Pemeriksaan Laboratorium Demam Tifoid (Serologi) : Wiwik Purwanti, S.Si., M.Imun

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 32

1

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DEMAM TIFOID (SEROLOGI)

Wiwik Purwanti, S.Si., M.Imun

WEBINAR I 15 OKTOBER 2024


Diagnosis demam tifoid :
2

• Gejala klinik – demam terutama sore hari, sakit kepala, mual, anoreksia
• Sulit dibedakan demam lain ; Dengue (DBD), malaria
• Pada anak – gejala tidak khas, diare, obstipasi
 Gambaran klinis peny. sangat bervariasi & tidak khas Sulit
ditegakkan

Perlu pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan Laboratorium Demam Tifoid

1. Pemeriksaan Darah Rutin

2. Isolasi (kultur)

3. Serologi (antibodi)

Molekuler : Polymerase Chain Reaction (PCR)


Pemeriksaan Laboratorium (SEROLOGI))
• Cara klasik
1. Uji Widal Lempeng (Slide Agglutination Test/SAT)
2. Uji Tabung (Tube Agglutination Test/TAT)
• Cara Stokes
• Uji Widal dengan Microtiter Plate U

1. Uji Widal

2. Tes S. typhi IgM (Tubex-TF)

3. Metode enzyme immunoassay (EIA)

4. Metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)


Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah tepi  dugaan kuat diagnosis tifoid apabila terdapat lekopenia
dan limfositosis relatif
 Pemeriksaan bakteriologis dg isolasi dan biakan kuman  Gold standard, tapi perlu
waktu yang lama
• Biakan kuman (Baku emas)
• Kultur yg digunakan pd pem S. typhi yaitu : Kultur darah, Kultur aspirasi sumsum tulang, kultur
feses, kultur urin
 Pemeriksaan serologis  salah satu pemeriksaan yg mudah, cepat dan sederhana
 Pemeriksaan secara molekuler PCR (Polymerase Chain Reaction)

 mempunyai banyak kendala sehingga sulit u dilakukan


Pemeriksaan laboratorium
6

Biakan kuman (Baku emas)


 Biakan kuman isolasi/kultur S. typhi –bahan darah, urin, feses, sumsum tulang
(Diagn. pasti )
 Biakan (+) – memastikan demam tifoid

 Biakan (-) – tidak menyingkirkan demam tifoid

• Rendahnya biakan darah positif :


- Pemberian antimikroba • Perlu fasilitas lab mikrobiologi
- Waktu pengambilan darah • Perlu waktu 4 – 6 hari untuk mendapatkan hasil
- Volume darah tidak memadai • Hanya positif pada 40 – 70 % kasus
- Perbandingan vol darah dg media • Perlu pemeriksaan alternatif yang cepat dan
mudah dilakukan – serologi
- Darah membeku
1. Pemeriksaan Widal

 Prinsip : Reaksi antibodi agglutinin (serum penderita ) dg pengenceran berbeda-beda


terhadap antigen somatik (O) & flagela (H)  aglutinasi.
 Interpretasi  pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan
titer antibodi dalam serum

 Kelemahan uji Widal :

 Sensitivitas & spesifisitas rendah

 Belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point)

 Terjadinya hasil negatif dan positif palsu


Uji Widal
8

• Deteksi antibodi terhadap Salmonella typhi


• Prinsip dasar : suatu uji aglutinasi yg memakai
sbg antigen, suspensi kuman (tak larut) yg
direaksikan dg antibodi spesifik thd kuman tsb
yg ada di dlm serum penderita.
• Prinsip pemeriksaan  reaksi aglutinasi Prinsip Reaksi Aglutinasi
antara antigen O dan H kuman S. typhi dgn
antibodi yg disebut aglutinin
• Antigen O dan H kuman S. typhi akan
merangsang tubuh penderita membentuk
aglutinin yg akan ditentukan titernya
Penentuan titer kuantitatif

 Dengan menggunakan mikropipet teteskan pada lingkaran di slide/


porselin berturut – turut 80 µl, 40 µl, 20 µl 10 µl dan 5 µl
serum/plasma
 Tambah satu tetes suspensi antigen yg sebelumnya telah dihomogenk
 Campur dan diaduk merata keseluruh lingkaran dg pengaduk selama
beberapa detik kemudian slide digoyangkan.
 Baca hasilnya dalam waktu 1 menit.
80 µl 1 : 20
40 µl 1 : 40
20 µl 1 : 80
10 µl 1 : 160
5 µl 1 : 320

 Titer antibodi dilaporkan sesuai dgn pengenceran tertinggi yang


masih menunjukkan aglutinasi
 Setelah penambahan tetes antigen sesuai pengenceran sebanyak
20,40,80,160 dan 320 kali.
Hasil Pengamatan Widal Slide
11
12

Inkubasi selama:
1) Untuk typhi “O” pada suhu 50˚C selama 4 jam.
2) Untuk typhi “H” pada suhu 50˚C selama 2 jam
Penilaian Hasil :
• Tabung kontrol (+) : larutan garam fisiologis +
serum kontrol pos + suspensi antigen ↔ Terjadi Aglutinasi
/gumpalan Pasir Biru atau Awan Merah
• Tabung kontrol (-) : larutan garam fisiologis +
suspensi antigen ↔ Tidak Terjadi Aglutinasi Pasir Biru (O)
atau Awan Merah (H)
Cara Menentukan Titer Antibodi
Uji Widal
15

• Pembentukan aglutinin
- Mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,
- Meningkat secara progresif  mencapai puncak pada minggu ke 4
- Tetap tinggi selama beberapa minggu
• Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti aglutinin H
• Bila sudah sembuh :
- Aglutinin O menetap 4 – 6 bulan
- Aglutinin H menetap 9 bulan – 2 tahun
• Tingginya titer aglutinin tidak mempengaruhi resistensi terhadap penyakit dan angka relaps
• Karena reaksi aglutinin O dan H dengan antigen O dan H dari kuman terjadi pada bagian
luar membran sel kuman
• Uji Widal tidak dapat digunakan untuk menentukan kesembuhan penyakit
Hal-hal yang mempengaruhi hasil uji widal
16

 Uji widal 1x  blm dpt disimpulkn kecuali titer


 Vaksinasi
 Antibiotik
 Febris
 Narkotik ( + palsu)
 Obat imunosupresif (Dpt menekan produksi aglutinin)
 Gammaglobulinemia dan keganasan (- palsu)
 Infeksi campuran dg kuman lain (dpt menekan pbentukn aglutinin dan
mberikan hsl - palsu)
Kelemahan uji widal
17

 Antigen (Strain S.typhi yg bukan berasal dr daerah endemis, mgkn tjd reaksi
silang dgn spesies salmonella lain (S.enteridis  + palsu)
 Kekeruhan suspensi antigen yg kurang tepat  fenomena prozone maupun
postzone
 Kadar aglutinin dalam serum amat tinggi prozone
 Cara pembacaan hasil subjektif
Tes widal positif palsu dapat terjadi pada :
18

 Imunisasi
 Reaksi silang dengan Salmonella non tifoid
Bbrp jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi A, B, C)
memiliki antigen O dan H juga, shg menimbulkan reaksi silang dgn jenis
bakteri lainnya, dan bisa menimbulkan hasil positif palsu (false positive).
Sebenarnya yg positif kuman non S. typhi (bukan tifoid).
 Terlalu lama dlm pembacaan
 Bbrp penyakit lainnya : Infeksi malaria, tetanus, sirosis, dengue atau
infeksi enterobacteriaceae lain
FALSE POSITIF FALSE NEGATIF
19

 Reagen tdk stabil  Carrier tifoid


 Reagen tdk di campur baik  Jumlah bakteri hanya sedikit
 Pembacaan lebih dari 1 menit sehingga tidak cukup memicu
 Pemipetan, tidak dicampur baik produksi antibody pada host.
 Pasien sudah mendapatkan
terapi antibiotika sebelumnya
Tafsir Dianogstik Demam Tifoid
20

 Standar pembacaan tes ini bervariasi di berbagai wilayah, tergantung


tingkat endemis di wilayah tersebut.
 Di Indonesia baru dianggap positif bila hasil tes + titer antibodi ≥1/160
 Diagnosis tipus dpt dipastikan melalui tes Widal ulang yg dilakukan 5–7 hari
setelah tes pertama. Pasien dinyatakan positif menderita tipus bila terjadi
peningkatan titer 4 kali lipat dibandingkan dgn tes pertama.

Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :


1. Titer O yang tinggi atau kenaikan titer O ( 1: 160) adanya infeksi aktif
2. Titer H yang tinggi ( 1:160) penderita pernah divaksinasi atau pernah terkena infeksi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tes widal :
21

 Kualitas sampel darah atau antigen yg digunakan, cara pemeriksaan dan


pembacaan hasil tes.
 Hasil positif pada tes Widal meski tidak memiliki gejala tipus. Hal ini bisa
terjadi bila pasien adalah pembawa (carrier) bakteri penyebab tifus dan
memiliki daya tahan tubuh baik, sehingga tidak sakit.
 Orang yg belum lama sembuh dari tifus (hasil positif) krn antibodi thd
bakteri Salmonella bisa tetap berada di dlm tubuh hingga 2 tahun lamanya.
 Hasil Widal negatif jg belum tentu menandakan seseorang tdk menderita tifus.
Kondisi ini bisa saja tjd akibat gizi buruk, konsumsi obat-obatan jangka
panjang atau menderita peny tertentu yg menurunkan daya tahan tubuh.
Pemeriksaan Tubex

 Prinsip : mendeteksi antibodi pada penderita


 Tes tubex  tes diagnostic in vitro semi kuantitatif 10 menit untuk deteksi Demam
Tifoid akut yang disebabkan oleh S. typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum
antibodi lgM dg partikel yg berwarna untuk meningkatkan sensitivitas.

 Pembacaan hasil didasarkan warna akibat ikatan antigen & antibodi 


disamakan dg warna pada magnet khusus
 Sangat akurat untuk diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi
igM dan tidak mendeteksi antibodi igG.
 Menurut Lim P et. al, metode lnhibition Magnetic Binding lmmunoassay (lMBI) memungkinkan
pengoperasian semudah Widal serta secanggih ELISA dengan sensitifitas dan spesifisitas >
95% mendeteksi Salmonella typhi dan dirancang sangat cocok baik untuk penggunaan bed-
side maupun rutin laboratorium diagnosa demam tifoid.
• Mendeteksi spesifik adanya serum antibodi IgM terhadap antigen S.typhi 09
lipopolisakarida (LPS-O9)
• Dilakukan pada pasien  gejala klinis demam hari ke 4- 5 untuk infeksi
primer dan demam hari ke 2- 3 untuk infeksi sekunder
• Berdasarkan prinsip deteksi antibodi IgM spesifik S.typhi dalam serum
dengan cara Inhibition Magnetic Binding Immunoassay (IMBI) dengan
menggunakan V-shape Reaction Wells

Kelemahan :
 Sulit interpretasi hasil (sampel hemolisis)

 Positif palsu :

- Seseorang sudah pernah terinfeksi Salmonella enteritidis


- tetapi antibiotik yang tidak tepat.
24
25
Interpretasi Hasil
26

Skala Interpretasi Keterangan

<2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid


Pengukuran tidak dapat disimpulkan.
3 Borderline Lakukan pengambilan darah ulang 3-5 hari
kemudian
4-5 Positif Indikasi demam tifoid
>6 Positif Indikasi kuat infeksi demam tifoid
Dot Enzyme Immunosorbent Assay (Dot EIA)

Penelitian OMP kuman S. typhi spesifik didapatkan pd serum pasien demam tifoid.
Outer Membran Protein (OMP) :
 Protein alamiah terletak pada membran luar kuman Salmonella
 Bukan merupakan antigen Vi (antigen kapsul), H (flagela) atau O (dinding sel/lipopolisakarida)

 Protein spesifik yang hanya dimiliki oleh kuman S. typhi

 Keuntungan :
 Sensitivitas & spesifisitas tinggi
 Reaksi silang dengan penyakit demam lain sedikit
 murah (menggunakan Ag & membran nitroselulosa sedikit)
 tidak menggunakan alat khusus shg dapat digunakan luas di fasilitas kesehatan yang
belum tersedia biakan kuman.
 Ag tetap stabil selama 6 bulan (pada suhu 40C )
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
28

 Pengujian S typhi dg metode enzyme-linked


immunosorbent assay (ELISA) dpt menunjukkan
tingkat kelas imunoglobulin IgM anti-LPS (anti-
Lipopolysakarida). S. typhi lebih tinggi pada tifoid
pasien dibandingkan pada kelompok non typhoid dg
gejala demam yg sama.
 Uji ELISA ini jauh lebih sensitif dan spesifik dari uji
Widal u diagnosis serologi demam tifoid.
29
Molekuler : Polymerase Chain Reaction (PCR)
30

 Target  patogen itu sendiri sehingga bermanfaat u deteksi awal penyakit.


 Memiliki spesifitas yang tinggi namun kurang sensitif.
 Mendeteksi Salmonella typhi bila jumlah bakteri <500 bakteri/ml.
 PCR untuk identifikasi S. typhi ini tersedia di bbrp negara namun
penggunaannya masih terbatas untuk penelitian krn harganya cukup mahal
 Diperlukan kehati-hatian dlm menginterpretasi hasil pemeriksaan teknik
molekular termasuk PCR terutama di daerah dg endemisitas demam tifoid yg
tinggi seperti di Indonesia.
Keterbatasan metode diagnostik yg ada
Metode Keterbatasan Referensi

Kultur S.typhi • Butuh waktu lama Lim PL


• Tidak selalu berhasil (sensitivitas rendah)

Widal • Tidak reliable di area endemis Lim PL


• Variasi hasil antar-lab
• False positif pada enterobacter, WHO
malaria, kuman lain, cirrhosis.

ELISA Multi step & peralatan yg mahal Lim PL

DNA Probe Cut-off 500 kuman/mL (Non-sensitif) Loho T

PCR Rawan kontaminasi & alat mahal Prihatini

TUBEX Sulit interpretasi hasil (sampel hemolisis)


Positif palsu :
- Seseorang sudah pernah terinfeksi Salmonella enteritidis. Terapi antibiotik

Anda mungkin juga menyukai