LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Konsep Dasar Chronic Kidney Disease (CKD)
Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) didalam darah (Muttaqin & Sari, 2011).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009) Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Etiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal: polycstis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia.
3) SLE.
4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5) Preeklamsi.
6) Obat-obatan.
7) Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).
Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :
Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR
dapat menurun hingga 25% dari normal
Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, latergi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
Konservatif
Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
Observasi balance cairan
Observasi adanya odema
Batasi cairan yang masuk
Dialysis
Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
Operasi
Pengambilan batu
Transplantasi ginjal
Pemerikaan Penunjang
Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang terjadi.
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap sebagai bendungan.
Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
Biopsi ginjal
Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
Peninggian Gula Darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase.
Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih.
Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem reninangiotensin-aldosteron.
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
Pengkajian fisik
Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor jelek, perut buncit.
Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 2 detik.
Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.
Diagnosa Keperawatan
Resiko perfusi renal tidak efektif b.d disfungsi ginjal (D.0016)
Gangguan integritas kulit b.d kelembapan ditandai dengan : pruritus, kulit kering dan bersisik, pigmentasi abnormal, terdapat luka di kulit (D.0129)
Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membrane alveolus- kapiler (D.0003)
Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi HB (D.0009)
Defisit nutrisi d.b kurangnya asupan makanan (D.0019)
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)
Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)
Rencana Tindakan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Resiko perfusi renal tidak efektif b.d disfungsi ginjal (D.0016)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi renal meningkat dengan kriteria hasil :
Jumlah urine meningkat
Mual menurun
Tekanan arteri rata rata membaik
Kadar urea nitrogen darah membaik
Kadar kreatinin plasma membaik
Kadar elektrolit membaik
Observasi
Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN)
Monitor status hemodinamik (mis. MAP, CVP, PAP, PCWP jika tersedia)
Terapeutik
Catat intake dan output dan hitung balance cairan 24 jam
Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
Gangguan integritas kulit b.d kelembapan ditandai dengan : pruritus, kulit kering dan bersisik, pigmentasi abnormal, terdapat luka di kulit (D.0129)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit meningkat dengan kriteria hasil :
Elastisitas meningkat
Hidrasi meningkat
Kerusakan jaringan menurun
Kerusakan lapisan kulit menurun
Pigmentasi abnormal menurun
Nekrosis menurun
Suhu kulit membaik
Tekstur membaik
Observasi
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobiltas)
Terapeutik
Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
Edukasi
Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membrane alveolus- kapiler (D.0003)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil :
Tingkat kesadaran meningkat
Dispnea menurun
Bunyi nafas tambahan menurun
Pusing menurun
Penglihatan kabur menurun
Diaforesis menurun
Nafas cuping hidung menurun
Pco2 membaik
Po2 membaik
Takikardi membaik
pH arteri membaik
sianosis membaik
pola nafas membaik
warna kulit membaik
Pemantauan Respirasi
Observasi
Monitor frekuensi, irama kedalaman dan upaya napas
Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot , ataksik)
Monitor kemampuan batuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor nilai AGD
Monitor sturasi oksigen
Monitor hasil X-ray thoraks
Terapeutik
Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi
Monitor aliran oksigen
Monitor posisi terapi oksigen
Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
Moitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelaktasis
Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan nafas
Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
Berikan oksigen, jika perlu
Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saataktivitas dan / atau tidur.
Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi HB (D.0009)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil :
Denyut nasi meningkat
Penyembuhan luka meningkat
Sensasi meningkat
Warna kulit pucat menurun
Edema perifer menurun
Nyeri ekstremitas menurun
Kram otot menurun
Kelemahan otot menurun
Akral membaik
Turgokulit membaik
Tekanan darah diastolic membaik
Tekanan arteri rata-rata membaik
Indeks ankle brachial membaik
Perawatan Sirkulasi
Observasi
Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)
Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi ( mis. Diabetes, perokok, orang tua hipertensi dan kadar kolestrol tinggi)
Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas
Terapeutik
Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di daerah keterbatasan perfusi
Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan keterbatasan perfusi
Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera
Lakukan pencegahan infeksi
Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan berolah raga rutin
Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah,antikoagulan,dan penurun kolestrol, jika perlu
Anjurkan minum obat pengontrl tekanan darah secara teratur
Anjurkan menggunakan obat penyekat beta harus dilaporkan (mis. Raasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
Menejemen Sensasi Perifer
Observasi
Identifikasi penyebab perubahan sensasi
Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis, sepatu, dan pakaian
Periksa perbedaan sensasi tajam dan tumpul
Periksa perbedaan sensasi panas dan dingin
Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
Monitor perubahan kulit
Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
Teraupetik
Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin)
Edukasi
Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air
Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesik, Jika perlu
Kolaborasi pemberian kortikosteroid, Jika perlu
Defisit nutrisi d.b kurangnya asupan makanan (D.0019)
Menejemen Nutrisi
Observasi
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi makanan yang disukai
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
Promosi Berat Badan
Observasi
Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
Monitor adanya mual dan muntah
Monitor jumlah kalorimyang dikomsumsi sehari-hari
Monitor berat badan
Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
Terapeutik
Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis. Makanan dengan tekstur halus, makanan yang diblander, makanan cair yang diberikan melalui NGT atau Gastrostomi, total perenteral nutritition sesui indikasi)
Hidangkan makan secara menarik
Berikan suplemen, jika perlu
Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningkatan yang dicapai
Edukasi
Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namuntetap terjangkau
Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)
Setelah dilakuakn tindakan keperawatan, diharapkan rasa nyeri dapat berkurang, dengan kriteria hasil :
Keluhan nyeri menurun
Meringis menurun.
Sikap protektif menurun.
Gelisah menurun.
Menejemen Nyeri
Observasi:
Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Identifikasi skala nyeri.
Identifikasi respons nyeri non verbal.
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
Identifikasi penetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
Identifikasi penaruh nyeri pada kualitas hidup.
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan.
Monitor efek samping penggunaan analgesik.
Terapeutik:
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Fasilitas istirahat dan tidur.
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemeliharaan strategi meredakan nyeri.
Edukasi:
Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
Jelaskan strategi meredakan nyeri.
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Anjurkan menggunakan anasgetik secara tepat.
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
Pemberian Analgetik
Observasi
Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
Identifikasi riwayat alergi obat
Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)
MANAJEMEN ENERGI
Observasi
Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
Monitor kelelahan fisik dan emosional
Monitor pola dan jam tidur
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
TERAPI AKTIVITAS
Observasi
Identifikasi deficit tingkat aktivitas
Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivotas tertentu
Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu luang
Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi danrentang aktivitas
Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan social
Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan
Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energy, atau gerak
Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai
Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori implicit dan emosional (mis. kegitan keagamaan khusu) untuk pasien dimensia, jika sesaui
Libatkan dalam permaianan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
Tingkatkan keterlibatan dalam aktivotasrekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan ( mis. vocal group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas sederhana, permaianan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan kart)
Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri
Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
Berikan penguatan positfi atas partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif, dalam menjaga fungsi dan kesehatan
Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan memonitor program aktivitas, jika sesuai
Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. .2006. Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih. Bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E.2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk. Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.