03 Metodologi Pekerjaan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 59

Laporan Pendahuluan

BAB III
METODOLOGI PEKERJAAN

3.1 Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan


Landasan pendekatan pelaksanaan pekerjaan Jasa Konsultansi
Perencanaan Teknis Pembangunan Sumber Daya Air adalah peraturan-peraturan
dan standar-standar teknis yang berlaku. Pendekatan ini merupakan bagian yang
dijadikan pedoman teknis dan operasional penyelesaian pekerjaan. Dalam
menentukan cara pelaksanaan teknis diperlukan sebuah kerangka pikir yang
utuh/komprehensif yang dapat menyerap dan mengakomodasi tuntutan kerangka
acuan kerja (KAK) atau kerangka pendekatan diperlukan guna mencapai maksud
dan tujuan dari penugasan konsultan. Kerangka pendekatan pekerjaan Jasa
Konsultansi Perencanaan Irigasi dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

Mulai

Kegiatan A: Pekerjaan Pendahuluan


Studi Literatur dan Kegiatan B: Pekerjaan Survey (Topografi)
Pengumpulan Data Kegiatan C: Pekerjaan Inventarisasi kondisi Daerah Irigasi
(Primer & Sekunder) Kegiatan D: Pekerjaan Hidrologi

Analisis dan Disain Kegiatan E: Analisa dan Detail Desain

Penyusunan Produk Akhir


Pekerjaan Kegiatan F: Laporan dan Presentasi

Selasai

Gambar 3.1 Kerangka Pendekatan Pekerjaan Jasa Konsultansi


Perencanaan Irigasi

BAB III- 1
Laporan Pendahuluan

Pelaksanaan Pekerjaan Perencanaan Teknis Pembangunan Sumber Daya Air,


dilakukan dengan berbagai pendekatan yang diharapkan dapat memberikan hasil
yang optimal bagi Pelaksanaan pekerjaan ini. Pendekatan dimaksud adalah :

a. Pendekatan Normatif
Pelaksanaan Pekerjaan ini, mengacu kepada dokumen Kerangka Acuan Kerja
(KAK) yang telah ada serta peraturan-peraturan teknis terkait.
Dasar hukum dan peraturan terkait yang berhubungan dengan pekerjaan ini
antara lain :
1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 33 ayat (3) Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019,tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 190, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6405);
3. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
4. Inpres Nomor 3 tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan
Pengelolaan Irigasi Presiden Republik Indonesia;
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
06/PRT/M/2015, tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Sumber Air dan
Bangunan Pengairan;
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
09/PRT/M/2015, tentang Penggunaan Sumber Daya Air;
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
12/PRT/M/2015 tentang Ekploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi;
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
14/PRT/M/2015, tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi;
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
30/PRT/M/2015, tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi;

BAB III- 2
Laporan Pendahuluan

10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2020 tentang Standar


dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia.

b. Pendekatan Teknis - Akademis


Proses perencanaan teknis dilakukan dengan menggunakan metodologi yang
dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, baik untuk teknik
pengumpulan data, analisa, maupun spesifikasi yang dipilih.

3.2 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan


Metodologi pelaksanaan yang diterapkan diharapkan dapat memberikan
hasil pekerjaan yang benar-benar dapat dimanfaatkan dan sesuai dengan
Kerangka Acuan Kerja. Metodologi pelaksanaan Pekerjaan, antara lain dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi :
• Konsolidasi Tim Kerja Konsultan
Meliputi kegiatan penyiapan tenaga ahli dan kegiatan koordinasi / diskusi
antara tenaga ahli yang terlibat dalam tim kerja konsultan. Tenaga ahli
yang akan dilibatkan harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan pekerjaan (bidang keahlian, kualifikasi personil,
dan pengalaman kerja). Penentuan personil yang akan dilibatkan dilakukan
dengan mempertimbangkan tingkat efesiensi dan efektifitas kerja yang
dapat diberikan, sehingga proses pelaksanaan pekerjaan dapat berlangsung
secara efektif dan efesien pula.
Pada tahap awal, kegiatan koordinasi tim kerja konsultan bertujuan untuk
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan secara matang dan rinci, berkaitan dengan proses pekerjaan
yang akan dilakukan, Kegiatan ini meliputi penyusunan organisasi kerja,
penyusunan rencana kerja, pembagian kerja, serta kebutuhan fasilitas
pendukung yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Pada
tahap selanjutnya kegiatan koordinasi dan diskusi tim kerja konsultan akan
dilakukan secara berkelanjutan (selama proses pelaksanaan pekerjaan

BAB III- 3
Laporan Pendahuluan

berlangsung), untuk memperoleh kesepakatan-kesepakatan tertentu yang


diperlukan.

• Koordinasi dan Diskusi Awal dengan Tim Teknis


Dilakukan antara tim konsultan dengan tim teknis dan pemberi tugas, yang
antara lain bertujuan untuk membahas tentang berbagai persiapan yang
harus dilakukan berkaitan dengan rencana pelaksanaan pekerjaan,
termasuk dalam hal ini adalah penyamaan persepsi dan pemahaman
antara Konsultan dan Tim Teknis / Pemberi Tugas mengenai prinsip-prinsip
pekerjaan serta lingkup materi / substansi pekerjaan.
a. Melakukan Kajian Awal
Mengkaji berbagai literatur terkait, melalui kegiatan :
❖ Kajian terhadap peraturan / perundangan terkait.
❖ Kajian terhadap kebijakan / arahan terkait.
❖ Kajian terhadap teori-teori yang relevan (kajian teoritis).
❖ Kajian terhadap hasil-hasil studi yang relevan dan terkait (kajian
empiris).
Tujuan utama dari kegiatan kajian awal ini adalah untuk memperoleh
pemahaman dan penguasaan awal terhadap lingkup materi yang akan
dikaji dalam pekerjaan ini.
b. Menyusun Rencana Kerja
Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan rencana/metodologi
penanganan pekerjaan, sebagai suatu pegangan yang harus ditaati oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan pekerjaan ini.
Rumusan rencana kerja ini secara garis besar meliputi detail kegiatan
dan jadwal pelaksanaan pekerjaan, pelibatan dan jadwal penugasan
tenaga ahli, serta keluaran pekerjaan yang harus dihasilkan.
c. Pembahasan dan Penyepakatan Rencana Kerja
Rencana kerja yang telah dirumuskan harus disepakati oleh seluruh tim
kerja, yang terdiri dari Tim Konsultan, Tim Teknis dan Pemberi Kerja,
karena akan menjadi pedoman bagi seluruh pihak yang terlibat dalam
proses pelaksanaan kegiatan studi secara keseluruhan.
BAB III- 4
Laporan Pendahuluan

d. Koordinasi di Lokasi
Koordinasi awal di daerah akan dilakukan melalui diskusi dengan kepala
Desa. Untuk itu akan dipersiapkan terlebih dahulu berbagai hal yang
berkaitan dengan perencanaan irigasi sehingga saat dilakukan survey
lapangan didukung oleh masyarakat petani.
e. Persiapan Pelaksanaan Survey Lapangan
Sebagai langkah awal pelaksanaan survey lapangan yang akan dilakukan
pada tahap berikutnya, terlebih dahulu dilakukan beberapa persiapan
yang diperlukan agar pelaksanaan survey dapat berjalan dengan lancar.
Persiapan yang dilakukan antara lain meliputi perumusan materi survey,
desain survey dan penyiapan personil (surveyor).
2. Kegiatan Survey dan Investigasi
a. Pengukuran Topografi
perhitungan, penggambaran dan penyajian data pada laporan. secara garis
besar pengambilan data topografi meliputi :
1) Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal.
2) Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal.
3) Pengukuran Detail Situasi.
4) Pengukuran melintang.
Prosedur kerja lapangan dan studio diuraikan di bawah ini.
1) Peralatan yang diperlukan
❖ Peralatan yang akan di pakai telah memenuhi persyaratan
ketelitian (kalibrasi) dan sudah di periksa dan disetujui oleh
pemberi kerja.
❖ GPS Garmin
❖ Theodolite T1/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pembuatan
kerangka horizontal utama, baik untuk pemetaan situasi maupun
pengukuran trase.
❖ Waterpass (WP), dipergunakan untuk kegiatan pembuatan
kerangka vertical dan pengukuran trase.
❖ Theodolite To/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pemetaan

BAB III- 5
Laporan Pendahuluan

situasi rincikan.
❖ EDM (Electronic Distance Measure), dipergunakan untuk
pengukuran jarak akurat poligon utama
2) Titik Referensi dan Pemasangan Benchmark (BM), Control Point (CP)
dan patok kayu
Dalam pelaksanaan pengukuran topografi, akan menggunakan titik
tetap yang sudah ada sebagai titik acuan (referensi) dan harus
diketahui dan disetujui oleh pemberi kerja.
Untuk menunjang hasil kegiatan proyek, dilakukan penambahan
benchmark baik berupa BM maupun CP di beberapa lokasi untuk
menjamin akurasi pengukuran pada saat pelaksanaan konstruksi.
Dimensi patok Benchmark (BM) berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm
terbuat dari beton dan Control Point (CP) berukuran 10 cm x 10 cm
x 80 cm atau pipa paralon diameter 4“ diisi beton cor.
Keduanya dilengkapi paku/besi beton yang dipasang menonjol
setinggi 1 cm pada bagian atas BM dan CP.
Penempatan CP dan BM pada posisi yang memudahkan kontrol
pengukuran, aman dari gangguan manusia atau hewan, tidak
mengganggu transportasi dan kegiatan rutin penduduk sekitar, diluar
areal kerja/batas pembebasan tanah untuk bangunan air dan saluran,
tetapi cukup mudah dicari dan berada dicakupan lokasi kerja. Patok
CP dan BM dilengkapi dengan kode proyek, nama, nomor dan huruf
yang akan dikonsultasikan dengan direksi.
Sesuai KAK, spesifikasi rintisan dan pemasangan patok dan patok
permanen (BM dan CP) kerangka dasar pengukuran adalah sebagai
berikut :
❖ Pemasangan patok, BM dan CP dilaksanakan pada jalur-jalur
pengukuran sehingga memudahkan pelaksanaan pengukuran.
❖ BM, CP dan patok di pasang sebelum pengukuran situasi
sungai/pantai dilaksanakan.
❖ BM di pasang pada setiap jarak 2.0 km dan CP di pasang pada

BAB III- 6
Laporan Pendahuluan

setiap jarak 2.0 km (berdampingan dengan BM). Pilar-pilar


tersebut di buat dari konstruksi beton.
❖ BM dan CP tersebut di pasang pada tempat-tempat yang aman,
stabil serta mudah ditemukan.
❖ Apabila tidak memungkinkan untuk mendapatkan tempat yang
stabil, misalnya tanah gembur atau rawa-rawa maka pemasangan
BM dan CP tersebut harus di sangga dengan bamboo/kayu.
❖ Patok-patok di pasang maksimal setiap jarak 100 m pada bagian
sungai yang lurus dan < 50 m pada bagian sungai yang berkelok-
kelok (disesuaikan dengan keperluan).
❖ Patok-patok di buat dari kayu (misal kayu gelam/dolken) dengan
diameter 3 – 5 cm. Pada bagian atas patok ditandai dengan paku
payung.
❖ Jalur rintisan/pengukuran mengikuti alur sungai dan kaki bukit..
❖ Didalam laporan topografi akan di buat buku Diskripsi BM yang
memuat, posisi BM dan CP dilengkapi dengan foto, denah lokasi,
dan nilai koordinat (x, y, z)..

Gambar 3.2 Bentuk BM dan CP

BAB III- 7
Laporan Pendahuluan

3) Pengukuran kerangka dasar pemetaan.


Sebelum melakukan pekerjaan pemetaan areal Rencana , baik
pengukuran kerangka dasar horizontal, kerangka dasar vertikal
maupun pengukuran detail situasi, terlebih dahulu dilakukan
pematokan yang mengcover seluruh areal yang akan dipetakan.
Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan matahari dan
dikoreksikan terhadap azimut magnetis.
• Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100
meter. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan
menggunakan pita ukur, sangat tergantung kepada cara
pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah. Khusus
untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan
cara seperti di Gambar berikut
Jarak AB = d1 + d2 + d3

d1
d2

A 1

d3

Gambar 3.3 Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga


pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai
koreksi.

• Pengukuran Sudut Jurusan


Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran
horisontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik.
Besarnya sudut jurusan dihitung berdasarkan hasil pengukuran

BAB III- 8
Laporan Pendahuluan

sudut mendatar di masing-masing titik poligon. Penjelasan


pengukuran sudut jurusan sebagai berikut lihat Gambar berikut

Gambar 3.4 Pengukuran Sudut Antar Dua Patok.

= sudut mendatar
AB = bacaan skala horisontal ke target kiri

AC = bacaan skala horisontal ke target kanan

Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong


biasa (B) dan luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai
berikut:
• Jarak antara titik-titik poligon adalah 50 m.
• Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
• Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.
• Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
• Selisih sudut antara dua pembacaan 2” (dua detik).
Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.

• Pengamatan Azimuth Astronomis

BAB III- 9
Laporan Pendahuluan

Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth


awal yaitu :
❖ Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan
kesalahan akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan
poligon.
❖ Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang
tidak terlihat satu dengan yang lainnya.
❖ Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada
pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.

Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan :


❖ Alat ukur yang digunakan Theodolite T1
❖ Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)
❖ Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)

Dengan melihat metoda pengamatan azimuth


astronomis pada Gambar berikut

Gambar 3.5 Pengamatan Azimuth Astronomis.

Azimuth Target (T) adalah:

di mana :
T = azimuth ke target

BAB III- 10
Laporan Pendahuluan

M = azimuth pusat matahari


(T) = bacaan jurusan mendatar ke target
(M) = bacaan jurusan mendatar ke matahari
 = sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan
jurusan ke target

Pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan dengan metoda


poligon dimaksudkan untuk mengetahui posisi horizontal, koordinat
(X, Y).
Adapun spesifikasi pengukuran kerangka dasar antara lain :
❖ Pengukuran poligon adalah untuk menentukan koordinat titik-
titik poligon yang digunakan sebagai kerangka pemetaan.
❖ Pengukuran polygon sebagai kerangka kontrol horisontal dan
pengukuran waterpass sebagai kerangka vertikal. Pengukuran
kerangka dasar pemetaan ini harus terikat dengan benchmark
referensi dan di bagi dalam beberapa loop/kring sesuai dengan
kebutuhan.
❖ Pengukuran poligon diikatkan pada titik tetap geodetis (titik
trianggulasi) dan titik tersebut harus masih dalam keadaan baik
serta mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan.
Pengontrolan sudut hasil pengukuran poligon dilakukan
penelitian azimuth satu sisi dengan pengamatan matahari pada
setiap jarak + 2.5 km.
❖ Sudut polygon diusahakan tidak ada sudut lancip, alat ukur
yang di pakai adalah Theodolite T2 atau yang sederajat dengan
ketelitian + 20” dan Elektronik Distance Meter (EDM).
❖ Kerangka cabang dilakukan dengan ketentuan panjang sisi
poligon maksimum 100 m. Jarak kerangka cabang diukur
ketinggiannya dengan waterpass.
❖ Selisih sudut antara dua pembacaan < 2” (dua detik).
❖ Persyaratan pengukuran poligon utama mempunyai kesalahan
sudut (toleransi) adalah 10”n detik pada loop tertutup dimana
BAB III- 11
Laporan Pendahuluan

n adalah jumlah titik poligon.


Pada poligon cabang toleransi kesalahan sudut adalah
❖ 20” n detik dengan n adalah jumlah titik poligon.
❖ Salah penutup utama jarak fd <1:7.500, dimana fd adalah
jumlah penutup jarak.
❖ Pengukuran waterpass setiap seksi dilakukan pergi-pulang yang
harus dilakukan dalam satu hari.
❖ Jalur pengukuran waterpass harus merupakan jalur yang
tertutup dengan toleransi kesalahan beda tinggi 10√D (mm)
dimana D = panjang jarak (km).
❖ Pengukuran sudut dilakukan dua seri (biasa dan luar biasa)
muka belakang.
❖ Jarak di ukur dengan pita ukur.
Jalur poligon di buat dalam bentuk geometris poligon kring
tertutup (loop) melalui BM dan patok kayu dan bagian
sungai/pantai berada dalam kring tersebut.

• Waterpass

Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui posisi tinggi elevasi


(Z), pada masing-masing patok kerangka dasar vertikal. Metoda
pengukuran yang dilakukan ini metoda waterpas, yaitu dengan
melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang
referensi yang di pilih (LWS), jalannya pengukuran setiap titik
seperti diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

BAB III- 12
Laporan Pendahuluan

rambu

P3
P2 LWS=0,00
P1

Gambar 3.6 Pengukuran Waterpass

Spesifikasi Teknis Pengukuran Waterpass adalah sebagai berikut :


1) Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan
ketinggian titik-titik (BM, CP dan patok-patok) terhadap bidang
referensi tertentu yang akan digunakan sebagai jaring sipat
datar pemetaan.
2) Alat ukur yang dipakai adalah Automatic Level NAK-2 atau yang
sederajat dan rambu ukur alumunium 3 m.
3) Jalur pengukuran di bagi menjadi beberapa seksi.
4) Tiap seksi di bagi menjadi slag yang genap.
5) Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan
rambu belakang menjadi rambu muka.
6) Pengukuran waterpass dilakukan dengan cara double stand,
ring. Panjang seksi-seksi pengukuran waterpass antara 1,00 –
2,20 km.
7) Toleransi kesalahan pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2
mm.
8) Jalur pengukuran mengikuti jalur poligon dan meliwati (BM).
9) Toleransi salah penutup tinggi (Sp) < 10 mm D, Dimana :
a.n = Salah penutup tinggi.
b.D = Jarak dalam satuan km.
10) Pengukuran waterpass diikatkan pada titik tetap ketinggian
geodetis yang ada di dekat daerah pengukuran atau titik
BAB III- 13
Laporan Pendahuluan

referensi lain yang ditetapkan oleh Direksi Pekerjaan.


11) Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah
dan bawah).
12) Pengukuran sifat datar ini dilakukan melalui titik-titik poligon
dan patok lainnya yang digunakan untuk pengukuran situasi
dan profil melintang sungai/pantai.

• Pengukuran Situasi Detail


Penentuan posisi (x,y,z) titik detail dilakukan pengukuran situasi
dengan metoda pengukuran Tachymetri. Adapun spesifikasi teknis
pengukuran situasi detail adalah sebagai berikut :
1) Alat yang digunakan theodolite T.2.
2) Titik detail terikat terhadap patok yang sudah punya nilai
koordinat dan elevasi.
3) Pengambilan data menyebar ke seluruh areal yang dipetakan
dengan kerapatan disesuaikan dengan kondisi lapangan dan
skala peta 1 : 1.000 dan 1 : 2.000.
4) Pengukuran penampang memanjang dan penampang melintang
sungai/pantai.
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan informasi
terukur yang dapat dipergunakan dalam perencanaan bangunan
serta perkiraan volume galian dan timbunan.
Untuk mengetahui bentuk permukaan pantai dan bentuk sungai
maka dilakukan pengukuran profil (cross section).
Spesifikasi pengukuran penampang memanjang dan melintang
sebagai berikut :
❖ Pengukuran dilakukan di sepanjang pantai dan sungai pada
patok- patok profil yang telah dipasang.
❖ Interval profil 50 m dan 100 m.
❖ Pengukuran profil tegak lurus pantai dan sungai.
❖ Pengukuran terikat terhadap titik poligon.
❖ Pengukuran situasi dan penampang dilakukan bersama-sama.
BAB III- 14
Laporan Pendahuluan

❖ Alat ukur yang di pakai adalah Thedolite T0 atau yang


sederajat.
❖ Metode yang dipergunakan adalah metode tachimetri.
❖ Penampang melintang di buat dengan interval jarak + 100 m
pada bagian sungai yang lurus dan < 50 m pada bagian sungai
yang berkelok-kelok atau disesuaikan dengan keperluan.
❖ Penampang memanjang diambil pada dasar sungai yang
terdalam termasuk peil-peil muka air tanah terendah, normal
dan tertinggi.
❖ Detail yang ada di lapangan di ukur, terutama kampung,
lembah, bukit, jembatan dan lain-lain.
❖ Setiap 50 m atau 25 m titik poligon diukur dengan meter ukur
baja dan harus diikatkan pada patok kerangka utama.
❖ Pengamatan matahari harus dilakukan setiap 2,5 km.
❖ Setiap titik poligon harus diukur ketinggiannya.
❖ Profil memanjang dan melintang dilakukan dengan interval
jarak 100 m dan pada belokan diukur setiap 50 m dengan
koridor 100 m kekiri dan kekanan dari tepi sungai.
❖ Jika trase memotong anak sungai, maka alur sungai tersebut
harus di ukur profil melintangnya.
❖ Titik detail trase di ambil dari data profil melintang, sedangkan
detail lainnya yang ada diantara profil melintang harus di ukur
dengan cara dirincikan sehingga kerapat titik detail 2 cm pada
petanya.
❖ Pengukuran penampang melintang sungai untuk lebar B ≤ 100
m dapat dilakukan dengan menggunakan waterpass atau To
untuk lebar > 100 m akan dilakukan beberapa titik di tepi
sungai berjarak 25 – 50 m dari muka air sungai sedangkan
profil sungai akan diukur dengan sistim colokan jika kedalaman
air h ≤ 3 m, jika h > 3 m dilakukan dengan echosounder.
❖ Titik-titik pengukuran penampang melintang direncanakan

BAB III- 15
Laporan Pendahuluan

seperti gambar berikut :.

Gambar 3.7 Profil Melintang Sungai Untuk Lebar Sungai B > 100 m

rambu

P1

Gambar 3.8 Profil Melintang Pantai

• Perhitungan hasil ukur


❖ Perhitungan harus dilaksanakan di lapangan, dengan kontrol
perhitungan oleh pengawas lapangan dan tiap selesai 1 hari
pengukuran data diserahkan untuk di cek dan dibubuhi paraf
oleh pengawas lapangan.

BAB III- 16
Laporan Pendahuluan

❖ Perhitungan dilakukan 2 (dua) kali, yaitu perhitungan


sementara dan perhitungan definitif. Perhitungan data lapangan
merupakan perhitungan sementara untuk mengetahui ketelitian
ukuran. Perhitungan definitip adalah perhitungan yang sudah
menggunakan hitungan perataan oleh tenaga ahli geodesi.
Hasil perhitungan ini akan digunakan untuk proses
penggambaran.
❖ Setiap hasil perhitungan harus diasistensikan dan disetujui
supervisor lapangan.
❖ Semua data azimuth hasil pengamatan matahari harus di pakai
dalam perhitungan, jika ada yang tidak di pakai harus ada
persetujuan dengan direksi.
❖ Semua titik kerangka utama/cabang harus di hitung koordinat
dan ketinggiannya.
❖ Semua data ukur asli dan perhitungan perataannya diserahkan
ke direksi pekerjaan.

• Penggambaran
❖ Penggambaran hasil pengukuran mengacu kepada standard
penggambaran yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pengairan.
❖ Penggambaran draft dapat dilaksanakan dengan penggambaran
secara grafis, dengan menggunakan data ukur sudut dan jarak.
❖ Penggambaran peta situasi definitif dilakukan, setelah hasil
perhitungan definitif selesai dilaksanakan sehingga koordinat
sebagai kerangka horizontal dan spot height sebagai kerangka
vertikal telah dilakukan hitungan perataannya.
❖ Peta ikhtisar skala 1 : 10.000 s/d 1 : 25.000 dengan interval
kontur 1,0 m di buat pada kertas kalkir ukuran A1.
❖ Semua titik koordinat kerangka utama dan cabang di gambar
dengan sistem koordinat.
❖ Indek kontur di tulis setiap garis kontur.

BAB III- 17
Laporan Pendahuluan

❖ Kontur di kampung di gambar tidak boleh putus.


❖ Sistem grid yang di pakai adalah sistem proyeksi UTM.

b. Survey Hidrologi
• Kegiatan survey hidrologi meliputi :
1) Pengumpulan data curah hujan terbaru minimum selama 10
tahun dari beberapa stasiun-stasiun terdekat
2) Pengumpulan data klimatologi lainnya terbaru minimum
selama 5 tahun dari stasiun terdekat.
3) Pengumpulan data/informasi banjir (tinggi, lamanya perkiraan
luas genangan dan dampaknya).
4) Pengumpulan data yang berkaitan dengan karakteristik DPS
antara lain: keadaan vegetasi daerah pengaliran, sifat dan
jenis tanah dan debit rata-rata pada waktu keadaan normal,
tahun kering dan tahun basah.
1) Kedalaman pengukuran (D) dan perhitungan kecepatan
rata - rata (Vm) :
D < 0.60 m, satu titik pengukuran, Vm = V0.6
D = 0.60 – 1.50 m, dua titik pengukuran, Vm = ½ (V0.2 +
V0.8) D > 1.50 m, tiga titik pengukuran, Vm = ¼ (V0.2
+2V0.6 + V0.8)
2) Pengukuran penampang sungai di titik pengukuran debit.

3.3 Metode Perencanaan


1. Perencanaan Saluran
Rencana pendahuluan untuk saluran irigasi menunjukka :
- Trase pada peta tata letak pendahuluan
- Ketinggian tanah pada trase
- Lokasi bangunan sadap tersier dan sekunder dengan tinggi air yang
dibutuhkan disebelah hilir bangunan sadap
- Bangunan-bangunan yang akan dibangun dengan perkiraan kehilangan

BAB III- 18
Laporan Pendahuluan

tinggi energi.
- Luas daerah layanan pada bangunan sadap dan debit yang diperlukan
debit rencana dan kapasitas saluran untuk berbagai ruas saluran
perkiraan kerniringan dasar dan potongan melintang untuk berbagai
ruas
- Ruas-ruas saluran dan bangunan-bangunan permanen yang ada.

Rencana potongan memanjang pendahuluan dibuat dengan skala peta


topografi 1:25.000 dan 1:5.000. Rencana tata letak dan potongan
memanjang pendahuluan dibuat dengan skala yang sama. Kemiringan
medan utama akan memperlihatkan keseluruhan gambar dengan jelas.
a. Ketinggian yang Diperlukan
Dalam menentukan elevasi muka air saluran diatas ketinggian tanah,
hal-hal berikut harus dipertimbangkan.
- Untuk menghemat biaya pemeliharaan, muka air rencana di saluran
harus sama atau dibawah ketinggian tanah, hal ini sekaligus untuk
lebih mempersulit pencurian air atau penyadapan liar.
- Agar biaya pelaksanaan tetap minimal, galian dan timbunan ruas
saluran harus tetap seimbang.
- Muka air harus cukup tinggi agar dapat mengairi sawah-sawah yang
letaknya paling tinggi di petak tersier.
Tinggi bangunan sadap tersier di saluran primer atau sekunder dihitung
dengan rumus berikut (lihat Gambar 3.10)
P = A + a + b + c + d + e + f + g + Dh + Z dimana :
P = muka air di saluran primer atau sekunder D = elevasi di sawah
a = lapisan air di sawah, ≈ 10 cm
b = kehilangan tinggi energi di saluran kuarter kesawah ≈ 5 cm
c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter ≈ 5 cm/boks
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran irigasi =
kemiringan kali panjang atau I x L (disaluran tersier; lihat Gambar
3.10)
e = kehilangan tinggi energi di boks bagi, ≈ 5 cm/boks
BAB III- 19
Laporan Pendahuluan

f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong, ≈ 5 cm per bangunan


g = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap
Δh = variasi tinggi muka air, 0,10 h100 (kedalaman rencana)
Z = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier yang lain
(misal jembatan)

Gambar 3.9 Tinggi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan

Dari perhitungan tinggi muka air diatas ternyata bahwa untuk mengairi
sawah langsung dari saluran disebelahnya, muka air yang diperlukan
adalah sekitar 0,50 m diatas muka tanah. Tinggi muka air rencana yang
lebih rendah akan menghemat biaya pelaksanaan dan pemeliharaan. Akan
tetapi, adalah penting untuk sebanyak mungkin mengairi sawah-sawah di
sepanjang saluran sekunder. Strip/jalur yang tidak kebagian air irigasi
selalu menimbulkan masalah pencurian air dari saluran sekunder atau
pembendungan air di saluran tersier.
Harga-harga yang diambil untuk kehilangan tinggi energi dan kemiringan
dasar merupakan harga-harga asumsi landaian yang kelak akan dihitung
lagi untuk merencanakan harga-harga pada tahap perencanaan akhir.
Debit kebutuhan air telah dihitung, dan didapat debit kebutuhan air
selama setahun serta debit maksimum kebutuhan air pada periode satu
mingguan atau dua mingguan tertentu.
Debit maksimum (Q maks) yang didapat dalam kenyataan operasinya
hanya dialirkan selama satu minggu atau dua minggu pada periode sesuai
kebutuhannya.

BAB III- 20
Laporan Pendahuluan

Selain dari debit, dalam melakukan desain saluran, elevasi muka air di
saluran ditentukan berdasarkan ketinggian sawah, kemiringan saluran
dan kehilangan tinggi di bangunan tersier, dimana elevasi tersebut harus
terpenuhi supaya jumlah air yang masuk ke sawah sesuai dengan
kebutuhan.
Jika dalam perhitungan dimensi saluran menggunakan Q maks dengan
ketinggian muka air H yang kejadiannya selama satu minggu atau dua
minggu saja selama setahun, maka ketika Q lebih kecil dari Q maks
akibatnya ketinggian muka air lebih kecil dari H dan akan mengakibatkan
tidak terpenuhinya elevasi muka air yang dibutuhkan untuk mengalirkan
air ke sawah sehingga debit yang dibutuhkan petak tersier tidak
terpenuhi.
Berdasarkan pemikiran diatas maka elevasi muka air direncanakan pada Q
yang mempunyai frekuensi kejadian paling sering selama setahun tetapi
tidak terlalu jauh dari Q maks sehingga perbedaan variasi ketinggian yang
dibutuhkan antara Q maks dengan Q terpakai tidak terlalu tinggi. Angka
yang cukup memadai adalah penggunaan Q 85% dengan ketinggian 0,90
H.
Elevasi sawah A adalah elevasi sawah yang menentukan (decisive) di
petak tersier yang mengakibatkan diperlukannya muka air tertinggi di
saluran sekunder. Seandainya diambil permukaan yang tertinggi di petak
tersier, ini akan menghasilkan harga P yang berada jauh diatas muka
tanah di saluran sekunder dan menyimpang jauh dari tinggi muka air
yang diperlukan untuk bangunan-bangunan sadap yang lain. Dalam kasus-
kasus seperti itu, akan lebih menguntungkan untuk tidak memberi jatah
air irigasi kepada daerah kecil itu.
Apabila saluran sekunder menerobos tanah perbukitan (tanah tinggi lokal)
mungkin lebih baik tidak mengairi daerah itu. Dalam 3.11 kedua hal
tersebut diilustrasikan sebagai a dan b.
Untuk eksploitasi jaringan irigasi, akan lebih menguntungkan untuk
menempatkan sekaligus dua atau lebih bangunan sadap tersier. Sebuah

BAB III- 21
Laporan Pendahuluan

bangunan pengatur muka air akan dapat langsung mengontrol lebih


banyak bangunan sadap yang bisa direncanakan pada satu bangunan dan
pekerjaan tender pintu akan dapat dipusatkan di beberapa lokasi saja.
Akan tetapi hanya dalam hal-hal tertentu saja hal ini dapat dilakukan.
Gambar 3.11 menunjukkan beberapa pilihan tata letak dalam keadaan
seperti itu. Untuk saluran- saluran punggung (ridge canal) dengan
kemiringan besar, cara pemecahan (c) pada Gambar 3.11 adalah yang
terbaik dilihat dari segi tata letak.
Namun demikian hal ini tidak selalu mungkin, misalnya penggabungan
bangunan-bangunan sadap tersier dalam cara pemecahan (d)
menyebabkan komplikasi (kerumitan). Petak tersier sebelah kiri terletak
disebelah hilir saluran pembuang setempat. Hal ini bisa menyebabkan
terjadinya penyadapan air irigasi tanpa izin. Cara mengatasi hal ini adalah
membuat dua bangunan sadap tersier pada (d) dan (do).
Pada cara pemecahan (e) ditunjukkan cara pemecahan lain dengan
“irigasi aliran melingkar” (counter flow irrigation), disebelah hulu petak
tersier. Lebar bidang tanah ini bisa menjadi puluhan meter dan bisa
menyebabkan kehilangan tanah irigasi yang tidak dapat diterima. Cara
pemecahan saluran tersier mengalir ke arah yang berlawanan (hulu)
saluran utama dan ada sebidang tanah yang tidak diairi memberikan
alternatif dengan bangunan sadap hulu berada di luar kontrol bangunan
pengatur muka air. Cara pemecahan (e) dan (f) adalah cara yang
dianjurkan.
b. Trase
• Perencanaan trase hendaknya secara planimetris mengacu kepada :
• Garis-garis lurus sejauh mungkin, yang dihubungkan oleh lengkung-
lengkung bulat
• Tinggi muka air yang mendekati tinggi medan atau sedikit diatas
tinggi medan guna mengairi sawah-sawah disebelahnya
• Tinggi muka air tanah mendekati tinggi muka air rencana atau sedikit
lebih rendah

BAB III- 22
Laporan Pendahuluan

• Perencanaan potongan yang berimbang dengan jumlah bahan


galian sama atau lebih banyak dari jumlah bahan timbunan.

Gambar 3.10 Situasi Bangunan-Bangunan Sadap Tersier


Dalam jaringan irigasi trase saluran primer pada umumnya kurang lebih
paralel dengan garis-garis tinggi (saluran garis tinggi) dengan saluran-
saluran sekundernya di sepanjang punggung medan. Oleh sebab itu
perencanaan trase saluran sekunder dengan kemiringan tanah sedang
merupakan prosedur langsung. Penentuan trase saluran primer lebih
kompleks karena parameter-parameter seperti kemiringan dasar,
bangunan-bangunan silang dan ketinggian pada pengambilan yang
dipilih di sungai harus dievaluasi.

Untuk penentuan trase saluran primer, ada dua keadaan yang


mungkin terjadi, yakni :

a. Debit yang tersedia untuk irigasi berlimpah dibandingkan dengan

BAB III- 23
Laporan Pendahuluan

tanah irigasi yang ada;


b. Air irigasi terbatas akibat tanah yang dapat diairi diambil maksimum.
Pada a, setelah perkiraan lokasi dan tinggi pengambilan diketahui,
maka luas daerah irigasi bergantung kepada kemiringan dasar
saluran primer yang dipilih dan kehilangan tinggi energi yang
diperlukan di bangunan-bangunannya. Kehilangan tinggi energi di
saluran primer akan dipertahankan sampai tingkat minimum sejauh
hal ini dapat dibenarkan dari segi teknis (sedimentasi) dan ekonomis
(ukuran saluran dan bangunan yang besar). Berbagai trase alternatif
yang baik dari segi teknis harus pula diperhitungkan segi
ekonomisnya agar bisa dicapai pemecahan yang terbaik.

Pada b, dengan luas daerah irigasi yang tetap, perencanaan saluran


primer tidak begitu menentukan. dan kehilangan tinggi energi tidak
harus dibuat minimum. Tinggi muka air dan trase yang dipilih untuk
saluran primer harus memadai untuk bisa mencukupi kebutuhan air
maksimum di daerah yang bisa diairi. Biaya pelaksanaan saluran bisa
diusahakan lebih rendah karena saluran dan bangunan dapat dibuat
dengan ukuran yang lebih kecil. Untuk menentukan secara tepat as
saluran primer garis tinggi utama, pada umumnya ada dua pilihan;
(a) saluran primer timbunan/urugan dengan tinggi muka air diatas
muka tanah pada as;
(b) saluran primer galian dengan tinggi muka air kurang lebih sama
dengan muka tanah.
Keuntungan dari cara pemecahan (a) ialah bahwa semua tanah
disebelahnya dapat diairi dari saluran primer. Tetapi biaya
pembuatan saluran akan lebih mahal. Dalam cara pemecahan (b)
biaya akan lebih murah dan cara ini lebih menarik jika tanah
yang harus diairi luas sekali sedangkan air irigasi yang tersedia
sangat terbatas. Tanah- tanah yang tidak bisa diairi, seperti
jalur-jalur di sepanjang saluran dapat dicadangkan untuk tempat-

BAB III- 24
Laporan Pendahuluan

tempat pemukiman. Pada waktu merencanakan proyek irigasi


dengan pemukiman (trans) migrasi hal ini harus diingat.

Trase sedapat mungkin harus merupakan garis-garis lurus.


Sambungan antara ruas- ruas lurus berbentuk kurve bulat
dengan jari-jari yang makin membesar dengan bertambahnya
ukuran saluran. Untuk saluran-saluran garis tinggi yang besar,
khususnya yang terletak di suatu medan yang garis-garis
tingginya tidak teratur, trase saluran tidak bisa dengan tepat
mengikuti garis-garis tersebut dan akan diperlukan pintasan
(short cut) melalui galian atau timbunan; lihat Gambar 3.12 Hal-
hal berikut layak dipertimbangkan.

• jari-jari minimum saluran adalah 8 kali lebar muka air


rencana, dan dengan demikian bergantung pada debit
rencana;
• pintasan mengurangi panjang total tetapi dapat memperbesar
biaya pembuatan per satuan panjang;
• karena pintasan berarti mengurangi panjang total, hal ini
juga berarti mengurangi besarnya kehilangan;
• pintasan menyebabkan irigasi dan pembuatan di ruas
sebelumnya lebih rumit dan lebih mahal; lihat Gambar berikut.

Gambar 3.11 Trase Saluran Primer pada Medan yang Tidak Teratur

a. Potongan Memanjang
Kemiringan memanjang ditentukan oleh garis-garis tinggi dan lereng
saluran akan sebanyak mungkin mengikuti garis ketinggian tanah. Akan

BAB III- 25
Laporan Pendahuluan

tetapi disini keadaan tanah dasar (subsoil) dan sedimen yang


terkandung dalam air irigasi akan merupakan hambatan. Bahaya erosi
pada saluran tanah akan membatasi kemiringan maksimum dasar
saluran, di lain pihak sedimentasi akan membatasi kemiringan minimum
dasar saluran. Jika kemiringan maksimum yang diizinkan lebih landai
daripada kemiringan medan, maka diperlukan bangunan terjun. Apabila
kemiringan tanah lebih landai, daripada kemiringan minimum, maka
kemiringan dasar saluran akan sama dengan kemiringan tanah. Ini
menyebabkan sedimentasi; konstruksi sebaiknya dihindari.
Kemiringan maksimum dasar saluran tanah ditentukan dari kecepatan
rata-rata alirannya. Kecepatan maksimum aliran yang diizinkan akan
ditentukan sesuai dengan karakteristik tanah.
Bahaya terjadinya sedimentasi diperkecil dengan jalan
mempertahankan atau menambah sedikit kapasitas angkutan sedimen,
relatif ke arah hilir. I R dari profil saluran adalah kapasitas angkutan
sedimen relatif.
Kriteria ini dimaksudkan agar tidak ada sedimen yang mengendap di
saluran. Sesuai konsep saluran stabil akibatnya sedimen diendapkan
di sawah petani yang mengakibatkan elevasi sawah makin lama makin
tinggi.
Dalam keadaan khusus dimana kemiringan lahan relatif datar dan/atau
tidak seluruhnya sedimen diijinkan masuk ke sawah, maka sebagian
sedimen boleh diendapkan pada tempat-tempat tertentu.
Ditempat ini sedimen diendapkan dan direncanakan bangunan
pengeluar sedimen (Sediment Excluder) untuk membuang endapan di
tempat persilangan sungai atau tempat lain yang memungkinkan.
Untuk itu harga I R dapat lebih kecil dari ruas sebelumnya. Gambar
3.13 akan digunakan untuk perencanaan kemiringan saluran. Dalam
bagian ini masing-masing titik dengan debit rencana Qd dan kemiringan
saluran I adalah potongan melintang saluran dengan ukuran tetap
untuk (b, h, dan m), koefisien kekasaran dan kecepatan aliran.

BAB III- 26
Laporan Pendahuluan

Dalam perencanaan saluran dibedakan langkah-langkah berikut:


1. Untuk tiap ruas saluran tentukan debit rencana dan kemiringan yang
terbaik berdasarkan kemiringan medan yang ada dan ketinggian
bangunan sadap tersier yang diperlukan.
2. Untuk masing-masing saluran berikutnya, mulai dari bangunan
utama hingga ujung saluran sekunder, plot data Q-I setiap ruas
saluran (dari Gambar 3.13.)
3. Untuk tiap ruas saluran tentukan besarnya kecepatan yang diizinkan
sesuai dengan kondisi tanah
4. Cek apakah garis I R makin besar dengan berkurangnya Qd (ke
arah hilir)
5. Cek apakah kecepatan rencana tidak melebihi kecepatan yang
diizinkan
6. Jika pada langkah 4 dan 5 tidak ditemui kesulitan, maka
perencanaan saluran akan diselesaikan dengan kemiringan yang
dipilih dari langkah 1.
7. Kemiringan saluran dapat dimodifikasi sebagai berikut:
• Bila kecepatan rencana melebihi kecepatan yang diizinkan, maka
besarnya kemiringan saluran akan dipilih dan mungkin akan
diperlukan bangunan terjun.
• Bila kemiringan saluran pada langkah 1 untuk suatu ruas tertentu
akan lebih landai daripada yang diperlukan untuk garis I R, maka
kemiringan tersebut akan ditambah dan akan dibuat dalam galian.
Selanjutnya lihat bagian KP – 03 Saluran.
2. Perencanaan Akhir
Pada permulaan tahap perencanaan akhir, hasil-hasil yang diperoleh
pada tahap perencanaan pendahuluan akan ditinjau lagi berdasarkan
data-data dari pengukuran topografi dan geologi teknik. Modifikasi
terhadap rencana bendung bisa lebih mempengaruhi hasil-hasil
rencana pendahuluan saluran.
Dalam tinjauan ini dibedakan langkah-langkah berikut

BAB III- 27
Laporan Pendahuluan

- Jelaskan tinggi muka air rencana di ruas pertama saluran primer


dan pastikan bahwa perencanaan bangunan utama akan
menghasilkan tinggi muka air yang diperlukan di tempat tersebut;
- Cek ketinggian bangunan sadap tersier berdasarkan peta trase
saluran; buat penyesuaian-penyesuaian bila perlu;
- Bandingkan peta strip saluran dengan peta topografi dan periksa
apakah diperlukan modifikasi tata letak (lihat juga subbab 5.3
mengenai tata letak)
- Tentukan as saluran;
- Alokasikan kehilangan-kehilangan energi ke bangunan-bangunan;
- Tentukan tinggi muka air rencana di saluran;
- Tentukan kapasitas rencana saluran;
- Rencanakan potongan memanjang dan melintang saluran
- Pemutakhiran garis sempadan saluran
Pemutakhiran ijin alokasi air irigasi

BAB III- 28
Laporan Pendahuluan

Gambar 3.12 Bagan Perencanaan Saluran

BAB III- 29
Laporan Pendahuluan

Jika lokasi, kapasitas dan muka rencana sudah ditentukan maka


perencanaan detail saluran dan bangunan akan dimulai. Kriteria
untuk perencanaan detail diberikan dalam Bagian KP - 03 Saluran
dan KP - 07 Standar Penggambaran.

2. Perencanaan Bangunan Utama untuk Bendung Tetap,


Bendung Gerak, dan Bendung Karet
a. Perencanaan Pendahuluan
Dalam bagian-bagian berikut, tekanan diletakkan pada kriteria
dan pertimbangan- pertimbangan untuk:
- Pemilihan lokasi bangunan utama sehubungan dengan
perencanaan jaringan irigasi utama dan
- Perkiraan ukuran bangunan.
Disini tidak akan dibicarakan seluruh ruang lingkup pekerjaan
perencanaan akhir bangunan utama Seluruh ruang lingkup
perencanaan ahli (bangunan utama diberikan dalam Bagian PT - 01
Persyaratan Teknis untuk Perencanaan Jaringan Irigasi).
Untuk perencanaan pendahuluan akan dipakai kriteria seperti yang
diberikan dalam Bagian KP - 02 Bangunan Utama.
Perencanaan Pendahuluan ini akan dipakai sebagai dasar untuk
penyelidikan- penyelidikan selanjutnya yang berkenaan dengan :
- Pemetaan sungai dan lokasi bendung
- Penyelidikan geologi teknik
- Penyelidikan model hidrolis, jika diperlukan.
Menentukan lokasi bangunan pengambilan di sungai akan
melibatkan kegiatan- kegiatan menyelaraskan banyak unsur yang
berbeda-beda dan saling bertentangan.
Kriteria umum penentuan lokasi bangunan utama adalah:
- Bendung akan dibangun di ruas sungai yang stabil dengan lebar
yang hampir sama dengan lebar normal sungai; jika sungai
mengangkut terutama sedimen halus, maka pengambilan harus
- dibuat di ujung tikungan luar yang stabil jika sungai
BAB III- 30
Laporan Pendahuluan

mengangkut terutama bongkah dan kerikil, maka bendung


sebaiknya dibangun di ruas lurus sungai
- Sawah tertinggi yang akan diairi dan lokasinya
- Lokasi bendung harus sedemikian rupa sehingga trase saluran
primer bisa dibuat sederhana dan ekonomis
- Beda tinggi energi diatas bendung terhadap air hilir dibatasi
sampai 7 m. Jika ditemukan tinggi terjunan lebih dari 7 m dan
keadaan geologi dasar sungai relatif tidak kuat sehingga perlu
kolam olak maka perlu dibuat bendung tipe cascade yang
mempunyai lebih dari satu kolam olak. Hal ini dimaksudkan agar
energi terjunan dapat direduksi dalam dua kolam olak sehingga
kolam olak sebelah hilir tidak terlalu berat meredam energi.
Keadaan demikian akan mengakibatkan lantai peredam dan dasar
sungai dihilir koperan (end sill) dapat lebih aman.

- Lokasi kantong lumpur dan kemudahan pembilasan, bilamana


perlu topografi pada lokasi bendung yang diusulkan; lebar sungai
- Kondisi geologi dari subbase untuk keperluan pondasi
- Metode pelaksanaan (di luar sungai atau di sungai)
- Angkutan sedimen oleh sungai
- Panjang dan tinggi tanggul banjir Mudah dicapai.
Dibawah ini akan diberikan uraian lebih lanjut.

a. Tinggi muka air yang diperlukan untuk irigasi


Perencanaan saluran pada tahap pendahuluan akan
menghasilkan angka untuk tinggi muka air yang diperlukan di
saluran primer. Dalam angka tersebut kedalaman air dan
kehilangan-kehilangan tinggi energi berikut harus
diperhitungkan, lepas dari elevasi medan pada sawah tertinggi:
- Tinggi medan
- Tinggi air di sawah
- Kehilangan tinggi energi di jaringan dan bangunan tersier

BAB III- 31
Laporan Pendahuluan

- Kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier


- Variasi muka air di jaringan utama
- Panjang dan kemiringan dasar jaringan saluran primer
- Kehilangan di bangunan-bangunan jaringan utama alat-alat
ukur sipon, bangunan pengatur, talang dan sebagainya
Di pengambilan sungai terdapat tiga kemungkinan untuk
memperoleh tinggi bangunan yang diperlukan; selanjutnya lihat
Gambar 3.14

(a) Pengambilan bebas dari sungai di suatu titik di hulu dengan


tinggi energi cukup
(b) Bendung di sungai dengan saluran primer
(c) Lokasi bendung antara (a) dan (b)
Kemungkinan (a) mengacu kepada saluran-saluran primer yang
panjang sejajar terhadap sungai; lihat Bagian KP – 02 Bangunan
Utama mengenai keadaan pembambilan bebas.
Kemungkinan (b) dapat mengacu kepada bendung yang tinggi
dan tanggul-tanggul banjir yang relatif tinggi dan panjang.
Dalam kebanyakan hal, kemungkinan (c) akan memberikan
penyelesaian yang lebih baik karena biaya pembuatan bendung
dan tanggul akan lebih murah.
b. Tinggi Bendung
Tinggi bendung harus dapat memenuhi dua persyaratan
(lihat 3 . 15. yang menunjukkan denah bangunan utama)

BAB III- 32
Laporan Pendahuluan

.
Gambar 3.13 Lokasi Bendung pada Profil Memanjang Sungai

BAB III- 33
Laporan Pendahuluan

Gambar 3.14 Denah Bangunan Utama

b. 1. Bangunan Pengambilan
Untuk membatasi masuknya pasir, kerikil dan batu, ambang
pintu pengambilan perlu dibuat dengan ketinggian-ketinggian
minimum berikut diatas tinggi dasar rata-rata sungai:

- 0,50 m untuk sungai yang hanya mengangkut lumpur


- 1,00 m untuk sungai yang juga mengangkut pasir dan
kerikil
- 1,50 m untuk sungai yang juga mengangkut batu-batu
bongkah
Biasanya dianjurkan untuk memakai pembilas bawah
(undersluice) dalam denah pembilas. Pembilas bawah tidak
akan dipakai bila :
- Sungai mengangkut batu-batu besar
- Debit sungai pada umumnya terlalu kecil untuk
menggunakan pembilas bawah
Lantai pembilas bawah diambil sama dengan tinggi rata-rata
dasar sungai. Tinggi minimum bendung ditentukan bersama-
sama dengan bukaan pintu pengambilan seperti pada Gambar
3.16. (lihat juga Bagian KP – 02 Bangunan Utama).

BAB III- 34
Laporan Pendahuluan

Gambar 3.15 Konfigurasi Pintu Pengambilan

b. 2. Pembilasan Sendimen
Apabila dibuat kantong lumpur, maka perlu diciptakan
kecepatan aliran yang diinginkan guna membilas kantong
lumpur. Kehilangan tinggi energi antara pintu pengambilan
dan sungai di ujung saluran bilas harus cukup. Bagi daerah-
daerah dengan kondisi topografi yang relatif datar diperlukan
tinggi bendung lebih dari yang diperlukan untuk pengambilan
air irigasi saja, sehingga tinggi bendung yang direncanakan
dtentukan oleh kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan
sedimen. Harus diingat bahwa proses pembilasan mekanis
memerlukan biaya dan tenaga yang terampil sedangkan
pengurasan secara hidrolis memerlukan bendung yang relatif
tinggi, untuk itu harus dipilih cara yang paling efisien diantara
keduannya.
Dalam hal demikian agar dipertimbangkan cara pembilasan
dengan cara mekanis atau hidrolis.
Eksploitasi pembilas juga memerlukan beda tinggi energi
minimum diatas bendung. Selanjutnya lihat Bagian KP – 02
Bangunan utama.
c. Kantong Lumpur
Walaupun telah diusahakan benar-benar untuk merencanakan
pengambilan yang mencegah masuknya sedimen kedalam

BAB III- 35
Laporan Pendahuluan

jaringan saluran, namun partikel-partikel yang lebih halus masih


akan bisa masuk.
Untuk mencegah agar sedimen ini tidak mengendap diseluruh
jaringan saluran maka bagian pertama dari saluran primer tepat
di belakang pengambilan biasanya direncanakan untuk berfungsi
sebagai kantong lumpur
Kantong lumpur adalah bagian potongan melintang saluran yang
diperbesar untuk memperlambat aliran dan memberikan waktu
bagi sedimen untuk mengendap.
Untuk menampung sendimen yang mengendap tersebut, dasar
saluran itu diperdalam dan/atau diperlebar. Tampungan ini
dibersihkan secara teratur (dari sekali seminggu sampai dua
minggu sekali), dengan jalan membilas endapan tersebut
kembali ke sungai dengan aliran yang terkonsentrasi dan
berkecepatan tinggi.
Panjang kantong lumpur dihitung berdasarkan perhitungan
terhadap kecepatan pengendapan sedimen (w) sesuai dengan
kandungan yang ada di sungai. Diharapkan dengan hasil
perhitungan tersebut diperoleh dimensi panjang kantong lumpur
yang tidak terlalu panjang dan sesuai dengan kebutuhan,
sehingga menghemat biaya konstruksi.
Kantong lumpur harus mampu menangkap semua sedimen yang
tidak diinginkan yang tidak bisa diangkut oleh jaringan saluran
irigasi ke sawah-sawah. Kapasitas pengangkutan sendimen
kantong lumpur harus lebih rendah daripada yang dimiliki oleh
jaringan saluran irigasi.
Harga parameter angkutan sendimen relatif kantong sedimen
harus lebih rendah daripada harga parameter jaringan irigasi.
Dalam prakteknya ini berarti bahwa kemiringan dasar dari
kantong lumpur yang terisi harus lebih landai dari pada
kemiringan dasar ruas pertama saluran primer.

BAB III- 36
Laporan Pendahuluan

Untuk perencanaan pendahuluan dimensi-dimensi utama


kantong lumpur sebagai referensi dapat digunakan Bagian KP –
02 Bangunan Utama.
Keadaan topografi di dekat lokasi bendung bisa menimbulkan
persyaratan penggalian untuk pekerjaan kantong lumpur dan
saluran primer. Penggeseran lokasi bendung mungkin
dipertimbangkan guna memperkecil biaya pembuatan bendung,
kantong lumpur dan saluran. Memindahkan lokasi bendung ke
arah hulu akan mengakibatkan tinggi muka air di pengambilan
lebih tinggi dari yang diperlukan pada ambang yang sama.
Memindahkan lokasi bendung ke arah hilir akan berarti bahwa
bendung harus lebih tinggi lagi dan biaya pembuatannya akan
lebih mahal.
Topografi pada lokasi bangunan utama mungkin juga
menimbulkan hambatan- hambatan terhadap penentuan panjang
dan ukuran kantong lumpur. Kapasitas angkutan partikel yang
relatif tinggi harus tetap dipertahankan dan kemiringan jaringan
yang landai harus dihindari. Keadaan yang demikian bisa
mengakibatkan dipindahnya trase saluran primer untuk
mengusahakan kemiringan dasar yang lebih curam. Hal ini
menyebabkan kehilangan beberapa areal layanan.
Efisiensi kantong lumpur dapat diperbaiki dengan jalan membilas
endapan di dasarnya secara terus menerus.
d. Lokasi Bangunan Utama
Evaluasi keadaan dan kriteria perencanaan diatas akan
menghasilkan perkiraan lokasi bendung. Keadaan-keadaan
setempat akan lebih menentukan lokasi ini.
d.1 Alur Sungai
Untuk memperkecil masuknya sedimen ke dalam jaringan
saluran, dianjurkan agar pengambilan dibuat pada ujung
tikungan luar sungai yang stabil.

BAB III- 37
Laporan Pendahuluan

Apabila pada titik dimana pengambilan diperkirakan bisa dibuat


ternyata tidak ada tikungan luarnya, maka bisa dipertimbangkan
untuk menempatkan pengambilan itu pada tikungan luar lebih
jauh ke hulu.
Dalam beberapa hal, alur sungai dapat diubah untuk
mendapatkan posisi yang lebih baik. Ini lebih menguntungkan.
Konstruksi pada sodetan (Coupure) yang agak melengkung bisa
dipertimbangkan. Keuntungannya adalah konstruksi bisa
dikontrol dengan baik dan aman di tempat kering. Biaya
pelaksanaan lebih rendah, tetapi pekerjaan tanah untuk
penggalian sodetan dan tanggul penutup akan lebih
memperbesar biaya itu.
Di ruas-ruas sungai bagian atas dimana batu-batu besar
terangkut, bendung sebaiknya ditempatkan di ruas yang lurus.
Gaya-gaya helikoidal tidak bisa mencegah terendapnya batu-
batu besar di pengambilan bila pengambilan itu direncanakan di
tikungan luar. Gaya-gaya helikoidal berguna untuk mengangkut
sedimen menjauhi pengambilan yang ditempatkan di tikungan
luar diruas yang lebih rendah dan diruas tengah.
Apabila daerah irigasi terletak dikedua sisi sungai, hal-hal berikut
harus dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pengambilan:
Bila sedimen yang diangkut oleh sungai relatif sedikit, atau di
ruas hulu sungai mengangkut sedikit batu-batu besar, maka
bangunan utama dapat ditempatkan di ruas lurus yang stabil
dengan pengambilan di kedua tanggul sungai.
Bila sungai mengangkut sedimen, semua pengambilan
hendaknya digabung menjadi satu untuk ditempatkan diujung
tikungan luar sungai. Air irigasi dibawa ke tanggul yang satunya
lagi melalui pengambilan didalam pilar bilas dan gorong-gorong
di tubuh bendung, atau lebih ke hilir lagi dengan menggunakan
sipon atau talang.

BAB III- 38
Laporan Pendahuluan

d.2 Potongan Memanjang Sungai


Hubungan antara potongan memanjang sungai dengan tinggi
pengambilan yang diperlukan, diperjelas pada Gambar 3.17
Lokasi dimana alur saluran primer bertemu dengan sungai belum
tentu merupakan lokasi terbaik untuk bendung. Lokasi-lokasi
hulu juga akan dievaluasi.
d.3 Tinggi Tanggul Penutup
Tinggi tanggul penutup di lokasi bendung sebaiknya dibuat
kurang, lebih sama dengan bagian atas tumpuan (abutment)
bendung. Ini memberikan penyelesaian yang murah untuk
pekerjaan tumpuan. Tanggul penutup yang terlalu tinggi atau
terlalu curam menjadi mahal karena tanggal-tanggal itu
memerlukan pekerjaan galian yang mahal untuk membuat
pengambilan, Tumpuan bendung dan saluran primer atau
kantong lumpur. Tanggul penutup yang terlalu rendah
memerlukan tanggul banjir yang mahal dan mengakibatkan
banjir.
d.4 Keadaan Geologi Teknik Dasar Sungai
Keadaan geologi teknik pada lokasi bendung harus cocok untuk
pondasi, jadi kelulusannya harus rendah dan daya dukungnya
harus memadai. Keadaan tanah ini bisa bervariasi diruas sungai
dimana terletak bangunan utama. Lebih disukai lagi jika di lokasi
yang dipilih itu terdapat batu singkapan dengan tebal yang cukup
memadai.
d.5 Anak Sungai
Lokasi titik temu sungai kecil dapat mempengaruhi pemilihan
lokasi bendung. Untuk memperoleh debit andalan yang baik
mungkin bendung terpaksa harus ditempatkan disebelah hilir titik
temu kedua sungai. Hal ini berakibat bahwa bendung harus
dibuat lebih tinggi.
d.6 Peluang Banjir

BAB III- 39
Laporan Pendahuluan

Dalam memilih lokasi bendung hendaknya diperhatikan akibat-


akibat meluapnya air akibat konstruksi bendung.
Muka air banjir akan naik di sebelum hulu akibat dibangunannya
bendung, untuk itu konstruksi bangunan utama akan dilengkapi
dengan sarana-sarana perlindungan. Evaluasi letak bendung
mencakup pertimbangan-pertimbangan mengenai ruang lingkup
dan besarnya pekerjaan lindungan terhadap banjir.
b. Tahaf Perencanaan Akhir
Apabila kondisi perencanaan hidrolis dari bangunan utama dan
sungai ternyata amat rumit dan tidak bisa dipecahkan dengan cara
pemecahan teknis standar, maka mungkin diperlukan penyelidikan
model hidrolis. Hasil-hasil dari percobaan ini akan memperjelas dan
memperbaiki perencanaan pendahuluan bangunan utama.
Perencanaan akhir bangunan utama akan didasarkan pada:
- Besarnya kebutuhan pengambilan dan tinggi pengambilan
- Pengukuran topografi
- Penyelidikan geologi teknik, dan
- Penyelidikan model hidrolis
Langkah pertama dalam perencanaan akhir adalah meninjau
kembali hasil-hasil serta kesimpulan-kesimpulan dari taraf
perencanaan pendahuluan. Kesahihan asumsi- asumsi perencanaan
dicek.
Perencanaan detail akan dilaksanakan menurut Bagian KP-02
Bangunan Utama. Persyaratan Teknis untuk Perencanaan Jaringan
Irigasi memberikan detail perencanaan serta laporan yang
diperlukan.
c. Perhitungan Debit Rencana.
Untuk kurangnya data banjir mengakibatkan ditetapkannya
hubungan empiris antara curah hujan – limpasan air hujan,
berdasarkan rumus rasional berikut:
Qn = µ b qn A .............................................................. (1)

BAB III- 40
Laporan Pendahuluan

Dimana
Qn = Debit banjir (puncak) dalam m³/dt dengan kemungkinan
tidak terpenuhi
n% µ = Koefisien limpasan air hujan (run off)
b = Koefisien pengurangan luas daerah hujan
qn = Curah hujan dalam m3/dt.km2 dengan kemungkinan tidak
terpenuhi
n% A = Luas daerah aliran sungai sungai, km2
Ada tiga metode untuk menetapkan curah hujan empiris –
limpasan air hujan, yakni:
• Metode Der Weduwen untuk luas daerah aliran sungai sampai
100 km², dan
• Metode Melchior untuk luas daerah aliran sungai lebih dari 100
km²
• Metode Haspers untuk DPS lebih dari 5.000 ha
Ketiga metode tersebut telah menetapkan hubungan empiris untuk
a, b dan q. Waktu konsentrasi (periode dari mulanya turun hujan
sampai terjadinya debit puncak) diambil sebagai fungsi debit
puncak, panjang sungai dan kemiringan rata-rata sungai.
Untuk mensiasati kondisi iklim yang sering berubah akibat situasi
global maka diperlukan langkah untuk melakukan perhitungan
hidrologi (debit andalan & debit banjir) yang mendekati kenyataan.
Sehingga diputuskan untuk merevisi angka koreksi untuk
mengurangi 15% untuk debit andalan dan menambah 20% untuk
debit banjir. (Angka koreksi disesuaikan dengan kondisi perubahan
DAS)..
Hal ini dilakukan mengingat saat ini perhitungan berdasar data seri
historis menghasilkan debit banjir semakin lama semakin membesar
dan debit andalan semakin lama semakin mengecil.

BAB III- 41
Laporan Pendahuluan

d. Rumus Banjir Melchior


Metode Melchior untuk perhitungan banjir diterbitkan pertama kali
pada tahun 1913. hubungan dasarnya adalah sebagai berikut.
e. Koefisien Limpasan Air Hujan
Koefisien limpasan air hujan a diambil dengan harga tetap. Pada
mulanya dianjurkan harga–harga ini berkisar antara 0,41 sampai
0,62. Harga–harga ini ternyata sering terlalu rendah. Harga-harga
yang diajurkan dapat dilihat pada Tabel A.1.1. dibawah ini. Harga–
harga tersebut diambil dari metode kurve bilangan US Soil
Conservation Service yang antara lain diterbitkan dalam USBR
Design of Small Dams.
Tabel 3.1 Harga Harga Koefisien Limpasan Air Hujan
Kelompok Hidrologis
Tanah Penutup Tanah
C D
Hutan lebat (vegetasi dikembangkan
0,60 0,70
dengan baik) Hutan dengan kelembatan
0,65 0,75
sedang (vegetasi dikembangkan dengan
cukup baik)
Tanaman ladang dan daerah-daerah
0,75 0,80
gundul (terjal)

Pemerian (deskripsi) kelompok-kelompok tanah hidrologi adalah


sebagai berikut :
Kelompok C: Tanah-tanah dengan laju infiltrasi rendah pada saat
dalam keadaan sama sekali basah, dan terutama terdiri dari tanah,
yang terutama terdiri dari tanah- tanah yang lapisannya
menghalangi gerak turun air atau tanah dengan tekstur agak halus
sampai halus. Tanah-tanah ini memiliki laju infiltrasi air yang sangat
lambat.
Kelompok D: (Potensi limpasan air hujan tinggi)

BAB III- 42
Laporan Pendahuluan

Tanah dalam kelompok ini memiliki laju infiltrasi sangat rendah


pada waktu tanah dalam keadaan sama sekali basah, dan terutama
terdiri dari tanah lempung dengan potensi mengembang yang
tinggi, tanah dengan muka air-tanah yang tinggi dan permanen,
tanah dengan lapis lempung penahan (claypan) atau dekat
permukaan serta tanah dangkal diatas bahan yang hampir kedap
air. Tanah ini memiliki laju infiltrasi air yang sangat lambat.
Curah Hujan
Curah hujan q diambil sebagai intensitas rata-rata curah hujan
sampai waktu terjadinya debit puncak. Ini adalah periode T (waktu
konsentrasi) setelah memulainya turun hujan. Curah hujan q
ditentukan sebagai daerah hujan terpusat (point reainfall) dan
dikonversi menjadi luas daerah hujan bq.
Dalam Gambar 3.17 luas daerah curah hujan bq (m3/dt.km²)
diberikan sebagai fungsi waktu dan luas untuk curah hujan sehari
sebesar 200 mm. βq untuk F = 0 dan T = 24 jam dihitung sebagai
berikut :

Bila curah hujan dalam sehari qn berbeda, maka harga-harga pada


gambar tersebut akan berubah secara proporsional, misalnya untuk
curah hujan sehari 240 mm, harga βqn dari F = 0 dan T = 24 jam
akan menjadi :

BAB III- 43
Laporan Pendahuluan

Gambar 3.16 Luas Daerah Curah Hujan Melchior

Variasi curah hujan di tiap daerah diperkirakan bentuk bundar atau


elips. Untuk menemukan luas daerah hujan disuatu daerah aliran
sungai, sebuah elips digambar mengelilingi batas-batas daerah

BAB III- 44
Laporan Pendahuluan

aliran sungai (lihat Gambar 3.19) As yang pendek sekurang-


kurangnya harus 2/3 dari panjang as.
Garis elips tersebut mungkin memintas ujung daerah pengaliran
yang memanjang. Daerah elips F diambil untuk menentukan harga
bq untuk luas daerah aliran sungai A. Pada Gambar berikut
diberikan harga-harga bq untuk luas-luas F.

Gambar 3.17 Perhitungan Luas Daerah Hujan

f. Waktu Konsentrasi
Melchior menetapkan waktu konsentrasi Tc sebagai berikut:
Tc = 0,186 L . Q-0,2 I-0,4 ............................................... (4)
Dimana :
Tc = waktu konsentrasi, jam
L = panjang sungai, km
Q = debit puncak, m³/dt
I = kemiringan rata-rata sungai

BAB III- 45
Laporan Pendahuluan

Untuk penentuan kemiringan sungai, 10% bagian hulu dari panjang


sungai tidak dihitung. Beda tinggi dan panjang diambil dari suatu
titik 0,1 L dari batas hulu daerah aliran sungai (lihat Gambar 3.20)
e. Perhitungan Banjir Rencana
Debit puncak dihitung mengikuti langkah-langkah a sampai h
dibawah ini :
a. Tentukan besarnya curah hujan sehari untuk periode ulang
rencana yang dipilih
b. Tentukan a untuk daerah aliran menurut Tabel A.1.1.
c. Hitunglah A,F,L dan I untuk daerah aliran tersebut
d. Buatlah perkiraan harga pertama waktu konsentrasi To
berdasarkan Tabel A.1.2.
e. Ambil harga Tc = To untuk qno dari Gambar 3.20 dan
hitunglah Qo =  qno A
Hitunglah waktu konsentrasi Tc untuk Qo dengan persamaan
(A.1.4)
a. Ulangi lagi langkah-langkah d dan e untuk harga To baru yang
sama dengan Tc sampai waktu konsentrasi yang sudah
diperkirakan dan dihitung mempunyai harga yang sama
b. Hitunglah debit puncak untuk harga akhir T.
Tabel 3.2 Perkiraan Harga-Harga To
F To F To
km2 Jam km2 Jam
100 7,0 500 12,0
150 7,5 700 14,0
200 8,5 1.000 16,0
300 10,0 1.500 18,0
400 11,0 3.000 24,0

BAB III- 46
Laporan Pendahuluan

f. Rumus Banjir Der Weduwen


Metode perhitungan banjir Der Weduwen diterbitkan pertama kali
pada tahun 1937. Metode tersebut sahih untuk daerah seluas 100
km2.
g. Hubungan-Hubungan Dasar
Rumus banjir Der Weduwen didasarkan pada rumus-rumus berikut:
Qn =  qn ................A (A.1.5)

Dimana :
Qn = debit banjir (m3/dt) dengan kemungkinan tidak terpenuhi
n%
Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari) dengan
kemungkinan tidak terpenuhi n%
a = Koefisien limpasan air hujan
b = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan daerah
aliran sungai.
q = curah hujan (m3/dt.km²)
A = Luas daerah aliran (km²) sampai 100 km²
T = lamanya curah hujan (jam)
L = Panjang sungai (km)
I = gradien (Melchior) sungai atau medan
Kemiringan rata-rata sungai I ditentukan dengan cara yang sama
seperti pada metode Melchior. 10% hulu (bagian tercuram) dari
panjang sungai dan beda tinggi tidak dihitung.
Perlu diingat bahwa waktu t dalam metode Der Weduwen adalah
saat-saat kritis curah hujan yang mengacu pada terjadinya debit
BAB III- 47
Laporan Pendahuluan

puncak. Ini tidak sama dengan waktu konsentrasi dalam metode


Melchior.
Dalam persamaan (A.1.8) curah hujan sehari rencana (Rn) harus
diisi untuk memperoleh harga curah hujan qn. Perlu dicatat pula
bahwa rumus-rumus Der Weduwen dibuat untuk curah hujan sehari
sebesar 240 mm.
g . Perhitungan Banjir Rencana.
Perhitungan dilakukan berkali-kali dengan persamaan A.1.5, A1.6,
A.1.7, A.1.8 dan A.1.9 seperti disajikan dalam subbab A.1.3.1.
a. Hitunglah A, L dan I dari peta garis tinggi daerah aliran sungai
dan substitusikan harga-harga tersebut dalam persamaan.
b. Buatlah harga perkiraan untuk Qo dan gunakan persamaan dari
(subbab A.1.2.3) untuk menghitung besarnya debit Qc (Q
Konsentrasi)
c. Ulangi lagi perhitungan untuk harga baru Qo sama dengan Qc
diatas
d. Debit puncak ditemukan jika Qo yang diambil sama dengan Qc
Perhitungan diatas dapat dilakukan dengan menggunakan
kalkulator yang bisa diprogram.
Subbab A.1.2.1. juga dapat disederhanakan dengan
mengasumsikan hubungan tetap antara L dan A.
L = 1,904 A0,5.............................................................. (A.1.10)
Jika disubstitusikan ke dalam persamaan (A.1.9), maka ini
menghasilkan
L = 0,476 Q-0,125 I-0,25 A0,5 ...........................................................
(A.1.11)
Pada Gambar 3.20 sampai 3.24 diberikan penyelesaian
persamaan dari sub bab A.1.2.1. Debit-debit puncak dapat
ditemukan dengan interpolasi dari grafik perlu dicatat bahwa untuk
sungai yang panjangnya lebih dari yang disebut dalam persamaan

BAB III- 48
Laporan Pendahuluan

(A.1.10), harga-harga debit puncak yang diambil dari grafik


tersebut lebih tinggi.
Harga-harga debit puncak Qo dari grafik tersebut dapat dipakai
sebagai harga mula/ awal untuk proses perhitungan yang dilakukan
secara berulang-ulang sebagaimana dijelaskan pada b dan c
diatas..

Gambar 3.18 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 80 mm

BAB III- 49
Laporan Pendahuluan

Gambar 3.19 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 120 mm

BAB III- 50
Laporan Pendahuluan

Gambar 3.20 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 160 mm

BAB III- 51
Laporan Pendahuluan

Gambar 3.21 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 200 mm

BAB III- 52
Laporan Pendahuluan

Gambar 3.22 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 240 mm

h. Rumus Banjir Metode Haspers


1 Koefisien aliran () dihitung dengan rumus:

2 Koefisien reduksi () dihitung dengan rumus:

BAB III- 53
Laporan Pendahuluan

3 Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus:.

4 Hujan maksimum menurut Haspers dihitung dengan rumus:

Keterangan:
t = waktu curah hujan (jam)
q = hujan maksimum (m3/km2/detik)
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm) Sx = simpangan
baku
U = variabel simpangan untuk kala ulang T tahun
Rt = curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)
berdasarkan Haspers ditentukan:
untuk t < 2 jam

untuk 2 jam < t < 19 jam

untuk 19 jam < t < 30 hari


Rt = 0,707 x R24t + 1
keterangan:
t = waktu curah hujan (hari)

BAB III- 54
Laporan Pendahuluan

R3 = curah hujan dalam 24 jam (mm)


R1 = curah hujan dalam t jam (mm)

3. Perencanaan saluran terbuka


Pada tahun 1769, berdasarkan anggapan di atas, seorang insinyur
Prancis, Antoine Chezy berhasil membuat formula yang
menggambarkan hubungan antara kecepatan, tampang basah aliran,
kemiringan energi dan faktor tahanan aliran yang dirumuskan sebagai
berikut :
V = C RI
dimana :
V = Kecepatan aliran air
C = Koefisien Chezy yang tergantung pada dinding saluran
R = Jari-jari hidrolis yang besarnya sama dengan ( A/P )
A = luas basah tampang saluran
P = keliling tampang basah saluran
I = Kemiringan energi
Banyak ahli telah mengusulkan beberapa bentuk koefisien Chezy dari
rumus umum
V = C RI . koefisien tersebut tergantung pada bentuk dinding saluran
dan kecepatan saluran dan kecepatan aliran. Salah satu ahli yang
mengusulkan besarnya koefisien Chezy tersebut adalah seorang ahli
dari Islandia bernama Robert Manning dengan rumus berikut ini.

Dengan koefisien tersebut maka rumus kecepatan aliran menjadi :

Koefisien Manning merupakan fungsi dari bahan dinding saluran yang


dilihat pada Tabel berikut :

BAB III- 55
Laporan Pendahuluan

Tabel 3.3 Koefisien Manning Untuk Berbagai Bahan Dinding Saluran

3. Kemiringan dinding saluran


Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan dan
kemiringan dinding minimum untuk saluran yang dipadatkan berbagai
jenis bahan disajikan pada Tabel berikut
Tabel 3.4 Kemiringan Dinding Saluran Untuk Berbagai Bahan

BAB III- 56
Laporan Pendahuluan

Tabel 3.5 Kemiringan Talud Minimum Untuk Saluran Tanah Dipadatkan

4. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan suatu saluran adalah jarak dari puncak saluran ke
permukaan air pada kondisi rencana. Jarak ini harus cukup untuk
mencegah kenaikan muka air ke tepi saluran. Tinggi jagaan minimum
pada saluran primer dan sekunder dikaitkan dengan debit rencana
saluran diperlihatkan pada berikut :
Tabel 3.6 Tinggi Jagaan Minimum Untuk Saluran Tanah

5. Menghitung Debit Pada Saluran Terbuka


Untuk menghitung debit yang mengalir pada saluran terbuka,
digunakan metode passing capacity yang didapatkan dari perhitungan
debit suatu penampang pada saat kondisi bank full (kondisi muka air
penuh) dan dihitung dari penampang sungai yang lurus. Pada kondisi
tanah asli tiap penampang dibagi menjadi beberapa bagian sehingga
didapat luas penampang basah rata-rata dan keliling basah rata-rata.

BAB III- 57
Laporan Pendahuluan

di mana :
Q = Debit banjir yang mengalir (m3/det)
A = Luas Penampang Basah (m2)
B = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi muka air (m)
P = Keliling Basah (m)
m = Kemiringan dinding saluran dengan perbandingan terkecil
n = Koefisien manning
R = Jari-jari hidrolis (m)
V = Kecepatan aliran (m/det)
I = Kemiringan Lereng (V:H)

3.4 Sistem Pelaporan


Produk pelaporan pekerjaan yang akan diserahkan kepada Pengguna Jasa
berdasarkan Keragka Acuan Kerja (KAK) adalah :
• Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan memuat antara lain : rencana program kerja penyedia
jasa secara menyeluruh, mobilisasi tenaga ahli, tenaga pendukung dan
peralatan, metodologi pelaksanaan pekerjaan, kriteria/standar dan
persyaratan/parameter yang digunakan, struktur organisasi dan jadwal
pelaksanaan pekerjaan,
Laporan Pendahuluan diserahkan paling lambat 15 (lima belas) hari sejak
dikeluarkan Surat Perintah Kerja. Laporan disusun dalam ukuran kertas A.4
dengan jumlah yang harus diserahkan adalah sebanyak 3 (tiga) eksemplar.

• Draft Laporan Akhir


Draft Laporan Akhir berisi :
1. Peta layout Jaringan Irigasi D.I. di Kabupaten Langkat;
2. Ringkasan Hasil DED;
3. Analisa Hidrologi;
4. Analisa Debit; dan

BAB III- 58
Laporan Pendahuluan

5. Analisa Data, mengetahui kondisi SWS serta mengumpulkan informasi yang


bersifat umum guna mengindetifikasi permasalahan dan pemecahannya.
Laporan diserahkan adalah sebanyak 3 (tiga) eksemplar

• Laporan Akhir
Laporan Akhir merupakan perbaikan dari Draft Laporan Akhir
Laporan diserahkan adalah sebanyak 3 (tiga) eksemplar
Laporan Akhir diserahkan paling lambat 60 (seratus dua puluh) hari sejak
dikeluarkan Surat Perintah Kerja. Laporan disusun dalam ukuran kertas A4
dengan jumlah laporan yang harus diserahkan masing – masih adalah
sebanyak 5 (lima) eksemplar.
• Gambar Desain Ukuran A3
Gambar Detail Desain berisi semua peta hasil studi yang terdiri dari peta
hasil survey lapangan, analisis maupun rekomendasi. Album Gambar
diserahkan
paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak dikeluarkan Surat Perintah Kerja
dengan jumlah yang harus diserahkan masing – masih adalah sebanyak 3
(tiga) eksemplar.
• Solid State Disk 1 TB
Semua softcopy Laporan dan produk diserahkan bersamaan dengan
Penyerahan Laporan Akhir dalam bentuk Solid State Disk 1TB sebanyak 1
buah.

BAB III- 59

Anda mungkin juga menyukai