Perbedaan Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Rentang Usia Pada Remaja Dengan Orangtua Bercerai

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

Volume 26 Nomor 1, Januari 2021: 19-34 E-ISSN: 2579-6518

DOI:10.20885/psikologika.vol26.iss1.art2 P-ISSN: 1410-1289

Perbedaan Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rentang Usia pada
Remaja dengan Orangtua Bercerai

Gita Maharani Swastika, Endang Prastuti


Program Studi Psikologi, Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang, Malang

Abstrak. Remaja memiliki karakteristik emosi yang tidak stabil, namun belum diketahui apakah
terdapat perbedaan regulasi emosi ditinjau dari jenis kelamin dan rentang usia remaja (awal,
tengah, akhir). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran serta mengetahui
perbedaan regulasi emosi ditinjau dari jenis kelamin dan rentang usia pada remaja dengan
orangtua bercerai di Kota Malang. Responden penelitian berjumlah 150 yang terbagi berdasarkan
jenis kelamin dan rentang usia. Instrumen penelitian menggunakan skala regulasi emosi yang
disusun oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian
deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan regulasi
emosi ditinjau dari jenis kelamin pada remaja dengan orangtua bercerai di Kota Malang dengan
nilai sig (2 tailed) = .540. Hasil lainnya adalah terdapat perbedaan regulasi emosi ditinjau dari
rentang usia pada remaja awal dengan remaja madya serta remaja awal dengan remaja akhir
yang memiliki orangtua bercerai di Kota Malang dengan nilai sig (2 tailed) = .005 dan .000 namun
tidak terdapat perbedaan regulasi emosi ditinjau dari rentang usia remaja madya dengan remaja
akhir yang memiliki orangtua bercerai di Kota Malang dengan nilai sig (2 tailed) = .989.
Berdasarkan jenis kelamin dan usia, teknik sampling dengan jumlah responden lebih besar dan
lebih merata menjadi saran penting bagi penelitian berikutnya, selain keterlibatan variabel strategi
regulasi emosi.
Kata Kunci: jenis kelamin, regulasi emosi, remaja dengan orangtua bercerai

The Differences of Emotional Regulation Based on Gender and Age Range in


Adolescents with Divorced Parents

Abstract. Adolescents have characteristics of emotion instability however it is not yet known
whether emotion regulation difference exists seen from gender and stage of adolescence (early,
middle, late). This study aims to describe and to find out the differences of emotion regulation
reviewed by gender and age range in adolescents with divorced parents in Malang City. The
research respondents amounted to 150 who will be divided by gender and age range. The
instrument in this research uses emotion regulation scale made by researcher. This research
uses quantitative approaches with the type of descriptive comparative research. The result
showed that there are no differences of emotion regulation reviewed by gender in adolescents
with divorced parents in Malang City with sig value (2 tailed) = .540. Other result show that
there are differences of emotion regulation reviewed by age range of early adolescents with
middle adolescents also early adolescents with end adolescents who has divorced parents in Malang
City with sig value (2 tailed) = .005 and .000 but there are no differences of emotion regulation
reviewed by age range middle adolescents with end adolescents who has divorced parents in
Malang City with sig value (2 tailed) = .989. Based on gender and age, the sampling technique
with a larger and more even number of respondents is an important suggestion for future
research, in addition to the involvement of the emotional regulation strategy variables.
Keywords: adolescents with divorced parents, emotion regulation, gender

Korespondensi: Endang Prastuti. Email: endang.prastuti. [email protected]

19
Gita Maharani Swastika, Endang Prastuti

Keluarga merupakan tempat pertama Fakta di lapangan menunjukkan bahwa


bagi individu untuk belajar, tumbuh dan banyak keluarga yang mengalami konflik
berkembang baik secara psikis maupun hingga berujung perceraian. Data dari Dirjen
psikologis. Hal ini didukung oleh pengertian Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung
keluarga menurut Kamus Besar Bahasa periode 2014-2016 mengungkapkan bahwa di
Indonesia (KBBI) bahwa keluarga merupakan Indonesia terjadi peningkatan perceraian yang
satuan kekerabatan yang paling mendasar cukup signifikan. Pada tahun 2014, angka
dalam masyarakat. Kartono (1997) juga perceraian mencapai 344.237 dan naik menjadi
menyebutkan bahwa keluarga merupakan 365.633 pada tahun 2016. Berdasarkan data
suatu organisasi sosial yang paling penting tersebut dapat dirata-rata kenaikan angka
dalam kelompok sosial dan keluarga merupakan perceraian di Indonesia yaitu 3% setiap
lembaga masyarakat yang paling utama tahunnya. Perceraian tidak hanya terjadi di
bertanggung jawab untuk menjamin kota-kota besar yang ada di Indonesia namun
kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis juga terjadi di kota-kota kecil seperti Kota
pada setiap pribadi. Hubungan yang terjalin Malang. Hal ini didukung oleh data yang
dalam keluarga juga terjadi secara bertahap diungkapkan salah satu staf pelaporan perkara
mulai dari hubungan antara suami dan istri Pengadilan Agama Kota Malang kepada surat
hingga hubungan antara orangtua dan anak. kabar IDN Times yang menunjukkan bahwa
Hubungan keluarga yang baik akan sepanjang tahun 2018 tercatat 2109 perkara
memberikan dampak yang positif bagi keadaan perceraian yang telah diselesaikan dan
anak dalam keluarga tersebut. Hurlock (1973) diterbitkan akta perceraian di Pengadilan
menyatakan anak yang memiliki orangtua Agama Kota Malang (IDN Times, 2019).
dengan hubungan perkawinan bahagia akan Hal ini semakin memprihatinkan secara
mempersepsikan rumah mereka sebagai psikologis karena dampak yang terjadi akibat
tempat yang membahagiakan karena semakin perceraian tidak hanya kepada orangtua pelaku
sedikit masalah yang dialami orangtua maka perceraian, namun juga pada anak-anak yang
semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, ada dalam keluarga tersebut. Bahkan, dampak
dan sebaliknya hubungan keluarga yang buruk perceraian tidak hanya berimbas pada masa
akan berpengaruh kepada seluruh keluarga. anak namun juga dapat terbawa hingga individu
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat memasuki masa remaja karena masa
disimpulkan bahwa orangtua memiliki peran perkembangan manusia terjadi secara bertahap
yang penting dalam kehidupan anak karena dan berpengaruh satu sama lain, terlebih masa
anak yang tumbuh dalam keluarga bahagia remaja merupakan masa peralihan yang sangat
cenderung memiliki kondisi emosi yang baik. penting bagi individu. Hasil penelitian Amato

20 PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021


Perbedaan Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rentang Usia pada Remaja dengan Orangtua Bercerai

et al. (1995) menguatkan bahwa semakin tinggi mengelola emosinya dengan baik maka ia dapat
konflik pada orangtua maka semakin rendah memaafkan serta akan mengalami penurunan
kesejahteraan psikologis remaja. Garnefski dan kemarahan, kecemasan, dan depresi yang
Diekstra (1997) juga menyebutkan bahwa signifikan (Astuti et al., 2019). Individu yang
remaja dari keluarga bercerai memiliki harga memiliki regulasi emosi yang tinggi adalah
diri yang rendah, gelisah, kesepian, suasana hati individu yang mampu mengelola emosi yang
yang lebih tertekan, serta memiliki ide dan usaha dirasakan, sehingga ketika mengalami masalah
bunuh diri dibandingkan remaja dari keluarga tidak terpengaruh emosi negatif. Selain itu,
utuh. Fakta-fakta ini mengindikasikan adanya seseorang sedang menghadapi stimulus negatif
problematik regulasi emosi, pada remaja pada dan individu tersebut dapat mengatur dan
orangtua bercerai. menurunkan emosi negatif nya maka perilaku
Ketika memasuki usia remaja, anak akan yang muncul adalah bentuk perilaku yang
sulit menerima keadaan yang sesungguhnya konstruktif, bukan destruktif. Individu yang
bahwa keluarganya telah bercerai daripada mampu meregulasi emosinya akan mendapatkan
anak yang memasuki usia dewasa (Lestari, dampak positif bagi kesehatan fisik, tingkah laku,
2014). Kesulitan anak dalam menerima dan hubungan sosial (Endaryani et al., 2020).
perceraian yang terjadi akan berdampak pada Namun sebaliknya, bila seseorang tidak
berbagai aspek dalam hidup anak. Salah satu dapat mengelola emosi dengan baik, seseorang
dampaknya adalah pada bagaimana anak akan berperilaku agresif hingga membahayakan
menyelesaikan masalah yang dialami. Masalah- keselamatan individu atau bahkan orang lain.
masalah yang terjadi dalam kehidupan anak Seperti yang diungkapkan oleh Farichah et al.
akan berdampak pada bagaimana anak mampu (2019), remaja dengan karakteristik regulasi
mengelola atau meregulasi emosi. Hal ini emosi rendah biasanya memiliki permasalahan
dikarenakan keluargalah yang menjadi tempat dengan teman sebaya di sekitar lingkungan
pembelajaran awal dan faktor terpenting pada mereka, cenderung bertindak tidak sesuai norma
pengelolaan emosi anak. Cara individu mengatur yang ada, misalnya menjadi pelaku perundungan
emosi yang dimiliki berpengaruh pada antar teman, mudah menyalahkan orang
bagaimana individu tersebut berhubungan lain, meluapkan emosinya dengan hal-hal
dengan orang lain maupun diri sendiri. negatif, berkelahi dengan teman, dendam,
Regulasi emosi merupakan kemampuan pasrah, mudah marah, dan putus asa. Serupa
individu untuk mengatur perasaan, reaksi dengan pendapat Fitriani dan Alsa (2015), yang
fisiologis serta kognisi yang berhubungan mengungkapkan bahwa remaja yang memiliki
dengan emosi yang dimiliki individu. Dampak- regulasi emosi rendah dapat mengalami
dampak yang akan terjadi jika seseorang dapat beragam bentuk psikopatologi remaja, baik dari

PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021 21


Gita Maharani Swastika, Endang Prastuti

gangguan internal, seperti depresi, stres, sedih, karena itu, menurut Maider (Coon, 2005),
cemas, dan gangguan eksternal, seperti perilaku semakin tinggi usia individu, semakin baik
disregulasi dan kemarahan. Berdasarkan kemampuan regulasi emosinya. Hal ini sejalan
paparan tersebut, tampak bahwa regulasi emosi dengan hasil penelitian Silvers et al. (2012)
merupakan hal yang krusial dalam bahwa usia juga berpengaruh dalam regulasi
perkembangan remaja. emosi seseorang. Hal ini diperkuat oleh
Regulasi emosi dipengaruhi oleh berbagai pendapat Gross (2008) bahwa semakin
faktor yakni faktor yang berasal dari luar bertambahnya usia maka semakin baik pula
individu hingga kemampuan individu itu regulasi emosinya.
sendiri. Beberapa faktor tersebut antara lain: Ditinjau dari perspektif perkembangan,
(a) hubungan orangtua dengan anak; (b) umur masa perkembangan manusia menjadi dibagi
dan jenis kelamin; (c) hubungan interpersonal beberapa periode yakni periode kelahiran
(Zonya & Sano, 2019). Berdasarkan referensi hingga periode dewasa akhir, di mana fase
tersebut, salah satu faktor yang berpengaruh perkembangan yang terjadi dalam kehidupan
pada regulasi emosi seseorang adalah jenis individu tersebut saling berkaitan satu sama lain.
kelamin (gender). Perempuan dikatakan lebih Salah satu masa perkembangan yang paling
emosional dibandingkan dengan laki-laki. Hal beresiko adalah masa remaja (Santrock, 2012).
ini dibuktikan melalui beberapa penelitian Selanjutnya, Santrock (2012) juga mengatakan
mengindikasikan bahwa perempuan lebih bahwa masa remaja merupakan masa transisi
responsif secara emosional dibandingkan laki- dari anak-anak menjadi dewasa, ditandai adanya
laki (Bradley et al., 2001; Fujita et al., 1991; perubahan yang besar dalam berbagai aspek
Lucas & Gohm, 2000; Seidlitz & Diener, 1998). perkembangan. Perubahan dalam keluarga
Penelitian lain yang dilakukan oleh Brody (keluarga yang bercerai) diduga akan
(1997) juga menunjukkan bahwa berdasarkan berpengaruh pada kemampuan regulasi emosi
kepercayaan yang terdapat di masyarakat, pada anak.
terdapat bukti bahwa perempuan lebih banyak Remaja dengan orangtua bercerai
menunjukkan ekspresi emosional diharapkan memiliki kemampuan regulasi
dibandingkan dengan laki-laki. emosi sehingga memiliki kemampuan
Faktor lain yang mempengaruhi regulasi beradaptasi dan mengatasi masalah yang terjadi
emosi individu adalah usia dari individu dalam hidupnya serta mampu mengelola emosi
tersebut. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dirasakan, terutama ketika menghadapi
mengenai regulasi emosi bahwa bertambahnya kondisi penuh tekanan. Namun, kenyataannya,
usia individu akan berkorelasi dengan kebanyakan remaja korban perceraian
peningkatan kemampuan regulasi emosi. Oleh orangtua cenderung memiliki regulasi emosi

22 PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021


Perbedaan Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rentang Usia pada Remaja dengan Orangtua Bercerai

yang rendah. Hal ini diperkuat Hetherington rentang usia sedangkan variabel dependen
(Dagu, 2002) bahwa peristiwa perceraian akan dalam penelitian ini adalah regulasi emosi.
menimbulkan dampak pada emosi anak yang Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
ditandai dengan ketidakstabilan emosi, perbedaan regulasi emosi ditinjau dari jenis
mengalami rasa cemas, tertekan dan sering kelamin dan rentang usia pada remaja dengan
marah-marah, yang mengindikasikan adanya orangtua mengalami perceraian.
problematik dalam meregulasi emosi. Sampel penelitian
Hal ini menjadi keterbaruan dalam
Populasi dalam penelitan ini adalah
penelitian ini karena karakteristik responden
remaja dengan orangtua bercerai, berusia 12-
penelitian dengan latar belakang keluarga
22 tahun yang berdomisili di Kota Malang, total
bercerai. Sebelumnya, regulasi emosi di
berjumlah 150 responden. Teknik sampling
Indonesia fokus pada karakteristik responden
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yang berbeda, misalnya wanita dengan
quota sampling. Pengambilan sampel
perimenopause (Aris & Rinaldi, 2015), siswa
menggunakan teknik quota sampling dilakukan
sekolah (Pratama, 2019), maupun santri di
karena mempertimbangkan waktu, tenaga,
pondok pesantren (Nansi & Utami, 2016).
dana serta data yang tidak memuat jumlah
Berdasarkan paparan di atas, penelitian
keseluruhan remaja dengan orangtua bercerai.
ini bertujuan: (1) untuk mengetahui gambaran
Pengumpulan data dilakukan dengan
regulasi emosi berdasarkan jenis kelamin; (2)
menggunakan satu instrumen yaitu skala
mengetahui gambaran regulasi emosi
regulasi emosi yang dikembangkan oleh peneliti
berdasarkan rentang usia remaja: remaja awal,
merujuk pada teori Thompson (1994), terdiri
madya dan akhir; dan (3) untuk mengetahui
dari 24 butir. Setelah dilakukan uji coba,
perbedaan regulasi emosi ditinjau dari jenis
diperoleh 23 butir yang terpakai dengan indeks
kelamin dan rentang usia remaja (remaja awal,
daya beda butir bergerak dari .303 - .699 dan
remaja madya dan remaja akhir).
koefisien Alpha Cronbach sebesar .901.

Metode Analisis data

Penelitian ini menggunakan pendekatan Analisis data yang digunakan dalam


kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif penelitian ini yaitu analisis data independent sample
komparatif. Rancangan penelitian ini t-test untuk menguji perbedaan regulasi emosi
mengukur perbedaan regulasi emosi ditinjau berdasarkan jenis kelamin dan one way anova
dari jenis kelamin dan rentang usia pada remaja untuk menguji perbedaan regulasi emosi ditinjau
dengan orangtua bercerai. Variabel independen dari jenis kelamin serta rentang usia remaja (remaja
dalam penelitian ini adalah jenis kelamin dan awal, remaja madya dan remaja akhir).

PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021 23


Gita Maharani Swastika, Endang Prastuti

Hasil perbedaan regulasi emosi ditinjau dari jenis


Penelitian ini bertujuan untuk: (1) kelamin dan rentang usia remaja (remaja
Me nge ta hu i gam ba ran re gu las i e mos i awal, remaja madya dan remaja akhir).
berdasarkan jenis kelamin; (2) Mengetahui Analisa menunjukkan hasil-hasil sebagai
gambaran regulasi emos i berdasarkan berikut:
rentang usia remaja: remaja awal, madya
Hasil analisis deskriptif: Regulasi emosi
da n a khi r; dan (3) Untu k me nge tah ui remaja berdasarkan jenis kelamin

Tabel 1
Deskripsi Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin % Kategorisasi
44.10 Tinggi
Laki-laki
55.90 Rendah
52.75 Tinggi
Perempuan
47.25 Rendah

Tabel 1 menjelaskan bahwa remaja sebagian besar remaja laki-laki (55,9%) dari
perempuan (52,75%) dengan orangtua orangtua bercerai, memiliki regulasi emosi
bercerai memiliki regulasi emosi yang tinggi yang berada dalam kategori rendah.
dibandingkan dengan remaja laki-laki Berdasarkan data Tabel 1 dapat disimpulkan,
(44.10%). Artinya, ditinjau dari jenis kelamin sebagian besar remaja perempuan, memiliki
terbukti jenis kelamin perempuan lebih regulasi emosi tinggi, sementara sebagian besar
memiliki prosentase lebih tinggi dalam regulasi remaja laki-laki, memiliki regulasi emosi yang
emosi. Berbeda dengan remaja perempuan, rendah.

Tabel 2
Perbedaan Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin M SD
Laki-laki 65.34 9.087
Perempuan 64.40 9.235

Tabel 2 menunjukkan bahwa remaja regulasi emosi ditinjau dari jenis kelamin pada
perempuan memiliki skor rata-rata sebesar remaja dengan orangtua bercerai. Hal ini
64.40 dengan standar deviasi 9.235, sedangkan ditunjukkan dengan hasil uji hipotesis dengan
remaja laki-laki memiliki skor rata-rata 65.34 two-tailed diperoleh signifikansi sebesar .540
dengan standar deviasi 9.087. Hasil uji hipotesis (p > .05), maka hipotesis awal yang diajukan
membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam penelitian ini ditolak. Hal ini berarti tidak

24 PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021


Perbedaan Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rentang Usia pada Remaja dengan Orangtua Bercerai

ada perbedaan regulasi emosi ditinjau dari jenis masing rentang usia diketahui bahwa sebesar
kelamin. 52.9% responden yang berada pada fase remaja

Hasil analisis deskriptif: Regulasi emosi awal memiliki regulasi emosi dalam kategori
berdasarkan rentang usia rendah. Sedangkan, hasil penelitian ini juga tidak

Tabel 3 memberikan informasi bahwa berbeda jauh dengan remaja yang berada dalam fase

berdasarkan analisis deskriptif pada masing- remaja madya, di mana sebanyak 52.4% remaja

Tabel 3
Data Regulasi Emosi Berdasarkan Rentang Usia Remaja
Fase Remaja % Level Regulasi Emosi
Remaja Awal 52.9 Rendah
Remaja Tengah 52.4 Rendah
Remaja Akhir 52. 7 Tinggi

madya juga memiliki regulasi emosi dalam kategori kategori tinggi. Berdasarkan hal tersebut dapat
rendah. Namun, hasil berbeda ditunjukkan pada ditarik kesimpulan bahwa remaja yang berada
remaja yang berada dalam fase remaja akhir. Hasil dalam fase remaja awal dan madya memiliki regulasi
analisis deskriptif regulasi emosi remaja dengan emosi yang termasuk dalam kategori rendah
orangtua bercerai yang berada dalam fase remaja sedangkan remaja yang termasuk dalam fase
akhir menunjukkan sebanyak 52.7% remaja akhir remaja akhir memiliki regulasi emosi yang
memiliki regulasi emosi yang termasuk dalam termasuk dalam kategori tinggi.

Tabel 4
Skor Rata-Rata Regulasi Emosi Berdasarkan Rentang Usia
Fase Remaja M SD
Remaja Awal 56.53 11.495
Remaja Madya 65.57 7.180
Remaja Akhir 65.87 8.515

Tabel 4 menjelaskan bahwa hasil analisis standar deviasi 7.180, sedangkan remaja yang
deskriptif berdasarkan rentang usia juga berada dalam fase akhir memiliki skor rata-
menunjukkan bahwa remaja yang berada rata sebesar 65.87 dengan standar deviasi
dalam fase awal memiliki skor rata-rata 8.515. Hal ini berarti perbedaan usia akan
sebesar 56.53 dengan standar deviasi 11.495, berdampak pada regulasi emosi, utamanya
remaja yang berada dalam fase madya perbedaan antara remaja awal dan remaja
memiliki skor rata-rata sebesar 65.57 dengan akhir lebih mencolok.

PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021 25


Gita Maharani Swastika, Endang Prastuti

Hasil analisis perbedaan regulasi emosi rentang usia, pada remaja dengan orangtua
berdasarkan usia
bercerai.
Berdasarkan hasil uji hipotesis dalam
Pembahasan
penelitian ini membuktikan bahwa secara
Regulasi emosi ditinjau dari jenis kelamin
keseluruhan terdapat perbedaan regulasi emosi Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ditinjau dari rentang usia, pada remaja dengan tidak terdapat perbedaan regulasi emosi ditinjau
orangtua bercerai. Hal ini ditunjukkan pada data dari jenis kelamin pada remaja dengan orangtua
hasil uji hipotesis sebagai berikut: bercerai. Hasil uji hipotesis diperoleh
Uji hipotesis (1) Perbedaan regulasi signifikansi two-tailed sebesar .540 (p > .05).
emosi remaja awal dengan remaja madya, Hal ini berarti bahwa regulasi emosi yang
diperoleh signifikansi two-tailed sebesar .005. dimiliki remaja perempuan dan laki-laki dengan
Maknanya adalah dengan nilai signifikansi orangtua bercerai, tidak berbeda secara
kurang dari .05, maka hipotesis awal yang signifikan.
diajukan dalam penelitian ini diterima, yaitu ada Hasil penelitian ini berbanding terbalik
perbedaan regulasi emosi antara remaja awal dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa ada
dengan remaja madya. perbedaan regulasi emosi antara perempuan dan
Uji hipotesis (2) Perbedaan regulasi laki-laki (Ratnasari & Suleeman, 2017). Hal ini
emosi remaja awal dengan remaja akhir diduga karena jumlah remaja perempuan dan
diperoleh signifikansi two-tailed sebesar .000. laki-laki dalam penelitian ini memiliki jumlah
Maknanya adalah dengan nilai signifikansi yang tidak seimbang. Selain itu, penelitian ini lebih
kurang dari .05, maka hipotesis awal yang fokus pada kemampuan regulasi emosi, dengan
diajukan dalam penelitian ini diterima, yaitu ada dugaan awal regulasi emosi berbeda terkait
perbedaan regulasi emosi antara remaja awal gender (jenis kelamin). Meskipun demikian,
dengan remaja akhir. keterbatasan dari penelitian ini, tidak dikaitkan
Uji hipotesis (3) Perbedaan regulasi dengan bagaimana strategi regulasi emosi yang
emosi remaja madya dengan remaja akhir digunakan responden. Temuan menunjukkan
diperoleh signifikansi two-tailed sebesar .989. bahwa strategi regulasi emosi, wanita lebih
Maknanya adalah dengan nilai signifikansi lebih banyak menggunakan strategi regulasi dibanding
dari .05, maka hipotesis awal yang diajukan dengan laki-laki. Selain itu penggunaan strategi
dalam penelitian ini ditolak, yaitu tidak ada suppression (penekanan) meningkat seiring
perbedaan regulasi emosi antara remaja madya usia pada wanita, tetapi tidak pada laki-laki dan
dan remaja akhir. Hasil analisis membuktikan penggunaan strategi acceptance (penerimaan)
bahwa secara keseluruhan dapat disimpulkan tidak menurun seiiring usia, terutama pada
terdapat perbedaan regulasi emosi ditinjau dari wanita (Nolen-Hoeksema & Aldao, 2011).

26 PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021


Perbedaan Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rentang Usia pada Remaja dengan Orangtua Bercerai

Hal ini diperkuat dengan data deskriptif penelitian membuktikan regulasi emosi remaja
yang menunjukkan bahwa lebih dari 50% perempuan dengan orangtua bercerai, berada
remaja laki-laki memiliki skor total regulasi dalam kategori tinggi diduga karena
emosi berada pada kategori rendah. Rendahnya kemampuan remaja perempuan dalam
skor total tersebut karena remaja laki-laki dalam mengenali, mengendalikan dan mengatur emosi
penelitian ini kurang mampu mengenali, sedikit lebih baik dibandingkan dengan remaja
mengendalikan dan mengatur emosi yang akan laki-laki. Namun, tidak sedikit remaja
diekspresikan, namun keterbatasan penelitian perempuan dengan orangtua bercerai memiliki
ini tidak menjelaskan strategi regulasi yang kemampuan regulasi emosi yang rendah.
digunakan apakah adaptif atau sebaliknya. Sementara itu, regulasi emosi remaja laki-
Tidak adanya perbedaan yang signifikan laki dalam penelitian ini lebih banyak yang
antara regulasi emosi remaja perempuan dan berada dalam kategori rendah. Temuan berbeda,
laki-laki dalam penelitian dikuatkan dengan menunjukkan bahwa strategi regulasi emosi
data deskriptif yang menunjukkan bahwa rata- akan berbeda ketika responden berusia dewasa.
rata skor total regulasi emosi pada responden Hal ini diperkuat dengan penelitian berbasis
perempuan yaitu sebesar 64.40 dengan standar cross-sectional approach dengan membandingkan
deviasi 9.235, sedangkan rata-rata yang regulasi strategi regulasi emosi pada responden wanita
emosi responden laki-laki yaitu sebesar 65.34 dewasa. Hasil penelitian menunjukkan wanita
dengan standar deviasi 9.087 sehingga dapat dengan usia semakin tua lebih sedikit menggunakan
disimpulkan bahwa perbedaan rata-rata skor supression strategy dibandingkan wanita yang lebih
total yang didapatkan responden perempuan muda usianya. Jadi, seiring dengan bertambahnya
dengan responden laki-laki hanya sekitar .94 usia maka akan meningkatkan strategi regulasi
sedangkan apabila dilihat dari nilai standar emosi re-appraisal dan mengurangi penggunaan
deviasi hanya berbeda .148 yang artinya strategi suppression (John & Gross, 2004).
perbedaan tersebut sangat tipis dan diduga Implikasi dari temuan ini adalah bahwa
menjadi salah satu alasan mengapa dalam seluruh responden baik remaja laki-laki
penelitian ini regulasi emosi antara perempuan maupun remaja perempuan masih dipandang
dan laki-laki tidak berbeda secara signifikan. perlu untuk meningkatkan kemampuan regulasi
Hasil penelitian menguatkan fakta bahwa emosi di dalam dirinya dan masih memerlukan
perbedaan regulasi emosi tidak cukup kuat bantuan dari pihak-pihak terkait mengingat usia
dipengaruhi oleh jenis kelamin, namun terdapat mereka yang masih sangat muda serta untuk
variabel lain yang lebih mampu menjelaskan, memperbaiki kemampuan regulasi emosi yang
salah satunya adalah strategi yang digunakan dimiliki. Remaja yang mempunyai kemampuan
dalam melakukan regulasi emosi. Hasil regulasi emosi ditandai dengan hal-hal berikut:

PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021 27


Gita Maharani Swastika, Endang Prastuti

dapat mengetahui apa yang dirasakan, Hasil penelitian menguatkan bahwa


dipikirkan dan apa yang menjadi latar belakang emotion-regulation skill dapat mencegah
dalam melakukan suatu tindakan, mampu untuk problem kesehatan mental (Berking et al., 2010),
mengevaluasi emosi-emosi yang dialami untuk penelitian selanjutnya program ini dapat
sehingga bertindak secara rasional bukan dimodifikasi atau direplikasi untuk
emosional dan mampu untuk memodifikasi meningkatkan emotion regulation skill pada
emosi yang dialami (Thompson, 1994). remaja dengan orangtua bercerai, khususnya
Kedua kelompok responden menunjukkan pada remaja awal (usia 12-15 tahun).
kemampuan regulasi emosi yang berbeda dilihat
Regulasi emosi ditinjau dari rentang usia
dari indikator dalam aspek regulasi emosi.
Namun demikian, meskipun menunjukkan Hasil analisis yang pertama didapatkan
kemampuan yang berbeda, perbedaan tersebut signifikansi two-tailed sebesar .005 antara
tidaklah signifikan. Hal ini didukung dengan remaja awal dengan remaja madya. Hasil ini
perbandingan antara remaja yang memiliki menunjukkan bahwa hipotesis awal yang
regulasi emosi dalam kategori tinggi dan rendah diajukan dalam penelitian ini diterima. Dengan
kurang dari 50%. Artinya, meskipun remaja kata lain, terdapat perbedaan regulasi emosi
perempuan cenderung memiliki regulasi emosi antara remaja rentang awal dengan remaja
dalam kategori tinggi namun hal tersebut tidak madya. Selanjutnya, didapatkan hasil signifikansi
jauh berbeda dengan remaja laki-laki yang two-tailed sebesar .000 antara remaja awal
memiliki regulasi emosi pada kategori rendah. dengan remaja akhir. Hal ini menunjukkan
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat bahwa hipotesis awal dalam penelitian ini
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan diterima dimana hipotesis yang diajukan adalah
yang signifikan antara regulasi emosi remaja ada perbedaan tingkat regulasi emosi remaja
perempuan dengan remaja laki-laki dengan awal dengan remaja akhir. Namun, terdapat
orangtua bercerai. Implikasi dari temuan ini, sedikit perbedaan antara hasil ketiga dengan dua
masih dirasakan perlu remaja laki-laki maupun hasil signifikansi two-tailed sebelumnya.
perempuan untuk memilih strategi regulasi Hasil signifikansi two-tailed yang
emosi yang efektif. Sesuai dengan temuan diperoleh dari remaja madya dengan remaja
penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan akhir menunjukkan bahwa hipotesis awal yang
bagi remaja yang orangtua bercerai dalam diajukan dalam penelitian ini ditolak karena
menentukan regulasi emosi yang tepat untuk memperoleh hasil signifikansi two-tailed
dirinya saat menghadapi masalah yang dihadapi sebesar .989.
hingga menjadi ketrampilan (skill) melalui Hasil penelitian yang menunjukkan
proses belajar dan pelatihan (training). adanya perbedaan antara regulasi emosi remaja

28 PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021


Perbedaan Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rentang Usia pada Remaja dengan Orangtua Bercerai

awal dengan remaja madya dan regulasi emosi menguatkan bahwa usia dewasa akhir
remaja rentang awal dengan remaja akhir sesuai dilaporkan memiliki level kesejahteraan (well-
dengan hasil penelitian dilakukan oleh Rubiani being) lebih tinggi dibandingkan dewasa muda
dan Sembiring (2018) yang menyatakan bahwa dikarenakan meningkatnya kemampuan
terdapat perbedaan antara regulasi emosi meregulasi emosi, terutama dalam memilih dan
ditinjau dari faktor usia. Namun, hasil tersebut mengoptimalkan proses regulasi emosi (Urry
juga berbanding terbalik dengan hasil uji & Gross, 2010).
komparatif antara remaja madya dengan remaja Penelitian regulasi emosi pada responden
akhir dimana menurut uji komparatif tidak remaja membuktikan bahwa kemampuan
terdapat perbedaan regulasi emosi antara regulasi emosi akan semakin tinggi seiring
remaja rentang usia 16-18 tahun dengan remaja dengan meningkatnya usia remaja. Hal ini
rentang usia 19-22 tahun. memperkuat hasil penelitian sebelumnya
Rendahnya kemampuan regulasi emosi bahwa remaja akhir memiliki regulasi emosi
pada remaja yang berada dalam fase remaja yang lebih baik dibandingkan remaja madya,
awal dan madya dengan orangtua bercerai, sementara regulasi emosi remaja madya
diduga karena kurangnya kemampuan remaja tergolong normal dari pada regulasi emosi
dalam memahami, menyeimbangkan serta remaja awal yang tergolong rendah (Rubiani &
mengatur emosi yang akan diekspresikan Sembiring, 2018). Sementara itu, penelitian ini
terkait dengan usianya yang sangat muda. membuktikan regulasi emosi remaja akhir lebih
Berbanding dengan remaja awal dan madya baik dibandingkan regulasi emosi remaja madya
yang memiliki kemampuan regulasi emosi dan remaja awal sehingga dapat ditarik
dalam kategori rendah, remaja yang berada kesimpulan bahwa dalam penelitian ini remaja
dalam fase akhir memiliki tingkat regulasi emosi akhir memiliki kemampuan regulasi emosi yang
yang tinggi karena kemampuannya dalam lebih baik dibandingkan remaja awal dan
memahami, menyeimbangkan serta mengatur madya.
emosi yang akan diekspresikan jauh lebih baik Penelitian ini memiliki hasil yang sedikit
dibandingkan dengan remaja yang berada dalam berbeda dengan penelitian yang ada sebelumnya
fase awal dan madya karena bertambahnya usia karena jumlah remaja awal, madya dan akhir
maka regulasi emosi yang dimiliki juga akan dalam penelitian ini memiliki jumlah yang tidak
semakin matang. seimbang. Selain itu, dibandingkan dengan
Hal ini sejalan dengan telaah literatur remaja awal, remaja akhir yang memiliki skor
bahwa menurut Cartesen (Gross, 1998) proses total yang tidak terlalu berbeda jauh dengan
regulasi emosi meningkat seiring usia. Hasil remaja madya. Hal ini dibuktikan melalui hasil
penelitian pada periode dewasa juga rata-rata yang didapatkan dari remaja akhir

PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021 29


Gita Maharani Swastika, Endang Prastuti

memiliki perbedaan yang sangat tipis apabila kelompok responden menunjukkan


dibandingkan dengan hasil rata-rata yang kemampuan regulasi emosi yang berbeda
dimiliki remaja madya yakni sebesar .30 dan dilihat dari indikator dalam aspek regulasi
perbedaan standar deviasi sebesar 1.335, emosi. Dua kelompok responden menunjukkan
sedangkan remaja yang berada dalam fase awal perbedaan regulasi emosi sedangkan satu
dan madya memiliki perbedaan yang sesuai kelompok lainnya tidak menunjukkan
dengan penelitian sebelumnya. perbedaan tersebut. Hal ini didukung dengan
Regulasi emosi remaja madya dan akhir perbandingan antara remaja yang memiliki
dengan orangtua bercerai berada dalam kategori regulasi emosi dalam kategori tinggi dan rendah
tinggi diduga karena kemampuan remaja madya kurang dari 50%. Artinya, meskipun remaja
dan akhir dalam mengenali, mengendalikan dan akhir cenderung memiliki regulasi emosi dalam
mengatur emosi sedikit lebih baik dibandingkan kategori tinggi, hal tersebut tidak jauh berbeda
dengan remaja awal. Namun, tidak sedikit pula dengan remaja awal dan madya yang memiliki
remaja madya dan akhir dengan orangtua regulasi emosi dalam kategori rendah.
bercerai yang memiliki kemampuan regulasi Keterbatasan dalam penelitian ini tidak
emosi pada kategori rendah. Sedangkan, regulasi menekankan pada pengukuran strategi regulasi
emosi remaja awal dalam penelitian ini lebih emosi yang adaptif dan maladaptif. Secara
banyak yang berada dalam kategori rendah. Hal teoritik, umumnya bentuk regulasi emosi yang
ini menunjukkan bahwa dari seluruh responden adaptif seperti re-appraissal memberi manfaat
penelitian, baik remaja awal, remaja madya terkait fungsi afektif, interaksi sosial dan
maupun remaja akhir masih perlu memperoleh kesejahteraan (well-being), sebaliknya
program pelatihan regulasi emosi (emotion expressive suppression memiliki dampak
regulation training) untuk meningkatkan sebaliknya (Gross & John, 2003). Dengan
kemampuan regulasi emosi, hingga menjadi demikian disarankan untuk penelitian
sebuah skill (keterampilan otomatis). berikutnya dilakukan pengukuran tidak hanya
Thompson (1994) menjelaskan bahwa regulasi emosi, tetapi juga strategi regulasi emosi
remaja yang mempunyai kemampuan (adaptif dan maladaptif), untuk diuji apakah ada
meregulasi emosi dapat mengetahui apa yang perbedaan terkait rentang usia remaja (remaja
dirasakan, dipikirkan dan apa yang menjadi awal, remaja madya, remaja akhir).
latar belakang dalam melakukan suatu tindakan, Kontribusi dari penelitian ini bahwa
mampu untuk mengevaluasi emosi-emosi yang terdapat perbedaan regulasi emosi ditinjau dari
dialami sehingga bertindak secara rasional rentang usia pada remaja dengan orangtua
bukan emosional dan mampu untuk bercerai. Implikasi temuan ini dapat menjadi
memodifikasi emosi yang dialami. Ketiga rujukan bagi remaja dengan orangtua bercerai

30 PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021


Perbedaan Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rentang Usia pada Remaja dengan Orangtua Bercerai

untuk menentukan bagaimana cara melakukan emosi pada kategori tinggi; (2) Tidak terdapat
regulasi emosi yang tepat saat menghadapi perbedaan regulasi emosi ditinjau dari jenis
masalah. Upaya untuk membantu kelamin pada remaja dengan orangtua bercerai.
meningkatkan skill (keterampilan) regulasi Hal ini dapat diartikan bahwa dalam penelitian
emosi pada remaja adalah dengan ini jenis kelamin tidak dapat membedakan
mempertimbangan fase perkembangan remaja kemampuan regulasi dari seseorang karena
(remaja awal, remaja madya, remaja akhir). hasil skor yang diperoleh memiliki perbedaan
Merujuk pada temuan penelitian ini, fase remaja yang sangat tipis (tidak signifikan); dan (3)
awal memiliki skor regulasi emosi lebih rendah Berdasarkan rentang usia remaja, terdapat
dibandingkan dengan fase remaja madya dan perbedaan regulasi emosi ditinjau dari rentang
akhir. Oleh karena itu, untuk penelitian usia pada remaja dengan orangtua bercerai. Hal
selanjutnya target pelatihan regulasi emosi lebih ini berarti: rentang usia dapat membedakan
diprioritaskan pada remaja awal (12-15 tahun). kemampuan regulasi emosi seseorang karena
hasil skor yangdiperoleh memiliki perbedaan
Simpulan
yang cukup tinggi kecuali regulasi emosi pada
Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk remaja madya dengan remaja akhir.
mengetahui gambaran regulasi emosi
Saran
berdasarkan jenis kelamin; (2) Mengetahui
Merujuk pada temuan penelitian, maka
gambaran regulasi emosi berdasarkan rentang
disarankan: (1) Bagi remaja (laki-laki) dengan
usia remaja: remaja awal, madya dan akhir; dan
orangtua bercerai diharapkan dapat
(3) Untuk mengetahui perbedaan regulasi
meningkatkan kemampuan regulasi emosi,
emosi ditinjau dari jenis kelamin dan rentang
dengan proses belajar dan latihan agar dapat
usia remaja (remaja awal, remaja madya dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
remaja akhir). Penelitian ini menyimpulkan
dengan lebih positif dan efektif; dan (2) Bagi
bahwa: (1) Sebagian besar remaja perempuan
peneliti selanjutnya disarankan untuk
dengan orangtua bercerai, memiliki regulasi
menyempurnakan keterbatasan dalam
emosi berada pada kategori tinggi, sedangkan
penelitian ini terkait teknik sampling, dengan
sebagian besar remaja laki-laki memiliki
jumlah responden yang lebih besar dan lebih
regulasi emosi berada dalam kategori rendah.
memperhatikan pemerataan dari responden
Berdasarkan rentang usia, sebagian besar
yang akan diteliti baik dari jenis kelamin
remaja awal dan madya dengan orangtua
maupun rentang usia. Selain itu, variabel yang
bercerai memiliki regulasi emosi yang berada
dilibatkan dalam penelitian, tidak hanya
dalam kategori rendah, sedangkan remaja akhir
mengukur regulasi emosi, tetapi juga strategi
dengan orangtua bercerai memiliki regulasi

PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021 31


Gita Maharani Swastika, Endang Prastuti

regulasi emosi, merujuk konsep teori yang Dagu, S. M. (2002). Psikologi keluarga. Rineka
Cipta.
relevan (misalnya teori Gross (1998)). Agar
Endaryani, V., Yuniardi, M., & Syakarofath, N.
lebih bermakna secara empiris, penelitian (2020). Pelatihan antecedent-focused &
selanjutnya dapat mengembangkan emotion response-focused untuk meningkatkan
regulasi emosi pada remaja panti asuhan.
regulation skill training untuk meningkatkan Gadjah Mada Journal of Professional
regulasi emosi khususnya pada remaja awal Psychology (GamaJPP), 6(1), 18–29.
h t t p s : / / do i . o r g / 1 0 . 2 2 1 4 6 /
(usia 12-15 tahun). gamajpp.55232
Farichah, I. N., Habsy, B. A., & Suroso, D. H. (2019).
Referensi
Konseling kelompok rasional emotif
Amato, P. R., Loomis, L. S., & Booth, A. (1995). perilaku dalam membantu mengatasi
Parental divorce, marital conflict, and regulasi emosi siswa SMP, efektifkah?
offspring well-being during early Jurnal Pendidikan, 4(1), 25–32. https://
adulthood. Social Forces, 73(3), 895–915. doi.org/10.26740/jp.v4n1.p25-32
https://doi.org/10.2307/2580551
Fitriani, Y., & Alsa, A. (2015). Relaksasi autogenik
Aris, D., & Rinaldi. (2015). Hubungan regulasi untuk meningkatkan regulasi emosi pada
emosi dengan penerimaan diri wanita siswa SMP. E-Jurnal Gama Jpp, 1(3), 149–162.
premenopause. Jurnal RAP, 6(1), 11–22. https://doi.org/10.22146/gamajpp.9391
h t t p s : / / do i . o r g / 1 0 . 2 4 0 3 6 /
Fujita, F., Diener, E., & Sandvik, E. (1991).
rapun.v6i1.6646
Gender differences in negative affect and
Astuti, D., Wasidi, & Shintia, R. (2019). Hubungan well-being: The case for emotional
antara regulasi emosi dengan perilaku intensity. Journal of Personality and
memaafkan pada siswa sekolah menengah Social Psychology, 61(3), 427–434.
pertama. Consilia: Jurnal Ilmiah Bimbingan h ttp s : / / do i . o r g / 1 0 . 1 0 3 7 / 0 0 2 2 -
Dan Konseling, 2(1), 1–10. https://doi.org/ 3514.61.3.427
10.33369/consilia.2.1.1-11
Garnefski, N., & Diekstra, R. (1997). Adolescents
Berking, M., Meier, C., & Wupperman, P. (2010). from one parent, stepparent and intact
Enhancing emotion-regulation skills in families: emotional problems and suicide
police officers: Results of a pilot attempts. Journal of Adolescence, 20 2,
controlled study. Behavior Therapy, 201–208.
41(3), 329–339. https://doi.org/
Gross, J. J. (1998). The emerging field of emotion
10.1016/j.beth.2009.08.001
regulation: An integrative review. Review
Bradley, M. M., Codispoti, M., Sabatinelli, D., & of General Psychology, 2(3), 271–299.
Lang, P. J. (2001). Emotion and h ttp s : / / do i . o r g / 1 0 . 1 0 3 7 / 1 0 8 9 -
motivation II: Sex differences in picture 2680.2.3.271
processing. Emotion, 1(3), 300–319.
Gross, J. J. (2008). Handbook of emotions (3rd
h ttp s : / / do i . o r g / 1 0 . 1 0 3 7 / 1 5 2 8 -
ed.). Guilford Press.
3542.1.3.300
Gross, J. J., & John, O. P. (2003). Individual
Brody, L. R. (1997). Gender and emotion:
differences in two emotion regulation
Beyond stereotypes. Journal of Social
processes: Implications for affect,
Issues, 53(2), 369–393. https://doi.org/
relationships, and well-being. Journal of
10.1111/0022-4537.00022
Personality and Social Psychology, 85(2),
Coon, D. (2005). Psychology a journey (2nd ed.). 348–362. https://doi.org/10.1037/
Thomson Wadsworth. 0022-3514.85.2.348

32 PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021


Perbedaan Regulasi Emosi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rentang Usia pada Remaja dengan Orangtua Bercerai

Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development Ratnasari, S., & Suleeman, J. (2017). Perbedaan
(4th ed.). McGraw-Hill Kogakusha. regulasi emosi perempuan dan laki-laki
di perguruan tinggi. Jurnal Psikologi
IDN Times. (2019). Ada 2109 perceraian di Sosial, 15(1), 35–46. https://doi.org/
Kota Malang perselisihan jadi faktor 10.7454/jps.2017.4
utama. IDN Jatim. https://
jatim.idntimes.com/news/jatim/bela- Rubiani, A., & Sembiring, S. (2018). Perbedaan
ikhsan-asaat/ada-2109-perceraian-di- regulasi emosi pada remaja ditinjau dari
kota-malang-perselisihan-jadi-faktor- faktor usia di sekolah Yayasan Pendidikan
utama/full. Pada 7 Januari 2020 Islam Swasta Amir Hamzah Medan. Jurnal
Diversita, 4(2), 99–108. https://doi.org/
John, O. P., & Gross, J. J. (2004). Healthy and 10.31289/diversita.v4i2.1593
unhealthy emotion regulation:
Personality processes, individual Santrock, J. W. (2012). Life span development:
differences, and life span development. Perkembangan masa hidup (13rd ed.).
Journal of Personality, 72(6), 1301– Erlangga.
1333. https://doi.org/10.1111/j.1467-
6494.2004.00298.x Seidlitz, L., & Diener, E. (1998). Sex
differences in the recall of affective
Kartono, K. (1997). Patologi sosial. Rajawali. experiences. Journal of Personality and
Social Psychology, 74(1), 262–271.
Lestari, D. W. (2014). Penerimaan diri dan h ttp s : //do i . o rg/ 1 0 . 1 0 3 7/ /0 02 2 -
strategi coping pada remaja korban 3514.74.1.262
perceraian orangtua. E-Journal Psikologi,
2(1), 1–13. http://e-journals.unmul.ac.id/ Silvers, J. A., McRae, K., Gabrieli, J. D. E., Gross, J.
index.php/psikoneo/article/view/3515 J., Remy, K. A., & Ochsner, K. N. (2012).
Age-related differences in emotional
Lucas, R. E., & Gohm, C. . (2000). Age and sex reactivity, regulation, and rejection
differences in subjective well-being sensitivity in adolescence. Emotion,
across cultures. In E. Diener & E. M. Suh 12(6), 1235–1247. https://doi.org/
(Eds.), Culture and subjective well-being 10.1037/a0028297
(pp. 291–318.).
Thompson, R. A. (1994). Emotion regulation: A
Nansi, D., & Utami, T. (2016). Hubungan antara theme in search of definition.
regulasi emosi dengan perilaku disiplin Monographs of the Society for Research
santri madrasah aliyah pondok pesantren in Child Development, 59(2–3), 25–52.
qodratullah langkan. Psikis: Jurnal http s : //do i . org/ 10 . 1 11 1/ j. 15 40 -
Psikologi Islami, 2(1), 16–28. http:// 5834.1994.tb01276.x
jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/
psikis/article/view/1054 Urry, H. L., & Gross, J. J. (2010). Emotion
regulation in older age. Current Directions
Nolen-Hoeksema, S., & Aldao, A. (2011). Gender in Psychological Science, 19(6), 352–357.
and age differences in emotion regulation h t t p s : / / do i . o r g / 1 0 . 1 1 7 7 /
strategies and their relationship to 0963721410388395
depressive symptoms. Personality and
Individual Differences, 51(6), 704–708. Zonya, O. L., & Sano, A. (2019). Differences in
h t t p s : / / do i . o r g / 1 0 . 1 0 1 6 / the emotional regulation of male and
j.paid.2011.06.012 female students. Jurnal Neo Konseling,
1(3), 1–5. https://doi.org/10.24036/
Pratama, G. (2019). Peran regulasi emosi 00128kons2019
terhadap prokrastinasi akademik pada
siswa kelas VIII SMP. Indonesian Journal 
of Guidance and Counseling, 8(2), 119– Received 9 July 2020
124. https://doi.org/10.15294/ Revised 20 December 2020
ijgc.v8i2.19693 Accepted 21 December 2020

PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021 33


Gita Maharani Swastika, Endang Prastuti

34 PSIKOLOGIKA Volume 26 Nomor 1 Januari 2021

Anda mungkin juga menyukai