Bab 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Untuk mendukung penelitian ini maka diperlukan pengetahuan tentang

beberapa teori dan pembahasan terdahulu yang berhubungan dengan penelitian kali

ini. Untuk penelitian yang pertama menurut Iwan Adhy Saputro yang melakukan

penelitian pada tahun 2019 dengan judul Evaluasi Drainase Perumahan Margorejo

Indah Dengan Permodelan EPA SWMM 5.1. Rumusan masalah yang dikaji dalam

penilitian ini adalah menghitung debit saluran primer, menghitung debit banjir

rencana kala ulang dan penggunaan aplikasi EPA SWMM 5.1. Penelitian ini

menggunakan Analisis Hidrologi dan Analisis Hidrolika. Dimana analisis hidrologi

mencakupi data berupa curah hujan maksimum. Analisis hidrologi pertama dilakukan

dengan menentukan seri data curah hujan harian maksimum tahunan (maximum

annual series) untuk selanjutnya digunakan dalam frekuensi distribusi curah hujan

rancangan. Analisis frekuensi yang dilakukan dengan menggunakan teori probability

distribution, antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log

Person Tipe III, dan Distribusi Gumbel. Untuk selanjutnya dalam penentuan jenis

distribusi yang digunakan dilakukan melalui perhitungan uji kecocokan berdasarkan

Uji Chi Kuadrat. Selanjutnya dilakukan untuk perhitungan Debit Banjir Rencana

dengan rencana tahunan yaitu 2 tahun, 5 tahun dan 10 tahun agar mendapatkan

volume debit yang akan mengalir. Dari perhitungan dan hasil simulasi didapatkan

hasil kesimpulan bahwa kapasitas debit saluran primer pada area Perumahan

Margorejo Indah adalah masih bisa menampung debit banjir yang terjadi. Dan

didapat pada profil saluran 1 dengan debit sejumlah 22,55725347 m3/dt dan pada

profil saluran 2 dengan debit sejumlah 3,526221507m3/dt. (Saputro, Adhy. 2019)

7
8

Menurut Penelitian kedua yaitu, Mulya (2017) pada lokasi/daerah dengan

ruang lingkup kecil seperti perumahan De Bale Permata Arcadia, Depok, di Jawa

Barat sistem drainasenya cukup baik secara keseluruhan hanya saja kapasitas daya

tampung saluran masih kurang memadai.

Penelitian yang ketiga menurut Luthfi Kartiko (2018) dengan judul Analisis

Kapasitas Saluran Drainase Menggunakan Program SWMM 5.1 di Perumahan

Tasmania Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer berupa dimensi saluran dan karakteristik saluran drainase.

data sekunder berupa data curah hujan maksimum selama 10 tahun di daerah Kota

Bogor, dan citra satelit Perumahan Tasmania. Pengolahan data dimulai dengan

menentukan nilai curah hujan rencana serta daerah pervious dan impervious

menggunakan data sekunder yang telah didapatkan. Analisis frekuensi untuk

mendapatkan nilai curah hujan rencana dilakukan dengan menggunakan teori

probability distribution, antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi

Log Person III dan Distribusi Gumbel. Selanjutnya untuk penentuan jenis distribusi

yang digunakan akan dilakukan uji kecocokan berdasarkan Uji Chi Kuadrat. Data

yang diperoleh kemudian diolah menggunakan pemodelan EPA SWMM 5.1. Metode

perhitungan infiltrasi pada pervious area menggunakan metode Horton. Kesimpulan

yang didapat dari simulasi yang telah dilakukan menggunakan EPA SWMM 5.1

dengan curah hujan rencana sebesar 147.2 mm dan intensitas hujan jam puncak

sebesar 38.27 mm/jam. Hasil simulasi menunjukkan terdapat terdapat 37 saluran

yang perlu dilakukan perbaikan. Sebanyak 20 saluran terjadi limpasan, 6 saluran

berpotensi besar terjadi limpasan, dan 11 saluran yang juga perlu dilakukan

perbaikan karena pengaruh perubahan dimensi saluran di sekitarnya. (Kartiko,

Luthfi. 2018)
9

2.2 Drainase
2.2.1 Pengertian Drainase
Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah

tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat manusia. Dalam Bahasa

Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong –

gorong dibawah tanah.

Drainase berperan penting untuk mengatur debit air demi mencegahan banjir.

Drainase memiliki makna mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalirkan air.

Secara umum, drainase adalah serangkaian bangunan air yang fungsinya untuk

mengurangi dan membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga

lahan tersebut bisa difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai

usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi. (Dr. Ir.

Suripin, M.Eng.2004).

Sedangkan pengertian tentang drainase kota pada dasarnya telah diatur

dalam SK menteri PU No. 233 tahun 1987. Menurut SK tersebut, yang dimaksud

drainase kota adalah jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan

bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik

dari hujan lokal maupun luapan sungai melintas di dalam kota.

2.2.2 Macam-macam Drainase


Drainase dibedakan menjadi beberapa macam yaitu :

a) Menurut sejarah terbentuknya

• Drainase alamiah (Natural Drainage) adalah sistem drainase yang

terbentuk secara alami dan tidak ada unsur campur tangan manusia.
10

• Drainase buatan (Artificial Drainage) adalah sistem drainase yang dibentuk

berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat hujan,

dan dimensi saluran.

b) Menurut letak saluran

• Drainase permukaan tanah (Surface Drainage) adalah saluran drainase

yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air.

• Limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open channel

flow.

• Drainase bawah tanah (Sub Surface Drainage) adalah saluran drainase

yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di

bawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu.

Alasan tersebut antara lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan

tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti

lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman, dan lain-lain.

c) Menurut konstruksi

• Saluran Terbuka adalah sistem saluran yang biasanya direncanakan hanya

untuk menampung dan mengalirkan air hujan (system terpisah), namun

kebanyakan sistem saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Pada

pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan

pelindung). Akan tetapi saluran terbuka di dalam kota harus diberi lining

dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun dengan pasangan bata.

• Saluran Tertutup adalah saluran untuk air kotor yang mengganggu

kesehatan lingkungan. Sistem ini cukup bagus digunakan di daerah


11

perkotaan terutama dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti

kota Metropolitan dan kota-kota besar lainnya.

2.2.3 Pola Jaringan Drainase


Perencanaan sistem drainase suatu kawasan harus memperhatikan pola
jaringan drainasenya. Pola jaringan drainase disuatu kawasan atau wilayah semua
tergantung dari tata guna lahan kawasan tersebut dan topografi daerahnya. Adapun
tipe atau jenis pola jaringan drainase sebagai berikut :

a) Jaringan Drainase Siku

Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada

sungai. Sungai sebagai pembuang akhir berada di tengah kota.

Gambar 2.1. Pola Jaringan Drainase Siku


Sumber : Halim, Hasmar H.A, 2011 : 04

b) Jaringan Drainase Grid Iron

Untuk daerah dimana sungai terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran

cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.

Gambar 2.2. Pola Jaringan Grid Iron


Sumber : Halim, Hasmar H.A, 2011 : 04
12

c) Jaringan Drainase Alamiah

Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar.

Untuk daerah dimana sungai terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran

cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.

Gambar 2.3. Pola Jaringan Drainase Alamiah


Sumber : Halim, Hasmar H.A, 2011 : 04

d) Jaringan Drainase Jaring-Jaring

Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan

cocok untuk daerah dengan topografi datar.

Gambar 2.4. Pola Jaringan Drainase Jaring-jaring


Sumber : Halim, Hasmar H.A, 2011 : 04
13

e) Jaringan Drainase Paralel

Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran

cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi

perkembangan kota, saluran-saluran akan menyesuaikan. dengan topografi

datar.

2.5. Pola Jaringan Drainase Paralel


Sumber : Halim, Hasmar H.A, 2011 : 04

2.3 Hidrologi
2.3.1 Pengertian Hidrologi
Hidrologi merupakan Ilmu yang mempelajari tentang air dipermukaan tanah

maupun dibawah tanah, antaranya sungai/kali, danau/waduk, mata air dan rawa-

rawa. Analisa ini diperlukan untuk perencanaan bangunan air, dengan setiap

kegiatan yang melibatkan lahan sebagai objek, seperti perkantoran, perumahan,

industri yang harus mempertimbangkan aliran air hujan.

Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air bergerak dari bumi ke

atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi (Chow, V.T., 1988). Air dipermukaan

tanah, sungai, danau dan laut menguap ke udara, uapa air air tersebut bergerak ke

atmosfer yang kemudian mengalami kondensasi dan berubah menjadi titik- titik air

yang berbentuk awan.


14

Kajian ilmu hidrologi meliputi hidrometeorologi (air yang berada di udara dan

berwujud gas), potamologi (aliran permukaan), limnologi (air permukaan yang relatif

tenang seperti danau; waduk) geohidrologi (air tanah), dan kriologi(air yang

berwujud padat seperti es dan salju) dan kualitas air

2.3.2 Analisa Hidrologi


Proses analisis hidrologi merupakan proses pengolahan data curah hujan,

data luas dan bentuk daerah pengaliran (catchment area), data kemiringan

lahan/beda tinggi dan data tata guna lahan yang semuanya memiliki arahan untuk

mengetahui besarnya curah hujan rerata, koefisien pengaliran, waktu konsentrasi,

intensitas curah hujan dan debit banjir rencana. Sehingga melalui analisis ini dapat

dilakukan proses evaluasi terhadap saluran drainase yang ada (eksisting).

2.3.3 Curah Hujan Rancangan


Curah hujan rancangan merupakan curah hujan terbesar tahunan yang

mungkin terjadi di suatu daerah dengan kalaulang tertentu. Periode waktu yang

diperlukan untuk mencari curah hujan rancangan tergantung dengan keperluan

perencanaan yaitu perhitungan debit rencana yang diperlukan.

Perhitungan curah hujan berdasakan data hidrologi minimal 10 tahun terakhir

mengacu pada tata cara analisis curah hujan drainase perkotaan. Kala ulang yang

dipakai untuk perencanaan drainase disesuaikan berdasarkan luas daerah

pengaliran saluran dan jenis kota yang akan direncanakan sistem drainasenya,

seperti terlihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kala Ulang Berdasarkan Tipologi Kota


Daerah Tangkapan Air (Ha)
Tipologi Kota
< 10 10 - 100 101 - 500 >500
Kota Metropolitan 2 tahun 2– 5 tahun 5 – 10 tahun 10 – 25 tahun
Kota Besar 2 tahun 2– 5 tahun 2– 5 tahun 5 – 10 tahun
15

Kota Sedang 2 tahun 2– 5 tahun 2– 5 tahun 5 – 10 tahun


Kota Kecil 2 tahun 2 tahun 2 tahun 2– 5 tahun

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomer 12/Prt/M/2014;14

2.3.4 Debit Banjir Rancangan


Untuk menentukan perhitungan Debit banjir rancangan untuk kawasan
pemukiman berdasarkan besarnya debit air hujan (Qah) ditambah dengan debit air
kotor (Qak). Bentuk perumusan debit banjir rancangan adalah sebagai berikut :

Q = Qah + Qak (2-1)

Keterangan :
Q : Debit banjir rancangan (m3/dtk)
Qah : Debit banjir akibat air hujan (m3/dtk)
Qak : Debit banjir akibat air kotor (m3/dtk)

2.3.5 Debit Air Hujan


Metode Rasional
Metode rasional merupakan metode untuk menghitung debit banjir maksimum
dari curah hujan. Metode ini dapat mensimulasikan antara debit limpasan dengan
besar curah hujan secara praktis untuk luas DAS hingga 30 ha. Metode ini
menggunakan asumsi :
1. Frekuensi hujan dan limpasan sama
2. Intensitas hujan dengan durasi minimum sama dengan waktu konsentrasi
daerah aliran.
3. Intensitas hujan seragam diseluruh daerah aliran.
4. Durasi hujan lebat sama dengan waktu konsentrasi, seluruh daerah aliran
berpengaruh secara simultan terhadap debit di saluran keluar.
Metode yang dipakai untuk menghitung debit air hujan pada saluran-saluran
drainase dalam studi ini yaitu metode Rasional (Suripin, 2003 : 79). Rumus ini
banyak digunakan untuk sungai-sungai biasa dengan pengaliran yang luas dan juga
untuk perencanaan drainase daerah pengaliran yang sempit.
16

Dua komponen utama yang berpengaruh pada metode rasional ialah waktu

konsentrasi (Tc) dan Intensitas hujan (I)

Bentuk umum persamaan metode Rasional adalah sebagai berikut :

Qp = 0.00278 . C.I.A (2-2)

Keterangan :

Qp : debit banjir maksimum (m3/ dt)

C : koefisien pengaliran (0 ≤ C ≤ 1)

I : intensitas hujan rerata selama waktu tiba banjir (mm/ jam)

A : luas daerah pengaliran (ha)

0.00278 : faktor konversi

Adapun arti dari rumus ini adalah jika terjadi curah hujan selama 1 jam dengan

intensitas 1mm/ jam dalam daerah seluas 1 ha, maka besarnya debit banjir adalah

0,00278 m3/ dt. Dimana debit banjir akan melimpas merata dalam kurun waktu 1

jam.

a. Koefisien Pengaliran (C)

Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air yang mengalir di

suatu wilayah akibat hujan yang turun dengan jumlah air hujan yang turun di wilayah

tersebut. Besarnya koefisien pengaliran berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan

pengaruh pemanfaatan lahan dan aliran sungai.

Koefisien pengaliran pada suatu daerah dipengaruhi oleh factor-faktor penting

(Imam Subarkah, 1978 : 42), yaitu :

1) Keadaan hujan yang turun

2) Bentuk daerah aliran dan luas


17

3) Kemiringan dasar sungai dan kemiringan aliran

4) Daya infiltrasi

5) Kebasahan tanah

6) Evaporasi dan suhu udara serta angin

7) Tata guna tanah

b. Waktu Konsentrasi (Tc)

Waktu konsentrasi (tc) adalah waktu yang digunakan oleh air untuk mencapai

bak penampung dari tempat paling jauh yang masih dalam areal aliran air. Besarnya

waktu konsentrasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (subarkah,

Imam. 1980 : 50) :

Tc = 0,0195L0,77 . S -0,385 (2-3)

Keterangan :

Tc : Waktu konsentrasi (menit)

L : Panjang saluran (m)

S : Kemiringan dasar saluran

c. Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi dan kedalaman hujan persatuan waktu.

Prosentasi waktu distribusi hujan yang terjadi dihtung dengan rumus Dr. Mononobe

(Soripin, 2004 : 67) sebagai berikut :

/
= ( ) (2-4)

Keterangan :

I : Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)


18

R24 : Curah hujan maksimum harian dalam 24 jam (mm)

Tc : Waktu konsentrasi (jam)

d. Luas Daerah Tangkapan

Daerah tangkapan (cachment area) dimaksudkan sebagai daerah tempat air

hujan mengalir menuju saluran. Jika suatu areal aliran dilayani oleh beberapa

saluran, maka areal harus dibagi sesuai dengan arah aliran air menuju saluran yang

bersangkutan.

Pembagian luas areal juga didasarkan pada kemiringan permukaan tanah dari peta

topografi.

2.3.6 Debit Air Kotor


Debit air kotor diperoleh dari hubungan rumah tangga, bangunan gedung
instalasi dan sebagainya.
Tabel 2.2. Pemakaian air rata-rata setiap hari
No Penggunaan Gedung Pemakaian Satuan
Air
1. Rumah tinggal 120 Liter/penghuni/hari
2. Rumah susun 100 Liter/penghuni/hari
3. Asrama 120 Liter/penghuni/hari
4. Rumah sakit 500 Liter/tempat tidur
pasien/hari
5. Sekolah dasar 4 Liter/siswa/hari
6. SLTP 50 Liter/siswa/hari
7. SMU/SMK dan PT 80 Liter/siswa/hari
8. Ruko/Rukan 100 Liter/penghuni dan
pegawai/hari
9. Kantor/Pabrik 50 Liter/pegawai/hari
10. Toserba, toko pengecer 5 Liter/ m2
11. Restoran 15 Liter/ kursi
12. Hotel berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari
13. Hotel melati/penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari
14. Gd. Pertunjukan, Bioskop 10 Liter/ kursi
15. Gd. Serba guna 25 Liter/ kursi
16. Stasiun terminal 3 Liter/ penumpang tiba
dan pergi
17. Peribadatan 5 Liter/ orang (belum
dengan air wudhu)
19

Untuk jumlah penduduk sebesar (Pn) maka air kotor yang dibuang setiap km2
dapat dihitung sebagai berikut :

Qk = (Pn.q)/A (2-5)

Maka debit air kotor untuk masing-masing saluran drainase dihitung sebagai berikut
:
Qki = Qk x Ai (2-6)

Keterangan :
Qk : Debit air kotor rata-rata (lt/dt/km2)
Pn : Jumlah penduduk
q : Debit air buangan (lt/dt/orang)
A : Luas total wilayah (km2)
Qki : Debit air kotor per saluran (lt/dt)
Ai : Luas tiap daerah pengaliran (km2)

a. Perhitungan Pertumbuhan Penduduk


Ada beberaa metode yang bisa dipakai untuk memproyeksikan jumlah
penduduk dimasa mendatang misal metode arimatik, geometrik dan
eksonensial. Perhitungan proyeksi pertumbuhan penduduk yang akan
digunakan adalah ketiga metode dan diambil salah satu metode yang hasilnya
sesuai dengan angka kewajaran atau nilai terbesar yang mendekati nilai 1.
Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya koefisien korelasi
adalah sebagai berikut :

r= n ∑ xy – ∑x ∑y (2-7)
{ [n ∑ y2 – (∑y) 2] x [n ∑ x2 – (∑x) 2] } ½

Keterangan :
r : Koefisien korelasi
X : Jumlah penduduk data (jiwa)
Y : Jumlah penduduk hasil proyeksi (jiwa)
20

1. Metode Aritmatik
Jumlah perkembangan penduduk dengan meggunakan metode ini
dirumuskan sebagai berikut :

Pn = P0 (1+rn) (2-8)

Keterangan :
Pn : Jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 : Jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r : Angka pertambahan penduduk per tahun (%)
n : Jumlah tahun proyeksi (tahun)

2. Metode Geometrik
Dengan menggunakan metode geometrik, maka perkembangan penduduk
suatu daerah atau tempat dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Pn = P0 (1+r) n (2-9)

Keterangan :
Pn : Jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 : Jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r : Angka pertambahan penduduk per tahun (%)
n : Jumlah tahun proyeksi (tahun)

3. Metode Eksponensial
Perkiraan jumlah penduduk berdasarkan metode eksponensial dapat
didekati dengan persamaan berikut :

Pn = P0 .e r.n (2-10)

Keterangan :
Pn : Jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 : Jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r : Angka pertambahan penduduk per tahun (%)
n : Jumlah tahun proyeksi (tahun)
21

e : Bilangan logaritma natural (2,7182818)

2.4 Hidrolika Saluran Terbuka


2.4.1 Menghitung Kapasitas Saluran
Besarnya kecepatan aliran pada saluran drainase dihitung dengan
menggunakan rumus Manning (Ven Te Chow, 1992 : 90) :

/ /
v= . . (2-11)

Keterangan :
v : Kecepatan aliran (m/dtk)
n : Koefisien kekasaran Manning
R : Jari-jari hidrolis (m)
S : Slope saluran
Sedangkan besarnya kapasitas saluran dihitung dengan rumus :

Q = A.v (2-12)

Keterangan :
Q : Debit saluran (m3/dtk)
A : Luas penampang saluran (m2)
v : Kecepatan aliran (m/dtk)

Koefisien kekasaran Manning (n) rumusnya ditetapkan berdasarkan pada bahan


yang membentuk tubuh saluran. Koefisien kekasaran Manning untuk berbagai
bahan material saluran bisa dilihat pada tabel berikut :
22

Tabel 2.3. Koefisien kekasaran untuk rumus manning


Keadaan Saluran Harga n
Material dasar tanah 0.020
batu pecah n₀ 0.025
kerikil halus 0.024
kerikil kasar 0.028
Tingkat ketidak sangat kecil 0.000
seragaman saluran sedikit lus n₁ 0.005
sedang 0.010
besar 0.020
Variasi penampang lambat laun 0.000
melintang saluran kadang berubah n₂ 0.005
sering berubah 0.010-0.015
Pengaruh adanya diabaikan 0.000
bangunan dan agak berpengaruh 0.015
penyempitan penampang cukup berpengaruh n₃ 0.020-0.030
melintang sangat berpengaruh 0.040-0.080
Tanaman atau tumbuhan rendah 0.005-0.010
Sedang n₄ 0.010-0.025
Tinggi 0.025-0.050
Sangat tinggi 0.050-0.100
Tingkat meander kecil 1.000
sedang n₅ 1.150
banyak/besar 1,300
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990 : 80
23

2.4.2 Macam-macam Desain Penampang Saluran


Saluran yang dievaluasi pada penelitian ini antaranya saluran berpenampang
persegi, trapesium dan bulat lingkaran. Saluran yang ada dihitung seperti halnya
mendesain saluran terbuka, yaitu alirannya menggunakan aliran gravitasi dengan
pendekatan rumus aliran seragam. Saluran tersebut biasanya terbuat dari beton jadi
dan pasangan batu. Fungsinya untuk menampung dan menyalurkan limpasan air
hujan dengan debit besar.
Tabel 2.4. Penampang saluran

Bentuk
No Saluran Fungsi Lokasi

Untuk menyalurkan limbah air


hujan dengan Q besar yang sifat
alirannya terus menerus dengan Pada daerah
1 Trapesium fluktuasi kecil yang cukup lahan

Untuk menyalurkan limbah air


hujan dengan Q besar yang sifat Pada daearah
4 persegi alirannya terus menerus dengan yang tidak/kurang
2 panjang fluktuasi kecil tersedia lahan

Untuk menyalurkan limbah air


3 ½ Lingkaran hujan dengan Q kecil

Untuk menyalurkan limbah air


hujan dengan Q kecil, tetapi
dengan Q sangat kecil sampai nol
4 Segitiga dan banyak lahan endapan

Pada tempat-
tempat
Berfungsi baik untuk menya keramaian,
lurkan air hujan maupun air bekas kesibukan
5 Bulat Lingkaran atau keduanya (pertokoan)

Sumber : Masduki, 1990


24

Keterangan :

h = Tinggi muka air

b = Lebar dasar saluran

w = Tinggi jagaan

Gambar 2.6. Saluran Berpenampang Persegi


Sumber : Ven Te Chow, 1997 : 19
Berikut merupakan rumus hidrolika saluran dengan penampang persegi (Ven Te
Chow, 1997 : 19) :

A = b.h (2-13)

P = b + 2.h (2-14)

bh
R= b + 2h (2-15)

Keterangan :

A = Luas penampang (m2)

P = Keliling basah (m)

R = Jari-jari hidrolis (m)

h = Tinggi muka air (m)

b = Lebar dasar saluran (m)

w = Tinggi jagaan (m)


25

Keterangan :

h = Tinggi muka air

b = Lebar dasar saluran

w = Tinggi jagaan

Gambar 2.7. Saluran Berpenampang Traspesium


Sumber : Ven Te Chow, 1997 : 19
Berikut merupakan rumus hidrolika saluran dengan penampang trapesium (Ven Te
Chow, 1997 : 19) :

A = (b + mh) (2-16)

P = b + 2.h (m2 + 1) 0,5 (2-17)

R = A/P (2-18)

Q = V.A (2-19)

Keterangan :

Q = Debit saluran (m3/dtk)

A = Luas penampang (m2)

P = Keliling basah (m)

R = Jari-jari hidrolis (m)

h = Tinggi muka air (m)

b = Lebar dasar saluran (m)

m = Kemiringan talud

w = Tinggi jagaan (m)


26

Keterangan :

D = Diameter

Gambar 2.8. Saluran Bulat Lingkaran


Sumber : Ven Te Chow, 1997 : 19

2.5 Evaluasi Saluran Drainase Terhada Debit Rencana


Fungsi dari evaluasi saluran adalah untuk mengetahui seberapa besar debit air

yang dapat ditampung suatu saluran dengan kondisi yang ada di lapangan saat ini.

Besarnya dimensi saluran dipengaruhi dari banyaknya air yang dibuang, kekasaran

bahan konstruksinya, kecepatan aliran, serta kemiringan sluran. Apabila tidak

memenuhi dengan kriteria yang seharusnya maka dimensi saluran perlu

direncanakan ulang, supaya saluran mampu dilewati debit rencana.

Analisa kapasitas saluran sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kemapuan

saluran drainase yang sudah ada terhadap hasil perhitungan debit rencana. Apabila

kapasitas saluran lebih besar dari debit rencana maka saluran tersebut masih layak

dan tidak terjadi luapan.

Hal-hal yang dilakukan untuk penanganan saluran yang kaasitasnya tidak

mencukupi antara lain normalisasi atau pengerukan sendimen, penambahan tinggi

saluran dan pembuatan dimensi saluran baru. Dalam rencana perbaikan dimensi

saluran harus mengikuti atau menyesuaikan dengan debit rencana.

Debit rencana adalah jumlah dari debit rancangan air kotor ditambah air hujan.

Berdasarkan proses perhitungan dan datanya maka diketahui debit air (Qh) dan

debit air kotor (Qk) sehingga debit rencana :


27

Qr = Qh + Qk (2-20)

Untuk mengetahui kemampuan kapasitas saluran drainase terhadap debit rencana


maka digunakan rumus :

Q = Qs+ Qr (2-21)
Keterangan :
Qs : Debit saluran (m3/det)
Qr : Debit rencana/debit air hujan dan debit air kotor (m3/det)

2.6 Evaluasi Saluran Drainase dengan Pemodelan EPA SWMM 5.1


Dalam penelitian Tugas Akhir ini untuk debit air yang meluap dihitung

menggunakan software EPA SWMM (Environmental Protection Agency Storm Water

Management Model) Versi 5.1. EPA SWMM adalah sebuah software yang didesain

untuk membuat model simulasi hujan-runoff. “Software ini mampu mensimulasikan

pengaruh hujan-runoff dari suatu kawasan pada sistem saluran drainasenya untuk

jangka pendek maupun jangka panjang, sekaligus memiliki fasilitas alternatif untuk

mengantisipasi masalah banjir” (Rosdiana, 2011).

Keunggulan sofware EPA SWMM yaitu :

• Dapat menghitung debit aliran, kedalaman aliran, kuantitas dan kualitas air

disetiap titik outlet selama periode simulasi.

• Dilengkapi dengan fasilitas WASP untuk permodelan kualitas air lebih detail.

• Mempercepat proses analisis

• Dapat mengolah data geografis (spasial)

• Memberikan hasil simulasi yang relatif sama dengan keadaan di lapangan

Kekurangan sofware EPA SWMM yaitu :


28

• SWMM tidak mendukung input debit secara langsung

Dalam software ini, input data sangat diperlukan agar dapat mensimulasikan

limpasan air yang terjadi di saluran. Adapun input tersebut adalah sebagai berikut :

a. Rain Gage

Program SWMM menggunakan objek rain gage untuk menampilkan input data ke

sistem. Rain gage menyuplai data presipitasi untuk satu atau lebih subtachment

area pada studi wilayah. Data yang diinputkan dalam rain gage adalah sebagai

berikut :

1. Rain format: Data hujan yang di input berupa intensitas atau kumulatif

2. Rain interval : Interval waktu pengamatan antara pembacaan gage

3. Data source: Sumber data hujan dapat berupa time series atau file external

b. Subcatchment

“Subcatchment adalah luasan yang menerima hujan dan mengalami infiltrasi atau

mengubahnya menjadi limpasan” (Rossman, 2010). Data yang diinputkan dalam

subcatchment adalah sebagai berikut :

1. Area : luas subcatchment.

2. Width : panjang aliran.

3. % slope : persentase kemiringan subcatchment.

4. % Imperv : presentase area tanah yang imprevious.

5. N-Impre : nilai n manning untuk aliran permukaan di daerah imprevious.

6. N-Perv : nilai n manning untuk aliran permukaan di daerah previous.

7. % Zero-Imperv : persentase dari impervious area tanpa depression storage.

8. Infilitration : pilihan untuk metode perhitungan infiltrasi dan parameternya.


29

9. Rain Gage : nama rain gage yang berkaitan dengan subcatchment.

10. Outlet : nama node yang menerima runoff subcacthment.

c. Juction/Node

Juction/node merupakan titik pertemuan aliran atau sebuah unit yang

dimodelkan sebagai penerima inflow dan limpasan dari subcatchment. Data yang

diinputkan pada juction/node adalah sebagai berikut:

1. Invert elevation : elevasi invert dari junctio.

2. Max depth : kedalaman junction maksimum (misalnya dari

permukaan tanah ke invert.)

3. Initial depth : kedalaman air di junction pada awal simulasi.

4. Surcharge depth : kedalaman tambahan yang melebihi kedalaman yang

diijinkan sebelum junction meluap

d. Conduit/Links

Conduit merupakan saluran yang berhubungan antara junction satu dengan

junction lainya atau dari junction ke outfall dalam hal ini berupa saluran terbuka

ataupun tertutup. Data-data yang perlu dimasukkan adalah sebagai berikut :

1. Inlet node : nama node yang terletak pada inlet saluran.

2. Outlet node : nama node yang terletak pada outlet saluran.

3. Shape : bentuk geometri penampang melintang saluran.

4. Max depth : kedalaman maksimum melintang saluran.

5. Length : panjang saluran.

6. Roughnes : koefisien kekasaran manning.


30

7. Inlet offset : kedalaman atau elevasi invert saluran diatas node

invert pada daerah hulu (upstream) saluran.

8. Outlet offset : kedalaman saluran diatas node invert pada daerah hilir.

Anda mungkin juga menyukai