Academia.eduAcademia.edu

Bank dan Lembaga Keuangan Lain

Bank dan lembaga keuangan Sejarah perkembangan bank Bentuk lembaga keuangan Klasifikasi uang Uang dalam Pergertian sempit Uang dalam Pegertian Luas Fungsi Uang Syarat uang Peran uang Fungsi Bank Lembaga keuangan sebagai Lembaga Perantara PERAN BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK INTERMEDIASI DAN PENGAWASAN

Lembaga Keuangan Sebelum pasar barang dan jasa modern dalam konteks seperti yang banyak dipahami orang saat ini terbentuk, kegiatan transaksi barang dan jasa dilaksanakan dengan cara-cara yang jauh lebih sederhana. Transaksi barang dan jasa yang dilaksanakan melalui pertempuran langsung antara pihak yang mengalami surplus barang atau jasa tertentu dengan piha yang mengalami kekurangan barang atau jasa tersebut. Model ini lebih umum dikenal dengan istilah pasar dengan cara barter. Sejalan dengan perkembangan waktu yang seiring, kegiatan transaksi dalam perekonomian tidak lagi dapat dijalankan hanya dengan cara barter saja. Cara transaksi barang dan jasa modern diawali dan ditandai dengan adanya perantara dalam kegiatannya. Perantara dapat diartikan sebagai pelaku pasar dan dapat juga diartikan sebagai bangunan fisik pasar. Dengan adanya perantara, pasar barang dan jasa menjadi lebh berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhannya. Disamping adanya perantara, awal kegiatan ekonomi modern juga ditandai dengan adanya penggunaan uang. Sejalan dengan semakin berkembangnya pelaku ekonomi dan kebutuhan penggunaan uang dalam egiatan ekonominya. Kehadiran pihak perantara, bak dalam pengertian lembaga maupun pengertian fisik, menjad sesuatu yang sangat penting dalam perekonomian. Perantara ini selanjutnya lebih dengan istlah lembaga keuangan. Sejarah Perkembangan Perbankan Praktik perbankan sebenarnya sudah ada sejak zaman Babilona, Yunani, dan Romawi. Pada awalnya, prakti perbankan pada saat itu terbatas pada tukar-menukar uang. Lama-kelamaan praktik tersebut berkembang menjadi usaha menerima tabungan, menitipkan ataupun meminjamkan uang dengan memungut bunga pinjaman. Pada zaman Romawi, praktik perbankan meliputi : prakti tukar-menukar uang, menerima deposito, memberi kredit, dan melakukan transfer dana. Ini menunjukkan perkembangan praktik-praktik perbankan. Era perbankan modern dimulai pada Abad ke-16 di Inggris, Belanda,dan Belgia. Pada saat itu para tuang emas ini ditunjukkan dengan surat deposito yang disebut Goldsmith’s Note. Dalam perkembangan selanjutnya, Goldsmith’s Note ini digunakan sebagai alat pembayaran. Inilah cikal-bakal munculnya kertas uang. Pada awal era perbankan modern, pengaturan kredit dibagi menjadi tiga, yaitu pinjaman penjualan, wesel dan pinjaman laut. Jenis-jenis kredit ini biasanya berjangka pendek kecuali untuk kredit pembuatan kapal. Perkembangan perbanan menunjukkan dinamika dalam kehidupan ekonomi. Masalah utama yang muncul dalam praktik perbankan ini adalah pengaturan sistem keuangan yang berkaitan dengan mekanisme penentuan volume uang yang beredar dalam perekonomian. Untuk menjawab masala ini , muncul beberapa paham antara lain paham merkantilisme dan paham liberalisme ekonomi. Bentuk Lembaga Keuangan Secara umum lembaga keuangan dapat dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu bank dan bukan bank. Mengingat kegiatan utama dari lembaga keuangan adalah menghimpun dan menyalurkan dana, perbedaan antara bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat dilihat melalui kegiatan utama mereka tersebut. Perbedaan yang utama antara kedua lembaga tersebut terletak pada penghimpun dana. Dalam hal penghimpun dana, secara tegas disebutan bahwa bank dapat menghimpun dana baik secara langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, sedangkan lemabag keuangan bukan bank hanya dapat menghimpun dana secara tidak langsung dari masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang “Perubahan atas Undang-Undang No. 7/1992 tentang Perbankan”, lembaga keuangan bank terdiri atas bank umum dan bank perkreditan rakyat. Bank umum dan bank perkreditan rakyat dapat memilih untuk melaksanakan kegiatan usahanya atas dasar prinsip bank konvensional atau ban berdasarkan prinsip syariah. Klasifikasi uang Secara teoritis uang uang dapat diklasifikasikan dalam dua golongan utama, yaitu uang dalam pengertian sempit (narrow money) serta uang dalam pengertian luas (broad money). Uang dalam Pergertian sempit Uang dalam pegertian sempit (narrow money) adalah bentuk Uang yang dianggap memiliki likuiditas paling tinggi. Uang yang dimaksukkan dalam pegertian ini biasanya adalah uang kartal dan uang giral. Uang kartal adalah uang resmi atau alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan oleh bank sentral atau Bank Indonesia berupa uang kertas dan uang logam yang biasa digunakan masyarakat untuk kegiatan ekonomi sehari- hari. Uang giral (demand deposit). Pengertian uang : Sesuatu yang diterima sebagai alat pembayaran Uang dalam Pegertian Luas Uang dalam pengertian luas (board money) bias diartikan dalam bentuk dua kelompok. Secara umum, kelompok yang pertama atau yang biasa diberi notasi M2 biasanya terdiri dari narrow money ditambah dengan rekening tabungan (saving deposit) dan rekening deposito berjangka (time deposit). Saving deposit adalah simpanan dana masyarakat pada lembaga keuangan berupa rekening tabungan. Time deposit adalah simpanan masyarakat pada lembaga keuangan bank berupa rekening deposito. Kelompok yang kedua atau yang biasa diberi notasi M3 terdiri atas M2 ditambah seluruh simpanan dana masyarakat pada lembaga keuangan bukan bank. Fungsi Uang Uang adalah sesuatu yang secara umum diterima sebagai alat pembayaran untuk pembelian barang dan jasa, pembayaran utang, pajak , dan lainnya. Selain itu, uang dapat juga dipandang sebagai kekayaan yang dimiliki seseorang yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu utang dengan kepastian dan tanpa penundaan. Syarat uang Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar uang dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Persyaratan tersebut antara lain: Uang harus dapat diterima secara umum. Uang harus memilii nilai yang setabil. Jumlah yang beredar harus mencukupi kebutuhan. Uang harus mudah dibawah untuk urusan setiap hari dan justru tidak menjadi hambatan untuk melaksanakan transaksi. Dalam proses transaksi bisnis, uang akan berpindah- pindah tangan. Meskipun uang tersebut berpindah tangan, harus dijamin agar nilai fisiknya mampu bertahan. Uang yang dicetak dan diedarkan oleh Bank Indonesia harus meliputi semua satuan, baik yang kecil maupun besar sehingga mepermudah pertukaran atau mudah dibagi. Peran uang Dalam perekonomian, uang memiliki beberapa peran sebagai berikut : Alat tukar-menukar Alat pengukur nilai Standar pembayaran masa depan Alat penimbun kekayaan atau daya beli Fungsi Bank Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara spesifik bank dapat berfungsi sebagai berikut : Agent of trust Agent of development Agent of services Lembaga keuangan sebagai Lembaga Perantara Lembaga keuangan, baik bank maupun bukan bank, mempunyai peran yang penting bagi aktivitas perekonomian. Peran strategis bank dan lembaga keuangan bukan bank tersebut sebagai wahana yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien kearah peningkatan taraf hidup rakyat. Lembaga keuangan pada dasarnya mempunyai fungsi mentranfer dana (loanablefunds) dari penabung atau unit surplus (lenders) kepada peminjam (borrowers) atas unit defisit. PERAN BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK Bank dan lembaga keuangan bukan bank mempunyai peran yang penting dalam sistem keuangan, yaitu: Pengalihan Aset (Asset Transmutation) Bank dan lembaga keuangan bukan bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari pemilik dana, yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Transaksi (Transaction) Bank dan lembaga keuangan bukan bank memberikan beberapa kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa. Transaksi keuangan selalu diperlukan, baik secara langsung dalam jual beli barang jadi maupun dalam transaksi jual beli bahan mentah dan setengah jadi dalam proses produksi. Likuiditas (Liquidity) Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing memiliki tingkat likuiditas yang berbeda. Untuk kepentingan likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananyasesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Efisiensi (Efficiency) Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanan. Peranan bank dan lembaga keuangan bukan bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya. INTERMEDIASI DAN PENGAWASAN Fungsi lembaga keuangan adalah sebagai perantara keuangan yang menghubungkan unit surplus (yang mengalami kelebihan likuiditas) dengan unit defisit (yang mengalami kekurangan likuiditas). Hal ini berarti lembaga keuangan memungkinkan adanya aliran dana (aliran likuiditas) dari pemberi pinjaman (lender) atau deposan (depositor) atau unit surplus kepada peminjam (borrower) atau entrepreneur atau peminjam unit deposit. Posisi yang berbeda antara pemberi pinjaman dan peminjam menyebabkan informasi yang dimiliki masing-masing pihak juga tidak sama. Secara teoritis, kondisi akses informasi yang tidak sama ini disebut dengan kondisi informasi asimetris (asymetric information). Informasi asimetris (Asymmetric information) membuka peluang bagi pihak yang lebih banyak memiliki informasi untuk tidak mengungkapkan informasi tersebut dengan baik. Sebagai contoh, informasi mengenai laba atau rugi yang dimiliki oleh peminjam dapat dijadikan landasan untuk mengajukan penundaan pembayaran pengembalian pinjaman dan bunganya. Secara umum, implikasi dari informasi asimetris (asymmetric information) berupa pilihan untuk menyampaikan informasi tidak secara baik dalam rangka mendapatkan keuntungan moneter disebut dengan moral hazard. Dengan demikian secara spesifik, moral hazard dalam hal ini adalah resiko penyampaian informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat moneter. Dengan adanya moral hazard, terbuka peluang munculnya inefisiensi di pasar uang karena informasi asimetris. Untuk menurunkan atau meminimumkan dampak negatif dari informasi asimetris dan moral hazard ini berarti harus dilakukan tindakan-tindakan tertentu. Permasalahan untuk merumuskan tindakan-tindakan tertentu agar pihak yang memiliki informasi lebih banyak tidak menyalahgunakan keunggulan akses informasinya disebut dengan masalah insentif (incentive problem). Masalah insentif inilah yang kemudian menjadi masalah yang harus dipecahkan dalam hubungan peminjam dan pemberi pinjaman. Solusi utama dari informasi asimetris adalah pengawasan (monitoring) oleh pihak deposan (depositor). Namun demikian, mengingat keterbatasan posisi deposan dalam kaitannya dengan keberadaan lembaga keuangan sebagai perantara keuangan (financial intermediary), pengawasan ini sulit sekali dilakukan secara langsung oleh deposan. Solusi paling masuk akal, dengan demikian, adalah delegasi pengawasan atau intermediasi oleh lembaga keuangan. Apabila tidak dilakukan delegasi pengawasan atau tanpa intermediasi, ada dua kemungkinan implikasi yang bisa muncul. Dalam kondisi masyarakat yang memungkinkan informasi sebagai barang pribadi (private atau bukan barang piblik), maka kegiatan pengawasan akan dilakukan oleh semua pihak secara sendiri-sendiri atau terjadi duplikasi pengawasan. Di sisi lain, dalam kondisi masyarakat yang memungkinkan informasi sebagai barang publik, muncul kemungkinan tidak ada pengawasan sama sekali. Karena tanpa campurtangan otoritas moneter, informasi hasil pengawasan akan menjadi milik bersama atau informasinya banyak dinikmati oleh penumpang gelap (free-rider) sehingga individu akan merasa rugi bila melakukan kegiatan pengawasan. Apabila delegasi pengawasan yang dipilih sebagai solusinya, selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menyadari bahwa delegasi pengawasan memerlukan biaya dan hal tersebut dilakukan atas suatu tujuan tertentu. Tujuannya adalah untuk mendapatkan suatu rate of return tertentu hasil penyaluran dana. Menyadari hal tersebut, secara teoritis, permasalahan ini dapat dimodelkan berupa minimisasi biaya delegasi pengawasan dan atau maksimisasi tingkat imbal hasil yang diharapkan (expected rate of return) bagi pengusaha dengan kendala tingkat imbal hasil tertentu bagi peminjam. Pemodelan ini tentu saja, secara individual, dipengaruhi oleh karakter masing-masing pihak yang terlibat dalam sistem lembaga keuangan. 7