F4. Gangguan Disosiasi (Konversi)
F4. Gangguan Disosiasi (Konversi)
F4. Gangguan Disosiasi (Konversi)
DISOSIASI
(KONVERSI)
Gangguan Disosiatif (Konversi)
Adanya kehilangan (sebagian/seluruh) dari integrasi normal
antara ingatan masa lalu, kesadaran akan identitan dan
penginderaan serta kendali terhadap gerakan tubuh.
Pedoman diagnostik :
◦ Gambaran klinis sesuai yang ditentukan untuk masing2
klasifikasi
◦ Tidak ada bukti gangguan fisik
◦ Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan
kurun waktu yang jelas dengan problem dan kejadian-kejadian
yang “stressful” atau hubungan interpersonal yang terganggu
(meskipun hal tersebut disangkal oleh penderita)
Klasifikasi Menurut PPDGJ III
F44.0 amnesia disosiatif
F44.1 fugue disosiatif
Menurut psikiatri UI F44.2 stupor disosiatif
1. Amnesia disosiatif F44.3 gangguan trans dan kesurupan
2. Fugue disosiatif F44.4 gangguan motoric disosiatif
Prognosis :
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fuctionam : dubia ad bonam
F44.1 Fugue Disosiatif
Memiliki
- semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala
- perjalanan tertentu seperti meninggalkan rumah /
tempat kerja yg disengaja yang melampaui hal yang
umum dilakukannya sehari-hari,
- kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada
dan melakukan interaksi social sederhana dengan
orang-orang yang belum dikenalnya
Kriteria diagnostic menurut DMS-IV
◦ Gangguan yang predominan adalah terjadinya perjalanan mendadak yang tidak diharapkan berupa
meninggalkan rumah, tempat, pekerjaan, dan ia tidak mampu mengingat masa lalunya.
◦ Kebingunan tentang identitas personal atau perkiraan dari identitas baru (sebagian atau utuh)
◦ Gangguan tidak terjadi secara khusus selama perjalan gangguan identitas dan tidak disebabkan afek
fisiologis langsung dari penggunaan zat (misalnya penyahgunaan zat, pengobatan) atau kondisi medik
umum (misalnya epilepsy lobus temporalis)
◦ Gejali menyebabkan distress yang bermakna atau hendaya dalam bidang social, pekerjaan atau fungsi
area yang penting.
Etiologi : predisposisi fugue
Epidemiologi : disosiatif yaitu: gangguan mood,
Jarang terjadi, biasanya ketika pasca alkoholisme, gangguan kepribadian
bencana, perperangan. terentu
Prognosis :
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fuctionam : dubia ad bonam
Gangguan Identitas Disosiatif
◦ Biasa disebut dengan Gangguan Kepribadian
Ganda atau Multiple Personality Disorder
◦ Merupakan suatu gangguan disosiatif dimana seseorang memiliki dua atau
lebih kepribadian yang berbeda atau kepribadian pengganti (alter)
Variasi kasus:
• Kepribadian utama (inti) mungkin tidak sadar akan kehadiran identitas
lainnya (alter), sementara kepribadian lainnya sadar akan kepribadian
intinya.
• Kepribadian yang berbeda benar-benar tidak sadar satu sama lain.
• Terkadang 2 kepribadian bersaing untuk mendapatkan kontrol terhadap
orang tersebut.
Etiologi : kejadian traumatic pada
Epidemiologi : masa kanak, kekerasan fisik dan
0.5-2% seksual.
Prognosis :
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fuctionam : dubia ad bonam
Note: makin awal timbulnya gejala
awal, prognosisnya semakin buruk
Apa kata DSM IV tentang ini?
Sedikitnya dua kepribadian yang berbeda ada dalam diri seseorang, dimana
masing-masing memiliki pola yang relatif kekal dan berbeda dalam
mempersepsikan, memikirkan dan berhubungan dengan lingkungan serta self.
Dua atau lebih dari kepribadian ini secara berulang mengambil kontrol penuh atas
perilaku individu itu.
Ada kegagalan untuk mengingat kembali informasi pribadi penting yang terlalu substansial
untuk dianggap sebagai lupa biasa.
Gangguan ini tidak dianggap terjadi karena efek zat psikoaktif atau kondisi medis umum
4. Gangguan Depersonalisasi
◦ Merupakan perasaan ketidaknyataan atau keterpisahan dari
dirinya atau dari tubuhnya dalam kurun waktu tertentu
◦ Orang merasa terpisah dari dirinya sendiri dan lingkungan
sekitarnya.
◦ Mereka merasa seperti mimpi atau bertingkah laku seperti
robot, ada didalam mimpi, atau terpisah dari tubuhnya.
◦ Mereka tetap memiliki kontak dengan realitas dan dapat
membedakan kenyataan dari yang tidak nyata.
Etiologi : kejadian traumatic pada
Epidemiologi : masa kanak, kekerasan fisik dan
0.5-2% seksual.
Prognosis :
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fuctionam : dubia ad bonam
Ciri-ciri Gangguan Depersonalisasi di DSM IV
Somatisasi
3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya 1 gejala seksual atau reproduktif selain
nyeri (misalnya indiferensi (tidak condong) seksual, disfungsi erektif atau ejakulasi,
menstruasi yang tidak teratur, perdarahan menstruasi yang berlebihan, muntah
sepanjang kehamilan)
4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya 1 gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (misalnya
gejala konversi seperti gangguan kordinasi atau keseimbangan, paralisis
(kelumpuhan) setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia
(kehilangan suara karena gangguan pita suara), retensi urin (tertahannya urin),
halusinasi, hilangnya sensasi sentuh atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian,
kejang, gejala disosiatif seperti amnesia atau hilangnya kesadaran selain pingsan)
Diagnostik somatisasi lanjutan
C. Salah satu dari poin 1 atau 2:
1.Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak
dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang
dikenal atau efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cidera,
medikasi, obat atau alkohol)
2.Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial
atau pekerjaan yang ditimbulkan adalah melebihi apa yang
diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau pura-pura)
Gangguan Konversi
◦ Ditandai dengan suatu perubahan besar dalam fungsi fisik atau hilangnya fungsi fisik, meski tidak ada
temuan medis yang dapat ditemukan sebagai penyebab simtom atau kemunduran fisik tersebut.
◦ Simtom-simtom tersebut tidak dibuat dengan sengaja
◦ Simtom fisik biasanya timbul dengan tiba-tiba pada situasi penuh tekanan. Misalnya tangan tentara yang
tiba-tiba lumpuh saat pertempuran hebat.
◦ Beberapa simtom yang muncul al: kelumpuhan, epilepsi, masalah dengan koordinasi, kebutaan, tunnel
vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), tuli, tidak bisa membaui atau
kehilangan rasa pada anggota badan (anestesi).
lanjutan
◦ Simtom yang ditemukan biasanya tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya orang
yang menjadi “tidak mampu” berdiri atau berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya
secara normal.
◦ Biasanya menunjukkan fenomena LA BELLE INDEFERENCE (ketidakpedulian yang indah) atau sikap
acuh yaitu suatu kata dalam bhs Prancis yang menggambarkan kurangnya perhatian terhadap simtom-
simtom yang ada pada dirinya.
Konversi dalam DSM IV
Paling tidak terdapat satu simtom atau defisit yang melibatkan fungsi motoriknya volunter
(dikerjakan sesuai dengan kehendak) atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan
fisik.
Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset atau kambuhnya
simtom fisik terkait dengan munculnya stresor psikososial atau situasi konflik.
Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simtom fisik tersebut atau berpura-pura
memilikinya dengan tujuan tertentu.
Simtom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respons, juga tidak dapat
dijelaskan dengan gangguan fisik apapun melalui landasan pengujian yang tepat.
Simtom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih area fungsi
seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin perhatian medis.
Simtom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga tidak dapat
disebabkan oleh gangguan mental lain.
Hipokondriasis
◦ Ciri utamanya adalah fokus atau ketakutan bahwa simtom fisik
yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit
serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung.
◦ Rasa takut akan tetap ada walau telah diyakinkan secara medis
bahwa ketakutannya itu tidak berdasar. -> memunculkan
perilaku doctor shopping.
◦ Tujuan doctor shopping adalah berharap ada dokter yang
kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka, sebelum
terlambat.
◦ Penderita tidak secara sadar berpura-pura akan simtom fisiknya.
◦ Umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan
sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri, tapi
tidak melibatkan kehilangan atau distorsi fungsi fisik.
◦ Penderita sangat peduli dengan simtom yang muncul ->
memunculkan ketakutan yang luar biasa akan efek dari simtom
tersebut.
◦ Menjadi sangat peka terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik
seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit rasa nyeri.
Hipokondriasis lanjutan…..
◦ Penderita memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan,
lebih banyak simtom psikiatrik dan memersepsikan kesehatan
yang lebih buruk daripada orang lain.
◦ Di masa kanak-kanak: sering sakit, sering membolos karena
alasan kesehatan, mengalami trauma masa kecil seperti
kekerasan seksual atau fisik.
Ciri-ciri Diagnostik Hipokondriasis
◦ Epidemiologi
Sebuah survey yang dilakkan universitas African
American mendapatkan bahwa 6.3 % dari jumalh sampel
(n=248) memiliki riwayat suka menarik rambutnya
sendiri.
Etiologi
◦ Keturunan (factor genetik)
◦ Adanya serotonin defesensi
◦ Abnormal structur dari otak
◦ Abnormal brain metabolism
◦ Neurodegeneration (factor usia)
◦ Kriteria diagnosis berdasrkan DSM V
- Terus menerus menarik rambut sehingga mengalami kebotakan
- Penderita berulang kali mencoba untuk mengurangi perilaku atau
berhenti menarik rambut
- Mencabut rambut menyebabkan masalah pada social, pekerjaan,
atau situasi social lain
- Rambut yang ditarik bukan karena kondisi medis atau gejala
gangguan mental lainnya
Treatment
◦ Behavior intervention
◦ Self monitoring
◦ Psychotheraphy
TERIMA KASIH