Menyang kontèn

Lawang Sewu Semarang

Sekang Wikipedia, Ensiklopedia Bebas sing nganggo Basa Banyumasan: dhialek Banyumas, Purbalingga, Tegal lan Purwokerto.

Cithakan:Infobox buildingLawang Sewu (Bahasa Jawane: ꧋ꦭꦮꦁꦱꦺꦮꦸ, Bahasa Indonesiane Seribu Pintu), sederenge Gedung Administrasi N.V. Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij nang Samarang (basa Landa: Administratiegebouw van de N.V. Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij te Samarang) yakui bekas bangunan perkantoran sing letake nang seberang Tugu Muda, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Bangunan iki mbiyene kantor pusat Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), lan siki setatuse dadi aset Kereta Api Indonesia (KAI). Hal kie bisa terjadi karena mbiyene kasil saking rebutan aset-aset NIS lan perusahaan kereta api liane oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) pas mangsan Perang Kemerdekaan. Bagunan kue siki di dadikna ngo museum lan galeri sejarah perkeretaapian oleh Unit Pusat Pelestarian lan Desain Arsitektur lan kini dioperasikan KAI Wisata, anak perusahaan KAI sing gerake siki nang bagean plesiran.[1][2]

Cara Basane

[sunting | besut sumber]

Aran lawang sewu asline yakue aran gedung nang bahasa Jawa sing artine "bangunan berpintu seribu".Cithakan:Sfn Disen bagunan kie nduweni akeh ruangan,Cithakan:Sfn sing duweni kurang lewih 1.000 jendela sing duwur-duwur lan gede-gede dikirane kue "lawang".Cithakan:Sfn Lawang-lawang nang bangunan kie totale ana 429 lawang.[3]

Jendela sing ukurane gede sering pada bangunan Belanda di Indonesia. Banyak bangunan, rumah, atau struktur lain pada masa itu memiliki jendela dengan ukuran yang mirip. Hal itu dilakukan untuk beradaptasi dengan iklim lembap dan panas di Indonesia. Dengan banyaknya jendela ini, akan lebih banyak masuknya udara dan membuatnya menjadi dingin[4]

Panggonan

[sunting | besut sumber]
Cetak biru gedung B

Kompleks Lawang Sewu terdiri dari dua bangunan; yaitu gedung A dan B serta C dan D, menghadap Jalan Pemuda. Cithakan:Sfn Cithakan:Sfn Bangunan A menghadap bundaran Tugu Muda.Cithakan:SfnCithakan:Sfn Terdapat dua menara kembar di gedung A yang awalnya digunakan untuk menyimpan air, masing-masing dengan kapasitas Cithakan:Convert/l.Cithakan:Sfn Bangunan ini memiliki jendela kaca patri besar dan tangga besar di tengahnya.Cithakan:Sfn Di bawah bangunan terdapat sebuah lorong bawah tanah.Cithakan:Sfn

Gedung B terletak di belakang gedung A,Cithakan:Sfn setinggi tiga lantai dengan dua lantai pertama terdiri dari perkantoran dan yang ketiga adalah loteng.Cithakan:Sfn Bangunan dengan jendela-jendela besar ini juga memiliki lorong bawah tanah yang berfungsi sebagai saluran air.Cithakan:Sfn

Di depan gedung berdiri Tugu Muda untuk memperingati Pertempuran Lima Hari.Cithakan:SfnCithakan:Clear left

Gambar bangunan pas awal taun 1900-an
Aula pinggir gedung

Lawang Sewu diarsiteki oleh Cosman Citroen, dari firma yang dibentuk arsitek senior J. F. Klinkhamer dan B. J. Ouëndag.Cithakan:Sfn Bangunan ini dirancang dalam Gaya Hindia Baru, istilah yang diterima secara akademis untuk Rasionalisme Belanda di Hindia.[5] Mirip dengan Rasionalisme Belanda, gaya adalah hasil dari upaya untuk mengembangkan solusi baru untuk mengintegrasikan preseden tradisional (klasisisme) dengan kemungkinan teknologi baru. Ini dapat digambarkan sebagai gaya transisi antara Tradisionalis dan Modernis serta dipengaruhi oleh desain Berlage.[6]

Konstruksi dimulai pada tahun 1904 dengan bangunan A yang selesai pada tahun 1907.Cithakan:Sfn Sisanya rampung pada tahun 1919.Cithakan:Sfn Awalnya digunakan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij, perusahaan kereta api pertama di Hindia Belanda.Cithakan:Sfn

Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, tentara Jepang mengambil alih Lawang Sewu.Cithakan:Sfn Ruang bawah tanah gedung B diubah menjadi penjara dengan eksekusi mati dilakukan di dalamnya.Cithakan:Sfn Ketika Semarang direbut kembali oleh Belanda dalam pertempuran di Semarang pada Oktober 1945, pasukan Belanda menggunakan terowongan yang mengarah ke gedung A untuk menyelinap ke kota.Cithakan:Sfn Pertempuran terjadi dengan banyak pejuang Indonesia gugur.Cithakan:Sfn Lima pegawai yang bekerja di sana juga gugur.Cithakan:Sfn

Setelah perang, tentara Indonesia mengambil alih kompleks.Cithakan:Sfn Bangunan tersebut kemudian dioperasikan oleh Djawatan Kereta Republik Indonesia (DKARI).Cithakan:Sfn Pada tahun 1992 bangunan ini ditetapkan sebagai cagar budaya.Cithakan:Sfn

Pelestarian

[sunting | besut sumber]

Pada 2009, kompleks Lawang Sewu berada dalam keadaan mengenaskan.Cithakan:Sfn Simon Marcus Gower, dalam kolomnya di The Jakarta Post, menuliskan bahwa bangunan tersebut "gelap dan tak terawat. Dinding putihnya dihitamkan oleh polusi dan penelantaran. Dindingnya terkelupas dan dipenuhi coretan-coretan vandal. Lumut pun tumbuh di sebagian besar bangunan dan tikus menjadi penghuni celah-celah bangunan." Cithakan:Sfn

Bangunan ini kelak menjalani renovasi dalam rangka meningkatkan daya tarik wisata.Cithakan:SfnCithakan:Sfn Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo mengerahkan prajurit TNI untuk membantu renovasi; khususnya pada bagian luar gedung.Cithakan:Sfn Namun warga setempat kecewa dengan hasil renovasi tersebut karena dianggap menghilangkan keasliannya.Cithakan:Sfn

Pada tanggal 5 Juli 2011 gedung tersebut diresmikan oleh Ibu Negara Ani Yudhoyono.Cithakan:Sfn Namun, pada saat itu hanya bangunan B yang dapat dikunjungi.Cithakan:Sfn Ia berharap bahwa peresmian ini menjadi daya tarik utama dalam menyukseskan program pariwisata pemerintah Jawa Tengah pada tahun 2013. Cithakan:Sfn

Gedung B kelak direncanakan untuk dijadikan perkantoran, pujasera, dan pusat kebugaran.Cithakan:Sfn Pada akhir 2013, Pemerintah Kota Semarang mengumumkan rencana untuk menghilangkan "citra seram" bangunan itu untuk menarik lebih banyak pengunjung. Hal ini dilakukan dengan cara menata kembali kawasan untuk kegiatan sosial dan budaya, beserta renovasi lanjutan bangunan. Pada saat itu, Lawang Sewu menarik rata-rata 1.000 pengunjung setiap hari.Cithakan:Sfn

Legenda urban

[sunting | besut sumber]

pra=https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Basement_of_Lawang_Sewu_2011.JPG|jmpl|Ruang bawah tanah gedung B, yang diklaim berhantu pra=https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Underground_Access_of_Lawang_Sewu,_Semarang,_Central_Java,_Indonesia.jpg|jmpl|Akses ke bawah tanah gedung Lawang Sewu di Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Lawang Sewu dikenal sangat angker karena ruangan bawah tanahnya pernah dijadikan tempat penyiksaan oleh serdadu tentara Jepang. Banyak wisatawan memasuki ruangan itu semata-mata untuk melihat hantu.Cithakan:Sfn Di antara hantu yang dilaporkan menghuni tempat itu adalah seorang Noni Belanda yang melakukan bunuh diri di dalam serta penampakan "hantu tanpa kepala". Lantai dasar gedung B di huni kuntilanak, dan pocong di tempat bak penyiksaan Penjara Jongkok.Cithakan:Butuh rujukan

Pada tahun 2007, sebuah film horor berjudul Lawang Sewu: Dendam Kuntilanak dirilis berdasarkan legenda urban itu.Cithakan:Sfn Film ini menceritakan tentang sekelompok siswa SMA dari Jakarta yang terjebak di Lawang Sewu setelah beberapa harus buang air kecil dan menampilkan hantu seorang noni Belanda, seorang pria yang bergerak dengan diberati bola berantai di kakinya, dan sosok kuntilanak.Cithakan:Sfn

Referensi

[sunting | besut sumber]
  1. Ajijah, , "Jelajah Kereta Api: Lawang Sewu, Bermula dari Kantor KA Swasta Belanda Hingga Jadi Tempat Edukasi", Bisnis.com, 27 Juli 2021.
  2. Pradana, Rio Sandy, "KAI Wisata Buka Kembali Museum Lawang Sewu, Ini Syarat Masuknya", Bisnis.com, 21 Agustus 2021.
  3. Khairally, Elmy Tasya, "Ingin ke Semarang? Jangan Lewatkan 5 Wisata Ikonik Ini", detikcom.
  4. "Lawang Sewu, Ikon Kota Semarang Dengan Sejarah Kelam" (dalam bahasa id-ID). 11 April 2021. https://www.kabarwisata.id/objek-rekreasi/lawang-sewu-ikon-kota-semarang-dengan-sejarah-kelam/. 
  5. Gunawan Tjahjono, ed (1998). Architecture. Indonesian Heritage. 6. Singapore: Archipelago Press. hlm. 120. ISBN 981-3018-30-5. https://archive.org/details/architecture00indo/page/120. 
  6. "Rationalisme, Traditionalisme, Americanisme" (dalam bahasa Dutch). Het Indische bouwen: architectuur en stedebouw in Indonesie : Dutch and Indisch architecture 1800-1950. Helmond: Gemeentemuseum Helmond. Masalah: wektu ora absah. hlm. 20–23. https://books.google.com/books?id=wUa4nQEACAAJ&dq=het+indische+bouwen&hl=en&sa=X&ei=JNkYVdHMCcS2uASovIDQDg&redir_esc=y. 

Daftar pustaka

[sunting | besut sumber]

Cithakan:Cagar budaya peringkat nasional di Indonesia