Kurma (awatara): Perbedaan antara revisi
M. Adiputra (bicara | kontrib) k ←Suntingan 112.215.220.41 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh AABot Tag: Pengembalian |
|||
Baris 28: | Baris 28: | ||
=== Pemutaran Mandaragiri === |
=== Pemutaran Mandaragiri === |
||
Dikisahkan pada zaman [[Satyayuga]], para [[Dewa (Hindu)|Dewa]] dan [[asura]] ([[rakshasa]]) bersidang di puncak gunung [[Himalaya|Mahameru]] untuk mencari cara mendapatkan tirta [[amerta]], yaitu air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. [[Wisnu| |
Dikisahkan pada zaman [[Satyayuga]], para [[Dewa (Hindu)|Dewa]] dan [[asura]] ([[rakshasa]]) bersidang di puncak gunung [[Himalaya|Mahameru]] untuk mencari cara mendapatkan tirta [[amerta]], yaitu air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. [[Wisnu|Dewa Nārāyana]] ([[Wisnu]]) bersabda, "Kalau kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lautan Ksera (''Kserasagara''), sebab dalam lautan tersebut terdapat tirta amerta. Maka dari itu, kerjakanlah!" |
||
Setelah mendengar perintah [[Wisnu| |
Setelah mendengar perintah Dewa [[Wisnu|Nārāyana]] (Wisnu), berangkatlah para [[Dewa (Hindu)|Dewa]] dan [[asura]] pergi ke laut Ksera. Terdapat sebuah gunung bernama Gunung Mandara (Mandaragiri) di Sangka Dwipa (Pulau Sangka), tingginya sebelas ribu ''yojana''. Gunung tersebut dicabut oleh Sang [[Anantabhoga]] beserta segala isinya. Setelah mendapat izin dari [[Baruna|Dewa Samudera]], gunung Mandara dijatuhkan di laut Ksira sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor [[kura-kura]] (kurma) raksasa bernama Akupa yang konon katanya sebagai [[awatara|penjelmaan Wisnu]], menjadi dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menahan gunung Mandara supaya tidak tenggelam. |
||
[[Naga Basuki]] dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa [[Indra]] menduduki puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak melambung ke atas. Setelah siap, para Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan Naga Basuki sebagai tali. Para Dewa memegang ekornya sedangkan para asura dan rakshasa memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan hebatnya demi mendapatkan tirta [[amerta]] sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Naga Basuki menyemburkan [[racun|bisa]] membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa. [[Lemak]] segala binatang di gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan Ksira mengental, pemutaran Gunung Mandara pun makin diperhebat. |
[[Naga Basuki]] dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa [[Indra]] menduduki puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak melambung ke atas. Setelah siap, para Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan Naga Basuki sebagai tali. Para Dewa memegang ekornya sedangkan para asura dan rakshasa memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan hebatnya demi mendapatkan tirta [[amerta]] sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Naga Basuki menyemburkan [[racun|bisa]] membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa. [[Lemak]] segala binatang di gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan Ksira mengental, pemutaran Gunung Mandara pun makin diperhebat. |
Revisi per 27 Juli 2020 12.57
Kurma | |
---|---|
Dewa Hindu | |
Awatara Wisnu yang berwujud kura-kura | |
Ejaan Dewanagari | कुर्म |
Ejaan IAST | Kurma |
Nama lain | Akupa |
Golongan | Awatara Wisnu |
Senjata | Cakram dan Gada |
Dalam agama Hindu, Kurma (Sanskerta: कुर्म; Kurma) adalah awatara (penjelmaan) kedua dewa Wisnu yang berwujud kura-kura raksasa. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga. Menurut kitab Adiparwa, kura-kura tersebut bernama Akupa.
Menurut berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura (kurma) dan mengapung di lautan susu (Kserasagara atau Kserarnawa). Di dasar laut tersebut konon terdapat harta karun dan tirta amerta yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para Dewa dan Asura berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mengaduk laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan sebuah gunung yang bernama Mandara digunakan untuk mengaduknya. Para Dewa dan para Asura mengikat gunung tersebut dengan naga Wasuki dan memutar gunung tersebut. Kurma menopang dasar gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa Indra memegang puncak gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa Wisnu mengambil alih.
Kurma juga nama dari seorang resi, putra Gretsamada.
Mitologi
Kisah tentang Kurma Awatara muncul dari kisah pemutaran Mandaragiri yang terdapat dalam Kitab Adiparwa.
Pemutaran Mandaragiri
Dikisahkan pada zaman Satyayuga, para Dewa dan asura (rakshasa) bersidang di puncak gunung Mahameru untuk mencari cara mendapatkan tirta amerta, yaitu air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. Dewa Nārāyana (Wisnu) bersabda, "Kalau kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lautan Ksera (Kserasagara), sebab dalam lautan tersebut terdapat tirta amerta. Maka dari itu, kerjakanlah!"
Setelah mendengar perintah Dewa Nārāyana (Wisnu), berangkatlah para Dewa dan asura pergi ke laut Ksera. Terdapat sebuah gunung bernama Gunung Mandara (Mandaragiri) di Sangka Dwipa (Pulau Sangka), tingginya sebelas ribu yojana. Gunung tersebut dicabut oleh Sang Anantabhoga beserta segala isinya. Setelah mendapat izin dari Dewa Samudera, gunung Mandara dijatuhkan di laut Ksira sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor kura-kura (kurma) raksasa bernama Akupa yang konon katanya sebagai penjelmaan Wisnu, menjadi dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menahan gunung Mandara supaya tidak tenggelam.
Naga Basuki dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa Indra menduduki puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak melambung ke atas. Setelah siap, para Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan Naga Basuki sebagai tali. Para Dewa memegang ekornya sedangkan para asura dan rakshasa memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan hebatnya demi mendapatkan tirta amerta sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Naga Basuki menyemburkan bisa membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa. Lemak segala binatang di gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan Ksira mengental, pemutaran Gunung Mandara pun makin diperhebat.
Timbulnya racun
Saat lautan diaduk, racun mematikan yang disebut Halahala menyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala makhluk hidup. Dewa Siwa kemudian meminum racun tersebut maka lehernya menjadi biru dan disebut Nilakantha (Sanskerta: Nila: biru, Kantha: tenggorokan). Setelah itu, berbagai dewa-dewi, binatang, dan harta karun muncul, yaitu:
- Sura, Dewi yang menciptakan minuman anggur
- Apsara, kaum bidadari kahyangan
- Kostuba, permata yang paling berharga di dunia
- Uccaihsrawa, kuda para Dewa
- Kalpawreksa, pohon yang dapat mengabulkan keinginan
- Kamadhenu, sapi pertama dan ibu dari segala sapi
- Airawata, kendaraan Dewa Indra
- Laksmi, Dewi keberuntungan dan kemakmuran
Akhirnya keluarlah Dhanwantari membawa kendi berisi tirta amerta. Karena para Dewa sudah banyak mendapat bagian sementara para asura dan rakshasa tidak mendapat bagian sedikit pun, maka para asura dan rakshasa ingin agar tirta amerta menjadi milik mereka. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para asura dan rakshasa dan Gunung Mandara dikembalikan ke tempat asalnya, Sangka Dwipa.
Perebutan tirta amerta
Melihat tirta amerta berada di tangan para asura dan rakshasa, Dewa Wisnu memikirkan siasat bagaimana merebutnya kembali. Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang wanita yang sangat cantik, bernama Mohini. Wanita cantik tersebut menghampiri para asura dan rakshasa. Mereka sangat senang dan terpikat dengan kecantikan wanita jelmaan Wisnu. Karena tidak sadar terhadap tipu daya, mereka menyerahkan tirta amerta kepada Mohini. Setelah mendapatkan tirta, wanita tersebut lari dan mengubah wujudnya kembali menjadi Dewa Wisnu. Melihat hal itu, para asura dan rakshasa menjadi marah. Kemudian terjadilah perang antara para Dewa dengan asura dan rakshasa. Pertempuran terjadi sangat lama dan kedua pihak sama-sama sakti. Agar pertempuran dapat segera diakhiri, Dewa Wisnu memunculkan senjata cakra yang mampu menyambar-nyambar para asura dan rakshasa. Kemudian mereka lari tunggang langgang karena menderita kekalahan. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para Dewa.
Para Dewa kemudian terbang ke Wisnuloka, kediaman Dewa Wisnu, dan di sana mereka meminum tirta amerta sehingga hidup abadi. Seorang rakshasa yang merupakan anak Sang Wipracitti dengan Sang Singhika mengetahui hal itu, kemudian ia mengubah wujudnya menjadi Dewa dan turut serta meminum tirta amerta. Hal tersebut diketahui oleh Dewa Aditya dan Chandra, yang kemudian melaporkannya kepada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu kemudian mengeluarkan senjata chakranya dan memenggal leher sang rakshasa, tepat ketika tirta amerta sudah mencapai tenggorokannya. Badan sang rakshasa mati, namun kepalanya masih hidup karena tirta amerta sudah menyentuh tenggorokannya. Sang rakshasa marah kepada Dewa Aditya dan Chandra, dan bersumpah akan memakan mereka pada pertengahan bulan.
Referensi
- Adiparwa, buku pertama dari seri Astadasaparwa kitab Mahābhārata
- Berbagai Purana: Matsyapurana, Kurmapurana, dan lain-lain.
Pranala luar
- (Inggris) Hindu Gods, Kurma
- (Inggris) Indian Mythology, Kurma Avatar
- (Inggris) Indian Divinity, Kurma Avatar
Kurma | ||
---|---|---|
Sebelumnya: Matsya |
Awatara Wisnu ke-2 |
Berikutnya: Waraha |