31149-71680-2-PB
31149-71680-2-PB
31149-71680-2-PB
Abstrak
Permasalahan dalam pembelajaran sastra terletak pada rendahnya kemampuan siswa dalam menganalisis dan
menginterpretasi teks-teks sastra khususnya novel. Bahasa sebagai mediumnya membuat sastra lebih unik
dibandingkan dengan teks lainnya yang perlu dimiliki siswa. Hal inilah perlu ada sebuah model yang mudah
digunakan dalam pembelajaran sastra agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Model yang ditawarkan dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran sastra dengan pendekatan hermeneutik. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode research and development yang bermuara pada menghasilkan produk yang
diyakini mampu meningkatkan pembelajaran sastra. Instrumen yang digunakan terdiri atas angket, observasi,
dan dokumentasi. Teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti mengkolaborasikan analisis secara
kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, peneliti menganalisis hasil validitas, praktikalitas, dan efektivitas
model yang dikembangkan, sedangkan secara kualitatif menggunakan analisis konten yaitu novel Cinta Itu
Luka karya Eka Kurniawan dengan pendekatan hermenutik. Temuan yang diperoleh menunjukkan bahwa
model pada pembelajaran sastra dengan pendekatan hermenutik sangat valid, praktis, dan efektif digunakan
dan meningkatkan hasil belajar siswa.
PENDAHULUAN
Kegiatan membelajarkan sastra pada siswa sekolah menengah atas termasuk upaya memberikan nilai-nilai
sastra yang relevan pada kehidupan realita. Belajar sastra tidak sekadar sebagai pembaca sastra, melainkan
menerapkan sastra pada kehidupan sehari-hari. Untuk membelajarkan sastra itu, perlu ada strategi atau metodologi
yang tepat untuk mengaktualisasikan nilai-nilai sastra itu (Pillai dan Kaushal, 2020). Jika sastra hanya sebatas artefak,
tentunya capaian dan tujuan yang diharapkan dapat diyakini tidak akan berdampak positif pada penciptaan sastra
(Krippendorff, 2015).
Menggeluti sastra sama halnya menikmati dunia imajinasi yang diformulasikan dari kehidupan realitas.
Pesan yang termuat dalam sastra itu dapat mengejewantahkan kekuatan naluriah penulis untuk diinterpretasikan oleh
pembaca. Di sinilah kekuatan sastra itu terbentuk nilai-nilai yang amat perlu diterjemahkan dalam kehidupan realitas.
Pada tataran menikmati sastra tidak dapat sekadar membaca sastra itu saja, melainkan dengan kekuatan penafsiran
oleh pembaca. Oleh sebab itu, pembaca harus memiliki kemampuan apresiasi intrinsik maupun ekstrinsik untuk
mengupas makna yang terknadung dalam sastra itu. Merujuk hal itu, pembelajaran sastra itu perlu apresiatif agar
penguatan kontemplasi atau renungan siswa terhadap teks-teks sastra tidak sampai pada aktualiasi (Saidi, 2017).
Penekanan bagi siswa adalah kemampuan menumbuhkan cinta terhadap sastra, memahami perbedaan dunia imajinasi
dengan dunia nyata, dan mampu merefleksikan sastra sebagai ide atau gagasan untuk diterapkan secara realitas.
Pembelajaran sastra lebih mengarah ke literasi sastra secara kritis yang diimplementasikan kemampuan siswa
secara kritis dampak sastra yang dibacanya. Siswa hendaknya mampu menguasai teori-teori sastra yang mumpuni
sebelum melakukan interpretasi sastra, agar hasil interpretasi tersebut sesuai dengan tujuan sastra diproduksi. Teori
sastra erat hubungannya dengan kritik sastra yang dibalut dengan pengalaman batin oleh penulis sastra. Sastra tidak
lahir dari rahim penulis tanpa ada pengalaman batin dan pengalaman lahir. Hal inilah sastra memiliki kekuatan batin
dan lahir yang dapat menularkan konsep-konsep sastra yang baik. Dalam hal ini, pengalaman batin penulis sastra itu
telah dipikirkans secara matang, diremukkan, dan diformulasikan dalam bentuk sastra, baik itu novel, puisi, dan drama.
Daya imajinasi seorang penulis sastra harus lengkap dan komplit untuk mampu mengelaborasikan kata-kata
menjadi sebuah nilai-nilai yang dipertaruhkan untuk dinikmati oleh pembaca (Saddhono, 2015, Ratna, 2018). Dengan
kata lain, sastra hanya sebuah artefak yang perlu dihidupkan dengan roh intresa dan inscape. Intresa adalah
pengejewantahan dari Tuhan lewat kreativitas penulis, sedangkan inscape adalah kekuatan pikiran dan hati untuk
meneropong realitas sesuai kebenaran atau ciptaanTuhan (Budianta et al, 2017).
37
Tujuan bersastra tentu tidak sama dengan tujuan pembelajaran sastra, di mana tujuan bersastra tidak terlalu
memperdulikan teori sastra, tetapi pembelajaran sastra hendaknya memadukan teori sastra dalam kegiatan bersastra.
Hal inilah membedakan pengamat sastra dengan kritik sastra, di mana pengamat sastra hanya mengetahui dimensi-
dimensi sastra tanpa konsep atau teori sastra. Sebaliknya, kegiatan kritik sastra hendaknya menformulasikan teori
sastra dalam kegiatan kritik agar marwah penulis sastra terjaga dan naskah sastra menjadi bukti nyata.
Setiap bentuk sastra dengan konsep-konsepnya dipublikasikan lewat bahasa sebagai mediumnya untuk
dinikmati oleh pembaca. Pembaca dimaksud di sini adalah siswa yang memelajari sastra secara formal. Guru
hendaknya mampu membangkitkan selera siswa untuk memahami, menerjemahkan, mengkontemplasi sebagai bahan
rujukan sastra. Sejalan dengan pendapat Atmazaki (2018) bahwa penulis sastra adalah orang yang menggunakan
bahasa sebagai media penyampaian pesan-pesan yang dipoles dengan imajinasi dan kreativitas untuk menghasilkan
makna baru. Penulis sastra hendaknya mampu memikat hati pembaca dengan pertalian kata-kata yang memiliki makna
yang tersurat dan tersirat. Artinya, peninjauan literasi sastra sangat diperlukan kemampuan mengombinasi pesan
penulis dengan kemampuan menfilter tujuan novelis.
Setelah siswa menganalisis sastra itu, capaian akhir yang diharapkan dalam pembelajaran itu hendaknya
mampu mengaktualisasikan pesan–pesan yang disampaikan oleh penulis. Penelaahan dilakukan bersamaan dengan
penganalisasian relevansi antara teori-teori sastra terlebih dahulu dengan matriks kehidupan realitas, dan langkah
berikutnya mencari pendekatan yang tepat digunakan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan hermeneutik, yaitu strategi pemilahan teks yang relevan dengan teori maupun yang berlawan teori yang
menghasilkan sebuah sikap pembaca (Gabidullina et al, 2018). Fokus hermeneutik ini pada kemampuan memahami
teks–teks dengan menganalisis dan telaah makna yang terkandung (Tahira et al, 2022). Pemahaman dilakukan dengan
pembacaan teks-teks dengan memahami makna dengan memilih dan memilah keterkaitan dengan realitas. Pendekatan
hermeneutik memberi ruang kebebasan kepada siswa untuk menfasirkan teks-teks sastra sesuai dengan
kemampuannya. Hasil tafsiran itu diformulasikan dengan teori sastra dan dibalut dengan kritik-kritik yang dilakukan
yang berkaitan dengan persoalan bahasa (Hatch and Rubin, 2005). Proses memahami teks-teks tentunya akan
melahirkan beragam teori dan metode sastra.
Secara eksplisit, hermeneutik mengakomodasi kebudayaan secara utuh dan terpadu dari sebuah masyarakat
yang memiliki ideologi dasar yang bersifat historis suatu kebenaran (Endraswara, 2013). Di sisi lain, hermeneutik
berfokus pada pengungkapan pesan yang komplementer disampaikan oleh penulis/pengarang yang dirangkai
menggunakan kreatifitas dan kompleksitas masalah (Zhongli dan Weihua, 2021). Hermeneutika menyingkap problem
makna pesan yang disampaikan pengarang menjadi objek kajian utamanya (Faiz, 2020). Makna teks dimaksud disini
adalah makna yang berhubungan secara semantis dan budaya (Gadamar, 2018). Pemahaman lebih mengarah pada
basis keberpihakan kejiwaan pengarang dalam konteks teks maupun budaya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode research and development, yaitu
metode yang mengembangkan sebuah produk yang bertujuan untuk memperbaiki produk yang lama atau
menghasilkan produk baru. Dalam hal ini, produk penelitian ini adalah model pembelajaran sastra di SMA Negeri 1
Gunungtua. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 2 Januari 2023 sampai dengan 2 Februari 2023 dengan subjek
penelitian siswa kelas XI yang berjumlah 16 siswa. Proses pengumpulan dan penggalian data dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan beberapa metode yang terdiri atas angket, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang
dikumpulkan terutama berupa angka-angka secara kuantitatif dan kualitatif (kata-kata). Secara kuantitatif, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data melalui penyebaran angket kepada responden. Jika dikaitkan dengan
penelitian sastra, metode yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi yang menggambarkan
data-data yang diperoleh untuk di analisis secara selsktif (Orong, 2017).
Secara kualitatif, peneliti melakukan analisis teks novel ‘Cinta Itu Luka’ karya Eka Kurniawan dengan
menggunakan pendekatan hermeneutik. Sejalan dengan pendapat Creswell (2010) menyatakan penelitian kualitatif
adalah metode untuk menggali dan memahami makna sejumlah individu atau kelompok orang yang berasal dari
masalah sosial atau kemanusiaan. Penelitian ini mendeskripsikan atau mendeskripsikan fenomena yang menjadi
permasalahan, kemudian menganalisis dan menginterpretasikan data yang ada. Metode analisis isi digunakan untuk
mengkaji isi suatu dokumen.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mentabulasikan data dari angket yang diperoleh dan triangulasi
(gabungan). Hasil penelitian ini lebih menekankan makna daripada generalisasi (Griffin, 2013). Kriteria data dalam
penelitian kualitatif adalah data pasti. Data pasti adalah data yang benar-benar terjadi apa adanya, bukan hanya data
yang dilihat, diucapkan, tetapi data yang mengandung makna dibalik apa yang dilihat dan diucapkan (Rhee, 2008).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menganalisis data validitas, praktikalitas, dan
efektivitas model yang dikembangkan. Secara kualitatif dilakukan dengan analisis data model aliran. Proses ini
38
dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan. Analisis data
dalam penelitian kualitatif pada dasarnya dilakukan secara terus menerus, yaitu sebelum memasuki lapangan, selama
di lapangan, dan setelah selesai dari lapangan (Sugiyono, 2015).
Tabel 1.
Validitas Model pada Pembelajaran Sastra
Aspek Persentase
No Keterangan
Penilaian (%)
1 Cover Buku 86,000 Sangat Valid
2 Konten Buku 85,670 SangatnValid
3 Bahasan 90,670 SangatnValid
4 Grafika 86,000 SangatnValid
Jumlah 348,34 Sangat Valid
Rata-ratantotal 87,08 Sangat Validn
Berdasarkan data di atas, validitasnprototipe modelnpembelajaran sastra menunjukkan rata-rata sebesar 87,08%
dengan keterangan sangat valid. Hal ini jelas prototipe buku model yang dirancang sangat layak untuk diujicobakan
di lapangan.
Hasil Praktikalitas Model Pembelajaran Sastra
Hasi praktikalitas model pembelajaran sastra ini diperoleh dari hasil isian angket dari 16 orang siswa kelas XI
tahun pelajaran 2023/2024 dengan one-to-one evaluation yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gunungtua. Prototipe
produk yang dinilai pada uji praktikalitas adalah model pembelajaran sastra. Data hasil penilaian siswa terhadap
prototipe model pembelajaran sastra dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2
Praktikalitas Model Pembelajaran Sastra
Rentang Jumlah
No Keterangan
Nilai Siswa
1 90-100 8 Sangat Praktis
2 80-90 5 Praktis
3 70-80 2 Cukup Praktisn
4 60-70 1 Kurang Praktis
5 <60 0 Tidak Praktis
Hasil uji praktikalitas penilaian siswa terhadap prototipe model pembelajaran sastra secara keseluruhan
berada pada rentang nilai 90-100 dengan kategori sangat praktis. Model pembelajaran sastra dengan pendekatan
hermenutik lebih menarik dan meningkatkannkemampuan siswa mempelajari sastra dengan mandirindannaktif,
sertanmereka dapat mengasah keterampilan bersastra.
Angket praktikalitas ini di isi oleh 21 orang siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran sastra
dengan pendekatan hermenutik. Adapun hasil angket tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
39
Tabel 3.
Hasil Angket Praktikalitas Model oleh Siswa
No Pernyataan % Kategori
Berdasarkan tabel di atas, persentase uji praktikalitas model sebesar 84,5%. Sesuai dengan kriteria yang
dibuat, maka praktikalitas model pembelajaran sastra dengan pendekatan hermeneutik dikategorikan sangat praktis.
Hasil Efektivitas Model Pembelajaran Sastra dengan Pendekatan Hermenutik
Ditinjau dari efektivitas model, data diperoleh dari aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa dalam
belajar sastra dengan pendekatan hermeneutik. Data aktivitas siswa diperoleh selama kegiatan pembelajaran
berlangsung diamati oleh dua orang observer, yaitu Ibu Natalia Pasaribu, S.Pd. dan Ibu Ramlah Siregar, S.Pd. Berikut
hasil pengamatan kedua observer untuk masing-masing pertemuan.
Tabel 4.
Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa
Pertemuan
Aspek yang Diamati Rata-rata
1 2 3
Mempelajari materi pada 95,2 90,4 92,8 92,8
model.
Mencari hal-hal yang 85,7 92,8 92,8 90,4
relevan dengan proses
pembelajaran.
Berdiskusi dengan teman. 90,4 92,8 95,2 92,8
Bertanya kepada guru. 83,3 92,8 95,2 90,4
Mengerjakan soal-soal 90,4 95,2 97,6 94,4
latihan yang ada di dalam
model.
40
Persentase secara 89 92,8 94,72 92,16
keseluruhan %
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata persentase aktivitas siswa
untuk mempelejari materi model sebesar 92,8%, mencatat hal-hal yang relevan dengan proses pembelajaran sebesar
90,4%, berdiskusi dengan teman sebesar 92,8%, bertanya kepada guru sebesar 90,4, dan mengerjakan soal-soal latihan
sebesar 94,4%. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hasil pengamatan aktivitas siswa sebesar 92,16%. Hasil
aktivitas siswa dalam belajar dengan menggunakan model pembelajaran sastra dengan pendekatan hermeneutik dapat
disimpulkan sangat efektif.
Hasil Belajar Siswa
Untuk mengetahui gambaran tingkat hasil belajr siswa, peneliti membagikan angket belajar. Angket ini
diberikan kepada siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran sastra dengan pendekatan
hermenutik. Tujuan pemberian angket ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah pembelajaran selesai
dilaksanakan. Hasil analisis hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.
Hasil Belajar Siswa
No Nama Siswa Jumlah Skor % Tingkat Motivasi
Skor Kriteria
1 Asrin Harahap 72 80 90 Sangat Tinggi
2 Akrim Siregar 65 80 81 Sangat Tinggi
3 Abdul Halim 69 80 86 Sangat Tinggi
Harahap
4 Budi Utomo 69 80 86 Sangat Tinggi
5 Bustanul 76 80 95 Sangat Tinggi
Hamrah
6 Certek Siregar 72 80 90 Sangat Tinggi
7 Cut Mey Tiah 73 80 91 Sangat Tinggi
8 Darlan Harahap 71 80 89 Sangat Tinggi
9 Darhot Hasibuan 65 80 81 Sangat Tinggi
10 Dahman 69 80 86 Sangat Tinggi
Harahap
11 Elvino Saviro 76 80 95 Sangat Tinggi
Hasibuan
12 Endang Sapitri 69 80 86 Sangat Tinggi
Siregar
13 Erlina Sari 75 80 94 Sangat tinggi
Siregar
14 Fahri 68 80 85 Sangat Tinggi
Hamonangan
15 Gaja Muda 71 80 89 Sangat Tinggi
Siregar
16 Indriani Munthe 69 80 86 Sangat Tinggi
17 Indah Husna 76 80 95 Sangat Tinggi
18 Jepri Nuzul 69 80 86 Sangat Tinggi
Ritonga
19 Rahman Sarif 75 80 94 Sangat Tinggi
Dalimunte
20 Rasima Harahap 68 80 85 Sangat Tinggi
21 Saida Silitonga 71 80 89 Sangat Tinggi
41
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran
dengan menggunkan model pembelajaran dengan pendekatan hermeneutik sangat tinggi.
Pembahasan
Pengembangan model pembelajaran sastra dengan pendekatan hermenutik dilakukan dengan kegiatan uji
validitas, uji praktikalitas, dan uji efektivitas. Ketiga uji coba tersebut dijadikan sebagai langkah-langkah
menghasilkan model pembelajaran sastra dengan pendekatan hermenutik yang valid, praktis, dan efektif.
Pengembangan model dapat dijelaskan sebagai berikut. Model pembelajaran sastra dengan pendekatan hermenutik ini
dirancang secara sistematis sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Hasil analisis ini dijadikan untuk
merumuskan dan menentukan indikator pembelajaran, dan tujuan pembelajaran. Indikator pembelajaran dan tujuan
pembelajaran digunakan untuk menentukan konsep-konsep yang harus diajarkan dan capaian dalam pembelajaran
sastra dengan pendekatan hermenutik. Tujuan pembelajaran menjadi target capaian dalam pembelajaran sastra.
Aktivitas yang dilakukan meliputi menilai, menelaah, dan menvalidasi model yang dikembangkan dirancang
dalam bentuk lembar validasi. Lembar validasi diberikan kepada ahli yang berkompeten untuk berkontribusi menilai,
menelaah, dan memvalidasi model pembelajaran sastra dengan pendekatan hermenutik yang dikembangkan. Setelah
model divalidasi oleh validator dan hasilnya menunjukkan bahwa model pembelajaran inquiry yang dirancang sudah
valid. Artinya, model yang dikembangkan sudah layak untuk diujicobakan. Aspek yang dinilai terhadap model, terdiri
atas aspek isi model, aspek penyajian/keterbacaan model, dan aspek kegrafikaan model. Hasil validasi model
menunjukkan bahwa model yang dirancang telah mengacu capaian yang akan dicapai, materi dapat menunjang
pencapaian kompetensi dasar, dan materi dapat menunjang kemampuan siswa untuk belajar melalui pendekatan
hermeneutik.
Hasil validasi untuk aspek penyajian/keterbacaan model tergolong sangat valid yang mengandung makna
bahwa model mempunyai judul yang jelas, model memiliki petunjuk untuk siswa dan untuk guru, model mendorong
siswa belajar secara aktif, serta model dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan
pembelajaran sesuai dengan kemampuan masing-masing. Hasil validasi untuk aspek kegrafikaan model tergolong
sangat valid. Tulisan pada halaman judul jelas dan menarik, model menggunakan kalimat yang sesuai dengan tata
bahasa yang baik dan benar, penggunaan kata dan istilah masih sederhana, ejaan dan tanda baca juga sudah baik, serta
ukuran huruf yang digunakan dalam model sudah baik.
Untuk memperoleh praktikalitas model pembelajaran sastra dengan pendekatan hermenutik, maka dilakukan
observasi atau pengamatan pelaksanaan pembelajaran sastra dengan menggunakan model yang dikembangkan.
Selanjutnya, pemberian angket praktikalitas kepada siswa dan guru untuk menilai proses pembelajaran sastra dengan
menggunakan model dengan memberikan tanda centang (√). Hasil angket yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran sastra dengan pendekatan hermenutik berkategori sangat praktis. Secara umum kendala yang
dihadapi oleh guru adalah waktu yang tidak mencukupi untuk membahas pekerjaan kelompok siswa.
Analisis Kualitatif
Merujuk teori sastra dan pendekatan hermeneutik yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan
analisis simbol, pemberian makna simbol, dan menggunakan simbol sebagai dasar interpretasi (Rafiek, 2010). Selain
itu, peneliti juga melakukan pemahaman semantik, refleksi, dan eksistensi/ontologis dari makna yang memuat dalam
teks sastra itu. Dalam hal ini, analisis dilakukan pada teks-teks novel “Cinta Itu Luka” karya Eka Kurniawan yang
menjadi sumber primer penelitian ini. Novel ini menggambarkan peran perempuan sebagai ibu, anak, adik, istri, dan
warga di dalam kehidupan sosial. Di sini posisi perempuan bersifat konvidensi, yakni posisi perempuan diceritakan
berbagai peran. Penulis novel sering acapkali menggambarkan sebagai tokoh utama yang berperan melakoni segala
bentuk posisi kehidupan. Tidak hanya penulis novel yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi penulis novel berjenis
kelamin perempuan juga sering memerankan seperti itu. Ini membuktikan bahwa malasah perempuan ini sangat
kompleks dan dinamis.
Kehidupan perempuan di era penjajahan kolonial banyak diperlukakan sebagai manusia kedua yang berarti
perempuan sebagai pelengkap laki-laki. Hal ini penjajah mengganggap perempuan sebagai pemuas seksual belaka.
Citra perempuan menjadi kelas kedua sebagai pemuas nafsu laki-laki. Di sinilah penulis/pengarang memiliki
kemampuan untuk menggambarkan kehidupan perempuan di masa penjajahan seperti ‘kuda’ yang siap diperintah
majikannya. Pengarang mampu menggambarkan citra perempuan pada tokoh perempuan yang dipaksa menjadi wanita
tuna susila oleh penjajah yang mengakibatkan perempuan kurang bermartabat sebagai manusia yang memiliki hak
asasi. Citra perempuan dalam novel ini diperankan oleh tokoh Maya Dewi sebagai anak yang baik dan penurut
42
terhadap Ibunya (Dewi Ayu). Maya Dewi sangat rajin dan ulet mengerjakan rumah dengan membantu ibu dan
kakaknya rumahnya, seperti kutipan berikut ini.
“Maya Dewi anak penurut dan memiliki sikap tanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan ibunya.
Ia tidak jarang terdengar mengeluh apa yang dikerjakannya. Ia sering memetik bunga untuk ditarok
dirumahnya, dimeja, setiap pagi sebagai bagian kerjanya. Setiap pagi, ia rajin menyapu halaman,
membersihkan rumah, memberikan pelayanan terbaiknya hanya untuk ibunya. Ia sering tak tau
melongok jam, sampai ia lupa makan dan mandi” (CIL, hal 249).
Kutipan ini menggambarkan bahwa Maya Dewi termasuk anak berbudi pekerti yang patuh kepada
orangtuanya seperti layaknya anak yang mau mengabdikan dirinya kepada keluarganya. Di samping itu, Maya Dewi
selalu manut kepada ibunya soal pendamping hidupnya, di mana dia memberikan kebebasan kepada ibunya untuk
memilih calon suaminya. Tergambar pada kutipan berikut.
“Nak, kau secepatnya kawin sebagaimana kakakmu Alamanda, kata ibunya. Agar kau merasakan
indahnya bersama dengan suamimu. Kakakmu telah setahun kawin bersama suaminya, jangan nanti kau
menyesal kata Maya Dewi. Ia mengatakan kawin itu mudah, cukup dengan kata-kata” (CIL, hal 253).
Kekuatan penulis/pengarang dalam menggambarkan citra perempuan sebagai anak dapat diilustrasikan pada
kutipan di atas. Walaupun kenyataan realitas, tidak semua perempuan dalam hal pendamping hidupnya harus ibunya
yang akan memilihnya. Akan tetapi, di novel ini jelas-jelas menggambarkan citra perempuan sebagai anak sangat patuh
dan taat atas perintah orangtuanya. Hal ini terlihat pada tokoh Alamanda yang berperan sebagai istri kurang patuh
terhadap suaminya yang penuh kekerasan. Tergambar pada kutipan berikut.
“Seringlah bercanda dengan sesama perempuan untuk meluapkan perasaanmu, agar nanti kau tidak
mudah tersinggung. Seorang perempuan sering dianiaya oleh perasaan pria yang sering menggoda.
Nafsu pria bisa melululantahkan hati perempuan dalam sekejap tanpa berpikir. Jika kau tak mau
menguapkan isi hatimu, pergilah ke tempat keramaian agar kau tak terjebak. Jaga amarahmu, jaga
nafsumu, jaga pelirmu. Aku tak mempermasalahmu, aku sangat senang melihat kau bersemayam dicinta
pria bertanggung jawab” (CIL, hal 222).
Di sini, tokoh Alamanda menunjukkan sikap dan prilaku yang kurang baik ditandai dengan dia tidak mau
melayani dan merawat suaminya. Alamanda sering mengeluarkan bahasa yang kasar terhadap suaminya seperti
menghentak dengan sikap tidak sopan pada suaminya. Dia sesuka hati mengeluarkan kalimat yang kasar dan tidak
sopan sesama perempuan juga suaminya. Ini menujukkan kearoganan bahasa seorang perempuan terhadap serorang
suaminya. Dalam hal ini, seorang novelis mampu menghipnotis pembaca dengan kekuatan kata-kata yang
menyelaraskan bahasa sebagai medianya. Lakon seorang perempuan yang kasar dengan sikap arogansi secara fisik
maupun psikis dapat memberi sikap propaganda dalam sebuah cerita.
Peletakannya sering diaduk novelis pada klimaks cerita agar cerita makin bermakna membuat cerita makin
bagus alurnya. Di sisi lain, pengarang menggambarkan tokoh Alamanda kurang bersykur memiliki suami yang kerja
keras, sabar, dan tanggung jawab. Sikapnya terlihat saat kelahiran calon bayi dalam kandungannya. Alamanda tidak
mau hamil dari suaminya Shodanso. Akan tetapi, kenyataannya suaminya mau menanggungjawabinya meskipun, dia
seorang pelacur.
Citra perempuan pada posisi seorang ibu ditunjukkan tokoh Dewi Ayu yang memiliki sifat penyabar, pengasihi
kepada anak-anaknya, dan memiliki komitmen yang kuat. Di saat posisinya sebagai pelacur, dia bercita-cita agar anak-
anaknya tidak menjadi seorang pelacur. Dia bersungguh-sungguh menjadi perempuan yang tangguh walaupun
pekerjaan tidak bermoral di mata masyarakat. Akan tetapi, dia berupaya agar anak-anaknya tidak merasakan hinanya
pekerjaan yang dilakoninya. Perempuan secara kenyataan banyak mengalami hidup yang diceritakan pada novel ini,
hanya saja pengarang mampu memoles kehidupan malam menjadi kehidupan yang memiliki cita-cita menjadi lebih
baik. Hal ini tergambar pada kutipan di bawah ini.
“Dia selalu menjahit-jahit baju untuk calon jabang bayinya setelah nanti lahir. Sekarang, dia dibantu oleh
ibunya dan saudaranya, ia telah memilki beberapa pakaian yang disiapkannya, diperoleh dari beberapa
kain yang tersimpan dari lemari rumah” (CIL, hal 93).
Pada kutipan ini tokoh Dewi Ayu seorang ibu yang penuh tanggung jawab terhadap anak-anaknya, walaupun
pekerjaan hina di mata masyarakat. Memberikan jiwa raganya kepada anaknya dibuktikan semangatnya untuk
merawat dan membesarkan anak-anaknya. Dilihat dari segi penghasilan, tentu berkekurangan dalam memenuhi
kebutuhan dan keperluan sehari-hari. Akan tetapi, tokoh Dewi Ayu ini berusaha mencari semaksimal penghasilan dari
43
hasil sebagai tuna susila. Dari sisi moralitas, tentu tokoh ini memiliki sikap kerja keras, tetapi pekerjaan tetap tidak
memiliki kedudukan di masyarakat.
PENUTUP
Merujuk deskripsi hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan beberapa poin penting dalam penelitian ini.
Model pembelajaran sastra dengan pendekatan hermenutik sangat valid, praktis, dan efektif. Validitas model ini
terlihat dari hasil penilaian kelayakan dari pakar yang menilai dari substansi, bahasa, penyajian, dan grafika model
yang dikembangkan. Hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat kevalidan sangat tinggi yang memiliki arti bahwa
model ini sangat layak diujicobakan atau diterapkan dalam pembelajaran sastra novel. Model ini membangun tingkat
pemahaman siswa yang konstruktif dari tingkat awal sampai tingkat tinggi penalaran siswa dalam memahami teks-
teks novel. Siswa tidak sekadar melakukan kegiatan memahami, tetapi lebih kearah mendokumentasikan apa yang
dipahaminya menjadi draf atau catatan sebagai pembaca. Tujuannya adalah untuk mengembangkan ide-ide siswa
dalam keadaan atau situasi yang ada dalam masyarakat seperti marginalitas, ketidaksetaraan gender, diskriminasi, dan
perbedaan kelas sosial di analisis secara hermenutik dalam sastra. Artinya, siswa mampu mengaitkan kejadian-kejdian
yang ada dalam masyarakat dengan suasana sastra.
Dilihat dari praktikalitas model ini menunjukkan bahwa sangat praktis dilihat dari koefisian yang diperoleh
dari hasil isian dari siswa dan kategorinya sangat praktis. Model dapat menciptakan relasi antara pengalaman sastra
dengan pengalaman batin seorang pengarang. Apa yang dirasakan oleh pengarang, tentunya melahirkan pemahaman
bagi siswa bahwa novel ini sangat bermanfaat dibaca dan dimaknai. Efektivitas model dilihat dari meningkatnya
pemahaman siswa dalam menganalisis teks-teks sastra novel dengan mampu mengkresikan hasil analisisnya. Siswa
mampu memahami simbol atau makna yang termuat dalam novel tersebut. Pendekatan hermeneutik di sini mengajak
siswa melakukan proses pembebasan teks (dekonstekstualization), yaitu memahami makna teks yang tidak dijelaskan
secara eksplisit. Oleh sebab itu, siswa mampu menganalisis teks sastra sesuai dengan budaya yang dianut oleh
pengarangnya, pesan yang disampaikan oleh pengarang, dan situasi pengarang.
DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki. (2018). Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: UNP Press.
Budianta, Melani, dkk. (2017). Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang:
Indonesiatera.
Endraswara, Suwardi. (2013). Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:
CAPS.
Hatch, Mary Jo and Rubin, James. (2005). The Hermeneutics of Branding. Brand Management Journal, Vol 14, No
2, 40-59, www.palgrave-journals.com/bm.
Gabidullina et al. (2018). The Realization of the Hermeneutical Approach to the Text in Practical Classes in the
Literature during the Work with Students of Philological Faculty. Journal of Social Studies Education
Research, 2018:9 (3), 226-240.
Gadamer, H. (2018). Classical and Philosophical Hermeneutics. SAGE, London, Thousand Oaks New Delhi).
Griffin, Gabriele. ( 2013). Research Methods for English Studies (second edition). Rawat Publications.
Faiz, Faharuddin. (2020). Hermenutika Qur’ani: Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi. Yogyakarta:Qalam.
Kurniawan, Eka. (2012). Cantik Itu Luka. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Krippendorff, K. H. (2015). Content Analysis: An Introduction to Its Methodology. London: Sage Publications.
Priyatni, Tri Endah. (2010). Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: Bumi Aksara.
Orong, Yohanes. (2017). The Portrait of the Social Life of the Flores People in the Novel Ata Mai (The Immigrant).
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/seloka.
Pillai, Anila A, and Kaushal, Urvashi. (2020). Research Methodology: An Introduction To Literary Studies. Central
Asian Journal of Literature, Philosophy and Culture, Vol 1, Issue 1.
www.cajlpc.centralasianstudies.org/index.php/CAJLPC.
Rafiek. (2010). Teori Sastra, Kajian Teori dan Praktik. Bandung: Refika Utama.
Ratna, Kutha Nyoman. (2010). Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ratna, Kutha Nyoman. (2019). Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rhee, O., Kim, E., Shin, N., & Moon, M. (2008). Developing models to integrate early childhood education and
childcare in Korea. International Journal of Child Care and Education Policy, 2(1), 53–66.
Saidi, Acep Iwan. (2017). Sastra Indonesia Modren dan Manusia Urban. Jentera Kajian Sastra Journal.
http://dx.doi.org/10.26499/jentera.v2i1.387.
44
Saddhono, K. (2015). Integrating Culture in Indonesian Language Learning for Foreign Speakers at Indonesian
Universities." Journal of Language and Literature, vol. 6 no.2 pp. 349-353.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Tahira, Ketin Ayu Heni, Harussaleh, Nuril Huda. (2022). Analisis Kumpulan Puisi Karya Sitor Situmorang
(Pendekatan Hermenutik). Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia.
https://jurnal.unissula.ac.id/index.php/jpbsi/article/view/20831.
Zhongli dan Weihua. (2021). German Hermeneutic and Literature Critics. Advances in Social Science, Education and
Humanities Research, volume 586. Proceedings of the 2021 International Conference on Public Relations and
Social Sciences (ICPRSS 2021).
45