Books by muryanti muryanti
Pemberdayaan Ekonomi Berkelanjutan Bagi Kelompok Marginal di Daerah Rwan Bencana di Bantul Yogyakarta , 2010
Sampai saat ini permasalahan masih banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan terus menjadi... more Sampai saat ini permasalahan masih banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan terus menjadi perhatian dan keprihatinan di negeri ini. Di wilayah provinsi D.I. Yogyakarta misalnya, masih dijumpai sejumlah daerah dan kelompok masyarakat yang dapat dikatakan miskin. Yang masuk kategori dan rentan akan hal ini ialah masyarakat marginal. Salah satu di antara kelompok sosial tersebut ialah yang terdapat di dusun Nglingseng, desa Muntuk, kecamatan Dlingo, kabupaten Bantul, provinsi D.I. Yogyakarta. Dusun yang daerahnya termasuk lereng-lereng dan perbukitan tersebut, sebagian besar masyarakatnya dapat dikatakan miskin, dengan tingkat pendapatan ekonomi sangat rendah dan tingkat pendidikannya pun rendah pula. Kondisi itu semakin memprihatikan dengan adanya masalah-masalah seperti bencana gempa bumi dan longsor. Bencana seringkali menelan korban jiwa, menghancurkan rumah, infrastruktur, dan mengancam perekonomian masyarakat. Kelompok yang paling rentan terhadap dampak bencana adalah kelompok marginal, yakni perempuan, kaum miskin, dan lansia. Kelompok ini semakin parah terkena dampak bencana, manakala dari sisi ekonomi mereka masih lemah, dan rapuh. Terhadap kondisi itu, diperlukan adanya upaya-upaya oleh pemerintah, lembaga-lembaga, pihak-pihak, dan siapapun untuk secara sungguh-sungguh melakukan pemecahan yang konstruktif guna meminimalisasi dampak dari guncangan itu.Berangkat dari kenyataan itu, peneliti mengangkat isu penguatan ekonomi berkelanjutan bagi kelompok muslim marginal yang rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan, serta rentan terhadap acaman bencana gempa bumi dan longsor. Kelompok masyarakat inilah yang menjadi sasaran program PAR. Penghidupan mereka yang bergantung pada usaha buruh pertanian dan usaha anyaman bambu seringkali terguncang manakala terjadi bencana gempa bumi, longsor, kesulitan bahan baku dan produk-produk kerajinan bambu tersebut yang tidak laris atau tidak laku di pasaran. Mereka belum menemukan solusi konstruktif untuk mencegah dan menanggapi berbagai bahaya dan problem itu. Kelompok marginal ini dipilih sebagai lokasi pengimplementasian program karena mereka tidak hanya berada di wilayah yang memiliki ancaman bencana, tetapi sekaligus juga memiliki potensi sumber daya alam, semisal bahan baku tanaman ubi-ubian dan pohon bambu yang relatif melimpah yang bisa dikembangkan lebih lanjut. Selain itu, mereka juga mengalami kerentanan yang cukup tinggi karena tinggal di daerah lereng-lereng bukit yang seringkali terjadi longsor, karena rendahnya kepedulian masyarakat untuk menjaganya. Pada musim kemarau, mereka juga merasakan sulitnya menemukan air, sehingga area perbukitan menjadi kering. Di samping itu, masyarakat rata-rata cenderung mengandalkan mata pencaharian pertanian yang terbatas dan menjadi pengrajin anyaman bambu dan belum diimbangi dengan mata pencaharian alternatif. Mereka juga belum mendiversifaksi hasil-hasil produksi. Usaha-usaha mereka cenderung masih sangat sederhana dan hanya sebatas untuk bertahan hidup. Walhasil, kebutuhan hidup yang besifat sukender dan kebutuhan pendidikan anak-anak kurang diperhatikan. Dari data monografi desa menunjukkan bahwa rata-rata kelompok marginal tersebut 70 % lulusan SD dan 40% lulusan SLTP. Rendahnya tingkat pendidikan terkadang menjadi titik kelamahan bagi mereka untuk mengembangkan usaha. Bahkan tak jarang, kelamahan ini dimanfaatkan para tengkulak atau pedang besar untuk memainkan harga hasil produksi. Hal ini semakin diperparah dengan tidak adanya asosiasi atau kelompok usaha yang menaungi mereka, sehingga sering terjadi persaingan usaha yang tidak sehat dan susah mengakses bantuan dari pihak luar. Dalam industri rumahan ini, kelompok perempuan dan lansia juga akan menjadi penerima manfaat yang besar. Industri kearajinan anyaman bambu merupakan industri rumah tangga yang melibatkan anggota kelurga secara menyeluruh, sehingga keterlibatan tidak hanya terbatas pada kelompok usia produktif, tetapi juga kelompok lainnya (remaja). Hal sangat potensial untuk menjalankan proragm PAR ini adalah adanya keswadayaan masyarakat yang tinggi yang ditunjukkan dengan banyakna program yang berjalan secara swadana dan gotong royong. Masyarakat juga rata-rata memiliki kemampuan keterampilan menganyam bambu dan usaha pengolahan makanan, meski belum dimanfaatkan secara optimal. Di samping itu, kelompok sosial, semisal perkumpulan PKK dan dasawisma juga masih berjalan di dusun ini.
Teori Konflik dan Konflik Agraria di Pedesaan , 2013
PERSPEKTIF konflik selalu menempatkan bahwa kehidupan itu tidak terlepas dari konflik. Tidak ada ... more PERSPEKTIF konflik selalu menempatkan bahwa kehidupan itu tidak terlepas dari konflik. Tidak ada yang abadi di dunia ini, selain konflik itu sendiri. Benar apa yang disampaikan oleh Simmel, hidup adalah konflik. Ia melekat dan menjadikan kehidupan menjadi penuh warna. Konflik melahirkan ambisi, semangat untuk menang, strategi memanangkan konflik, manajemen konflik sampai akhirnya kita merefleksikan apa hikmah dari sebuah konflik yang kita alami itu. Jika Hegel menyatakan bahwa dalam proses pembentukan pengetahuan ada sintesa, antitesa dan melahirkan sintesa baru, yakni pengetahuan. Maka dalam perspektif ini, lahir konflik, memerlukan resolusi konflik, adanya perdamaian, kemudian melahirkan konflik berikutnya. Begitu seterusnya, sehingga kita tidak antipati terhadap konflik, akan tetapi justru bersahabat dengan konflik, sehingga dengan demikian kita akan bersahabat dengan manajemen dan resolusi konflik.
Terlibat dalam penyelesaian konflik agraria di satu wilayah, tetapi mengambil peran sebagai seorang ‘mediator sosial’ bukan berada pada salah satu pihak yang bertikai. Sungguh pengalaman yang luar biasa bagi saya pribadi, meskipun mungkin bagi orang lain menjadi pengalaman hidup biasa saja. Ketika diawal kita akan memutuskan untuk terlibat dalam penyelesaian konflik agraria, terbayang betapa rumitnya kasus-kasus yang melibatkan rakyat apalagi konflik agraria. ‘sakdumuk bathuk sak nyari bumi, rawe-rawe rantas malang-malang putung’, itulah slogan umum yang berkembang di kalangan rakyat, untuk menggambarkan semangat yang berkembang. Tetapi hidup harus berjalan, keputusan harus diambil dan resiko sosial mungkin akan kita panen. Melengkapi cakrawala pikir untuk untuk Indonesia yang lebih baik. Satu hal yang penting dari pengalaman di Kediri adalah sebaiknya kita “madake barang kang podho, dudu madake barang kang bedo” kira-kira bermakna sebaiknya dalam menyelesaikan masalah kita harus menyamakan “barang/sesuatu yang bisa berupa pikiran-pikiran yang sama, bukan sesuatu yang berbeda yang di persamakan”. Hal yang sama adalah kedua belah pihak ingin segera menyelesaikan masalahnya (sudah kurang lebih 12 tahun, sejak 1999an), sama-sama sudah biaya tinggi yang di keluarkan kedua belah pihak dan sama-sama menginginkan mendapatkan ‘haknya’ tanah. Dan persamaan kepentingan yang lebih besar adalah negara(pemerintah) harus tampil berwibawa, mengayomi rakyat dan pihak perusahaan. Syarat-syarat penyelesaian konflik agraria yang sudah berkembang menjadi konflik sosial diatas harus di topang adanya niat yang tulus dari semua pihak dan kerja yang sungguh-sungguh dari semua komponen. “Sopo kang nandur kebecikan, yo panen kebecikan” –siapa yang menanam kebaikan akan memanennya. Perkembangan terakhir, warga sudah mendapatkan apa yang dikehendaki yakni tanah dan sudah mendapatkan bukti kepemilikan hak (sertifikat tanah), begitu juga perkebunan mendapatkan HGU. Yang lebih penting dari itu semua adalah bagaimana rakyat bisa hidup sejahtera begitu juga perusahaan perkebunan bisa bekerja dengan baik di lahan terbatas. Tidak di pungkiri, setelah satu dasawarsa lebih hidup dalam konflik, rasa benci, curiga, menganggap pihak lain sebagai musuh dan harus di enyahkan masih sesekali terlintas didalam benak beberapa kecil orang. Tetapi nilai-nilai yang baik tetap harus di semai dan diperjuangkan. Rekonsiliasi sosial para pihak seperti didalam masyarakat sendiri (di desa-desa) serta masyarakat dengan pihak perusahaan. Harus ada aktivitas nyata, kegiatan ekonomi produktif yang bisa menjadi sarana untuk membangun saling tepo sliro, berempati tetapi tetap mendapatkan keuntungan bersama dalam peningkatan ekonomi. Lahirnya tulisan-tulisan dalam buku ini moga bisa bermanfaat, setidaknya untuk penulis pribadi dan semoga untuk perbaikan bangsa yang lebih baik.
Relasi Kuasa Hubungan Kerja Domestik, 2017
Keradaan Pembantu Rumah Tangga (PRT) dalam sebuah keluarga di Indonesia memiliki peranan penting.... more Keradaan Pembantu Rumah Tangga (PRT) dalam sebuah keluarga di Indonesia memiliki peranan penting. Keluarga yang dimaksud merupakan satuan sosial terkecil (yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial) yang ditandai dengan adanya kerjasama ekonomi (Goode, 2007). Keluarga merupakan kelompok pertama karena keluarga membentuk berbagai macam kepribadian, sikap dan perilaku individu yang berbeda-beda. Hubungan sosial antar anggota keluarga relatif tetap, adanya hubungan kasih sayang serta rasa tanggung jawab terhadap anggota keluarga lain. Peran PRT dapat menopang sebagian fungsi keluarga majikan, sebagaimana fungsi keluarga yang seharusnya berlaku dalam masyarakat, sejak masa pra revolusi industri yang dikenal dengan masyarakat tradisional sampai dengan masa modern. Revolusi industri yang melahirkan modernisasi mengubah fungsi keluarga. Pembentukan keluarga menjadi lebih berbasis sexual-emotional, lebih terisolasi, terspesialisasi dan hubungan sifat fungsional (yang komplek dan multidimensional) antara anggota keluarga cenderung berkurang, berubah menjadi ikatan emosional yang lebih eksklusif (Hutter, 1981). Goode (2007) menyatakan industrialisasi menggeser bentuk keluarga besar masyarakat agraris menjadi keluarga inti. Perubahan jumlah dan bentuk relasi ini terjadi seiring perkembangan teknologi yang bersifat efektif dan efisien. Demikian halnya dengan tuntutan fungsi keluarga menjadi menyempit pada keluarga inti, bukan keluarga besar (Goode, 2007). Pada situasi ini, pengaruh dari keluarga besar semakin berkurang. PRT berperan menggantikan peran keluarga besar untuk menopang sebagian fungsi keluarga.
Sosiologi Hukum dan Kriminal , 2020
Hukum tidak lahir dari ruang hampa. Hukum adalah hasil pergulatan kepentingan (sosial, budaya, ek... more Hukum tidak lahir dari ruang hampa. Hukum adalah hasil pergulatan kepentingan (sosial, budaya, ekonomi dan politik) dan mencerminkan standar nilai dan idelogi yang dianut oleh masyarakat dan kekuasaan dalam proses pembuatannya (Rotua valentian, JP vol 49, 2006). Hukum bukan hanya seperangkat peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat semata yang terkadang tidak mengetahui bahwa dirinya hidup di Negara hukum yang mempunyai seperangkat peraturan dengan segala bentuknya. Hukum adalah realitas dan kenyataan sosial yang hidup dalam masyarakat. Setiap masyarakat melahirkan hukum dan tentunya hukum itu sendiri lahir untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia.
Aliran positivisme berakar dari filsafat Yunani yakni Epicurus. Sementara itu positivsme dari aliran hukum mendapat banyak pengaruh dari positivisme sosiologis yang dimotori oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Kaum positivis menganut paham monisme dalam ihwal metodologi keilmuan. Dalam kajian sains hanya ada satu saja metode untuk menghasilkan kesimpulan yang lugas, yakni metode scienties. Mempelajari benda-benda mati dalam ilmu Fisika sama halnya dengan mempelajari manusia yang memiliki jiwa dan ruh. Perilaku pada ranah yang berbeda itu sama-sama dikontrol oleh hukum sebab akibat yang berlaku universal. Menurut Rousseau, positivisme sepertinya hendak menyatakan bahwa manusia-manusia itu memang dilahirkan sebagai makhluk bebas, akan tetapi di dalam kehidupan yang nyata di masyarakat mereka akan menemukan dirinya terikat dimana-mana. Kehidupan manusia dikontrol dan dikuasai oleh seperangkat hukum positif yang lengkap dan tuntas serta bersanksi, sedemikian rupa sehingga diyakini bahwa law is society. Hukum dipositifkan dengan statusnya yang tertinggi diantara berbagai norma (the supreme state of law), yang teridri dari pernyataan tentang berbagai perbuatan yang didefinisikan sebagai “fakta hukum” dengan konsekuensinya yang disebut “akibat hukum”.
Perkembangan hukum yang diperlukan untuk mengontrol kehidupan negara bangsa yang modern ini mencita-citakan terwujudnya jaminan akan kepastian dalam pelaksanaan hukum sebagai sarana penata tertib itu. Hukum menurut modelnya yang baru ini diperlukan para reformis untuk mengatasi kesemena-menaan para penguasa otokrat yang mengklaim dirinya sebagai secara sepihak sebagai penegak hukum yang bersumber dari kekuasaan Ilahi yang maha Sempurna.
Dari sinilah berawal pemikiran yang mengetengahkan dan memperjuangkan ide bahwa apa yang dimaklumatkan sebagai hukum harus mempunyai statusnya yang positif dalam arti telah disahkan tegas-tegas (positif) sebagai hukum dengan membentuknya dalam wujud produk perundang-undangan. Inilah pemikiran positivisme yang berkembang pasca revolusi Perancis yang serta merta menolak segala pemikiran yang serba metafisik dan menolak praktik-praktik penyelenggaraan tertib kehidupan atas dasar rujukan yang metayuridis. Inilah tipe hukum yang dikenal dengan istilah hukum undang-undang. Setiap unsur-unsur yang ada di dalamnya ditandai dengan penomoran. Setiap unsur ini terbaca sebagai aturan berupa kalimat yang menyatakan ada tidaknya sutau peristiwa atau perbuatan tertentu (disebut dengan fakta hukum), yang disusul dengan pernyataan tentang apa yang akan menjadi akibatnya (akibat hukum). Sehingga dalam khazanah peristilahan hukum nasional modern, setiap baris aturan dalam setiap undang-undang disebut norma-norma positif dan keseluruhannya disebut dengan hukum positif. Jaminan akan berlakunya kepastian hukum, demi terwujudnya keteraturan dalam kehidupan nasional yang diupayakan lewat langkah-langkah positivisasi dan sistematisasi.
Hukum nasional yang menganut ajaran positivisme yang marak di Barat dan mengalami puncak keberhasilannya pada akhir abad 18 ini kemudian dikenali sebagai hukum positif dan tampil dalam rupa hukum perundang-undangan. Berawal dari sini lahirnya hukum nasional yang dituliskan atas dasar konsep-konsep kaum positivis yang akan dirawat oleh sebarisan hukum yang profesional. Dari sini awal mula hukum sebagai norma-norma penata tertib yang tidak menjadi bahasan para filosof dan atau kaum moralis, melainkan kian berlanjut ke para ahli hukum penggunanya (ahli hukum, the lawyers) dan atau pengkajinya yang ilmuwan (sarjana hukum, jurist). Dari sini lahirlah kajian ilmu baru yang disebut dengan ilmu hukum tentang kehidupan dan perilaku warga masyarakat yang mengikuti norma-norma.
Kritik terhadap paham legisme diberikan oleh kelompok Critical Legal Study (CLS) yang sejak tahun 1970-an mengkritik pikiran berikut rasional dan rasionalitas kaum yuris legal yang liberal itu. Adalah paradigma mereka yang tergabung dalam CLS yang mehatakan bahwa masyarakat bukanlah struktur yang terbangun sepenuhnya dari konsensus-konsensus dan yang karena itu lalu mampu bertahan secara penuh dan berterus pada konsensus-konsensus itu. Kritik yang dilakukan oelh kaum CLS pada tahun 1970an tersebut sebenarnya sudah dilakukan pada tahun 1940-an oleh kaum Realis (Soetandyo).
Bunga Rampai Sosiologi Komunikasi, 2022
Pada awalnya interaksi sosial dilakukan secara langsung antara komunikan satu dengan yang lain. P... more Pada awalnya interaksi sosial dilakukan secara langsung antara komunikan satu dengan yang lain. Perkembangan media sosial menjadikan interaksi sosial terjadi secara tidak langsung atau tatap muka. Sebagaimana ciri dari media massa adalah memfasilitasi komunikasi yang tidak bisa diselenggarakan secara langsung antara komunikan. Media sosial menjadikan timeless time and space are flow. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif research, penggalian data dengan menggunakan cara observasi dan wawancara. Subyek penelitian dilakukan terhadap kurang lebih 60 orang mahasiswa generasi muda yang aktif menggunakan media sosial. Hasil penelitian menunjukan media sosial yang banyak digunakan oleh generasi muda adalah WhatsApp, Facebook, Instagram dan Youtube. Penggunaan media sosial bagi mahasiswa untuk memperoleh jenjang pertemanan guna membangun komunikasi bersama, membangun identitas diri dan instropeksi dengan adanya like, komen dan jumlah follower yang dimilikinya. Namun demikian, walaupun interaksi online mereka lakukan layaknya komunikasi langsung. Berinteraksi secara langsung tetap disukai oleh mayoritas generasi milenial. Mengingat dalam media sosial yang ditampilkan lebih banyak pencitraan dari realitas yang sebenarnya dalam bentuk berita hoax.
Pustaka Pelajar, 2017
Pedesaan identik dengan alam yang masih segar dan bersahabat sebagai sebuah karunia bagi umat man... more Pedesaan identik dengan alam yang masih segar dan bersahabat sebagai sebuah karunia bagi umat manusia. Hal itu menjadi kekuatan pada saat krisis saat ini. Sehingga pedesaan menjadi salah satu solusi untuk krisis pangan, lingkungan dan energi yang melanda dunia saat ini. Akan tetapi dibalik keelokan dan kecantikan yang dimilikinya, di pedesaan juga tampak ketidakadilan, terutama pada proses produksi pertanian, yang disebabkan oleh faktor struktural dan kultural. Hal ini menjadi hambatan bagi pemuda untuk mengembangkan sektor pertanian
Papers by muryanti muryanti
Subsistence and cultural conditions of patriarchy that has very close relations, make women in ru... more Subsistence and cultural conditions of patriarchy that has very close relations, make women in rural and urban chained. Women in this situation should bear the double burden; domestic work and the public. This article reveals the condition of subsistence and the double burden that occurs in women in rural and urban women. The women have different ways and strategies to cope with subsistence conditions of themselves and their households. Women in rural areas use a patron-client strategy, while those in urban use the poverty-sharing strategy.
Labor relations between employers and domestic workers is one of the very old form of relationshi... more Labor relations between employers and domestic workers is one of the very old form of relationship influenced by cultural and social development of society. The purpose of this study to determine the forms of employment relationships of kinship and formal working relationships and form working relationships between them are preferred by employers in Yogyakarta. The theory used in this study is the concept of patron-client (Scott, 1985) and patriarchy (Delaney, 2005) to explain the two forms of the employment relationship in domestic sphere. This research used post-positivist paradigm with mixed methods, quantitative and qualitative (Guba & Lincoln, 1997). The results showed kinship relationships occur in household domestic worker, working full time and living in the employer's home. Formal relationship occurs in the working relationship where domestic workers work part time (fill-in), such as baby sitter. Generally, employers prefer kinship relationship because domestic worker are regarded to be part of the family. In contrast, domestic workers prefer to work part-time, work-specific and do not live in private homes because they have more wages and they have more free time. Employers and domestic workers have individual rationality in determining the form of employment relationship. The study found that kinship relationships wane and the quantity of formal relations, characterized by the use of part-time domestic worker increase.
The Shodaqoh of rubbish is collective behavior are changed rubbish become a good things from resi... more The Shodaqoh of rubbish is collective behavior are changed rubbish become a good things from residue. Women have been dominant activities, in the classifications of rubbish in the household, make product handy craft, socialization, supply accommodation to guest in training of rubbish management. This research use qualitative method. Explore data trough in-depth interview and observation as primer data. Ecofeminism perspective believe that all of activities women must be done by awareness, not only by social construction that women are feminine and care. All of activities women in Dusun Sukunan are not suitable with Ecofeminism perspective. They done because of nature character. So the awareness process must be done.
Perilaku korupsi dalam perspektif fungsionalisme structural berfungsi sebagai pelumas birokrasi u... more Perilaku korupsi dalam perspektif fungsionalisme structural berfungsi sebagai pelumas birokrasi untuk mempercepat sistem birokrasi menjalankan tugasnya. Korupsi merupakan salah satu fungsi melekat dalam fungsi politik dan fungsi ekonomi yang berjalan beriringan untuk memperoleh keuntungan maksimal. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui fungsi positif dari korupsi pada sistem politik di film: Korupsi dan Kita: Rumah Perkara. Film ini merupakan salah satu cermin situasi perpolitikan di Indonesia yang sangat rentan dengan perilaku dan tindak pidana korupsi. Metode penelitian adalah kualitatif dengan menganalisis data sekunder film dan menganalisisnya dengan perspektif structural fungsional. Hasil penelitian menunjukan bahwa fungsi positif dari korupsi benar-benar dijalankan oleh pebisnis untuk mendapatkan keuntungan dari bisnisnya tanpa mempertimbangkan moral dan mengabaikan moral itu sendiri. Perilaku bisnis bekerjasama dengan pejabat dengan melakukan suap untuk menggoalkan tujuannya. Kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan maksimal karena kepentingan bisnis dan politik bisa berjalan beriringan. Sisi yang lain, masyarakat banyak menderita karena perilaku korupsi, diantaranya: kehilangan lahan, pekerjaan dan tanah kelahiran.
Non-Governmental Organizations (NGO), through their advocacy program, have succeeded in protectin... more Non-Governmental Organizations (NGO), through their advocacy program, have succeeded in protecting the housemaids and their employers, both at provincial as well as national levels. Some regulations on this issue have been issued as results of their advocacy program include:
Dialog (Jakarta), Jun 30, 2014
Dialog diterbitkan satu tahun dua kali, pada bulan Juni dan Desember oleh Badan Litbang dan Dikla... more Dialog diterbitkan satu tahun dua kali, pada bulan Juni dan Desember oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Jurnal Dialog sebagai media informasi dalam rangka mengembangkan penelitian dan kajian keagamaan di Indonesia. Dialog berisi tulisan ilmiah dan hasil penelitian dan pengembangan terkait dengan masalah sosial keagamaan. Redaksi mengundang para peneliti agama, cendekiawan dan akademisi untuk berdiskusi dan menulis secara kreatif demi pengembangan penelitian maupun kajian keagamaan di Indonesia dalam jurnal ini.
Journal of Environmental Management and Tourism, Jun 28, 2022
The purpose of this research is to know and analyze directly or indirectly the entrepreneurial mi... more The purpose of this research is to know and analyze directly or indirectly the entrepreneurial mindset and spirit have a significant effect on increasing business performance through self-motivation of entrepreneurs in rebuilding tourism businesses after COVID-19. This study examines the variables related to the entrepreneurial mindset and spirit, while the dependent variable is increasing business performance through moderating variables, namely self-motivation of entrepreneurs in rebuilding tourism businesses after COVID-19. The research method used in this research is descriptive quantitative research method using path analysis. In this study the independent variable is related to mindset and entrepreneurial spirit while for the dependent variable, namely the variable business performance improvement and the moderator variable is the variable self-motivation from entrepreneurs in rebuilding tourism businesses post-covid-19, data analysis using AMOS 18 and the data taken is data on the number of entrepreneurs in the Indonesian tourism industry in 2016-2020. Partially, the variables of mindset and entrepreneurial spirit have a significant effect on the variables of increasing business performance and self-motivation. Simultaneously, the variables of mindset and entrepreneurial spirit have an effect on the variable of increasing business performance through self-motivation variables. Through the results of research that has been stated that with a good mindset in carrying out the business that will be built by thinking about what business concepts will be developed after being slumped by COVID-19, plus increasing the spirit of entrepreneurship will improve performance in business for entrepreneurs in the tourism industry, increasing Performance is due to an increase in self-motivation in carrying out and turning his business into a successful business.
Musawa: Jurnal Studi Gender dan Islam, Jan 30, 2018
Redaksi menerima tulisan dengan tema Gender, Islam, dan HAM berupa hasil penelitian yang belum pe... more Redaksi menerima tulisan dengan tema Gender, Islam, dan HAM berupa hasil penelitian yang belum pernah dipublikasikan atau diterbitkan di media lain. Naskah diketik dengan ukuran kertas A4, spasi 1,5, menggunakan font Times New Roman/ Times New Arabic, ukuran 12 point, dan disimpan dalam Rich Text Format. Artikel ditulis dalam 5.000-10.000 kata sesuai dengan gaya selingkung Musawa yang dapat dilihat di halaman belakang. Naskah dikirimkan melalui Open Journal System (OJS) Musawa melalui alamat : http://ejournal.uin-suka.ac.id/musawa. Editor berhak melakukan penilaian tentang kelayakan suatu artikel baik dari segi isi, informasi, maupun penulisan.
This paper examines the legislation process of the Proposed Regional Regulation on Domestic Worke... more This paper examines the legislation process of the Proposed Regional Regulation on Domestic Workers (Raperda PRT) in DIY. The regional regulation is crucial because domestic workers play a significant role for the working family and for those who are active in the public sphere. This resulted in an increased demand for the profession each year. Unfortunately, the absence of a governing regulation for the profession has led to very unclear and messy practices in the working relationship between the Domestic Worker (DW/PRT) and the customer (service user). Violations of the employment relationship have become frequent occurrences, including violence experienced by domestic workers, whether physical, psychological, economic, sexual or social. In Yogyakarta, the Domestic Workers Protection Network (JPPRT) of the Special Region of Yogyakarta (DIY) has suggested that the various type of violence experienced by domestic workers cannot be viewed separately from the absence of a regulation that governs the working relationhip between domestic workers and their service users. Against this background, the JPPRT decided to pioneer and propose a draft for regional regulation on domestic workers in the Special Region of Yogyakarta (DIY).
The massive scale of forest fire by big companies in Kapuas Hulu have caused smog disaster that a... more The massive scale of forest fire by big companies in Kapuas Hulu have caused smog disaster that affect surrounding areas suh as Kalimantan Island and Malaysia.These companies cleared land without considering season calendaras indigenous peopleof Dayak did. As a result, forest fire is uncontrollable that cause serious haze disaster. In contrast, the Dayak people have local wisdom called bambi'ari to prevent forest fire. According to bambi 'ari, Dayak people clear small scale land and use season calendar before fire the forest.This research concern swith bambi 'ari's implementation to prevent forest fire haze by using qualitative method to collect primary data. This research argues that as a local wisdom, bambi 'ari was built upon collaboration among the Dayak people to develop social solidarity. Since the Dayak people rely heavily on natural resources, they set a system to help natural resources management, such as forest. This set of system called tembawang, applies season calendar to determine planting in the field and land clearing. Forest fire as a tool of land clearing, conducted in natural ways and in particular time to avoid haze disaster. Collaboration among the Dayak people occurred when they fire forest by monitoring hot spots and supplying water to prevent uncontrolled forest fire.This research concludes that the implementation of bambi'ari as a long term natural resources management by the Dayak people enable haze disaster prevention
The coastal society of Bintan regency is heavily depended upon marine resources. Various activiti... more The coastal society of Bintan regency is heavily depended upon marine resources. Various activities, such as fishing and catching fishes, are done by most houshold to maintin their livelihood. To obtain maximum results, various methods are employed, including fishing with illegal means (over-exploitation and destructive) that destroy coral reef ecosystems and sustainability of marine resources. To reduce illegal fishing activities, maintaining the conservation of coral reefs, and realizing sustainable livelihoods for coastal communities of Bintan regency, the local governmentlaunches COREMAP programs to promote and develop an alternative job, as a new strategy for households living in the coastal district of Bintan. This study wants to analyze (i) the underlying of economic behavior among the households in the coastal district of Bintan in building their living system with illegal fishing activities; and (ii) how far the multiple job seeking alternative strategies endorsed by the local government through MPA-COREMAP are able to build a sustainable livelihood system? The results show that (i) the rational choice action based on economy is underlying the coastal rural households in constructing their living system (ii) job seeking alternative has failed. It has also been predictedto fail in building a sustainable livelihood systems of the coastal society in Bintan.
Jurnal Sosiologi Reflektif, Sep 9, 2016
Uploads
Books by muryanti muryanti
Terlibat dalam penyelesaian konflik agraria di satu wilayah, tetapi mengambil peran sebagai seorang ‘mediator sosial’ bukan berada pada salah satu pihak yang bertikai. Sungguh pengalaman yang luar biasa bagi saya pribadi, meskipun mungkin bagi orang lain menjadi pengalaman hidup biasa saja. Ketika diawal kita akan memutuskan untuk terlibat dalam penyelesaian konflik agraria, terbayang betapa rumitnya kasus-kasus yang melibatkan rakyat apalagi konflik agraria. ‘sakdumuk bathuk sak nyari bumi, rawe-rawe rantas malang-malang putung’, itulah slogan umum yang berkembang di kalangan rakyat, untuk menggambarkan semangat yang berkembang. Tetapi hidup harus berjalan, keputusan harus diambil dan resiko sosial mungkin akan kita panen. Melengkapi cakrawala pikir untuk untuk Indonesia yang lebih baik. Satu hal yang penting dari pengalaman di Kediri adalah sebaiknya kita “madake barang kang podho, dudu madake barang kang bedo” kira-kira bermakna sebaiknya dalam menyelesaikan masalah kita harus menyamakan “barang/sesuatu yang bisa berupa pikiran-pikiran yang sama, bukan sesuatu yang berbeda yang di persamakan”. Hal yang sama adalah kedua belah pihak ingin segera menyelesaikan masalahnya (sudah kurang lebih 12 tahun, sejak 1999an), sama-sama sudah biaya tinggi yang di keluarkan kedua belah pihak dan sama-sama menginginkan mendapatkan ‘haknya’ tanah. Dan persamaan kepentingan yang lebih besar adalah negara(pemerintah) harus tampil berwibawa, mengayomi rakyat dan pihak perusahaan. Syarat-syarat penyelesaian konflik agraria yang sudah berkembang menjadi konflik sosial diatas harus di topang adanya niat yang tulus dari semua pihak dan kerja yang sungguh-sungguh dari semua komponen. “Sopo kang nandur kebecikan, yo panen kebecikan” –siapa yang menanam kebaikan akan memanennya. Perkembangan terakhir, warga sudah mendapatkan apa yang dikehendaki yakni tanah dan sudah mendapatkan bukti kepemilikan hak (sertifikat tanah), begitu juga perkebunan mendapatkan HGU. Yang lebih penting dari itu semua adalah bagaimana rakyat bisa hidup sejahtera begitu juga perusahaan perkebunan bisa bekerja dengan baik di lahan terbatas. Tidak di pungkiri, setelah satu dasawarsa lebih hidup dalam konflik, rasa benci, curiga, menganggap pihak lain sebagai musuh dan harus di enyahkan masih sesekali terlintas didalam benak beberapa kecil orang. Tetapi nilai-nilai yang baik tetap harus di semai dan diperjuangkan. Rekonsiliasi sosial para pihak seperti didalam masyarakat sendiri (di desa-desa) serta masyarakat dengan pihak perusahaan. Harus ada aktivitas nyata, kegiatan ekonomi produktif yang bisa menjadi sarana untuk membangun saling tepo sliro, berempati tetapi tetap mendapatkan keuntungan bersama dalam peningkatan ekonomi. Lahirnya tulisan-tulisan dalam buku ini moga bisa bermanfaat, setidaknya untuk penulis pribadi dan semoga untuk perbaikan bangsa yang lebih baik.
Aliran positivisme berakar dari filsafat Yunani yakni Epicurus. Sementara itu positivsme dari aliran hukum mendapat banyak pengaruh dari positivisme sosiologis yang dimotori oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Kaum positivis menganut paham monisme dalam ihwal metodologi keilmuan. Dalam kajian sains hanya ada satu saja metode untuk menghasilkan kesimpulan yang lugas, yakni metode scienties. Mempelajari benda-benda mati dalam ilmu Fisika sama halnya dengan mempelajari manusia yang memiliki jiwa dan ruh. Perilaku pada ranah yang berbeda itu sama-sama dikontrol oleh hukum sebab akibat yang berlaku universal. Menurut Rousseau, positivisme sepertinya hendak menyatakan bahwa manusia-manusia itu memang dilahirkan sebagai makhluk bebas, akan tetapi di dalam kehidupan yang nyata di masyarakat mereka akan menemukan dirinya terikat dimana-mana. Kehidupan manusia dikontrol dan dikuasai oleh seperangkat hukum positif yang lengkap dan tuntas serta bersanksi, sedemikian rupa sehingga diyakini bahwa law is society. Hukum dipositifkan dengan statusnya yang tertinggi diantara berbagai norma (the supreme state of law), yang teridri dari pernyataan tentang berbagai perbuatan yang didefinisikan sebagai “fakta hukum” dengan konsekuensinya yang disebut “akibat hukum”.
Perkembangan hukum yang diperlukan untuk mengontrol kehidupan negara bangsa yang modern ini mencita-citakan terwujudnya jaminan akan kepastian dalam pelaksanaan hukum sebagai sarana penata tertib itu. Hukum menurut modelnya yang baru ini diperlukan para reformis untuk mengatasi kesemena-menaan para penguasa otokrat yang mengklaim dirinya sebagai secara sepihak sebagai penegak hukum yang bersumber dari kekuasaan Ilahi yang maha Sempurna.
Dari sinilah berawal pemikiran yang mengetengahkan dan memperjuangkan ide bahwa apa yang dimaklumatkan sebagai hukum harus mempunyai statusnya yang positif dalam arti telah disahkan tegas-tegas (positif) sebagai hukum dengan membentuknya dalam wujud produk perundang-undangan. Inilah pemikiran positivisme yang berkembang pasca revolusi Perancis yang serta merta menolak segala pemikiran yang serba metafisik dan menolak praktik-praktik penyelenggaraan tertib kehidupan atas dasar rujukan yang metayuridis. Inilah tipe hukum yang dikenal dengan istilah hukum undang-undang. Setiap unsur-unsur yang ada di dalamnya ditandai dengan penomoran. Setiap unsur ini terbaca sebagai aturan berupa kalimat yang menyatakan ada tidaknya sutau peristiwa atau perbuatan tertentu (disebut dengan fakta hukum), yang disusul dengan pernyataan tentang apa yang akan menjadi akibatnya (akibat hukum). Sehingga dalam khazanah peristilahan hukum nasional modern, setiap baris aturan dalam setiap undang-undang disebut norma-norma positif dan keseluruhannya disebut dengan hukum positif. Jaminan akan berlakunya kepastian hukum, demi terwujudnya keteraturan dalam kehidupan nasional yang diupayakan lewat langkah-langkah positivisasi dan sistematisasi.
Hukum nasional yang menganut ajaran positivisme yang marak di Barat dan mengalami puncak keberhasilannya pada akhir abad 18 ini kemudian dikenali sebagai hukum positif dan tampil dalam rupa hukum perundang-undangan. Berawal dari sini lahirnya hukum nasional yang dituliskan atas dasar konsep-konsep kaum positivis yang akan dirawat oleh sebarisan hukum yang profesional. Dari sini awal mula hukum sebagai norma-norma penata tertib yang tidak menjadi bahasan para filosof dan atau kaum moralis, melainkan kian berlanjut ke para ahli hukum penggunanya (ahli hukum, the lawyers) dan atau pengkajinya yang ilmuwan (sarjana hukum, jurist). Dari sini lahirlah kajian ilmu baru yang disebut dengan ilmu hukum tentang kehidupan dan perilaku warga masyarakat yang mengikuti norma-norma.
Kritik terhadap paham legisme diberikan oleh kelompok Critical Legal Study (CLS) yang sejak tahun 1970-an mengkritik pikiran berikut rasional dan rasionalitas kaum yuris legal yang liberal itu. Adalah paradigma mereka yang tergabung dalam CLS yang mehatakan bahwa masyarakat bukanlah struktur yang terbangun sepenuhnya dari konsensus-konsensus dan yang karena itu lalu mampu bertahan secara penuh dan berterus pada konsensus-konsensus itu. Kritik yang dilakukan oelh kaum CLS pada tahun 1970an tersebut sebenarnya sudah dilakukan pada tahun 1940-an oleh kaum Realis (Soetandyo).
Papers by muryanti muryanti
Terlibat dalam penyelesaian konflik agraria di satu wilayah, tetapi mengambil peran sebagai seorang ‘mediator sosial’ bukan berada pada salah satu pihak yang bertikai. Sungguh pengalaman yang luar biasa bagi saya pribadi, meskipun mungkin bagi orang lain menjadi pengalaman hidup biasa saja. Ketika diawal kita akan memutuskan untuk terlibat dalam penyelesaian konflik agraria, terbayang betapa rumitnya kasus-kasus yang melibatkan rakyat apalagi konflik agraria. ‘sakdumuk bathuk sak nyari bumi, rawe-rawe rantas malang-malang putung’, itulah slogan umum yang berkembang di kalangan rakyat, untuk menggambarkan semangat yang berkembang. Tetapi hidup harus berjalan, keputusan harus diambil dan resiko sosial mungkin akan kita panen. Melengkapi cakrawala pikir untuk untuk Indonesia yang lebih baik. Satu hal yang penting dari pengalaman di Kediri adalah sebaiknya kita “madake barang kang podho, dudu madake barang kang bedo” kira-kira bermakna sebaiknya dalam menyelesaikan masalah kita harus menyamakan “barang/sesuatu yang bisa berupa pikiran-pikiran yang sama, bukan sesuatu yang berbeda yang di persamakan”. Hal yang sama adalah kedua belah pihak ingin segera menyelesaikan masalahnya (sudah kurang lebih 12 tahun, sejak 1999an), sama-sama sudah biaya tinggi yang di keluarkan kedua belah pihak dan sama-sama menginginkan mendapatkan ‘haknya’ tanah. Dan persamaan kepentingan yang lebih besar adalah negara(pemerintah) harus tampil berwibawa, mengayomi rakyat dan pihak perusahaan. Syarat-syarat penyelesaian konflik agraria yang sudah berkembang menjadi konflik sosial diatas harus di topang adanya niat yang tulus dari semua pihak dan kerja yang sungguh-sungguh dari semua komponen. “Sopo kang nandur kebecikan, yo panen kebecikan” –siapa yang menanam kebaikan akan memanennya. Perkembangan terakhir, warga sudah mendapatkan apa yang dikehendaki yakni tanah dan sudah mendapatkan bukti kepemilikan hak (sertifikat tanah), begitu juga perkebunan mendapatkan HGU. Yang lebih penting dari itu semua adalah bagaimana rakyat bisa hidup sejahtera begitu juga perusahaan perkebunan bisa bekerja dengan baik di lahan terbatas. Tidak di pungkiri, setelah satu dasawarsa lebih hidup dalam konflik, rasa benci, curiga, menganggap pihak lain sebagai musuh dan harus di enyahkan masih sesekali terlintas didalam benak beberapa kecil orang. Tetapi nilai-nilai yang baik tetap harus di semai dan diperjuangkan. Rekonsiliasi sosial para pihak seperti didalam masyarakat sendiri (di desa-desa) serta masyarakat dengan pihak perusahaan. Harus ada aktivitas nyata, kegiatan ekonomi produktif yang bisa menjadi sarana untuk membangun saling tepo sliro, berempati tetapi tetap mendapatkan keuntungan bersama dalam peningkatan ekonomi. Lahirnya tulisan-tulisan dalam buku ini moga bisa bermanfaat, setidaknya untuk penulis pribadi dan semoga untuk perbaikan bangsa yang lebih baik.
Aliran positivisme berakar dari filsafat Yunani yakni Epicurus. Sementara itu positivsme dari aliran hukum mendapat banyak pengaruh dari positivisme sosiologis yang dimotori oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Kaum positivis menganut paham monisme dalam ihwal metodologi keilmuan. Dalam kajian sains hanya ada satu saja metode untuk menghasilkan kesimpulan yang lugas, yakni metode scienties. Mempelajari benda-benda mati dalam ilmu Fisika sama halnya dengan mempelajari manusia yang memiliki jiwa dan ruh. Perilaku pada ranah yang berbeda itu sama-sama dikontrol oleh hukum sebab akibat yang berlaku universal. Menurut Rousseau, positivisme sepertinya hendak menyatakan bahwa manusia-manusia itu memang dilahirkan sebagai makhluk bebas, akan tetapi di dalam kehidupan yang nyata di masyarakat mereka akan menemukan dirinya terikat dimana-mana. Kehidupan manusia dikontrol dan dikuasai oleh seperangkat hukum positif yang lengkap dan tuntas serta bersanksi, sedemikian rupa sehingga diyakini bahwa law is society. Hukum dipositifkan dengan statusnya yang tertinggi diantara berbagai norma (the supreme state of law), yang teridri dari pernyataan tentang berbagai perbuatan yang didefinisikan sebagai “fakta hukum” dengan konsekuensinya yang disebut “akibat hukum”.
Perkembangan hukum yang diperlukan untuk mengontrol kehidupan negara bangsa yang modern ini mencita-citakan terwujudnya jaminan akan kepastian dalam pelaksanaan hukum sebagai sarana penata tertib itu. Hukum menurut modelnya yang baru ini diperlukan para reformis untuk mengatasi kesemena-menaan para penguasa otokrat yang mengklaim dirinya sebagai secara sepihak sebagai penegak hukum yang bersumber dari kekuasaan Ilahi yang maha Sempurna.
Dari sinilah berawal pemikiran yang mengetengahkan dan memperjuangkan ide bahwa apa yang dimaklumatkan sebagai hukum harus mempunyai statusnya yang positif dalam arti telah disahkan tegas-tegas (positif) sebagai hukum dengan membentuknya dalam wujud produk perundang-undangan. Inilah pemikiran positivisme yang berkembang pasca revolusi Perancis yang serta merta menolak segala pemikiran yang serba metafisik dan menolak praktik-praktik penyelenggaraan tertib kehidupan atas dasar rujukan yang metayuridis. Inilah tipe hukum yang dikenal dengan istilah hukum undang-undang. Setiap unsur-unsur yang ada di dalamnya ditandai dengan penomoran. Setiap unsur ini terbaca sebagai aturan berupa kalimat yang menyatakan ada tidaknya sutau peristiwa atau perbuatan tertentu (disebut dengan fakta hukum), yang disusul dengan pernyataan tentang apa yang akan menjadi akibatnya (akibat hukum). Sehingga dalam khazanah peristilahan hukum nasional modern, setiap baris aturan dalam setiap undang-undang disebut norma-norma positif dan keseluruhannya disebut dengan hukum positif. Jaminan akan berlakunya kepastian hukum, demi terwujudnya keteraturan dalam kehidupan nasional yang diupayakan lewat langkah-langkah positivisasi dan sistematisasi.
Hukum nasional yang menganut ajaran positivisme yang marak di Barat dan mengalami puncak keberhasilannya pada akhir abad 18 ini kemudian dikenali sebagai hukum positif dan tampil dalam rupa hukum perundang-undangan. Berawal dari sini lahirnya hukum nasional yang dituliskan atas dasar konsep-konsep kaum positivis yang akan dirawat oleh sebarisan hukum yang profesional. Dari sini awal mula hukum sebagai norma-norma penata tertib yang tidak menjadi bahasan para filosof dan atau kaum moralis, melainkan kian berlanjut ke para ahli hukum penggunanya (ahli hukum, the lawyers) dan atau pengkajinya yang ilmuwan (sarjana hukum, jurist). Dari sini lahirlah kajian ilmu baru yang disebut dengan ilmu hukum tentang kehidupan dan perilaku warga masyarakat yang mengikuti norma-norma.
Kritik terhadap paham legisme diberikan oleh kelompok Critical Legal Study (CLS) yang sejak tahun 1970-an mengkritik pikiran berikut rasional dan rasionalitas kaum yuris legal yang liberal itu. Adalah paradigma mereka yang tergabung dalam CLS yang mehatakan bahwa masyarakat bukanlah struktur yang terbangun sepenuhnya dari konsensus-konsensus dan yang karena itu lalu mampu bertahan secara penuh dan berterus pada konsensus-konsensus itu. Kritik yang dilakukan oelh kaum CLS pada tahun 1970an tersebut sebenarnya sudah dilakukan pada tahun 1940-an oleh kaum Realis (Soetandyo).
rumah tangga dengan jenis barang panci, dandang, dan sisa logam digunakan untuk membuat pancuran untuk menyadap karet. Sedangkan pengrajin kompor minyak terkonversi menjadi pengrajin
tungku yang menjadi bagian dari kompor gas. Jika dibandingkan dengan perkembangan home industri di desa tersebut saat ini, penghasilan pengrajin kompor minyak tergolong lebih banyak. Untuk produksi 1 barang memiliki keuntungan 30 sampai 50 ribu rupiah, dengan hasil produksi dalam 1 minggu bisa mencapai 100 buah kompor. Akan tetapi, walaupun demikian hal yang perlu dikaji di desa ini adalah bagaimana kehidupan masyarakat yang masih sangat dekat dengan kemiskinan. Hal itu nampak dari: tingkat penghasilan, cara berpikir, kondisi tempat tinggal ataupun pendidikan. Mayoritas mereka lulusan SD, tidak mempunyai minat melakukan inovasi produk karena mereka cukup puas dengan keterampilan yang diwariskan tersebut. Kondisi ini mengisyaratkan perlu banyak
upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat Tarikolot sendiri untuk meningkatkan
perekonomiannya, guna mengentaskan kemiskinan. Apabila hasil kerajinan yang masih ramai pangsa pasarnya saja masih membelenggu mereka dalam kemiskkinan, tentunya dengan pangsa pasar yang
menurun akibat konversi kompor minyak menjadi kompor gas ini kondisinya lebih memprihatinkan. Dengan demikian tugas pemerintah dan warga sendiri untuk mengembalikan kejayaan Tarikolot sebagai penghasil kerajinan home industri berbasiskan pelat dalam konteks kekinian.