Sejarah Gks-Iii
Sejarah Gks-Iii
Sejarah Gks-Iii
Bab 5
PERJUMPAAN INJIL PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG DAN PERSIAPAN
MENUJU PEMBENTUKAN GKS: 1942-1947
Bab 6
PERJUMPAAN INJIL PADA MASA GKS BERDIRI SENDIRI: 1947-1990
Pada periode ini para pekerja pribumi berperan sebagai penanggung jawab, penentu
kebijakan dan pelaksana kegiatan pekabaran Injil kepada sukunya sendiri. Meskipun
demikian, para pendeta utusan tidak diabaikan begitu saja, melainkan mereka
diposisikan sebagai penasihat GKS yang juga berpengaruh dalam setiap pengambilan
keputusan dan kebijakan.
“Kristus sendiri yang mengutus dan tiap-tiap orang Kristen diutus untuk
memberitakan Injil kepada orang yang belum mengenal Kristus. Pekabaran Injil
itu pertama-tama ditujukan kepada keluarga sendiri. Tujuan pekabaran Injil
adalah supaya semua orang memuliakan dan menghormati akan Allah”
2
Selain dari sekolah YAPMAS, pada tahun yang sama, ada 112 buah sekolah pemerintah, 73 buah sekolah Gereja Katolik
Roma, 11 buah sekolah Islam dan 5 buah sekolah Gereja-gereja Bebas Sumba Timur.
4
Di bidang Sosial, GKS membuka Pusat Latihan Petani Kristen (PLPK) di Lewa. Lewat
wadah ini para pemuda Kristen dilatih untuk bertani secara modern. Kemudian
PLPK ditutup dan dialihkan fungsinya menjadi pendidikan formal yaitu Sekolah
Pertanian Pembangunan “Lindi Watu” di Lewa. GKS juga membuka sebuah bengkel
untuk memproduksi berbagai peralatan pertanian yang disebarkan kepada para
petani di seluruh Sumba. Sekarang GKS memiliki sebuah usaha dalam bidang
sosial kemasyarakatn yaitu Proyek Pelayanan Masyarakat (PROPELMAS) di
Lawonda Sumba Barat. Proyek ini menyelenggarakan usaha yang terpadu dalam
bidang kesehatan, gizi, pertanian dan peternakan.
I. Hasil Perjumpaan
Walaupun pada awalnya terjadi penolakan dari orang Sumba terhadap Injil, namun
melalui suatu proses yang panjang, maka orang Sumba pada akhirnya menerima
Injil. Hasil perjumpaan itu adalah adanya orang Sumba Marapu yang bertobat, GKS
lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Sumba sebagaimana yang ada
sekarang.
Pada akhir tulisan ini, Wellem menyampaikan bahwa pejumpaan itu belum
selesai karena ia berada dalam ruang dan waktu. Wellem mengutip pandangan
Jongeneel bahwa “orang Kristen Sumba yang baru keluar dari kepercayaan Marapu
masih dalam perjalanan dari ‘kafir’ menjadi Kristen dengan menempuh jalan yang
kosmis kepada yang historis, dari yang berorientasi kepada masa lampau ke masa
depan, dari yang tertutup ke yang terbuka, dari yang statis ke yang dinamis, dari
6
yang jasmani ke yang rohani, dari yang ritual ke yang etis dan dari yang hukumiah
ke yang Injili”.