Program Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan menin... more Program Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Keluarga Berencana adalah proses yang disadari oleh wanita untuk memutuskan jumlah dan jarak anak serta waktu kelahiran. 1 Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) (2012) memperlihatkan bahwa keinginan membatasi kelahiran meningkat secara cepat sejalan dengan banyaknya anak lahir hidup; 84 persen wanita yang tidak mempunyai anak ingin mempunyai anak lagi dibandingkan dengan 7 persen wanita dengan dua anak. Di sisi lain, proporsi wanita yang tidak ingin mempunyai anak lagi meningkat dari 11 persen pada wanita yang mempunyai satu anak menjadi 58 persen pada wanita yang mempunyai dua anak, dan 80 persen atau lebih pada wanita yang mempunyai lima orang anak atau lebih. Jumlah kebutuhan KB yang terpenuhi meningkat sejalan dengan naiknya tingkat pendidikan wanita, mulai dari 76 persen untuk wanita yang tidak sekolah sampai dengan 87 persen untuk wanita yang tidak tamat SMTA. Kebutuhan pelayanan KB yang terpenuhi juga meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah anak lahir hidup; 66 persen untuk wanita yang tidak punya anak dan 71 persen atau lebih tinggi untuk wanita yang punya anak 1 atau lebih. 2 Di Indonesia terdapat berbagai macam metode keluarga berencana diantaranya MAL (Metode Amenore Laktasi), kondom, IUD (Intra Uterine Device), AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), tubektomi, vasektomi, pil, injeksi, dan implan. 3 Cakupan peserta KB di Indonesia pada awal tahun 2010 meliputi suntik sebesar 43,4%, pil sebesar 26,7%, kondom sebesar 13,7%, implan sebesar 10,5%, IUD sebesar 4,3%, MOW (Metode Operasi Wanita) sebesar 1,07%, MOP (Metode Operasi Pria) sebesar 0,2%. Cakupan peserta KB di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 76,39%. Gambaran distribusi provinsi menunjukan bahwa persentase tertinggi adalah provinsi Bengkulu sebesar 87,91%, diikuti oleh provinsi Gorontalo sebesar 86,96% dan provinsi Bali sebesar 86,11%. Provinsi dengan persentase terendah adalah Papua sebesar 67,07% diikuti oleh Sumatra Utara sebesar 67,99%, provinsi Banten sebesar 69,95%. Berdasarkan data BKKBN provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 cakupan KB di wilayah Jawa Barat adalah sebagai berikut : KB suntik sebesar 54,38%, pil sebesar 30,17%, IUD sebesar 12,35%, implant sebesar 4,57%, MOW sebesar 2,53%, MOP sebesar 1,03%, dan kondom sebesar 1,21%. Berdasarkan hasil survei Kemenkes RI persentase pengguna KB aktif di provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 sebesar 76,13%. 4 Pengguna metode kontrasepsi pada keluarga berencana terdiri dari beberapa jenis kepesertaan KB menurut pengguna metode kontrasepsi pada tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta KB memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka pendek melalui suntikan. Persentase 3 KB aktif pada wanita usia subur yang menggunakan pil sebesar 25,13%, kondom sebesar 3,13%, IUD sebesar 11,53%, implan sebesar 9,17%, MOW sebesar 0,70%, dan suntikan sebesar 46,84%. 3 Dalam penelitian dengan judul Effectiveness of Long-Acting Reversible Contraception (Efektivitas penggunaan kontrasepsi jangka panjang) bahwa Tingkat kegagalan dalam kelompok peserta yang menggunakan pil, patch (koyo) atau cincin masih tinggi dibandingkan dengan menggunakan IUD atau implant. Tingkat kegagalan di antara peserta yang menggunakan Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) untuk suntikan tiga bulan sekali mirip dengan peserta yang menggunakan IUD atau implant. Peserta yang memilih DMPA suntikan lebih cenderung ras berkulit hitam, berpendidikan rendah, memiliki status sosial ekonomi rendah, tidak memiliki asuransi kesehatan, dan memiliki sejarah dari infeksi menular seksual. Risiko kehamilan yang tidak diinginkan antara peserta menggunakan pil, patch (koyo) atau cincin adalah nyata lebih tinggi. Tingkat kegagalan kontrasepsi tidak berbeda secara signifikan menurut kelompok umur diantara peserta yang menggunakan DMPA suntikan atau diantara mereka yang menggunakan kontrasepsi jangka panjang, tetapi untuk analisis ini lebih kecil dan kekuatan untuk mendeteksi perbedaan adalah rendah. Tingkat kegagalan untuk DMPA suntikan dalam penelitian kami lebih rendah dari lainnya dilaporkan karena kami dikategorikan kehamilan sebagai kegagalan kontrasepsi hanya pengguna yang kembali untuk suntik, dengan demikian, angka ini mewakili "Penggunaan yang sempurna", mengingat bahwa lebih dari 40 % wanita yang menggunakan
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan menin... more Program Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Keluarga Berencana adalah proses yang disadari oleh wanita untuk memutuskan jumlah dan jarak anak serta waktu kelahiran. 1 Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) (2012) memperlihatkan bahwa keinginan membatasi kelahiran meningkat secara cepat sejalan dengan banyaknya anak lahir hidup; 84 persen wanita yang tidak mempunyai anak ingin mempunyai anak lagi dibandingkan dengan 7 persen wanita dengan dua anak. Di sisi lain, proporsi wanita yang tidak ingin mempunyai anak lagi meningkat dari 11 persen pada wanita yang mempunyai satu anak menjadi 58 persen pada wanita yang mempunyai dua anak, dan 80 persen atau lebih pada wanita yang mempunyai lima orang anak atau lebih. Jumlah kebutuhan KB yang terpenuhi meningkat sejalan dengan naiknya tingkat pendidikan wanita, mulai dari 76 persen untuk wanita yang tidak sekolah sampai dengan 87 persen untuk wanita yang tidak tamat SMTA. Kebutuhan pelayanan KB yang terpenuhi juga meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah anak lahir hidup; 66 persen untuk wanita yang tidak punya anak dan 71 persen atau lebih tinggi untuk wanita yang punya anak 1 atau lebih. 2 Di Indonesia terdapat berbagai macam metode keluarga berencana diantaranya MAL (Metode Amenore Laktasi), kondom, IUD (Intra Uterine Device), AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), tubektomi, vasektomi, pil, injeksi, dan implan. 3 Cakupan peserta KB di Indonesia pada awal tahun 2010 meliputi suntik sebesar 43,4%, pil sebesar 26,7%, kondom sebesar 13,7%, implan sebesar 10,5%, IUD sebesar 4,3%, MOW (Metode Operasi Wanita) sebesar 1,07%, MOP (Metode Operasi Pria) sebesar 0,2%. Cakupan peserta KB di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 76,39%. Gambaran distribusi provinsi menunjukan bahwa persentase tertinggi adalah provinsi Bengkulu sebesar 87,91%, diikuti oleh provinsi Gorontalo sebesar 86,96% dan provinsi Bali sebesar 86,11%. Provinsi dengan persentase terendah adalah Papua sebesar 67,07% diikuti oleh Sumatra Utara sebesar 67,99%, provinsi Banten sebesar 69,95%. Berdasarkan data BKKBN provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 cakupan KB di wilayah Jawa Barat adalah sebagai berikut : KB suntik sebesar 54,38%, pil sebesar 30,17%, IUD sebesar 12,35%, implant sebesar 4,57%, MOW sebesar 2,53%, MOP sebesar 1,03%, dan kondom sebesar 1,21%. Berdasarkan hasil survei Kemenkes RI persentase pengguna KB aktif di provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 sebesar 76,13%. 4 Pengguna metode kontrasepsi pada keluarga berencana terdiri dari beberapa jenis kepesertaan KB menurut pengguna metode kontrasepsi pada tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta KB memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka pendek melalui suntikan. Persentase 3 KB aktif pada wanita usia subur yang menggunakan pil sebesar 25,13%, kondom sebesar 3,13%, IUD sebesar 11,53%, implan sebesar 9,17%, MOW sebesar 0,70%, dan suntikan sebesar 46,84%. 3 Dalam penelitian dengan judul Effectiveness of Long-Acting Reversible Contraception (Efektivitas penggunaan kontrasepsi jangka panjang) bahwa Tingkat kegagalan dalam kelompok peserta yang menggunakan pil, patch (koyo) atau cincin masih tinggi dibandingkan dengan menggunakan IUD atau implant. Tingkat kegagalan di antara peserta yang menggunakan Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) untuk suntikan tiga bulan sekali mirip dengan peserta yang menggunakan IUD atau implant. Peserta yang memilih DMPA suntikan lebih cenderung ras berkulit hitam, berpendidikan rendah, memiliki status sosial ekonomi rendah, tidak memiliki asuransi kesehatan, dan memiliki sejarah dari infeksi menular seksual. Risiko kehamilan yang tidak diinginkan antara peserta menggunakan pil, patch (koyo) atau cincin adalah nyata lebih tinggi. Tingkat kegagalan kontrasepsi tidak berbeda secara signifikan menurut kelompok umur diantara peserta yang menggunakan DMPA suntikan atau diantara mereka yang menggunakan kontrasepsi jangka panjang, tetapi untuk analisis ini lebih kecil dan kekuatan untuk mendeteksi perbedaan adalah rendah. Tingkat kegagalan untuk DMPA suntikan dalam penelitian kami lebih rendah dari lainnya dilaporkan karena kami dikategorikan kehamilan sebagai kegagalan kontrasepsi hanya pengguna yang kembali untuk suntik, dengan demikian, angka ini mewakili "Penggunaan yang sempurna", mengingat bahwa lebih dari 40 % wanita yang menggunakan
Uploads
Papers by Raden Wulan