Pluralisme, Multikulturalisme dan Batas-Batas Toleransi, 2017
Tulisan ini menjelaskan pola pengelolaan hutan lestari bebasis multietnis di Sungai Beras Tanjabt... more Tulisan ini menjelaskan pola pengelolaan hutan lestari bebasis multietnis di Sungai Beras Tanjabtim Jambi. Keberadaan pendatang dalam suatu wilayah, seringkali diasumsikan bahwa wilayah tersebut rentan terhadap konflik. Sungai Beras merupakan salah satu desa dengan keragaman penduduknya terdiri dari etnis Jawa, Banjar, Bugis, Melayu, Sunda dan Batak. Mayoritas masyarakatnya adalah masyarakat transmigran swadaya yang membuka perkampungan dengan cara membeli Pancong Alas dan mengelolanya secara ramai-ramai. Jika dilihat dari kedudukan masyarakat yang sangat heterogen, memberi ruang tersendiri bagi munculnya konflik etnisitas berbalut kepentingan ekonomi. Akan tetapi, Sungai Beras memberikan kenyataan yang berbeda. Sejak program-program NGO masuk dan dibarengi dengan kebijakan pengelolaan hutan berbasis sosial oleh pemerintah, desa ini justru menjadi desa percontohan Perhutanan Sosial. Fenomena ini menarik untuk dijabarkan secara rinci, terlebih lewat diskripsi etnografi dan wawancara mendalam. Tentunya ikatan patro-kline sangat mempengaruhi bagaimana relasi positif dibangun disana. Apalagi tulisan ini didasari pada permasalahan bagaimana masyarakat Sungai Beras memanajemen pola pengelolaan hutan? Mengapa persoalan perbedaan multietnis tidak mencuat menjadi ancaman konflik tersendiri? Banyak faktor yang bisa mempengaruhi peredaman ancaman konflik disana. Meminjam pandangan ekonomi Rasional Popkin dan Patron-kline Scott penulis mencoba menjabarkan ikatan relasi yang dibangun antara etnis satu dengan lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam.
Local traditions are not always weakened traditional form of culture in the global area. Bandulan... more Local traditions are not always weakened traditional form of culture in the global area. Bandulan patrol art tradition in Malang is one of them, this art is growed by invented tradition process with festival mode. Invented tradition is Hobwbawn (2000) concept which describe of the appearance of a tradition that is not viewed as old. This patrol art traditions research is intended to answer a research problem about how Bandulan local society make create in a new identity on the global area? To answer these problems, researchers used anthropological methode where observation, participatory observation and in-depth interview are used by the research. The method form use to describing phenomena in the Bandulan society. These results indicate the existence of a process invented tradidition going on basis and is fully supported by the process of globalization that exist in the festival media. patrol Art tradition which processed by invented is development of a local patrol sahur tradition , that the development is processed by contact culture who concepted by Liep (2001) helped to describe for process of establishing the identity of of Hall concept (1990). The pattern is related identity as being Bandulan confronted with foreign cultures and global cultures. This mixed process form is fused into the end result of a culture intact where local taste of culture still feels strong up there. The tradition of the art patrol appear to be a identity product of the becoming on the art festival patrol in Bandulan. Bandulan art patrol have different characteristics with ul–daul music though near same , but the Bandulan art patrol has a different style of music that have identic character. Bandulan art patrol has a identic style of typical of art music patrol. Characteristics campursari music what growing up in Bandulan and the slowler rhythm beats than ul-daul be identic style from the creation of identity what have style of local culture which can survive in global area that is true.
This article discusses the local politic in Sukorejo Gondanglegi Malang by focusing on the Lurah ... more This article discusses the local politic in Sukorejo Gondanglegi Malang by focusing on the Lurah second round election. This study applied ethnographic methods to explore the strategy applied by the elected Lurah in order to ensure he is elected for the second round. The study found that the elected Lurah continuously search for support from his voters in order to ensure that the voters support him to win the election for the second round. In an election, the elected Lurah needs Rp. 300 million to fund his voters, while the salary he received as Lurah is only Rp.1.500.000-Rp.2.000.000 monthly, plus crop from a three hectares land allocated to Lurah. Election fund might create financial burden for the elected Lurah and limited financial resources lead to failure in the second round election. However, elected Lurah can minimize the failure using patron-client strategy. This strategy enables him build a political reciprocity between him and his voters which will benefit him in the election, to win his position for the second time. Abstrak Artikel ini membahas model politik lokal di Sukorejo Gondanglegi Malang dengan berfokus pada pemilihan Lurah yang kedua. Penelitian ini menerapkan metode etnografi untuk memaparkan strategi yang diterapkan oleh Lurah terpilih untuk memastikan ia terpilih kembali pada pemilihan kedua. Penelitian ini menemukan bahwa Lurah terpilih terus mencari dukungan dari pemilih dalam rangka memastikan bahwa pemilih mendukung dia untuk memenangkan pemilu yang kedua. Dalam pemilihan, calon lurah membutuhkan Rp. 300 juta untuk mendanai pemilih, sementara gaji yang dia terima sebagai Lurah hanya Rp.1.500.000-Rp.2.000.000 bulanan, ditambah tanah bengkok seluas tiga hektar. Dana pencalonan yang cukup besar dapat menjadi permasalahan keuangan untuk calon lurah yang mengalami kekalahan. Namun, kerugian akibat kegagalan pemilihan Lurah dapat diminimalisir menggunakan strategi patron-klien. Strategi ini memungkinkan calon lurah membangun hubungan timbal balik antara dirinya dan pemilih sebelumnya, sehingga dapat menguntungkan dirinya sebagai pemenang dalam pemilihan yang kedua.
Futurologist Naisbitt (1988) Said about paradox of globalization process for local tradition cult... more Futurologist Naisbitt (1988) Said about paradox of globalization process for local tradition culture, where tradition is exposed by the strength of global capitalism and modern life style. It does not always make the tradition to be crushed, but it becomes one kind, and even disappear. However, the tradition will try to find their place and the identity back. In this article, the discussion will be focused on how Arek Bandulan answer the global challenges through festivalization (Bennett, et al., 2014) the art of the musical tradition of their patrol. Festivalising art patrol is hold by Karangtaruna Wira Bhakti Bandulan who has spawned a lot of innovations in the appearance of various components local art in a festival. It shows that Arek Bandulan create their original cultural identity of art music tradition which is not too modern enough and not longer traditional too. The disclosure of identity expression to the global by festivalising traditions patrol sahur weaking up music art when Ramadan is packaged as well as events in the world and is supported by funder, the media and modern technologies. This ethnographic study tries to reveal how the process of identity formation in the object of patrol sahur festival happened. Abstrak Futurologist Naisbitt (1998) mengatakan tentang proses paradox global dalam tradisi budaya lokal, dimana tradisi yang dipaparkan adalah bagian dari pengaruh kapitalisme dan gaya hidup modern. Fenomena tersebut tidak selamanya memberi peluang negatif bagi tradisi lokal, tetapi justru memunculkan sesuatu yang baru dan memiliki daya saing tinggi. Meski sekalipun, tradisi tersebut mencoba menempatkan diri pada tempat dan identitasnya, dia akan tetap menguat dalam atmosfir global. Dalam artikel ini, pembahasan diarahkan pada bagaimana Arek Bandulan mengemas seni tradisi meraka yakni patrol untuk menghadapi tatangan global. Festivalisasi patrol di Bandulan awalnya digagas oleh Karangtaruna Wira Bhakti Bandulan. Penyelenggaraan festival tersebut ditujukan untuk mewadahi praktek budaya traditional yang sebenarnya tidak begitu modern dan tidak juga begitu tradisional. Praktek dari pencitaan identitas dalam arena global menggunakan wadah festival bertajuk patrol sahur yang di selenggarakan setiap bulan ramadhan. Festival ini kemudian diselenggarakan secara rutin dan disponsori oleh Funder, media cetak dan elektronik. Dengan menggunakan metode etnografi artikel ini mencoba menjawab mengenai bagaimana formasi pembentukan identitas dalam festival patrol sahur terjadi.
Abstrak: Di Malang, Eksistensi seni Patrol lebih menonjol sebagai Ikon Seni khas anak Muda Kelura... more Abstrak: Di Malang, Eksistensi seni Patrol lebih menonjol sebagai Ikon Seni khas anak Muda Kelurahan Bandulan. Anak Muda Bandulan adalah agen yang pertama kali memperkenalkan praktek seni yang mengakumulasi tradisi multietnis. Tradisi multietnis mencirikan sifat nasionalisme yang utuh. Adanya homogenitas dipandang oleh Featherstone justru bersifat mengikat menjadi identitas nasionalisme yang utuh dari suatu kelompok masyarakat. Sifat lokal pada tampilan seni pertunjukan Patrol tidak lagi dimaknai sebagai identitas etnis, melainkan sebagai sebuah kesatuan dalam praktik seni khasnasional. Eksistensi dan praktek seni yang kuat dikalangan anak Muda Malang menjadikan Patrol sebagai seni lokal yang mampu bersaing dengan seni modern di ranah Global. Pola pertahanan budaya lewat eksistensi seni lokal multietnis menjadi penting untuk diketahui secara lebih rinci. Peneliti menggunakan metode etnografi sebagai metode penelitian lapangan yang dianggap mampu memaparkan mengenai eksistensi Patrol bertahan di ranah budaya global Kota Malang. Abstract: In Malang, the existence of this activity is seen as the icon of teenagers living in Bandulan. These teenagers are the pioneer introducing that activity. Such multi-ethnic activity represents the overall value of nationalism. Homogeneity is seen as something that can make national identity in the society united. The local value shown in Patrol is seen not only as the identity of certain ethnics, but also as the national culture. This activity, then, is considered as a local culture which can compete globally. Thus, there is a need to know a more detail system to protect the culture. This study uses entography design which is expected to reveal the existence of Patrol which now can stand as a global culture.
Pluralisme, Multikulturalisme dan Batas-Batas Toleransi, 2017
Tulisan ini menjelaskan pola pengelolaan hutan lestari bebasis multietnis di Sungai Beras Tanjabt... more Tulisan ini menjelaskan pola pengelolaan hutan lestari bebasis multietnis di Sungai Beras Tanjabtim Jambi. Keberadaan pendatang dalam suatu wilayah, seringkali diasumsikan bahwa wilayah tersebut rentan terhadap konflik. Sungai Beras merupakan salah satu desa dengan keragaman penduduknya terdiri dari etnis Jawa, Banjar, Bugis, Melayu, Sunda dan Batak. Mayoritas masyarakatnya adalah masyarakat transmigran swadaya yang membuka perkampungan dengan cara membeli Pancong Alas dan mengelolanya secara ramai-ramai. Jika dilihat dari kedudukan masyarakat yang sangat heterogen, memberi ruang tersendiri bagi munculnya konflik etnisitas berbalut kepentingan ekonomi. Akan tetapi, Sungai Beras memberikan kenyataan yang berbeda. Sejak program-program NGO masuk dan dibarengi dengan kebijakan pengelolaan hutan berbasis sosial oleh pemerintah, desa ini justru menjadi desa percontohan Perhutanan Sosial. Fenomena ini menarik untuk dijabarkan secara rinci, terlebih lewat diskripsi etnografi dan wawancara mendalam. Tentunya ikatan patro-kline sangat mempengaruhi bagaimana relasi positif dibangun disana. Apalagi tulisan ini didasari pada permasalahan bagaimana masyarakat Sungai Beras memanajemen pola pengelolaan hutan? Mengapa persoalan perbedaan multietnis tidak mencuat menjadi ancaman konflik tersendiri? Banyak faktor yang bisa mempengaruhi peredaman ancaman konflik disana. Meminjam pandangan ekonomi Rasional Popkin dan Patron-kline Scott penulis mencoba menjabarkan ikatan relasi yang dibangun antara etnis satu dengan lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam.
Local traditions are not always weakened traditional form of culture in the global area. Bandulan... more Local traditions are not always weakened traditional form of culture in the global area. Bandulan patrol art tradition in Malang is one of them, this art is growed by invented tradition process with festival mode. Invented tradition is Hobwbawn (2000) concept which describe of the appearance of a tradition that is not viewed as old. This patrol art traditions research is intended to answer a research problem about how Bandulan local society make create in a new identity on the global area? To answer these problems, researchers used anthropological methode where observation, participatory observation and in-depth interview are used by the research. The method form use to describing phenomena in the Bandulan society. These results indicate the existence of a process invented tradidition going on basis and is fully supported by the process of globalization that exist in the festival media. patrol Art tradition which processed by invented is development of a local patrol sahur tradition , that the development is processed by contact culture who concepted by Liep (2001) helped to describe for process of establishing the identity of of Hall concept (1990). The pattern is related identity as being Bandulan confronted with foreign cultures and global cultures. This mixed process form is fused into the end result of a culture intact where local taste of culture still feels strong up there. The tradition of the art patrol appear to be a identity product of the becoming on the art festival patrol in Bandulan. Bandulan art patrol have different characteristics with ul–daul music though near same , but the Bandulan art patrol has a different style of music that have identic character. Bandulan art patrol has a identic style of typical of art music patrol. Characteristics campursari music what growing up in Bandulan and the slowler rhythm beats than ul-daul be identic style from the creation of identity what have style of local culture which can survive in global area that is true.
This article discusses the local politic in Sukorejo Gondanglegi Malang by focusing on the Lurah ... more This article discusses the local politic in Sukorejo Gondanglegi Malang by focusing on the Lurah second round election. This study applied ethnographic methods to explore the strategy applied by the elected Lurah in order to ensure he is elected for the second round. The study found that the elected Lurah continuously search for support from his voters in order to ensure that the voters support him to win the election for the second round. In an election, the elected Lurah needs Rp. 300 million to fund his voters, while the salary he received as Lurah is only Rp.1.500.000-Rp.2.000.000 monthly, plus crop from a three hectares land allocated to Lurah. Election fund might create financial burden for the elected Lurah and limited financial resources lead to failure in the second round election. However, elected Lurah can minimize the failure using patron-client strategy. This strategy enables him build a political reciprocity between him and his voters which will benefit him in the election, to win his position for the second time. Abstrak Artikel ini membahas model politik lokal di Sukorejo Gondanglegi Malang dengan berfokus pada pemilihan Lurah yang kedua. Penelitian ini menerapkan metode etnografi untuk memaparkan strategi yang diterapkan oleh Lurah terpilih untuk memastikan ia terpilih kembali pada pemilihan kedua. Penelitian ini menemukan bahwa Lurah terpilih terus mencari dukungan dari pemilih dalam rangka memastikan bahwa pemilih mendukung dia untuk memenangkan pemilu yang kedua. Dalam pemilihan, calon lurah membutuhkan Rp. 300 juta untuk mendanai pemilih, sementara gaji yang dia terima sebagai Lurah hanya Rp.1.500.000-Rp.2.000.000 bulanan, ditambah tanah bengkok seluas tiga hektar. Dana pencalonan yang cukup besar dapat menjadi permasalahan keuangan untuk calon lurah yang mengalami kekalahan. Namun, kerugian akibat kegagalan pemilihan Lurah dapat diminimalisir menggunakan strategi patron-klien. Strategi ini memungkinkan calon lurah membangun hubungan timbal balik antara dirinya dan pemilih sebelumnya, sehingga dapat menguntungkan dirinya sebagai pemenang dalam pemilihan yang kedua.
Futurologist Naisbitt (1988) Said about paradox of globalization process for local tradition cult... more Futurologist Naisbitt (1988) Said about paradox of globalization process for local tradition culture, where tradition is exposed by the strength of global capitalism and modern life style. It does not always make the tradition to be crushed, but it becomes one kind, and even disappear. However, the tradition will try to find their place and the identity back. In this article, the discussion will be focused on how Arek Bandulan answer the global challenges through festivalization (Bennett, et al., 2014) the art of the musical tradition of their patrol. Festivalising art patrol is hold by Karangtaruna Wira Bhakti Bandulan who has spawned a lot of innovations in the appearance of various components local art in a festival. It shows that Arek Bandulan create their original cultural identity of art music tradition which is not too modern enough and not longer traditional too. The disclosure of identity expression to the global by festivalising traditions patrol sahur weaking up music art when Ramadan is packaged as well as events in the world and is supported by funder, the media and modern technologies. This ethnographic study tries to reveal how the process of identity formation in the object of patrol sahur festival happened. Abstrak Futurologist Naisbitt (1998) mengatakan tentang proses paradox global dalam tradisi budaya lokal, dimana tradisi yang dipaparkan adalah bagian dari pengaruh kapitalisme dan gaya hidup modern. Fenomena tersebut tidak selamanya memberi peluang negatif bagi tradisi lokal, tetapi justru memunculkan sesuatu yang baru dan memiliki daya saing tinggi. Meski sekalipun, tradisi tersebut mencoba menempatkan diri pada tempat dan identitasnya, dia akan tetap menguat dalam atmosfir global. Dalam artikel ini, pembahasan diarahkan pada bagaimana Arek Bandulan mengemas seni tradisi meraka yakni patrol untuk menghadapi tatangan global. Festivalisasi patrol di Bandulan awalnya digagas oleh Karangtaruna Wira Bhakti Bandulan. Penyelenggaraan festival tersebut ditujukan untuk mewadahi praktek budaya traditional yang sebenarnya tidak begitu modern dan tidak juga begitu tradisional. Praktek dari pencitaan identitas dalam arena global menggunakan wadah festival bertajuk patrol sahur yang di selenggarakan setiap bulan ramadhan. Festival ini kemudian diselenggarakan secara rutin dan disponsori oleh Funder, media cetak dan elektronik. Dengan menggunakan metode etnografi artikel ini mencoba menjawab mengenai bagaimana formasi pembentukan identitas dalam festival patrol sahur terjadi.
Abstrak: Di Malang, Eksistensi seni Patrol lebih menonjol sebagai Ikon Seni khas anak Muda Kelura... more Abstrak: Di Malang, Eksistensi seni Patrol lebih menonjol sebagai Ikon Seni khas anak Muda Kelurahan Bandulan. Anak Muda Bandulan adalah agen yang pertama kali memperkenalkan praktek seni yang mengakumulasi tradisi multietnis. Tradisi multietnis mencirikan sifat nasionalisme yang utuh. Adanya homogenitas dipandang oleh Featherstone justru bersifat mengikat menjadi identitas nasionalisme yang utuh dari suatu kelompok masyarakat. Sifat lokal pada tampilan seni pertunjukan Patrol tidak lagi dimaknai sebagai identitas etnis, melainkan sebagai sebuah kesatuan dalam praktik seni khasnasional. Eksistensi dan praktek seni yang kuat dikalangan anak Muda Malang menjadikan Patrol sebagai seni lokal yang mampu bersaing dengan seni modern di ranah Global. Pola pertahanan budaya lewat eksistensi seni lokal multietnis menjadi penting untuk diketahui secara lebih rinci. Peneliti menggunakan metode etnografi sebagai metode penelitian lapangan yang dianggap mampu memaparkan mengenai eksistensi Patrol bertahan di ranah budaya global Kota Malang. Abstract: In Malang, the existence of this activity is seen as the icon of teenagers living in Bandulan. These teenagers are the pioneer introducing that activity. Such multi-ethnic activity represents the overall value of nationalism. Homogeneity is seen as something that can make national identity in the society united. The local value shown in Patrol is seen not only as the identity of certain ethnics, but also as the national culture. This activity, then, is considered as a local culture which can compete globally. Thus, there is a need to know a more detail system to protect the culture. This study uses entography design which is expected to reveal the existence of Patrol which now can stand as a global culture.
Uploads
Papers by Alma Maftuchin