Bab Ii

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Beton
Beton saat ini telah menjadi salah satu material utama pada bangunan yang
sangat penting untuk memenuhi kebutuhan industri properti dan bangunan sipil.
Dalam pelbagai bangunan infrastruktur yang ada di dunia ini, beton yang dibuat
dengan menggunakan semen Portland menjadi material terbesar yang paling banyak
digunakan dibandingkan material lain seperti baja, kayu ataupun bambu. Industri
beton merupakan pengguna sumber daya alam terbesar di dunia (Ahmad, 2018).
Menurut Dipohusodo (1996) beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan
dari agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air, dengan menambahkan bahan
perekat semen portland dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia
selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Semen Portland dan air
setelah menyatu akan menjadi jel yang dalam beberapa hari akan mengeras dan saling
merekat. Agregat kasar dan halus disebut sebagai bahan susun kasar campuran,
merupakan komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton
merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya ialah nilai banding campuran dan
mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing,
temperature, dan kondisi perawatan pengerasannya.
Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibanding dengan kuat tariknya. Nilai kuat
tariknya hanya berkisar 9%-15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai
komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan
baja/besi sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu
kelemahannya, terutama pada bagian menahan gaya tarik, dengan demikian tersusun
pembagian tugas, di mana batang tulangan baja/besi bertugas memperkuat dan
menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya
tekan. Komponen struktur beton dengan kerja sama seperti itu disebut sebagai beton
bertulangan baja/besi atau lazim disebut dengan beton bertulang.

4
5

Beton merupakan suatu konstruksi yang umumnya tersusun dari air semen dan
agregat. Penggunaan beton saat ini tidak hanya pada ruang lingkup struktur saja, akan
tetapi bisa juga digunakan untuk non struktur. Banyak komponen non struktur
bangunan yang terbuat dari beton misalnya, dinding, kolom praktis, perabot rumah,
maupun berbagai macam hiasan. Penggunaan beton pada komponen non struktur
tentulah berbeda dengan struktur di mana komposisi di desain sedemikian rupa untuk
menghasilkan beton dengan nilai estetika maupun dari segi ekonomi yang lebih
(Widodo & Basith, 2017).
Beton merupakan campuran material-material pembentuk beton, yaitu: agregat
halus, agregat kasar, semen, dan air dengan perbandingan tertentu dengan atau tanpa
bahan tambahan. Beton sebagai salah satu bagian kontruksi yang penting, di mana
pemakaian dan kegunaannya yang begitu luas dan umum. Beton merupakan bahan
yang sangat bervariasi, kualitasnya dapat diperoleh dengan berbagai komposisi
campuran dan tata cara pembuatannya. Kualitas beton juga sangat ditentukan dari tata
cara perawatannya (Saputra & Hepiyanto, 2017).
Beton merupakan campuran antara semen Portland, agregat halus, agregat kasar
dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan yang membentuk massa
padat(BSN, 2002). Menurut Mulyono, (2004) bahan penyusun beton terdiri dari
bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan
tembahan (admixture) (Mau et al., 2018).
Berdasarkan material pengisi dan kegunaan strukturnya, beton terdiri dari
beberapa jenis menurut Dipohusodo, Istimawan (1999), yaitu sebagai berikut :
1. Beton Ringan
Beton jenis ini sama dengan beton biasa perbedaannya hanya agregat kasarnya
diganti dengan agregat ringan. Selain itu dapat pula dengan beton biasa yang diberi
bahan tambah yang mampu membentuk gelembung udara waktu pengadukan beton
berlangsung. Beton semacam ini mempunyai banyak pori sehingga berat jenisnya
lebih rendah daripada beton biasa. Sedangkan menurut SK SNI 03-3449 tahun 2002,
beton ringan adalah beton yang memiliki agregat ringan dan pasir alam sebagai
6

pengganti agregat halus ringan dengan ketentuan tidak boleh melampaui berat isi
maksimum beton 1850 kg/m3 dan harus memenuhi ketentuan kuat tekanan dan kuat
tarik belah beton ringan untuk tujuan struktural.
2. Beton Non-Pasir
Proses pembuatan beton non-pasir sama sekali tidak menggunakan pasir,
melainkan hanya kerikil, semen, dan air. Hal ini menyebabkan terbentuknya rongga
udara di celah-celah kerikil sehingga total berat jenisnya pun lebih rendah. Karena
tidak memakai pasir, kebutuhan semen pada beton ini juga lebih sedikit. Penggunaan
beton non-pasir misalnya pada struktur ringan, kolom dan dinding sederhana, bata
beton, serta buis beton. Menurut SK SNI 03-3449 tahun 2002, beton non pasir
merupakan bagian dari beton ringan, hanya saja penggunaan agregat halus atau dalam
hal ini pasir tidak digunakan, sehingga pengisi tiap rongga antar agregat kasar hanya
berupa semen dan beberapa agregat kasar yang berukuran kecil.
3. Beton Bertulang
Beton bertulang tercipta dari perpaduan adukan beton dan tulangan baja. Perlu
diketahui, beton mempunyai sifat kuat terhadap gaya tekan, tetapi lemah dengan gaya
tarik. Oleh karena itu, tulangan baja sengaja ditanamkan ke dalamnya agar kekuatan
beton tersebut terhadap gaya tarik meningkat. Beton bertulang biasanya dipasang
pada struktur bentang lebar seperti pelat lantai, kolom bangunan, jalan, jembatan, dan
sebagainya. Menurut SNI 2847 tahun 2013 tentang persyaratan struktural untuk
bangunan gedung, beton bertulang terdapat dua jenis baja tulangan yaitu baja
tulangan polos dan baja tulangan berulir, tulangan baja polos lemah terhadap daya
cengkram antar agregat kasar, agregat halus dan semen sedangkan baja tulangan
berulir memeliki kekuatan yang kuat terhadap daya cengkraman antar agregat halus,
agregat kasar, dan semen.
4. Beton Hampa
Beton hampa atau beton vakum adalah beton yang separuh airnya yang
dicampurkan saja yang bereaksi dengan semen, adapun separuh sisanya digunakan
untuk mengencerkan adukan. Beton jenis ini diaduk dan dituang serta dipadatkan
7

sebagaimana beton biasa, namun setelah beton tercetak padat kemudian air sisa reaksi
disedot dengan cara khusus. Seperti 8 cara vakum, dengan demikian air yang
tertinggal hanya air yang digunakan untuk reaksi dengan semen, sehingga beton yang
diperoleh sangat kuat. Beton hampa banyak sekali dimanfaatkan dalam pendirian
bangunan-bangunan pencakar langit.
5. Beton Pra-Cetak
Beton yang dicetak di luar area pengerjaan proyek pembangunan disebut beton
pra-cetak. Beton ini memang sengaja dibuat di tempat lain agar kualitasnya lebih
baik. Selain itu, pemilihan beton tersebut juga kerap didasari pada sempitnya lokasi
proyek dan tidak adanya tenaga yang tersedia. Beton pra-cetak biasanya diproduksi
oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pembangunan dan pengadaan
material. Berdasarkan SNI 2487 tahun 2013, beton pracetak adalah elemen beton
struktur yang dicetak ditempat lain dari posisi akhirnya dalam struktur.
6. Beton Massa
Beton massa yaitu beton yang dibuat dalam jumlah yang cukup banyak.
Penuangan beton ini juga sangat besar di atas kebutuhan rata-rata. Begitu pula dengan
perbandingan antara volume dan luas permukaannya pun sangat tinggi. Pada
umumnya, beton massa memiliki dimensi yang berukuran lebih dari 60 cm. Beton ini
banyak diaplikasikan pada pembuatan pondasi besar, pilar bangunan, dan bendungan.
Menurut SNI 7656 tahun 2012 tentang tata cara pemilihan campuran untuk beton
normal, beton berat, dan beton massa, beton massa adalah beton struktural di mana
tegangan dalam diberikan untuk mereduksi tegangan tarik potensial dalam beton yang
dihasilkan dari beban.
7. Beton Pra-Tegang
Pembuatan beton pra-tegang mirip sekali dengan beton bertulang. Perbedaan
hanyalah terletak pada tulangan baja yang dimasukkan ke beton harus ditegangkan
terlebih dahulu. Tujuannya supaya beton tidak mengalami keretakan walaupun
menahan beban lenturan yang besar. Penerapan beton pra-tegang juga banyak
dilakukan untuk menyangga struktur bangunan bentang lebar, menurut SNI 2487
8

Tahun 2013 beton 9 prategang adalah beton struktural di mana tegangan dalam
diberikan untuk mereduksi tegangan tarik potensial dalam beton yang dihasilkan dari
beban.
8. Beton Siklop
Beton siklop merupakan beton yang menggunakan agregat cukup besar sebagai
bahan pengisi tambahannya. Ukuran penampang agregat tersebut berkisar antara 15-
20 cm. Bahan ini lantas ditambahkan ke adukan beton normal sehingga dapat
meningkatkan kekuatannya. Beton siklop seringkali dibangun pada bendungan,
jembatan, dan bangunan air lainnya.
9. Beton Serat
Secara prinsip, beton serat dibuat dengan menambahkan serat-serat tertentu ke
dalam adukan beton. Contoh-contoh serat yang lumrah dipakai di antaranya asbestos,
plastik, kawat baja, hingga tumbuh-tumbuhan. Penambahan serat dimaksudkan untuk
menaikkan daktilitas pada beton tersebut sehingga tidak mudah mengalami keretakan.
10. Beton Mortar
Bahan baku pembuatan beton mortar terdiri atas mortar, pasir dan air. Ada tiga
ragam mortar yang sering digunakan, antara lain semen, kapur dan lumpur. Beton
mortar semen yang dipasangi anyaman tulangan baja di dalamnya dikenal sebagai
ferro cement. Beton ini memiliki kekuatan tarik dan daktilitas yang baik.
Menurut Kusuma, M. Eng. Gideon (1998) penggunaan beton memiliki
keuntungan dan kerugian sebagai berikut :
Keuntungan dalam penggunaan beton :
1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.
2. Mampu memikul beban yang berat.
3. Tahan terhadap temperatur yang tinggi.
4. Biaya pemeliharaan yang kecil.
5. Tahan terhadap bahan-bahan kimia terutama asam sulfat.
Kerugian dalam penggunaan beton :
1. Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m3.
9

2. Kekuatan tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.


3. Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidraulis. Baja tulangan bisa
berkarat, meskipun tidak terekspos separah konstruksi baja.
4. Kualitasnya sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan. Beton yang baik
maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama.
5. Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daurulang sulit
dan tidak ekonomis. Dalam hal ini struktur baja lebih unggul, misalnya tinggal
melepas sambungannya saja.

2.2. Bahan Penyusun Beton


1. Semen Portland
Menurut SNI 00313-1981 semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik
yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik,
yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan
tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Fungsi utama semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk
suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat.
Walaupun komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%, namun karena fungsinya
sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting. (Nawy, 1998).
Menurut Mulyono, Tri (2007) semen dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu
sebagai berikut ini:
a. Semen non hidraulik yaitu semen yang tidak dapat mengikat dan mengeras
dalam air akan tetapi memerlukan udara untuk dapat mengeras. Contoh dari
semen non hidraulik adalah kapur
b. Semen hidraulik yaitu semen yang mempunyai kemampuan untuk mengikat
dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik,
semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland
pozollan, semen portland tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif.
10

Contoh lainnya adalah semen portland putih, semen warna, dan semen-semen
untuk keperluan khusus

2. Agregat
Agregat adalah material glanular seperti pasir, kerikil, batu pecah dan terak
tungku besi yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk
membentuk suatu beton semen hidrolik atau adukan. Kandungan agregat dalam
campuran beton biasanya sangat tinggi. Berdasarkan pengalaman, komposisi agregat
tersebut berkisar 60%-70% dari berat campuran beton. Walaupun fungsinya hanya
sebagai bahan pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar, agregat ini pun
menjadi penting. (Mulyono, 2007)
Menurut Nawy, Edward G, Dr. P.E (1998) secara umum, agregat dapat
dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu:
a. Agregat kasar
Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm.
agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua;
berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm
disebut kerikil kasar. Properti-properti agregat kasar mempengaruhi kekuatan
akhir beton yang mengeras dan ketahanannya terhadap disintegrasi, cuaca, dan
pengaruh yang merusak lainnya. Agregat kasar material harus bersih terhadap
bahan-bahan organik kotor dan harus melekat dengan jeli demen.
b. Agregat halus
Agregat halus adalah agregat yang semua butirnya menembus ayakan
berlubang 4.8 mm (SII.0052.1998) atau 4,75 mm (ASTM C33, 1982) atau 5,0 mm
(BS.812,1976). Suatu agregat halus yang baik harus selalu bebas dari bahan
organik kotor lempung, atau sembarangan material berbahaya atau pengisi
berukuran lebih kecil dari pada saringan No. 100 yang berlebihan. Agregat halus
diharapkan memiliki suatu kombinasi bergradasi baik yang memenuhi standar
analisi saringan American Society for Testing and Materials (ASTM).
11

3. Air
Air diperluakan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Karena
pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan
perbandingan jumlah air terhadap total berat yang penting, tetapi justru perbandingan
air dengan semen atau biasa yang disebut Faktor Air Semen (water cement ratio).
(Dipohusodo, 1996)
Menurut SNI-03-2847-2002 dalam pasal 5.4 ayat 1 s/d 3 air yang digunakan
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Tidak mengandung lumpur dan benda melayang lainnya yang lebih dari 2 gram
per liter.
b. Tidak mengandung asam atau garam yang dapat merusak beton, zat organik dan
sebagainya lebih dari 15 gram per liter.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 1 gram per liter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram per liter.

4. Bahan Aditif
Menurut C. McCormac, jack (2001) bahan aditif adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam beton selama atau sebelum pengadukan. Bahan ini digunakan
untuk meningkatkan kinerja beton dalam situasi-situasi tertentu dan untuk
menurunkan biaya.
Beberapa jenis bahan aditif yang paling umum digunakan (C. McCormac,
2001) adalah sebagai berikut:
a. Air-entraining admixture
Sesuai dengan ASTM C260 dan C618, terutama digunakan untuk
meningkatkan ketahanan beton terhadap sifat beku dan cair dan memperbaiki
ketahanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh garam yang mencair.
b. Accelerating admixture
12

Penambahan bahan aditif yang bersifat mempercepat kekuatan beton seperti


kalsium klorida ke dalam beton akan mempercepat perkembangan kekuatan
awalnya. Hasil dari penambahan bahan aditif seperti ini (amat berguna pada iklim
dingin) adalah berkurangnya waktu yang diperlukan untuk perawatan dan
perlindungan beton dan lebih cepatnya waktu yang dibutuhkan untuk pelepasan
cetakan.
c. Retarding admixture
Bahan aditif ini digunakan untuk memperlambat pengerasan beton dan
menghambat kenaikan temperature. Bahan aditif ini terdiri dari berbagai jenis
asam atau gula atau turunan-turunan dari gula.
d. Superplasticizer
Superplasticizer adalah bahan aditif yang terbuat dari sulfonat organic.
Penggunaan bahan aditif ini memungkinkan para perencana untuk mengurangi
kandungan air di dalam beton secara signifikan dan dalam waktu yang bersamaan
meningkatkan nilai slump dari beton.
e. Waterproofing material
Bahan ini digunakan pada permukaan beton yang sudah keras, tetapi bahan-
bahan ini dapat digunakan pada campuran beton. Bahan aditif ini umumnya terdiri
dari semacam sabun atau beberapa jenis produk minyak bumi, misalnya emulsi
aspal. Bahan ini dapat membantu memperlambat penetrasi air ke dalam beton yang
berpori, tetapi mungkin tidak terlalu membantu bagi beton yang sudah padat dan
terawat dengan baik. (www.IlmuSipil.com)

2.3. Perawatan Beton


Perawatan dilakukan setelah beton mencapai final setting, artinya beton telah
mengeras. Perawatan ini dilakukan agar proses hidrasi selanjutnya tidak mengalami
gangguan. Jika hal ini terjadi, beton akan mengalami keretakan karena kehilangan air
yang begitu cepat. Perawatan dilakukan minimal selama 7 hari dan beton berkekuatan
13

awal tinggi minimal selama 3 hari serta harus dipertahankan dalam kondisi lembab,
kecuali dilakukan dengan perawatan yang dipercepat (Mulyono, 2003).
Menurut Mulyono, T (2003) ada beberapa cara yang dilakukan dalam merawat
beton diantaranya :
1. Perawatan dengan pembasahan.
Perawatan ini bertujuan untuk mengurangi panas hidrasi pada beton, jika
perawatan ini tidak dilakukan maka, akan memengaruhi karakteristik beton tersebut,
cara perawatannya adalah dengan memberikan air terhadap permukaan beton muda
dalam siklus tertentu
2. Perawatan dengan penguapan.
Perawatan ini dilakukan dengan uap dapat dibagi menjadi 2, yaitu perawatan
dengan tekanan rendah dan perawatan dengan tekanan tinggi
3. Merendam dengan air.
Perawatan ini dilakukan dengan cara beton direndam dalam air, tujuannya agar
menjaga karakteristik beton itu sendiri, selain itu beton yang direndam dengan air,
adalah beton yang memiliki permukaan yang datar.
4. Menyelimuti beton dengan karung basah.
Perawatan ini dilakukan dengan menggunakan karung atau goni yang telah
dibasahi sebelumnya dan diletakkan pada beton yang bertujuan agar menjaga dari
panas hidrasi yang membuat karakteristik beton itu sendiri menjadi tidak baik.

2.4. Pengujian Kuat Tekan Beton


Kuat tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per
satuan luas. Nilai kuat tekan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuat tekan
terhadap benda uji silinder ataupun kubus pada umur 28 hari yang dibebani dengan
gaya tekan sampai mencapai beban maksimum.
Metode pengujian dalam rangka mencari kekuatan tekan beton pada penelitian
ini terbagi dua : yaitu pengujian yang tidak merusak (non-destructive test) dengan
menggunakan hammer test dan pengujian dengan cara merusak secara keseluruhan
14

komponen-komponen yang diuji (destruktive test) dengan mengguna kan


Compression testing machine.
Berdasarkan SNI 1974:2011 kuat tekan beton dihitung dengan membagi beban
tekan maksimum yang diterima benda uji selama pengujian dengan luar penampang
melintang.
Perhitungan kuat tekan pada beton menggunakan persamaan:

f‘c =

dimana :
f‘c = Kuat tekan (Mpa)
P = Gaya tekan (kN)
A = Luas penampang (mm2)

Uji kuat tekan beton pada umumnya dipengaruhi oleh sebagai berikut:
1. Faktor Air Semen
Makin rendah faktor air semen makin tinggi kuat tekannya, namun terkadang
nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu
kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya menyebabkan mutu
beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0.4 dan
maksimum 0.65.
2. Umur Beton
Kuat tekan beton bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton
tersebut.
3. Jenis Semen
Jenis semen akan menyebabkan kenaikan kuat tekan beton yang berbeda.
Kualitas semen sangat mempengaruhi kekuatan dari beton yang dihasilkan
walaupun sesuai dengan takarannya. Jika hasil kuat tekan beton tidak sesuai
dengan yang diharapkan salah satu faktor penyebabnya adalah kualitas semen
tersebut rendah.
15

4. Jumlah Semen
Jumlah semen yang sedikit, berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan
beton sulit untuk dipadatkan dan kuat tekan beton menjadi rendah.
5. Perawatan
Perawatan yang dimaksud adalah yang dilakukan setelah adukan beton
dituangkan ke dalam cetakan. Perawatan penting dalam suatu pekerjaan beton.
6. Sifat Agregat
Sifat agregat yang paling berpengaruh adalah kekerasan permukaan dan
ukuran optimum. Bila butir agregat maksimal lebih besar, maka memerlukan
jumlah pasta semen yang lebih sedikit untuk mengisi rongga antara butir dan
sedikit pori-pori beton sehingga kuat tekan lebih tinggi.
Dalam menentukan kuat tekan beton, dapat menggunakan benda uji berupa;
1. Benda uji kubus
Di Indonesia Peraturan Beton Bertulang Indonesia mulai dikenal pada Tahun
1955, namun pemakaiannya masih sangat terbatas, pedoman konstruksi Beton
Bertulang Indonesia yang disusun oleh Ir. Sutami berhasil diterbitkan oleh Badan
Penerbit Pekerjaan Umum Tahun 1956, namun penggunaannya juga terbatas pada
lingkup pekerjaan umum. Peraturan tersebut kemudian diperbaharui menjadi
Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI 1971). Dalam peraturan beton ini kuat
tekan beton untuk struktur bangunan ditentukan oleh benda uji kubus 15 cm x 15
cm x 15 cm yang disimbolkan dengan inisial huruf K diikuti dengan nilai kuat
tekan rencana dalam satuan kg/cm2.
2. Benda uji silinder
Dengan berkembangnya teknologi dan penggunaan bahan baru dan juga
permasalahan karena kondisi alam dan lingkungan, para ahli beton sepakat untuk
memperbaharui PBI 1971 dengan Standar Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung, (SK SNI T-15-1991-03, SNI 03-2847-2002).
Dalam SK SNI T-15-1991-03 dan SNI 03-2847-2002 kekuatan material
beton dinyatakan oleh kuat tekan benda uji berbentuk silinder dengan notasi fc
16

dalam satuan Mega Pascal (MPa).Silinder standar berukuran diameter 15 cm dan


tinggi 30 cm yang terbuat dari baja atau besi tuang. Benda uji silinder dibuat
dengan cara yang sama dengan benda uji kubus.
Dalam melakukan pengujian kuat tekan pada beton dalam menggunakan alat
berupa :

2.4.1. Mesin uji kuat tekan (Compression Testing Machine)


Pengujian kuat tekan menggunakan mesin uji kuat tekan merupakan metode
pengujian kuat tekan dengan merusak beton. Pengujian dengan alat ini sudah sangat
meluas digunakan di berbagai negara. Pengujian bisa dilakukan dengan berbagai tipe
mesin, baik yang digerakkan otomatis oleh sistem hidrolik ataupun dengan sistem
hidrolik yang masih manual, juga dengan berbagai mesin menurut kapasitas
maksimumnya. Dalam pengujian tekan dengan mesin ini bisa timbul ketidaktelitian
yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti kesalahan di dalam meletakkan benda uji
tepat ditengah, ausnya pelat, geseran pada dudukan bulat pada plat desak bagian atas,
juga ketidaktelitian kalibrasi mesin itu sendiri. (Murdock dan Brook, 1979).
Pengujian kuat tekan beton yang dianggap tingkat keandalannya paling tinggi
adalah pengujian merusak (destructive test) dengan menggunakan alat Compression
Machine. Uji merusak ini dilakukan di laboratorium dengan menguji sejumlah
sampel penelitian untuk melihat capaian nilai kuat tekannya. Pengujian ini
membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan memerlukan waktu Pengerjaan yang lebih
lama Namun, terkadang pengujian untuk mengetahui kuat tekan beton bisa dilakukan
dengan alat non destruktif.
Kuat tekan merupakan kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan
luas. Kuat tekan beton didapatkan dengan menggunakan mesin uji dengan cara
memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu
atas benda uji kubus atau silinder sampai hancur. Kuat tekan masing-asing benda uji
ditentetukan oleh tegangan-tegangan tekan tertinggi (f‘c) yang dicapai pada umur 28
17

hari akibat beban tekan selama percobaan yang dinyatakan dengan satuan N/mm 2 atau
MPa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu
eksperimen yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara kuat tekan beton
compression testing machine dengan uji angka pantul hammer test. Benda uji yang
dibuat dalam eksperimen ini berupa kubus beton yang nantinya akan diuji kuat tekan
dan uji angka pantul menggunakan hammer test.
Nilai kekuatan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuat tekan
terhadap benda uji diantaranya kubus (15 cm x 15 cm x 15cm) pada umur 28 hari
yang dibebani dengan gaya tekan sampai mencapai beban maksimum. Beban
maksimum didapat dari pengujian dengan menggunakan alat Compression Testing
Machine di laboratorium.

Gambar 2.1 Compression Testing Machine


Sumber : www.google.com
18

2.4.2. Hammer test,


Hammer Test pertama kali dikembangkan oleh seorang insinyur berkebangsaan
Swiss, Dr. Ernst Schmidt, pada tahun 1948, yang selanjutnya lebih dikenal sebagai
Swiss Hammer. (Kett, 2000) Dasar pengembangan dari alat ini adalah sistem
pengujian tempo dulu di mana untuk mengetahui keadaan dari suatu beton pada
sebuah konstruksi, para pekerjanya biasa memukul beton tersebut dengan sebuah
hammer dan menilai kedaan beton tersebut dari suara metalik yang dihasilkannya.
(Prosceq Manual Book, 1977)
Swiss Hammer merupakan salah satu non destructive testing apparatus yang
mudah digunakan secara langsung di lapangan, namum penggunaannya tidak bisa
secara langsung menggantikan compression test dan juga tidak bisa digunakan untuk
mengukur kuat tekan beton secara akurat. (Fintel, 1985) Hammer test biasa
digunakan untuk memeriksa keseragaman dari sebuah struktur beton, untuk
menentukan lokasi di mana dimungkinkan terdapat beton yang berkualitas rendah
sehingga bisa diputuskan apakah perlu dilakukan core drill atau tidak, dan juga untuk
memperkirakan kekuatan beton di lapangan sesuai dengan umurnya sehingga bisa
diketahui apakah beton tersebut sudah layak untuk diberi beban atau tidak. (ASTM
Standards, 2002).
Hammer test merupakan metode pengujian kuat tekan beton yang bertujuan
untuk memperkirakan nilai kuat tekan beton terpasang yang didasarkan pada
kekerasan permukaan beton. Hammer Test merupakan alat yang ringan dan praktis
dalam penggunaannya. Prinsip kerja hammer test adalah dengan memberikan beban
tumbukan (impact) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang
diaktifkan dengan menggunakan besaran energy tertentu. Tumbukan antara massa
tersebut dengan permukaan beton akan dipentulkan kembali. Jarak pantulan massa
yang terukur memberikan indikasi kekerasan permukaan beton. Kekerasan beton
dapat memberikan indikasi kuat tekannya. Alat inisangat peka terhadap kondisi di
permukaan dan variasi kekerasan yang ada pada permukaan beton, misalnya
keberadaan partikel baja tulangan pada bagian tertentu dekat permukaan maka
19

pembacaan akan berbeda jauh. Oleh karena itu, diperlukan beberapa kali pengujian
disekitar disetiap lokasi pengujian, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan dan pada
umumnya hammer test tidak dianjurkan dilakukan pada beton berumur kurang dari 7
hari.
Alat ini berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada struktur.
Pengujian menggunakan alat ini sangat cepat, sehingga dapat mencakup area
pengujian yang luas dan waktu yang relative singkat. Alat ini sangat peka terhadap
variasi yang ada pada permukaan beton, misalnya keberadaan partikel batu pada
bagian-bagian tertentu dekat permukaan. Oleh karena itu, diperlukan pengambilan
beberapa kali pengukuran disekitar setiap lokasi pengukuran. Secara umum alat ini
bisa digunakan untuk memeriksa keseragaman kualitas beton pada struktur dan
mendapatkan perkiraan kuat tekan beton.
Bagian- bagian hammer test dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 2.2. Hammer Test


Sumber : www.google.com

Pengujian hammer pada dasarnya hanya dapat memberikan estimasi nilai kuat
tekan permukaan hingga kedalaman ±30mm sehingga pada saat pengujian apabila
20

titik tersebut terdapat kerikil keras maka akan menghasilkan nilai rebound yang
tinggi. Hasil dari pengujian akan lebih baik dilakukan pengontrolan terhadap hasil
nilai rebound pada titik tersebut, sehingga nilai yang didapat tidak terlalu tinggi dan
tidak terlalu rendah seperti hal-nya pengontrolan hasil nilai rebound dengan
menghitung nilai rata-rata dari nilai hammer lalu dilakukan pengontrolan atas hasil
nilai rebound tidak boleh lebih dari nilai rata-rata ±5.
Tes ini didasarkan pada prinsip bahwa nilai rebound dari massa elastis
tergantung pada kekerasan permukaan yang dipengaruhi oleh kekuatan pegas. Non-
destructive test (NDT) memberikan informasi tentang mutu lapisan permukaan beton
yang tidak lebih dari 30 mm mendalam. Hasil memberikan ukuran kekerasan relatif
dari zona ini, dan ini tidak bisa langsung berhubungan dengan properti lainnya dari
beton, banyak faktor yang mempengaruhi hasil tetapi semua harus dipertimbangkan
sehingga kuat tekan karakteristik beton dapat diperkirakan dengan akurat.
Adanya bagian-bagian terpenting dalam pengujian ini perlu dijelaskan lebih
ringkas,jelas dan mudah dipahami, diantaranya sebagai berikut:
a. Fungsi dari hammer test di antaranya yaitu:
1. Memeriksa keseragaman permukaan mutu beton
2. Membandingkan mutu beton lapangan dengan persyaratan yang ditentukan
(mutu beton rencana)
3. Estimasi Perkiraan kuat tekan beton permukaan
4. Estimasi pertumbuhan kuat tekan di lapangan (bila diperlukan)
5. Memberikan gambaran zona daerah struktur beton yang memiliki kualitas
buruk
b. Standar Pengujian
Ada beberapa standar yang digunakan dalam melaksanakan metode pengujian
untuk mengukur tegangan karakteristik beton dengan alat hammer test yaitu :
1. British standar 1881-202
2. ASTM C805
21

Peralatan non-destructive test (NDT) pada umumnya masih didominasi dari


Amerika Serikat sehingga umumnya pengujian menggunakan standar ASTM.
c. Metode Pengujian
Merujuk pada spesifikasi data pabrik, umumnya ada 3 metode dalam
melakukan pengujian dengan hammer test, setiap metode memiliki grafik nilai
rebound vs estimasi kuat tekan yang berbeda yaitu :
1. Posisi (0o) untuk pengujian tegak lurus horizontal
2. Posisi (–90o ) untuk pengujian tegak lurus ke bawah
3. Posisis (+90o ) untuk pengujian tegak lurus ke atas
Merujuk pada ASTM C 805-2 pasal 5.5 hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan pengujian yaitu :
1. Elemen struktur beton yang akan diuji harus memiliki ketebalan minimal 100
mm dan terkoneksi erat dengan struktur bangunan area uji berdiameter 150 mm
2. Untuk permukaan yang bertekstur atau dilapisi plester atau mortar harus
diratakan dengan menggunakan gerinda Pada saat pengukuran, diambil sepuluh
pembacaan dari setiap area uji
3. Jarak pembacaan antar titik uji minimal 25 mm
4. Hasil uji dengan menggunakan alat Hammer Test tergantung kepada rata dan
tidaknya permukaan, basah keringnya bidang uji dan sudut inklinasi.
Berdasarkan data diatas ada beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan pengujian yaitu :
1. Umur struktur
Pada tahap konstruksi umur beton sangat mempengaruhi terhadap hasil
pengujian dengan palu beton, berdasarkan pengalaman umur beton dari 1 hingga 14
hari mengalami peningkatan yang signifikan, sedangkan 14 hari hingga 28 hari beton
mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan berkisar antara 1-3 Mpa.
Berbeda hal-nya dengan pengujian terhadap struktur eksisting yang sudah berumur
panjang, akan banyak faktor yang mempengaruhi terhadap hasil pengujian yang
berkaitan erat dengan depresiasi bangunan (penurunan mutu).
22

2. Kondisi permukaan
Pastikan kondisi permukaan beton tidak terlalu lembab, kasar dan kering
sehingga pembacaan nilai rebound dapat lebih efektif. Pengujian validasi independen
yang dilakukan oleh BAM (Lembaga Federal untuk penelitian dan pengujian
material, Jerman) telah menunjukan bahwa ST/PC Silver Schmidt memiliki tingkat
penyebaran yang lebih sedikit dibandingkan dengan alat uji beton klasik secara
keseluruhan.

Desain yang unik dan konstruksi yang berkualitas tinggi pada alat uji beton
ST/PC Silver Schmidt membuat pengujian pantulan menjadi lebih cepat dan lebih
akurat dari yang pernah ada sebelumnya.

Berdasarkan SNI 1974-1990 tentang tata cara metode kuat tekan beton, dimana
variabilitas karakteristiknya dan setiap bahan penyusun dalam beton dapat
menyababkan variasi kekuatan dalam beton. Demikian pula cara pembuatan benda
uji, sangat berpengaruh terhadap kuat tekan mutu yang dihasilkan.
Adapun Kelebihan dan kekurangan pada alat hammer test diantaranya:
a. Kelebihan metode hammer test:
 Murah Pengukuran bisa dilakukan dengan cepat
 Praktis (mudah digunakan).Tidak merusak
b. Kekurangan metode hammer test:
 Hasil pengujian dipengaruhi oleh kerataan permukaan, kelembaban beton, sifat
sifat dan jenis agregat kasar, derajad karbonisasi dan umur beton. Oleh karena
itu perlu diingat bahwa beton yang akan diuji dengan hammer test haruslah dari
jenis dan kondisi yang sama.
 Sulit mengkalibrasi hasil pengujian. Tingkat keandalannya rendah.
 Hanya memberikan imformasi mengenai karakteristik beton pada permukaan.

Akan tetapi hasil dari metode non-destructive test (NDT) ini belum mewakili
kekuatan suatu struktur, sehingga diperlukan hubungan/korelasi dengan pengujian
23

kuat tekan beton. Kekuatan karakteristik beton saat perencanaa dan pelaksanaan
umumnya adalah hasil uji kuat tekan beton uji silinder atau kubus di laboratorium,
sehingga dalam penelitian ini akan mencoba menghubungkan hasil pengujian kuat
tekan beton di laboratorium dengan menggunakan alat compression testing machine
dan pengujian yang bersifat tidak merusak non destructive test (NDT) dengan
menggunakan alat hammer test.
Sangat penting untuk melakukan pengujian struktur beton setelah beton
mengeras, hal ini dilakukan untuk menentukan apakah struktur sudah sesuai dengan
desain yang telah dilakukan. Ada beberapa bentuk metode pengujian kekuatan tekan
beton yang dapat digunakan diantaranya pengujian-pengujian yang bersifat tidak
merusak non-destructive test (NDT) setengah merusak (semi destructive test) dan
yang merusak secara keseluruhan komponen- komponen yang diuji destructive test
(DT). Destructive test inilah yang paling mendekati nilai kuat tekan beton sebenarnya
dimana pengujian ini harus dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan alat
compression testing machine.
Namun ada beberapa kasus dimana tidak mungkin untuk menguji sampel beton
dilaboratorium dengan mengharuskan pengambilan sampel uji beton atau beberapa
kasus dimana butuh pembacaan kuat tekan beton secara langsung di lapangan. Kasus
– kasus seperti inilah yang akan menggunakan non destructive test. Saat ini beberapa
metode non-destructive test (NDT) pada beton masih jarang digunakan untuk
mengetahui nilai kuat tekan beton.
Namun ada beberapa kasus dimana tidak mungkin untuk menguji sampel beton
dilaboratorium dengan mengharuskan pengambilan sampel uji beton atau beberapa
kasus dimana butuh pembacaan kuat tekan beton secara langsung di lapangan. Kasus
– kasus seperti inilah yang akan menggunakan non-destructive test (NDT).
Hal- hal yang menjadi alasan digunakannya non -destructive test (NDT)
beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
24

1. Hasil pengujian kubus atau silinder yang tidak memenuhi persyaratan seperti
kuat tekan yang terlalu rendah, sehingga diperlukan konfirmasi terhadap kuat
tekan aktual yang terpasang di lapangan.
2. Tidak dibuatnya benda uji kubus atau silinder, hal ini akibat faktor kelalaian
ataupun tidak adanya perjanjian dalam pembuatan benda uji.
3. Untuk keperluan evaluasi bangunan ekisting (yang telah ada atau berdiri).
Evaluasi biasanya dilakukan jika ada kemungkinan adanya perubahan kualitas
struktur, yang bisa terjadi karena accident (misal kebakaran, gempa).
4. Evaluasi juga dilakukan bila terjadi terdapat perubahan fungsi bangunan atau
penambahan kapasitas beban bangunan, misal ruang kantor yang diubah
menjadi ruang arsip/perpustakaan, yang nantinya akan merekomendasikan
perkuatan struktur ekisting.
5. Adanya kerusakan akibat kesalahan pengerjaan atau ketidaksesuaian dengan
spesifikasi teknis, maupun karena faktor umur bangunan. Dari hasil evaluasi
akan dapat diketahui berapa perkiraan kapasitas struktur dan rekomendasi
perbaikan yang diperlukan.
6. Untuk mengevaluasi beton hasil fabrikasi (beton pracetak) yang akan
digunakan dalam suatu struktur.
Metode yang umum dipakai pada non-destructive test (NDT) adalah hammer
test dan ultra pulse velocity (UPV). Hammer test adalah salah satu metode non-
destructive test (NDT) yang sering digunakan di Indonesia tetapi untuk UPV test
masih jarang digunakan. UPV test adalah metode untuk memperkirakan kekuatan
beton yang didasarkan pada hubungan kecepatan gelombang UPV melalui media
beton. (International Atomic Energy Agency,2002).(M. Bilal Robani, 2017).

2.5. Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu,acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji
penelitian yang dilakukan dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan
25

penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis. Namun penulis
mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian
pada penelitian penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa
jurnal terkait dengan penelitian yang di lakukan penulis.
Nasruddin, dkk ( 2015 ) melakukan penelitian dengan judul “ Analisis
Perbandingan Nilai Kuat Tekan Beton Antara Destructive Test dan Non Destructive
test dalam Perawatan Basah Dan Kering. “Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan konstanta pengali nilai hasil pengujian Hammer Test, sehingga hasilnya
bisa mendekati hasil pengujian dengan menggunakan Universal Testing Machine
(UTM). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengujian dengan menggunakan
hammer test nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan pengujian universal testing
machine, kematangan umur beton berkorelasi dengan peningkatan kuat tekan
beton,metode perawatan basa memberikan signifikansi peningkatan kekuatan beton,
dan di dapatkannya konstanta pengali untuk nilai hasil pengujian dengan hammer test
sehingga hasilnya lebih valid.
Sugeng Hendik P dan Dhino Teguh P (2018) melakukan penelitian tentang
“komparasi pengujian mutu beton dengan menggunakan metode SNI 03-4430- 1997
dan SNI 1974-1990 dalam pengabdian masyarakat di laboratorium struktur dan bahan
konstruksi universitas brawijaya’ tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan
konstanta pengali nilai hasil pengujian Hammer test,sehingga hasilnya bisa mendekati
hasil pengujian mesin uji tekan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengujian
dengan menggunakan hammer test nilainya lebih rendah dibandingkan dengan
pengujian dengan compression machine dan didapatkan konstanta pengali sebesar
0,88. Sehingga dengan menggunakan nilai hasil pengujian dengan alat hammer test
estimasi kekuatan beton bisa di ukur terlebih dahulu tanpa menggunakan metode
destruktif.
R. Martin Simatupang, dkk (2016) melakukan penelitian tentang “Korelasi
Nilai Kuat Tekan Beton Antara Hammer Tets,UltraSonic Pulse Velocity (UPM) dan
Compression test. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan nilai korelasi hasil
26

pengujian kuat tekan beton di laboratorium dengan menggunakan alat compression


strength machine dan pengujian yang tidak merusak non-destruktive test dengan
menggunakan hammer test dan UPV test. Sehingga untuk mengetahui nilai kuat tekan
beton di perlukan suatu factor pengali atau konstanta.
Angga Josua Sumajouw, dkk (2018) melakukan penelitian tentang
“Perbandingan kuat tekan menggunakan Hammer Test pada benda uji portal beton
bertulang dan menggunakan mesin uji kuat tekan pada benda uji kubus”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kekuatan tekan beton menggunakan
hammer test pada benda uji portal beton bertulang dan mesin uji kuat tekan pada
benda uji kubus berukuran 15x15x15 cm. Pengujian dilakukan pada beton berumur
7,14,dan 28 hari. Manfaat penelitian untuk memberikan informasi tentang
perbandingan uji kuat tekan menggunakan hammer test dan mesin uji kuat tekan.
Kesimpulan dari pengujian ini dapat mengetahui perbandingan rata-rata hasil
pengujian menggunakan hammer test pada benda uji portal beton bertulang dan
mesin uji kuat tekan pada benda uji kubus menunjukan hasil yang relative sama.
M. Bilal Rhobani, (2017) melakukan penelitian tentang “Uji Eksperimental
kekuatan tekan beton muda (Early Age Conrete) dengan metode hammer test “
penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kuat tekan beton dengan
menggunakan comprssion testing machine dan angka pantul beton dengan hammer
test. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara
hasil uji kuat tekan compressive testing machine dengan perkiraan kuat tekan dari
hammer test. Oleh karena itu dalam control kualitas beton di lapangan perlu
dilakukan pengecekan ulang dengan metode non destructive test yang lain.

Anda mungkin juga menyukai