Makalah Kelompok 10 Bimbingan Dan Konseling

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING (BK)

“Menganalisis Kode Etik Guru dan BK”

Dosen pengampu:
Gusni Dian Sari S.Pd, M.Pd

Disusun oleh kelompok 10:


1. Demara fitri (23129017)
2. Lailam Mardiatun Ahda Sabila (23129046)
3. Tita Septiani Putri (23086395)
4. Suci Rahmatul hafiza (23086262)

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat Rahmat
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Menganalisis Kode Etik Guru
dan BK”

Kami selaku penyusun makalah ini menyampaikan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang membantu kami dalam kelancaran pembuatan makalah ini baik berupa dorongan
moral maupun materi. Semoga makalah ini dapat berguna baik untuk diri kami, teman-
teman, dan semua yang membaca makalah ini.

Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami selaku penyusun mohon
maaf atas kekurangan dalam makalah ini. Kami berharap pembaca dapat memberikan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kiranya makalah ini dapat bermanfaat
dan dapat memenuhi tugas yang diberikan. Terima kasih.

Padang, 20 November 2024

Kelompok 10

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar belakang.............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
C. Tujuan..........................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
A. Pengertian Kode Etik...................................................................................................6
B. Ruang Lingkup Kode Etik Guru..................................................................................7
C. Ruang Lingkup Kode Etik BK..................................................................................11
D. Sanksi Kode Etik.......................................................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................17
PENUTUP................................................................................................................................17
A. Kesimpulan................................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun bangsa yang maju dan
beradab. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas para pendidik, baik guru
maupun konselor. Guru dan konselor memiliki peran penting dalam membentuk
karakter, pengetahuan, dan keterampilan siswa sehingga mereka dapat menjadi
generasi penerus yang unggul dan bertanggung jawab.

Namun, dalam menjalankan tugasnya, guru dan konselor seringkali


dihadapkan pada berbagai tantangan dan dilema etika. Hal ini disebabkan oleh
kompleksitas hubungan antara guru dan siswa, serta tuntutan profesionalitas yang
tinggi. Tanpa pedoman yang jelas, guru dan konselor dapat terjerumus dalam
tindakan yang tidak etis, yang berdampak negatif bagi siswa dan citra profesi
pendidikan.

Kode etik menjadi pedoman penting bagi para profesional dalam bidang
pendidikan. Kode etik menetapkan norma-norma dan aturan perilaku yang harus
dipatuhi oleh guru dan konselor dalam menjalankan tugasnya. Kode etik ini bertujuan
untuk menjaga integritas dan martabat profesi, melindungi masyarakat dari tindakan
yang merugikan, dan meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, penting
untuk memahami dan menerapkan kode etik dalam bidang pendidikan. Dengan
memahami kode etik, guru dan konselor dapat menjalankan tugasnya dengan
profesional dan bertanggung jawab, sehingga dapat memberikan layanan pendidikan
yang berkualitas dan berdampak positif bagi siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Mampu menjelaskan apa itu kode etik
2. Mampu menjelaskan ruang lingkup kode etik guru
3. Mampu menjelaskan ruang lingkup kode etik BK
4. Mampu menjelaskan Sanksi kode eti

C. Tujuan
1.Apa yang di maksud kode etik?
2.Bagaimana ruang lingkup kode etik guru?

4
3.Bagaimana ruang lingkup kode etik BK?
4.Apa contoh sanksi dari kode etik?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik


Kode etik (ethical cade), adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku
seseorang yang berada pada lingkungan tertentu. (Ali Imron, 2012). Etika menurut
etimologi berasal dari bahasa latin "ethic" yang mempunyai arti kebiasaan. (M.
Solihin, dkk, 2003).

Menurut Adi Negoro dalam bukunya Ensiklopedi Umum sebagaimana yang


dikutip oleh Sudarno, dkk, mengemukakan: Etika berasal dari kata Eticha yang berarti
ilmu kesopanan, ilmu kesusilaan, dan kata Ethica (etika, ethos, adat, budi pekerti,
kemanusiaan). (Sudarno, dkk. 1989).

Menurut Hendiyat Soctopo, "Etik diartikan sebagai tata-susila (etika) atau hal-
hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan"
(Hendiyat Soetopo, dkk. 1988)

William Lillie, mendefinisikan "Ethics as the normative science of conduct of


human being living in societies a science which judges this conduct to be right or
wrong, to be good or bad, or in some similar way." (William Lillie. 1996). Maksud
dari pengertian di atas bahwa etik adalah ilmu pengetahuan tentang norma aturan ilmu
pengetahuan tentang tingkah laku kehidupan manusia dalam masyarakat, yang mana
ilmu pengetahuan tersebut menentukan tingkah laku itu benar atau salah, baik atau
buruk atau sesuatu yang semacamnya.

Menurut arti lain kode etik adalah adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbutan yang secara
layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. (Rosyad, 2004)

Kode Etik dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dalam kaitannya dengan pendidikan, kode
etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar bagi pendidik untuk
mengatur arah pendidikan terutama di dalam madrasah. Suatu kode etik

5
menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam
standart perilaku pendidik dan peserta didik.

Menurut Abkin (2006:94) kode etik merupakan suatu aturan yang melindungi
profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah ketidaksepakatan internal dalam
suatu profesi, dan melindungi atau mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku
malpraktik.

Sunaryo Kartadinata (2011:15) menjelaskan bahwa penegakan dan penerapan


kode etik bertujuan untuk:

1) Menjunjung tinggi martabat profesi;


2) Melindungi masyarakat dari perbuatan malpraktik;
3) Meningkatkan mutu profesi;
4) Menjaga standar mutu dan status profesi, dan
5) Penegakan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya.

Kode etik adalah sistem norma atau aturan yang tertulis secara jelas dan tegas
serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang
salah dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling adalah ketentuan-ketentuan atau


peraturan- peraturan yang harus di taati oleh siapa saja yang ingin berkecimpung
dalam bidang bimbingan dan konseling.

Kode etik dalam bimbingan dan konseling ini dimaksudkan agar bimbingan
dan konseling tetap berjalan dalam keadaan baik dan diharapkan akan menjadi
semakin baik kedepannya. Kode etik mengandung ketentuan-ketentuan yang tidak
boleh dilanggar atau diabaikan baik oleh klien maupun konselor.

B. Ruang Lingkup Kode Etik Guru


Kode Etik Guru diartikan sebagai Aturan tata-susila keguruan. Maksudnya
aturan- aturan tentang keguruan (yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru) dilihat
dari segi susila. Kata susila adalah hal yang berkaitan dengan baik dan tidak baik
menurut ketentuan-ketentuan umum yang berlaku. Dalam hal ini kesusilaan diartikan
sebagai kesopanan, sopan-santun dan keadaban. (Hendiyat Soetopo.dkk. 1988).\

6
dapun lingkup isi kode etik guru atau tugas guru dengan guru di indonesia
pada garis besarnya mencangkup dua hal yaitu preambul sebagai pernyataan prinsip
dasar pandangan terhadap posisi, tugas, dan tanggung jawab guru, dan pertanyaan
pertanyaan, rujukan teknis operasional yang termuat dalam Sembilan batang
tubuhnya. Kesembilan. butir itu memuat hubungan guru atau tugas guru dengan:

1. Pembentukan peserta didik


2. Kejujuran professional
3. Kejujuran dalam memperoleh dan menyimpan informasi tentang peserta didik.
4. Pembinaan kehidupan sekolah
5. Orang tua murid dan masyarakat
6. Pengembangan dan peningkatan kualitas diri
7. Sesama guru dalam (hubungan kesejawatan)
8. Organisasi profesit
9. Pemerintah dan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan

Rumusan selengkapnya kode etik guru Indonesia, adalah sebagai berikut:

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia


Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengambangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

Hakikat Kode Etik Guru

7
Guru adalah suatu komponen dalam sistem pendidikan yang sangat
mempengaruhi hasil pendidikan. Hubungan guru dan murid adalah hubungan
kewibawaan. Maksudnya, bukan menimbulkan rasa takut pada murid dalam arti
murid harus patuh, akan tetapi menumbuhkan kesadaran pribadi untuk belajar.

Hubungan Guru dengan murid yang demikian adalah hubungan yang saling
mempercayai. Guru percaya kepada murid bahwa merekatidak akan berbuat yang
tidak sesuai keinginan guru,sedangkan murid menghargai kewibawaan guru.

Pada dasarnya guru adalah tenaga profesional di bidang kependidikan yang


memiliki tugas mengajar, mendidik, dan membimbing, anak didik agar menjadi
manusia yang berpribadi (pancasila). Dengan demikian guru memilki kedudukan yang
sangat penting dan tanggung jawabyang sangat besar dalam menangani berhasil atau
tidaknya program pendidikan. Kalau boleh dikatakan sedikit secara ideal, baik atas
buruknya suatu bangsa di masa mendatang banyak terletak di tangan guru.

Sehubungan dengan itu guru sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman


atau etik guru agar terhindar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi
pedoman baginya untuk tetap professional (sesuai dengan tuntunan dan pesyaratan
profesi).

Kongres PGRI XIII

Hasil Kongres PGRI XIII pada tanggal 21-25 November 1973 di Jakarta, kode
etik guru merupakan aturan-aturan tentang keguruan yang menyangkut pekerjaan-
pekerjaan guru dilihat dari segi asusila. Isi sari kode etik guru hasil dari kongres PGRI
XIII pada 21-25 November 1973 di Jakarta, adalah sebagai berikut:

1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membangun manusia


pembangunan yang ber-Pancasila.
2. Guru harus mampu mengabdikan dirinya secara iklas menuntun dan
membawa anak didik seutuhnya, baik jasmani maupun rohani, fisik maupun
mental agar menjadi insan pembangunan yang melaksanakan berbagai
aktifitasnya berdasarkan sila-sila yang ada di dalam Pancasila.
3. Guru harus memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum
sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya.

8
4. Guru harus mampu membuat program pengajaran sesuai dengan kondisi dan
situasi peserta didiknya. Guru harus menerapkan kurikulum secara benar
sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan anak didk masing-masing anak
didiknya.
5. Guru mengadakan komunikasi, terutama dengan memperoleh informasi dari
peserta didik. Dalam kegiatan belajar mengajar kehidupan sekolah dengan
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid guru harus mengadakan
komunikasi dan hubungan baik dengan peserta didik agar tercipta suasana
yang aman, nyaman, dan menyenangkan
6. Guru menciptakan suasana kehidupan dan memelihara hubungan dengan
orang tua murid untuk kepentingan peserta didik.
7. Guru harus mempunyai rasa hubungan kekeluragaan serta selalu menjalin
silaturahmi dengan orang tua peserta didik, agar tercipta suatu dimensi
kekeluargaan.
8. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah
maupun dengan masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
Sesuai dengan tri pusat pendidkan, masyarakat serta bertanggung jawab atas
pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu, guru harus mampu menjalin
silaturahmi dengan dengan elemen masyarakat, agar dapat menjalankan tugas
sebagai proses belajar mengajar.
9. Guru harus mampu selalu meningkatkan mutu profesinya. Dalam rangka
meningkatkan layanan kepada masyarakat, guru harus senantiasa
meningkatkan mutu profesinya. Hal ini sangat penting karena baik atau
tidaknya layana akan berpengaruh kepada citra guru sendiri sebagai tenaga
pengajar.
10. Guru menciptakan dan membangun hubungan silaturahmi antar sesama guru.
Kerja sama dan hubungan anatar guru di lingkungan tempat kerja merupakan
upaya yang sangat penting, sebab pembinaan kerjasama anatarguru di
lingkungan dan peningkatan mutu profesi guru secara kelompok. Dengan
membina hubungan yang baik antar sesamaguru di lingkungan tempat kerja
dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja dan peningkatan mutu
profesi guru secara kelompok.
11. Guru secara bersam-sama memelihara, membina, dan peningkatan mutu
organisia guru professional sebagai sarana pengabdian. Untuk meningkatkan
9
sarana pengabdian, organisasi PGRI harus dipelihara, dibina, dan mutu serta
kekompakannya.
12. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakansanaan
pemerintah di bidang pendidikan.

Fungsi kode Etik Guru

1. Agar mempunyai dan memiliki pedoman dan arah yang jelas dalam
melaksanakan tugasnya sehingga terhindar penyimpangan profesi.
2. Agar guru bertanggung jawab pada profesinya.
3. Agar Profesi guru terhindar dari perpecahan internal.
4. Agar guru mampu meningkatkan kualitas dan kinerja masyarakat sehingga
jasa profesi guru diakui oleh masyarakat sebagai profesi yang membantu
dalam mencerahkan bangsa dan mengembangkan diri.
5. Agar Profesi guru terhindar dari campur tangan pofesi lain dan pemerintah
secara kurang professional

C. Ruang Lingkup Kode Etik BK


Abkin (2006:94) mengemukakan bahwa penegasan identitas profesi
Bimbingan dan Konseling harus diwujudkan dalam implementasi kode etik dan
supervisinya.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling di Indonesia sebagaimana disusun olch


ABKIN (2006:69) memuat hal-hal berikut:

1. Dasar Kode Etik BK


a. Pancasila dan UUD 1945
b. UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 tahun 2006 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Pasal 28 ayat 1, 2, dan 3 tentang standar pendidik dan
tenaga kependidikan).
d. Peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia No 27 tahun 2008
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 74 tahun 2008 tentang Guru.

2. Kualifikasi; bahwa konselor wajib memiliki

10
a. Nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang
Bimbingan dan Konseling,
b. Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai Konselor.

3. Informasi, testing dan riset;


a. Penyimpanan dan penggunaan informasi,
b. Testing, diberikan kepada Konselor yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya,
c. Riset, menjaga prinsip-prinisp sasaran riset serta kerahasiaan.

4. Proses pada pelayanan;


a. Hubungan dalam pemberian pada pelayanan.
b. Hubungan dengan klien.

5. Konsultasi dan hubungan dengan rekan sejawat atau ahli lain:


a. Pentingnya berkonsultasi dengan sesama rekan sejawat,
b. Alih tangan kasus apabila tidak dapat memberikan bantuan kepada klien
tersebut

6. Hubungan kelembagaan, memuat mengenai aturan pelaksanaan layanan konseling


yang berhubungan dengan kelembagaan.

7. Praktik mandiri dan laporan kepada pihak lain:


a. Konselor praktik mandiri, menyangkut aturan dalam melaksanakan konseling
secara private,
b. Laporan kepada pihak lain.

8. Ketaatan kepada profesi


a. Pelaksanaan hak dan kewajiban, serta Pelanggaran terhadap kode etik.

Sementara kode etik American Counseling Association (ACA) terdiri atas


delapan bagian yang membahas bidang-bidang berikut:

1. Hubungan Konseling.
2. Kerahasiaan, komunikasi pribadi dan privasi.

11
3. Tanggung jawab professional.
4. Hubungan dengan profesional lain.
5. Evaluasi, penilaian, dan interpretasu.
6. Penelitian dan publikasi.
7. Pemecahan masalah etika.

Selanjutnya Uman Suherman (2007) menegaskan bahwa seorang konselor


hendaknya menunjukkan sikap dan perilaku sebagai berikut:

1. Berusaha meciptakan suasana dan hubungan konseling yang kondusif.


2. Berusaha menjaga sikap objektif terhadap klien.
3. Mengekplorasi faktor penyebab masalah-masalah psikologis, baik masa lalu
maupun masa kini.
4. Menentukan kerangka rujukan atau perangkat kognitif terhadap kesulitan klien.
dengan cara yang dapat dimengerti klien.
5. Konseling memiliki strategi untuk mengubah kembali perilaku salah suai,
keyakinan irasional, gangguan emosi dan menyalahkan diri sendiri.
6. Mempertahankan transfer pemahaman tentang perilaku baru yang diperlukan klien
dalam kehidupan sehari-harinya.
7. Menjadi model atau contoh sosok yang memiliki sikap sehat dan normal.
8. Menyadari kesalahan yang pernah dibuat dan resiko yang dihadapi.
9. Dapat dipercaya dan mampu menjaga kerahasiaan.
10. Memiliki orientasi diri yang selalu berkembang dan
11. Ikhlas dalam menjalankan profesinya

Kode etik bimbingan dan konseling, antara lain:

1. Konselor harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang
sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya,
karena itu pembimbing tidak diizinkan untuk mencampuri wewenang serta
tanggung jawab yang bukan wewenang serta tanggung jawabnya.
2. Seorang konselor harus:
a. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b. Menunjukkan sikap hormat kepada klien.
c. Menghargai sama terhadap bermacam-macam klien. Jadi di dalam
menghadapi klien

12
3. Seorang konselor tidak diperkenankan:
a. Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
b. Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.
c. Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin akan menimbulkan hal-hal yang
tidak baik bagi klien.
d. Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien.
4. Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain di luar kemampuan ataupun di
luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam bimbingan dan konseling.
5. Pembimbing haruslah selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang
memerlukan pengabdian sepenuhnya.

D. Sanksi Kode Etik


1. Bentuk Pelanggaran Kode Etik
Secara umum bentuk pelanggaran kode etik dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu:
a. Bentuk Pelanggaran terhadap Konseli, misalnya:
o Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait
dengan kepentingan konseli
o Melakukan perbuatan amoral seperti pelecehan seksual, mengkonsumsi
barang haram (minuman keras, napza).
o Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli,
o Kesalahan dalam melakukan pratek profesional (prosedur, teknik, evaluasi,
dan tindak lanjut).

b. Bentuk Pelanggaran terhadap Organisasi Profesi, misalnya:


o Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh
organisasi profesi
o Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk
kepentingan pribadi dan atau kelompok).
c. Bentuk Pelanggaran terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain yang Terkait.
o Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak
untuk bekerja sama, sikap arogan)

13
o Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai
dengan masalah konseli atau sebaliknya tidak melakukan referal meskipun
kasus klien di luar kewenangannya

2. Sebab Pelanggaran Kode Etik


Sistem nilai, norma, aturan yang ditulis secara jelas, tegas dan terperinci dalam
kode etik profesi terkadang tidak selalu dapat diterapkan secara mulus olch
anggota profesi sehingga banyak terjadi pelanggaran. Beberapa sebab terjadi
pelanggaran kode etik antara lain Pelanggaran Kode Etik Profesi IT dan Peraturan
Perundangan, 2010):
a. Tidak adanya sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk
menyampaikan keluhan adanya pelanggaran sehingga kontrol dan
pengawasan dari masyarakat. tidak berjalan
b. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang substansi kode etik profesi
karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi itu sendiri
c. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran etis dari para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya
d. Pengaruh hubungan kekeluargaan/ kekerabatan antara pihak berwenang
dengan pelanggar kode etik.
e. Masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia sehingga pelaku
pelanggaran kode etik profesi tidak merasa khawatir atau takut melakukan
pelanggaran.

Selain itu pelanggaran kode etik juga disebabkan masihlemahnya


kemampuan menerapkan self-regulationsebagaian anggota profesi. Idealnya,
teman sejawat mestinya berada di garda terdepan dalam mengontrol dan atau
melaporkan adanya pelanggaran kode etik. Namun dalam praktik sehari-hari
kontrol ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas yang tertanam
kuatdalam diri anggota-anggota profesi, seorang professional mudah merasa
segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. (Ondi Saondi &
Aris Suherman 2010).

Jika penerapan self-regulatian di antara sesama teman sejawat saja sulit


diterapkan, apakah mungkin hal itu dapat dilakukan kepada atasan atau pimpinan

14
organisasi profesi yang mempunyai pengaruh terhadap kelancaran karir
profesinya.

Seorang profesional sejatinya akan teruji manakala ia mampu menempatkan


etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan lain seperti pengaruh jabatan,
kekeluargaan kekerabatan, pertemanan, hubungan yang bersifat simbiosis-
mutualism (timbal balik yang saling-menguntungkan), keuntungan finansial dan
sebagainya.

3. Bentuk Sanksi bagi Pelanggar Kode Etik


Secara umum sanksi pelanggar kode etik diklasifikasikan menjadi dua yaitu
sanksi moral dan sanksi dikeluarkan dari organisasi. (Ondi Saondi & Aris
Suherman 2010).
Sanksi moral misalnya merasa bersalah, krisis atau hilang rasa percaya diri.
tidak berani tampil di publik, pudarnya reputasi dan kredibilitas (kepercayaan
publik), rendahnya permintaan jasa layanan konseling, dikucilkan oleh komunitas
profesi dan sebagainya. Sanksi moral demikian berlaku relatif, artinya tidak semua
pelanggar kode etik akan merasakan adanya sanksi moral tersebut. Sanksi moral
hanya berlaku bagi orang yang mempunyai hati yang bening atau Qolbun
salim.mBagi orang yang 'hatinya telah tertutup noda' sulit merasakan adanya
sanksi moral.
Berbeda dengan sanksi organisasi yang sifatnya formal, kasat mata dan pasti
sehingga bentuk sanksi ini lebih efektif dan mudah dikontrol. Oleh karena itu,
yang dimaksud bentuk sanksi pelanggaran kode etik di sini adalah sanksi
organisasi. Sanksi organisasi ini diatur dalam beberapa tingkatan, mulai tingkat
ringan, sedang sampai berat. Dengan demikian, pemberian bentuk sanksi akan
bergantung pada tingkat pelanggarannya. Sesuai dengan hakekat pemberian sanksi
yaitu untuk memberikan efek jera agar tidak mengulang tindak pelanggaran kode
etik maka pem-berian sanksi harus didasarkan pada pertimbangan rasa keadilan.
Sekurang-kurangnya ada lima bentuk sanksi bagi pelanggara kode etik profesi
konselor yaitu:
a. Memberikan teguran secara lisan
b. Memberikan surat peringatan (SP 1.2, dan 3) secara tertulis.
c. Pencabutan keanggotan ABKIN dengan tidak hormat

15
d. Pencabutan lisensi bagi yang berpraktik mandiri atau dikeluarkan dari
lembaga tempat ia bekerja.
e. Apabila terkait dengan permasalahan hukum kriminal maka akan
diserahkan pada pihak yang berwenang.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kode etik dalam pendidikan merupakan pedoman bagi para profesional seperti
guru dan konselor untuk menjalankan tugas mereka dengan integritas dan
bertanggung jawab. Kode etik ini mengatur berbagai aspek perilaku profesional,
mulai dari hubungan dengan siswa, orang tua, dan rekan sejawat, hingga penggunaan
informasi dan praktik profesional. Tujuannya adalah untuk menjaga martabat profesi,
melindungi masyarakat dari tindakan yang merugikan, dan meningkatkan kualitas
pendidikan. Pelanggaran kode etik dapat berakibat sanksi moral dan organisasi,
seperti teguran, surat peringatan, pencabutan keanggotaan, atau bahkan pencabutan
lisensi. Penerapan kode etik yang ketat dan konsisten sangat penting untuk
membangun kepercayaan publik terhadap profesi pendidikan dan memastikan bahwa
pendidikan berjalan dengan baik dan berdampak positif bagi semua pihak.

B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi
bahasan dalam makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
para pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ali Imron. 2012. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

AS, Uman Suherman. 2007. "Kompetensi dan Aspek Etik Profesional Konselor Masa
Depan". Educationist, 1 (1).

Hendiyat Soetopo.dkk. 1988. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: PT. Bina
Aksara.

Kartadinata, Sunaryo. 2011. Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya
Pedagogis. Bandung: UPI Press.

Ondi Saondi & Aris Suherman 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama.

Rosyad, Ahmad Faizur. 2004. Mengenal Alam Suci, menapak Jejeak Al-Ghozali Tasawuf.
Filsafat dan Tradisi. Yogyakarta: Kutub.

Sholihin, dkk. 2003. Akhlak Taswuf: Manusia Etika dan Makn Hidup. Bandung: Penerbit
Nuansa.

Sudarno, dkk. 1989. Administrasi Supervisi Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret University
Press.

17

Anda mungkin juga menyukai