Artikel ini mendeskripsikan tentang pengesahan nikah atas pernikahan yang terjadi dengan wali muh... more Artikel ini mendeskripsikan tentang pengesahan nikah atas pernikahan yang terjadi dengan wali muhakkam di pengadilan agama. Dalam fikih wali muhakkam diperbolehkan dan memiliki implikasi hukum disahkannya perkawinannya. Namun pengambilalihan pendapat fikih tentang wali muhakkam ini apabila dikaji dengan teori tujuan hukum, maka akan menyebabkan tujuan dari regulasi perundang-undangan tentang perkawinan akan tidak tercapai. Karena dengan pemahaman konvensional fikih wali muhakkam ini, masyarakat mendapatkan celah untuk sesukanya menikah sirri bahkan untuk pernikahan di bawah umur sekalipun. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum primernya adalah UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan Putusan Nomor 149/Pdt.P/2022/PA.Bjb. Penelitian ini menemukan bahwa pengesahan nikah atas pernikahan sirri dengan wali muhakkam dikabulkan oleh majelis hakim. Rekonstruksi yang penulis temukan adalah menyatakan bahwa pernikahan dengan wali muhakkam harus dianggap tidak sah dan permohonan atas pengesahan atas pernikahan tersebut patut untuk ditolak.
This study will discuss the concept of barambangan in the Banjar community which is used in resol... more This study will discuss the concept of barambangan in the Banjar community which is used in resolving conflicts between husbands and wives during a marriage that is almost on the verge of divorce. This research is different from other researchers because it emphasizes the findings about the argumentation of separation by peaceful means or can also unite household disputes by way of reconciliation through tetuha. The research method used is normative with legal material from the 18th century Sultan Adam Law, then observations in society with an anthropological sociological approach to the Banjar community are studied based on the facts of people who were in conflict in the household at the time of their marriage. This study found that conflicts that do not end without divorce according to the Banjar custom, namely barambangan , can be a solution in ending household disputes, through religious leaders (tetuha) to determine legal certainty regarding the status of the husband-wife relationship. The formalization of barambang as a customary institution promises a good balance between legal certainty and benefits.
Cultural negotiation is essential because the process always involves conflict and differences. M... more Cultural negotiation is essential because the process always involves conflict and differences. Malay-Chinese is one of the minority groups in South Kalimantan. This study aims to find out how Malay-Chinese culture negotiates differences in the legal culture of inheritance distribution between Chinese customary law, Malay custom, and Islamic law. This research is empirical legal research conducted under an interdisciplinary umbrella. This type of research is field research or research, empirical law. In this study, the author uses a legal sociology approach or practical juridical approach, which is an approach that looks at the legal reality in society, and a legal anthropological approach. The research findings show that Malay-Chinese negotiates differences in Islamic values and religion by choosing or combining the two cultural values. The negotiation process is carried out by applying cultural values as they are ethnic and adapt to the cultural values of Malay Islam. This cultural negotiation process then builds a hybrid Malay-Chinese identity.
Banjarmasin as a metropolitan city is characterized by a dense population, development of the cit... more Banjarmasin as a metropolitan city is characterized by a dense population, development of the city center, economy, education, access to technology and information as well as the availability of various infrastructure and entertainment facilities. Progress on these various sides should be directly proportional to the level of obedience to the law, the one is the obligation to register a marriage officially. However, based on data from 2015 until 2019, that there is an increase in applications for marriage isbat at the Banjarmasin City Religious Court. This means, there are still many unregistered marriages. This study aims to determine how the phenomenon of marriage isbat in the city of Banjarmasin as a metropolitan city and the factors. The method of this study is used empirical/field research, and the approach of this study is used the sociology and anthropology of law. The results of this study was indicated that: 1) the phenomenon of marriage isbat in the city of Banjarmasin is dominated by the lower class with economic problems and low education; 2) The most dominant factor is the legal culture of the community that views religious law (classical fiqh) as sufficient of validity criteria in the marriage. Therefore, they consider that the marriage isbat can be proposed at any time as a solution to their unregistered marriage.
This article discussed the concept of law in Ibn Khaldun's thoughts and its relevance in forming ... more This article discussed the concept of law in Ibn Khaldun's thoughts and its relevance in forming modern legal systems. This research used qualitative research methods with data collection techniques through a literature review of Ibn Khaldun's works and several other relevant sources. The main focus of the research analysis was the concepts of al-'adl law, inheritance law, and justice in law. The results showed that Ibn Khaldun's thoughts on al-'adl law, inheritance law, and justice in law were highly relevant to forming modern legal systems. The concept of al-'adl law taught that law should be enforced fairly, while the concept of inheritance law provided the basis for developing family law. In addition, Ibn Khaldun's concept of justice in law had significant implications for the fair and equal enforcement of the law. In conclusion, Ibn Khaldun's thoughts on law can contribute to forming modern legal systems and new and alternative perspectives for the development of law today.
The Dayak community, as an agrarian community, respects and upholds the noble values of their anc... more The Dayak community, as an agrarian community, respects and upholds the noble values of their ancestors. These values strongly affect their social and cultural system, including the customs and traditions of inheritance settlement. This research is descriptive-analytic using a phenomenology approach. The aim is to identify the uniqueness of the traditional heritage of the Dayak Ngaju tribe in Palangka Raya through the perspective of acculturation theory of culture and law. The study shows that the acculturation model that occurs in Palangka Raya is an adjustment model, in which the process of adjustment and adaptation of one culture to other cultures occurs without forming a new culture. In addition, this study also finds that the community kinship system also influences the application of inheritance law among the Ngaju Dayak indigenous people, Palangka Raya, Central Kalimantan.
JIAL (Journal of Indonesian Adat Law), Aug 27, 2018
Studi ini bertujuan untuk menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat Banjar terkait d... more Studi ini bertujuan untuk menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat Banjar terkait dengan sistem pewarisan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu mengkaji norma hukum waris yang hidup dan berlaku di masyarakat Banjar. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa sistem kewarisan dalam masyarakat Banjar adalah sistem kewarisan campuran antara sistem individu dan sistem mayorat. Dalam proses pewarisan melibatkan Tuan Guru untuk minta petunjuk pembagian warisnya. Atas dasar petunjuk Tuan Guru mereka melakukan musyawarah atau islah. Keadaan seperti ini dalam masyarakat Banjar adalah mengembangkan nilai-nilai keagamaan menjadi nilai-nilai hukum adat. Dalam pelaksanaan pembagian warisan mereka mengutamakan musyawarah, apabila tidak tercapai akan diteruskan ke pengadilan agama.
Baatar jujuran adalah prosesi adat dalam perkawinan pada masyarakat Banjar, dan dilakukan sebelum... more Baatar jujuran adalah prosesi adat dalam perkawinan pada masyarakat Banjar, dan dilakukan sebelum berlangsungnya perkawinan. Baatar jujuran adalah pemberian dari pihak laki2 kpd pihak perempuan, berupa sejumlah uang yang besarnya ditentukan oleh pihak perempuan. Jujuran berbeda dengan mahar. Jujuran biasanya lebih besar dari mahar, karena fungsi jujuran adalah sebagai bantuan untuk melaksanakan resepsi perkawinan dan juga untuk modal awal berumah tangga. Dalam pelaksanaan membayar jujuran, kadang diminta oleh pihak perempuan telalu tinggi, sehingga menghambat terlaksananya perkawinan, ini bertentangan dengan ajaran Islam. Disamping itu pula, ada juga yg menentukan jujuran dengan bermusyawarah sehingga tercipta kesepakatan, ini sesuai dengan ajaran Islam. Ada lagi yang menentukan jujuran dengan istilah, "sapambari", artinya seikhlasnya, dan ini juga tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hubungan hukum adat dan hukum agama khususnya agama Islam dalam baatar jujuran di sini dapat dianalisis melalui teori receptio in complexu dan receptio a contrario.
Samarah : jurnal hukum keluarga dan hukum Islam, Dec 31, 2022
Chinese Muslim community is part of the life of the nation and state as a whole, one of the many ... more Chinese Muslim community is part of the life of the nation and state as a whole, one of the many ethnicities that are the features of the social identity of the archipelago. The history of the development of Islam and Chinese in Banjarmasin has an affiliation. This study aims to discover the distribution of Chinese Muslim heritage in Banjarmasin. The method used was empirical legal research and field research, while the approach used was the sociology of law approach. The result of this study indicates the existence of legal integration, where women and men are equally domiciled as heirs. Such equal right is in contrast with Chinese customary law exclusively distributing to sons but it conforms to Islamic inheritance law and Banjar customary law. Since religions are not considered a barrier to inheritance, most Chinese Muslims prefer (to adhere to) the customary law. The Chinese Muslim descendants in Banjarmasin can distribute their inheritance by following one of three ways: traditional heir deliberation, undistributed inheritance, and distribution according to Islamic inheritance law. Despite the law that applies to them is Islamic inheritance law, Chinese Muslims in Banjarmasin are not totally subject to it. As diversity of religions within a family exists, they prioritize the concepts of harmony and kinship in order to avoid disputes.
This study aims to identify the moderation of Huzaemah Tahido Yanggo's fiqh of the law of purity ... more This study aims to identify the moderation of Huzaemah Tahido Yanggo's fiqh of the law of purity over homosexual acts. This is a qualitative research in the form of heirloom studies which uses a normative-philosophical approach. The paradigm of moderate fiqh conceptualized by M. Quraish Shihab becomes the theory of analysis. The results show that there is a paradigm basis for moderate fiqh in the construction of Huzaemah's fiqh on the law of purity over homosexual acts. This great conclusion can be seen from the following various aspects. The first aspect is the dimensions of the paradigm of fiqh al-maqashid and fiqh al-awlawiyat in the use of theological foundations that emphasize the realization of the benefit orientation of Islamic sharia, namely the regeneration of offspring (hifz al-nasl) and the protection of honor (hifz al-'ird). The second aspect is the paradigm pattern of fiqh al-muwazanat, and fiqh al-ma'alat in the basis of consideration of the impact of disease from a medical perspective, and violations of national legal norms in Indonesia. The pattern of the fiqh al-ma'alat paradigm can also be seen from Huzaemah's advice to the community and the
Prinsip kesinambungan dalam kegiatan berladang bisa dilihat dari rotasi areal yang dilakukan dala... more Prinsip kesinambungan dalam kegiatan berladang bisa dilihat dari rotasi areal yang dilakukan dalam berladang. Oleh karenanya sistem ini disebut sebagai sistem ladang berpindah. Areal awal berladang pastilah dilakukan di hutan rimba atau hutan primer. Setelah areal itu selesai dipakai untuk berladang maka mereka akan mencari areal lainnya. Karena itulah disebutkan bahwa sistem kultifasi ini disebut sebagai sistem ladang berpindah. Prinsip Kolektifitas Cara untuk mengerjakan kegiatan berladang itu tentu tidak dilakukan sendiri tapi dengan cara gotong royong secara kolektif. Dalam hal inilah prinsip kolektifitas diterapkan. Prinsip kebersamaan itu dilakukan dalam semua tahap kegiatan berladang: menebas, menebang, membakar lahan, menanam, membersihkan gulma atau merumput dan panen. 1. Hasil peneitian masyarakat dayak Kalimantan Tengah memiliki prinsip dalam menjaga lingkungan pertama mereka Prinsip Organik. 2. Sistem Subsistensi. 3. Prinsip Keanekaragaman. 4. Prinsip Kolektifitas. 5. Prinsip Kesinambungan. 6. Prinsip Ritualitas. 7. Prinsip Hukum Adat. Kedua banyaknya aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dari dulu sampai saat ini tentu harus ada penyegaran ditingkat lokal sebagai benteng awal dalam menjaga lingkungan terutama dalam masalah hutan adat, maka tentu diperlukan satu aturan yang mengakomodir tentang penjagaan atau pengawasan lingkungan adat berbasis prinsi-prinsip yang berbasis kearifan lokal sehingga menjadi kepastian hukum bagi masyarakat adat yang ingin menerapkan penjagaan lingkungan
JIAL (Journal of Indonesian Adat Law), Nov 29, 2021
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga Prosiding W... more Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga Prosiding Webinar Asosiasi Pengajar Hukum Adat dengan Tema "Hukum Waris Menurut Adat di Indonesia" yang diselenggarakan Lembaga Studi Hukum Indonesia bekerjasama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan APHA Indonesia dapat kami selesaikan. Webinar Nasional ini dibagi menjadi empat seri dalam 4 minggu, yaitu: Webinar seri 1 pada Minggu ke 1 Bulan Februari 2021 Webinar seri 2 pada Minggu ke 2 Bulan Februari 2021 Webinar seri 3 pada Minggu ke 3 Bulan Februari 2021 Webinar seri 4 pada Minggu ke 4 Bulan Februari 2021 Penyusunan prosiding ini dimaksudkan agar masyarakat luas dapat mengetahui dan memahami berbagai informasi terkait dengan penyelenggaraan seminar nasional tersebut. Informasi yang disajikan dalam prosiding ini meliputi berbagai perkembangan pelaksanaan hukum waris di beberapa daerah di Indonesia.
Mu'Adalah : Jurnal Studi Gender & Anak, Aug 15, 2015
Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum yang terbentuk dan mengikat bagi masyarakat adat, kebe... more Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum yang terbentuk dan mengikat bagi masyarakat adat, keberadaannya tumbuh dan berkembang seiring dengan tumbuh kembang masyarakat adat tersebut, oleh karena itu hakikinya hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis. Oleh karena sifatnya yang tidak tertulis tersebut, maka hukum adat mempunyai tingkat internalisasi yang dalam bagi masyarakat adat, sehingga tingkat kepatuhan atau ketaatannya sangat tinggi. Prinsip-Prinsip hukum kedudukan perempuan dalam hukum waris adat masyarakat Banjar terlihat dalam proses pembagian harta warisan pada lembaga “damai” dengan cara islah tersebut, yaitu : a. perempuan diakui kedudukannya sebagai ahli waris, karena didasarkan kepada ketentuan faraid (hukum waris Islam), baik atas dasar petuah tuan guru ataupun atas pengetahuan ahli waris; b. akses perempuan dalam lembaga “bedamai” sangat terbuka dan tidak dibedakan dengan ahli waris laki-laki, bahkan dalam “harta parapantangan” aksesnya lebih besar daripada pihak laki-laki. c. besaran bagian masing-masing ahli waris tidak didasarkan kepada gender, melainkan didasarkan kepada kondisi objektif tentang harta peninggalan dan kontribusi ahli waris terhadap pewaris. Oleh karena itu besarnya bagian perempuan bersifat relative, yaitu bisa lebih besar dari laki-laki, bisa lebih kecil dari laki-laki dan atau bisa sama dengan laki-laki. d. pada lembaga “damai” dengan cara islah ini dikembangkan prinsip-prinsip yang menjadi jiwa hukum (legal spirit) untuk melakukan pembagianwarisan, yaitu prinsip Ketuhanan, Prinsip Kemanfaatan dan prinsip keseimbangan.
Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum yang terbentuk dan mengikat bagi masyarakat adat, kebe... more Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum yang terbentuk dan mengikat bagi masyarakat adat, keberadaannya tumbuh dan berkembang seiring dengan tumbuh kembang masyarakat adat tersebut, oleh karena itu hakikinya hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis. Oleh karena sifatnya yang tidak tertulis tersebut, maka hukum adat mempunyai tingkat internalisasi yang dalam bagi masyarakat adat, sehingga tingkat kepatuhan atau ketaatannya sangat tinggi. Prinsip-Prinsip hukum kedudukan perempuan dalam hukum waris adat masyarakat Banjar terlihat dalam proses pembagian harta warisan pada lembaga “damai” dengan cara islah tersebut, yaitu : a. perempuan diakui kedudukannya sebagai ahli waris, karena didasarkan kepada ketentuan faraid (hukum waris Islam), baik atas dasar petuah tuan guru ataupun atas pengetahuan ahli waris; b. akses perempuan dalam lembaga “bedamai” sangat terbuka dan tidak dibedakan dengan ahli waris laki-laki, bahkan dalam “harta parapantangan” aksesnya lebih besar daripada pihak laki-laki. c. besaran bagian masing-masing ahli waris tidak didasarkan kepada gender, melainkan didasarkan kepada kondisi objektif tentang harta peninggalan dan kontribusi ahli waris terhadap pewaris. Oleh karena itu besarnya bagian perempuan bersifat relative, yaitu bisa lebih besar dari laki-laki, bisa lebih kecil dari laki-laki dan atau bisa sama dengan laki-laki. d. pada lembaga “damai” dengan cara islah ini dikembangkan prinsip-prinsip yang menjadi jiwa hukum (legal spirit) untuk melakukan pembagianwarisan, yaitu prinsip Ketuhanan, Prinsip Kemanfaatan dan prinsip keseimbangan.
Artikel ini mendeskripsikan tentang pengesahan nikah atas pernikahan yang terjadi dengan wali muh... more Artikel ini mendeskripsikan tentang pengesahan nikah atas pernikahan yang terjadi dengan wali muhakkam di pengadilan agama. Dalam fikih wali muhakkam diperbolehkan dan memiliki implikasi hukum disahkannya perkawinannya. Namun pengambilalihan pendapat fikih tentang wali muhakkam ini apabila dikaji dengan teori tujuan hukum, maka akan menyebabkan tujuan dari regulasi perundang-undangan tentang perkawinan akan tidak tercapai. Karena dengan pemahaman konvensional fikih wali muhakkam ini, masyarakat mendapatkan celah untuk sesukanya menikah sirri bahkan untuk pernikahan di bawah umur sekalipun. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum primernya adalah UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan Putusan Nomor 149/Pdt.P/2022/PA.Bjb. Penelitian ini menemukan bahwa pengesahan nikah atas pernikahan sirri dengan wali muhakkam dikabulkan oleh majelis hakim. Rekonstruksi yang penulis temukan adalah menyatakan bahwa pernikahan dengan wali muhakkam harus dianggap tidak sah dan permohonan atas pengesahan atas pernikahan tersebut patut untuk ditolak.
This study will discuss the concept of barambangan in the Banjar community which is used in resol... more This study will discuss the concept of barambangan in the Banjar community which is used in resolving conflicts between husbands and wives during a marriage that is almost on the verge of divorce. This research is different from other researchers because it emphasizes the findings about the argumentation of separation by peaceful means or can also unite household disputes by way of reconciliation through tetuha. The research method used is normative with legal material from the 18th century Sultan Adam Law, then observations in society with an anthropological sociological approach to the Banjar community are studied based on the facts of people who were in conflict in the household at the time of their marriage. This study found that conflicts that do not end without divorce according to the Banjar custom, namely barambangan , can be a solution in ending household disputes, through religious leaders (tetuha) to determine legal certainty regarding the status of the husband-wife relationship. The formalization of barambang as a customary institution promises a good balance between legal certainty and benefits.
Cultural negotiation is essential because the process always involves conflict and differences. M... more Cultural negotiation is essential because the process always involves conflict and differences. Malay-Chinese is one of the minority groups in South Kalimantan. This study aims to find out how Malay-Chinese culture negotiates differences in the legal culture of inheritance distribution between Chinese customary law, Malay custom, and Islamic law. This research is empirical legal research conducted under an interdisciplinary umbrella. This type of research is field research or research, empirical law. In this study, the author uses a legal sociology approach or practical juridical approach, which is an approach that looks at the legal reality in society, and a legal anthropological approach. The research findings show that Malay-Chinese negotiates differences in Islamic values and religion by choosing or combining the two cultural values. The negotiation process is carried out by applying cultural values as they are ethnic and adapt to the cultural values of Malay Islam. This cultural negotiation process then builds a hybrid Malay-Chinese identity.
Banjarmasin as a metropolitan city is characterized by a dense population, development of the cit... more Banjarmasin as a metropolitan city is characterized by a dense population, development of the city center, economy, education, access to technology and information as well as the availability of various infrastructure and entertainment facilities. Progress on these various sides should be directly proportional to the level of obedience to the law, the one is the obligation to register a marriage officially. However, based on data from 2015 until 2019, that there is an increase in applications for marriage isbat at the Banjarmasin City Religious Court. This means, there are still many unregistered marriages. This study aims to determine how the phenomenon of marriage isbat in the city of Banjarmasin as a metropolitan city and the factors. The method of this study is used empirical/field research, and the approach of this study is used the sociology and anthropology of law. The results of this study was indicated that: 1) the phenomenon of marriage isbat in the city of Banjarmasin is dominated by the lower class with economic problems and low education; 2) The most dominant factor is the legal culture of the community that views religious law (classical fiqh) as sufficient of validity criteria in the marriage. Therefore, they consider that the marriage isbat can be proposed at any time as a solution to their unregistered marriage.
This article discussed the concept of law in Ibn Khaldun's thoughts and its relevance in forming ... more This article discussed the concept of law in Ibn Khaldun's thoughts and its relevance in forming modern legal systems. This research used qualitative research methods with data collection techniques through a literature review of Ibn Khaldun's works and several other relevant sources. The main focus of the research analysis was the concepts of al-'adl law, inheritance law, and justice in law. The results showed that Ibn Khaldun's thoughts on al-'adl law, inheritance law, and justice in law were highly relevant to forming modern legal systems. The concept of al-'adl law taught that law should be enforced fairly, while the concept of inheritance law provided the basis for developing family law. In addition, Ibn Khaldun's concept of justice in law had significant implications for the fair and equal enforcement of the law. In conclusion, Ibn Khaldun's thoughts on law can contribute to forming modern legal systems and new and alternative perspectives for the development of law today.
The Dayak community, as an agrarian community, respects and upholds the noble values of their anc... more The Dayak community, as an agrarian community, respects and upholds the noble values of their ancestors. These values strongly affect their social and cultural system, including the customs and traditions of inheritance settlement. This research is descriptive-analytic using a phenomenology approach. The aim is to identify the uniqueness of the traditional heritage of the Dayak Ngaju tribe in Palangka Raya through the perspective of acculturation theory of culture and law. The study shows that the acculturation model that occurs in Palangka Raya is an adjustment model, in which the process of adjustment and adaptation of one culture to other cultures occurs without forming a new culture. In addition, this study also finds that the community kinship system also influences the application of inheritance law among the Ngaju Dayak indigenous people, Palangka Raya, Central Kalimantan.
JIAL (Journal of Indonesian Adat Law), Aug 27, 2018
Studi ini bertujuan untuk menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat Banjar terkait d... more Studi ini bertujuan untuk menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat Banjar terkait dengan sistem pewarisan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu mengkaji norma hukum waris yang hidup dan berlaku di masyarakat Banjar. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa sistem kewarisan dalam masyarakat Banjar adalah sistem kewarisan campuran antara sistem individu dan sistem mayorat. Dalam proses pewarisan melibatkan Tuan Guru untuk minta petunjuk pembagian warisnya. Atas dasar petunjuk Tuan Guru mereka melakukan musyawarah atau islah. Keadaan seperti ini dalam masyarakat Banjar adalah mengembangkan nilai-nilai keagamaan menjadi nilai-nilai hukum adat. Dalam pelaksanaan pembagian warisan mereka mengutamakan musyawarah, apabila tidak tercapai akan diteruskan ke pengadilan agama.
Baatar jujuran adalah prosesi adat dalam perkawinan pada masyarakat Banjar, dan dilakukan sebelum... more Baatar jujuran adalah prosesi adat dalam perkawinan pada masyarakat Banjar, dan dilakukan sebelum berlangsungnya perkawinan. Baatar jujuran adalah pemberian dari pihak laki2 kpd pihak perempuan, berupa sejumlah uang yang besarnya ditentukan oleh pihak perempuan. Jujuran berbeda dengan mahar. Jujuran biasanya lebih besar dari mahar, karena fungsi jujuran adalah sebagai bantuan untuk melaksanakan resepsi perkawinan dan juga untuk modal awal berumah tangga. Dalam pelaksanaan membayar jujuran, kadang diminta oleh pihak perempuan telalu tinggi, sehingga menghambat terlaksananya perkawinan, ini bertentangan dengan ajaran Islam. Disamping itu pula, ada juga yg menentukan jujuran dengan bermusyawarah sehingga tercipta kesepakatan, ini sesuai dengan ajaran Islam. Ada lagi yang menentukan jujuran dengan istilah, "sapambari", artinya seikhlasnya, dan ini juga tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hubungan hukum adat dan hukum agama khususnya agama Islam dalam baatar jujuran di sini dapat dianalisis melalui teori receptio in complexu dan receptio a contrario.
Samarah : jurnal hukum keluarga dan hukum Islam, Dec 31, 2022
Chinese Muslim community is part of the life of the nation and state as a whole, one of the many ... more Chinese Muslim community is part of the life of the nation and state as a whole, one of the many ethnicities that are the features of the social identity of the archipelago. The history of the development of Islam and Chinese in Banjarmasin has an affiliation. This study aims to discover the distribution of Chinese Muslim heritage in Banjarmasin. The method used was empirical legal research and field research, while the approach used was the sociology of law approach. The result of this study indicates the existence of legal integration, where women and men are equally domiciled as heirs. Such equal right is in contrast with Chinese customary law exclusively distributing to sons but it conforms to Islamic inheritance law and Banjar customary law. Since religions are not considered a barrier to inheritance, most Chinese Muslims prefer (to adhere to) the customary law. The Chinese Muslim descendants in Banjarmasin can distribute their inheritance by following one of three ways: traditional heir deliberation, undistributed inheritance, and distribution according to Islamic inheritance law. Despite the law that applies to them is Islamic inheritance law, Chinese Muslims in Banjarmasin are not totally subject to it. As diversity of religions within a family exists, they prioritize the concepts of harmony and kinship in order to avoid disputes.
This study aims to identify the moderation of Huzaemah Tahido Yanggo's fiqh of the law of purity ... more This study aims to identify the moderation of Huzaemah Tahido Yanggo's fiqh of the law of purity over homosexual acts. This is a qualitative research in the form of heirloom studies which uses a normative-philosophical approach. The paradigm of moderate fiqh conceptualized by M. Quraish Shihab becomes the theory of analysis. The results show that there is a paradigm basis for moderate fiqh in the construction of Huzaemah's fiqh on the law of purity over homosexual acts. This great conclusion can be seen from the following various aspects. The first aspect is the dimensions of the paradigm of fiqh al-maqashid and fiqh al-awlawiyat in the use of theological foundations that emphasize the realization of the benefit orientation of Islamic sharia, namely the regeneration of offspring (hifz al-nasl) and the protection of honor (hifz al-'ird). The second aspect is the paradigm pattern of fiqh al-muwazanat, and fiqh al-ma'alat in the basis of consideration of the impact of disease from a medical perspective, and violations of national legal norms in Indonesia. The pattern of the fiqh al-ma'alat paradigm can also be seen from Huzaemah's advice to the community and the
Prinsip kesinambungan dalam kegiatan berladang bisa dilihat dari rotasi areal yang dilakukan dala... more Prinsip kesinambungan dalam kegiatan berladang bisa dilihat dari rotasi areal yang dilakukan dalam berladang. Oleh karenanya sistem ini disebut sebagai sistem ladang berpindah. Areal awal berladang pastilah dilakukan di hutan rimba atau hutan primer. Setelah areal itu selesai dipakai untuk berladang maka mereka akan mencari areal lainnya. Karena itulah disebutkan bahwa sistem kultifasi ini disebut sebagai sistem ladang berpindah. Prinsip Kolektifitas Cara untuk mengerjakan kegiatan berladang itu tentu tidak dilakukan sendiri tapi dengan cara gotong royong secara kolektif. Dalam hal inilah prinsip kolektifitas diterapkan. Prinsip kebersamaan itu dilakukan dalam semua tahap kegiatan berladang: menebas, menebang, membakar lahan, menanam, membersihkan gulma atau merumput dan panen. 1. Hasil peneitian masyarakat dayak Kalimantan Tengah memiliki prinsip dalam menjaga lingkungan pertama mereka Prinsip Organik. 2. Sistem Subsistensi. 3. Prinsip Keanekaragaman. 4. Prinsip Kolektifitas. 5. Prinsip Kesinambungan. 6. Prinsip Ritualitas. 7. Prinsip Hukum Adat. Kedua banyaknya aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dari dulu sampai saat ini tentu harus ada penyegaran ditingkat lokal sebagai benteng awal dalam menjaga lingkungan terutama dalam masalah hutan adat, maka tentu diperlukan satu aturan yang mengakomodir tentang penjagaan atau pengawasan lingkungan adat berbasis prinsi-prinsip yang berbasis kearifan lokal sehingga menjadi kepastian hukum bagi masyarakat adat yang ingin menerapkan penjagaan lingkungan
JIAL (Journal of Indonesian Adat Law), Nov 29, 2021
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga Prosiding W... more Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga Prosiding Webinar Asosiasi Pengajar Hukum Adat dengan Tema "Hukum Waris Menurut Adat di Indonesia" yang diselenggarakan Lembaga Studi Hukum Indonesia bekerjasama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan APHA Indonesia dapat kami selesaikan. Webinar Nasional ini dibagi menjadi empat seri dalam 4 minggu, yaitu: Webinar seri 1 pada Minggu ke 1 Bulan Februari 2021 Webinar seri 2 pada Minggu ke 2 Bulan Februari 2021 Webinar seri 3 pada Minggu ke 3 Bulan Februari 2021 Webinar seri 4 pada Minggu ke 4 Bulan Februari 2021 Penyusunan prosiding ini dimaksudkan agar masyarakat luas dapat mengetahui dan memahami berbagai informasi terkait dengan penyelenggaraan seminar nasional tersebut. Informasi yang disajikan dalam prosiding ini meliputi berbagai perkembangan pelaksanaan hukum waris di beberapa daerah di Indonesia.
Mu'Adalah : Jurnal Studi Gender & Anak, Aug 15, 2015
Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum yang terbentuk dan mengikat bagi masyarakat adat, kebe... more Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum yang terbentuk dan mengikat bagi masyarakat adat, keberadaannya tumbuh dan berkembang seiring dengan tumbuh kembang masyarakat adat tersebut, oleh karena itu hakikinya hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis. Oleh karena sifatnya yang tidak tertulis tersebut, maka hukum adat mempunyai tingkat internalisasi yang dalam bagi masyarakat adat, sehingga tingkat kepatuhan atau ketaatannya sangat tinggi. Prinsip-Prinsip hukum kedudukan perempuan dalam hukum waris adat masyarakat Banjar terlihat dalam proses pembagian harta warisan pada lembaga “damai” dengan cara islah tersebut, yaitu : a. perempuan diakui kedudukannya sebagai ahli waris, karena didasarkan kepada ketentuan faraid (hukum waris Islam), baik atas dasar petuah tuan guru ataupun atas pengetahuan ahli waris; b. akses perempuan dalam lembaga “bedamai” sangat terbuka dan tidak dibedakan dengan ahli waris laki-laki, bahkan dalam “harta parapantangan” aksesnya lebih besar daripada pihak laki-laki. c. besaran bagian masing-masing ahli waris tidak didasarkan kepada gender, melainkan didasarkan kepada kondisi objektif tentang harta peninggalan dan kontribusi ahli waris terhadap pewaris. Oleh karena itu besarnya bagian perempuan bersifat relative, yaitu bisa lebih besar dari laki-laki, bisa lebih kecil dari laki-laki dan atau bisa sama dengan laki-laki. d. pada lembaga “damai” dengan cara islah ini dikembangkan prinsip-prinsip yang menjadi jiwa hukum (legal spirit) untuk melakukan pembagianwarisan, yaitu prinsip Ketuhanan, Prinsip Kemanfaatan dan prinsip keseimbangan.
Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum yang terbentuk dan mengikat bagi masyarakat adat, kebe... more Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum yang terbentuk dan mengikat bagi masyarakat adat, keberadaannya tumbuh dan berkembang seiring dengan tumbuh kembang masyarakat adat tersebut, oleh karena itu hakikinya hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis. Oleh karena sifatnya yang tidak tertulis tersebut, maka hukum adat mempunyai tingkat internalisasi yang dalam bagi masyarakat adat, sehingga tingkat kepatuhan atau ketaatannya sangat tinggi. Prinsip-Prinsip hukum kedudukan perempuan dalam hukum waris adat masyarakat Banjar terlihat dalam proses pembagian harta warisan pada lembaga “damai” dengan cara islah tersebut, yaitu : a. perempuan diakui kedudukannya sebagai ahli waris, karena didasarkan kepada ketentuan faraid (hukum waris Islam), baik atas dasar petuah tuan guru ataupun atas pengetahuan ahli waris; b. akses perempuan dalam lembaga “bedamai” sangat terbuka dan tidak dibedakan dengan ahli waris laki-laki, bahkan dalam “harta parapantangan” aksesnya lebih besar daripada pihak laki-laki. c. besaran bagian masing-masing ahli waris tidak didasarkan kepada gender, melainkan didasarkan kepada kondisi objektif tentang harta peninggalan dan kontribusi ahli waris terhadap pewaris. Oleh karena itu besarnya bagian perempuan bersifat relative, yaitu bisa lebih besar dari laki-laki, bisa lebih kecil dari laki-laki dan atau bisa sama dengan laki-laki. d. pada lembaga “damai” dengan cara islah ini dikembangkan prinsip-prinsip yang menjadi jiwa hukum (legal spirit) untuk melakukan pembagianwarisan, yaitu prinsip Ketuhanan, Prinsip Kemanfaatan dan prinsip keseimbangan.
Uploads
Papers by Gusti Muzainah