Papers by Muhamad Rohman Bukhori
Banana is the number one fruit commodity in Indonesia. Thousands of household farmers depend on t... more Banana is the number one fruit commodity in Indonesia. Thousands of household farmers depend on their income in cultivating banana on their back-home yard. However, banana is under threat of fusarium wilt disease that cannot be eliminated using fungicides. In this research, we aimed to examine the effect of mycorrhizal fungi on plants in controlling fusarium wilt. We used, two local banana varieties Raja Buluh and Kepok Kuning. The experiment was design using complete random design two factors. The plants were kept in well-controlled green house. Supplementation of mycorrhizal fungi on those two varieties increase the growth of the pseudostem. Pisang Raja Buluh which colonized by mycorrhizal fungi were resistant to fusarium wilt, but not on pisang Kepok Kuning. This research give insight on the use of mycorrhizal fungi to control fusarium wilt on bananas. Further studies with larger samples and more varieties that are susceptible will be interesting and important to find effective m...
Banana is the number one fruit commodity in Indonesia. Thousands of household farmers depend on t... more Banana is the number one fruit commodity in Indonesia. Thousands of household farmers depend on their income in cultivating banana on their back-home yard. However, banana is under threat of fusarium wilt disease that cannot be eliminated using fungicides. In this research, we aimed to examine the effect of mycorrhizal fungi on plants in controlling fusarium wilt. We used, two local banana varieties Raja Buluh and Kepok Kuning. The experiment was design using complete random design two factors. The plants were kept in well-controlled green house. Supplementation of mycorrhizal fungi on those two varieties increase the growth of the pseudostem. Pisang Raja Buluh which colonized by mycorrhizal fungi were resistant to fusarium wilt, but not on pisang Kepok Kuning. This research give insight on the use of mycorrhizal fungi to control fusarium wilt on bananas. Further studies with larger samples and more varieties that are susceptible will be interesting and important to find effective m...
Bukhori et al, 2020
Industry Revolution (IR) yang sering disebut dengan Revolusi Industri (RI) merupakan perubahan ya... more Industry Revolution (IR) yang sering disebut dengan Revolusi Industri (RI) merupakan perubahan yang nyata dari kondisi yang ada. Revolusi industri 1.0 diawali pada tahun 1784 ditandai dengan munculnya mesin uap dan mesin alat tenun dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas manusia. Revolusi industri 2.0 dimulai tahun 1870 dengan munculnya energi listrik dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu. Revolusi industri 3.0 diawali tahun 1969 dengan munculnya komputer dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomatisasi dan robot. Revolusi industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan revolusi industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur (Irianto, 2017). Istilah revolusi industri 4.0 diawali tahun 2018 oleh Prof. Klaus Schwab berasal dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur.
Sukartono (2018) mengatakan, revolusi industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Industri 4.0 merupakan industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur, termasuk sistem cyber fisik, internet untuk segala/semua atau Internet of Things (IoT), komputasi awan dan komputasi kognitif. Lewat internet untuk segala (IoT), sistem cyber fisik berkomunikasi dan bekerja sama satu sama lain dengan manusia secara bersamaan.
Industri 4.0 merupakan penggabungan teknologi fisik dan digital melalui analitik, kecerdasan buatan (artificial intelegence), teknologi kognitif, dan Internet of Things (IoT) untuk menciptakan perusahaan digital yang saling terkait dan mampu menghasilkan keputusan yang lebih tepat (Sukartono, 2018). Revolusi ini menanamkan teknologi yang cerdas dan terhubung tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari. Revolusi industri 4.0 adalah revolusi berbasis Cyber Physical System yang secara garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi.
Saat ini kita menghadapi revolusi industri keempat yang dikenal dengan revolusi industri 4.0 (RI 4.0). Ini merupakan era inovasi disruptif, dimana inovasi ini berkembang sangat pesat, sehingga mampu membantu terciptanya pasar baru. Inovasi ini juga mampu mengganggu pasar yang sudah ada dan lebih dahsyat lagi mampu menggantikan teknologi yang ada. Menghadapi tantangan yang besar tersebut maka pendidikan dituntut untuk berubah juga. Era pendidikan yang dipengaruhi oleh revolusi industri 4.0 disebut Pendidikan 4.0 ( Wibowo, 2019). Pendidikan 4.0 merupakan pendidikan yang bercirikan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau dikenal dengan sistem siber (cyber system). Sistem ini mampu membuat proses pembelajaran dapat berlangsung secara kontinu tanpa batas ruang dan batas waktu.
Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri. Peserta didik yang dihadapi saat ini merupakan generasi milenial yang tidak asing lagi dengan dunia digital. Peserta didik sudah terbiasa dengan arus informasi dan teknologi industri 4.0. Hal ini merupakan tantangan yang besar bagi pendidik khususnya guru dan calon tenaga pendidik. Maka guru dan calon pendidik harus terus belajar untuk meningkatkan kompetensi sehingga mampu menghadapi peserta didik generasi milenial.
Salah satu investasi yang menunjang kemajuan peradaban manusia yaitu pendidikan. Seperti yang dikatakan Shahroom dan Hussin (2018), pendidikan di masa depan akan mengalami perubahan yang signifikan. Proses pembelajaran tak perlu lagi dilakukan di dalam kelas. Pendidikan di Era Revolusi Digital ini menuntut adanya pemanfaatan teknologi digital sebagai alat bantu peningkatan mutu akademik (Syamsuar & Reflianto, 2018). Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari peranan guru, dimana kehadirannya mempunyai peran yang sangat strategis dalam melahirkan generasi Era Revolusi 4.0, 5.0, 6.0, dan seterusnya.
Menurut Sukartono (2018) pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadap tiga hal: a) menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada; b) menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan c) menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan yang tidak mudah bagi dunia pendidikan. Untuk bisa menghadapi tantangan tersebut syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas.
Menghadapi revolusi industri 4.0 tentu bukan hal mudah, sehingga mempersiapkan hal-hal yang terkait dengan hal tersebut menjadi suatu keharusan. Salah satu elemen penting yang harus menjadi perhatian untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era revolusi industri 4.0 adalah mempersiapkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif, dan meningkatkan kompetensi lulusan yang memiliki keterampilan abad ke-21 (Learning and Innovations Skills). Oleh karena trend di abad 21 lebih berfokus pada spesialisasi tertentu, maka tujuan pendidikan nasional Indonesia harus diarahkan pada upaya membentuk keterampilan dan sikap individu abad 21.
Lima domain utama keterampilan abad 21 adalah literasi digital, pemikiran yang intensif, komunikasi efektif, produktifitas tinggi dan nilai spiritual serta moral (Osman, et.al, 2013). Griffin & Care (2015) menggolongkan keterampilan dan sikap abad 21 sebagai ways to thinking (knowledge, critical and creative thinking), ways to learning (literacy and softskills), dan ways to learning with other (personal, social, and civic responsibilities). Adapun US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi keterampilan berpikir kritis (Critical Thinking Skills), keterampilan berpikir kreatif (Creative Thinking Skills), keterampilan komunikasi (Communication skills), dan keterampilan kolaborasi (Collaboration skills) sebagai kompetensi yang diperlukan di abad ke-21. Kompetensi tersebut dikenal dengan kompetensi 4C.
Pada abad ke-21 dan era revolusi digital (era revolusi industri 4.0) ini, pendidikan memiliki peran penting untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kompetensi unggul yang dibutuhkan di dunia kerja. Sementara itu, tuntutan kurikulum dan perkembangan era revolusi industri 4.0 mengharuskan institusi pendidikan melakukan inovasi yang bermanfaat bagi dunia pendidikan berbasis keterampilan abad ke-21 (Prahani & Jatmiko, 2018). Kurikulum 2013 mewajibkan pembelajaran abad ke-21 berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) agar siswa memiliki kompetensi unggul dengan berbagai keterampilan yang sejalan dengan tuntutan abad ke-21 dan revolusi industri 4.0 diantaranya adalah literasi, keterampilan berpikir kritis, kreativitas ilmiah, kolaborasi, keterampilan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan keterampilan memecahkan masalah (Erika, et.al, 2018).
Pembelajaran abad ke-21 pada era revolusi industri 4.0 ini perlu diarahkan untuk menghasilkan lulusan dengan standar kompetensi yang memenuhi syarat higher order thinking skills (HOTS) dan inovasi pembelajaran, antara lain yaitu: keterampilan berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, literasi, kolaborasi, pengambilan keputusan, berpikir kreatif, bertanggung jawab, dan mampu belajar secara mandiri (Suyidno & Prahani, 2018). Hasil belajar biologi berbasis HOTS adalah capaian belajar biologi siswa yang melibatkan kegiatan berpikir level kognitif hirarki tinggi dari taksonomi berpikir Bloom. Secara hirarkikal taksonomi Bloom, indikator hasil belajar biologi berbasis HOTS meliputi menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta (Anderson & Krathwohl, 2001). Hasil belajar biologi berbasis HOTS ini sangat penting karena menjadi bekal kompetensi siswa untuk bersaing dan unggul pada era revolusi industri 4.0 (pada era revolusi digital).
Uploads
Papers by Muhamad Rohman Bukhori
Sukartono (2018) mengatakan, revolusi industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Industri 4.0 merupakan industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur, termasuk sistem cyber fisik, internet untuk segala/semua atau Internet of Things (IoT), komputasi awan dan komputasi kognitif. Lewat internet untuk segala (IoT), sistem cyber fisik berkomunikasi dan bekerja sama satu sama lain dengan manusia secara bersamaan.
Industri 4.0 merupakan penggabungan teknologi fisik dan digital melalui analitik, kecerdasan buatan (artificial intelegence), teknologi kognitif, dan Internet of Things (IoT) untuk menciptakan perusahaan digital yang saling terkait dan mampu menghasilkan keputusan yang lebih tepat (Sukartono, 2018). Revolusi ini menanamkan teknologi yang cerdas dan terhubung tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari. Revolusi industri 4.0 adalah revolusi berbasis Cyber Physical System yang secara garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi.
Saat ini kita menghadapi revolusi industri keempat yang dikenal dengan revolusi industri 4.0 (RI 4.0). Ini merupakan era inovasi disruptif, dimana inovasi ini berkembang sangat pesat, sehingga mampu membantu terciptanya pasar baru. Inovasi ini juga mampu mengganggu pasar yang sudah ada dan lebih dahsyat lagi mampu menggantikan teknologi yang ada. Menghadapi tantangan yang besar tersebut maka pendidikan dituntut untuk berubah juga. Era pendidikan yang dipengaruhi oleh revolusi industri 4.0 disebut Pendidikan 4.0 ( Wibowo, 2019). Pendidikan 4.0 merupakan pendidikan yang bercirikan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau dikenal dengan sistem siber (cyber system). Sistem ini mampu membuat proses pembelajaran dapat berlangsung secara kontinu tanpa batas ruang dan batas waktu.
Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri. Peserta didik yang dihadapi saat ini merupakan generasi milenial yang tidak asing lagi dengan dunia digital. Peserta didik sudah terbiasa dengan arus informasi dan teknologi industri 4.0. Hal ini merupakan tantangan yang besar bagi pendidik khususnya guru dan calon tenaga pendidik. Maka guru dan calon pendidik harus terus belajar untuk meningkatkan kompetensi sehingga mampu menghadapi peserta didik generasi milenial.
Salah satu investasi yang menunjang kemajuan peradaban manusia yaitu pendidikan. Seperti yang dikatakan Shahroom dan Hussin (2018), pendidikan di masa depan akan mengalami perubahan yang signifikan. Proses pembelajaran tak perlu lagi dilakukan di dalam kelas. Pendidikan di Era Revolusi Digital ini menuntut adanya pemanfaatan teknologi digital sebagai alat bantu peningkatan mutu akademik (Syamsuar & Reflianto, 2018). Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari peranan guru, dimana kehadirannya mempunyai peran yang sangat strategis dalam melahirkan generasi Era Revolusi 4.0, 5.0, 6.0, dan seterusnya.
Menurut Sukartono (2018) pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadap tiga hal: a) menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada; b) menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan c) menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan yang tidak mudah bagi dunia pendidikan. Untuk bisa menghadapi tantangan tersebut syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas.
Menghadapi revolusi industri 4.0 tentu bukan hal mudah, sehingga mempersiapkan hal-hal yang terkait dengan hal tersebut menjadi suatu keharusan. Salah satu elemen penting yang harus menjadi perhatian untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era revolusi industri 4.0 adalah mempersiapkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif, dan meningkatkan kompetensi lulusan yang memiliki keterampilan abad ke-21 (Learning and Innovations Skills). Oleh karena trend di abad 21 lebih berfokus pada spesialisasi tertentu, maka tujuan pendidikan nasional Indonesia harus diarahkan pada upaya membentuk keterampilan dan sikap individu abad 21.
Lima domain utama keterampilan abad 21 adalah literasi digital, pemikiran yang intensif, komunikasi efektif, produktifitas tinggi dan nilai spiritual serta moral (Osman, et.al, 2013). Griffin & Care (2015) menggolongkan keterampilan dan sikap abad 21 sebagai ways to thinking (knowledge, critical and creative thinking), ways to learning (literacy and softskills), dan ways to learning with other (personal, social, and civic responsibilities). Adapun US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi keterampilan berpikir kritis (Critical Thinking Skills), keterampilan berpikir kreatif (Creative Thinking Skills), keterampilan komunikasi (Communication skills), dan keterampilan kolaborasi (Collaboration skills) sebagai kompetensi yang diperlukan di abad ke-21. Kompetensi tersebut dikenal dengan kompetensi 4C.
Pada abad ke-21 dan era revolusi digital (era revolusi industri 4.0) ini, pendidikan memiliki peran penting untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kompetensi unggul yang dibutuhkan di dunia kerja. Sementara itu, tuntutan kurikulum dan perkembangan era revolusi industri 4.0 mengharuskan institusi pendidikan melakukan inovasi yang bermanfaat bagi dunia pendidikan berbasis keterampilan abad ke-21 (Prahani & Jatmiko, 2018). Kurikulum 2013 mewajibkan pembelajaran abad ke-21 berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) agar siswa memiliki kompetensi unggul dengan berbagai keterampilan yang sejalan dengan tuntutan abad ke-21 dan revolusi industri 4.0 diantaranya adalah literasi, keterampilan berpikir kritis, kreativitas ilmiah, kolaborasi, keterampilan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan keterampilan memecahkan masalah (Erika, et.al, 2018).
Pembelajaran abad ke-21 pada era revolusi industri 4.0 ini perlu diarahkan untuk menghasilkan lulusan dengan standar kompetensi yang memenuhi syarat higher order thinking skills (HOTS) dan inovasi pembelajaran, antara lain yaitu: keterampilan berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, literasi, kolaborasi, pengambilan keputusan, berpikir kreatif, bertanggung jawab, dan mampu belajar secara mandiri (Suyidno & Prahani, 2018). Hasil belajar biologi berbasis HOTS adalah capaian belajar biologi siswa yang melibatkan kegiatan berpikir level kognitif hirarki tinggi dari taksonomi berpikir Bloom. Secara hirarkikal taksonomi Bloom, indikator hasil belajar biologi berbasis HOTS meliputi menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta (Anderson & Krathwohl, 2001). Hasil belajar biologi berbasis HOTS ini sangat penting karena menjadi bekal kompetensi siswa untuk bersaing dan unggul pada era revolusi industri 4.0 (pada era revolusi digital).
Sukartono (2018) mengatakan, revolusi industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Industri 4.0 merupakan industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur, termasuk sistem cyber fisik, internet untuk segala/semua atau Internet of Things (IoT), komputasi awan dan komputasi kognitif. Lewat internet untuk segala (IoT), sistem cyber fisik berkomunikasi dan bekerja sama satu sama lain dengan manusia secara bersamaan.
Industri 4.0 merupakan penggabungan teknologi fisik dan digital melalui analitik, kecerdasan buatan (artificial intelegence), teknologi kognitif, dan Internet of Things (IoT) untuk menciptakan perusahaan digital yang saling terkait dan mampu menghasilkan keputusan yang lebih tepat (Sukartono, 2018). Revolusi ini menanamkan teknologi yang cerdas dan terhubung tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari. Revolusi industri 4.0 adalah revolusi berbasis Cyber Physical System yang secara garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi.
Saat ini kita menghadapi revolusi industri keempat yang dikenal dengan revolusi industri 4.0 (RI 4.0). Ini merupakan era inovasi disruptif, dimana inovasi ini berkembang sangat pesat, sehingga mampu membantu terciptanya pasar baru. Inovasi ini juga mampu mengganggu pasar yang sudah ada dan lebih dahsyat lagi mampu menggantikan teknologi yang ada. Menghadapi tantangan yang besar tersebut maka pendidikan dituntut untuk berubah juga. Era pendidikan yang dipengaruhi oleh revolusi industri 4.0 disebut Pendidikan 4.0 ( Wibowo, 2019). Pendidikan 4.0 merupakan pendidikan yang bercirikan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau dikenal dengan sistem siber (cyber system). Sistem ini mampu membuat proses pembelajaran dapat berlangsung secara kontinu tanpa batas ruang dan batas waktu.
Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri. Peserta didik yang dihadapi saat ini merupakan generasi milenial yang tidak asing lagi dengan dunia digital. Peserta didik sudah terbiasa dengan arus informasi dan teknologi industri 4.0. Hal ini merupakan tantangan yang besar bagi pendidik khususnya guru dan calon tenaga pendidik. Maka guru dan calon pendidik harus terus belajar untuk meningkatkan kompetensi sehingga mampu menghadapi peserta didik generasi milenial.
Salah satu investasi yang menunjang kemajuan peradaban manusia yaitu pendidikan. Seperti yang dikatakan Shahroom dan Hussin (2018), pendidikan di masa depan akan mengalami perubahan yang signifikan. Proses pembelajaran tak perlu lagi dilakukan di dalam kelas. Pendidikan di Era Revolusi Digital ini menuntut adanya pemanfaatan teknologi digital sebagai alat bantu peningkatan mutu akademik (Syamsuar & Reflianto, 2018). Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari peranan guru, dimana kehadirannya mempunyai peran yang sangat strategis dalam melahirkan generasi Era Revolusi 4.0, 5.0, 6.0, dan seterusnya.
Menurut Sukartono (2018) pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadap tiga hal: a) menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada; b) menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan c) menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan yang tidak mudah bagi dunia pendidikan. Untuk bisa menghadapi tantangan tersebut syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas.
Menghadapi revolusi industri 4.0 tentu bukan hal mudah, sehingga mempersiapkan hal-hal yang terkait dengan hal tersebut menjadi suatu keharusan. Salah satu elemen penting yang harus menjadi perhatian untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era revolusi industri 4.0 adalah mempersiapkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif, dan meningkatkan kompetensi lulusan yang memiliki keterampilan abad ke-21 (Learning and Innovations Skills). Oleh karena trend di abad 21 lebih berfokus pada spesialisasi tertentu, maka tujuan pendidikan nasional Indonesia harus diarahkan pada upaya membentuk keterampilan dan sikap individu abad 21.
Lima domain utama keterampilan abad 21 adalah literasi digital, pemikiran yang intensif, komunikasi efektif, produktifitas tinggi dan nilai spiritual serta moral (Osman, et.al, 2013). Griffin & Care (2015) menggolongkan keterampilan dan sikap abad 21 sebagai ways to thinking (knowledge, critical and creative thinking), ways to learning (literacy and softskills), dan ways to learning with other (personal, social, and civic responsibilities). Adapun US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi keterampilan berpikir kritis (Critical Thinking Skills), keterampilan berpikir kreatif (Creative Thinking Skills), keterampilan komunikasi (Communication skills), dan keterampilan kolaborasi (Collaboration skills) sebagai kompetensi yang diperlukan di abad ke-21. Kompetensi tersebut dikenal dengan kompetensi 4C.
Pada abad ke-21 dan era revolusi digital (era revolusi industri 4.0) ini, pendidikan memiliki peran penting untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kompetensi unggul yang dibutuhkan di dunia kerja. Sementara itu, tuntutan kurikulum dan perkembangan era revolusi industri 4.0 mengharuskan institusi pendidikan melakukan inovasi yang bermanfaat bagi dunia pendidikan berbasis keterampilan abad ke-21 (Prahani & Jatmiko, 2018). Kurikulum 2013 mewajibkan pembelajaran abad ke-21 berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) agar siswa memiliki kompetensi unggul dengan berbagai keterampilan yang sejalan dengan tuntutan abad ke-21 dan revolusi industri 4.0 diantaranya adalah literasi, keterampilan berpikir kritis, kreativitas ilmiah, kolaborasi, keterampilan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan keterampilan memecahkan masalah (Erika, et.al, 2018).
Pembelajaran abad ke-21 pada era revolusi industri 4.0 ini perlu diarahkan untuk menghasilkan lulusan dengan standar kompetensi yang memenuhi syarat higher order thinking skills (HOTS) dan inovasi pembelajaran, antara lain yaitu: keterampilan berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, literasi, kolaborasi, pengambilan keputusan, berpikir kreatif, bertanggung jawab, dan mampu belajar secara mandiri (Suyidno & Prahani, 2018). Hasil belajar biologi berbasis HOTS adalah capaian belajar biologi siswa yang melibatkan kegiatan berpikir level kognitif hirarki tinggi dari taksonomi berpikir Bloom. Secara hirarkikal taksonomi Bloom, indikator hasil belajar biologi berbasis HOTS meliputi menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta (Anderson & Krathwohl, 2001). Hasil belajar biologi berbasis HOTS ini sangat penting karena menjadi bekal kompetensi siswa untuk bersaing dan unggul pada era revolusi industri 4.0 (pada era revolusi digital).