lp amputasi jadi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Amputasi merupakan pembedahan yang menghilangkan sebagian atau seluruh anggota


tubuh bagian ekstremitas. Seringkali masyarakat merasa takut dan tidak mau untuk diamputasi
karena masyarakat atau klien menggangap hal tersebut sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
kematian. Padahal dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan hidup.

Secara umum, amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana sedapat
mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada beberapa
kondisi, antara lain pada sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua struktur lokal di
ekstremitas, amputasi merupakan pilihan. Sebagai ukuran medis, amputasi digunakan untuk
memeriksa rasa sakit atau proses penyebaran penyakit dalam kelenjar yang terpengaruh, misalnya
pada malignancy atau gangrene. Dalam beberapa kasus amputasi dilakukan untuk mencegah
penyakit tersebut menyebar lebih jauh dalam tubuh. Jadi, amputasi dilakukan sebagai pilihan
terakhir jika segala pengobatan yang telah dilakukan tidak berhasil.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah, bagaimana asuhan


keperawatan pada pasien dengan Struma ?

1.3 Tujuan

A Tujuan Umum

1) mampu memberikan Asuhan Keperawatan


1.3 Rumusan Masalah

1) Apakah yang menyebabkan tindkan amputasi?


2) Bagaimana metoda dan klasifikasi dari amputasi?
3) Bagaimana patofisiologi terjadinya amputasi?
4) Bagaimana Asuhan Keperawatan terhadap klien amputasi
BAB II

KONSEP

2.1 Konsep Amputasi


2.1.1 Pengertian Amputasi
Amputasi berasal dari kata “ amputare “ yang kurang lebih diartikan
“pancung”.Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian
atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan pembedahan dengan
membuang bagian tubuh (Burner, 1988; 807 ). Tindakan ini merupakan tindakan yang
dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada
ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau
manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau
merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten
cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau
keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

2.1.2 Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia
Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, bisanya pada oang tua, seperti klien
dengan arteriosklerosis, diabetes mellitus.
2. Trauma amputasi
Bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan kendaraan bermotor, thermal injury
seperti (terbakar) , infeksi, gangguan metabolism seperti pagets deases dan kelainan
congenital.
3. Gas ganggren
Keadaan nyeri akut dan dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi dengan gas
dan eksudat serosangiunosa; disebabkan infeksi luka oleh bakteri anaerob, yang
diantaranya adalah berbagai spesies clostridium.
4. Osteomielitis
Peradangan pada tulang (bisa menyebabkan lumpuh) dan bias juga terjadi assending
infection.
5. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
6. Keganasan
Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

2.1.3 Jenis Amputasi


Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta
memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

2.1.4 Metode Pelaksanaan Amputasi


Amputasi dilakukan dengan 2 metode yaitu :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengemban. Bentuknya benar-
benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapa ditutup setelah
tidak terinfeksi, dan dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan
pada tulang dan otot pada tingkat yang sama

2. Metode tertutup
Pada metode ini kulit tepi ditarik
pada atas ujung tulang dan
dijahit pada daerah yang
diamputasi. Dilakukan dalam
kondisi yang lebih
memungkinkan dimana dibuat
skaif kulit untuk menutup luka
yang dibuat dengan memotong
kurang lebih 5 sentimeter
dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan
selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga
kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk
penggunaan protese (mungkin). Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien
yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien
sesuai dengan kompetensinya.

2.2 Batas dan Tingkatan Amputasi


2.2.1 Tingkatan amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit.

 Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat.


 Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.
 Pada penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya
sembuh luka puntung
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian
dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :
 Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic
limb dan inschemic limb. Hal ini dibedakan erhubungan dengan cara
menutup flap yang berbeda. Pada amputasi jenis ini dikenal tension
myodesis dan myoplasty. Tension myodesis adala mengikatkan group otot
tuang dengan tulang, sedangkan myoplasty adalah menjahitkan otot
dengan jaringan lunak pada sisi yang lain yaitu pada otot atau fasia
sebelahnya. Cara ini berguan untuk menstabilkan stump dan sangat
ditekankan untuk penderita yang masih aktif dan masih muda.
 Amputasi diatas lutut (above knee amputation)
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer. Amputasi jenis ini merupkan tebanyak kedua
stelah amputasi bawah lutut. Pada amputasi jenis ini persendian lutut
hilang, maka harus dipikirkan yang terbaik yang dapat menyangga berat
badan. Prosthesis yang konvensional membutuhkan jarak 9-10 cm dari
distal stump sehingga bisa berfungsi seperti sendi lutut. Amputasi tulang
setinggi 5 cm atau kurang dari distal trochanter minor akan mempunyai
fungsi dan kekuatan penggunaan postesis sama dengan hip disarticulation.
3. Nekrosis
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.

4. Kontraktur
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi
terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan
5. Neuroma
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket
dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih
proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sentation
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas
tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi
terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
2.2.2 Batas dan Lokasi Amputasi

Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu, sedangkan pada ekstremitas
bawah lazim dipakai “ Batas Amputasi Klasik”
Penilaian batas amputasi :
1. Jari dan kaki
Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx dasar.
Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di sendi tarso-
metatarsus lisfranc mengakibatkan per ekuinus dengan pembebanan berlebih pada kulit
ujung puntung yang sukar ditanggulangi.
2. Proksimal sendi pergelangan kaki
Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga dapat
menutup ujung puntung.

3. Tungkai bawah
Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi lutut,
tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan. Bila jarak dari sendi
lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan.
4. Eksartikulasi kulit
Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat
dilakukan pada penderita geriatrik.
5. Tungkai atas
Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena
bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh
kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar dibebani.
Eksartikulasi dapat menahan pembebanan.
6. Sendi panggul dan hemipelvektomi
Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih
sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan
dan motivasi kuat dari penderita.
7. Tangan
Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan
sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk
fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.
8. Pergelangan tangan
Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik
dapat dipakai tanpa kesulitan.
9. Lengan bawah
Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis.
Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk
fleksi siku.
10. Siku dan lengan atas
Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang tanpa fiksasi
sekitar bahu. Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan dengan
ikatan dan fiksasi pada bahu. Eksartikulasi bahu dan amputasi intertorakoskapular ,
yang merupakan amputasi termausk gelang bahu, ditangani dengan protesis yang
biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.
2.3 Patofisiologi
Penyakit vaskular perifer atau adanya penyakit pada pembuluh darah,

kecelakaan tumor ganas seperti osteosarkoma atau tumor tulang dan kongenital atau

bawaan sejak lahir seringkali menjadi faktor di lakukannya amputasi. Terputusnya

pembuluh darah dan saraf ini menimbulkan rasa nyeri yang sering kali menyebabkan

resiko infeksi pada luka yang ada dan hambatan mobilitas fisik yang dapat

menimbulkan resiko kontraktur fleksi pinggul (Deni & Nursiswati, 2017). Dimana

akibat dari amputasi tersebut akan timbul nyeri, resiko infeksi, intoleransi aktivitas

dan resiko gangguan nutisi kurang dari kebutuhan.


2.4 Pathway Amputasi

Penyakit vaskular perifer (penyakit pada pembuluh darah), trauma karena


kecelakaan, tumor ganas seperti osteosarkoma (tumor tulang) dan
kongenital (bawaan sejak lahir)

Amputasi

Teputusnya pembuluh
Terputusnya kontinuitas
Perubahan struktur tubuh darah dan saraf
jaringan

Nyeri Resiko infeksi


Gangguan citra tubuh

Stress emosional

Intoleransi aktifitas
Penurunan asupan
oral

Resiko gangguan Kelemahan


nutrisi kurang fisik
dari kebutuhan

(Sumber : Keperawatan Medikal Bedah, 2020)


2.5 Pemeriksaan Diagnostik
2.5.1 Pemeriksaan Radiologi
- Radiologi (ST- Scan)
- X-ray
- Kultur jaringan
- Biopsy
- Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui
pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang
meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.

2.5.2 Kondisi fisik

SISTEM TUBUH KEGIATAN

Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.


Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau
Kulit secara umum. kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif.
Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya
Lokasi amputasi stasis vena atau gangguan venus return.

Sistem Cardiovaskuler : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada
klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi
Cardiac reserve
jantung.
Pembuluh darah Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.

Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya


sianosis, riwayat gangguan nafas.

Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.


Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.

Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.


Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan
sensorik daerah yang akan diamputasi.

Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

2.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan
sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang untuk menggunakan
prostesis. Lansia mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan, karena nutrisi yang
buruk dan masalah kesehatan lain. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan
penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan
balutan kompres lunak atau rigid, dan menggunakan teknik aseptic dalam perawatan luka
untuk menghindari infeksi.
1. Balutan Rigid Tertutup
Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak
dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur. Segera setelah pembedahan
balutan gips rigid dipasang dan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis
sementara (pylon) dan kaki buatan.Pasang kaus kaki steril pada sisi steril, dan
bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (puntung) kemudian
dibalut dengan gips elastisyang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang
merata. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri
berat atau gips mulai longgar harus segera diganti.
2. Balutan Lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat
dibalutkan pada balutan.
3. Amputasi Bertahap
Dilakukan bila ada gangrene atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi
guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka
didebridemen dan dibiarkan mongering. Sepsis ditangani dengan antibiotik. Dalam
beberapa hari, bila infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan
amputasi definitive dengan penutupan kulit.
4. Prostesis
Sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah, sehingga latihan
segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan prostesis sementara adalah
membiasakan klien menggunakan prosthesis sedini mungkin. Kadang prosthesis
darurat baru diberikan setelah satu minggu luka menyembuh tanpa penyulit. Pada
amputasi karena pembuluh darah, prosthesis sementara diberikan setelah empat
minggu.
Prostesis bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek
system musculoskeletal harus diatasi, termasuk defek faal. Pada ekstremitas
bawah, tujuan prosthesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk
ekstremitas atas, tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan mioelektrik
canggih yang bekerja atas sinyal mioelektrik dari otot biseps dan triseps.

2.6.1 Proses Perawatan Luka


Perawatan luka umum
Perawatan luka mencakup pembersihan luka dan debridemen, pengolesan preparat
antibiotik topikal serta pembalutan. Kasa yang dibuat dari bahan biogik, biosintetik, dan
sintetik dapat digunakan.
 Pembersihan luka
Pembersihan luka harus dilakukan secara berkala untuk mengcegah terjadinya
infeksi dan kelainan yang lain yang bisa diakibatkan oleh perawatan luka yang
kurang tepat. Luka dapat dibersihak menggunkan larutan NaCl atau betadine
sebagia antisepti luar.
 Terapi antibiotik topikal
Terapi ini digunakan untuk mencegah timbulnya invasi mikroorganisme yang akan
memeprberat dari kondisi klien
 Penggantian balutan
 Balutan basah
Balutan basah biasanya dilakukan untuk lesi inflamasi yang akut dan
mengeluarkan sekret. Kompres tersebut bisa steril ataupun nonsteril menurut
keadaannnya. Komprees basah akan:
1. Mengurangi inflamasi dengan menimbulkan konstriksi pada pembuluh
darah (sehingga menguarangi vasodilatasi dan aliran darah setempat pada
daerah inflamasi);
2. Membersihkan kulit dari eksudat, kusta dll;
3. Mempertahankan drainase pada daerah yang terinfeksi;
4. Meningkatkan proses kesembuhan dengan memfasilitasi gerakan bebas
ael-sel epidermis lewat kulit yang sakit sehingga terbentuk jaringan
granulasi yang baru.
Kompres basah umunya mengandung air ledenga yang bersih atau larutan
salin dengan suhu kamar. Meskipun sebagian kompres basah harus ditutupi
untuk mencegah evaporasi, kebanyakan kompres ini dibiarkan terbuka
terhadap udara.kompres terbuka memerlukan penggantian yang sering karena
evaporasi berlangsung dengan cepat. Kompres tertutup lebih jarang diganti.
Namun demikian, bahaya selalu ada karena bentuk kompres ii bukan hanya
melunakkan tetapi juga dapat menimbulkan maserasi pada kulit yang ditutupi.
Kompres basah hingga kering dilakukan untuk menghilangkan eksudat. Kasa
dibiarkan pada tempatnya sanapai kasa tersebut mengering.
 Balutan oklusif
Balutan oklusif dapt dibuat atau diproduksi secara komersila dari potongan
kain penutup atau kasa yang steril atau nonsteril. Kasa dipkai untuk menutupi
obat topikal yang dioleskan pada kulit yang luka. Daerah lesi dibuat kedap
udara dengan memekai lembaran plastik yang tipis. Lembaran plastik tersebut
tipis dan mudah beradaptasi dengan tubuh serta permukaan kulit. Plester
bedah dari plastik ynag mengandung kortikosteroid pada lapisan perekat
dapat dipotong menjadi ukran tertentu dan dapat ditempelkan di bagian luka.
Umunya plastik pembalut ini tidak boleh digunakan lebih dari 12 jam.
Untuk memesang kasa di rumah, klien harus mendapatkan intruksi :
1. Mencuci daerah yang sakit, kemudian mengeringkannya;
2. Mengoleskan obat pada lesi ketika kulit tersebut berada dalam keadaan
basah;
3. Menutupu dengan lembaran plastik;
4. Menutupi dengan pembalut elastik, kasa tau plester kertas agar bagian tepi
tersegel.
Kasa harus dilepas setelah 12 jam dari setipa 24 jam untuk mencegah
penipisan kulit, striae (guratan mirip sabuk), talangiektasia dan maserasi.
 Terapi intralesi
Terapi intralesi terdiri atas penyuntikan suspensi obat yang steril ke dalam
atau tepat di bawah lesi. Meskipun terapi ini mungkin memberikan efek
antiinflamasi, atrifi lokal dapat terjadi bila obat tersebu dimasukkan ke dalam
jaringan subkutan.

2.7 Komplikasi
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan
kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian
tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber
stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan
rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga
terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.

b. Perubahan perfusi setempat


Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga
sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu
gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada
pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan
waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume
darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai
O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan
sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik
dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus
menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan
faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan
dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan.
Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika
tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.11.1 Konsep Asuhan Keperawatan

A. Konsep Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis

berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengindentifikasi msalah

kesehatan individu atau kelompok, baik yang actual maupun potensial kemudian

merencanakan tindakan untuk menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah terjadinya

masalah baru dan melakssankan tindakan atau menugaskan orang lain untuk

melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan

yang dilakukan (Nikmatur & Saiful, 2015).

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi 2012).

Pokok utama pengkajian, meliputi :

a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan

pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk Rumah Sakit, tanggal

pengkajian, No. Medrec, diagnosa medis dan alamat.

2) Identitas Penanggung Jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan

keluarga dengan klien dan alamat.


b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama saat masuk Rumah Sakit

Keluhan yang dirasakan pada pasien dengan post amputasi meliputi

adanya adanya nyeri pada luka post operasi.

2) Keluhan utama saat di kaji

Merupakan sumber data yang subjektif tentang status kesehatan pasien

yang memberikan gambaran tentang masalah kesehatan aktual maupun

potensial. Riwayat merupakan kondisi klien. Penuntun pengkajian fisik

yang berkaitan infromasi tentang keadaan fisiologis, psikologis, budaya

dan psikososial untuk membantu pasien dalam mengutarakan masalah-

masalah atau keluhan secara lengkap, maka perawat dianjurkan

menggunkan

3) Identitas Penanggung Jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan

keluarga dengan klien dan alamat.

c. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama saat masuk Rumah Sakit

Keluhan yang dirasakan pada pasien dengan meliputi adanya adanya

nyeri pada luka.

2) Keluhan utama saat di kaji

Merupakan sumber data yang subjektif tentang status kesehatan pasien

yang memberikan gambaran tentang masalah kesehatan aktual maupun

potensial. Riwayat merupakan kondisi klien. Penuntun pengkajian fisik

yang berkaitan infromasi tentang keadaan fisiologis, psikologis, budaya

dan psikososial untuk membantu pasien dalam mengutarakan masalah-

masalah atau keluhan secara lengkap, maka perawat dianjurkan

menggunkan
analisa simptom PQRST. Riwayat penyakit sekarang pada klien dengan

post amputasi berisi tentang kapan terjadinya nyeri timbul, penyebab

terjadinya nyeri timbul, serta upaya yang telah dilakukan penderita

untuk mengatasinya.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Mengkaji penyakit yang ada hubungannya dengan penyakit yang

sekarang. Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah

sebelumnya klien pernah mengalami pembedahan. Adanya riwayat

penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan

difisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji penyakit yang ada dalam keluarga apakah ada yang menderita

penyakit serupa dengan klien dan penyakit menular lain serta penyakit

keturunan. Riwayat kesehatan pada klien biasanya terdapat salah satu

anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan

yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misalnya penyakit

hipertensi, dan penyakit jantung.

5) Pola Aktivitas Sehari-hari

Pengkajian pola aktivitas sehari-hari meliputi :

a) Nutrisi

Nutrisi meliputi : frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan,

frekuensi minum serta jenis minuman, porsi dan berapa gelas/hari.

Pada klien dengan ulkus diabetikumakan ditemukan polidipsi

(peningkatan jumlah minum), polifagia (peningkatan jumlah makan).

b) Eliminasi BAB

Frekuensi, konsistensi, warna, bau, dan masalah. Pada klien dengan

ulkus diabetikum biasanya terjadi peningkatan pola BAK atau


disebut poliuria.

c) Istirahat Tidur

Lamanya tidur, tidur siang, masalah, dan jam tidur. Pada klien post

op biasanya gangguan pola tidur dikarenakan nyeri pada luka post

op.

d) Personal Hygiene

Personal hygiene : frekuensi mandi, gosok gigi, keramas dan gunting

kuku. Pada klien post op biasanya gangguan personal hygiene

dikarenakan intoleransi aktivitas akibat nyeri post op.

e) Aktifitas meliputi

Rutinitas sehari-hari dan olahraga. Pada klien dengan post op

tergantung berapa besar derajat luka operasi akan ditemukan adanya

keterbatasan dalam melakukan aktivitas.

f) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik meliputi :

(1) Keadaan umum meliputi : kesadaran, tanda-tanda vital, berat

badan, dan nilai GCS (Glasgow Coma Scale). Pemeriksaan

tanda tanda vital meliputi : tekanan darah, respirasi, nadi dan

suhu.

g) Pemeriksaan fisik persistem

(1) Sistem Pernafasan

Kaji batuk, sesak, dispnea, nyeri dada, penyempitan saluran

nafas, ada sekret atau tidak. Kaji jumlah frekuensi nafas dalam

satu menit ketika keadaan istirahat. Kaji kebiasan merokok,

meminum alkohol, dll. Inspeksi bentuk hidung, kebersihan

hidung, ada sekret atau tidak, palpasi adanya nyeri tekan atau

tidak pada sinus, auskultasi suara nafas normal, ada suara nafas

tambahan atau tidak. Inspeksi posisi trachea simetris atau tidak,

inspeksi bentuk dada, ada jejas atau tidak di dada, pergerakan

dinding dada, palpasi ada nyeri atau tidak.


(2) Sistem kardiovaskuler

Kaji ada pembengkakan daerah palpebra atau tidak, reflek

pupil. Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan

konjungtiva, adanya sianosis, inspeksi dan palpasi adanya ictus

cordis, ada nyeri atau tidak, ada jejjas atau tidak dan

auskultasi bunyi jantung ics 2 letak aktup aorta, ics 5-6


letak katup tricuspidalis. Perhatikan adanya edema atau tidak

didaerah ekstremitas bawah.

(3) Sistem pencernaan

Pada klien dengan diabetes melitus post amputasi terdapat polifagia

(banyak makan), polidifsi (banyak minum), mual, muntah, diare,

konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar

abdomen, dan obesitas.

(4) Sistem perkemihan

Pada klien dengan post amputasi ditemukan adanya poliuria

(banyak kencing), retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas

atau sakit saat berkemih.

(5) Sistem endokrin

Inspeksi bentuk leher simetris atau tidak, terdapat pembesaran

kelenjar tyroid, terdapat distensi JVP (jugularis vena pleasure)

atau tidak. Auskulltasi pada leher terdapat bunyi bruit atau tidak.

Ada riwayat diabetes mellitus atau tidak dan hasil gula darah

sewaktu normal atau lebih dari normal >126 mg/dl.

(6) Sistem persarafan

Sistem persarafan yang perlu dikaji dalah fungsi serebral, fungsi

saraf kranial, fungsi sensorik dan motorik. Saraf kranial tediri dari

nervus olvactorius, opticus, okulomootorius, coclearis, abdusen,

trigeminus, facialis,
vestibuler, glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus. Pada klien

dengan ulkus diabetikum ditemukan penurunan sensoris,

parasthesia, anasthesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau

mental, disorientasi.

(7) Sistem Integumen

Kaji bentuk kepala, warna kulit, keadaan rambut, kulit kepala

bersih atau tidak. Kaji kelembaban kulit dan turgor kulit. Akan

tampak adanya luka operasi post op amptuasi di eksteremitas

karena insisi bedah disertai kemerahan. Turgor kulit akan membaik

seiring dengan peningkatan intake oral.

(8) Sistem muskuloskeletal

Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah

baring post operasi dan kekauan. Kekakuan otot berangsur

membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktifitas dan adanya

luka post op di ekstremitas.

(9) Sistem penglihatan

Kaji bentuk mata simetris atau tidak, terdapat lesi, odema atau

tidak, konjungtiva anemis atau tidak, sklera ikterik atau tidak,reflek

pupil terhadap cahaya positif atau tidak, kaji lapang pandang dan

ketajaman penglihatan. Pada klien dengan diabetes melitus post

amputasi dikaji apakah penglihatan kabur/ ganda, diplopia, lensa

mata keruh.
(10) Sistem pendengaran, wicara dan THT ( telinga, hidung,

tenggorokan)

Kaji bentuk telinga, kebersihan telinga, sreumen dan tekstur

telinga, kaji fungsi pendengaran klien. Kaji bentuk trachea, posis

trachea dna terdapat benjolan atau tidak.

6) Data Psikososial

a) Status Emosi

Pengendalian emosi mood yang dominan, mood yang dirasakan saat ini,

pengarruh atas pembicaraan orang lain, dan kesetabilan emosi.

b) Konsep Diri

Bagaimana klien melihat dirinya setelah di amputasi, apa yang disukai

dari dirinya, bagaimana orang lain menilai dirinya, klien dapat

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan.

c) Gaya Komunikasi

Cara klien bicara, cara memberi informasi, penolakan untuk berespon,

komunikasi non verbal, kecocokan bahasa verbal dan nonverbal.

d) Pola Interaksi

Kepada siapa klien menceritakan tentang dirinya, hal yang meenyebabkan

klien merespon pembicaraan, kecocokan ucapan dan prilaku, anggaran

terhadap orang lain, hubungan dengan lawan jenis.


e) Pola Koping

Apa yang dilakukan klien dalam mengatasi masalah, kepada siapa klien

mengadukan masalah.

f) Data Spiritual

Data yang harus dikaji meliputi arti kehidupan yang penting dalam

kehidupan klien, keyakinan tentang penyakit dan kesembuhan, hubungan

kepercayaan dengan Tuhan, ketaatan menjalanka ritual agama, keyakinan

bantuan Tuhan dalam proses kesembuhan yang diyakini tentang kehidupan

dan kematian.

g) Data Penunjang

Pemeriksaan laboratorium, darah yaitu Hemoglobin, leukosit, trombosit,

hematokrit, AGD. Pada klien dengan diabetes melitus post amputasi biasanya

terdapat pemeriksaan darah dimana terjadi peningkatan kadar gula darah,

pemeriksaan urin.

h) Program dan rencana pengobatan

Terapi yang diberikan diidentifikasi mulai dari nama obat, dosis, waktu dan

cara pemberian.
3.1.1 Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi

1. Nyeri Akut b/d Agen pencedera fisik di tandai dengan adanya luka di kaki
2. Ansietas b/d Kurang Terpapar Informasi ditandai dengan pasien yang cenderung diam
2. Intra Operasi

a. Risiko jatuh b/d anastesi regional di tandai dengan kaki yang tidak terasa
b. Risiko injuri b/d pembedahan di tandai dengan luka di kaki
3. Post operasi

a. Gangguan Persepsi sensori b.d efek anastesi regional di tandai dengan kaki belum
bisa bergerak secara spontan
Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Keperawatan/ Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Masalah Kolaboratif
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 Manajemen Nyeri
jam, diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi nyeri
- Keluhan nyeri menurun dari skala 3 ke 5 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
- Meringis menurun dari skala 3 ke 5 3. Identifikasi faktor yang memperlambat nyeri dan memperingan
- Nadi membaik dari skala 3 ke 5 nyeri
Teraupetik
1. Ajarkan teknik nonfarmakologis relaksasi dengan nafas dalam
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik

Anxietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, Reduksi Ansietas


diharapkan cemas berkurang sampai dengan hilang Observasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
dengan kriteria: - Monitor tanda-tanda ansietas
- Perilaku gelisah menurun dari skala 3 ke 5 Teraupetik
- Ciptakan suasana teraupoetik untuk menumbuhkan
- Perilaku tegang menurun dari skala 3 ke 5 kepercayaan
- Pola tidur membaik dari skala 3 ke 5 - Berikan motivasi dan semangat selama perawatan
Edukasi
- Jelaskan prosedur perawatan
- Informasikan secara factual mengenaik diagnosis, pengobatan,
dan prognosis

Risiko jatuh d.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan Jatuh
anastesi regional ….jam, diharapkan risiko jatuh tidak menjadi aktual Observasi
dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor risiko jatuh (usia>65, penurunan kesadaran)
- Jatuh dari tempat tidur menurun dari skala 3 ke 5 Teraupetik
- Jatuh saat duduk menurun dari skala 3 ke 5 - Pasang handrall tempat tidur
- Jatuh saat berdiri membaik dari skala 3 ke 5 - Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan salah satu keluarga untuk mendampingi pasien
BAB V

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. S DENGAN DX MEDIS

AMPUTASI DIGITI PEDIS

Analisa Data
PRE OPERASI

NO Data fokus Penyebab Masalah

1 Ds Amputasi Nyeri Akut

Px mengatakan nyeri pada


kaki
Terputusnya continuitas
tulang, otot dan saraf
Do

tampak tulang yang Ujung saraf


dikelilingi luka berwarna
hitam, tepi luka
mengeluarkan pus dan klien
juga masih bedrest di tempat Hipotalamus
tidur

P : pasien mengatakan nyeri Persepsi nyeri


Q : nyeri seperti di tusuk
R : rasa sakit tidak menyebar
S : skala nyeri 2
T : nyeri muncul saat
aktifirtas , mengejan
TD : 115/80 mmHg

N : 88 x/mnt, S 36,7⁰C
RR : 20x/mnt

2 Ds Hospitalisasi Ansietas
Px mengatakan cemas saat ↓
mau di operasi karena
pertama kali operasi Pertama kali melakukan
operasi


Do
Krisis situasional
- Px terlihat gelisah
- Px sesekali bertanya ↓
mengenai prosedur Khawatir dan cemas
operasi
- TD : 115/80 mmHg ↓
N : 88 x/mnt, S 36,7⁰C
Ansietas
RR : 20x/mnt

INTRA OPERASI

NO Data fokus Penyebab Masalah

1 Ds: pasien mengatakan kaki Efek anastesi regional Risiko injuri


tidak terasa

Penurunan fungsi
Do ekstrimitas bawah

- Kaki kanan dan kiri ↓


tidak bisa degerakan
spontan Tingkat kewaspadaan
- TD : 110/70 mmHg berkurang
N : 87 x/mnt, S 36,4⁰C ↓
RR : 20x/mnt
Risiko injuri
4 Ds Anastesi regional Risiko jatuh

Px mengatakan kaki belum ↓


terasa dan lemas
Penurunan fungsi
ekstrimitas bawah

Do ↓

- TD 110/80 mmHg, N Risiko jatuh


88x/mnt, S 36⁰1 C, RR
20x/mnt

POST OPERASI

NO Data fokus Penyebab Masalah

1 Ds Anastesi regional Gangguan sensori


persepsi
Px mengatakan kaki belum ↓
terasa dan masih lemas
Penurunan fungsi
ekstrimitas bawah

Do ↓

- Kaki masih sulit di Gangguan sensori


Gerakan persepsi
- TD 110/80 mmHg, N
88x/mnt, S 36⁰1 C, RR
20x/mnt
Intervensi Keperawatan
PRE OPERASI

TGL Diagnosa TTD


Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

02/10/ Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


2023 keperawatan selama 1x30 menit, Observasi
diharapkan nyeri akut dapat teratasi 4. Identifikasi nyeri
20.00 dengan kriteria hasil : 5. Identifikasi respon nyeri non
- Keluhan nyeri menurun dari skala verbal
3 ke 5 6. Identifikasi faktor yang
- Meringis menurun dari skala 3 ke memperlambat nyeri dan
5 memperingan nyeri
- Nadi membaik dari skala 3 ke 5
Teraupetik
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis
relaksasi dengan nafas dalam
4. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri

Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian analgesic

02/10/ Anxietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas


2023 1x30 menit, diharapkan cemas Observasi

20.00 berkurang sampai dengan hilang dengan - Identifikasi saat tingkat ansietas
kriteria: berubah
- Monitor tanda-tanda ansietas
- Perilaku gelisah menurun dari skala
Teraupetik
3 ke 5
- Ciptakan suasana teraupoetik
- Perilaku tegang menurun dari skala
untuk menumbuhkan kepercayaan
3 ke 5 - Berikan motivasi dan semangat
- Pola tidur membaik dari skala 3 ke selama perawatan
5
Edukasi

- Jelaskan prosedur perawatan


Informasikan secara factual
mengenaik diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
INTRA OPERASI

TGL Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan TTD


Keperawatan

02/10/ Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan cedera


2023 selama 1x30 menit, diharapkan risiko cedera
d.d pembedahan
tidak menjadi aktual dengan kriteria hasil: Observasi
20.30 - Tingkat cedera menurun dari skala 3 ke 5
- Lecet tubuh membaik dari skala 3 ke 5 - Identifikasi area lingkungan
yang berpontensi
menyebabkan cedera
Teraupetik

- Sediakan pencahayaan yang


memadai
- Gunakan pengaman tempat
tidur yang sesuai
Edukasi

-Edukasi pencegahan jatuh


pada pasien dan keluarga
02/10/ Risiko jatuh d.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh
2023 selama 1x30 menit, diharapkan risiko jatuh
anastesi regional
tidak menjadi aktual dengan kriteria hasil : Observasi
20.30 - Jatuh dari tempat tidur menurun dari
skala 3 ke 5 - Identifikasi faktor risiko jatuh
- Jatuh saat duduk menurun dari skala 3 ke (usia>65, penurunan
5 kesadaran)
- Jatuh saat berdiri membaik dari skala 3 Teraupetik
ke 5
- Pasang handrall tempat tidur
- Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
Edukasi

Anjurkan salah satu keluarga untuk


mendampingi pasien
POST OPERASI

TGL Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan TTD


Keperawatan

02/10/ Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi


2023 selama 1x30 menit, diharapkan gangguan
Persepsi sensori
persepsi sensori tidak menjadi aktual dengan - Kaji sensori ekstremitas
21.00 b.d anastesi kriteria hasil: - Observasi adanya halusinasi,
- Respon sesuai stimulus membaik dari ilusi, depresi
regional
skala 3 ke 5 Teraupetik
- Distorsi sensori meningkat dari skala 3
ke 5 - Gunakan bantalan pada tepi
tempat tidur pasien
Edukasi

- Jelaskan dan orientasikan


Kembali setelah pasien di
ruang pemulihan
IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Amputasi adalah merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir
manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki
dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi.
amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana sedapat mungkin dilakukan
prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada beberapa kondisi, antara lain
pada sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua struktur lokal di ekstremitas,
amputasi merupakan pilihan.
1.2 Saran
Untuk mencegah amputasi maka kita harus mengobati luka yang ada dengan tepat karena
kalau tidak diobati akan terjadi gangguan vaskuler dan akan mengakibatkan nekrosis jaringan
yang kalau di biarkan harus di amputasi untuk mencegah penyebaran nekrotik
V
DAFTAR PUSTAKA

Suratun.dkk.2008.klien gangguan sistem muskuloskeletal seri Asuhan Keperawatan.Jakarta:


EGC

Brunner & suddart.2001. Kep.Medikal Bedah,Jakarta:EGC

Guyton hall.2002.Fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC

Amputasi http//:www.Nursingspirit.blogspot.com/2009/07/ (Diakses Senin, 13 Desember


2010)

Asuhan Keperawatan Amputasi http//: www.kardi-blogspot.com/2008/11/akept-


amputasi.Html (Diakses Selasa, 14 Desember 2010)
LAMPIRAN

PATOFISIOLOGI

Kecelakaan lalu lintas

Fraktur

Defisit pengetahuan Penanganan yang salah

Informasi Nekrosis jaringan

Gas ganggren

terputusnya kontinuitas tlg otot saraf amputasi

hilang organ luka pasca amputasi

gangguan citra diri invasi bakteri infeksi

inflamasi kalor, rubor, dolor

saraf terputus vasokontriksi dilatasi histamine, bradikinin

ujung saraf makrofag, leukosit menekan saraf

merangsang hipotalamus menempel pada jaringan luka Nyeri

persepsi nyeri pus yang purulen

phantom limb

pasang stump

gangguan mobilitas fisik

Anda mungkin juga menyukai