Al-Ghazali .......................... 69 1. Manusia Sempurna Lao Tze ............................................................ 69 2. Konsep Manusia Sempurna Al-Ghazali .......................................... 82 B. Persamaan dan Perbedaan Manusia Sempurna dalam Pandangan Lao Tze dan Al-Ghazali ................................................................................... 98 1. Persamaan ........................................................................................ 99 2. Perbedaan ....................................................................................... 101 C. Relevansi Konsep Manusia Sempurna Masa Kini ............................. 103 BAB V PENUTUP ............................................................................................. 111 A. Kesimpulan ......................................................................................... 111 B. Saran ................................................................................................... 112 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 113 CURRICULUM VITEA ................................................................................... 119 LAMPIRAN .............................................................. Error! Bookmark not defined. xvi 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep manusia sempurna menjadi kajian yang penting untuk dimengerti oleh manusia sebagai wacana untuk menentukan status manusia, dan kedaan paling ideal bagi manusia. Pembahasan ini kemudian menjadi topik mendasar dalam sistem filsafat dan agama, baik tradisional maupun modern.1 Pembicaraan tentang bagaimanakah seharusnya manusia menjadi manusia, inilah yang kemudian mengarah kepada lahirnya konsepsi-konsepsi tentang manusia yang sejati, yang ideal, yang sempurna, insan kāmīl, bahkan yang suci. Kajian tentang kesempurnaan manusia adalah kajian yang menarik dan penting. Kajian ini menarik karena menyangkut kepuasan batin, kebahagiaan dan makna kehidupan yang sejati. Membahas Lao Tze dan al-Ghazali dalam konsep manusia sempur yang bertujuan agar manusia tidak lupa akan kemanusiaannya, pemabahasan ini akan lebih kepada ranah ontology. Namun ujung dari pada pembahasan ini pada akhirnya menyinggung ranah aksiologi. Disadari atau tidak, nilai-nilai dalam realitas kehidupan telah mengalami kemerosotan yang menjadikan manusia lupa akan kemanusiaannya. Kriminalitas dan permasalahan sosial lainnya menjadi cermin manusia akibat dari pendewaan terhadap modernisme dan kebebasan tanpa batas. Modernitas dan kebebasan berekspresi bukanlah masalah apa bila itu semua 1 Seyyed Mohsen Mihri, Sang Manusia Sempurna; Antara Filsafat Islam Dan Hindu terj. Zubair (Jakarta: Teraju, 2004), hlm. 20. 3 disikapi dengan bijak. Namun kebebasan tanpa kebijaksanaan hanya akan memunculkan isu-isu yang mengakibatkan kekacauan dalam tatanan masyarakat. Permasalahan kepimimpinan, penistaan, penyesatan, isu-isu sosial, telah memunculkan banyak peraturan baru. Di sadari atau tidak, peraturan baru hanya akan menimbulkan bentuk kejahatan manusia yang baru. Lambat laun manusia mencoba keluar dari hiruk pikuk dunia, untuk mencari kebahagiaan sejati. Kebahagian sejati yang akan membawa manusia lebih bijak dalam menyikapi permasalahan-permasalahan zaman ini. Oleh karena itu, pandangan tentang manusia sempurna menjadi penting karena berkaitan erat dan menjadi bagian dari sistem kepercayaan, yaitu landasan moral manusia yang nantinya akan memperlihatkan corak peradabannya. Dengan kata lain, pembahasan tentang manusia sempurna sangat dekat dengan, dan mendasar dengan perspektif yang lain seperti sistem pendidikan, sistem nilai, pembangunan manusia, ilmu-ilmu sosial, hukum, dan berbagai pandangan lain tentang manusia. Dengan demikian, persoalan konsep manusia sempurna akan sangat relatif jika ditinjau dari segi esensinya dan bergantung pada perspektif mana atau oleh siapa konsep itu dibahas. Menurut Mohsen Miri, manusia sempurna akan selalu ada didunia ini, karena dia adalah seorang wali. Manusia sempurna akan menumbuhkan kembali nilai-nilai spiritual dalam kehidupan bermasyarakat untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dari modernisme. Manusia sempurna ibarat air hujan 4 yang membersihkan kotoran-kotoran.2 Hal ini menunjukan bahwa, manusia sempurna tidak mengasingkan diri dari keramaian manusia dan hiruk pikuk dunia, melainkan dia hidup ditenagh-tengah manusia dan menerima segala yang baik dan buruk dan melahirkan kebahagiaan dan perdamaian. Pandangan-pandangan tentang objek manusia sempurna sebenarnya telah muncul sejak lama, kendati masih dalam bentuk yang sederhana. Kajian yang agak mendasar dilakukan oleh para filosof Yunani klasik, seperti Pytagoras (w. 600 SM), Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Namun demikian, seiring berkembangnya zaman dan pemahaman akan manusia tentang jati-dirinya, kajian-kajian tersebut semakin hari semakin dirasa kurang memuaskan. Dari situlah, kajian-kajian mengenai manusia sempurna terus menerus mengalami perubahan dan pembaharuan. Selain filsuf Barat, dalam agama Islam juga mengenal istilah manusia sempurna (al-Insan al-Kāmīl) diperkirakan muncul di sekitar awal abad ke-7 H / 13 M. Istilah ini digunakan oleh Ibn „Arabi untuk melabeli seseorang menjadi konsep manusia ideal yang menjadi fokus dari penampakan Tuhan. Namun diyakini istilah ini juga telah muncul sebelum masa Ibn „Arabi namun tidak menggunakan istilah tersebut. Seiring perkembangan zaman dan kajian tentang manusia telah menjadi perhatian dalam berbagai bidang disiplin ilmu.3 Dalam dunia sufi bukan hanya Ibn „Arabi, namun juga ada tokoh lain seperti al- Hallaj, al-Ghazali, Hamzah Fansuri4 dan Syamsuddin Pasai.5 2 Dr. Sayyed Muhammad Miri, Sang Manusia Sempurna antara Filsafat Islam dan Hindu terj. Zubair (Jakarta: Teraju, 2004), hlm. 58. 3 Munirul Amin dan Eko Harianto, Psikologi Kesempurnaan; Membentuk Manusia Sadar Diri dan Sempurna (Jogyakarta: Matahati, 2005), hlm.158. 4 Hamzah Fansuri hidup pada abad ke-17, salah satu tokoh sastra sufistik yang mistirius, karena tempat, waktu, kelahiran serta meninggalnya tidak diketahui dengan pasti. Seorang sufi 5 Namun, hal ini tidak lepas dari pemikiran tokoh yang mendasari pemikiran konsep tersebut. Seperti halnya Lao Tze dan al-Ghazali. Kedua tokoh ini memiliki latar belakang budaya dan masa yang berbeda. Lao Tze, dalam kepercayaan orang Tionghoa diyakini sebagai nabi, pelopor terbentuknya Taoisme, tokoh yang misterius. Ia lahir 600 SM dan hidup kurang lebih 200 tahun pada masa dinasti Chao. Meninggalkan sebuah pusaka keilmuan dan juga pedoman yang terus menjadi kajian yang menarik, Tao Te Cing. Sedangkan alGhazali, tokoh Islam yang lahir pada tahun 450 H/1058 M di Tus. Hidup pada masa dinasti Saljuk, seorang guru besar, filsuf, teolog, dan sufi. Karya-karyanya telah banyak dikaji hingga zaman sekarang. Dua tokoh hebat yang memiliki latar belakang berbeda, peradaban yang berbeda, letak geografis yang sangat jauh jaraknya, dan budaya yang berbeda, perhatian penulis terpacu untuk mengkaji pemikiran kedua tokoh tentang konsep manusia sempurna, guna mencari kebenaran yang dapat dijadikan tolak ukur prilaku manusia dizaman sekarang. Banyak tokoh yang hebat, yang dianggap oleh Aceh yang diperkirakan lahir di Syahrnawi, Thailand. Hamzah adalah pelopor sastra mistik dalam sastra Melayu. Hamzah dikenal juga dengan ajarannya tentang Wāhdātul Wājūd. Ia menyajikan banyak karya sastra dalam bentuk puisi yang sangat indah di samping karya prosanya yang dapat dikatakan sebagai “cikal bakal” jenis penulisan filsafat. Di era Hamzah ini diperkenalkan genre yang melepaskan diri dari unsur-unsur khayalan. Setidaknya ditemukan tiga prosa Hamzah yang berisi ajaran tasawuf, yaitu: Syarābul Asyiqīn, Asrāsul Arīfīn, dan Mūntāhī. Bani Sudardi, Sastra Sufistik; Internalisasi Ajaran-Ajaran Sufi dalam Sastra Indonesia (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 42-45. 5 Syamsuddin Pasai, memiliki nama asli Syamsuddin bin Abdullah adalah sastrawan angkatan pujangga lama. Di lebih dikenal dengan nama Syekh Syamsuddin as Sumatrani. Ia hidup di masa kerajaan Samudra Pasai, maka Syekh Syamsuddin as Sumatrani sering juga disebut dengan nama Syekh Samsuddin Pasai. Ia adalah salah satu ulama yang paling berpengaruh didalam kerajaan. Ia adalah seorang perdana mentri, pemikir, ulama, cendikiawan, dan ahli tasawuf atau sufi. Ia memiliki banyak prosa, antara lain yaitu: Jaūhārul Hāqīq, Risalāh Tūbāyyīn Mūlāhāḍ atūl Mūwāhidin wal Mūlhidin fi Ẓ ikrillah, Nurul Dāqā‟iq, dan masih banyak lagi karyakaryanya yang juga berbahasa Melayu. Bani Sudardi, Sastra Sufistik; Internalisasi Ajaran-Ajaran Sufi dalam Sastra Indonesia (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 58-60. 6 sebagian orang lebih tepat untuk membahas manusia sempurna dizaman ini. Namun, selera keilmuan bukanlah paksaan untuk sama dengan selera keilmuan orang lain. Dalam pandangan Lao Tze, manusia sempurna adalah manusia yang dapat mengerti Tao. Dalam Kitab Tao De Jing, Tao dikatakan Maha Besar, Maha Agung, dan Maha Gaib. “Wujud Tao itu samar dan abstrak”6. Dengan kata lain Tao adalah zat yang Agung tidak bisa dilihat, tidak bisa didengar dan tidak bisa diraba oleh panca indera manusia. Itulah zat yang Maha Agung dan Maha Satu yang kekal abadi.7 Setelah manusia mengerti Tao, maka tugas manusia selanjutnya adalah melebur dengan Tao. Untuk menyatu atau melebur dengan Tao manusia dituntut untuk mengendalikan jiwa labilnya. Pengendalian jiwa labil berguna untuk menghapus jejak “egonya”, dan karena itu, tidak ada pertentangan antara “dirinya” dan jalan, maka ia menandai kelahiran manusia sempurna. Manusia yang mampu mendaki ketinggian Harmoni dan mendekap Sang Esa dan tidak pernah melupakannya.8 Sedangkan al-Ghazali adalah pemikir Islam yang hidup ketika pemikiran Islam berada pada tingkat perkembangannya yang tinggi. Sejarah hidupnya menunjukan bahwa al-Ghazali dalam usaha mencari kebenaran yang diyakininya, 6 Lao Tze, Tao De Jing terj. Dr. I.D. Lika, Msc. (Jakarta: PT. Gramedia), hlm. 73. Seyyed Mohsen Mihri, Sang Manusia Sempurna; Antara Filsafat Islam dan Hindu (Jakarta Selatan: Teraju, 2004), hlm. 44. 8 Toshihiko Izutsu, Taoisme;Konsep-Konsep Filosofis Lao Tze dan Chuang-Tzu Serta Perbandingannya dengan Sufisme Ibn „Arobi terj. Musa Kazhim Dan Arif Mulyadi (Jakarta: Mizan 2015), hlm. 197-198. 7 7 menempuh proses yang panjang dengan jalan mempelajari hampir seluruh sistem pemahaman keagamaan yang ada pada masanya.9 Pemikiran al-Gazali lebih dipengaruhi oleh aliran esensialisme. Esensialisme adalah aliran filsafat yang mengakui adanya esensi pokok dan berdiri sendiri pada manusia. Aliran ini dikedepankan oleh Plato. Menurut Plato, jiwa adalah substansi (jaūhār), rohani yang berdiri sendiri, ia tidak bergantung dan dapat membebaskan diri dari pengaruh badan.10 Dengan demikian, kesempurnaan terjadi karena hubungan dengan esensi manusia. Karena itu, menurut al-Ghazali kesempurnaan manusia adalah sesuai dengan substansi esensialnya, yaitu al-nafs (jiwa). Dalam pandangan Al-Ghazali, manusia sempurna hanya akan diraih oleh manusia yang telah mencapai Ma‟rifāt. Ma‟rifāt merupakan tingkat tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia. Kebahagian sebenarnya manusia dalam mencapai kesempurnaan paling tinggi terutama bagi manusia adalah mengenal Zat Yang Maha Agung, hal itu tidak dapat tercapai seluruhnya di dunia. Bagi manusia yang bersungguh-sungguh untuk meraihnya maka akan didapatinya diakhirat kelak. Karena dunia sebagai sarana untuk mendapatkan Ma‟rifāt selalu memperoleh cobaan, dan hal itu akan berakhir setelah hidup kembali di akhirat, dan cobaan yang menghalangi manusia akan dilepas supaya mata manusia berubah menjadi jelas dan terang.11 Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan etika 9 Ada empat sistem pemahaman keagamaan pada masa al-Ghazali Yaitu: Ilmu Kalam, Bathiniyyat, Filsafat, dan Tasawuf. Lihat Moh. Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali (Jakarta: Rajawali 1998), hlm. 5. 10 Luis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat terj. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992), hlm. 51-52. 11 Moh. Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, (Jakarta: Rajawali 1998), hlm. 186. 8 filsafat. Penulis tertarik untuk mengangkat tema Manusia Sempurna dalam Pandangan Lao Tze dan al-Ghazali. Penulis akan mengkomparasikan pemikiran kedua tokoh ini dengan tema manusia sempurna dengan pendekatan filsafat terutama mengenai nilai-nilai etika. Etika dalam bahasa Yunani terdiri dari dua kata ethikos dan ethos (adat, kebiasaan, praktek).12 Dengan demikian etika adalah teori tentang laku perbuatan manusia, dipandang dari nilai baik buruk sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.13 Tujuan dari etika adalah menemukan norma-norma yang ideal bagi seluruh manusia mengenai penilaian baik buruk ditempat mana saja dan kapan saja. Berangkat dari latar belakang ini, penulis ingin menggali secara mendalam tentang manusia sempurna berdasarkan pendapat kedua tokoh di atas. Penulis menempatkan Lao Tze dan al-Ghazali sebagi seorang figur yang berpengaruh dalam agamanya masiang-masing, yang mempunyai konsep tentang manusia sempurna. Selanjutnya hasil dari komparasi ini penulis akan merelevansikan terhadap era kekinian. Dengan demikian penulis berharap dapat menemukan konsep bagaimana seharusnya manusia menjalankan perannya sebagai manusia (manusia ideal). 12 Lihat, Loren Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 217. 13 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat Pengantar Kepada Teori Nilai Buku IV (Jakarta: Bulan Bintang 1981), hlm. 512. 9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, agar penelitian ini terarah dan spesifi, maka dibawah ini akan disusun beberapa rumusan masalah yang menjadi pokok rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana manusia sempurna menurut Lao Tze dan al-Ghazali? 2. Bagaimana persamaan dan perbedaan dari kedua tokoh tentang manusia sempurna ? C. Tujuan dan Kegunaan Dengan melihat latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendeskripsikan konsep dari pendapat kedua tokoh tentang masnusia sempurna. 2. Untuk mencari perbedaan dan persamaan dari masing-masing konsep manusia sempurna menurut Lao Tze dan al-Ghazali, sehingga dapat dikomparasikan dan diharapkan dapat menambahkan wacana dalam ilmu Perbandingan Agama. Sedangkan dilihat dari manfaatnya penelitian ini memiliki beberapa kegunaan, yaitu: 1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan sumbangan yang cukup berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama studi ilmu-ilmu agama, terkhusus teologi dan filsafat agama. 10 2. Secara praktis, penelitian ini sebagai landasan teoritis yang diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berharga, yang kaitannya dalam upaya mewujudkan tatanan masyarakat yang bergerak dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Disamping itu juga untuk membawa wacana kepustakaan, khususnya tentang pemikiran Lao Tze dan alGhazali. D. Tinjauan Pustaka Kajian manusia sempurna merupakan salah satu topik yang digemari. Tidak sedikit penulis menemukan ulasan mengenai topik tersebut dalam berbagai sudut pandang. Berikut adalah beberapa karya tulis tentang manusia sempurna beserta paparan sederhana mengenai isi karya-karya tersebut. Sejauh ini penulis menemukan beberapa kajian tentang konsep manusia sempurna yang sebagian besar menggunakan istilah Insan Kāmīl. Beberapa kajian tersebut tidak bisa dikatakan terpengaruh secara langsung dengan konsep manusia sempurna Lao tze dan al-Ghazali, namun secara tidak langsung memiliki hubungan dengannya. Penulis menemukan skripsi Darus Riadi, “Konsep Manusia Sempurna dalam Pandangan Confucius dan Mohammad Iqbal”14, Dodi Suandana, “Konsep Insan Kāmīl Menurut Syekh Yusuf Al-Makasari”15, dan Zuhri Istifaa 14 Darus Riadi, “Konsep Manusia Sempurna dalam Pandangan Confucius dan Mohammad Iqbal”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2006. 15 Dodi Suandana, “Konsep Insan Kāmīl Menurut Syekh Yusuf Al-Makasari”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007. 11 Illah Agus Purnama Aji, “Manusia Sempurna dalam Pandangan Confucius dan alGhazali”16. Skripsi pertama adalah sebuah pendekatan perbandingan terhadap konsep kesempurnaan dalam ajaran-ajaran Confucius dan pandangan eksistensi Muhammad Iqbal sebagai representasi dari agama Islam, tentang manusia. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa Darus Riadi, ingin menunjukan bahwa kedua agama tersebut, yakni Islam dan Konfusionisme, sama-sama mengajarkan kesempurnaan manusia walaupun terdapat perbedaan diantara keduanya. Skripsi kedua adalah pandangan Yusuf al-Makasari mengenai insan kāmīl dengan menjadikan kritiknya terhadap wāhdah al-wūjūd-nya Ibnu „Arabi sebagai titik pijak. Menurutnya wāhdah al-wūjūd tidaklah mungkin terjadi, dan ia menawarkan konsep wāhdah asy-syuhūd sebagai alternatife. Dengan pandangannya ini Dodi Suwandana kemudian mengelaborasi konsepsi Yusuf alMakasari tentang insan kāmīl. Sedangkan skripsi ketiga adalah pendekatan filsafat dengan studi komparatif pencapaian kesempurnaan manusia dalam ajaran-ajaran etika Confucius dan pandangan eksistensi manusia al-Ghazali sebagai tokoh yang mengajarkan disiplin rohani dalam mencapai kesempurnaan dalam agama Islam. Dengan demikian Zuhri Istifaa Illah Agus Purnama Aji, mendapatkan persamaan 16 Zuhri Istifaa Illah Agus Purnama Aji, “Manusia Sempurna dalam Pandangan Confucius dan al-Ghazali”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010. 12 ajaran etika dan disiplin rohani untuk membawa manusia menjadi sempurna menurut kedua tokoh, namun tetap menampilkan sisi perbedaannya. Selain itu penulis juga mendapatkan karya tulis mengenai manusia sempurna yang di luar batas di atas yaitu, skripsi Sulikha, “Studi Komparasaiantara Konsep Insan Kāmīl Menurut al-Ghazali dan Konsep Kesempurnaan Menurut Abraham Maslow”17, dan Munirul Amin, “Kesadaran Diri Sebagai Dasar Pembentukan Karakter Manusia Menuju Insan Kāmīl”18 adalah sebuah penelitian konsep Insan Kāmīl sebagai sebuah konsep psikologi. Ada pula penelitian lain mengenai konsep manusia sempurna dalam dunia kejawen atau ajaran-ajaran kearifan lokal Nusantara. Skripsi Srimunawaroh, “Manusia Sempurna Menurut Ajaran Kerohanian Sapta Darma”19 adalah ulasan terhadap ajaran keharmonian yang konon diwahyukan kepada bapak Hardjosopoero, dan skripsi Isma‟il, “Manusia Sempurna dalam Paguyupan Sumarah”20. Skripsi yang berisikan ulasan tentang ajaran yang disebarkan oleh R. Soekino Hartono, seorang mantan pegawai keraton Yogyakarta. Selanjutnya penulis juga menemukan penelitian yang berkaitan dengan konsep manusia sempurna atau Insan Kāmīl sebagai paradigma pengembangan dunia pendidikan, seperti skripsi Mujib Ubaidillah, “Penerapan Model 17 Sulikha, “Studi Komparasaiantara Konsep Insan Kāmīl Menurut al-Ghazali dan Konsep Kesempurnaan Menurut Abraham Maslow”, Skripsi Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004. 18 Munirul Amin, “Kesadaran Diri Sebagai Dasar Pembentukan Karakter Manusia Menuju Insan Kāmīl”, Skripsi Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2000. 19 Srimunawaroh, “Manusia Sempurna Menurut Ajaran Kerohanian Sapta Darma”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2008. 20 Isma‟il, “Manusia Sempurna dalam Paguyupan Sumarah”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001. 13 Pembelajaran Insan Kāmīl dalam Pembelajaran Fisika Submateri Gerak Melingkar Siswa Kelas XI IPA I SMA Muhammadiyah Bantul”21, dan skripsi Nurul Hidayah, “Pembaruan Pendidikan Pesantren dalam Upaya Membentuk Generasi Insan Kāmīl”22. Selain itu penulis juga mendapati penelitian tentang Lao Tze, hanya saja penelitian ini lebih terfokus pada ajaran Taoisme, yaitu skripsi Muhammad Takdir, “Taoisme Tentang Harmoni Yin dan Yang: Studi Kritis atas Pemikiran Lao Tze”23, sebuah penelitian yang membahas panjang lebar tentang keharmonisan Yin dan Yang guna penyatuan manusia dengan alam dan menghargai sesama manusia. Karya ilmiah lain yang berkaitan dengan Lao Tze yaitu: Skipsi Ahmad Nuryani, “Kosmologi Taoisme”24. Penelitian ini tidak sepenuhnya membahas tentang pendapat Lao Tze tentang kosmologi Taoisme, tetapi juga pendapat Chuang Tzu. Namun penulis dapat menjumpai beberapa konsep Lao Tze yang berkaitan tentang manusia. Dalam buku Sang Manusia Sempurna, Antara Filsafat Islam dan Hindu,25 Dr. Seyyed Mohsen Miri melakukan studi perbandingan terhadap gagasan manusia sempurna dalam dua peradaban, yakni Islam-Iran dan Hindu-India. Dari 21 Mujib Ubaidillah, “Penerapan Model Pembelajaran Insan Kāmīl dalam Pembelajaran Fisika Submateri Gerak Melingkar Siswa Kelas XI IPA I SMA Muhammadiyah Bantul”, Skripsi Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007. 22 Nurul Hidayah, “Pembaruan Pendidikan Pesantren dalam Upaya Membentuk Generasi Insan Kāmīl” Skripsi Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005. 23 Muhammad Takdir, “Taoisme Tentang Harmoni Yin dan Yang: Studi Kritis atas Pemikiran Lao Tze” Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011. 24 Ahmad Nuryani, “Kosmologi Taoisme” Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012. 25 Seyyed Muhammad Miri, Sang Manusia Sempurna; Antara Filsafat Islam dan Hindu terj. Zubair (Jakarta Selatan: Teraju, 2004). 14 kalangan Islam diangkat pemikiran Maulana Jalal ad-Din Rumi dan Mulla Sadra, sementara dari pihak Hindu diurai pemikiran Sri Aurobindo dan Swami Vivekananda. Temuan dan hasil studi dari komperatif ini merupakan sumbangan yang berharga terhadap pengayaan perspektif, solusi kritis modernitas dan upaya toleransi antar-agama, sebagai mana diharpakan oleh penulisnya sendiri. Dalam buku lain yang berkenaan dengan pemikiran Lao Tze penulis menemukan tulisan dari Toshihiko Izutsu, Taoisme; Konsep Filosofis Lao Tze serta Perbandingannya dengan Sufisme Ibn „Arabi.26 Buku kedua dari Sufisme dan Taoisme yakni sebuah kombinasi pemikiran Taoisme yang diwakili oleh pemikiran Lao Tze dan Chuang Tzu sedangkan dari pihak Islam diwakili oleh Ibn „Arabi. Sedikit banyak dibahas tentang manusia dan manusia sempurna dalam pandangan kedua tokoh, dengan menggunakan konsep tasawuf. Hal ini guna membuktikan bahwasanya ajaran Taoisme memiliki sisi yang dapat berjumpa dengan tasawuf sebagaimana diinginkan oleh penulisnya. Dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melanjutkan penelitian tentang manusia sempurna yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu mengkomparasikan konsep manusia sempurna Lao Tze dari Taoisme yang berkomparasi dengan al-Ghazali dari Islam. 26 Toshihiko Izutsu, Taoisme; Konsep Filosofis Lao Tze Serta Perbandingannya Dengan Sufisme Ibn „Arabi terj. Musa Kazhim Dan Arif Mulyadi, (Jakarta: Mizan, 2015). 15 E. Kerangka Teori Sebelum membahas tentang teori Aristoteles, alangkah baiknya bila penulis memaparkan pengertian dari konsep dan pandangan untuk memudahkan penelitian ini selanjutnya. 1. Pengertian Konsep Konsep berasal dari bahasa latin conceptus yaitu gagasan atau ide.27 Pada hakikatnya konsep adalah definisi, dan dalam kenyataannya konsep itu tidak ada (unexits), karena konsep itu berada dalam ide atau pikiran manusia.28 Dengan demikian konsep adalah gagasan mengenai suatu yang disusun secara sistematis dan logis dengan memadukan segala fakta dan ciri yang terkait, atau diartikan juga konsepsi penyusunan suatu gambaran yang timbul pada benak mengenai suatu hal atau benda.29 2. Pengertian Pandangan Pandangan dalam kamus bahasa Indonesia adalah hasil dari perbuatan memandang (melihat, memperhatikan).30 Dalam penelitian konsep manusia sempurna dalam pandngan Lao Tze dan al-Ghazali kata “pandangan” yang dimaksutkan adalah pandangan hidup. Pandangan hidup adalah konsep yang 27 hlm. 15. 28 Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Grahatama, 2010), Helius Syamsuddin, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Ombak 2007), hlm. 26. H.S. Kartoredjo, Kamus Baru Kontemporer (Bandung: Remaja, 2014), hlm 271. 30 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), hlm. 389. 29 16 dimiliki seorang atau golongan dimasyarakat yang bermaksut menanggapi dan menerangkan segala masalah didunia ini.31 3. Pengertian Manusia Sempurna Banyak pengertian tentang manusia sempurna. Manusia adalah makhluk yang berakal budi.32 Manusia juga bisa diucapkan dengan istilah insan yang artinya orang biasa yang bisa khilaf.33 Sedangkan kata sempurna memiliki kata utuh dan lengkap segalanya (tidak bercacat dan bercela). 34 Kata sempurna dalam bahasa Arab disebut al-Kāmīl. Untuk manusia sempurna lebih tepatnya adalah kata al-Kāmīl bukan tamam. Meskipun kedua istilah memiliki makna yang mirip. Tamam memiliki arti lengkap. Kata lengkap lebih mengacu pada suatu yang direncanakan, seperti bangunan rumah yang kurang daun pintu berarti kurang lengkap.35 Menurut Hamdani Bakran, manusia sempurna adalah tersingkapnya kesempurnaan jiwa, yakni integritas jiwa muṭ mainnah (tentram), jiwa rāḍ iyyāh (jiwa yang meridhai), dan jiwa marḍ iyyāh (diridhai).36 Dengan demikian maka kekokohan iman tidak akan goyah dan manusia mencapai derajat puncak dalam tingkat hamba Tuhan, yakni menjadi manusia sempurna. 31 H.S. Kartoredjo, Kamus Baru Kontemporer (Bandung: Remaja, 2014), hlm 111. Gramedia, Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Keempat (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 877. 33 Gramedia, Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Keempat, hlm. 877. 34 Gramedia, Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Keempat, hlm. 1265. 35 Murtadha Muthari, Manusia Sempurna, Pandangan Islam Tentang Hakikat Manusia, terj. M. Hashem (Jakarta: Lentera 2001), hlm. 20. 36 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Psikologi dan Konseling Islam, hlm. 322-449. Sebagaimana dikutip dalam, Munirul Amin dan Eko Harianto, Psikologi Kesempurnaan; Membentuk Manusia Sadar Diri dari Sempurna (Yogyakarta: Matahari 2005), hlm. 165-167. 32 17 4. Tiga Pendekatan Sejarah Pemikiran Menurut Kuntowijoyo ada tiga pendekatan dalam mengkaji pemikiran tokoh berdasar pada sejarah pemikiran37 yaitu : a. Teks, berkaitan dengan pemikiran-pemikiran tokoh yang terkandung dalam teks. Baik teks yang mempengaruhi maupun teks yang mendukungnya. Seperti halnya penelitian ini mengkaji tentang pemikirang Lao Tze dan al-Ghazali berdasarkan pada teks (Tao Te Ching dan Ihyȃ ‟ Ulumuddin). b. Konteks, pendekatan ini meliputi empat hal yaitu: sejarah, politik, budaya, dan sosial. Membahasa pemikiran Lao Tze dan al-Ghazali melihat situasi dan kondisi yang terjadi pada kedua tokoh sehingga terciptanya konsep manusia sempurna. c. Hubungan antara Teks dan Konteks. Pendekatan yang ketiga ini adalah pendekatan yang tersulit. Dimana penulis harus mencari hubungan pengaruh pemikiran pada masyarakat bawah maupun masayarakat atas. Yaitu mencari hubungan antara filsuf, kaum intelektual, para pemikir dan cara hidup yang nyata (aktual) dari jutaan manusia yang menjalankan tugas peradaban. Ada dua kesulitan dalam bagian ini. Pertama, ketidak jelasan mengenai perantara: penulis kesulitan dalam mencari siapa pembawa hubungan itu? Kedua, mengenai sumber transmisi: masyarakat bawah pasti menerima dari berbagai sumber, 37 189-198. Kunto Wijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003), hlm 18 tidak hanya dari satu sumber. Akan tetapi, penulis tidak menggunakan semua pendekatan yang telah disebutkan, dalam penelitian ini penulis terfokus pada kajian teks. 5. Teori Kebahagiaan Manusia sempurna, insan kāmīl, manusia suci, apa pun istilah yang digunakan yang berkaitan dengan manusia sempurna mempunyai tujuan yang sama tidak lain adalah mencari kenikmatan.38 Bagi Aristoteles tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan atau eudaimonia (kesejahteraan, kesentosaan).39 Kebahagiaan yang sebenarnya tercapai apabila manusia mampu mewujudkan kemungkinan-kemungkinan terbaik sebagai manusia. Kemungkinan tertinngi manusia adalah akal budi atau rasio.40 Namun Aristoteles berasumsi lain tentang makna kebahagiaan yang seperti itu. Aristoteles pada akhirnya memiliki pernyataan yang terakhir yakni bukan hanya akal budi saja yang membahagiakan manusia tetapi manusia harus memiliki keutamaankeutamaan. Keutamaan yang dimaksut yaitu seperti keberanian, murah hati, keadilan, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan.41 Dalam kehidupan manusia keutamaan-keutamaan ini akan menjadikan kebahagiaan dalam kehidupan sosial maupun dirinya sendiri, tujuannya untuk kenikmatan hidup. Manusia selalu mencari kenikmatan untuk mendapatkan 38 Aristoteles, Ethica Nomachia, ter. H. Rackhman, M.A., (Chambridge: Harvard University, 1956), hlm 2. 39 Lihat, Loren Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 2005), hlm. 219. 40 Aristoteles, Nicomachean Ethics; Sebuah “Kitab Suci” Etika, terj. Embun Kenyowati (Bandung: Teraju, 2004), hlm. vii. 41 Aristoteles, Nicomachean Ethics; Sebuah “Kitab Suci” Etika, hlm. xi-xii. 19 kebahagiaan. Frans Magnis-Suseno, menjelaskan bahwa kegiatan manusia yang tanpa kenikmatan, maka kegiatan itu kurang sempurna, karena kenikmatan tidak mungkin menghasilkan kebahagiaan tanpa menyertai suatu tindakan.42 Dalam hal ini Aristoteles berpendapat bahwa nilai tertinggi dari manusia adalah merealisasikan kemampuan atau potensialitas khas manusia. Kekhasan manusia yang membedakannya dengan binatang adalah terletak dalam akal budinya dan dalam kerohaniaannya.43 Oleh karena itu kegiatan yang khas manusia adalah kegiatan yang melibatkan jiwa yang berakal budi. Dengan demikian, menurut Aristoteles kegiatan manusia terbagi menjadi dua pola yaitu praxis dan theorial.44 Adapun theorial adalah bahwa jiwa memandang realitas-realitas rohani. Dengan demikian theorial dapat diterjemahkan dengan “renungan” dalam artian memandang suatu dalam-dalam dengan mata jiwa. Sedangkan praxis adalah segala macam tindakan dan kegiatan dalam komunitas manusia.45 Renungan diri dengan mata jiwa dalam konsep manusia sempurna adalah jalan untuk mengendalikan jiwa labil guna memahami dan melebur dengan Jalan (Tao), menurut Lao Tze. Renungan juga digunakan al-Ghazali untuk mencapai Ma‟rifāt, orang yang Ma‟rifāt harus mengerti Tuhannya, dirinya sendiri, dunianya, dan akhiratnya. 42 Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19 (Yogyakarta: Kanisius 1997), hlm. 32. 43 Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19, hlm. 33. 44 Aristoteles, Ethica Nomachia, ter. H. Rackhman, M.A., (Chambridge: Harvard University, 1956), hlm. 5. 45 Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19, hlm. 33. 20 Kesempurnaan manusia juga tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari dunia kemasyarakatannya. Karena manusia sempurna dalam pandangan Lao Tze tidak punya hati egois yang mementingkan diri sendiri namun selalu menghayati keinginan hati nurani umat manusia pada umumnya.46 Dengan demikian manusia sempurna selain bertujuan untuk mendekap Yang Esa, yang di dalam dirinya terdapat keutamaan-keutamaan juga tidak memisahkan dari masyarakat, dan berusaha memelihara kewajibannya terhadap masyarakat. F. Metode Penelitian Setiap penelitian pasti menggunakan metode, agar memudahkan sebuah penelitian yang akan dilakukan oleh penulis sekaligus memfokuskan kajian dalam penelitian tersebut. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library reseach), yaitu penelitian yang kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literature atau penelitian yang difokuskan pada data-data kepustakaan. Oleh karena itu langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menelusuri sumber dan jenis data untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan tema penelitian, baik berupa buku-buku, enslikopeia, maupun artikel atau jurnal lepas. Adapun jenis data mengenai tema yang ditulis ada dua, yaitu: data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang merujuk langsung pada tema yang 46 Lao Tze, Tao De Jing, tej. Dr. I.D. Lika, MSc., (Jakarta: PT. Elex Meia Komputindo Kelompok Gramedia, 2012), hlm. 166. 21 diangkat, terutama pada karya-karya Lao Tze dan al-Ghazali, serta buku-buku yang membahas kedua tokoh tersebut. Seperti kitab Tao Te Cing, dan Ihya‟ Ulumiddin. Sedangkan data skunder adalah data yang ddiambil dari literaturliteratur umum mengenai tema “konsep manusia sempurna”. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi komparatif dengan mengacu pada beberapa kaidah penelitian diantaranya: 1. Deskriptif Yang dimaksud dengan deskriptif disini adalah penulis menguraikan secara komparatif seluruh pemikiran tokoh tersebut berdasarkan data-data yang didapat dari hasil penelitian.47 Metode deskritif ini akan digunakan penulis dalam menguraikan latar belakang kedua tokoh dan juga dalam pemikiran-pemikiran kedua tokoh untuk memberikan penjelasan dalam tema manusia sempurna sebelum mempertemukan pemikiran kedua tokoh tersebut. 2. Analisis Adapun dalam analisis dilakukan penulis guna menguraikan jalannya penelitian melalui beberapa tahapan-tahapan, diantaranya: a. Peneliti sangat selektif dalam melakukan pengumpulan data, data yang ddiambil adalah data dari pemikiran Lao Tze dan al-Ghazali b. Kemudian penulis mengambil tema-tema pemikiran Lao Tze dan alGhazali terhadap “konsep manusia sempurna”. 47 Anton Baker Dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius 1990), hlm 11 22 c. Penulis membuat persamaan dan perbedaan dari pemikiran kedua tokoh tersebut berdasarkan beberapa literatur yang menjadi rujukan yang kemudian dianalisa untuk memperoleh pemahaman yang sistematis. d. Tahapan terakhir penulis mendeskripsikan tulisan berdasarkan pemahaman yang telah ada tanpa mengalihkan yang terkandung dalam pemikiran Lao Tze dan al-Ghazali. G. Sistematika Pembahasan Secara umum, penelitian ini disusun dalam tiga bagian utama yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Kemudian pembahasan akan disistematisasikan dalam beberapa bab yang masing-masing memuat sub bab. Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan dari penelitian ini, metode penelitian tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab kedua, penulis memaparkan uraian tentang konsep manusia sempurna secara umum. Selain itu penulis juga memaparkan manusia dalam agama Islam dan Tao, dua agama sebagai backgraund dari kedua tokoh. Selanjutnya dalam bab ini penulis menyertakan pengertian manusia sempurna dalam pandangan filsafat dan sufisme. 23 Bab ketiga, berisikan dua sub bab, sub bab pertama akan membahas tentang latar belakang kehidupan Lao Tze. Sub bab kedua berisikan tentang tokoh kedua yaitu al-Ghazali, dalam sub bab ini penulis akan membahas tentang latar belakang al-Ghazali dan karya-karyanya. Bab keempat, berisikan analisi konsep manusia sempurna dari pemikiran kedua tokoh. Dalam bab ini berisikan juga persamaan dan perbedaan dari kedua tokoh dalam konsep manusia sempurna. Selanjutnya, dalam bab keempat ini penulis mencoba merelevansikan persamaan konsep manusia sempurna kedua tokoh untuk era kekinian. Bab kelima, sebagai bab penutup berisikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan disusun dalam pernyataan-pernyataan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Sedangkan saran akan dikemukakan untuk membuka kesempatan bagi kemungkinan-kemungkinan yang baru dalam studi manusia secara umum. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Manusia sempurna dalam pandangan Lao Tze dan al-Ghazali yaitu: dalam pandangan Lao tze manusia sempurna adalah manusia yang mengerti Tao dan mampu melebur dengan Tao. Untuk menyatu dengan Tao, manusia harus kembali kepada Te-nya (jiwa budi luhur). Untuk kembali kepada jiwa yang luhur manusia membutuhkan wadah kosong (Wu Wei) untuk di isi dengan Te. Wadah yang kosong didapat manusia setelah mansuai mampu berdamai dengan dirinya sendiri (Yin dan Yang). Sedangkan Al-Ghazali mengartikan manusia sempurna adalah manusia yang telah mencapai Ma‟rifātullah (mengerti Allah). Ada delapan maqām yang dikemukanakan al-Ghazali yang harus dimengerti dan dilaksanakan manusia untuk mencapai Ma‟rifātullah. Delapan maqām itu adalah al-tāubāh (taubat), al-sabar (sabar), al-syukr (ungkapan terimakasih kepada Tuhan), al-khāwāf (takut), al-rāja‟ (mengharap), alzuhud (asketis), at-tāwākāl (berserah) dan al-mahābāh (cinta). 2. Konsep manusia sempurna dalam pandangan Lao Tze dan al-Ghazali memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaan dan persaan dari kedua konsep Lao Tze dan al-Ghazali didasari karena latar belakang, zaman, letak goegrafis dan budaya yang berbeda. Persamaan dan perbedaan 111 112 kedua konsep dari kedua tokoh terjadi secara otomatis, hal ini dikarenakan Lao Tze lebih menekankan pada eksistensi manusia. Sedangkan al-Ghazali lebih menekankan pada esensi manusi. Akan tetapi kedua tokoh sepakat bahwa manusia mempunyai sebuah tujuan besar yang memberikan kebahagiaan bagi dirinya dan makhluk lain sehingga manusia menjadi manusia sempurna. B. Saran Penulis menyadari bahwa dalam melakukan telaah ini belum cukup mengungkap secara detail dan komperehensif konsep manusia sempurna Lao Tze dan al-Ghazali. Namun, perlu kiranya penulis menyebutkan beberapa saran untuk kajian-kajian berikutnya, baik oleh pengkaji Lao Tze dan al-Ghazali, guna memperkaya keilmuan keagamaan umumnya dan pemerhati dunia filsafat dan tasawuf khususnya. Karena itu, dibawah ini diuraikan beberapa saran, yaitu: 1. Agama tidak akan lepas dari manusianya, oleh karena itu penelitian tentang manusia khusunya manusia sempurna untuk selalu dikaji. Berkaitan dengan kemajuan zaman yang terus berkembang dan permasalahan manusia yang dihadapi semakin kompleks. Terutama kajian tentang manusia dalam Taoisme. Sehingga dapat memudahkan seseorang yang haus informasi tentang agama-agama Cina untuk dipelajarinya. 2. Dengan kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh manusia beragama, maka penelitian tentang manusia sempurna dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang keilmuan. Sehingga konsep manusia ideal dapat direlevansikan dari masa-kemasa. 113 DAFTAR PUSTAKA Abul Quasem, Muhammad. Etika al-Ghazali, Bandung: Bandung Pustaka, 1988. Al-Ghazali, Ihya‟ „Ulum al-Din Jilid IV , Semarang: Toha Putra, t.th.. Al-Ghazali, Ihya‟ „Ulum al-Din VIII, Beirut: Dar al-Fikr, 1981. Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin terj. Drs. H. Moh. Zuhri, Dipl. TAFL, Jilid VII, Semarang: CV. Asy Syifa‟, 1995. Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin terj. Drs. H. Moh. Zuhri, Dipl. TAFL, Jilid VIII., Semarang: CV. Asy Syifa‟, 1995. Al-Ghazali, Ma‟arij al-Quds fi Ma‟darij Ma‟rifāt al-Nafs, Kairo: Maktabat alJundi, 1968. Al-Ghazali, Minhajul „Aabidin, Semarang: Toha Putra, t.th.. Al-Ghazali, Minhajul „Aabidin, terj. Abu Hasan As-Sasaky, Jakarta: Katulistiwa Press, 2011. Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya‟ Ulumiddin terj. Iwan Kurniawan, Bandung: Mizan, 1997. Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya‟ Ulumiddin; Ringkasan Karangan Imam al-Ghazali terj. K.H. Mokhtar Rosyidi, Yogyakarta: u.p. Indonesia, 1982. Al-Ghazali, Mutiara Ihya‟ Ulumiddin terj. Iwan Kurniawan, Bandung: Mizan, 1997. Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah; Kerancuan Para Filosof terj. Ahmadie Thaha, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986. al-Hasyim, Ahmad. Muhtarul Ahadits al-Nabawiyyah, Semarang: Karya Toha Putra, 2000. Ali Imron, Mohammad. Sejerah Terlengkap Agama-Agama Dunia dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: Ircisod, 2015. Ali Mudhofir, “Intuisi sebagai Pengetahuan”, dalam Beberapa Pemikiran Kefilsafatan, Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM, 1983. Ali, Sintu ad-Duro, Solo: Pustaka Zawiyah, 2012. Alwy Almaliki, Muhammad. Insān Kāmīl; Muhammad SWA terj. Hasan Baharun, Surabaya: Pelita Bahasa, 1982. 114 Amin, Munirul. “Kesadaran Diri Sebagai Dasar Pembentukan Karakter Manusia Menuju Insan Kāmīl”, Skripsi Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2000. Anton Baker Dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius 1990. Aristoteles, Ethica Nomachia, ter. H. Rackhman, M.A., Chambridge: Harvard University, 1956. Aristoteles, Nicomachean Ethics; Sebuah “Kitab Suci” Etika, ter. Embun Kenyowati, Bandung: Teraju: 2004. Asy‟ari, Hasim. Adabu al-Alim wa al-Muta‟alim, Jombang: Bima‟had Tebuireng, t.th.. Bagus, Loren. Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005 Bakran Adz-Dzaky, Hamdani. Psikoterapi dan Konseling Islam, Yogyakarta: alManar, 2008. Basuki, Singgih. Sejarah Etika dan Teologi Agama Konghuchu, Yogyakarta: SUKA-Press, UIN Sunan Kalijaga, 2014. Capra dan Fritjof, Titik Balik Peradapan, terj M. Thoyibi, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2002. Capra, Fritjof. Tao of Physics: Menyingkap Parelisme Fisika Modern dan Mistisisme Timur, terj. Pipit Mai Zier, Yogyakarta: Jala Sutra, 2001. Capra, Fritjof. The Tao of Physics: An Exploration of The Paralleis Between Modern Physics and Eastern Mysticism, New York: Bantam Book, 1977. Ch-„ien, Ssu-ma. Records of the Historian, Bloomington: Iniana University Press, 1994. Chan, Wing-Tsit. The Way of Lao Tzu, New York: Mac Millan, 1963. Creel, Alam Pikiran Cina: Konfusius Sampai Mao Ze Dong Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989. terj. Soejono Departemen Agama, al-Qur‟an dan Terjemah, Jakarta: Gema Insani Al-Huda, 2002. Der Weij, Van. Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia terj. K. Bertens, Jakarta: Gramedia 2997. Er, Lie. Tao Te Ching terj. Dr. I.D. Linka, MSc., Jakarta: PT. Gramedia, 2015. 115 Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat Pengantar Kepada Teori Nilai Buku IV, Jakarta: Bulan Bintang 1981. Gibb and Kramer, Shorter Ensyclopeia of Islam, Leiden: E.J. Brill, 1974. Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Keempat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. Hadi W.H., Abdul. Hamzah Fansuri Risalah Tasawuf dan Puisinya, Bandung: Mizan, 1995. Hee Men, Lew. Sejarah Peradaban Dunia, Yogyakarta: C.V. Ananda, 2000. Hidayah, Nurul. “Pembaruan Pendidikan Pesantren dalam Upaya Membentuk Generasi Insan Kāmīl” Skripsi Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005. Huston Smith, The Religions of Man terj. Safroedin Bahar, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001. Isma‟il, “Manusia Sempurna dalam Paguyupan Sumarah”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001. Issa Otham, Ali. Manusia Menurut Al-Ghozali, Bandung: Pustaka, 1960. Istfaa Illah Agus Purnomo, Zuhri. Skripsi Manusia Sempurna dalam Pandangan Confucius dan al-Ghazali, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Fak. Ushuluddin, 2010. Istifaa Illah Agus Purnama Aji, Zuhri. “Manusia Sempurna dalam Pandangan Confucius dan al-Ghazali”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010. Izutsu, Toshihiko. Taoisme;Konsep-Konsep Filosofis Lao Tze dan Chuang-Tzu Serta Perbandingannya dengan Sufisme Ibn „Arobi terj. Musa Kazhim Dan Arif Mulyadi, Jakarta: Mizan 2015. Jahja, Zurkani. Teologi al-Ghozali Pendekatan Metodologi, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2009. Kartoredjo, H.S. Kamus Baru Kontemporer, Bandung: Remaja, 2014. Keene, Michael. Agama-Agama Dunia terj. F.A. Soeprapto, Yogyakarta: Kanisius, 2011. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011. 116 Khudori Soleh, Ahmad. Teologi Islam Perspektif al-Farabi dan al-Ghazali, Malang: UIN Malik Press, 2013. Legge, James. The Writing of Kwang-zee (Sacred Books of the East), London: Reprinted, 1972. Lembaga AlKitab Indonesia, Alkitab, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia 2013. Magnis Suseno, Franz .13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19, Yogyakarta: Kanisius 1997. Mihri, Mohsenm. Sang Manusia Sempurna; Antara Filsafat Islam Dan Hindu terj. Zubair, Jakarta: Teraju, 2004. Miri, Muhammad. Sang Manusia Sempurna; Antara Filsafat Islam dan Hindu terj. Zubair, Jakarta Selatan: Teraju, 2004. Mujib As., Abdul. Biografi Imam al-Ghazali Beserta Karya-Karyanya, Gresik: CV. Bintang Remaja, t.th. Munirul Amin dan Eko Harianto, Psikologi Kesempurnaan; Membentuk Manusia Sadar Diri dan Sempurna, Jogyakarta: Matahati, 2005. Muthahhari, Murtadha. Manusia Sempurna: Pandangan Islam Tentang Hakikat Manusia, terj. M. Hashem, Jakarta: Lentera, 2001. Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1978. Nuryani, Ahmad. “Kosmologi Taoisme” Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012. O. Kattsoff, Luis. Pengantar Filsafat terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992. Odier, Daniel. Meditation Technique: on The Bhuddhism and Taoist Masters, Rechester: Inner Traditions, 2003. Pustaka Biru, Agama dalam Pembangunan Nasional Himpunan Sambutan Presiden Soeharto, Jakarta: Pustaka Biru, 1982. Reid, Daniel. Sex Tao:Ajaran Tao Tentang Seks, Kesehatan, Dan Panjang Umur, Terj. Bima Brahmana, Yogyakarta: Quills, 2007. Riadi, Darus. “Konsep Manusia Sempurna dalam Pandangan Confucius dan Mohammad Iqbal”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2006. 117 Rich Huges dkk., Leadership: Memperkaya Pelajaran dari Pengalaman Edisi 7, terj. Putri Iva Izzati, Jakarta: Salemba Humanika, 2012. Sharma, Arvind. “ed.”, Our Religions, New York: Harper Collins, 1993. Simuh, Konsep Tentang Insan Kāmīl dalam Tasawuf, Yogyakarta: al-Jami‟ah XXVI, 1981. Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996. Siti Aminah, Wiwin. “dkk.” “ed.”, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-Agama, Yogyakarta: interfidei, 2003. Smith, Huston. Agama-Agama Manusia terj. Safroedin Bahar, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008. Srimunawaroh, “Manusia Sempurna Menurut Ajaran Kerohanian Sapta Darma”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2008. Suandana, Dodi. “Konsep Insan Kāmīl Menurut Syekh Yusuf Al-Makasari”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007. Sudardi, Bani. Sastra Sufistik; Internalisasi Ajaran-Ajaran Sufi dalam Sastra Indonesia, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003. Sulikha, “Studi Komparasaiantara Konsep Insan Kāmīl Menurut al-Ghazali dan Konsep Kesempurnaan Menurut Abraham Maslow”, Skripsi Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004. Syamsuddin, Helius. Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak 2007. Takdir, Muhammad. “Taoisme Tentang Harmoni Yin dan Yang Studi Kritis atas Pemikiran Lao Tze”, Skripsi Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011. Tze, Lao. Tao Te Jing terj. Dr. I.D. Lika, Msc., Jakarta: PT. Gramedia. Tzu, Chuang. Chuang tzu: Taoist Philosopher and Chinese Mystic, London: Unwin Paperbecks, 1980. Ubaidillah, Mujib. “Penerapan Model Pembelajaran Insan Kāmīl dalam Pembelajaran Fisika Submateri Gerak Melingkar Siswa Kelas XI IPA I SMA Muhammadiyah Bantul”, Skripsi Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007. Umarhadi, Yosoef. Jelajah Hakikat Pemikiran Timur, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993. 118 W. Pranoto, Suhartono. Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Grahatama, 2010. Wing, R.L.. Tao Kekuatan: Kumpulan Strategi Lao Tze Tentang Kepemimpinan dan Hubungan antara Pribadi, terj. Clara Herlina Karardjo, Jakarta: PT. Elix Meia Koputindo, 1994. Yasir Nasution, Muhammad. Manusia Menurut Al-Ghazali, Jakarta: Rajawali 1998. Yu-Lan, Fung, Sejarah Filsafat Cina terj. John Rinaldi , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Yu-Lan, Fung. A History of Chinese Philosopy, New York: The Macmillan Company, 1960. 119 CURRICULUM VITEA Nama : Ahmad Samsudin NIM : 12520005 Fakultas : Ushuluddin dan Pemikiran Islam Prodi : Studi Agama-Agama Tempat,Tanggal Lahir : Luwu Utara, 25 Januari 1994 No.HP : 085328888501 Email : [email protected] Nama Orang Tua Ayah : Dasuli Ibu : Sarwiyatri Alamat Asal : Desa. Beringin Jaya, Kec. Bumi Raya, Kab. Morowali, Prov. Sulawesi Tengah. Alamat Yogyakarta : Krapyak Kulon, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Riwayat Pendidikan Formal: 1. SDN Bringin Jaya (2001-2006). 2. MTS Al-Falah Lemahabang, Bone-Bone, Sulawesi Selatan (2006-2009). 3. MA Al-Falah Lemahabang, Bone-Bone, Sulawesi Selatan (2009-2012). 4. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2012-2017). Riwayat Pendidikan Non-Formal: 1. PONPES Al-Falah Lemahabang, Bone-Bone, Sulawesi Selatan. 2. PONPES Al-Munawwir Krapyak, Bantul, Yogyakarta.