03 Metodologi Pekerjaan
03 Metodologi Pekerjaan
03 Metodologi Pekerjaan
BAB III
METODOLOGI PEKERJAAN
Mulai
Selasai
BAB III- 1
Laporan Pendahuluan
a. Pendekatan Normatif
Pelaksanaan Pekerjaan ini, mengacu kepada dokumen Kerangka Acuan Kerja
(KAK) yang telah ada serta peraturan-peraturan teknis terkait.
Dasar hukum dan peraturan terkait yang berhubungan dengan pekerjaan ini
antara lain :
1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 33 ayat (3) Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019,tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 190, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6405);
3. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
4. Inpres Nomor 3 tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan
Pengelolaan Irigasi Presiden Republik Indonesia;
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
06/PRT/M/2015, tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Sumber Air dan
Bangunan Pengairan;
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
09/PRT/M/2015, tentang Penggunaan Sumber Daya Air;
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
12/PRT/M/2015 tentang Ekploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi;
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
14/PRT/M/2015, tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi;
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
30/PRT/M/2015, tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi;
BAB III- 2
Laporan Pendahuluan
BAB III- 3
Laporan Pendahuluan
d. Koordinasi di Lokasi
Koordinasi awal di daerah akan dilakukan melalui diskusi dengan kepala
Desa. Untuk itu akan dipersiapkan terlebih dahulu berbagai hal yang
berkaitan dengan perencanaan irigasi sehingga saat dilakukan survey
lapangan didukung oleh masyarakat petani.
e. Persiapan Pelaksanaan Survey Lapangan
Sebagai langkah awal pelaksanaan survey lapangan yang akan dilakukan
pada tahap berikutnya, terlebih dahulu dilakukan beberapa persiapan
yang diperlukan agar pelaksanaan survey dapat berjalan dengan lancar.
Persiapan yang dilakukan antara lain meliputi perumusan materi survey,
desain survey dan penyiapan personil (surveyor).
2. Kegiatan Survey dan Investigasi
a. Pengukuran Topografi
perhitungan, penggambaran dan penyajian data pada laporan. secara garis
besar pengambilan data topografi meliputi :
1) Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal.
2) Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal.
3) Pengukuran Detail Situasi.
4) Pengukuran melintang.
Prosedur kerja lapangan dan studio diuraikan di bawah ini.
1) Peralatan yang diperlukan
❖ Peralatan yang akan di pakai telah memenuhi persyaratan
ketelitian (kalibrasi) dan sudah di periksa dan disetujui oleh
pemberi kerja.
❖ GPS Garmin
❖ Theodolite T1/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pembuatan
kerangka horizontal utama, baik untuk pemetaan situasi maupun
pengukuran trase.
❖ Waterpass (WP), dipergunakan untuk kegiatan pembuatan
kerangka vertical dan pengukuran trase.
❖ Theodolite To/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pemetaan
BAB III- 5
Laporan Pendahuluan
situasi rincikan.
❖ EDM (Electronic Distance Measure), dipergunakan untuk
pengukuran jarak akurat poligon utama
2) Titik Referensi dan Pemasangan Benchmark (BM), Control Point (CP)
dan patok kayu
Dalam pelaksanaan pengukuran topografi, akan menggunakan titik
tetap yang sudah ada sebagai titik acuan (referensi) dan harus
diketahui dan disetujui oleh pemberi kerja.
Untuk menunjang hasil kegiatan proyek, dilakukan penambahan
benchmark baik berupa BM maupun CP di beberapa lokasi untuk
menjamin akurasi pengukuran pada saat pelaksanaan konstruksi.
Dimensi patok Benchmark (BM) berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm
terbuat dari beton dan Control Point (CP) berukuran 10 cm x 10 cm
x 80 cm atau pipa paralon diameter 4“ diisi beton cor.
Keduanya dilengkapi paku/besi beton yang dipasang menonjol
setinggi 1 cm pada bagian atas BM dan CP.
Penempatan CP dan BM pada posisi yang memudahkan kontrol
pengukuran, aman dari gangguan manusia atau hewan, tidak
mengganggu transportasi dan kegiatan rutin penduduk sekitar, diluar
areal kerja/batas pembebasan tanah untuk bangunan air dan saluran,
tetapi cukup mudah dicari dan berada dicakupan lokasi kerja. Patok
CP dan BM dilengkapi dengan kode proyek, nama, nomor dan huruf
yang akan dikonsultasikan dengan direksi.
Sesuai KAK, spesifikasi rintisan dan pemasangan patok dan patok
permanen (BM dan CP) kerangka dasar pengukuran adalah sebagai
berikut :
❖ Pemasangan patok, BM dan CP dilaksanakan pada jalur-jalur
pengukuran sehingga memudahkan pelaksanaan pengukuran.
❖ BM, CP dan patok di pasang sebelum pengukuran situasi
sungai/pantai dilaksanakan.
❖ BM di pasang pada setiap jarak 2.0 km dan CP di pasang pada
BAB III- 6
Laporan Pendahuluan
BAB III- 7
Laporan Pendahuluan
d1
d2
A 1
d3
BAB III- 8
Laporan Pendahuluan
= sudut mendatar
AB = bacaan skala horisontal ke target kiri
BAB III- 9
Laporan Pendahuluan
di mana :
T = azimuth ke target
BAB III- 10
Laporan Pendahuluan
• Waterpass
BAB III- 12
Laporan Pendahuluan
rambu
P3
P2 LWS=0,00
P1
BAB III- 15
Laporan Pendahuluan
Gambar 3.7 Profil Melintang Sungai Untuk Lebar Sungai B > 100 m
rambu
P1
BAB III- 16
Laporan Pendahuluan
• Penggambaran
❖ Penggambaran hasil pengukuran mengacu kepada standard
penggambaran yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pengairan.
❖ Penggambaran draft dapat dilaksanakan dengan penggambaran
secara grafis, dengan menggunakan data ukur sudut dan jarak.
❖ Penggambaran peta situasi definitif dilakukan, setelah hasil
perhitungan definitif selesai dilaksanakan sehingga koordinat
sebagai kerangka horizontal dan spot height sebagai kerangka
vertikal telah dilakukan hitungan perataannya.
❖ Peta ikhtisar skala 1 : 10.000 s/d 1 : 25.000 dengan interval
kontur 1,0 m di buat pada kertas kalkir ukuran A1.
❖ Semua titik koordinat kerangka utama dan cabang di gambar
dengan sistem koordinat.
❖ Indek kontur di tulis setiap garis kontur.
BAB III- 17
Laporan Pendahuluan
b. Survey Hidrologi
• Kegiatan survey hidrologi meliputi :
1) Pengumpulan data curah hujan terbaru minimum selama 10
tahun dari beberapa stasiun-stasiun terdekat
2) Pengumpulan data klimatologi lainnya terbaru minimum
selama 5 tahun dari stasiun terdekat.
3) Pengumpulan data/informasi banjir (tinggi, lamanya perkiraan
luas genangan dan dampaknya).
4) Pengumpulan data yang berkaitan dengan karakteristik DPS
antara lain: keadaan vegetasi daerah pengaliran, sifat dan
jenis tanah dan debit rata-rata pada waktu keadaan normal,
tahun kering dan tahun basah.
1) Kedalaman pengukuran (D) dan perhitungan kecepatan
rata - rata (Vm) :
D < 0.60 m, satu titik pengukuran, Vm = V0.6
D = 0.60 – 1.50 m, dua titik pengukuran, Vm = ½ (V0.2 +
V0.8) D > 1.50 m, tiga titik pengukuran, Vm = ¼ (V0.2
+2V0.6 + V0.8)
2) Pengukuran penampang sungai di titik pengukuran debit.
BAB III- 18
Laporan Pendahuluan
tinggi energi.
- Luas daerah layanan pada bangunan sadap dan debit yang diperlukan
debit rencana dan kapasitas saluran untuk berbagai ruas saluran
perkiraan kerniringan dasar dan potongan melintang untuk berbagai
ruas
- Ruas-ruas saluran dan bangunan-bangunan permanen yang ada.
Dari perhitungan tinggi muka air diatas ternyata bahwa untuk mengairi
sawah langsung dari saluran disebelahnya, muka air yang diperlukan
adalah sekitar 0,50 m diatas muka tanah. Tinggi muka air rencana yang
lebih rendah akan menghemat biaya pelaksanaan dan pemeliharaan. Akan
tetapi, adalah penting untuk sebanyak mungkin mengairi sawah-sawah di
sepanjang saluran sekunder. Strip/jalur yang tidak kebagian air irigasi
selalu menimbulkan masalah pencurian air dari saluran sekunder atau
pembendungan air di saluran tersier.
Harga-harga yang diambil untuk kehilangan tinggi energi dan kemiringan
dasar merupakan harga-harga asumsi landaian yang kelak akan dihitung
lagi untuk merencanakan harga-harga pada tahap perencanaan akhir.
Debit kebutuhan air telah dihitung, dan didapat debit kebutuhan air
selama setahun serta debit maksimum kebutuhan air pada periode satu
mingguan atau dua mingguan tertentu.
Debit maksimum (Q maks) yang didapat dalam kenyataan operasinya
hanya dialirkan selama satu minggu atau dua minggu pada periode sesuai
kebutuhannya.
BAB III- 20
Laporan Pendahuluan
Selain dari debit, dalam melakukan desain saluran, elevasi muka air di
saluran ditentukan berdasarkan ketinggian sawah, kemiringan saluran
dan kehilangan tinggi di bangunan tersier, dimana elevasi tersebut harus
terpenuhi supaya jumlah air yang masuk ke sawah sesuai dengan
kebutuhan.
Jika dalam perhitungan dimensi saluran menggunakan Q maks dengan
ketinggian muka air H yang kejadiannya selama satu minggu atau dua
minggu saja selama setahun, maka ketika Q lebih kecil dari Q maks
akibatnya ketinggian muka air lebih kecil dari H dan akan mengakibatkan
tidak terpenuhinya elevasi muka air yang dibutuhkan untuk mengalirkan
air ke sawah sehingga debit yang dibutuhkan petak tersier tidak
terpenuhi.
Berdasarkan pemikiran diatas maka elevasi muka air direncanakan pada Q
yang mempunyai frekuensi kejadian paling sering selama setahun tetapi
tidak terlalu jauh dari Q maks sehingga perbedaan variasi ketinggian yang
dibutuhkan antara Q maks dengan Q terpakai tidak terlalu tinggi. Angka
yang cukup memadai adalah penggunaan Q 85% dengan ketinggian 0,90
H.
Elevasi sawah A adalah elevasi sawah yang menentukan (decisive) di
petak tersier yang mengakibatkan diperlukannya muka air tertinggi di
saluran sekunder. Seandainya diambil permukaan yang tertinggi di petak
tersier, ini akan menghasilkan harga P yang berada jauh diatas muka
tanah di saluran sekunder dan menyimpang jauh dari tinggi muka air
yang diperlukan untuk bangunan-bangunan sadap yang lain. Dalam kasus-
kasus seperti itu, akan lebih menguntungkan untuk tidak memberi jatah
air irigasi kepada daerah kecil itu.
Apabila saluran sekunder menerobos tanah perbukitan (tanah tinggi lokal)
mungkin lebih baik tidak mengairi daerah itu. Dalam 3.11 kedua hal
tersebut diilustrasikan sebagai a dan b.
Untuk eksploitasi jaringan irigasi, akan lebih menguntungkan untuk
menempatkan sekaligus dua atau lebih bangunan sadap tersier. Sebuah
BAB III- 21
Laporan Pendahuluan
BAB III- 22
Laporan Pendahuluan
BAB III- 23
Laporan Pendahuluan
BAB III- 24
Laporan Pendahuluan
Gambar 3.11 Trase Saluran Primer pada Medan yang Tidak Teratur
a. Potongan Memanjang
Kemiringan memanjang ditentukan oleh garis-garis tinggi dan lereng
saluran akan sebanyak mungkin mengikuti garis ketinggian tanah. Akan
BAB III- 25
Laporan Pendahuluan
BAB III- 26
Laporan Pendahuluan
BAB III- 27
Laporan Pendahuluan
BAB III- 28
Laporan Pendahuluan
BAB III- 29
Laporan Pendahuluan
BAB III- 31
Laporan Pendahuluan
BAB III- 32
Laporan Pendahuluan
.
Gambar 3.13 Lokasi Bendung pada Profil Memanjang Sungai
BAB III- 33
Laporan Pendahuluan
b. 1. Bangunan Pengambilan
Untuk membatasi masuknya pasir, kerikil dan batu, ambang
pintu pengambilan perlu dibuat dengan ketinggian-ketinggian
minimum berikut diatas tinggi dasar rata-rata sungai:
BAB III- 34
Laporan Pendahuluan
b. 2. Pembilasan Sendimen
Apabila dibuat kantong lumpur, maka perlu diciptakan
kecepatan aliran yang diinginkan guna membilas kantong
lumpur. Kehilangan tinggi energi antara pintu pengambilan
dan sungai di ujung saluran bilas harus cukup. Bagi daerah-
daerah dengan kondisi topografi yang relatif datar diperlukan
tinggi bendung lebih dari yang diperlukan untuk pengambilan
air irigasi saja, sehingga tinggi bendung yang direncanakan
dtentukan oleh kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan
sedimen. Harus diingat bahwa proses pembilasan mekanis
memerlukan biaya dan tenaga yang terampil sedangkan
pengurasan secara hidrolis memerlukan bendung yang relatif
tinggi, untuk itu harus dipilih cara yang paling efisien diantara
keduannya.
Dalam hal demikian agar dipertimbangkan cara pembilasan
dengan cara mekanis atau hidrolis.
Eksploitasi pembilas juga memerlukan beda tinggi energi
minimum diatas bendung. Selanjutnya lihat Bagian KP – 02
Bangunan utama.
c. Kantong Lumpur
Walaupun telah diusahakan benar-benar untuk merencanakan
pengambilan yang mencegah masuknya sedimen kedalam
BAB III- 35
Laporan Pendahuluan
BAB III- 36
Laporan Pendahuluan
BAB III- 37
Laporan Pendahuluan
BAB III- 38
Laporan Pendahuluan
BAB III- 39
Laporan Pendahuluan
BAB III- 40
Laporan Pendahuluan
Dimana
Qn = Debit banjir (puncak) dalam m³/dt dengan kemungkinan
tidak terpenuhi
n% µ = Koefisien limpasan air hujan (run off)
b = Koefisien pengurangan luas daerah hujan
qn = Curah hujan dalam m3/dt.km2 dengan kemungkinan tidak
terpenuhi
n% A = Luas daerah aliran sungai sungai, km2
Ada tiga metode untuk menetapkan curah hujan empiris –
limpasan air hujan, yakni:
• Metode Der Weduwen untuk luas daerah aliran sungai sampai
100 km², dan
• Metode Melchior untuk luas daerah aliran sungai lebih dari 100
km²
• Metode Haspers untuk DPS lebih dari 5.000 ha
Ketiga metode tersebut telah menetapkan hubungan empiris untuk
a, b dan q. Waktu konsentrasi (periode dari mulanya turun hujan
sampai terjadinya debit puncak) diambil sebagai fungsi debit
puncak, panjang sungai dan kemiringan rata-rata sungai.
Untuk mensiasati kondisi iklim yang sering berubah akibat situasi
global maka diperlukan langkah untuk melakukan perhitungan
hidrologi (debit andalan & debit banjir) yang mendekati kenyataan.
Sehingga diputuskan untuk merevisi angka koreksi untuk
mengurangi 15% untuk debit andalan dan menambah 20% untuk
debit banjir. (Angka koreksi disesuaikan dengan kondisi perubahan
DAS)..
Hal ini dilakukan mengingat saat ini perhitungan berdasar data seri
historis menghasilkan debit banjir semakin lama semakin membesar
dan debit andalan semakin lama semakin mengecil.
BAB III- 41
Laporan Pendahuluan
BAB III- 42
Laporan Pendahuluan
BAB III- 43
Laporan Pendahuluan
BAB III- 44
Laporan Pendahuluan
f. Waktu Konsentrasi
Melchior menetapkan waktu konsentrasi Tc sebagai berikut:
Tc = 0,186 L . Q-0,2 I-0,4 ............................................... (4)
Dimana :
Tc = waktu konsentrasi, jam
L = panjang sungai, km
Q = debit puncak, m³/dt
I = kemiringan rata-rata sungai
BAB III- 45
Laporan Pendahuluan
BAB III- 46
Laporan Pendahuluan
Dimana :
Qn = debit banjir (m3/dt) dengan kemungkinan tidak terpenuhi
n%
Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari) dengan
kemungkinan tidak terpenuhi n%
a = Koefisien limpasan air hujan
b = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan daerah
aliran sungai.
q = curah hujan (m3/dt.km²)
A = Luas daerah aliran (km²) sampai 100 km²
T = lamanya curah hujan (jam)
L = Panjang sungai (km)
I = gradien (Melchior) sungai atau medan
Kemiringan rata-rata sungai I ditentukan dengan cara yang sama
seperti pada metode Melchior. 10% hulu (bagian tercuram) dari
panjang sungai dan beda tinggi tidak dihitung.
Perlu diingat bahwa waktu t dalam metode Der Weduwen adalah
saat-saat kritis curah hujan yang mengacu pada terjadinya debit
BAB III- 47
Laporan Pendahuluan
BAB III- 48
Laporan Pendahuluan
BAB III- 49
Laporan Pendahuluan
BAB III- 50
Laporan Pendahuluan
BAB III- 51
Laporan Pendahuluan
BAB III- 52
Laporan Pendahuluan
BAB III- 53
Laporan Pendahuluan
Keterangan:
t = waktu curah hujan (jam)
q = hujan maksimum (m3/km2/detik)
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm) Sx = simpangan
baku
U = variabel simpangan untuk kala ulang T tahun
Rt = curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)
berdasarkan Haspers ditentukan:
untuk t < 2 jam
BAB III- 54
Laporan Pendahuluan
BAB III- 55
Laporan Pendahuluan
BAB III- 56
Laporan Pendahuluan
4. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan suatu saluran adalah jarak dari puncak saluran ke
permukaan air pada kondisi rencana. Jarak ini harus cukup untuk
mencegah kenaikan muka air ke tepi saluran. Tinggi jagaan minimum
pada saluran primer dan sekunder dikaitkan dengan debit rencana
saluran diperlihatkan pada berikut :
Tabel 3.6 Tinggi Jagaan Minimum Untuk Saluran Tanah
BAB III- 57
Laporan Pendahuluan
di mana :
Q = Debit banjir yang mengalir (m3/det)
A = Luas Penampang Basah (m2)
B = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi muka air (m)
P = Keliling Basah (m)
m = Kemiringan dinding saluran dengan perbandingan terkecil
n = Koefisien manning
R = Jari-jari hidrolis (m)
V = Kecepatan aliran (m/det)
I = Kemiringan Lereng (V:H)
BAB III- 58
Laporan Pendahuluan
• Laporan Akhir
Laporan Akhir merupakan perbaikan dari Draft Laporan Akhir
Laporan diserahkan adalah sebanyak 3 (tiga) eksemplar
Laporan Akhir diserahkan paling lambat 60 (seratus dua puluh) hari sejak
dikeluarkan Surat Perintah Kerja. Laporan disusun dalam ukuran kertas A4
dengan jumlah laporan yang harus diserahkan masing – masih adalah
sebanyak 5 (lima) eksemplar.
• Gambar Desain Ukuran A3
Gambar Detail Desain berisi semua peta hasil studi yang terdiri dari peta
hasil survey lapangan, analisis maupun rekomendasi. Album Gambar
diserahkan
paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak dikeluarkan Surat Perintah Kerja
dengan jumlah yang harus diserahkan masing – masih adalah sebanyak 3
(tiga) eksemplar.
• Solid State Disk 1 TB
Semua softcopy Laporan dan produk diserahkan bersamaan dengan
Penyerahan Laporan Akhir dalam bentuk Solid State Disk 1TB sebanyak 1
buah.
BAB III- 59