Papers by JURNAL CITA HUKUM
Abstract: Legal Protection for Investors in the Capital Market. Supervision in the financial serv... more Abstract: Legal Protection for Investors in the Capital Market. Supervision in the financial services industry capital markets experienced a change of control by Bapepam-LK be supervised by the Financial Services Authority. Institutionally, Bapepam-LK is responsible to the Minister of Finance, as Bapepam-LK is under the auspices of the Ministry of Finance, while the Financial Services Authority is responsible to Parliament or the public. Crucial aspect on which the formation of the FSA is not maximum protection of the interests of consumers of financial services. In accordance with the problems that occur as above, the authors feel the need to examine the legal protection in the capital market. This writing will also examine the parties are entitled to legal protection based on Law No. 8 of 1995 and the Capital Market Law No. 21 of 2011 on the Financial Services Authority.
Keywords: Legal Protection, Consumer Interests, The Capital Market
Abstrak: Perlindungan Hukum Bagi Investor Dalam Pasar Modal. Pengawasan di bidang industri jasa keuangan pasar modal mengalami perubahan dari pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam-LK menjadi diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Secara kelembagaan, Bapepam-LK bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan, karena Bapepam-LK berada di bawah naungan Kementrian Keuangan, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau masyarakat. Aspek krusial yang menjadi dasar pembentukan OJK adalah tidak maksimalnya perlindungan kepentingan konsumen jasa keuangan. Sesuai dengan permasalahan yang terjadi seperti diatas, maka penulis merasa perlu untuk meneliti tentang perlindungan hukum di pasar modal. Penulisan ini juga akan meneliti para pihak yang berhak atas perlindungan hukum berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Kepentingan Konsumen, Pasar Modal
Abstract: The National Arbitration Award Cancellation By Court. Article 70 of Law No. 30 of 1999 ... more Abstract: The National Arbitration Award Cancellation By Court. Article 70 of Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution, stating that the award can only be canceled if it is thought to contain elements of letter/false documents, or documents found hidden by the other party, or a decision that is taken from the results of deceit trick performed by one of the parties in the dispute. To prove whether or not one of the above three elements must be proved by a court decision. If the District Court stated that the reasons are evident, then the arbitration award may be canceled, if not proven, the Court should reject the application for cancellation of the arbitration decision. But in practice, there is still the District Court received the request for cancellation of arbitration outside the context of Article 70 of Law No. 30 of 1999 as stated in the South Jakarta District Court.
Keywords: Arbitration Award, Cancellation and District Court
Abstrak: Pembatalan Putusan Arbitrase Nasional Oleh Pengadilan Negeri. Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menyatakan bahwa putusan arbitrase hanya dapat dibatalkan jika diduga mengandung unsur-unsur surat/dokumen palsu, atau ditemukan dokumen yang disembunyikan oleh pihak lawan, atau putusan yang diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Untuk membuktikan ada atau tidaknya salah satu dari tiga unsur diatas harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila Pengadilan Negeri menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti, maka putusan arbitrase dapat dibatalkan, apabila tidak terbukti, maka Pengadilan Negeri harus menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, Pengadilan Negeri masih ada yang menerima permohonan pembatalan arbitrase di luar konteks pasal 70 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kata Kunci: Putusan Arbitrase, Pembatalan dan Pengadilan Negeri
Abstract: Court For Domestic violence is a new idea of the Integrated Criminal Justice System Han... more Abstract: Court For Domestic violence is a new idea of the Integrated Criminal Justice System Handling Cases of Violence Against Women (SPPT- PKKTP) to provide justice to the victims of domestic violence, especially women. Given the complexity of issues related to domestic violence led to the need for this institution was formed. Act No. 23 of 2004 on the Elimination of Violence Against Domestic generally can back up women in getting their legal rights, but the implementation of the Act turns instead of criminalizing women victims of violence, especially because law enforcement officials do not consider the relationship between husband, wife and children, in applying this Act. As a result, women victims of violence do not get their rights.
Keywords: Court For Domestic Violence, SPPT- PKKTP, National Commission for Women
Abstrak: Pengadilan Khusus KDRT merupakan sebuah gagasan baru dari Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) dalam memberikan keadilan kepada para korban kekerasan dalam rumah tangga khususnya perempuan. Adanya kompleksitas permasalahan terkait kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan perlunya lembaga ini dibentuk. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Rumah Tangga yang secara umum dapat memback up kaum perempuan dalam mendapatkan hak-hak hukumnya, namun dalam implementasinya ternyata undang-undang tersebut justru mengkriminalisasi perempuan korban kekerasan, terutama karena aparat penegak hukum tidak mempertimbangkan hubungan antara suami, istri dan anak, dalam menerapkan undang-undang ini. Akibatnya, perempuan korban kekerasan tidak mendapatkan hak-haknya.
Kata Kunci: Pengadilan Khusus KDRT, SPPT-PKKTP, Komnas Perempuan
Abstract: Protection of Indication Geography in Property Intellectual Rights through The Ratifica... more Abstract: Protection of Indication Geography in Property Intellectual Rights through The Ratification of Lisabon Agreement. Property Rights Intellectual property rights are one of the factors to increase the economic development in a country. The diversity of these rights depends on state ability in optimizing its property rights. As a rich natural resources country, Indonesia need to create Indication Geographic Rights to give maximum contribution to economy development. For that reason, Indonesia need to ratify international convention that is Lisbon Agreement which is specifically regulate Indication Geographic Rights.
Keywords: Intellectual Property Rights (IPR), Geographical Indications, the Lisbon Treaty
Abstraksi: Perlindungan Indikasi Geografis Dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Melalui Ratifikasi Perjanjian Lisabon. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan salah satu faktor bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Jenis-jenis tertentu dari HKI tersebut bergantung dari kemampuan negara tertentu dalam mengoptimalkan HKI-nya. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam patut mendorong jenis HKI-nya yaitu indikasi geografis untuk memberikan kontribusi yang maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia harus meratifikasi hukum internasional yakni Perjanjian Lisabon yang spesifik mengatur indikasi geografisnya.
Kata kunci: Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Indikasi Geografis, Perjanjian Lisabon
Abstract: The Paradigm of Legal Justice in the Communal Intellectual property Rights. Law and jus... more Abstract: The Paradigm of Legal Justice in the Communal Intellectual property Rights. Law and justice is a synthesis therefore inseparable. Basically, our society doesn’t recognize what is called as conflict. Conflict has been introduced by the Globalization. The regime of Intellectual property Rights was born as the effect of the free trade that adopts the equality. All the parties are the gladiator that needs to be survives in the battle (survival for the fittest). On the contrary, the traditional society doesn’t pay attention on the economic values of the culture. However, they are forced to compete in the Intellectual Property Rights battle, especially the Property Rights. This article will elaborate the law enforcement with the justice approach at the Intellectual property Conflict taken place in the Society
Keywords: Law, Justice, Conflict, Intelectua; Property Rights and Free Trade
Abstrak: Paradigma Hukum Berkeadilan Dalam Hak Kekayaan Intelektual Komunal. Hukum dan keadilan adalah sebuah sintesis, sehingga tidak terpisahkan. Pada dasarnya masyarakat Indonesia tidak mengenal konflik. Perkembangan global dalam penerapan hukum yang telah memperkenalkan kosakata “konflik” ke masyarakat Indonesia. Regim Hak Kekayaan Intelektual (HKI), misalnya, yang lahir dari perdagangan bebas tentu tidak akan jauh dari prinsip-prinsip perdagangan bebas yang menuntut persamaan. Semua pihak dianggap sebagai "gladiator" yang harus mampu bertahan dalam pertarungan (survival for the fittest). Dalam kompetisi macam ini, masyarakat tradisional yang tidak begitu mempedulikan nilai ekonomis dari suatu kebudayaan. Namun begitu mereka, “dipaksa” bertarung dalam potensi konflik HKI, terutama hak cipta. Tulisan ini mengelaborasi pendekatan penegakan hukum yang berorientasi keadilan dalam konflik HKI yang berpotensi muncul.
Kata Kunci: Hukum, Keadilan, Konflik, HKI, Perdagangan Bebas
Abstract: The Approval of Credit of Bank with the Guarantee of The Building Right. Bank has one o... more Abstract: The Approval of Credit of Bank with the Guarantee of The Building Right. Bank has one of its functions as a credit provider that supports the sustainability of economy of the society. The loan given to the debitor will include the guarantee. One of the widely accepted guarantees is sertificate of the land, including sertificate of the Building Right. This study will explore to what extent this right is run and what are the obstacles and challenges of it will be discussed in this article. This article is based on doctrinal research in taking example the practice in BNI 46.
Keywords: Credit of Bank, Guarantee and The Building Right
Abstrak: Pengamanan Pemberian Kredit Bank Dengan Jaminan Hak Guna Bangunan. Bank memiliki salah satu fungsi sebagai penyedia kredit yang berguna bagi kelangsungan perekonomian masyarakat. Pinjaman yang diberikan kepada nasabah disertai dengan jaminan. Salah satu bentuk jaminan yang lazim diberikan adalah jaminan sertifikat hak atas tanah, yaitu Hak Guna Bangunan (HGB). Bagaimana praktek pengamanan ini dijalankan dan apa saja yang menjadi kendala dan tantangan akan dibahas dalam tulisan ini. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan mengambil contoh praktek di BNI 46.
Kata Kunci: Kredit Bank, Jaminan, Hak Guna Bangunan
Abstract: The protection of Domestic Violence Victims in the Indonesian Criminal Law. The existen... more Abstract: The protection of Domestic Violence Victims in the Indonesian Criminal Law. The existence of the Law No. 23 Year 2004 on the Elimination of Domestic Violence are expected to provide legal protection for victims of domestic violence (KDRT) significantly. The form of protection regulated in this Act is the temporary protection of the police, the courts and the protection of victims in the placement of "safe houses". However, research results through both District Court and informants, suggests that a form of protection of domestic violence victims are still dominant through repressive measures (sentence of imprisonment) to the perpetrators, while the protection of temporary and permanent protection of the court was unnoticed.
Keywords: Victim’s Protection, domestic violence (KDRT), Indonesian Criminal Law
Abstrak: Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Hukum Pidana Indonesia. Keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) secara signifikan. Bentuk perlindungan yang diatur dalam Undang-undang ini adalah perlindungan sementara dari kepolisian, perlindungan pengadilan serta penempatan korban di “rumah aman”. Namun hasil penelitian baik melalui putusan Pengadilan Negeri maupun informan, menunjukkan bahwa bentuk perlindungan korban KDRT masih dominan melalui tindakan represif (hukuman pidana penjara) kepada pelaku, sedangkan perlindungan sementara dan perlindungan tetap dari pengadilan kurang diperhatikan.
Kata kunci: Perlindungan Korban, KDRT, Hukum Pidana Indonesia
Abstract: Women Rights in Politics after the Constitution Court Decision. Women and the Man have ... more Abstract: Women Rights in Politics after the Constitution Court Decision. Women and the Man have equal rights and duty in politics. Due to the cultural barrier, the political representation in Parliament is still low. To fill the gab, The Act No 10. 2008 regulate 30 percent of women representation in Parliament. Responding this promulgation, some parties went to the Constitutional Court to ask the annulations of this Act. The Court abolished the article 214 and replaced it based on majority voices. This article will discuss the judicial review process and the challenges faced after the Court’s decision.
Keywords: Women, Women Rights in Politics and Constitutional Court Decision
Abstrak: Hak Politik Perempuan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Perempuan dan laki memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam politik. Namun begitu, hambatan yang timbul diantaranya karena faktor budaya, menyebabkan representasi politik perempuan di Parlemen masih sangat rendah. Sebagai upaya mengejar ketertinggalan tersebut, disyahkanlah Pasal 214 UU Nomor 10 Tahun 2008 yang memberikan quota minimal 30 persen bagi perempuan di parlemen. Ketentuan ini membuat sebagian kalangan untuk mempertanyakan judicial review atas ketentuan tersebut. Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui judicial review tersebut dengan menghapuskan ketentuan tersebut mengganti dengan suara terbanyak. Tulisan ini membahas proses judial review tersebut dan tantangan yang dihadapi paska putusan MK tersebut.
Kata Kunci: Perempuan, Hak Politik Perempuan dan Putusan Mahkamah Konstitusi
Abstract: Decision Against Women's Participation In The Democratic local government management. T... more Abstract: Decision Against Women's Participation In The Democratic local government management. There have been many studies and settings on the relation of women to decision-making in a government organization. It also encouraged the International in 1995 in the World Women's Conference in Beijing fourth, which resulted in a recommendation by the mention of the Beijing Platform for Action. This declaration has prompted action plans in various countries, including in Indonesia, including to target the achievement of women's representation in Parliament 33.3 percent. Such a declaration of some of the ways that women can participate in decision making. The position of women in parliament is believed to affect directly to influence the established law.
Keywords: Women's Participation, Decision Making, Local Government
Abstrak: Partisipasi Perempuan Terhadap Pengambilan Keputusan Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Yang Demokratis. Telah banyak kajian dan pengaturan mengenai relasi perempuan dengan pengambilan keputusan dalam suatu penyelenggaraan pemerintahan. Hal itu didorong pula secara Internasional pada tahun 1995 dalam Konferensi Perempuan se-Dunia keempat di Beijing, yang menghasilkan rekomendasi dengan penyebutan Beijing Platform for Action. Deklarasi ini telah mendorong rencana aksi di berbagai negara, termasuk di Indonesia, di antaranya untuk menargetkan pencapaian keterwakilan perempuan di Parlemen 33,3 persen. Pencanangan yang demikian merupakan sebagian cara supaya perempuan dapat turut serta dalam pengambilan keputusan. Posisi perempuan di parlemen diyakini berpengaruh secara langsung untuk mempengaruhi hukum yang dibentuk.
Kata Kunci: Partisipasi Perempuan, Pengambilan Keputusan, Pemerintahan Daerah
Abstract: The correlation Between Ethical Abuse and Law Enforcement. Ethic and law are two interr... more Abstract: The correlation Between Ethical Abuse and Law Enforcement. Ethic and law are two interrelated things. Ethic is a measure of something based on conformity with the values of kindness, decency and propriety. While the law is right or wrong assessment is generally based on the written norm. When the law is understood as a technical procedural and formal, then the ethical aspect is often forgotten. There are actions that are considered unlawful, but it is still perceived good ethics. Moreover, vice versa, there are actions that are considered unethical, but it does not violate the procedural and formal law. Two things need to be synchronized in order to avoid dualism between ethical and legal meaning.
Keywords: Ethics, Law, Moral, Marriage
Abstrak: Korelasi Antara Pelanggaran Etika dan Penegakan Hukum. Etika dan hukum merupakan dua hal yang saling berkaitan. Etika merupakan tolak ukur sesuatu berdasarkan kesesuaiannya dengan nilai-nilai kebaikan, kesopanan dan kepantasan. Sementara hukum merupakan penilaian benar atau salah yang umumnya berdasarkan norma tertulis. Ketika hukum hanya dipahami sebagai teknis prosedural dan formal, maka aspek etika sering terlupakan. Ada perbuatan yang dianggap melanggar hukum, tetapi secara etika masih dipersepsikan baik. Dan juga sebaliknya, ada yang perbuatan yang dianggap melanggar etika, tetapi secara prosedural dan formal tidak melanggar hukum. Dua hal ini perlu disinkronkan agar tidak terjadi dualisme antara pemaknaan etika dan hukum.
Kata kunci: Etika, Hukum, Moral, Pernikahan
Abstract: The Protection of Registered Trademark of Cyber Crime Through The Restriction of The Do... more Abstract: The Protection of Registered Trademark of Cyber Crime Through The Restriction of The Domain Name Registration. The progress of science and technology has implications for the progress of the current trading method. It is not only done conventionally but also carried out through cyberspace. Trading in the virtual world requires the use of a domain name (cyber squatting) as a differentiator between one company with other companies. Law No. 11 Year 2008 on Information and Electronic Transactions regulate the use of domain names and emphasize the element of good faith in the implementation. In practice, there is a breach of the domain name registration is a crime which is the trademark or name that has a commercial value. This paper is going to examine aspects of protection-registered trademark of cyber crime through the restriction of the domain name registration and implementation of good faith.
Keywords: Domain Name, The Protection of Registered Trademark
Abstrak: Perlindungan Merek Terdaftar Dari Kejahatan Dunia Maya Melalui Pembatasan Pendaftaran Nama Domain. Kemajuan ilmu dan teknologi membawa implikasi pada kemajuan metode perdagangan yang saat ini bukan hanya dilakukan secara konvensional, namun juga dilakukan melalui dunia maya. Perdagangan dalam dunia maya mensyaratkan penggunaan nama domain (cyber squatting) sebagai pembeda antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi elektronik mengatur penggunaan nama domain tersebut dan menekankan unsur iktikad baik dalam pelaksanaannya. Prakteknya, terdapat pelanggaran nama domain tersebut yang merupakan merupakan kejahatan pendaftaran merek dagang atau nama yang memiliki nilai komersial. Tulisan ini hendak mengkaji aspek perlindungan merek terdaftar dari kejahatan dunia maya melalui pembatasan pendaftaran nama domain dan pelaksanaan iktikad baik.
Kata Kunci: Nama Domain, Perlindungan Merk Terdaftar
Abstract: The Correlation among Facts, Norms, Moral and Legal Doctrine in Consideration of a Judg... more Abstract: The Correlation among Facts, Norms, Moral and Legal Doctrine in Consideration of a Judge's Decision. A judge must be able to explore and understand the legal values that live in the community, maintain their independence, applying legal norms with high moral, ethical and adhere to a code of professional conduct, attention to doctrine and the views of legal experts in making a decision. This research aims to identify and analyze the correlation between facts, norms, moral and legal doctrine in consideration of a judge's decision. In addition to knowing the scope of the relationship between the existing facts, norms should be used as the base, and how much influence a judge moral (law enforcement) in the decision and determination of the law. This study uses a qualitative-analysis-normative juridical and sociological-empirical.
Keywords: Facts, Norms, Legal Doctrine, Judge’s Considerations
Abstrak: Hubungan Antara Fakta, Norma, Moral, dan Doktrin Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim. Seorang hakim harus mampu menggali dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, menjaga kemandiriannya, menerapkan norma hukum dengan moralitas yang tinggi, mematuhi etika dan kode etik profesi, memperhatikan doktrin dan pandangan-pandangan para Ahli hukum dalam pengambilan sebuah putusan. Penulisan bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara fakta, norma, moral, dan doktrin hukum dalam pertimbangan sebuah putusan hakim. Ruang lingkup tulisan ini meliputi hubungan antara fakta-fakta yang ada, norma-norma yang patut dijadikan dasar, dan seberapa besar pengaruh moral seorang hakim dalam pengambilan dan penetapan hukum. Metode yang digunakan kualitatif-analisis dengan pendekatan yuridis-normatif dan sosiologis-empiris.
Kata kunci: Fakta, Norma, Doktrin Hukum, Putusan Hakim
Abstract: Judicial Law Ratification of the ASEAN Charter Treaty by the Constitutional Court. Disc... more Abstract: Judicial Law Ratification of the ASEAN Charter Treaty by the Constitutional Court. Discourse judicial ratification of international agreements arising from the struggle of ideas that occurred among the stakeholders. There is a positive side and a negative side so that the discourse surface. Constitutional Court's authority extended to test the laws of ratification as a result of the turbulence struggle thinking. Tug of war between national and international interests to be one reason for expantion the authority of the Constitutional Court which is still being debated to this day.
Keywords: International Agreements, Ratification and the Constitutional Court
Abstrak: Pengujian Undang-Undang Ratifikasi Perjanjian ASEAN Charter Oleh Mahkamah Konstitusi. Wacana pengujian ratifikasi perjanjian internasional muncul akibat pergulatan pemikiran yang terjadi di kalangan para stakeholders. Ada sisi positif dan sisi negatif sehingga wacana tersebut muncul ke permukaan. Kewenangan Mahkamah Konstitusi diperluas untuk menguji undang-undang ratifikasi sebagai hasil dari turbulensi pergulatan pemikiran tersebut. Tarik menarik antara kepentingan nasional dengan internasional menjadi salah satu alasan perluasan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini.
Kata Kunci: Perjanjian Internasional, Ratifikasi dan Mahkamah Konstitusi
Abstract: The Controversy of Perppu Formation No. 1 in 2013 on the Constitutional Court in The Re... more Abstract: The Controversy of Perppu Formation No. 1 in 2013 on the Constitutional Court in The Realm Emergency Force. The Placement of Government Regulation in Lieu of Law in the hierarchy of laws and regulations has the fluctuated time. This is an evident from the history of legislation in Indonesia, which puts Perppu on one side are on equal footing the law. The position change is caused due Perppu materially the same as the Act, and there are not formally Perppu Act but closer to the bill that implemented the Act because like the precarious conditions that force. The controversy also sparked debate later, whether the Court has the right to test Perppu or not, was the Parliament also has the authority to accept or reject the nearest Perppu during the trial. As for Perppu No. 1 of 2013 on the Constitutional Court established by the President to rescue the Court assessed by some not qualified in the realm crunch that forced, and even tended to be unconstitutional. However, some others assess in contrary has Perppu urgency to restore the name of the state agency that became the guardian of the constitution.
Keywords: Perppu, the Realm Emergency Force, Constitutional Court.
Abstrak: Kontroversi Pembentukan Perppu No. 1 Tahun 2013 Tentang Mahkamah Konstitusi Dalam Ranah Kegentingan Yang Memaksa. Penempatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam hierarki peraturan perundang-undangan dari masa ke masa bersifat fluktuatif. Terlihat dari sejarah peraturan perundang-undangan yang menempatkan Perppu di satu sisi berada setara dengan undang-undang dan di sisi lain berada di bawah undang-undang. Hal ini disebabkan karena secara materiil Perppu sama dengan undang-undang, dan secara formil Perppu bukanlah undang-undang, tetapi lebih dekat kepada RUU yang dilaksanakan laksana undang-undang karena kondisi genting yang memaksa. Kontroversi ini pula yang kemudian menyulut perdebatan, apakah MK berhak menguji Perppu atau tidak, sedang DPR juga memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak Perppu pada masa sidang terdekat. Begitu pula halnya Perppu No. 1 tahun 2013 tentang MK yang dibentuk oleh Presiden guna penyelamatan MK dinilai oleh sebagian kalangan tidak memenuhi syarat dalam ranah kegentingan yang memaksa, bahkan cenderung inkonstitusional. Akan tetapi sebagian menilai sebaliknya, Perppu ini memiliki urgensitas guna memulihkan nama lembaga negara yang menjadi pengawal konstitusi ini.
Kata Kunci: Perppu, Kegentingan yang Memaksa, Mahkamah Konstitusi
Abstract: The DPD existence of Bicameral System in Indonesia. Bicameral system of representation ... more Abstract: The DPD existence of Bicameral System in Indonesia. Bicameral system of representation is a term consisting of two chambers, in Indonesia known as the House of Representatives and the DPD aims to achieve good governance as well as the achievement of checks and balances between state institutions, especially in the legislature, which is one of the most important elements in the implementation of the State. This institution has the main function in the setting and monitoring budgets. Thus, there are two rooms in the legislature is expected to achieve two controls in each policy issued, so it will tend to have a positive impact for the progress of the State and will ultimately achieved good governance as the ultimate goal of a state.
Keywords: DPD, Bicameral System, Check and balance
Abstrak: Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Bikameral Di Indonesia. Bikameral merupakan istilah sistem perwakilan yang terdiri dari dua kamar (cembers),di Indonesia dikenal dengan istilah DPR RI dan DPD RI yang bertujuan untuk mencapai pemerintahan yang baik (good gavernment) serta tercapainya check and balances antara lembaga negara khususnya di lembaga legislatif, yang merupakan salah satu unsur terpenting dalam penyelenggaraan Negara. Lembaga ini mempunyai fungsi utama dalam pengaturan, anggaran, dan pengawasaan. Dengan demikian, adanya dua kamar dalam lembaga legislatif diharapkan tercapainya dua kontrol dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan, sehingga akan cenderung berdampak positif bagi kemajuan negara dan pada akhirnya akan tercapai pemerintahan yang baik sebagai tujuan akhir dari sebuah negara.
Kata kunci: Dewan Perwakilan Daerah, Sistem bikameral, Check and balance
Abstract: The development of Constitution Authority Changing in Indonesia. Since the beginning of... more Abstract: The development of Constitution Authority Changing in Indonesia. Since the beginning of the independence of Indonesia, the authority to change the Constitution set out in the 1945 Constitution is the People's Consultative Assembly (MPR). In its journey, Indonesia has experienced several changes in the Constitution 1945 changes into the constitution RIS jointly conducted by the government of the Central Indonesian National Committee (KNIP) as well as the formation of the Provisional Constitution of 1950. In addition, a constituent did drafting a new constitution, although in the end is not resolved. Constitution changes occurred back in the era of reforms undertaken by the Assembly, and further stipulate that the authority to change the Constitution and establish the institution is located in the MPR.
Keywords: The authority of the Assembly (MPR), the Constitution Amendment
Absrak: Perkembangan Kewenangan Mengubah Undang-Undang Dasar di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia, kewenangan mengubah Undang-Undang Dasar telah ditetapkan dalam UUD 1945 adalah oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam perjalanannya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Undang-Undang Dasar. Perubahan UUD 1945 menjadi konstitusi RIS dilakukan oleh pemerintahan bersama Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) begitu juga dengan pembentukan UUDS 1950. Sempat ada konstituante yang melakukan penyusunan UUD baru, meskipun pada akhirnya tidak terselesaikan. Perubahan UUD terjadi kembali pada era reformasi yang dilaksanakan oleh MPR dan selanjutnya menetapkan bahwa kewenangan mengubah dan menetapkan UUD adalah berada pada lembaga MPR.
Kata Kunci: Kewenangan MPR, Perubahan Undang-Undang Dasar
Abstract: Sovereignty of the People and local elections in the Context of the Constitution of the... more Abstract: Sovereignty of the People and local elections in the Context of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945.There are two opinions in the phrase "democratically elected", which is contained in Article 18 paragraph (4) of the 1945 Constitution, the first opinion that local elections be directly elected and a second opinion that local elections can be done by Parliament. When seeing the interpretation of the others paragraph in the 1945 Constitution relating to elections, the local elections are not the same as the general election, such election DPR, DPD, DPRD, President and Vice President. Local elections through representation system done by Parliament is also can be considered democratic that also reflects the people souvereignty which is characterized by Pancasila, as aspired by the Founding Fathers.
Key word: people souvereignty, election, democratically elected.
Abstrak: Kedaulatan Rakyat dan Pemilihan Kepala Daerah Dalam Konteks Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ada dua pendapat dalam frasa “dipilih secara demokratis”, yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yaitu pendapat pertama bahwa pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung dan pendapat kedua pemilihan kepala daerah dapat dilakukan oleh DPRD. Apabila melihat penafsiran pasal-pasal lain dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan pemilihan umum, maka pemilihan kepala daerah tidak sama dengan pemilihan umum, seperti pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan kepala daerah melalui sistem perwakilan yang dilakukan oleh DPRD adalah juga dapat dianggap demokratis yang juga mencerminkan kedaulatan rakyat yang bercirikan Pancasila, sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
Kata kunci: kedaulatan rakyat, pemilihan umum, dipilih secara demokratis.
Abstract: Future Legal Framework (recht idee) Nations as the Basis of the Constitutional Court's ... more Abstract: Future Legal Framework (recht idee) Nations as the Basis of the Constitutional Court's authority Examining Government Regulation in Lieu of Law (Perppu). As Guardians of the Constitution, the Constitutional Court (MK) has the authority to conduct testing legislation against the Constitution (UUD). In practice, not only the laws, the Court also perform testing of Government Regulation in Lieu of Law (Perppu) that is not explicitly provided for in the Constitution. Perppu are regulations made temporary president to address emergency issues. This paper aims to assess the competence of the Constitutional Court on Perppu test related to the state system according to the 1945 constitution as the basis of the Indonesian state, associated with the ideal framework law (recht idea) Indonesian that is rooted in Pancasila.
Keywords: Lieu of Law (Perppu), Future Legal Framework, Constitutional Court
Abstrak: Kerangka Cita Hukum (recht idee) Bangsa Sebagai Dasar Kewenangan Mahkamah Konstitusi Menguji Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu). Sebagai Penjaga Konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD). Dalam prakteknya, bukan hanya undang-undang, MK juga melakukan pengujian terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang sebenarnya tidak secara eksplisit diatur dalam UUD. Perppu merupakan peraturan yang dibuat Presiden yang bersifat sementara untuk menjawab masalah yang bersifat genting dan memaksa. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tentang kewenangan MK menguji Perppu terkait dengan sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 yang menjadi dasar kontitusi negara Indonesia, dikaitkan dengan kerangka cita hukum (recht ide) bangsa Indonesia yang berakar dalam Pancasila.
Kata kunci: pengujian Perppu, recht ide
Abstract: Strenghtening DPR’s Oversight Rights Through Out the Revision of Act No. 10 Year 1954 o... more Abstract: Strenghtening DPR’s Oversight Rights Through Out the Revision of Act No. 10 Year 1954 on Oversight Rights. Oversight right owned by the DPR is aimed to bring its function to be more effective. However, the implementation of this right is still on question since the result of the oversight rights is placed in the "gray" area. This right is equipped with subpoena rights. But in contrary, the result of an inquiry is categorized appropriately as a “political product” because it can’t force the government to obey it. To that end, it is important to study the rules on oversight right, so that in the future, the right of inquiry may be used as truly monitoring instruments, leading to control the other branches of power.
Keywords: DPR, Oversight Rights, Oversight Function
Abstrak: Penguatan Fungsi Pengawasan DPR melalui Perubahan Undang-Undang No. 10 tahun 1954 Tentang Hak angket. Kewenangan Hak angket yang dimiliki oleh DPR tidak lepas dari harapan DPR menjalankan pengawasan yang lebih efektif. Namun, Hak angket selama ini berada pada wilayah “abu-abu”, proses angket dilengkapi dengan hak subpoena sebagaimana proses hukum di pengadilan. Namun produk keputusan hak angket merupakan produk politik karena dianggap tidak memiliki daya ikat secara yuridis bagi penegak hukum. Akibatnya, hasil angket yang ada selama ini, termasuk hasil angket pansus century, seolah“sia-sia” karena tidak memiliki implikasi yang berarti bagi pemerintah. Untuk itu, meninjau ulang peraturan yang menjadi dasar digunakan hak ini menjadi sebuah keharusan, agar kedepan, hak angket dapat menjadi instrumen pengawasan yang sebenarnya, yaitu kontrol bagi cabang kekuasaan yang lain
Kata kunci: DPR, Hak Angket, Fungsi Pengawasan
Abstrak: Perjanjian GPH-MILF: Ketentuan Hak Asasi Manusia dan Kemungkinan Terjadinya Tumpang tind... more Abstrak: Perjanjian GPH-MILF: Ketentuan Hak Asasi Manusia dan Kemungkinan Terjadinya Tumpang tindih. Salah satu tantangan dalam mengakhiri konflk non internasional adalah menyusun perjanjian damai yang memuaskan kedua belah pihak. Sebuah pendekatan baru dalam perjanjian damai adalah pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengamati dan berkomitmen memenuhi elemen-elemen HAM sebagai syarat dalam perjanjian damai. Proses perdamaian antara Pemerintah dan Moro Islamic Liberation Front yang masih berlangsung di Filipina saat ini memiliki kemajuan yang positif. Perjanjian-perjanjian yang sudah ditandatangani tampak jelas dilandasi oleh HAM. Akan tetapi tampak kemungkinan beberapa masalah implementasi serta kontradiksi antara ketentuan HAM dalam perjanjian damai dengan struktur yang telah ada, dan bahkan antar ketentuan HAM dalam perjanjian itu sendiri. Tulisan ini akan mengamati implementasi dan kontradiksi dalam perjanjian damai ini terutama terkait hak beragama dan hak wanita dan bagaimana permasalahan tersebut dapat diselesaikan.
Kata Kunci: Resolusi Konflik, Hak Asasi Manusia, Pembentukan Otonomi Bangsamoro, Hukum Islam
Abstract: The GPH – M.I.L.F. Agreement: Human Rights Provisions and Possible Overlaps. One of the challenges in ending non-international armed conflicts is to conclude a peace agreement that satisfies the need of both parties. A new approach to this is the human rights approach, which seeks to observe and promise to fulfil elements of human rights as terms of peace. The ongoing peace process in the Philippines between the Government and the Moro Islamic Liberation Front is seeing positive progress, with its peace agreement provisions highly based upon human rights. However, there are potential problems in implementing these provisions, as well as overlaps with the pre-existing structure or even between the human rights provisions themselves. This essay will observe the problems and overlaps particularly on provisions related to the rights of religion and women, and how they can be addressed.
Keywords: Conflict Resolution, Human Rights, Establishment of Bangsamoro Autonomy, Islamic Law
Uploads
Papers by JURNAL CITA HUKUM
Keywords: Legal Protection, Consumer Interests, The Capital Market
Abstrak: Perlindungan Hukum Bagi Investor Dalam Pasar Modal. Pengawasan di bidang industri jasa keuangan pasar modal mengalami perubahan dari pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam-LK menjadi diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Secara kelembagaan, Bapepam-LK bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan, karena Bapepam-LK berada di bawah naungan Kementrian Keuangan, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau masyarakat. Aspek krusial yang menjadi dasar pembentukan OJK adalah tidak maksimalnya perlindungan kepentingan konsumen jasa keuangan. Sesuai dengan permasalahan yang terjadi seperti diatas, maka penulis merasa perlu untuk meneliti tentang perlindungan hukum di pasar modal. Penulisan ini juga akan meneliti para pihak yang berhak atas perlindungan hukum berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Kepentingan Konsumen, Pasar Modal
Keywords: Arbitration Award, Cancellation and District Court
Abstrak: Pembatalan Putusan Arbitrase Nasional Oleh Pengadilan Negeri. Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menyatakan bahwa putusan arbitrase hanya dapat dibatalkan jika diduga mengandung unsur-unsur surat/dokumen palsu, atau ditemukan dokumen yang disembunyikan oleh pihak lawan, atau putusan yang diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Untuk membuktikan ada atau tidaknya salah satu dari tiga unsur diatas harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila Pengadilan Negeri menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti, maka putusan arbitrase dapat dibatalkan, apabila tidak terbukti, maka Pengadilan Negeri harus menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, Pengadilan Negeri masih ada yang menerima permohonan pembatalan arbitrase di luar konteks pasal 70 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kata Kunci: Putusan Arbitrase, Pembatalan dan Pengadilan Negeri
Keywords: Court For Domestic Violence, SPPT- PKKTP, National Commission for Women
Abstrak: Pengadilan Khusus KDRT merupakan sebuah gagasan baru dari Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) dalam memberikan keadilan kepada para korban kekerasan dalam rumah tangga khususnya perempuan. Adanya kompleksitas permasalahan terkait kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan perlunya lembaga ini dibentuk. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Rumah Tangga yang secara umum dapat memback up kaum perempuan dalam mendapatkan hak-hak hukumnya, namun dalam implementasinya ternyata undang-undang tersebut justru mengkriminalisasi perempuan korban kekerasan, terutama karena aparat penegak hukum tidak mempertimbangkan hubungan antara suami, istri dan anak, dalam menerapkan undang-undang ini. Akibatnya, perempuan korban kekerasan tidak mendapatkan hak-haknya.
Kata Kunci: Pengadilan Khusus KDRT, SPPT-PKKTP, Komnas Perempuan
Keywords: Intellectual Property Rights (IPR), Geographical Indications, the Lisbon Treaty
Abstraksi: Perlindungan Indikasi Geografis Dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Melalui Ratifikasi Perjanjian Lisabon. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan salah satu faktor bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Jenis-jenis tertentu dari HKI tersebut bergantung dari kemampuan negara tertentu dalam mengoptimalkan HKI-nya. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam patut mendorong jenis HKI-nya yaitu indikasi geografis untuk memberikan kontribusi yang maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia harus meratifikasi hukum internasional yakni Perjanjian Lisabon yang spesifik mengatur indikasi geografisnya.
Kata kunci: Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Indikasi Geografis, Perjanjian Lisabon
Keywords: Law, Justice, Conflict, Intelectua; Property Rights and Free Trade
Abstrak: Paradigma Hukum Berkeadilan Dalam Hak Kekayaan Intelektual Komunal. Hukum dan keadilan adalah sebuah sintesis, sehingga tidak terpisahkan. Pada dasarnya masyarakat Indonesia tidak mengenal konflik. Perkembangan global dalam penerapan hukum yang telah memperkenalkan kosakata “konflik” ke masyarakat Indonesia. Regim Hak Kekayaan Intelektual (HKI), misalnya, yang lahir dari perdagangan bebas tentu tidak akan jauh dari prinsip-prinsip perdagangan bebas yang menuntut persamaan. Semua pihak dianggap sebagai "gladiator" yang harus mampu bertahan dalam pertarungan (survival for the fittest). Dalam kompetisi macam ini, masyarakat tradisional yang tidak begitu mempedulikan nilai ekonomis dari suatu kebudayaan. Namun begitu mereka, “dipaksa” bertarung dalam potensi konflik HKI, terutama hak cipta. Tulisan ini mengelaborasi pendekatan penegakan hukum yang berorientasi keadilan dalam konflik HKI yang berpotensi muncul.
Kata Kunci: Hukum, Keadilan, Konflik, HKI, Perdagangan Bebas
Keywords: Credit of Bank, Guarantee and The Building Right
Abstrak: Pengamanan Pemberian Kredit Bank Dengan Jaminan Hak Guna Bangunan. Bank memiliki salah satu fungsi sebagai penyedia kredit yang berguna bagi kelangsungan perekonomian masyarakat. Pinjaman yang diberikan kepada nasabah disertai dengan jaminan. Salah satu bentuk jaminan yang lazim diberikan adalah jaminan sertifikat hak atas tanah, yaitu Hak Guna Bangunan (HGB). Bagaimana praktek pengamanan ini dijalankan dan apa saja yang menjadi kendala dan tantangan akan dibahas dalam tulisan ini. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan mengambil contoh praktek di BNI 46.
Kata Kunci: Kredit Bank, Jaminan, Hak Guna Bangunan
Keywords: Victim’s Protection, domestic violence (KDRT), Indonesian Criminal Law
Abstrak: Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Hukum Pidana Indonesia. Keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) secara signifikan. Bentuk perlindungan yang diatur dalam Undang-undang ini adalah perlindungan sementara dari kepolisian, perlindungan pengadilan serta penempatan korban di “rumah aman”. Namun hasil penelitian baik melalui putusan Pengadilan Negeri maupun informan, menunjukkan bahwa bentuk perlindungan korban KDRT masih dominan melalui tindakan represif (hukuman pidana penjara) kepada pelaku, sedangkan perlindungan sementara dan perlindungan tetap dari pengadilan kurang diperhatikan.
Kata kunci: Perlindungan Korban, KDRT, Hukum Pidana Indonesia
Keywords: Women, Women Rights in Politics and Constitutional Court Decision
Abstrak: Hak Politik Perempuan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Perempuan dan laki memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam politik. Namun begitu, hambatan yang timbul diantaranya karena faktor budaya, menyebabkan representasi politik perempuan di Parlemen masih sangat rendah. Sebagai upaya mengejar ketertinggalan tersebut, disyahkanlah Pasal 214 UU Nomor 10 Tahun 2008 yang memberikan quota minimal 30 persen bagi perempuan di parlemen. Ketentuan ini membuat sebagian kalangan untuk mempertanyakan judicial review atas ketentuan tersebut. Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui judicial review tersebut dengan menghapuskan ketentuan tersebut mengganti dengan suara terbanyak. Tulisan ini membahas proses judial review tersebut dan tantangan yang dihadapi paska putusan MK tersebut.
Kata Kunci: Perempuan, Hak Politik Perempuan dan Putusan Mahkamah Konstitusi
Keywords: Women's Participation, Decision Making, Local Government
Abstrak: Partisipasi Perempuan Terhadap Pengambilan Keputusan Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Yang Demokratis. Telah banyak kajian dan pengaturan mengenai relasi perempuan dengan pengambilan keputusan dalam suatu penyelenggaraan pemerintahan. Hal itu didorong pula secara Internasional pada tahun 1995 dalam Konferensi Perempuan se-Dunia keempat di Beijing, yang menghasilkan rekomendasi dengan penyebutan Beijing Platform for Action. Deklarasi ini telah mendorong rencana aksi di berbagai negara, termasuk di Indonesia, di antaranya untuk menargetkan pencapaian keterwakilan perempuan di Parlemen 33,3 persen. Pencanangan yang demikian merupakan sebagian cara supaya perempuan dapat turut serta dalam pengambilan keputusan. Posisi perempuan di parlemen diyakini berpengaruh secara langsung untuk mempengaruhi hukum yang dibentuk.
Kata Kunci: Partisipasi Perempuan, Pengambilan Keputusan, Pemerintahan Daerah
Keywords: Ethics, Law, Moral, Marriage
Abstrak: Korelasi Antara Pelanggaran Etika dan Penegakan Hukum. Etika dan hukum merupakan dua hal yang saling berkaitan. Etika merupakan tolak ukur sesuatu berdasarkan kesesuaiannya dengan nilai-nilai kebaikan, kesopanan dan kepantasan. Sementara hukum merupakan penilaian benar atau salah yang umumnya berdasarkan norma tertulis. Ketika hukum hanya dipahami sebagai teknis prosedural dan formal, maka aspek etika sering terlupakan. Ada perbuatan yang dianggap melanggar hukum, tetapi secara etika masih dipersepsikan baik. Dan juga sebaliknya, ada yang perbuatan yang dianggap melanggar etika, tetapi secara prosedural dan formal tidak melanggar hukum. Dua hal ini perlu disinkronkan agar tidak terjadi dualisme antara pemaknaan etika dan hukum.
Kata kunci: Etika, Hukum, Moral, Pernikahan
Keywords: Domain Name, The Protection of Registered Trademark
Abstrak: Perlindungan Merek Terdaftar Dari Kejahatan Dunia Maya Melalui Pembatasan Pendaftaran Nama Domain. Kemajuan ilmu dan teknologi membawa implikasi pada kemajuan metode perdagangan yang saat ini bukan hanya dilakukan secara konvensional, namun juga dilakukan melalui dunia maya. Perdagangan dalam dunia maya mensyaratkan penggunaan nama domain (cyber squatting) sebagai pembeda antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi elektronik mengatur penggunaan nama domain tersebut dan menekankan unsur iktikad baik dalam pelaksanaannya. Prakteknya, terdapat pelanggaran nama domain tersebut yang merupakan merupakan kejahatan pendaftaran merek dagang atau nama yang memiliki nilai komersial. Tulisan ini hendak mengkaji aspek perlindungan merek terdaftar dari kejahatan dunia maya melalui pembatasan pendaftaran nama domain dan pelaksanaan iktikad baik.
Kata Kunci: Nama Domain, Perlindungan Merk Terdaftar
Keywords: Facts, Norms, Legal Doctrine, Judge’s Considerations
Abstrak: Hubungan Antara Fakta, Norma, Moral, dan Doktrin Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim. Seorang hakim harus mampu menggali dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, menjaga kemandiriannya, menerapkan norma hukum dengan moralitas yang tinggi, mematuhi etika dan kode etik profesi, memperhatikan doktrin dan pandangan-pandangan para Ahli hukum dalam pengambilan sebuah putusan. Penulisan bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara fakta, norma, moral, dan doktrin hukum dalam pertimbangan sebuah putusan hakim. Ruang lingkup tulisan ini meliputi hubungan antara fakta-fakta yang ada, norma-norma yang patut dijadikan dasar, dan seberapa besar pengaruh moral seorang hakim dalam pengambilan dan penetapan hukum. Metode yang digunakan kualitatif-analisis dengan pendekatan yuridis-normatif dan sosiologis-empiris.
Kata kunci: Fakta, Norma, Doktrin Hukum, Putusan Hakim
Keywords: International Agreements, Ratification and the Constitutional Court
Abstrak: Pengujian Undang-Undang Ratifikasi Perjanjian ASEAN Charter Oleh Mahkamah Konstitusi. Wacana pengujian ratifikasi perjanjian internasional muncul akibat pergulatan pemikiran yang terjadi di kalangan para stakeholders. Ada sisi positif dan sisi negatif sehingga wacana tersebut muncul ke permukaan. Kewenangan Mahkamah Konstitusi diperluas untuk menguji undang-undang ratifikasi sebagai hasil dari turbulensi pergulatan pemikiran tersebut. Tarik menarik antara kepentingan nasional dengan internasional menjadi salah satu alasan perluasan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini.
Kata Kunci: Perjanjian Internasional, Ratifikasi dan Mahkamah Konstitusi
Keywords: Perppu, the Realm Emergency Force, Constitutional Court.
Abstrak: Kontroversi Pembentukan Perppu No. 1 Tahun 2013 Tentang Mahkamah Konstitusi Dalam Ranah Kegentingan Yang Memaksa. Penempatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam hierarki peraturan perundang-undangan dari masa ke masa bersifat fluktuatif. Terlihat dari sejarah peraturan perundang-undangan yang menempatkan Perppu di satu sisi berada setara dengan undang-undang dan di sisi lain berada di bawah undang-undang. Hal ini disebabkan karena secara materiil Perppu sama dengan undang-undang, dan secara formil Perppu bukanlah undang-undang, tetapi lebih dekat kepada RUU yang dilaksanakan laksana undang-undang karena kondisi genting yang memaksa. Kontroversi ini pula yang kemudian menyulut perdebatan, apakah MK berhak menguji Perppu atau tidak, sedang DPR juga memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak Perppu pada masa sidang terdekat. Begitu pula halnya Perppu No. 1 tahun 2013 tentang MK yang dibentuk oleh Presiden guna penyelamatan MK dinilai oleh sebagian kalangan tidak memenuhi syarat dalam ranah kegentingan yang memaksa, bahkan cenderung inkonstitusional. Akan tetapi sebagian menilai sebaliknya, Perppu ini memiliki urgensitas guna memulihkan nama lembaga negara yang menjadi pengawal konstitusi ini.
Kata Kunci: Perppu, Kegentingan yang Memaksa, Mahkamah Konstitusi
Keywords: DPD, Bicameral System, Check and balance
Abstrak: Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Bikameral Di Indonesia. Bikameral merupakan istilah sistem perwakilan yang terdiri dari dua kamar (cembers),di Indonesia dikenal dengan istilah DPR RI dan DPD RI yang bertujuan untuk mencapai pemerintahan yang baik (good gavernment) serta tercapainya check and balances antara lembaga negara khususnya di lembaga legislatif, yang merupakan salah satu unsur terpenting dalam penyelenggaraan Negara. Lembaga ini mempunyai fungsi utama dalam pengaturan, anggaran, dan pengawasaan. Dengan demikian, adanya dua kamar dalam lembaga legislatif diharapkan tercapainya dua kontrol dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan, sehingga akan cenderung berdampak positif bagi kemajuan negara dan pada akhirnya akan tercapai pemerintahan yang baik sebagai tujuan akhir dari sebuah negara.
Kata kunci: Dewan Perwakilan Daerah, Sistem bikameral, Check and balance
Keywords: The authority of the Assembly (MPR), the Constitution Amendment
Absrak: Perkembangan Kewenangan Mengubah Undang-Undang Dasar di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia, kewenangan mengubah Undang-Undang Dasar telah ditetapkan dalam UUD 1945 adalah oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam perjalanannya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Undang-Undang Dasar. Perubahan UUD 1945 menjadi konstitusi RIS dilakukan oleh pemerintahan bersama Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) begitu juga dengan pembentukan UUDS 1950. Sempat ada konstituante yang melakukan penyusunan UUD baru, meskipun pada akhirnya tidak terselesaikan. Perubahan UUD terjadi kembali pada era reformasi yang dilaksanakan oleh MPR dan selanjutnya menetapkan bahwa kewenangan mengubah dan menetapkan UUD adalah berada pada lembaga MPR.
Kata Kunci: Kewenangan MPR, Perubahan Undang-Undang Dasar
Key word: people souvereignty, election, democratically elected.
Abstrak: Kedaulatan Rakyat dan Pemilihan Kepala Daerah Dalam Konteks Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ada dua pendapat dalam frasa “dipilih secara demokratis”, yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yaitu pendapat pertama bahwa pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung dan pendapat kedua pemilihan kepala daerah dapat dilakukan oleh DPRD. Apabila melihat penafsiran pasal-pasal lain dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan pemilihan umum, maka pemilihan kepala daerah tidak sama dengan pemilihan umum, seperti pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan kepala daerah melalui sistem perwakilan yang dilakukan oleh DPRD adalah juga dapat dianggap demokratis yang juga mencerminkan kedaulatan rakyat yang bercirikan Pancasila, sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
Kata kunci: kedaulatan rakyat, pemilihan umum, dipilih secara demokratis.
Keywords: Lieu of Law (Perppu), Future Legal Framework, Constitutional Court
Abstrak: Kerangka Cita Hukum (recht idee) Bangsa Sebagai Dasar Kewenangan Mahkamah Konstitusi Menguji Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu). Sebagai Penjaga Konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD). Dalam prakteknya, bukan hanya undang-undang, MK juga melakukan pengujian terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang sebenarnya tidak secara eksplisit diatur dalam UUD. Perppu merupakan peraturan yang dibuat Presiden yang bersifat sementara untuk menjawab masalah yang bersifat genting dan memaksa. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tentang kewenangan MK menguji Perppu terkait dengan sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 yang menjadi dasar kontitusi negara Indonesia, dikaitkan dengan kerangka cita hukum (recht ide) bangsa Indonesia yang berakar dalam Pancasila.
Kata kunci: pengujian Perppu, recht ide
Keywords: DPR, Oversight Rights, Oversight Function
Abstrak: Penguatan Fungsi Pengawasan DPR melalui Perubahan Undang-Undang No. 10 tahun 1954 Tentang Hak angket. Kewenangan Hak angket yang dimiliki oleh DPR tidak lepas dari harapan DPR menjalankan pengawasan yang lebih efektif. Namun, Hak angket selama ini berada pada wilayah “abu-abu”, proses angket dilengkapi dengan hak subpoena sebagaimana proses hukum di pengadilan. Namun produk keputusan hak angket merupakan produk politik karena dianggap tidak memiliki daya ikat secara yuridis bagi penegak hukum. Akibatnya, hasil angket yang ada selama ini, termasuk hasil angket pansus century, seolah“sia-sia” karena tidak memiliki implikasi yang berarti bagi pemerintah. Untuk itu, meninjau ulang peraturan yang menjadi dasar digunakan hak ini menjadi sebuah keharusan, agar kedepan, hak angket dapat menjadi instrumen pengawasan yang sebenarnya, yaitu kontrol bagi cabang kekuasaan yang lain
Kata kunci: DPR, Hak Angket, Fungsi Pengawasan
Kata Kunci: Resolusi Konflik, Hak Asasi Manusia, Pembentukan Otonomi Bangsamoro, Hukum Islam
Abstract: The GPH – M.I.L.F. Agreement: Human Rights Provisions and Possible Overlaps. One of the challenges in ending non-international armed conflicts is to conclude a peace agreement that satisfies the need of both parties. A new approach to this is the human rights approach, which seeks to observe and promise to fulfil elements of human rights as terms of peace. The ongoing peace process in the Philippines between the Government and the Moro Islamic Liberation Front is seeing positive progress, with its peace agreement provisions highly based upon human rights. However, there are potential problems in implementing these provisions, as well as overlaps with the pre-existing structure or even between the human rights provisions themselves. This essay will observe the problems and overlaps particularly on provisions related to the rights of religion and women, and how they can be addressed.
Keywords: Conflict Resolution, Human Rights, Establishment of Bangsamoro Autonomy, Islamic Law
Keywords: Legal Protection, Consumer Interests, The Capital Market
Abstrak: Perlindungan Hukum Bagi Investor Dalam Pasar Modal. Pengawasan di bidang industri jasa keuangan pasar modal mengalami perubahan dari pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam-LK menjadi diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Secara kelembagaan, Bapepam-LK bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan, karena Bapepam-LK berada di bawah naungan Kementrian Keuangan, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau masyarakat. Aspek krusial yang menjadi dasar pembentukan OJK adalah tidak maksimalnya perlindungan kepentingan konsumen jasa keuangan. Sesuai dengan permasalahan yang terjadi seperti diatas, maka penulis merasa perlu untuk meneliti tentang perlindungan hukum di pasar modal. Penulisan ini juga akan meneliti para pihak yang berhak atas perlindungan hukum berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Kepentingan Konsumen, Pasar Modal
Keywords: Arbitration Award, Cancellation and District Court
Abstrak: Pembatalan Putusan Arbitrase Nasional Oleh Pengadilan Negeri. Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menyatakan bahwa putusan arbitrase hanya dapat dibatalkan jika diduga mengandung unsur-unsur surat/dokumen palsu, atau ditemukan dokumen yang disembunyikan oleh pihak lawan, atau putusan yang diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Untuk membuktikan ada atau tidaknya salah satu dari tiga unsur diatas harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila Pengadilan Negeri menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti, maka putusan arbitrase dapat dibatalkan, apabila tidak terbukti, maka Pengadilan Negeri harus menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, Pengadilan Negeri masih ada yang menerima permohonan pembatalan arbitrase di luar konteks pasal 70 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kata Kunci: Putusan Arbitrase, Pembatalan dan Pengadilan Negeri
Keywords: Court For Domestic Violence, SPPT- PKKTP, National Commission for Women
Abstrak: Pengadilan Khusus KDRT merupakan sebuah gagasan baru dari Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) dalam memberikan keadilan kepada para korban kekerasan dalam rumah tangga khususnya perempuan. Adanya kompleksitas permasalahan terkait kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan perlunya lembaga ini dibentuk. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Rumah Tangga yang secara umum dapat memback up kaum perempuan dalam mendapatkan hak-hak hukumnya, namun dalam implementasinya ternyata undang-undang tersebut justru mengkriminalisasi perempuan korban kekerasan, terutama karena aparat penegak hukum tidak mempertimbangkan hubungan antara suami, istri dan anak, dalam menerapkan undang-undang ini. Akibatnya, perempuan korban kekerasan tidak mendapatkan hak-haknya.
Kata Kunci: Pengadilan Khusus KDRT, SPPT-PKKTP, Komnas Perempuan
Keywords: Intellectual Property Rights (IPR), Geographical Indications, the Lisbon Treaty
Abstraksi: Perlindungan Indikasi Geografis Dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Melalui Ratifikasi Perjanjian Lisabon. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan salah satu faktor bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Jenis-jenis tertentu dari HKI tersebut bergantung dari kemampuan negara tertentu dalam mengoptimalkan HKI-nya. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam patut mendorong jenis HKI-nya yaitu indikasi geografis untuk memberikan kontribusi yang maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia harus meratifikasi hukum internasional yakni Perjanjian Lisabon yang spesifik mengatur indikasi geografisnya.
Kata kunci: Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Indikasi Geografis, Perjanjian Lisabon
Keywords: Law, Justice, Conflict, Intelectua; Property Rights and Free Trade
Abstrak: Paradigma Hukum Berkeadilan Dalam Hak Kekayaan Intelektual Komunal. Hukum dan keadilan adalah sebuah sintesis, sehingga tidak terpisahkan. Pada dasarnya masyarakat Indonesia tidak mengenal konflik. Perkembangan global dalam penerapan hukum yang telah memperkenalkan kosakata “konflik” ke masyarakat Indonesia. Regim Hak Kekayaan Intelektual (HKI), misalnya, yang lahir dari perdagangan bebas tentu tidak akan jauh dari prinsip-prinsip perdagangan bebas yang menuntut persamaan. Semua pihak dianggap sebagai "gladiator" yang harus mampu bertahan dalam pertarungan (survival for the fittest). Dalam kompetisi macam ini, masyarakat tradisional yang tidak begitu mempedulikan nilai ekonomis dari suatu kebudayaan. Namun begitu mereka, “dipaksa” bertarung dalam potensi konflik HKI, terutama hak cipta. Tulisan ini mengelaborasi pendekatan penegakan hukum yang berorientasi keadilan dalam konflik HKI yang berpotensi muncul.
Kata Kunci: Hukum, Keadilan, Konflik, HKI, Perdagangan Bebas
Keywords: Credit of Bank, Guarantee and The Building Right
Abstrak: Pengamanan Pemberian Kredit Bank Dengan Jaminan Hak Guna Bangunan. Bank memiliki salah satu fungsi sebagai penyedia kredit yang berguna bagi kelangsungan perekonomian masyarakat. Pinjaman yang diberikan kepada nasabah disertai dengan jaminan. Salah satu bentuk jaminan yang lazim diberikan adalah jaminan sertifikat hak atas tanah, yaitu Hak Guna Bangunan (HGB). Bagaimana praktek pengamanan ini dijalankan dan apa saja yang menjadi kendala dan tantangan akan dibahas dalam tulisan ini. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan mengambil contoh praktek di BNI 46.
Kata Kunci: Kredit Bank, Jaminan, Hak Guna Bangunan
Keywords: Victim’s Protection, domestic violence (KDRT), Indonesian Criminal Law
Abstrak: Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Hukum Pidana Indonesia. Keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) secara signifikan. Bentuk perlindungan yang diatur dalam Undang-undang ini adalah perlindungan sementara dari kepolisian, perlindungan pengadilan serta penempatan korban di “rumah aman”. Namun hasil penelitian baik melalui putusan Pengadilan Negeri maupun informan, menunjukkan bahwa bentuk perlindungan korban KDRT masih dominan melalui tindakan represif (hukuman pidana penjara) kepada pelaku, sedangkan perlindungan sementara dan perlindungan tetap dari pengadilan kurang diperhatikan.
Kata kunci: Perlindungan Korban, KDRT, Hukum Pidana Indonesia
Keywords: Women, Women Rights in Politics and Constitutional Court Decision
Abstrak: Hak Politik Perempuan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Perempuan dan laki memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam politik. Namun begitu, hambatan yang timbul diantaranya karena faktor budaya, menyebabkan representasi politik perempuan di Parlemen masih sangat rendah. Sebagai upaya mengejar ketertinggalan tersebut, disyahkanlah Pasal 214 UU Nomor 10 Tahun 2008 yang memberikan quota minimal 30 persen bagi perempuan di parlemen. Ketentuan ini membuat sebagian kalangan untuk mempertanyakan judicial review atas ketentuan tersebut. Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui judicial review tersebut dengan menghapuskan ketentuan tersebut mengganti dengan suara terbanyak. Tulisan ini membahas proses judial review tersebut dan tantangan yang dihadapi paska putusan MK tersebut.
Kata Kunci: Perempuan, Hak Politik Perempuan dan Putusan Mahkamah Konstitusi
Keywords: Women's Participation, Decision Making, Local Government
Abstrak: Partisipasi Perempuan Terhadap Pengambilan Keputusan Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Yang Demokratis. Telah banyak kajian dan pengaturan mengenai relasi perempuan dengan pengambilan keputusan dalam suatu penyelenggaraan pemerintahan. Hal itu didorong pula secara Internasional pada tahun 1995 dalam Konferensi Perempuan se-Dunia keempat di Beijing, yang menghasilkan rekomendasi dengan penyebutan Beijing Platform for Action. Deklarasi ini telah mendorong rencana aksi di berbagai negara, termasuk di Indonesia, di antaranya untuk menargetkan pencapaian keterwakilan perempuan di Parlemen 33,3 persen. Pencanangan yang demikian merupakan sebagian cara supaya perempuan dapat turut serta dalam pengambilan keputusan. Posisi perempuan di parlemen diyakini berpengaruh secara langsung untuk mempengaruhi hukum yang dibentuk.
Kata Kunci: Partisipasi Perempuan, Pengambilan Keputusan, Pemerintahan Daerah
Keywords: Ethics, Law, Moral, Marriage
Abstrak: Korelasi Antara Pelanggaran Etika dan Penegakan Hukum. Etika dan hukum merupakan dua hal yang saling berkaitan. Etika merupakan tolak ukur sesuatu berdasarkan kesesuaiannya dengan nilai-nilai kebaikan, kesopanan dan kepantasan. Sementara hukum merupakan penilaian benar atau salah yang umumnya berdasarkan norma tertulis. Ketika hukum hanya dipahami sebagai teknis prosedural dan formal, maka aspek etika sering terlupakan. Ada perbuatan yang dianggap melanggar hukum, tetapi secara etika masih dipersepsikan baik. Dan juga sebaliknya, ada yang perbuatan yang dianggap melanggar etika, tetapi secara prosedural dan formal tidak melanggar hukum. Dua hal ini perlu disinkronkan agar tidak terjadi dualisme antara pemaknaan etika dan hukum.
Kata kunci: Etika, Hukum, Moral, Pernikahan
Keywords: Domain Name, The Protection of Registered Trademark
Abstrak: Perlindungan Merek Terdaftar Dari Kejahatan Dunia Maya Melalui Pembatasan Pendaftaran Nama Domain. Kemajuan ilmu dan teknologi membawa implikasi pada kemajuan metode perdagangan yang saat ini bukan hanya dilakukan secara konvensional, namun juga dilakukan melalui dunia maya. Perdagangan dalam dunia maya mensyaratkan penggunaan nama domain (cyber squatting) sebagai pembeda antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi elektronik mengatur penggunaan nama domain tersebut dan menekankan unsur iktikad baik dalam pelaksanaannya. Prakteknya, terdapat pelanggaran nama domain tersebut yang merupakan merupakan kejahatan pendaftaran merek dagang atau nama yang memiliki nilai komersial. Tulisan ini hendak mengkaji aspek perlindungan merek terdaftar dari kejahatan dunia maya melalui pembatasan pendaftaran nama domain dan pelaksanaan iktikad baik.
Kata Kunci: Nama Domain, Perlindungan Merk Terdaftar
Keywords: Facts, Norms, Legal Doctrine, Judge’s Considerations
Abstrak: Hubungan Antara Fakta, Norma, Moral, dan Doktrin Hukum Dalam Pertimbangan Putusan Hakim. Seorang hakim harus mampu menggali dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, menjaga kemandiriannya, menerapkan norma hukum dengan moralitas yang tinggi, mematuhi etika dan kode etik profesi, memperhatikan doktrin dan pandangan-pandangan para Ahli hukum dalam pengambilan sebuah putusan. Penulisan bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara fakta, norma, moral, dan doktrin hukum dalam pertimbangan sebuah putusan hakim. Ruang lingkup tulisan ini meliputi hubungan antara fakta-fakta yang ada, norma-norma yang patut dijadikan dasar, dan seberapa besar pengaruh moral seorang hakim dalam pengambilan dan penetapan hukum. Metode yang digunakan kualitatif-analisis dengan pendekatan yuridis-normatif dan sosiologis-empiris.
Kata kunci: Fakta, Norma, Doktrin Hukum, Putusan Hakim
Keywords: International Agreements, Ratification and the Constitutional Court
Abstrak: Pengujian Undang-Undang Ratifikasi Perjanjian ASEAN Charter Oleh Mahkamah Konstitusi. Wacana pengujian ratifikasi perjanjian internasional muncul akibat pergulatan pemikiran yang terjadi di kalangan para stakeholders. Ada sisi positif dan sisi negatif sehingga wacana tersebut muncul ke permukaan. Kewenangan Mahkamah Konstitusi diperluas untuk menguji undang-undang ratifikasi sebagai hasil dari turbulensi pergulatan pemikiran tersebut. Tarik menarik antara kepentingan nasional dengan internasional menjadi salah satu alasan perluasan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini.
Kata Kunci: Perjanjian Internasional, Ratifikasi dan Mahkamah Konstitusi
Keywords: Perppu, the Realm Emergency Force, Constitutional Court.
Abstrak: Kontroversi Pembentukan Perppu No. 1 Tahun 2013 Tentang Mahkamah Konstitusi Dalam Ranah Kegentingan Yang Memaksa. Penempatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam hierarki peraturan perundang-undangan dari masa ke masa bersifat fluktuatif. Terlihat dari sejarah peraturan perundang-undangan yang menempatkan Perppu di satu sisi berada setara dengan undang-undang dan di sisi lain berada di bawah undang-undang. Hal ini disebabkan karena secara materiil Perppu sama dengan undang-undang, dan secara formil Perppu bukanlah undang-undang, tetapi lebih dekat kepada RUU yang dilaksanakan laksana undang-undang karena kondisi genting yang memaksa. Kontroversi ini pula yang kemudian menyulut perdebatan, apakah MK berhak menguji Perppu atau tidak, sedang DPR juga memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak Perppu pada masa sidang terdekat. Begitu pula halnya Perppu No. 1 tahun 2013 tentang MK yang dibentuk oleh Presiden guna penyelamatan MK dinilai oleh sebagian kalangan tidak memenuhi syarat dalam ranah kegentingan yang memaksa, bahkan cenderung inkonstitusional. Akan tetapi sebagian menilai sebaliknya, Perppu ini memiliki urgensitas guna memulihkan nama lembaga negara yang menjadi pengawal konstitusi ini.
Kata Kunci: Perppu, Kegentingan yang Memaksa, Mahkamah Konstitusi
Keywords: DPD, Bicameral System, Check and balance
Abstrak: Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Bikameral Di Indonesia. Bikameral merupakan istilah sistem perwakilan yang terdiri dari dua kamar (cembers),di Indonesia dikenal dengan istilah DPR RI dan DPD RI yang bertujuan untuk mencapai pemerintahan yang baik (good gavernment) serta tercapainya check and balances antara lembaga negara khususnya di lembaga legislatif, yang merupakan salah satu unsur terpenting dalam penyelenggaraan Negara. Lembaga ini mempunyai fungsi utama dalam pengaturan, anggaran, dan pengawasaan. Dengan demikian, adanya dua kamar dalam lembaga legislatif diharapkan tercapainya dua kontrol dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan, sehingga akan cenderung berdampak positif bagi kemajuan negara dan pada akhirnya akan tercapai pemerintahan yang baik sebagai tujuan akhir dari sebuah negara.
Kata kunci: Dewan Perwakilan Daerah, Sistem bikameral, Check and balance
Keywords: The authority of the Assembly (MPR), the Constitution Amendment
Absrak: Perkembangan Kewenangan Mengubah Undang-Undang Dasar di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia, kewenangan mengubah Undang-Undang Dasar telah ditetapkan dalam UUD 1945 adalah oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam perjalanannya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Undang-Undang Dasar. Perubahan UUD 1945 menjadi konstitusi RIS dilakukan oleh pemerintahan bersama Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) begitu juga dengan pembentukan UUDS 1950. Sempat ada konstituante yang melakukan penyusunan UUD baru, meskipun pada akhirnya tidak terselesaikan. Perubahan UUD terjadi kembali pada era reformasi yang dilaksanakan oleh MPR dan selanjutnya menetapkan bahwa kewenangan mengubah dan menetapkan UUD adalah berada pada lembaga MPR.
Kata Kunci: Kewenangan MPR, Perubahan Undang-Undang Dasar
Key word: people souvereignty, election, democratically elected.
Abstrak: Kedaulatan Rakyat dan Pemilihan Kepala Daerah Dalam Konteks Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ada dua pendapat dalam frasa “dipilih secara demokratis”, yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yaitu pendapat pertama bahwa pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung dan pendapat kedua pemilihan kepala daerah dapat dilakukan oleh DPRD. Apabila melihat penafsiran pasal-pasal lain dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan pemilihan umum, maka pemilihan kepala daerah tidak sama dengan pemilihan umum, seperti pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan kepala daerah melalui sistem perwakilan yang dilakukan oleh DPRD adalah juga dapat dianggap demokratis yang juga mencerminkan kedaulatan rakyat yang bercirikan Pancasila, sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
Kata kunci: kedaulatan rakyat, pemilihan umum, dipilih secara demokratis.
Keywords: Lieu of Law (Perppu), Future Legal Framework, Constitutional Court
Abstrak: Kerangka Cita Hukum (recht idee) Bangsa Sebagai Dasar Kewenangan Mahkamah Konstitusi Menguji Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu). Sebagai Penjaga Konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD). Dalam prakteknya, bukan hanya undang-undang, MK juga melakukan pengujian terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang sebenarnya tidak secara eksplisit diatur dalam UUD. Perppu merupakan peraturan yang dibuat Presiden yang bersifat sementara untuk menjawab masalah yang bersifat genting dan memaksa. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tentang kewenangan MK menguji Perppu terkait dengan sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 yang menjadi dasar kontitusi negara Indonesia, dikaitkan dengan kerangka cita hukum (recht ide) bangsa Indonesia yang berakar dalam Pancasila.
Kata kunci: pengujian Perppu, recht ide
Keywords: DPR, Oversight Rights, Oversight Function
Abstrak: Penguatan Fungsi Pengawasan DPR melalui Perubahan Undang-Undang No. 10 tahun 1954 Tentang Hak angket. Kewenangan Hak angket yang dimiliki oleh DPR tidak lepas dari harapan DPR menjalankan pengawasan yang lebih efektif. Namun, Hak angket selama ini berada pada wilayah “abu-abu”, proses angket dilengkapi dengan hak subpoena sebagaimana proses hukum di pengadilan. Namun produk keputusan hak angket merupakan produk politik karena dianggap tidak memiliki daya ikat secara yuridis bagi penegak hukum. Akibatnya, hasil angket yang ada selama ini, termasuk hasil angket pansus century, seolah“sia-sia” karena tidak memiliki implikasi yang berarti bagi pemerintah. Untuk itu, meninjau ulang peraturan yang menjadi dasar digunakan hak ini menjadi sebuah keharusan, agar kedepan, hak angket dapat menjadi instrumen pengawasan yang sebenarnya, yaitu kontrol bagi cabang kekuasaan yang lain
Kata kunci: DPR, Hak Angket, Fungsi Pengawasan
Kata Kunci: Resolusi Konflik, Hak Asasi Manusia, Pembentukan Otonomi Bangsamoro, Hukum Islam
Abstract: The GPH – M.I.L.F. Agreement: Human Rights Provisions and Possible Overlaps. One of the challenges in ending non-international armed conflicts is to conclude a peace agreement that satisfies the need of both parties. A new approach to this is the human rights approach, which seeks to observe and promise to fulfil elements of human rights as terms of peace. The ongoing peace process in the Philippines between the Government and the Moro Islamic Liberation Front is seeing positive progress, with its peace agreement provisions highly based upon human rights. However, there are potential problems in implementing these provisions, as well as overlaps with the pre-existing structure or even between the human rights provisions themselves. This essay will observe the problems and overlaps particularly on provisions related to the rights of religion and women, and how they can be addressed.
Keywords: Conflict Resolution, Human Rights, Establishment of Bangsamoro Autonomy, Islamic Law