Semkas Kel.p2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku seseorang yang


secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau
hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari
manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu
tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga
dengan masyarakat. Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk
penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga
ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena
menurunya semua fungsi kejiwaan. Gangguan jiwa merupakan dampak
serius terhadap ketidak mampuan individu berfungsi secara efektif
dalam waktu lama yang ditandai dengan terjadinya kerusakan proses
berpikir, mood dan perilaku (Endriet, 2020).
Menurut badan kesehatan dunia, jumlah penderita gangguan jiwa
didunia adalah 450 juta jiwa. Satu dari empat keluarga sedikitnya
mempunyai seorang dari anggota keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan jiwa. Berdasarkan riset kesehatan Dasar (2018) menunjukkan
terjadi peningkatan prevelensi gangguan jiwa yaitu dari 1,7% pada
tahun 2013 naik menjadi 7% di tahun 2018. Dan untuk prevelensi
gangguan mental dan emosional pada penduduk indonesia yang
berumur lebih dari 15 tahun juga terjadi peningkatan dari 6.0 % di tahun
2013 meningkat menjadi 9.8 % di tahun 2018. Peningkatan
prevelensi gangguan jiwa ini juga mengalami peningkatan di Sumatra
Barat. Pada tahun 2013 dari 34 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat
merupakan peringkat ke-9 dengan jumlah gangguan jiwa sebanyak
50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia pada urutan ke-2
sebanyak 1,9 permil. Pada tahun 2018 dapat dilihat bahwa Sumatera
Barat yang sebelumnya menduduki peringkat ke 9 di tahun 2013 naik
menjadi peringkat ke 7 dengan prevelensi penduduk yang paling banyak
mengalami gangguan jiwa.

Skizofrenia adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang banyak


ditemui di masyarakat dengan angka kejadian penyakitnya cenderung
meningkat setiap tahunnya. Skizofrenia merupakan kepribadian yang
terpecah antara pikiran, perasaan dan perilaku apa yang dilakukan tidak
sesuai dengan pikiran dan perasaan (Prabowo, 2014). Berdasarkan data
dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2018 mencatat
bahwa 23 juta jiwa penduduk dunia menderita skizofrenia, angka ini
mengalami peningkatan dari tahun 2017 yang hanya 21 juta jiwa
(WHO, 2018).
Prevalensi penderita pasien skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-
1%. Jumlah penduduk Indonesia mencapai sekitar 200 juta jiwa, dimana
99% pasien di RS Jiwa di Indonesia penderita skizofrenia, sekitar 14
juta orang atau sebanyak 7 per 1.000 penduduk (Kemenkes, 2018).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (2018), penderita skizofrenia di
Indonesia terus meningkat sebanyak 7 permil dibandingkan tahun 2013
yang hanya 1,7 permil. Dari 34 Provinsi di Indonesia, prevalensi
skizofrenia tertinggi terjadi di Provinsi Bali yaitu sebanyak 11.0%, di
posisi kedua yaitu DI. Yogyakarta dengan angka kejadian 10.4%,
sedangkan Sumatera Barat berada di urutan ke-4 dengan angka kejadian
9.1% (RISKESDAS, 2018).
Tanda dan gejala pasien skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu
tanda gejala primer dan tanda gejala sekunder. Gejala primer
skizofrenia yaitu terdapat gangguan pada proses pikir, afek emosi
terganggu, terjadinya kedangkalan pada afek emosi, emosi yang
berlebihan, ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi dengan baik,
kelemahan kemauan dan gejala psikomotor (stupor/hiperkinesia,
logorea dan neologisme), sedangkan gejala sekundernya meliputi
waham dan halusinasi. Gangguan skizofrenia ini dapat mempersulit
orang yang terkena dampak untuk melakukan pekerjaan atau belajar
secara normal (WHO, 2018).

Halusinasi merupakan gejala positif yang timbul pada penderita


gangguan jiwa, utamanya sering dialami oleh penderita skizofrenia
yang ditandai dengan marah-marah sendiri, sering melamun, tertawa
sendiri tanpa adanya stimulus (Susilawati, 2019). Gangguan persepsi
sensori merupakan perubahan persepsi terhadap ransangan yang
bersumber dari stimulus internal (pikiran, perasaan) maupun stimulus
eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan, atau
terdistorsi (SDKI, 2016). Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi
atau pengalaman indera yang tidak terdapat stimulasi terhadap
reseptornya. Dimana hilangnya suatu kemampuan individu dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal.
Halusinasi dapat menghilangkan kontrol diri individu sehingga dapat
membahayakan diri sendiri maupun orang lain, ataupun merusak
lingkungan (Susilaningsih, et.al., 2019). Menurut Pradana & Riyana
(2022) menjelaskan bahwa jenis halusinasi yang paling banyak terjadi
di masyarakat adalah halusinasi pendengaran sebanyak 70%, selain itu
terdapat 20% seseorang mengalami halusinasi penglihatan serta 3
terdapat 10% seseorang mengalami gangguan halusinasi penciuman,
pengecapan, perabaan, dan kinestetik.
Asuhan keperawatan pada kasus halusinasi dapat disusun sesuai
rencana tindakan keperawatan. Beberapa rencana tindakan yang telah
disusun yaitu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
mengontrol halusinasi dengan minum obat teratur, mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan mengontrol halusinasi
dengan cara melakukan kegiatan harian. Rencana kegiatan yang telah
dibuat kemudian disusun rencana tindakan keperawatan (Keliat, 2012).
Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Barat tahun 2017,
prevalensi gangguanjiwa sebanyak 111.016 orang. Kota Padang berada
di urutan pertama dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat yaitu
sebanyak 50.557 orang. Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. HB Saanin Padang
merupakan satusatunya rumah sakit jiwa tipe A yang ada di Provinsi
Sumatera Barat yang menyediakan fasilitas pengobatan untuk pasien
skizofrenia dan sebagai pusat rujukan klien gangguan jiwa serta pusat
pengembangan keperawatan jiwa di provinsi Sumatera Barat. Rumah
Sakit ini merupakan salah satu rumah sakit pendidikan yang mendukung
pengembangan dalam bidang penelitian. Jumlah kunjungan penderita
gangguan jiwa terbanyak di pelayanan kesehatan di kota Padang yaitu
di Rumah Sakit Jiwa Prof HB. Saanin Padang dengan jumlah kunjungan
sebanyak 38.332 orang (DINKES SUMBAR, 2017). Ruangan Wisma
Nuri merupakan salah satu ruangan rawat inap pasien gangguan jiwa
yang menampung pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori
halusinasi, dimana jumlah pasien dengan halusinasi pada bulan
Desember 2023 sebesar 80%.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka penulis
terdorong untuk menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada Tn.W
dengan gangguan persepsi sensori halusinasi di ruang Nuri RSJ Prof.
HB Saanin Padang.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana asuhan


keperawatan jiwa pada Tn. W dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi di Wisma Nuri RSJ Prof. HB Saanin Padang.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan jiwa pada Tn. W dengan


gangguan persepsi sensori halusinasi di Wisma Nuri RSJ Prof. HB
Saanin Padang.
2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan pengkajian, diagnosis keperawatan,


perencanaan, dan implementasi tindakan yang dilakukan, serta
evaluasi masalah setelah dilakukan tindakan pemecahan
masalah pada Tn. W dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi di Wisma Nuri RSJ Prof. HB Saanin Padang
b. Menganalisis atau membahas hasil pengkajian, masalah
keperawatan, perencanaan, tindakan yang ditekankan pada
strategi pelaksanaan keperawatan jiwa, dan evaluasi dari
tindakan yang dilakukan dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi di Wisma Nuri RSJ Prof. HB Saanin Padang.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Hasil makalah seminar kasus ini dapat digunakan untuk


memperluas wawasan dan keilmuan terutama dalam perawatan
pasien dengan masalah halusinasi dan merupakan implementasi
dari perkuliahan yang telah diajarkan selama proses pembelajaran.
2. Bagi Institusi

Hasil makalah seminar kasus kasus ini dapat digunakan sebagai


tambahan referensi bagi mahasiswa Profesi Keperawatan
Universitas Andalas khususnya dalam pengelolaan pasien dengan
masalah keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi.
3. Bagi Keluarga

Hasil makalah seminar kasus ini dapat digunakan oleh keluarga


sebagai bahan bacaan dan salah satu acuan dalam peningkatan
pengetahuan cara merawat pasien dengan masalah keperawatan
gangguan persepsi sensori halusinasi.
4. Rumah Sakit

Hasil laporan kasus ini dapat digunakan rumah sakit sebagai salah
satu tambahan informasi mengenai proses asuhan keperawatan
pasien dengan masalah keperawatan gangguan persepsi sensori
halusinasi.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Teoritis Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

1. Definisi Halusinasi

Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa pada individu


yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori, merasakan bisikan
palsu dalam bentuk suara, lihat, rasakan, raba atau cium (Keliat &
Akemat, 2014). Halusinasi adalah keadaan dimana klien mengalami
perubahan persepsi akibat adanya rangsangan yang pada
kenyataannyatidak ada (Sutejo, 2017). Halusinasi adalah salah satu
bentuk disorientasi realita yang ditandai dengan seseorang memberi
tanggapan atau penilaian pada stimuls yang diterima oleh panca indra
dan merupakan bentuk efek dari gangguan persepsi (Pratiwi &
Rahmawati Arni, 2022).

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa. Pasien mengalami


perubahan sensori persepsi merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, berabaan dan penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Dermawan, 2018).
Orang sakit yang mengalami halusinasi biasanya menganggap bahwa
apa yang dialaminya nyata, bahkan dengan keadaan tersebut ada
beberapa orang sakit menganggap bahwa halusinasi yang dialaminya
merupakan hal yang mengganggu,namun ada yang menganggapnya
kesenangan alam bawah sadarnya. Pasien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan
dalam hal orientasi realitas. Salah satu manifestasi yang muncul
adalah halusinasi yang membuat pasien tidak dapat menjalankan
pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari(Yusuf, 2015).
2. Jenis-Jenis Halusinasi

Menurut Trimeilia (2011) jenis-jenis halusinasi terbagi atas


enam, yaitu sebagai berikut:
a. Halusinasi Pendengaran (Auditory)

Mendengar suara yang membicarakan, mengejek,


mentertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan
sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya). Perilaku yang
muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara
atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup
telinga, mulut komat-kamit,dan ada gerakan tangan.
b. Halusinasi Penglihatan (Visual)

Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar,


orang atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang
menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang muncul adalah
tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu,
ketakutan pada objek yang dilihat.
c. Halusinasi Penciuman (Olfactory)

Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau
darah, urine atau feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku
yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium dengan
gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat
tertentu, menutup hidung.
d. Halusinasi Pengecapan (Gustatory)

Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan,


seperti rasa darah, urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah
seperti mengecap, mulut seperti gerakan mengunyah sesuatu,
sering meludah, muntah.
e. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat,
seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau
orang. Merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan,
binatang kecil dan makhluk halus. Perilaku

yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-


raba permukaan kulit, terlihat menggerakkan badan seperti
merasakan sesuatu rabaan.
f. Halusinasi Sinestetik

Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan


arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan
tubuhnya melayang di atas permukaan bumi. Perilaku yang
muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat
seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.
Menurut Pradana & Riyana (2022) menjelaskan bahwa
jenis halusinasi yang paling banyak terjadi di masyarakat adalah
halusinasi pendengaran sebanyak 70%, selain itu terdapat 20%
seseorang mengalami halusinasi penglihatan serta terdapat 10%
seseorang mengalami gangguan halusinasi penciuman, pengecapan,
perabaan, dan kinestetik.
3. Tanda dan Gejala Halusinasi

Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum


atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara
sendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan pengalaman
sensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realitas.
Rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau
menit, kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu
merawat diri. Berikut tanda dangejala menurut jenis halusinasi Stuart
& Sudden, (1998) dalam Yusalia (2015)
Jenis Halusinasi Karakteristik Tanda dan Gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara kata yang jelas, berbicara dengan klien
bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar jelas dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris, gambar karton dan atau panorama
yang luas dan komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan /sesuatu yang
menakutkan seperti monster.
Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah, urine, fases umumnya bau-bau yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penciumanbiasanya sering akibat stroke, tumor, kejang / dernentia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, fases.

Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas rasa tersetrum listrik yang datang
dari tanah, benda matiatau orang lain.
Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri), pencernaan makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak


4. Etiologi Halusinasi

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi


jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun
keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi:
1) Faktor perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus


dilalui individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalamanbagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi,
kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh
pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang
dapatmenghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun
lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak


bayi akan merasadisingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya.
3) Faktor biologis

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.


Adanya stres yang berlebihan dialami seseorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stres berkepanjangan
jangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak.
4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah


terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh


orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.
Hasil studi menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh


individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya
rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang
ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik (Azizah et al, 2016).
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, bingung, perilaku
menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan yang nyata dan
tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993) mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas
dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spritual.
5. Intensitas Level Halusinasi
Level Karaktersitik Halusinasi Perilaku Pasien
TAHAP I
a. Memberi rasanyaman. a. Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah, dan a. Tersenyum/tertawa sendiri.
b. Tingkat ansietassedang. ketakutan.
b. Menggerakkan bibir tanpasuara.
c. Secara umum halusinasi b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat
c. Penggerakan mata yangcepat.
merupakan suatukesenangan. menghilangkan ansietas.
d. Respons verbal yanglambat.
c. Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam
e. Diam dan berkonsentrasi.
kontrol kesadaran (jika kecemasan dikontrol).
TAHAP II
a. Menyalahkan. Tingkat kecemasan a. Pengalaman sensorimenakutkan. a. Peningkatan sistem saraf otak,
berat secara umum halusinasi b. Mulai merasa kehilangankontrol. tanda-tanda ansietas, seperti
menyebabkan rasaantipati. c. Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori peningkatan denyut jantung,
tersebut. pernapasan, dan tekanan darah.
d. Menarik diri dari oranglain. b. Rentang perhatian
e. NON PSIKOTIK menyempit.
c. Konsentrasi dengan pengalaman
sensori.
d. Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dari realita.
TAHAP III
a. Mengontrol tingkat kecemasan a. Pasien menyerah dan menerima pengalaman a. Perintah halusinasi ditaati.
berat pengalaman sensori tidak sensorinya.
b. Sulit berhubungan dengan orang
dapat ditolak lagi. b. Isi halusinasi menjadiatraktif.
lain.
c. Kesepian bila pengalamansensori berakhir.
c. Rentang perhatian hanya beberapa
d. PSIKOTIK
detik atau menit.
d. Gejala fisika ansietas berat
berkeringat, tremor, dan tidak
mampu mengikuti perintah.
TAHAP IV
a. Menguasai tingkat kecemasan a. Pengalaman sensorimenjadi ancaman. a. Perilaku panik.
panik secara umum diatur dan b. Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa
b. Potensial tinggi untuk bunuh diri
dipengaruhi oleh waham. jam atau hari (jikatidak diinvensi).
atau membunuh.
c. PSIKOTIK
c. Tindakan kekerasan agitasi, menarik
diri, atau katatonia.
d. Tidak mampu beresponsterhadap
perintah yang kompleks.
e. Tidak mampu berespons terhadap
lebih dari satuorang.
6. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011, tahapan halusinasi


terdiri atas limafase yaitu:
a. Stage I (Sleep Disorder)

Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi.

Karakteristik: Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar


dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati
kekasih, masalah di kampus, di drop out, dst. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang
dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangung terus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan
masalah.

b. Stage II (Comforting Moderate Level of Anxiety)

Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami.

Karakteristik: Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti


adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan
dan mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahapan ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya. Perilaku yang muncul biasanya dalah menyeringai
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa
menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon verbal lamban,
diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.

c. Stage III (Condemning Severe


Level of Anxiety) Secara umum
halusinasi sering mendatangi
klien.
Karakteristik: Pengalaman sensori klien menjadi sering datang
dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu
mengontrolnya dan mulai berupaya untuk menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien. Klien mungkin
merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut dan menarik
diri dari orang lain dengan intensitas watu yang lama. Perilaku
yang muncul adalah terjadinya peningkatan sistem syaraf otonom
yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti : pernafasan
meningkat, tekanan darah dan denyut nadi menurun, konsentrasi
menurun.

d. Stage IV (Controling Severe Level of Anxiety)

Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan

Karakteristik: Klien mencoba melawan suara-suara atau


sensori abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian
bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik. Perilaku yang biasanya muncul yaitu individucenderung
mengikuti petunjuk sesuai isi halusinasi, kesulitan berhubungan
dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik/menit.

e. Stage V (Concuering Panic Level of Anxiety)

Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.

Karakteristik: Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai


terasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila klien
tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal
empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi
terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat. Perilaku yang muncul
adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri atau membunuh,
dan kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi (amuk,
agitasi, menarik diri).
7. Rentang Respon Halusinasi

Gangguan respons neurobiologis ditandai dengan gangguan


sensori persepsi halusinasi. Gangguan respons neurobiologis atau
respons neurobiologist yang maladatifini terjadi karena adanya:
a. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik sehingga
mengakibatkan terjadinya gangguan pada otak dalam
memproses informasi.
b. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus

c. Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lainnya

Rentang respon neurobiologis (Direja, 2011) dapat digambarkan sebagai


berikut:

Keterangan:

a. Respon Adaptif

Respon Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-


norma social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan
dapat memecahkan masalah tersebut , adapun bagian dari respon
adaptif meliputi:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

2) Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.


3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalamanahli.
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan


orang lain.

b. Respon Psikososial

1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan


gangguan.

2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah


tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata)
karena rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan


orang lain.

c. Respon Maladatif

Respon maladatif adalah respon individu dalam menyelesaikan


masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan
lingkungan, adapun respon maladatif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan social.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yangtidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
5) Isolasi social adalah upaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan oranglain karena merasa kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran, dan kegagalan.
8. Penatalaksanaan Halusinasi

Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan


keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai
dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan
saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien
lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa
nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi
tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara
konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri,
membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat
adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar,
memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar
ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan
menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman
halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat.
Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.

Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan


selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang
isi halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat
halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang
dialaminya adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien
perlu dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif
mengatasi halusinasi. Proses inidimulai dengan mengkaji pengalaman
klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien
lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan
efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan,
sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat
membantu dengan cara-cara baru.

Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa


cara yang bisadilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi,
meliputi :
a. Menghardik Halusinasi

Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk


mengatasinya, klien harus berusaha melawan halusinasi yang
dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan,
”tidak mau dengar…, tidak mau lihat.. kamu itu palsu, jangan
ganggu saya”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi
muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan
cara-cara kontrol halusinasi.

b. Menggunakan Obat

Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat


ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin,
serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana
kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana
mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan
tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan
dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh
untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana
penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan
kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan dengan dua
alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal.
Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa
klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi
jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan,
dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai
salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis),
sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien
kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur.
Berikut jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien
halusinasi, yaitu sebagai berikut:
1) Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Warna : Orange
Indikasi: Untuk mensupresi gejala-gejala psikosa seperti
agitasi, ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia,
halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya
terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan
personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
2) Haloperidol (Haldol, Serenace)
Warna : Putih besar
Indikasi : Untuk mengontrol manifestasi dari gangguan
psikotik, sindroma gilies de la tourette pada anak-anak dan
dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada
anak-anak.
3) Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
Warna : Putih kecil
Indikasi : Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa
khususnya gejala skizofrenia.

c. Berinteraksi dengan Orang Lain

Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan


sosialnya. Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya,
kilen akan dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien
juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan
dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian
klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber
halusinasinya.
d. Beraktivitas

Aktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.


Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang
yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya
asyik dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih
menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai
malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat.
Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut
sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untukmelamun tak
terarah.

e. Terapi Psikososia

Karakteristik dari halusinasi adalah rusaknya kemampuan


untuk membentuk dan mempertahankarn hubungan sesana
manusia, maka intervensi utama difokuskan untuk membantu
klien memasuki dan mempertahankan sosialisasi yang penuh arti
dalam kemampuan pasien.

1) Terapi Modalitas

Semua sumber daya di rumah sakit disarankan untuk


menggunakankomunikasl yang terapeutlk, termasuk semua
(staf administrasi, pembantu kesehatan, mahasiswa, dan petugas
instalasi).
2) Terapi Kelompok

Terapi kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada


klienbersama dengan jalan yang diarahkan oleh seseorang yang
terlatih.
3) Terapi Keluarga
Tujuan dari terapi keluarga:
a) Menurunkan konflik kecemasan
b) Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan
masingmasing keluarga
c) Meningkatkan pertanyaan kritis
d) Menggambarkan hubungan peran yang sesuai dengan tumbuh
kembang. Perawat membekali keluarga dengan pendidikan
tentang kondisi tklien dan kepedulian pada situasi keluarga
(Wulandari et al., 2023).

9. Pathway Halusinasi
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan, mengorganisasikan dan
mencatat data-data yang menjelaskan respon tubuh manusia yang
diakibatkan oleh masalah kesehatan. Kegiatan utama dalam tahap
pengkajian ini adalah pengumpulan data, pengelompokan data, dan analisis
data guna perumusan diagnosis keperawatan. Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah wawancara, observasi, pemeriksaan fisik serta
studi dokumentasi. Data yang dikumpulkan merupakan data pasien secara
holistik, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang
kemudian yang akan dikelompokkan kembali menjadi menjadi data
subjektif dan data objektif (Direja, 2011).

Menurut Keliat (2012), data objektif yaitu data yang dapat secara nyata
melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Sedangkan data
subjektif yaitu data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarganya. Data ini didapat melalui wawancara perawat kepada klien dan
keluarganya. Dalam keperawatan jiwa, seorang perawat diharapkan
memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self awereness), kemampuan
mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi dengan terapeutik, dan
kemampuan berespon secara efektif karena hal tersebut merupakan kunci
utama dalam menumbuhkan hubungan saling percaya dengan pasien.
Hubungan saling percaya antaraperawat dengan pasien akan memudahkan
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Yusuf dkk, 2015).
Menurut Yusuf, dkk (2015), pengkajian pada pasien dengan halusinasi
terdiri dari:
a. Faktor perkembangan: Hambatan perkembangan akan mengganggu
hubungan interpersonal yang dapat meningkatkan stress dan ansietas
yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan
emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya : Berbagai faktor di masyarakat yang membuat
seseorang merasa disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat
diatasi sehingga muncul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor psikologis : Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta
peran ganda atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas
berat berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga
terjadi halusinasi.
d. Faktor biologis : Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien
gangguan orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak,
pembesaran ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan
limbik.
e. Faktor genetik : Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi
umumnya ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan
cukup tinggi pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya
mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tuanya
mengalami skizofrenia.

f. Stressor sosial budaya :Stress dan kecemasan akan meningkat bila


terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang
penting ataudiasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
g. Faktor biokimia Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin,
indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan
orientasi realitas termasuk halusinasi.
h. Psikologis: Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
i. Perilaku: Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan
orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif
persepsi, motorik, dan sosial.
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien
serta ungkapan pasien. Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai
berikut:
a. Data Obyektif

1) Bicara atau tertawa sendiri.

2) Marah-marah tanpa sebab.

3) Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu

4) Menutup telinga.

5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.

6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.

7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.

8) Menutup hidung.

9) Sering meludah.

10) Muntah.

11) Menggaruk-garuk permukaan kulit.


b. Data Subyektif

1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat


hantu ataumonster.
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itumenyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses

7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.

8) Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat sedang


sendirian

9) Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi (Nurhalimah,


2016).

2. Pohon Masalah

Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan.


Sejumlah masalah pasien akan saling berhubungan dan dapat digambarkan
sebagai pohon masalah (Yusuf dkk. 2015). Untuk membuat pohon masalah,
minimal harus ada tiga masalah yang berkedudukan sebagai penyebab
(cause), masalah utama (core problem), dan akibat (effect). Menurut
Damaiyanti (2014), pohon masalah pada pasien halusinasi adalah:

3. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi


4. Intervensi Keperawatan

Tujuan Umum: Klien tidak mengalami halusinasi.Tujuan Khusus:


1. TUK 1: Klien dapat membina hubungan
saling percaya.Kriteria Evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata,
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau
duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
Intervensi:

a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip


komunikasi terapeutik
1) Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.

2) Perkenalkan diri dengan sopan.

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai


klien.

4) Jelaskan tujuan pertemuan.

5) Jujur dan menepati janji.

6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.

2. TUK 2: Klien dapat mengenal halusinasinya.


Kriteria Evaluasi:
1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi.

2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap


halusinasinya.Intervensi:
1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.

2) Observasi tingkah laku terkait dengan halusinasinya : bicara dan


tertawa tanpastimulus , memandang ke kiri / kanan / depan seolah-
olah ada teman bicara.

3) Bantu klien mengenal halusinasinya:

a) Tanyakan apakah ada suara yang di dengar.

b) Jika ada, apa yang dikatakan.

c) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu ,


namun perawat, sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
d) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

4) Diskusikan dengan klien:

a) Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.

b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi,siang,sore dan


malam ataujika sendiri, jengkel / sedih).
c) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah / takut, sedih, senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.
3. TUK 3: Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria Evaluasi:
a. Klien dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya.

b. Klien dapat menyebutkan cara baru.

c. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah di


diskusikandengan klien.
d. Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikanhalusinasinya.
e. Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi:
a. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur,marah, menyibukkan diri, dll).
b. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien.
c. Diskusikan cara baru untuk memutuskan / mengontrol timbulnya
halusinasinya:

1) Katakan: “saya tidak mau dengar kamu” (pada saat halusinasinya


terjadi)

2) Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga) untuk


bercakap-cakapatau mengatakan halusinasi yang di dengar.

3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat


muncul.

4) Meminta keluarga / teman / perawat, menyapa jika tampak bicara


sendiri.

d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.

e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.

4. TUK 4: Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol


halusinasinya.Kriteria Evaluasi:
a. Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

b. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk


mengendalikanhalusinasi.
Intervensi:

a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.

b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung / pada saat


kunjunganrumah)
1) Gejala halusinasi yang dialami klien.

2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluaarga untuk memutus


halusinasi.

3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri


kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama , berpergian
bersama.
4) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan
: halusinasitidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
5. TUK 5: Klien dapat memanfaatkan obat
dengan baik.Kriteria Evaluasi:
a. Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping
obat.

b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.

c. Klien dapat informasi tentang


penggunaan obat.Intervensi:
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat obat.

b. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan


manfaatnya.

c. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (obat, pasien,


cara, waktupemberian, dan dosis).
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Halusinasi (SP 1 – 4)
Pasien Keluarga
SP I P SP I K

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien terjadinya.
3. Menjelaskan merawat pasien halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkanhalusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap 4. Melatih cara merawat halusinasi: hardik

7. halusinasi Mengajarkan pasien menghardikhalusinasi 5. Menganjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi
8. Menganjurkanpasien memasukkan cara menghardik halusinasi pujian
ke dalam jadwalkegiatan harian
SP II P SP II K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 1. Mengvaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih
pasien menghardik. Beri pujian
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara
2. Menjelaskan 6 benar cara memberikanobat
bercakap-cakap dengan orang lain
3. Melatih cara memberikan/membimbing minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan bercakap-cakap
4. Menganjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
ke dalam jadwal kegiatanharian
memberi pujian

SP III P SP III K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 1. Mengevaluasi kegiatan keluargadalam merawat/melatih


pasien menghardik dan memberikan obat. Beri pujian
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
2. Menjelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah)
kegiatan untuk mengontrol halusinasi
3. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan untuk
3. Melatih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan
mengendalikan halusinasi ke dalam jadwal kegiatan harian
pasien terutama saat halusinasi
4. Menganjurkan membantu pasien sesuai jadual dan
memberikan pujian
SP IV P SP IV K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 1. Mengevaluasi kegiatan keluargadalam merawat/melatih


pasien menghardik, memberikan obat & bercakap-cakap.
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan
Beri pujian
obat secara teratur
2. Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh,
3. Menganjurkan pasien memasukkan aktivitas minum obat ke
rujukan
dalam jadwal kegiatan harian
3. Menganjurkan membantu pasien sesuai jadual dan
memberikan pujian
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan perkembangan pasien setelah


dilakukan tindakan keperawatan sebelumnya. Evaluasi keperawatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir, yaitu
sebagai berikut:

S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah


dilaksanakan. Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepadaklien
tentang tindakan yang telah dilakukan.

O : Respon obyektif klien terhadap tindakankeperawatan yang telah dilakukan.


Dapat diukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan
dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang telah
dilaksanakan atau member umpan balik sesuai dengan hasil observasi.

A : Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data kontra indikasi
dengan masalah yang ada, dapat juga membandingkan
hasil dengan tujuan.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon

klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat


BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Tn. W

Nama : Tn.W

Umur : 35 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

No RM :

Status perkawinan : Duda

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak Tamat SD

Pekerjaan : Buruh harian

Ruang Rawat : NURI

Tanggal Masuk : 31 mei 2024

Tanggal Pengkajian : 6 Juni 2024

Diagnosa Medis : Skizofrenia Paranoid

Alamat : Pantai Air Manis, Padang Selatan

2. Alasan Masuk
Tn. W datang ke IGD di antar keluarga dengan keluhan Tn.W gelisah
sejak 2 minggu sebelum masuk IGD, suka marah-marah, merusak rumah
tetangga, bicara & tertawa sendiri, bicara melantur, melihat bayangan. Tn.W
mengatakan berantam dengan temannya saat meminum alkohol dan di bawa ke
RSJ Prof.HB Sanin Padang
3. Faktor Predisposisi
1. Gangguan jiwa dimasa lalu
Tn.W mengatakan waktu pertama kali dibawa ke RSJ pada tahun 2017,
karena pasien lari dari rumah dan mendengarkan bisikan-bisikan di telinga,
sedangkan terakhir dirawat di rsj 1 tahun yang lalu dan pulang dengan tenang .

2. Trauma
a. Aniaya fisik
Tn.W mengatakan tidak pernah mengalami anaiaya fisik dari orangtua baik
sebagai saksi dan korban. Tn.W mengatakan terkadang suka berkelahi seperti tinju-
tinjuan dan memukul orang saat terpancing emosi atau saat emosi marah meluap.

b. Aniaya seksual
Tn.W mengatakan tidak pernah melakukan dan tidak pernah mengalami
aniaya seksual baik sebagai pelaku, saksi, dan korban.

c. Penolakan
Tn.W tidak pernah mengalami penolakan dari keluarganya, teman-
temannya, dan lingkungan masyarakat di rumahnya.

d. Kekerasan dalam keluarga


Tn.W mengatakan tidak pernah mengalami tindak kekerasan dalam
keluarga sebagai korban dan saksi.

e. Tindakan Kriminal
Tn.W mengatakan tidak pernah terlibat atau melakukan tindakan kriminal

Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

f. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa


Tn.W mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

g. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


Tn.W mengatakan pernah menikah dan mempunyai 2 orang anak, namun
pada tahun 2016 bercerai dan jauh dari anak yang membuat Tn.W stres dan menjadi
beban pikiran. Tn.W juga mengatakan masuk RSJ merupakan sangat tidak
menyenangkan dan mengapa bisa seperti ini. Selain itu Tn.W mempunyai riwayat
memakai narkotika sejenis sabu, ganja dan pil dextros yang di oplos dengan sprite,
sehingga lama-kelamaan timbul efek dari mendengar bisik-bisikan dan juga
melihat bayang-bayangan.

Masalah Keperawatan : Halusinasi

4. Fisik
1. Tanda-tanda vital
⚫ TD : 125/82
⚫ S: 36,6oC
⚫ N: 90 x/menit
⚫ RR: 19 x/menit
2. Ukuran
⚫ TB : 170 cm
⚫ BB : 60 kg
3. Keluhan fisik
Tn.W mengatakan tidak ada keluhan terhadap fisiknya dan Tn.W mengatakan
menyukai semua anggota tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

4. Indeks Massa Tubuh (IMT)


IMT = Berat Badan (dalam kg) : Tinggi Badan (dalam m)2

= 60kg : (1,7 m)2

= 20,7kg/m2 (Normal/Ideal)
B. Psikososial
1. Genogram

Keterangan:

: Laki-laki

: perempuan

: Meninggal

: Tn.W

_ _ _ _ _ : Serumah

Tn.W mengatakan bahwa Ia anak ke 5 dari 6 orang bersaudara. Tn.W tinggal


serumah bersama ibu dan adik kandungnya. Tn.W mengatakan yang mengambil
keputusan di ruamahnya merupakan hasil kesepakatan bersama. Sumber pendapatan
berasal dari adik dan Tn.W, Tn.W mengatakan komunikasi dengan keluarga terjalin
dengan baik.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

2. Konsep Diri
a. Citra tubuh
Tn.W mengatakan bahwa dari ujung kaki sampai kepala Tn.W menyukai semua
bagian tubuhnya.

b. Identitas Diri
Tn.W masih mengetahui namanya, Tn.W mengatakan dirinya seorang anak
laki-laki ke lima dari enam bersaudara, Tn.W mengatakan tidak tamat SD, sejak
SD Tn.W sudah bekerja, Sebelum masuk ke RSJ Tn.W bekerja sebagai
buruh atau kerja serabutan.

c. Peran diri
Tn.W mengatakan bahwa Tn.W adalah seorang anak dan juga seorang ayah bagi
kedua anaknya. Tn.W cukup puas dengan perannya saat ini. Tn.W memiliki
tanggungan keluarga seperti menafkahi anak, dan juga ibu kandung.

d. Ideal Diri
Tn.W mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakitnya dan menjadi orang
normal kembali. Tn.W mengatakan ingin cepat keluar dari RSJ Prof. HB.
Saanin Padang dan pasien beharap dapat bekerja mauapun beraktifitas seperti
biasanya.

e. Harga Diri
Tn.W mengatakan Tn.W memiliki teman. Tn.W senang berteman dan bergaul,
TnW mengatakan walau dalam keluarga paling bandal, tetapi untuk berteman dan
bergaul tidak ada masalah.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah


3. Hubungan Sosial
a. Orang Terdekat
Tn.W mengatakan ketika Tn.W ada masalah Tn.W bercerita kepada ibunya dan
adiknya.

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat


Tn.W mengatakan sering mengikuti kegiatan pemuda pancasila, karang
taruna, dan senang bermain bola kaki di lingkunannya.

c. Hambatan hubungan dengan orang lain


Tn.W mengatakan tidak ada hambatan

4. Spiritual
1. Nilai keyakinan
Tn.W mengatakan agamanya islam dan yakin sepenuhnya dengan agamanya

2. Kegiatan ibadah
Tn.W mengatakan kegiatan ibadah sebelum sakit klian jarang solat dan
mengaji, setelah sakit dan masuk RSJ Tn.W juga jarang solat lima waktu.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

5. Status Mental
a. Penampilan
Tn.W mengatakan mandi 2 x sehari menggunakan sabun, sikat gigi serta
kermas dengan teratur. Tn.W tampak rapi, rambut pendek rapi, Tn.W makan
dengan benar yaitu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Tn.W BAB/BAK
sesuai pada tempatnya dan membasuh setelah BAB/BAK, kuku tampak sedikit
panjang.

Masalah keperwatan : Defisit keperawatan diri

b. Pembicaraan
Pasien tampak berbicara keras dengan suara yang lantang. Tn.W mampu
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat. Tn.W mampu memulai
percakapan serta selama pengkajian kontak mata Tn.W fokus. Tn.W cenderung
menatap lawan bicara.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

c. Aktivitas motorik
Selama dirawat Tn.W tampak biasa-biasa saja. Ekspresi Tn.W cepat berubah
Tn.W tampak tegang.

Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

d. Alam perasaan
Tn.W mengatakan emosi mudah berubah, terkadang terpukul adik membuat
Tn.W menyesal dan sedih dalam hati, emosi cepat meluap-luap. Namun saat masuk
RSJ dan minum obat teratur, Tn.W lebih bisa mengendalikan emosi nya.

Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

e. Afek
Afek pasien labil.ketika pasien diberikan stimulus oleh perawat respon Tn.W
labil

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

f. Interaksi selama wawancara


Selama sesi wawancara dilaksanakan Tn.W selalu ada kontak mata terhadap
lawan bicara, terkadang Tn.W tidak terlihat linglung, Tn.W menjawab pertanyaan
sesuai apa yang di tanyakan dan tidak melebar ke topik lain dan fokus pada
pertanyaan yang di ajukan.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

g. Persepsi
1. Pasien marah-marah disebabkan oleh terpancing suasana dan emosi yang
mudah meluapluap
2. Mata pasien terlihat tajam
3. Wajah tampak tegang
4. Tangan Tn. W tampak mengepal
5. Rahang mengeras
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

h. Proses/arus pikir
Saat pengkajian Tn.W diajak berkomunikasi tampak senang dan lebih santai,
terkadang wajah tampak serius dengan pertanyaan yang telah diajukan. Pada
pembicaraan Tn.W fokus pada apa yang ditanyakan.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

i. Isi pikir
Saat pengkajian dilakukan Tn.W mempunyai keyakinan bahwa ia merupakan
seorang indigo yang dapat memprediksi sesuatu yang akan terjadi dan seperti
mendengar bisikan tentang tersebut, tetapi tidak memaksa pemikiran tersebut.

Masalah keperawatan : Halusinasi

j. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran Tn.W composmentis. Tn.W sadar dan tahu bahwa dia
sekarang di RSJ, orientasi waktu juga baik dimana Tn.W mengatakan di siang hari
saat bercakap-cakap dengan perawat, Tn. W mampu menjawabnya

Masalah keperawtaan : Tidak ada masalah

k. Memori Gangguan Daya Igat Jangkat Panjang.


Tn.W mengatakan menikah tahun 2013 dan memiliki 2 orang anak
perempuan.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

a. Gangguan daya ingat jangka pendek


Tn.W tidak mengalami gangguan jangka pendek karena ketika ditanya kegiatan
yang dilakukan sehari-hari 1 minggu yang lalu, Tn.W tampak bisa menjawabnya
dan jika di tanya tentang kegiatan tadi pagi Tn.W dapat menjawab dengan baik.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah


b. Gangguan daya ingat saat ini
Tn.W tidak mengalami gangguan memori saat ini, Tn.W saat ditanya apapun
Tn.W dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan mampu menjawab
pertanyaannya dengan benar.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

c. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Tn.W saat dilakukan pegkajian dapat berkonsentrasi saat berinteraksi, dan
dapat berhitung dengan baik. Ketika diberi soal tentang penjumlahan Tn.W dapat
menjawabnya dengan dengan benar serta Tn.W tampak mampu berhitung semua
jari tangan dan jari kaki. .

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

d. Kemampuan penilaian
Tn.W mampu mengambil keputusan sendiri, pada saat diberikan pertanyaan
saat Tn.W haus dan tenggorokan kering Tn.W pilih minum air hangat atau air
dingin, Tn.W menjawab dengan benar yaitu air dingin dan dapat mengambil
keputusan dengan baik.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

e. Daya tilik diri


Tn.W menyadari masalah penyakit yang dialaminya saat ini baik dari segi
gelaja, penyebab, serta perubahan fisik dan emosi. Tn.W tidak menyalahkan orang
lain atas kondisinya saat ini

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

6.Kebutuhan Persiapan Pulang


1. Makan
Pasien mampu makan secara mandiri, ketika ditanya frekuensi makan dalam
sehari ia makan 3x sehari yaitu pagi, siang dan malam. Nafsu makan Tn.W normal,
setiap makan, makanan Tn.W selalu habis. Berdasarkan observasi sebelum makan
Tn.W cuci tangan dahulu dan mengambil gelas serta mengisi gelas utuk di minum
dan selalu membaca doa sebelum makan. Stelah makan Tn.W juga memcuci
tangan, membersihkan tempat makan.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

2. BAB/BAK
Tn.W mengatakan BAB 1x/hari, BAK kurang lebih 5x sehari dan Tn.W
mengatakan BAB dan BAK dikamar mandi dapat melakukan secara mandiri,saat
dirawat , berdasarkan observasi Tn.W mampu menggunakan dan membersihkan
wc. Setelah menggunakan wc, Tn.W bisa membersihkan dan merapikan
diri/pakaian setelah kembalinya dari wc. Tn.W mampu BAB/BAK secara
mandiri.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

3. Mandi
Tn.W mengatakan mandi 3x sehari dan keramas 2x sehari di waktu pagi hari.
Dan sore hari. Berdasarkan observasi, Tn.W mandi 3x sehari, kalau keramas 1x
sehari. Tn.W tahu cara mandi yang benar, kebersihan gigi Tn.W bersih karena
Tn.W sering menggosok gigi.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

4. Berpakaian/berhias
Tn.W mengatakan mampu dalam mengambil, memilih dan mengenakan
pakaian dengan benar, Tn.W mampu mengganti pakaian setelah mandi, dan
meletakan pakaian kotor pada tempatnya, tetapi kuku tampak sedikit panjang.

Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri

5. Istirahat dan tidur


Tn.W mengatakan tidur dengan nyenyak. Tn.W mengatakan tidur malam
dengan cukup dan puas dengan tidurnya. Terkadang setelah minum obat Tn.W
mengantuk.

Masalah keeprawatan : Tidak ada masalah


6. Pengobatan
Tn.W mengatakan selama di RSJ selalu meminum obatnya dan Tn.W tidak
pernah menolak `untuk minum obatnya.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

7. Pemeliharaan kesehatan
Tn.W mempunyai sistem pendukung yaitu keluarga dan perawat yang akan
memberi dukungan dan mengingatkan Tn.W dalam minum obat serta
memfasilitasi Tn.W dalam mendapatkan pelyanan kesehatan.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

8. Kegiatan di dalam rumah


Tn.W mengatakan mampu membersihkan tempat tidur dan menyapu rumah.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

9. Kegiatan di luar rumah


Tn.W mengatakan bahwa ia di luar rumah hobi memancing. Selain itu Tn.W
akan bekerja seperti biasa jika keluar dari RSJ dan nongkrong sesekali dengan
temannya.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

7.Mekanisme Koping
a. Koping maladaptif : Tn.W mengatakan kalau ada masalah Tn.W suka
melampiaskan pada barang di sekitar.
Masalah keperawatan : Ketidakefektifan koping individu

8.Masalah Psikososial Dan Lingkungan


a. Masalah dengan lingkungan kelompok
Tn.W mengatakan hubungan teman di RSJ terjalin baik, tidak konflik.

Tn.W tampak berteman akrab dengan teman-teman di wisma.

b. Masalah dengan lingkungan


Tn.W mengatakan malas untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
c. Masalah dengan pendidikan
Tn.W mengatakan tidak tamat SD, dan memilih kerja.

d. Masalah dengan pekerjaan


Tn.W bekerja sebagai buruh/serabutan.

e. Masalah dengan ekonomi


Tn.W bekerja sebagai buruh atau serabutan masuk ke RSJ sehingga sumber
pendapatan Tn.W dari diri sendiri

f. Masalah dengan perumahan


Tn.W mengatakan ia tinggal bersama ibunya dan adik bungsu Tn.W tidak
memiliki masalah dengan keluarga.

g. Masalah dengan pelayanan kesehatan


Tn.W mengatakan tidak memiiki masalah dengan pelayanan kesehatan.

9.Pengetahuan
Tn.W mengatakan ia tidak mengetahui mengapa ia dibawa ke RSJ. Tn.W tidak
mengetaui tentang obat yang diminumnya dan Tn.W tidak tau manfaat dari
obatnya

Masalah Keperawatan : Kurang pengetahuan

ASPEK MEDIK

Diagnosa medik : Skizofrenia paranoid

Terapi medik :

1. Resperidon 1x2 mg
2. Clozepine 1x25 mg
DAFTAR MASALAH

1. Halusinasi
2. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Defisit Perawatan Diri
4. Ketidakefektifan koping individu
5. Kurang pengetahuan

K. Analisa Data
NO DATA MASALAH

Do : Halusinasi
1. Tn.W pernah dirawat dengan halusinasi
yaitu mendengar suara bisikan dan
melihat bayangan
2. Tn.W masuk kerena sempat putus obat
selama 2 minggu
Ds :
1. Tn.w mengatakan kadang mendengar
suara bisikan dan melihat bayangan
1. Do : Risiko Perilaku Kekerasan
1. Tn.W wajah tampak tegang,
melihat dengan tajam
2. Emosi Tn.W labil
3. Tn.W tampak berbicara dengan keras
Ds :
1. Tn.W mengatakan ingin cepat pulang
2. Tn.W mengatakan gampang terpancing
emosi dan mengajak orang berantam
3. Tn.W mengatakan perasaan mudah
berubah, terkadang sedih dan kadang
emosi marah cepat meluap
3. DO: Defisit perawatan diri
1. Tn.W tampak kurang rapi dan bersih
2. Kuku sedikit panjang
3. Tn.W tampak berkeringat
DS:
1. Tn.W mengatakan mandi 3x sehari dan
sering berkeringat karena panas

L. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan

Halusinasi

Ketidakefektifan
Defisit Perawatan
koping individu
Diri
M. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Tindakan keperawatan


1.H Halusinasi TUM: SP 1:
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi jenis halusinasi Klien.
keperawatan selama 3 x 24
2. Identifikasi isi halusinasi Klien.
jam klien mampu
mengontrol halusinasi 3. Identifikasi waktu halusinasi
dengan kriteria hasil: Klien.
TUK:
4. Identifikasi frekuensi halusinasi
1. Klien dapat Klien.
membina hubungan
5. Identifikasi situasi yang
saling percaya.
menimbulkanhalusinasi.
2. Klien dapat
6. Identifikasi respons klien
mengenal
te
halusinasinya; jenis,
rhadaphalusinasi.
isi, waktu, dan
7. Ajarkan Klien menghardik
frekuensi halusinasi,
halusinasi.
respon terhadap
halusinasi,dan tindakan 8. Anjurkan Klien memasukkan
ygsudah dilakukan. caramenghardik halusinasi dalam
3. Klien dapat jadwal kegiatan harian.
menyebutkan dan SP II:
mempraktekan cara
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
mengntrol halusinasi
Klien.
yaitu dengan
menghardik, bercakap- 2. Berikan pendidikan kesehatan
cakap dengan orang tentangpenggunaan obat secara
lain terlibat/ melakukan teratur.
kegiatan, dan minum 3. Beri pujian jika klien
obat. menggunakanobat dengan benar.
4. Klien dapat 4. Anjurkan Klien memasukkan
dukungan keluarga dalamjadwal kegiatan harian
dalam mengontrol SP III:
halusinasinya.
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
5. Klien dapat minum obat
Klien.
dengan bantuan
minimal. 2. Latih Klien mengendalikan
6. Mengungkapkan halusinasi dengan cara bercakap-
halusinasi sudah cakap denganorang lain.
Hilang atau terkontrol 3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV:
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien.
2. Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah).
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalamjadwal kegiatan harian
2. Resiko periku TUM: SP I
kekerasan
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab, tanda &
keperawatan selama 3 x 24 gejala, PK yang dilakukan, akibat
jam klien mampu PK
mengontrol prilaku 2. Jelaskan cara mengontrol PK:
kekerasan dengan kriteria fisik, obat, verbal, spiritual
hasil: 3. Latihan cara mengontrol PK
secara fisik: tarik nafas dalam dan
TUK :
pukul kasur dan bantal
1. Klien mampu 4. Masukan pada jadwal kegiatan
mengidentifikasi untuk latihan fisik
penyebab dan
tanda perilaku SP II
kekerasan 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik.
menyebutkan Beri pujian
kekerasan jenis 2. Latih cara mengontrol PK dengan
perilaku yang pernah obat (jelaskan 6 benar: jenis,
dilakukan. guna, dosis, frekuensi, cara,
3. Menyebutkan akibat kontinuitas minum obat)
dari perilaku kekerasan 3. Masukkan pada jadual kegiatan
yangdilakukan untuk latihan fisik dan minum
4. Menyebutkan cara obat
mengontrol perilaku SP III
kekerasan. 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik &
5. Mengontrol obat. Beri puiian
kekerasannya 2. Latih cara mengontrol PK secara
dengan: verbal (3 cara, yaitu:
a. Fisik mengungkapkan, meminta,
b. Terapi menolak - dengan benar)
3. Masukkan pada jadual kegiatan
psikofarmaka/ untuk latihan fisik, minum obat
minum obat dan verbal.
teratur
c. Verbal SP IV
d. Spiritual
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik &
obat& verbal. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol spiritual
3. Masukkan pada jadual kegiatan
untuklatihan fisik, minum obat,
verbal dan spiritual

3.DdDefisit SP 1
Setelah dilakukan tindakan
perawatan 1. Identifikasi masalah perawatan
keperawatan selama 3 x 24
diri diri
jam klien mampu
2. Jelaskan keuntungan dan kerugian
melakukan kebersihan diri
kebersihan diri
dengan kriteria hasil:
3. Jelaskan cara dan alat kebersihan
TUK : diri
1. Mengetahui 4. Latih cara kebersihan diri
keuntungan dan 5. Masukkkan ke dalam jadwal
kerugian kebersihan diri kegiatan harian
SP 2
1. Evaluasi kegiatan sebelumnya
2. Klien dapat berlatih
2. Menjelaskan cara dan alat
cara kebersihan diri :
berdandan
mandi, keramas, gosok
3. Melatih cara berdandan
gigi dan potong kuku
4. Masukkan ke jadwal kegiatan
3. Klien mampu menjaga
harian
kebersihan diri dengan
SP 3
berdandan
1. Evaluasi jadwal kegiatan
4. Klien mampu
sebelumnya
mengaplikasikan
2. Menjelaskan cara dan alat makan
cara makan dan
serta minum
minum dengan
3. Melatih cara makan dan minum
baik
4. Masukkan dalam jadwal kegiatan
5. Klien mampu
harian
melakukan
BAB/BAK
SP 4
dengan benar
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
sebelumnya
2. Menjelaskan cara BAB/BAK
yang baik
3. Masukkan ke jadwal kegiatan
harian
N. Implementasi & Evaluasi
No Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
tanggal
1 Kamis, 6 Halusinasi S: S:
1. Mengidentifikasi jenis
Juni - Klien mengatakan sering
halusinasi Klien.
2024 mendengar suara bisikan
(11.00) 2. Mengidentifikasi isi - Klien mengatakan suara
halusinasi Klien. tersebut suka mengganggu
- Klien mengatakan suara
3. Mengidentifikasi
tersebut muncul waktu siang
waktu halusinasi Klien.
dan malam hari
4. Mengidentifikasi - Klien mengatakan suara
frekuensi halusinasi tersebut selalu muncul apalagi
Klien. ketika klien sedang termenung
- Klien mengatakan lupa cara
5. Mengidentifikasi
mengontrol halusinasi
situasi yang
dengan menghardik
menimbulkan
halusinasi.
O:
6. Mengidentifikasi - Klien tampak larut dalam
respons klien halusinasinya
terhadap halusinasi. - Klien tampak kooperatif saat
belajar cara mengontrol
7. Mengajarkan Klien
halusinasi dengan menghardik
menghardik halusinasi.
- Klien ingin memasukan pada
8. Menganjurkan Klien jadwal kegiatan jam tidur siang
memasukkan cara dan malam saja (13.00 dan
menghardik halusinasi 20.00 WIB)
dalam jadwal kegiatan
harian. A : SP 1 belum tercapai

P : Intervensi dilanjutkan tetap


SP 1: Menghardik
2 Kamis 06 Resiko SSS :
1. Mengidentifikasi
Juni perilaku - Klien mengatakan sulit
penyebab, tanda &
2024 kekerasan mengontrol emosinya
gejala, PK yang
(16:00) - Klien mengatakan jika hendak
dilakukan, akibat PK
marah jantungnya terasa
2. Menjelaskan cara
berdebar-debar
mengontrol PK: fisik,
- Klien mengatakan PK yang
obat, verbal, spiritual
pernah dilakukan adalah
3. Melatih cara
berkelahi dengan orang di pesta
mengontrol PK
- Klien mengatakan jika rasa
secara fisik: tarik
marah muncul klien rasanya
nafas dalam dan
pukul kasur dan ingin membanting semua
bantal barang
4. Memasukan pada - Klien mengatakan merasa lelah
jadwal kegiatan setelah melakukan latihan cara
untuk latihan fisik mengontrol PK secara fisik

O:
- Klien tampak gelisah dan
mondar mandir
- Klien tampak mudah
terpancing emosi saat
mengobrol
- Klien mampu mengikuti
latihan yang diberikan yaitu
latihan fisik: napas dalam dan
memukul bantal
- Klien ingin memasukkan
kegiatan pada jadwal yaitu jam
11.00 dan 15.00 wib

A : SP 1 tercapai

P : Intervensi dilanjutkan pada


SP ke-2

K Kamis 6 Defisit 1. Mengidentifikasi Ss S : Klien mengatakan kadang lupa


Juni perawatan penyebab memotong kuku
2024 diri kurangnya
(17.00) kebersihan diri ooO : Klien tampak memotong kuku
2. Jelaskan pasien mandi pagi, dan gosok
keuntungan dan gigi,penampilan tampak rapi
kerugian A; A : SP 1 tercapai
kebersihan diri
3. Menjelaskan alat P P : Intervensi dilanjutkan pada SP
dan cara 2
kebersihan diri
4. Masukkan ke
dalam jadwal
kegiatan harian
Ju Jumat 7 Halusinasi S:
1. Megevaluasi jadwal
Juni S:
kegiatan harian Klien.
2024 -Klien mengatakan suara
2. Memberikan bisikan masih ada muncul
pendidikan kesehatan sekali-kali
tentang penggunaan
obat secara teratur.
3. Mengajarkan kepada - Klien mengatakan sudah
klien prinsip 6 benar melakukan cara menghardik
obat saat halusinasi
4. Anjurkan Klien - Klien mengatakan obat yang
memasukkan dalam dia minum berwarna kuning,
jadwal kegiatan pink.
harian - Klien mengatakan obat yang
dia minum membuat dia
mengantuk
- Klien mengatakan tetap ingin
memasukan minum obat pada
jadwal kegiatan jam minum
obat saja (07.00 dan 19.00
WIB)

O:
- Klien sudah mengetahui cara
menghardik
- Klien tampak sudah
mengetahui obat-obat yang dia
minum
- Klien dapat mengulang rules
minum obat yang sudah
diajarkan meskipun disebutkan
secara acak

A : SP 2 tercapai

P : Intervensi dilanjutkan pada


SP 3: Bercakap-cakap

J Jumat , 7 Resiko S:
1. Mengevaluasi
Juni Perilaku -Klien mengatakan masih sulit
kegiatan latihan fisik.
2024 Kekerasan untuk mengontrol emosinya
Beri pujian
(11.00) - Klien mengatakan sudah
2. Latih cara
melakukan latihan secara fisik
mengontrol PK
sesuai jadwal
dengan obat (jelaskan
6 benar: jenis, guna,
O:
dosis, frekuensi, cara,
- Klien masih sering tampak
kontinuitas minum
gelisah dan mondar mandir
obat)
- Klien dapat mengulang
3. Memasukkan pada
kembali rules minum obat yang
jadual kegiatan
sudah diajarkan (6 benar)
untuklatihan fisik dan
walaupun secara acak
minum obat
- Klien ingin memasukan pada
jawab minum obat saja yaitu
07.00 dan 19.00 wib

A : SP 2 tercapai

P : Intervensi dilanjutkan pada


SP ke-3: secara verbal
Ju Jumat, 7 Defisit S : Klien mengatakan sudah tau
Juni perawatan 1. Mengevaluasi jadwal cara menjaga kebersihan
2024 ( diri kegiatan sebelumnya diri,klien sudah mampu bersisir
16.30 2. Menjelaskan cara alat rambut
WIB) berdandan dan berhias O : Klien tampak
3. Latih cara berdandan bersih,kukunya tidak panjang.
4. Masukkan ke jadwal klien tampak rapi,rambut pendek
kegiatan harian A : SP 2 Tercapai
P : Intervensi dilanjutkan SP 3

Sa Sabtu, 8 Halusinasi S:
1. Mengvaluasi jadwal
Juni S:
kegiatan harian Klien
2024 ( - Pasien mengatakan suara
(menghardik dan
10.00) bisikannya sudah mulai
minum obat )
berkurang, jarang muncul lagi
2. Latih Klien - Klien mengatakan sudah
mengendalikan menerapkan cara menghardik
halusinasidengan cara dan minum obat secara teratur
bercakap-cakap
denganorang lain. O:
3. Menganjurkan Klien - Klien mampu melakukan cara
memasukkan dalam mengontrol halusinasinya
jadwal kegiatan harian dengan bercakap-cakap
dengan perawat
- Klien tampak mencoba
bercakap-cakap dengan
temannya saat halusinasi
muncul

A : SP 3 tercapai

P : Intervensi dilanjutkan ke SP
4: melakukan kegiatan

Sa Sabtu, 8 Resiko S:
1. Mengevaluasi
Juni Perilaku S:
kegiatan latihan fisik
2024 ( Kekerasan - Klien mengatakan perasaanya
& obat. Beri puiian
13.00) sudah mulai tenang
2. Latih cara - Klien mengatakan sudah
mengontrol PK melakukan latihan secara fisik
secara verbal (3 cara, sesuai jadwal
yaitu: - Klien mengatakan minum obat
mengungkapkan, sesuai jadwal
meminta, menolak -
dengan benar) O:
3. Memasukkan pada - Klien masih sering tampak
jadual kegiatan untuk gelisah dan mondar mandir
latihan fisik, minum - Klien dapat mengulang
obat dan verbal kembali mengontrol halusinasi
dengan verbal
(mengungkapkan,
meminta,dan menolak dengan
baik)

A : SP 3 tercapai

P : Intervensi dilanjutkan pada


SP ke-4: spiritual
Sa Sabtu, 8 Defisit
Juni perawatan 1. mengevaluasi kegiatan S : Klien mengatakan sudah bisa
2024 ( diri sebelumnya makan dan minum yang baik
17.00) 2. mengajarkan klien dan benar.
cara makan dan O:
minum yang benar - klien mampu menyebutkan alat
3. memasukkan ke makan dan minum dengan benar
dalam jadwal kegiatan - klien sudah tampak pandai
harian minum dan makan yang benar
A : SP 3 Tercapai
P : Intervensi dilanjutkan sp 4

M Minggu, Halusinasi S: S:
1. Mengevaluasi jadwal
09 Juni - Pasien mengatakan suara
kegiatan harian Klien.
2024 bisikannya sudah mulai
(08.00) 2. Latih Klien berkurang, jarang muncul lagi
mengendalikan - Klien mengatakan sudah
halusinasidengan cara menerapkan cara menghardik
bercakap-cakap dan minum obat secara teratur
dengan orang lain.
3. Menganjurkan Klien O:
memasukkan dalam - Klien mampu melakukan cara
jadwal kegiatan harian mengontrol halusinasinya
dengan bercakap-cakap dengan
perawat
- Klien tampak mencoba
bercakap-cakap dengan
temannya saat halusinasi
muncul

A: SP 3 tercapai

P: Intervensi dilanjutkan ke SP 4:
melakukan kegiatan
M Minggu, Resiko S:
1. Mengevaluasi
09 Juni Perilaku - Klien mengatakan perasaanya
kegiatan latihan fisik
2024 Kekerasan sudah mulai tenang
& obat& verbal. Beri
(11.30) - Klien mengatakan sudah
pujian
melakukan latihan secara fisik
2. Latih cara sesuai jadwal
mengontrol spiritual
( dengan mengambil O:
wudu dan beristigfar) - Klien tampak kooperatif
- Klien memilih kegiatan
3. Masukkan pada
spiritual sholat dan berdoa
jadual kegiatan
- Klien tampak mampu
untuklatihan fisik,
melakukan cara mengontrol
minum obat, verbal
halusinasi dengan spiritual
dan spiritual
A : SP 4 tercapai

P : Intervensi dilanjutkan pada


SP ke-5

M Minggu, Defisit S : Klien mengatakan sudah bisa


09 Juni Perawatan 1. evaluasi jadwal BAB/BAK dengan baik
2024 ( Diri kegiatan sebelumnya O:
09.00 ) 2. Latih cara BAB/BAK -klien tampak sudah bisa
dengan benar BAB/BAK dengan baik
3. Masukkan ke dalam - klien mampu menjelaskan cara
jadwal kegiatan haria membersihkan diri dengan bak
n setelah BAB/BAK
A : SP 4 Tercapai
P : Intervensi dilanjutkan SP 5
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Berdarsarkan pengkajian yang telah dilakukan pada klien didapatkan klien
bernama Tn W berjenis kelamin laki-laki, usia 35 tahun diagnose medis skizofernia
paranoid. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Landra dan Anggelina (2022),
di RSJ Provinsi Bali bahwa laki-laki lebih sering mengalami skizofrenia
dibandingkan perempuan. Onset gangguan ini dialami oleh laki-laki berkisar usia 20-
25 tahun dan perempuan berkisar usia 30 tahun. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yuluci (2016) sebanyak 62,26% pasien skizofrenia berjenis kelamin
laki-laki-laki dan 37,74% berjenis kelamin perempuan. Laki-laki rentan terkena
skizofrenia dibandingkan perempuan dipengaruhi oleh beberapa faktor dapat
menjadi penyebabnya, diantaranya laki-laki lebih sering mengalami stress
dibandingkan dengan perempuan. Perempuan tidak rentan terkena skizofrenia karena
adanya hormon estrogen. Hormon ini menjadi faktor protektif bagi pasien skizofrenia
perempuan. Estrogen memiliki efek antipsikotika dan estrogen dapat melindungi
pasien skizofrenia perempuan dari kerusakan otak.

Keluhan utama pasien yaitu gelisah 2 minggu sebelum masuk rumah sakit,
pasien suka marah-marah, merusak rumah tetangga, halusinasi seperti mendengar
suara situasi perang dan melihat bayangan, bicara ngawur. Pasien juga bertengkar
dengan adik kandungnya. Pasien sebelumnya sering mabuk dan memakai NAPZA.
Saat emosi tidak terkontrol pasien dapat melakukan kekerasan fisik seperti meninju.
Menurut studi Epidemiological Catchment Area, 47% pasien skizofrenia memiliki
masalah serius dengan penggunaan narkoba atau alkohol selama hidup mereka
dibandingkan dengan 16% populasi umum. Gangguan penggunaan tembakau,
alkohol, ganja dan kokain umumnya terjadi pada pasien skizofrenia
(Khokar et al., 2018).

B. Diagnosa
Menurut standar diagnosa keperawatan Indonesia (SDKI), 2017 menjelaskan
bahwa diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau
respon individu, keluarga maupun komunitas pada masalah kesehatan, pada resiko
terjadinya masalah kesehatan atau pada proses kehidupan, sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu klien mencapai
kesehatan yang optimal. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan maka ditegakan
diagnosa yang sesuai dengan data mayor dan data minor berdasarkan SDKI (2017)
yaitu halusinasi, risiko perilaku kekerasan, dan deficit perawatan diri.

Berdasarkan data pengkajian pasien didiagnosa halusinasi berdasarkan


halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan. Pasien mendengar suara situasi
perang dimana yang berbicara tidak hanya satu melainkan banyak suara sehingga
pasien bingung harus mendengar yang mana. Dilain waktu pasien bias melihat
bayangan, bayangan yang besar yang tidak dapat pasien ucapkan pada orang lain.
Jika sudah tidak terkontrol pasien dapat marah-marah terlebih jika ia tidak dapat
mewujudkan yang ia mau. Pasien juga dapat melakukan tindakan kekerasan jika
sudah terlalu emosi dan terbawa suasana marah sehingga pasien saat ini berisiko pada
perilaku kekerasan.

C. Intervensi
Intervensi keperawatan atau perencanaan merupakan keputusan awal yang
memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk
bagaimana, kapan dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan.
Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk pasien, keluarga
dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2008). .Intervensi
keperawatan adalah segala pengobatan yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan 25 penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Intervensi
keperawatan atau rencana tindakan keperawatan berupa terapi modalitas
keperawatan, konseling, pendidikan kesehatan, perawatan mandiri dan ADL,
kolaborasi terapi somatis dan psikofaraka (Arisandy & Juniarti, 2020).

Strategi pelaksanaan untuk masalah keperawatan halusinaso terdiri dari SP 1- 4


diantaranya yaitu mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat halusinasi,
menjelaskan cara mengendalikan halusinasi dengan menghardik halusinasi itu yaitu
dengan melatih pasien untuk mengatakan, ”saya tidak mau dengar…, tidak mau
lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu
pasien mengenal halusinasi, Selanjutnya cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk
mengontrol halusinasi yaitu dengan menggunakan obat. Salah satu penyebab
munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf
(dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat
dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat
sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat
dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh untuk
menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.

cara selanjutnya yang bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi yaitu
berinteraksi dengan orang lain. Pasien dianjurkan meningkatkan keterampilan
hubungan sosialnya dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan
dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan
stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi
fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber halusinasinya.
Dan cara yang terakhir yaitu beraktivitas. Aktivitas secara teratur dengan menyusun
kegiatan harian. Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang
tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi
sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat.
Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-
betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah.

D. Implementasi
Implementasi yang dilakukan pada Tn. W pada Kamis, 6 Juni 2024, jam 15.00
adalah SP 1 meliputi mengindentifikasi halusinasi yang dialami pasien: isi,
frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon. Kemudian melatih klien
cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, pada saat latihan, pasien dapat
melakukan latihan menghardik dengan baik dan benar. Pada jam 16.00 tindakan yang
dilakukan pada Tn. W adalah SP 1 resiko perilaku kekerasan yaitu mengidentifikasi
penyebab dan tanda gejala perilaku kekerasan. Dan melatih Tn. W untuk latihan tarik
nafas dalam dan memukul bantal. Pada jam 17.00 tindakan yang dilakukan pada Tn.
S adalah SP 1 defisit perawatan diri yaitu tentang kebersihan diri pentingnya mandi
2x sehari.

Pada Jumat, 7 Juni 2024, jam 15.30 dilakukan implementasi SP ke 2 halusinasi


yaitu melatih cara mengontrol halusinasi dengan minum obat 6 benar (jenis, guna,
dosis, frekuensi, cara dan kontinuitas minum obat). Menjelaskan tentang obat
diminum lewat prinsip 6 benar, mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian
jika tidak minum obat, dan memasukkan pada jadwal kegiatan harian. Pada jam 16.30
perawat melakukan implementasi SP 2 resiko perilaku kekerasan : melatih dengan
cara dengan minum obat (menjelaskan tentang 6 benar : jenis, guna, dosis, frekwensi,
cara, kontinuitas minum obat.

Pada Sabtu, 8 Juni 2024, jam 09.30 perawat melakukan implementasi SP ke 3


halusinasi melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap saat
terjadi halusinasi. serta meminta pasien untuk memasukkan ke jadwal kegiatan
harian nya. Pada jam 11.30 penulis melakukan implementasi SP 3 resiko perilaku
kekerasan meliputi mengevaluasi kegiatan latihan tarik nafas dalam dan meminum
obat lalu berlatih cara mengontrol marah secara verbal (mengungkapkan, meminta,
menolak dengan benar).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses asuhan keperawatan dengan cara
mengidentifikasi respon klien dan mengidentifikasi tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Sehingga dengan dilakukannya evaluasi penulis mengetahui
apakah implementasi yang sudah dilakukan dapat membantu mengatasi masalah
klien atau tidak dan apabila masalah tidak teratasi penulis dapat memberikan rencana
tindak lanjut yang dapat dilakukan klien secara mandiri dirumah.

Evaluasi pertama pada Tn W dengan diagnosa halusinasi, Pasien mengatakan


senang setelah berlatih cara mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik.
Pasien dapat menjelaskan isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, dan
responnya terhadap halusinasi. Kemudian dilanjutkan dengan melatih cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 dan 2 (tarik nafas dalam dan pukul
bantal kasur). Pasien dapat mengenali perilaku kekerasan yang dialaminya dan dapat
melakukan latihan fisik 1 dan 2: tarik nafas dalam dan pukul bantal kasur.

Pada hari Jumat Tn W dengan diagnosa halusinasi, Pasien dapat memperagakan


kembali cara menghardik. Dan melanjut latihan cara mengontrol halusinasi dengan
minum obat. Pasien dapat mengulangi prinsip 6 benar obat dengan baik, namun
dengan bantuan dan arahan dari perawat. Diagnose ke 2 Dengan diagnosa resiko
perilaku kekerasan yaitu pasien mengatakan sudah berlatih cara meminium obat
dengan prinsip 6 benar dan pasien sudah tahu obat yang diminum apa saja. Maka
dilanjutkan SP 3, yaitu berlatih secara verbal (meminta, megungapkan dan menolak
dengan benar).

Pada hari sabtu, Tn W diagnosa halusinasi pasien mengatakan senang setelah


mengetahui cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap. Pasienmengatakan
tidak mendapat gangguan halusinasi lagi semalam. Pasien mengatakan minum obat.
Pada diagnosa resiko perilaku kekerasan, pasien mengatakan sudah mampu
melakukan cara mengontrol mengatakan sudah mampu melakukan cara mengontrol
marah dengan tarik napas dalam dan pukul bantal/kasur. Pasien mengatakan senang
setelah belajar tentang mengontrol PK secara verbal. Saat ini pasien lebih bias
mengendalikan emosi daripada sebelumnya.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan jiwa pada Tn.W dengan


gangguan persepsi sensori halusinasi di Wisma Nuri RSJ Prof. HB Saanin
Padang maka simpulan yang diperoleh, yaitu:
1. Hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn.W diperoleh data bahwa pasien
tampak sering melamun, tampak bingung, Tn. W juga mengatakan kadang
mendengar suara bisikan dan melihat bayangan. Tn. W juga mengatakan
gampang terpancing emosi dan mengajak orang bertengkar. Saat ini
pasien mengakui perbuatanya salah karena saat itu dalam kondisi tidak
sepenuhnya sadar. Pasien juga tampak sering menyendiri, sering
menundukkan kepala saat berinteraksi serta kurang semangat dalam
melakukan aktivitas dan kegiatan di rumah sakit sepertisaat senam pagi,
penyuluhan, TAK. Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang.
2. Diagnosa keperawatan prioritas yang muncul pada Tn.W adalah
gangguan persepsi sensori halusinasi.
3. Intervensi keperawatan atau perencanaan tindakan yang disusun
menggunakan menggunakan strategi pelaksanaan (SP) yang meliputi 4 SP
pasien.
4. Implementasi keperawatan atau tindakan yang dilakukan untuk Tn.W
sesuai dengan yang sudah direncanakan yaitu menggunakan strategi
pelaksanaan yang meliputi mengidentifikasi halusinasi dan latihan cara
mengontrol halusinasi dengan menghardik (SP 1), latihan cara
mengontrol halusinasi dengan minum obat (SP 2), latihan cara mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap (SP 3), latihan cara mengontrol
halusinasi dengan melakukan kegiatan harian (SP 4).
5. Evaluasi hasil asuhan keperawatan pada Tn.W adalah pasien sudah
mampu melaksanakan 4 SP yang diberikan secara mandiri dan sudah
mampu melakukannyasesuai dengan jadwal kegiatan harian pasien dalam
kegiatan sehari-hari.

B. Saran
1. Penulis

Setelah melakukan tindakan keperawatan diharapkan penulis mampu


meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam merawat pasien
dengan gangguan persepsi sensori halusinasi di masa yang akan datang.
2. Pasien dan keluarga

Pasien mampu terbebas dari masalah gangguan persepsi sensori halusinasi.


Kemudianbagi keluarga diharapkan mampu merawat pasien dengan baik
serta memberikan dukungan positif serta motivasi bagi pasien sehingga
pasien merasa lebih aman dan nyaman.
3. Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan, khususnya perawat


diharapkan mampu melakukan perawatan yang sesuai dengan program
terapi serta memberikan asuhan keperawatan terapeutik pada pasien
dengan gangguan persepsi sensori halusinasi.
4. Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan diharapkan mampu meningkatkan keilmuan dan


kajian dalam asuhan keperawatan jiwa, termasuk RSJ Prof. HB Saaniin
Padang sebagai lahan praktik bagi mahasiswa dalam keperawatan
kesehatan jiwa
DAFTAR PUSTAKA

Anjani, E. N., Reknoningsih, W., & Soleman, S. R. (2023). Penerapan Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK) Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Pendengaran pada
Pasien Skizofernia di RSJD Dr. RM Soedjarwadi Klaten. Jurnal Ventilator,
1(3), 99-107.

Azizah, L. M., Imam, Z., & Amar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa: Teoridan Aplikasi Praktik Klinik. Indomedia Pustaka: Yogyakarta.

Cahayatiningsih, Dita . 2023. Studi Kasus Implementasi Bercakap-Cakap Pada Pasien


HalusinasiPendengaran. Volume 5 Nomor 2, Mei 2023 e-ISSN 2715-6885; p-
ISSN 2714-9757 http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP

Carpenito. L.J. (2003). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1,
Jakarta: EGC.

Handayani, dkk. (2020). Modul Praktikum Keperawatan Jiwa. Penerbit Adab:


Indramayu

Heryanto, Adi Nugroho. (2021). Perawatan Halusinasi, Dukungan Keluarga Dan


Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi:
Literature Review.
htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id

Keliat, Budi Anna., & Akemat. (2014). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.

Latifah, L. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Perawat Dalam


Pemberian ObatPada Pasien Halusinasi. Jurnal'Aisyiyah Medika, 4.

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi).


Yogyakarta:Andi Publishing.

Nurhalimah. (2016). Modul Bahan Ajar Keperawatan: Keperawatan


Jiwa. Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Sarfika, Rika, dkk. (2016). Buku Panduan Praktik Profesi Peminatan Keperawatan
Jiwa.

Padang: Fakultas Keperawatan, Universitas Andalas.

Sari, I. (2022). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kesembuhan Pasien Gangguan


Halusinasi: Literature Review. Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
(MPPKI), 5(12), 1506-1512.

Sri, Devi Setyani. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien
Halusinasi Pendengaran Terintegrasi Dengan Keluarga Di Wilayah Kerja
Puskesmas Juanda Samarinda.Hal 15-19

Stuart, W. Gail., & Sundeen. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier

Susilaningsih, I., Nisa, A. A., & Astia, N. K. (2019). Penerapan Strategi Pelaksanaan:
Teknik Menghardik Pada Ny. T Dengan Masalah Halusinasi Pendengaran.
Jurnal Keperawatan Karya Bhakti, 5(2), 1-6.

Sutejo. (2018). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa:
Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Tim Pokja PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi
dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.

Yusuf, A.H., Rizky., Fitryasari PK., dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai