Indonesia adalah negeri dengan berjuta keindahan. Keindahan Indonesia tidak hanya dapat dilihat d... more Indonesia adalah negeri dengan berjuta keindahan. Keindahan Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari pesona alamnya, tetapi dapat kita lihat pula dari keberagaman suku dan budaya yang ada di dalamnya. Keindahan dan keberagaman Indonesia merupakan potensi kekayaan bangsa. Akan tetapi jika kekayaan ini tidak didayagunakan untuk kesejahteraan bangsa, maka kekayaan ini hanya akan menjadi sumber konflik dan malapetaka bagi Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa dengan heterogenitas yang tinggi dituntut untuk memiliki rasa toleransi yang tinggi pula untuk memelihara hubungan diantara berbagai perbedaan yang ada. Ideologi Pancasila dengan slogan Bhinneka Tunggal Ika hadir sebagai alat pemersatu dan berperan sebagai jembatan antara suku, agama, ras dan antar golongan yang berbeda untuk dapat tetap bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ideologi Pancasila sebagai ideologi asli yang lahir dari rahim ibu pertiwi realitanya tidak dipahami oleh anak-anak bangsa dimasa kini. Pancasila sebagai pondasi bangsa hanya berada di bibir, tidak menghujam dan mengakar di dalam sanubari anak bangsa. Akibatnya Indonesia hari ini adalah negeri yang rapuh bangsanya. Banyak penduduknya, namun begitu pendek sumbu amarahnya, sangat reaktif, dan mudah terprovokasi hanya karena perbedaan dukungan politik, suku, ras dan bahkan agama. Agama yang notabene merupakan pedoman hidup bagi setiap manusia, hari ini sering kali dijadikan alat untuk memperalat orang lain dan tidak jarang dijadikan bahan jualan untuk sekedar membuat dapur rumah kembali berasap. Hal ini terjadi akibat dari ketidakpahaman anak bangsa dalam menjalankan agamanya. Sehingga mudah diperalat, dibodohi, diprovokasi yang mengakibatkan terjadinya konflik atas nama agama. Konflik atas nama agama hanyalah pembenaran bagi sekelompok manusia brutal yang memiliki sifat hewan dan haus akan menumpahkan darah dengan dalih membela Tuhan. Alih-alih membela Tuhan Yang Maha Kuasa, mereka nyatanya hanyalah menyalurkan hasrat kebinatangannya pada orang lain yang dianggap berbeda. Hal ini pernah dijelaskan oleh Ibnu Kholdun dalam Hakimul yang menyatakan bahwa konflik selamanya akan selalu ada dalam masyarakat karena manusia memiliki sifat binatang (animal power) yang mendorongnya untuk agresif. Sifat kebinatangan yang dimiliki manusia ini seharusnya bisa dikendalikan oleh para penganut agama yang taat. Oleh karena, agama merupakan seperangkat aturan yang hadir untuk menciptakan keteraturan dan kedamaian bagi setiap pemeluknya. Tidak ada satupun agama yang yang mengajarkan tentang kebencian terhadap sesama manusia. Umat Kristiani mengajarkan bahwa keadilan dapat melahirkan kedamaian, hal ini dijelaskan dalam Mazmur 85:11-13. Selanjutnya umat Hindu dalam Y.V.XXXVI.18 mengajarkan pentingnya melihat dan memperlakukan sesama manusia sebagai seorang sahabat. Dalam Islam, seorang Khulafurasyidin Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berkata bahwa dia yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan. Sehingga apapun agama kita, kita merupakan saudara sebangsa dan setanah air yang harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Bahkan dalam Al Quran surat Al Hujurat ayat 9, kita diperintahkan untuk terlibat aktif dalam mendamaikan pihak-pihak yang tengah berkonflik, tujuannya untuk menciptakan perdamaian diantara sesama. Oleh karena itu, dengan maraknya konflik yang terjadi di Republik ini, maka sudah sepatutnya kita sebagai rakyat Indonesia turut berpartisipasi aktif dalam mencegah dan mengatasi berbagai konlik yang ada saat ini dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman, adil, sejahtera dan berdaulat. Adapun hal-hal yang dapat kita lakukan yaitu, memahami, menjalankan dan menyebarkan ajaran agama kita yang damai agar kita tidak mudah dikelabui dan diprovokasi atas nama agama. Selanjutnya kitapun harus memupuk rasa toleransi dengan tidak mengganggu dan menyinggung
Pada achir tahun 1929 terbit di Bandung madjalah Pembela Islam. Didalamnja menulis sdr 2 alm. Seb... more Pada achir tahun 1929 terbit di Bandung madjalah Pembela Islam. Didalamnja menulis sdr 2 alm. Sebirin, Fachruddin Al-Kahiri, dan M. Natsir sebagai pengisi tadjuk-rentjana.
Indonesia adalah negeri dengan berjuta keindahan. Keindahan Indonesia tidak hanya dapat dilihat d... more Indonesia adalah negeri dengan berjuta keindahan. Keindahan Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari pesona alamnya, tetapi dapat kita lihat pula dari keberagaman suku dan budaya yang ada di dalamnya. Keindahan dan keberagaman Indonesia merupakan potensi kekayaan bangsa. Akan tetapi jika kekayaan ini tidak didayagunakan untuk kesejahteraan bangsa, maka kekayaan ini hanya akan menjadi sumber konflik dan malapetaka bagi Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa dengan heterogenitas yang tinggi dituntut untuk memiliki rasa toleransi yang tinggi pula untuk memelihara hubungan diantara berbagai perbedaan yang ada. Ideologi Pancasila dengan slogan Bhinneka Tunggal Ika hadir sebagai alat pemersatu dan berperan sebagai jembatan antara suku, agama, ras dan antar golongan yang berbeda untuk dapat tetap bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ideologi Pancasila sebagai ideologi asli yang lahir dari rahim ibu pertiwi realitanya tidak dipahami oleh anak-anak bangsa dimasa kini. Pancasila sebagai pondasi bangsa hanya berada di bibir, tidak menghujam dan mengakar di dalam sanubari anak bangsa. Akibatnya Indonesia hari ini adalah negeri yang rapuh bangsanya. Banyak penduduknya, namun begitu pendek sumbu amarahnya, sangat reaktif, dan mudah terprovokasi hanya karena perbedaan dukungan politik, suku, ras dan bahkan agama. Agama yang notabene merupakan pedoman hidup bagi setiap manusia, hari ini sering kali dijadikan alat untuk memperalat orang lain dan tidak jarang dijadikan bahan jualan untuk sekedar membuat dapur rumah kembali berasap. Hal ini terjadi akibat dari ketidakpahaman anak bangsa dalam menjalankan agamanya. Sehingga mudah diperalat, dibodohi, diprovokasi yang mengakibatkan terjadinya konflik atas nama agama. Konflik atas nama agama hanyalah pembenaran bagi sekelompok manusia brutal yang memiliki sifat hewan dan haus akan menumpahkan darah dengan dalih membela Tuhan. Alih-alih membela Tuhan Yang Maha Kuasa, mereka nyatanya hanyalah menyalurkan hasrat kebinatangannya pada orang lain yang dianggap berbeda. Hal ini pernah dijelaskan oleh Ibnu Kholdun dalam Hakimul yang menyatakan bahwa konflik selamanya akan selalu ada dalam masyarakat karena manusia memiliki sifat binatang (animal power) yang mendorongnya untuk agresif. Sifat kebinatangan yang dimiliki manusia ini seharusnya bisa dikendalikan oleh para penganut agama yang taat. Oleh karena, agama merupakan seperangkat aturan yang hadir untuk menciptakan keteraturan dan kedamaian bagi setiap pemeluknya. Tidak ada satupun agama yang yang mengajarkan tentang kebencian terhadap sesama manusia. Umat Kristiani mengajarkan bahwa keadilan dapat melahirkan kedamaian, hal ini dijelaskan dalam Mazmur 85:11-13. Selanjutnya umat Hindu dalam Y.V.XXXVI.18 mengajarkan pentingnya melihat dan memperlakukan sesama manusia sebagai seorang sahabat. Dalam Islam, seorang Khulafurasyidin Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berkata bahwa dia yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan. Sehingga apapun agama kita, kita merupakan saudara sebangsa dan setanah air yang harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Bahkan dalam Al Quran surat Al Hujurat ayat 9, kita diperintahkan untuk terlibat aktif dalam mendamaikan pihak-pihak yang tengah berkonflik, tujuannya untuk menciptakan perdamaian diantara sesama. Oleh karena itu, dengan maraknya konflik yang terjadi di Republik ini, maka sudah sepatutnya kita sebagai rakyat Indonesia turut berpartisipasi aktif dalam mencegah dan mengatasi berbagai konlik yang ada saat ini dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman, adil, sejahtera dan berdaulat. Adapun hal-hal yang dapat kita lakukan yaitu, memahami, menjalankan dan menyebarkan ajaran agama kita yang damai agar kita tidak mudah dikelabui dan diprovokasi atas nama agama. Selanjutnya kitapun harus memupuk rasa toleransi dengan tidak mengganggu dan menyinggung
Pada achir tahun 1929 terbit di Bandung madjalah Pembela Islam. Didalamnja menulis sdr 2 alm. Seb... more Pada achir tahun 1929 terbit di Bandung madjalah Pembela Islam. Didalamnja menulis sdr 2 alm. Sebirin, Fachruddin Al-Kahiri, dan M. Natsir sebagai pengisi tadjuk-rentjana.
Uploads
Papers by M Irfan Ilmy