PENEGAKAN HUKUM MALPRAKTIK MELALUI PENDEKATAN MEDIASI PENAL
Riska Andi Fitriono, Budi Setyanto, Rehnalemken Ginting
Fakultas Hukum UNS Email:
[email protected]
Abstract
The purpose of this study is to formulate a law enforcement mallpractice through appropriate penal
mediation approach and provide a win-win solution for the parties involved in the dispute medik.Target
khususya that identify, inventory provisions regulating medical mallpraktek in Indonesia. The method
used in this paper is a normative juridical method is done by researching library materials or so-called
secondary data in the form of positive law. Results showed Forms discussion increasingly complex
medical disputes require a model solution that is able to unravel the problems with wider, komprehenship
and flexible with the disputing parties involved in the decision-making process; (b) Being able to reduce
the number of medical disputes are resolved through litigation / court, so as to reduce the buildup of
this case in the courts. Through the Institute of Medical Dispute Resolution will be able to generate trust
and eventually will be the choice of the patient to resolve the dispute with the doctor / dentist / health
care facilities; (c) Ability to address complaints of patients / families in obtaining protection, although the
settlement of disputes are not necessarily able to satisfy it. However, the existence of these models are
expected to provide a solution for both patients and health professionals in solving medical problems,
without having to involve a lot of people who are not interested
Keywords: Crime, Malpractice, Mediation Penal
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah merumuskan penegakan hukum malpraktik melalui pendekatan mediasi
penal yang tepat dan memberikan win-win solution bagi para pihak yang terlibat dalam sengketa medik.
Target khususya itu mengidentifikasi, menginventarisasi ketentuan pengaturan mallpraktek medis di
Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder berupa hukum
positif.Hasil pembahasan menunjukan Bentuk sengketa medik yang semakin kompleks membutuhkan
suatu model penyelesaian yang mampu mengurai permasalahan dengan lebih luas, komprehenship
dan luwes dengan melibatkan para pihak yang bersengketa dalam proses pengambilan keputusan ; (b)
Mampu mengurangi jumlah sengketa medik yang diselesaikan melalui jalur litigasi / pengadilan , sehingga
dapat mengurangi menumpuknya perkara dalam jalur pengadilan ini. Melalui Lembaga Penyelesaian
Sengketa Medik maka akan dapat menumbuhkan kepercayaan dan akhirnya akan menjadi pilihan
pasien untuk menyelesaikan sengketanya dengan dokter/dokter gigi / sarana pelayanan kesehatan ; (c)
Mampu mengatasi keluhan-keluhan pasien / keluarganya dalam memperoleh perlindungan, meskipun
penyelesaian sengketa ini belum tentu dapat memuaskannya. Namun demikian adanya model tersebut
diharapkan mampu memberikan solusi baik bagi pasien maupun tenaga kesehatan dalam menyelesaikan
masalah medik , tanpa harus melibatkan banyak orang yang tidak berkepentingan.
Kata Kunci :Tindak Pidana, Malpraktek, Mediasi Penal
A.
Pendahuluan
Kesehatan sebagai salah satu kebutuhan
pokok manusia selain sandang, papan, pangan
dan pendidikan, dan merupakan salah satu hak
dasar sosial (the right to health care) (Huijbers,
1982: 101-102) dan hak individu (the right of
self determination) yang harus diwujudkan
dalam bentuk pemberian pelayanan kesehatan
yang aman, berkualitas dan terjangkau oleh
masyarakat. Oleh karena itu setiap kegiatan dan
upaya untuk meningkatkan derajad kesehatan
masyarakat harus dilaksanakan berazaskan
Yustisia. Vol.5 No.1 Januari - April 2016
Penegakan Hukum Malpraktik Melalui...
87
perikemanusian, keseimbangan, manfaat,
perlindungan, penghormatan terhadap hak dan
kewajiban, keadilan, gender dan non diskriminatif
dan norma-norma agama (Pasal 2 UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan).
Upaya penyembuhan yang baik tidak akan
terwujud jika tidak didukung dengan pelayanan
yang baik pula dari suatu sarana pelayanan
kesehatan. Kriteria pelayanan yang baik tidak
cukup ditandai dengan terlibatnya banyak tenaga
ahli, melainkan harus didasari dengan suatu
sistem pelayanan medis yang baik pula dari
sarana pelayanan kesehatan tersebut. Dengan
melakukan setiap tindakan medis sesuai dengan
Standart Operating Procedure (SOP) dengan
memperhatikan setiap aspek yang menjadi hak
dari pasien agar tidak terjadi suatu hal di luar SOP
yang telah ditentukan yang dapat mengakibatkan
tindakan mallpraktik.
Keselamatan pasien merupakan suatu hal
yang utama bagi dokter dalam menjalankan
tugasnya (solus aegroti salus suprema lex ),
karena hal ini sudah merupakan suatu kewajiban
dokter dalam mengobati orang sakit, sesuai
dengan Sumpah Hippocrates, yang dipakai
sebagai pedoman dasar bagi dokter sampai saat
ini. Di samping itu adalah hak setiap orang untuk
mendapatkan pelayanan kesehatannya, karena
itu dalam tatanan masyarakat dimanapun, sudah
merupakan kewajiban masyarakat melalui profesi
kedokteran untuk mengobati orang sakit, dan
mengobati orang sakit adalah “ Fardhu Kifayah .
Layanan kedokteran adalah suatu sistem
yang kompleks dan rentan akan terjadinya
kecelakaan, sehingga harus dilakukan dengan
penuh hati-hati oleh orang-orang yang kompeten
dan memiliki kewenangan khusus untuk itu. Upaya
meminimalkan tuntutan hukum terhadap rumah
sakit beserta stafnya pada dasarnya merupakan
upaya mencegah terjadinya preventable adverse
events yang disebabkan oleh medical errors, atau
berarti seluruh upaya mengelola risiko dengan
berorientasikan kepada keselamatan pasien.
Berbicara mengenai tindak an medik
yang dilakukan oleh dokter, pada dasarnya
selalu mengakibatkan dua kemungkinan yaitu
berhasil dan tidak berhasil. Ketidak berhasilan
seorang dokter dalam melakukan tindakan
medik disebabkan oleh dua hal, pertama yang
disebabkan oleh overmacht ( keadaan memaksa ),
kedua yang disebabkan karena dokter melakukan
tindakan medik yang tidak sesuai dengan standar
profesi medik (Anny Isfandyarie,2005 :24 -25)
Hal tersebut dapat menyebabkan konflik
antara dokter dengan pasien, sehingga dapat
menyebabkan timbulnya sengketa. Tetapi
sebenarnya banyak faktor yang dapat memicu
timbulnya sengketa selain yang disebutkan tadi,
diantaranya perubahan pola hubungan antara
dokter dengan pasien (Hendrojono Soewono,
2006: 25) Awalnya hubungan antara dokter
dengan pasien bersifat paternalistik, dalam
hubungan ini partisipasi pasien yang dibolehkan
hanyalah patuh secara mutlak kepada sang
pengobat. Pasien dianggap tidak tahu dan tidak
perlu tahu tentang sebab-sebab penyakitnya
karena penyakit merupakan manifestasi kutukan
Tuhan.
Malpraktek (malapraktek) atau malpraktik
terdiri dari suku kata mal dan praktik atau praktek.
Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk.
Praktik (Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Purwadarminta, 1976) atau praktik (Kamus Dewan
Bahasa dan Pustaka kementrian Pendidikan
Malaysia, 1971) berarti menjalankan perbuatan
yang tersebut dalam teori atau menjalankan
pekerjaan (profesi). Jadi, malpraktik berarti
menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya,
tidak lege artis, tidak tepat. Malpraktik tidak hanya
terdapat dalam bidang kedokteran, tetapi juga
dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara,
akuntan publik, dan wartawan. Dengan demikian,
malpraktik medik dapat diartikan sebagai kelalaian
atau kegagalan seorang dokter atau tenaga medis
untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan
ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam
mengobati pasien atau orang cedera menurut
ukuran di lingkungan yang sama. (Hanafiah,
M.Yusuf dan Amri Amir, 1999: 96)
Banyak persoalan malpraktek, atas kesadaran
hukum pasien diangkat menjadi masalah pidana.
Menurut Maryanti, hal tersebut memberi kesan
adanya kesadaran hukum masyarakat terhadap
hak-hak kesehatannya (Anny Isfandyarie,2005
:24 -25).
Pada dasarnya penyelesaian suatu perkara
malpraktek medik melaui jalur litigasi dimaksudkan
untuk meminta pertanggung jawaban dokter
sehingga dokter dapat dikenai sanksi pidana,
perdata , maupun administratif, tetapi dalam
penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada
penyelesaian sengketa malpraktek medik melalui
jalur mediasi .
88 Yustisia. Vol.5 No.1 Januari - April 2016
Penegakan Hukum Malpraktik Melalui...
B. Metode Penelitian
Penelitian inimenggunakan pendekatan yang
bersifat yuridis normatif, Spesifikasi penelitian
ini adalah deskriptif analitis. Dikatakan deskriptif
analitis, karena penelitian ini diharapkan mampu
memberikan gambaran secara rinci, sistematis
dan menyeluruh.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.
Pengertian Malpraktek
Pengertian Malpraktek Ada berbagai
macam pendapat dari para sarjana mengenai
pengertian malpraktek. Masing-masing
pendapat itu diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Veronica menyatakan bahwa istilah
malparaktek berasal dari “malpractice”
yang pada hakekatnya adalah kesalahan
dalam menjalankan profesi yang timbul
sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter.
(Anny Isfandyarie,2005 : 20).
b. Hermien Hadiati menjelaskan malpractice
secara harfiah berarti bad practice, atau
praktek buruk yang berkaitan dengan
praktek penerapan ilmu dan teknologi
medik dalam menjalankan profesi medik
yang mengandung ciri-ciri khusus.
Karena malpraktek berkaitan dengan
“how to practice the medical science
and technology”, yang sangat erat
hubungannya dengan sarana kesehatan
atau tempat melakukan praktek dan
orang yang melaksanakan praktek.
Maka Hermien lebih cenderung untuk
menggunakan istilah “maltreatment”.
c. D a n n y W i r a d h a r m a m e m a n d a n g
malpraktek dari sudut tanggung jawab
dok ter yang ber ada dalam suatu
perikatan dengan pasien, yaitu dokter
tersebut melakukan praktek buruk.
d. Kamus Besar bahasa Indonesia edisi
ketiga menyebutkan istilah malpraktik
dengan malapraktik yang diartikan
dengan: “praktik kedokteran yang salah,
tidak tepat, menyalahi undang-undang
atau kode etik”.
e. Pengertian malpraktek medik di dalam
Black’s Law Dictionary :
“ Malpraktek adalah setiap sikap tindak
yang salah, kekurangan keterampilan
dalam ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap
sikap tindak dari para dokter, pengacara,
dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan professional dan melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan
kepandaian yang wajar di dalam masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari
profesi itu, sehingga mengakibatkan luka,
kehilangan atau kerugian pada penerima
pelayanan tersebut yang cenderung
menaruh kepercayaan terhadap mereka
Yustisia. Vol.5 No.1 Januari - April 2016
2.
itu. Termasuk di dalamnya setiap sikaptindak profesional yang salah, kekurangan
keterampilan yang tidak wajar atau kurang
kehati-hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk, atau illegal atau sikap immoral “.
Jenis-Jenis Malpraktik
1) Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek
etik adalah tenaga kesehatan melakukan
tindakan yang bertentangan dengan etika
profesinya sebagai tenaga kesehatan.
Adapun yang dimaksud dengan etik
kedokteran ini mempunyai dua sisi dimana
satu sisi saling terkait dan saling pengaruh
mempengaruhi, yaitu etik jabatan
atau medical ethics, yang menyangkut
maalah yang berhubungan dengan
sikap para dokter terhadap sejawatnya,
sikap dokter terhadap pembantunya
dan sikap dokter terhadap masyarakat.
sedangkan etik asuhan atau ethics of
the medical care, yaitu merupakan etik
kedokteran dalam kehidupan sehari-hari
mengenai sikap dan tindakan seorang
dokter terhadap penderita yang menjadi
tanggung jawabnya. Pelanggaran
terhadap terhadap ketentuan Kode
Etik Kedokteran ada yang merupakan
pelanggaran etik semata-mata, tetapi
ada juga merupakan pelanggaran etik
dan sekaligus pelanggaran hukum yang
dikenal dengan istilah pelanggaran
etikologal.Lebih lanjut bentuk-bentuk
pelanggaran etik kedokteran adalah
sebagai berikut :
a. Pelanggaran etik murni : (1) Menarik
imbalan yang tidak wajar atau
menarik imbalan jasa dari keluarga
sejawat dokter dan dokter gigi;
(2) Mengambil alih pasien tanpa
persetujuan sejawatnya (melanggar
Pasal 16 Kodeki) ; (3) Memuji diri
sendiri di hadapan pasien (melanggar
Pasal 4 huruf a Kodeki) ; (4) Dokter
mengabaikan kesehatannya sendiri
(pelanggaran Pasal 17 Kodeki)
b. 2) Terhadap pelanggaran etikolegal
antara lain : (1) Pelayanan dokter
di bawah standar ; (2) Menerbitkan
surat keterangan palsu (melanggar
Pasal 7 Kodeki sekaligus Pasal
267 KUHP) ; (3) Membuka rahasia
jabatan atau pekerjaan dokter
(melanggar Pasal 13 Kodeki dan
Pasal 322 KUHP) ; (4) Tidak
Penegakan Hukum Malpraktik Melalui...
89
2)
pernah mengikuti pendidikan dan
pelatihan dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi
; (5) Abortus provokatus ; (6)
Pelecehan seksual (7) Tidak mau
melakukan pertolongan darurat
kepada orang yang menderita
(melanggar Pasal 14 Kodeki dan
Pasal 304 KUHP).
Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan
malpraktek yuridis ini menjadi tiga
bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil
malpractice), malpraktek pidana (criminal
malpractice) dan malpraktek administratif
(administrative malpractice).
a. M a l p r a k t e k P e r d a t a ( C i v i l
Malpractice)
Malpraktek perdata terjadi apabila
terdapat hal-hal yang menyebabkan
tidak terpenuhinya isi perjanjian
(wanprestasi) didalam transaksi
terapeutik oleh tenaga kesehatan,
atau terjadinya perbuatan melanggar
huk um ( onrechtmatige daad ) ,
sehingga menimbulkan kerugian
kepada pasien.
Pelanggaran profesi kedokteran
menurut hukum perdata bersumber
pada dua dasar huk um, yaitu
: (1) Wanprestasi (Pasal 1239
KUHPerdata). Dalam hal ini dokter
tidak memenuhi kewajibannya yang
timbul dari adanya suatu perjanjian
( tanggung jawab k ontr aktual) .
Dalam arti harfiah adalah prestasi
yang buruk (Subekti, 1985: 45)
yang pada dasarnya melanggar
isi / kesepakatan dalam suatu
perjanjian / kontrak oleh salah
satu pihak. Bentuk pelanggaran
dalam wanprestasi sebagai berikut
: (a) Tidak memberikan prestasi
sama sekali sebagaimana yang
diperjanjikan; (b) Memberikan
prestasi tidak sebagaimana mestinya,
tidak sesuai kualitas atau kuantitas
dengan yang diperjanjikan;(c)
Memberikan prest asi t et api
sudah terlambat tidak tepat waktu
sebagaimana yang diperjanjikan ;
(d) memberikan prestasi yang lain
dari yang diperjanjikan. Di lihat
dari transaksi terapeutik yang
merupakan inspanning verbentenis
dimana kewajiban atau prestasi
90 Yustisia. Vol.5 No.1 Januari - April 2016
b.
dokter yang harus dijalankan pada
pasien adalah perlakukan medis
yang sebaik-baiknya dan secermatcermatnya sesuai dengan standar
profesi medis atau standar prosedur
operasional. Maka wanprestasi
dokter terjadi karena melanggar
standar profesi medis atau standar
prosedur operasional sehingga
memberikan pelayanan medis pada
pasien tidak sebagaimana mestinya,
dan/atau memberikan prestasi yang
tidak sesuai dengan kebutuhan
medis pasien.
Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila
pasien meningga l dunia at au
mengalami cacat akibat tenaga
kesehatan kurang hati-hati. Atau
kurang cermat dalam melakukan
upaya perawatan terhadap pasien
yang meninggal dunia atau cacat
tersebut.
Pelanggaran dokter dapat
diklasifikasikan sebagai perbuatan
yang memenuhi aspek hukum
pidana apabila memenuhi syaratsyarat tertentu dalam tiga aspek,
yaitu (Bambang Tri Bawono, 2011:
3):
1) Syarat dalam sikap batin dokter.
Sikap batin adalah sesuatu
yang ada dalam batin sebelum
seseorang berbuat. Sesuatu yang
ada dalam alam batin ini dapat
berupa kehendak, pengetahuan,
pikiran, perasaan dabn apapun
yang melukiskan keadaan batin
seseorang sebelum berbuat.
Dalam keadaan normal setiap
orang memiliki kemampuan
mengarahkan dan mewujudkan
s i k a p b a ti n n ya k e d a l a m
perbuatan-perbuatan. Apabila
kemampuan mengarahkan
dan mewujudkan alam batin
ke dalam perbuatan-perbuatan
tertentu yang dilarang, hal itu
disebut kesengajaan. Namun
apabila kemampuan berpikir,
berperasaan dan berkehendak
itu tidak digunakan sebagaimana
mestinya dalam melakuk an
suatu perbuatan yang pada
kenyataannya dilarang, maka
sikap batin tersebut dinamakan
Penegakan Hukum Malpraktik Melalui...
k elalaia n (culpa). Sebelu m
melakukan perlakuan medis
diwujudkan oleh dokter , ada
tiga arah sikap batin dokter yaitu
: a. Sikap batin mengenai wujud
perbuatan (terapi) ; b. Sikap
batin mengenai sifat melawan
hukum perbuatan ; c. Sikap
batin mengenai akibat dari wujud
perbuatan.
2) Syarat dalam perlakuan medis.
Perlakuan medis, yakni wujud
dan prosedur serta alat yang
digunakan dalam pemeriksaan
untuk memnperioleh data-data
medis, menggunakan data-data
medis dalam mendiagnosis, cara
atau prosedur dan wujud serta
alat terapi, bahkan termasuk
pula perbuatan-perbuatan dalam
perlakukan pasca terapi. Syarat
lain dalam aspek ini adalah
kepada siapa perlakuan medis
itu diberikan dokter. Berarti untuk
kasus konkrit tertentu kadang
diperlukan syarat lain, misalnya
kepatutan dan pembenaran dari
sudut logika umum. Misalnya,
salah dalam menarik diagnosis,
tetapi perbuatan itu dapast
dibenarkan apabila ada alasan
pembenar, misalnya fakta-fakta
medis uyang ada dari sudut
kepatutan dibenarkan untuk
menarik kesimpulan diagnosis
itu.
3) Syarat mengenai hal akibat.
Akibat yang boleh masuk pada
lapangan malpraktek kedokteran
harus akibat yang merugikan
pihak yang ada hubungan hukum
dengan dokter. Sifat akibat dan
letak hukum pengaturannya
menentukan kategori malpraktek
kedokteran antara malpraktek
p id a na at au p er d at a. Dar i
sudut hukum pi dana akibat
yang merugikan masuk dalam
lapangan pidana apabila jenis
kerugian disebut dalam rumusan
kejahatan menjadi unsur tindak
pidana akibat kematian atau
luka merupakan unsur dalam
ketentuan Pasal 359 dan Pasal
360 KUHPidana dan masuk
kategori malpraktek pidana.
Yustisia. Vol.5 No.1 Januari - April 2016
Meskipun demikian untuk dapat
dipidananya seseorang tidaklah
cukup apabila orang itu telah
melak ukan perbuat an yang
bertentangan dengan hukum /
bersifat melawan hukum, masih
diperlukan adanya syarat yaitu
or a ng ter s e b u t m e lak uk a n
perbuatan itu memenuhi unsurunsur kesalahan, baik itu berupa
kesengajaan ataupun kelalaian.
3.
Penegakan Hukum Malpraktik Melalui
Pendekatan Mediasi Penal
Salah satu kebijakan yang ditawarkan
adalah model penyelesaian Mallpraktik Medis
Di Indonesia Yang Akan Datang adalah
model penyelesaian sengketa medik melalui
Lembaga Penyelesaian Sengketa Medik.
Lembaga Penyelesaian Sengketa Medik ini
merupakan Lembaga yang di bentuk secara
khusus menyelesaikan sengketa medik yang
timbul. Prosedur dan mekanisme persidangan
yang digunakan cepat, tepat dan tidak
memerlukan biaya yang mahal. Lembaga
Penyelesaian Sengketa Medik ini merupakan
salah satu upaya dalam memecahkan
khusus masalah sengket a medik dan
merupakan jawaban untuk menyelesaikan
sengketa medik yang selama ini dirasakan
kurang memuaskan baik oleh masyarakat /
pasien bilamana harus berperkara di muka
peradilan umum karena dokter sulit untuk di
hukum dan selalu berkonspirasi dengan IDI
demi melindungi teman sejawat. Demikian
juga bagi dokter, adanya sistem peradilan
umum selama ini merupakan satu hal yang
menakutkan karena disamping harus melalui
mekanisme / prosedur yang berlarut larut,
adanya resiko memberikan ganti rugi yang
terkadang jumlahnya berlipat kali honor yang
diterimanya, juga dapat merusak reputasinya
yang telah dibina selama ini (Widodo Tresno
Novianto, 2014: 153).
Lembaga Penyelesaian Sengketa Medik
merupakan salah satu lembaga yang dibentuk
oleh Undang-Undang, dan anggotanya
terdiri dari sarjana hukum, akademisi hukum
kesehatan, praktisi dan perwakilan profesi
kedokteran (Ikatan Dokter Indonesia dan
Konsil Kedokteran). Lembaga ini harus
bersifat independen seperti ini peradilan yang
bersifat ad hoc dan mempunyai kelebihankelebihan antara lain adanya lembaga
ini yang dapat dikontrol / diawasi secara
langsung , adanya pembiayaan/ pendanaan
Penegakan Hukum Malpraktik Melalui...
91
yang rutin, keputusannya bersifat final dan
bisa langsung dieksekusi. Meskipun begitu
yang perlu dicermati adalah siapa saja yang
bisa menjadi anggota dan apa / bagaimana
kedudukan anggota yang diangkat dan
diberhentikan , karena hal ini menyangkut
masalah eksistensi dan kelanjutan lembaga
itu sendiri. Hal ini untuk menghindarkan kesan
bahwa apabila anggota yang diangkat adalah
anggota internal organisasi kedokteran
ya n g d i k h a w a t i r k a n t e t a p b e r u s a h a
melindungi teman sejawatnya dan tidak
memp erjuangkan kepenti ngan pasien.
Demikian juga dalam penunjukkan seorang
Advisor perlu diperhatikan persyaratan yang
harus dipenuhi, sebab kedudukan advisor
ini mempunyai peran penting keberhasilan
dalam penyelesaian sengketa. Dimana
kejelian dan pengalaman seorang advisor
diperlukan untuk dapat menerangkan posisi
atau kedudukan masing-masing pihak dalam
sengketa tersebut .
Terbentuknya Lembaga ini bersifat
independen ini diharapkan mampu mengurangi
fungsi, kewenangan dan kekuasaan Konsil
Kedokteran dalam mengatur dan mengawasi
profesi kedokteran, misalnya dalam hal
penjatuhan sanksi, pengawasan terhadap
praktik daluwarsa, atau mengawasi kelebihan
kuota praktik dan sebagainya yang berkaitan
dengan pelaksanan praktik kedokteran.
Hal tersebut penting mengingat Konsil
Kedokteran diwaktu mendatang dapat
diharapkan lebih fokus untuk mengurus sisi
pendidikan kedokteran, baik yang umum
maupun spesialis.
Lembaga ini mempunyai tata cara
persidangan dengan menggunakan dalam
salah satu bentuk Alternative Dispute
Resolution (ADR) yaitu Lembaga Mini trial
(Persidangan Mini). Mini trial adalah suatu
bentuk ADR yang baru dan sangat populer
dalam masyarakat bisnis Amerika. Bentuk ini
dianggap sebagai pilihan yang paling efektif
dan efisien menyelesaikan sengketa. Apabila
para pihak sepakat mencari penyelesaian
melalui mini trial, maka proses penyelesaian
model mini trial terdapat 5 (lima) tahap
secara cepat dan sederhana sebagai berikut
: (1) Persetujuan mini trial atau disebut
agreement to use mini trial, artinya para pihak
sepakat menyerahkan penyelesaian sengketa
melalui lembaga mini trial; (2) Persiapan
kasus atau case preparation, dibatasi dalam
jangka waktu 1 hingga 2 bulan. Maksud dari
persiapan kasus memberikan kesempatan
92 Yustisia. Vol.5 No.1 Januari - April 2016
pada para pihak untuk mengumpulkan
berbagai dokumen yang dianggap penting
untuk diajukan sehubungan dengan sengketa
yang dipermasalahkan; (3) Mendengar
keterangan atau information hearing, dalam
tahap ini mulai dibuka proses mini trial dalam
suatu pertemuan tertutup yang dihadiri
oleh para pihak, kedudukan advisor bukan
sebagai hakim tetapi berperan sebagai pihak
ketiga netral yang membimbing jalannya
penyam paian k eter angan; ( 4) A dv isor
memberikan pendapat, pada tahap ini para
pihak harus hadir sendiri dan tidak didampingi
oleh pengacara. Isi pendapat menjelaskan
kekuatan, keburukan dan kelemahan masingmasing pihak, dan bagaimana kiranya jika
kasus ini diajukan ke pengadilan secara
litigasi. Meskipun pendapat advisor tidak
mengikat, baik pada para pihak atau hakim
pengadilan; (5) Mendiskusikan penyelesaian
at au d is c us s s et t le m e nt , p ar a pi hak
mengadakan pertemuan dan tidak dihadiri
oleh advisor, karena sejak ia menyampaikan
pendapat, peran dan fungsinya berakhir
dengan sendirnya. Tercapai atau tidaknya
k esepak ata n pen yel es aia n s engk et a
sepenuhnya diserahkan kepada kehendak
dan kemauan para pihak yang bersangkutan.
D. Simpulan
Penegakan Hukum Malpraktik Melalui
Pendekatan Mediasi Penalyaitu menggunakan
persidangan mini / minitrial adalah proses
untuk menyelesaikan sengketa, meskipun
menggunakan pihak ketiga (advisor) tetapi
prosedur / mekanisme persidangan merupakan
bentuk perundingan / musyawarah langsung
antara pihak-pihak yang bersengketa, dan
hasilnya merupakan kesepakatan kedua belah
pihak. Model penyelesaian sengketa melalui
persidangan mini / mini trial ini mempunyai
implikasi yang diharapkan sebagai berikut : (a)
Mampu menjawab kebutuhan dinamisasi dalam
praktik penyelesaian sengketa medik dalam
pelayanan kesehatan. Dimana dokter / dokter
gigi / sarana pelayanan kesehatan dan pasien
membutuhkan sarana alternatif penyelesaian
sengketa yang lebih praktis, lebih dipercaya,
prosedurnya cepat, murah biaya, prosedurnya
rahasia / confidential, kesepakatan yang lebih
baik daripada hasil yangdiperoleh dengan cara
penyelesaian kalah / menang, dan keputusannya
non judicial.
Penegakan Hukum Malpraktik Melalui...
Lembaga Penyelesaian Sengketa Medik
ini agar mampu menjalankan tugas
secara jujur, transparan, tidak memihak
dan adil. Peran dan fungsi Lembaga
ini sangat penting karena tidak saja
pemenuhan Sumber Daya Manusia
yang memadai tetapi yang paling penting
masalah kepercayaan masyarakat /
pasien terhadap lembaga ini dapat
berkelanjutan.
E. Saran
a.
b.
Dalam proses penyelesaian sengketa
medik yang terjadi antara penyedia
layanan medik / dokter dan pasien /
keluarganya harus dilakukan pendekatan
ilmu kedokteran / kesehatan dan ilmu
hokum secara proposional dan persuasif
, pendekatan kepentingan antara kedua
belah pihak melalui penyampaian
informasi maupun cara penyampaian
yang lebih komunikatif ;
Diperlukan peran Pemerintah ,insitusi
pelayanan kesehatan terkait dan / atau
masyarakat untuk mengawasi keberadaan
Daftar Pustaka
Adami Chazawi. 2007. Malpraktik Kedokteran Tinjauan Norma Dan Doktrin Hukum, Malang: Bayu
MediaPublishing.
Anny Isfandyarie. 2005. Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Azwar. 2002. Sang Dokter. Bekasi: Megapoin.
Bambang Sutiyoso. 2008. Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Yogyakarta: Gama
Media.
Eisenberg. 1976. Private Ordering Trough Negotation : Dispute Settlement and Rule making , 89 Harv.L.
Fifth UN Congres, Report,1976,hal 4.Lihat dalam Nyoman Serikat Putra Jaya, 2008, Beberapa Pemikiran
ke Arah Pengembangan Hukum Pidana, Bandung:Citra Aditya Bakti.
Fisher, Roger and William Ury. 1991. Getting to Yes ; Negotiating an Agreement Without Giving In ,
London : Business Book , Ltd
Gary Goodfaster. 1995. Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa. Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi
2, Arbitrase di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Gatot Soemartono. 2006. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta :Gramedia Pustaka Utama.
G. . Peter Hoefnagels. 1996. The Other Side of Criminology. Holland : Kluwer-Deventer Holland.
Huijbers. 1982. Filsafat Hukum. Yogyakarta: Kanisius.
Mertokusumo, Sudikno. 1986. Mengenal Hukum ; Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
Safitri Hariyani. 2005. Sengketa Medik Alternatif Penyelesaian Perselsihan Antara Dokter dengan
Pasien. Jakarta: Diadit Media.
Subekti, 1985, Hukum Perjanjian, Penerbit PT Intermasa
Veronika Komalasari. 1989.Hukum dan Etika Dalam Pratek Dokter. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Artikel Jurnal:
Bambang Tri Bawono, 2011, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Malpraktik Profesi
Dokter, Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1.
Yustisia. Vol.5 No.1 Januari - April 2016
Penegakan Hukum Malpraktik Melalui...
93