3013-Article Text-9139-1-2-20240611

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

I’JAZUL QUR’AN

(TINJAUAN ONTOLOGI, AKSIOLOGI DAN EPISTIMOLOGI)

Fajar Ananda Ditya


Program Magister Pascasarjana Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Email: [email protected]

Halimah Basri
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Email: [email protected]

Andi Miswar
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Email: [email protected]

Abstract:

I'jazul Qur'an is a term that emerged as a form of response to human


inability to match the greatness and beauty of the content contained in the
Al-Qur'an both textually and contextually. On the other hand, the word I'jaz
or miracle is used more with the terms "aayah" or "karamah". Every
miracle given to the Prophet was specified exclusively based on the
condition of his people. As for the Prophet Muhammad SAW, his miracles
were perfect and will be maintained by the command of Allah SWT until the
Day of Judgment, and his main miracle is the Al-Qur'an. In contrast to the
miracles of previous prophets, who after their deaths only became stories
and could no longer be seen or felt, even after the death of the Prophet
Muhammad SAW, the Qur'an still displays an extraordinary existence and is
a light and guidance and is eternal proof. about the truth of the Islamic
religion. The miracles of the Qur'an include several aspects, namely i'jazul
bayani, i'jazul 'ilmi, i'jazul tasyri'i, and i'jazul ghaibi. This research aims to
explain the miracles of the Al-Qur'an in terms of ontology, axiology and
epistemology. This research is library research, namely by collecting
related literature and sources and then presenting it descriptively
qualitatively up to the analysis stage.

Keywords: Al-Qur'an, I'jaz, Miracles

Abstrak:

I’jazul Qur’an merupakan istilah yang muncul sebagai bentuk responsitas


terhadap ketidakmampuan manusia dalam menandingi kehebatan dan
keindahan kandungan yang terdapat di dalam Al-Qur’an baik secara tekstual
maupun kontekstual. Sebaliknya, kata I’jaz atau mukjizat ini lebih

1
digunakan dengan istilah “aayah” atau “karamah”. Setiap mukjizat yang
diberikan kepada Nabi dikhususkan secara eklusif berdasarkan kondisi
umatnya. Adapun Nabi Muhammad SAW mukjizatnya sempurna dan akan
tetap dipertahankan dengan perintah Allah SWT sampai hari kiamat, dan
mukjizat utamanya adalah Al-Qur’an. Berbeda dengan mukjizat pada nabi-
nabi sebelumnya yang sepeninggalnya hanya menjadi kisah dan tidak lagi
dapat dilihat atau dirasakan, meskipun sepeninggalnya Nabi Muhammad
SAW, namun Al-Qur’an masih tetap menampilkan eksistensi yang luar
biasa dan menjadi cahaya dan petunjuk serta menjadi bukti yang kekal akan
suatu kebenaran agama Islam. Kemukjizatan Al-Qur’an mencakup beberapa
aspek, yaitu i’jazul bayani, i’jazul ‘ilmi, i’jazul tasyri’i, dan i’jazul ghaibi.
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan kemukjizatan Al-Qur’an ditinjau
dari segi ontologi, aksiologi dan epistimologi. Penelitian ini merupakan
penelitian pustaka yakni dengan mengumpulkan literatur dan sumber yang
berhubungan lalu disajikan secara deskriptif kualitatif hingga tahap analisis.

Kata kunci: Al-Qur’an, I’jaz, Mukjizat

PENDAHULUAN

Alam semesta yang terbentang luas ini yang dipenuhi makhluk-


makhluk ciptaan Allah berupa gunung-gunung nan tinggi menjulang,
samudra nan meluap dan hamparan bumi nan luas yang tampak kecil
dihadapan makhluk lemah bernama manusia. sebab, Allah menyatukan
serangkaian keistimewaan di dalam diri manusia, dan juga memberikan
kekuatan pikiran yang cemerlang kepadanya agar dapat memanfaatkan
berbagai unsur kekuatan alam dan menjadikannya untuk kepentingan
manusia. Selain itu, Allah tentu tidak membiarkan manusia begitu saja tanpa
memberikan wahyu dari waktu ke waktu. Wahyu yang menuntunnya
menuju tanda-tanda petunjuk agar manusia meniti jalan kehidupan dengan
bukti nyata dan keyakinan. Hanya saja prilaku berlebihan membuatnya
enggan tunduk kepada sesama bangsanya selama orang tersebut tidak
mendatangkan yang ia tidak mampui, agar ia mengaku, tunduk dan percaya
akan adanya kekuasaan tinggi melebihi kekuasaannya.

Akal manusia pada fase-fase pertumbuhan pertama tidak memandang


apapun yang bisa menarik akalnya, melebihi mikjizat-mukjizat kauniyah
nyata, karena akal manusia saat itu belum naik ke tingkatan pengetahuan
dan pemikiran. Karenanya, tepat sekali jika setiap rasul sesuai diutus hanya
kepada kaumnya secara khusus, dan mukjizat setiap rasul sesuai dengan
keunggulan yang dicapai kaumnya agar ketidak berdayaan mereka dalam
menghadapi mukjizat tersebut mewujudkan keimanan mereka bahwa
mukjizat tersebut berasal dari langit. Mukjizat Rasulullah SAW di era
kematangan ilmu adalah kemukjizatan akal yang menantang akal menusia
untuk selamanya. Mukjizat itu adalah Al-Qur’an dengan seluruh ilmu
pengetahuan, serta kabar-kabar masa lalu dan masa depan yang ada di
dalamnya. Meskipun akal menusia mengalami kemajuan, tapi ia tak berdaya

2
untuk menentang mukjizat Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah ayat
kauniyah yang tiada tandingannya.1

Mukjizat Al-Qur’an adalah mukjizat intelektual yang sangat cocok


dengan fakta bahwa pesan Islam ditujukan untuk seluruh umat manusia.
secara fundamental, Al-Qur’an tidak akan pernah biisa dipalsukan oleh
semua ilmu pengetahuan dan budaya manapun. Setiap nabi dikaruniai tanda
kenabian secara fisik (mukjizat) yang muncul selama ia masih hidup,
mukjizat itu pun akan berakhir seiring sepeninggalannya (wafat). Setelah
kematian para nabi, mukjizat yang tampak secara fisik menjadi sekadar
kisah dan tidak lagi dapat dilihat dan dirasakan. Beda halnya dengan
mukjizat Al-Qur’an yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW yang
secara nyata akan membuktikan secara gamblang bagi mereka bagi mereka
yang melihat dan bagi mereka yang mendengar sesudahnya.2

Secara umum, semua kandungan atau isi Al-Qur’an merupakan


mukjizat atau manfaat yang sangat dahsyat. Al-Qur’an lebih dari sekedar
kitab yang setiap surah dan ayat yang terkandung di dalamnya memberikan
pencerahan bagi sesiapa saja yang membaca dan mengamalkannya. Itulah
sebabnya, terkadang Al-Qur’an menamai dirinya sebagai hudan atau
petunjuk bagi orang-orang yang menempuh jalan dengan berpegang teguh
padanya serta dalam rangka mendekatkan diri kepada Rabb-nya. Dengan
demikian, tiada keraguan sedikitpun bahwa wahyu yang diturunkan kepada
nabi Muhammad SAW benar-benar menjadi rujukan/pedoman hidup (way
of life) umat manusia terutama Islam khususnya dalam segala aspek maupun
konteks apapun.3

Sebagaimana firman Allah SWT,

٢ ‫ ٰذ ِلَك اْلِكٰت ُب اَل َر ْيَب ۛ ِفْيِهۛ ُهًدى ِّلْلُم َّتِقْيَۙن‬١ ۚ ‫اۤل ّۤم‬
Artinya: “Alif Lam Mim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.4
Setelah memaparkan uraian di atas, maka penulis hendak
menguraikan tentang bagaimana memahami i’jaz atau mukjizat Al-Qur’an
sehingga terhindar dari segala aspek kerancuan dalam memahami Al-
Qur’an. Setidaknya ada tiga rumusan masalah mendasar dalam menjelaskan
hal tersebut. Yaitu bagaimana hakikat kemukjizatan Al-Qur’an? Bagaimana
wujud kemukjizatan Al-Qur’an? Dan bagaimana kedudukan serta urgensitas
kemukjizatan Al-Qur’an.

Selain itu, tulisan ini juga diharapkan memiliki arti ilmiah yang dapat
mengembangkan serta menambah informasi, memperkaya akan wawasan
1
Syaikh Manna’ Al-Qatthan. 2016. Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an, Terj. Umar Mujtahid
Jakarta Timur: Ummul Qura’. hlm. 408-409.
2
Yusuf Al-Hajj Ahmad. 2016. Mukjizat Al-Qur’an yang Tak Terbantahkan. Solo: PT.
Aqwam Media Profetika, hlm. 45-46.
3
Nurul Qomariyah. 2013. Mukjizat Surah Yusuf dan Maryam. Jogjakata: Penerbit Safirah,
hlm. 9.
4
Q.S. Al-Baqarah [2:1-2].

3
khazanah keilmuan dan keislaman khususnya pada kajian Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir serta memberikan gambaran dan penjelasan mengenai
kemukjizatan Al-Qur’an. Secara praktis dapat menjadi khazanah keilmuan
bagi masyarakat yang hendak mempelajari dan mengkaji keilmuan
khususnya di bidang Al-Qur’an.

METODE PENELITIAN

Penilitian ini merupakan penilitian pustaka (library research), dengan


cara mengumpulkan literatur terkait baik dari sumber klasik maupun
kontemporer kemudian disajikan secara deskriptif kualitatif. Hal berkatian
dengan hakikat, wujud, kedudukan dan urgensi kemukjizatan al-Qur’an
dideskripsikan sebagaimana adanya kemudian dianalisis (content analysis)
untuk sampai pada kesimpulan.

PEMBAHASAN

I’jaz Al-Qur’an dari Aspek Ontologi

Dalam Taj al-‘Arus juga dijelaskan bahwa ‫ أعجزه شيئ‬semakna dengan


‫ سبقه‬yang berarti “mendahuluinya” atau ‫ فاته‬yang berarti “meninggalkannya”.
Pengertian mu’jizat yang memiliki makna sebagai sesuatu yang
melemahkan atau mengalahkan lawan ketika terjadi tantangan. Mengenai
i’jaz Al-Qur’an yang berkenaan dengan bahasa telah memunculkan banyak
ulama muslim yang mengkajinya, dari semenjak an-Nazzam, al-Jubba‟i, al-
Jahiz, al-Khattabi, ar-Rummani, al-Baqillani, Qadi’ Abdul Jabbar dan al-
Jurjani. Akan tetapi, dalam pandangan teori linguistik modern, pandangan
yang dikemukakan al-Jurjani lebih representatif dalam mewakili kajian
bahasa dan sastra Al-Qur’an yang sesuai dengan pendekatan ilmu-ilmu
bahasa saat ini yang lebih dinamis.5

Penggunaan kata i’jaz Al-Qur’an memiliki keterkaitan terhadap kata


mu’jizat Nabi Muhammad SAW. Dikarenakan bagian dari mu’jizat
Rasulullah SAW dianggap yang paling utama adalah Al-Qur’an. Maka Al-
Qur’an mengandung kemampuan i’jaz (menaklukkan), dan i’jaz Al-Qur’an
tidak terlepas dengan istilah mu’jizat Nabi SAW. Akan tetapi perlu
diperhatikan perkembangan dari penggunaan istilah ini sehingga
memberikan makna dan pengertian yang utuh berkenaan dengan istilah i’jaz
Al-Qur’an.6

Mukjizat secaa bahasa adalah kata benda subyek beraal dari kata al-
I’jaz yang merupakan mashdar dari kata a’jaza yang artinya melemahkan
atau mengalahkan. Sedangkan secara istilah syari’at, imam As-Suyuthi
dalam kitabnya al-Itqan fii ‘Ulumul Qur’an, mukjizat adalah kejadian yang
melampai batas kebiasaan, di dahului oleh tantangan tanpa ada tandingan.
Sementara itu menurut Ibnu Khaldun, mukjizat adalah perbuatan-perbuatan
5
Sholahuddin Ashani. 2015. Konturksi Pemahaman Terhadap I’jazul Qur’an, Jurnal
Analytica Islamica, vol. 4 (2), hlm. 219.
6
Ibid., hlm. 220.

4
yang tidak mampu untuk ditiru oleh manusia. sederhananya, mukjizat
adalah suatu peristiwa luar biasa di luar logika manusia yang diberikan
Allah SWT kepada seorang nabi dan rasul untuk membenarkan ajaran yang
mereka bawa, mengalahkan musuh-musuhnya, dan para musuh tersebut
tidak mampu mendatangkan hal yang serupa atau menandinginya.7

Selanjutnya terkait definisi Al-Qur’an itu sendiri berasal dari bahasa


Arab, yakni Qara’a (‫ )قرأ‬yang berarti menyatukan atau menggabungkan. Al-
Qira’ah (‫ )القراءة‬artinya adalah menggabungkan huruf-huruf dan kata-kata
satu sama lain saat membaca. Al-Qur’an pada dasarnya sama seperti Al-
Qira’ah (‫)القراءة‬, bentuk mashdar dari kata qara’a-qira’atan-qur’anan (-‫قرأ‬
‫قرانا‬-‫)قراءة‬. Allah SWT berfirman,

١٨ ۚ ‫ َفِاَذ ا َقَر ْأٰن ُه َفاَّتِبْع ُقْر ٰا َنٗه‬١٧ ۚ ‫ِاَّن َع َلْيَنا َجْمَع ٗه َو ُقْر ٰا َنٗه‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di
dadamu) dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (Q.S. Al-Qiyamah
[75: 17-18]).

Kata “qur’anahu” pada ayat di atas maksudnya adalah bacaannya,


yaitu ikuti bacaannya. Dengan demikian, Al-Qur’an adalah bentuk mashdar
mengikuti wazan (pola) fu’lan. Kata Al-Qur’an dikhususkan untuk
menamakan kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sehingga
kata ini menjadi khusus.8

Sedangkan di dalam (Muhammad Yasir, dkk. 2016: 3) pengertian Al-


Qur’an menurut istilah, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan
definisi, sesuai dengan segi pandangan dan keahlian masing-masing.
Berikut dicamtumkan beberapa definisi Al-Qur’an yang dikemukakan para
ulama, antara lain:

- Imam Jalaluddin al-Suyuthy menyebutkan, Al-Qur’an ialah firman


Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk
melemahkan pihak-pihak yang menantangnya, walaupun hanya
dengan satusurat saja dari padanya.
- Muhammad Ali al-Shabuni menyebutkan, Al-Qur’an adalah
Kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. penutup para Nabi dan Rasul, dengan
perantaraan malaikat Jibril A.S dan ditulis pada mushaf mushaf
yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawattir, serta
membaca dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah, yang
dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas.
- As-Syekh Muhammad al-Khudhary Beik dalam bukunya “Ushul
al-Fiqh”, Al-Qur’an yaitu firman Allah Swt. yang berbahasa Arab,
7
Muhammad Suhadi. 2014. Fenomena Menakjubkan Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surakarta:
Ahad Books, hlm. 13.
8
Syaikh Manna’ Al-Qatthan. 2016. Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an, Terj. Umar Mujtahid
Jakarta Timur: Ummul Qura’. hlm. 410.

5
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk dipahami
isinya, untuk diingat selalu, yang disampaikan kepada kita dengan
jalan mutawatir, dan telah tertulis didalam suatu mushaf antara
kedua kulitnya dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat an-Nas”.9

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa Al-Qur’an


adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
Yang turun selain kepada nabi Muhammad SAW bukanlah dikatakan Al-
Qur’an. Demikian juga ucapan Nabi Muhammad yang dikenal hadits atau
wahyu-wayhu yang beliau terima diluar cara penyampaian Alquran oleh
Malaikat Jibril (seperti hadits Qudsi) juga bukanlah Alquran, walaupun
hadits-hadits itu sebenarnya juga berasal dari wahyu Allah SWT.10

Dari uraian di atas mengenai kedua defenisi baik dari mukjizat


maupun Al-Qur’an, maka dapat dipahami bahwa kemukjizatan Al-Qur’an
merupakan sisi atau aspek istimewa dari Al-Qur’an sebagai kalam Allah
SWT. yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun, kapanpun dan dinamapun.
Hal ini dikarenakan Al-Qur’an merupakan kitab suci yang dijamin
keautentikannya sampai akhir zaman. Sebagaimana firman Allah SWT,

٩ ‫ِاَّنا َنْح ُن َنَّز ْلَنا الِّذْك َر َو ِاَّنا َلٗه َلٰح ِفُظْو َن‬
Artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan
pasti Kami (pula) yang memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr [15: 9]).

Maka dari itu, mengenai kemukjizatan Al-Qur’an itu sendiri Abd.


Razzaq Naufal dalam kitab Al-I’jaz Al-Adady lil Quranil Karim
menerangkan bahwa I’jazil Qur’an itu ada 4 macam, yakni Al-I’jazul
Balaghi (kemukjizatan segi sastra balaghahnya), Al-I’jaz at Tasyri’i
(kemukjizatan segi pensyariatan hukum-hukum ajarannya), Al-I’jazul Ilmu
(kemukjizatan segi ilmu pengetahuan) dan Al-I’jaz Adady (kemukjizatan
segi kuantitas atau matematis/statistik). Kemudian, Imam Al-Khoththoby
dalam buku Al-Bayan Fi I’jazil Quran mengatakan bahwa kemukjizatan Al-
Qur’an itu terfokus pada bidang ke-balaghah-an saja. Dengan kata lain,
beliau menganggap bahwa I’jaz Al-Qur’an itu hanya satu macam saja
intinya, yaitu hanya Al-I’jazul Balaghi. Sebab, kemukjizatan Al-Qur’an itu
hanya terdiri dari segi balaghah saja, sekalipun dengan lafal dan maknanya
bersama. Maksudnya dengan susunan uslub yang demikian itu bisa
mencakup kefasihan lafal, kebaikan susunan, dan keindahan makna.11

I’jaz Al-Qur’an dari Aspek Epistimologi

9
Yasir Muhammad. 2016. Studi Al-Qur’an. Riau: Penerbit Asa Riau, hlm. 3.
10
Salim Said Daulay. 2023. Pengenalan Al-Qur’an, Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan,
Vol. 9 (5), hlm. 473. (472-480)
11
Mahfudlil Asror. 2019. Mengeksplanasi Mukjizat Al-Qur’an, Jurnal Al-I’jaz, vol. 1 (1).,
hlm. 69-70.

6
Epistemologi kemukjizatan Al-Qur’an yang dimaksud pada bagian ini
adalah terkait sisi-sisi kemukjizatan Al-Qur’an dan aspek-aspek
kemukjizatan Al-Qur’an serta bagaimana menyingkap aspek-aspek tersebut.

Syaikh Manna’ Al-Qatthan menjelaskan, terdapat beberapa kelompok


dalam menanggapi sisi-sisi kemukjizatan Al-Qur’an. Pertama dari
kelompok Abu Ishaq Ibrahim An-Nazam dan pengikutnya seperti Al-
Murtadha yang berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada
sharfah12 (pengalihan). Paham Sharfah adalah paham rusak yang di tolak
Al-Qur’an melalui firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 88 13. Dalam
firman Allah tersebut menunjukkan ketidak berdayaan meski mereka
memiliki kemampuan.14

Kedua kelompok yang berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Qur’an


terletak pada balaghah-nya yang mencapai tingkatan yang belum pernah
dikenal sebelumnya. Ini merupakan pendapat para pakar bahasa Arab yang
menggandrungi bentuk-bentuk ma’ani. Ketiga pendapat yang menyatakan
bahwa sisi kemukjiatan Al-Qur’an terletak pada kandungan keindahan luar
biasa yang memang belum dikenal dalam bahasa Arab seperti adanya jeda-
jeda dan otongan-potongan kalam. Keempat kelompok yang berpendapat
bahwa sisi kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada pembertaan-pemberitaan
di masa depan atau pemberitaan dimasa lalu yang tidak mungkin
disampaikan seorang buta huruf dan tidak memiliki hubungan dengan ahli
kitab. Adapun sisi kemukjizatan menurut pendapat yang kelima adalah
terletak pada kandungan berbagai disiplin ilmu di dalamnya, juga hikmah-
hikmah nan sempurna. Dan masih ada sisi-sisi kemukjizatan Al-Qur’an
lainnya terkait astronomi yang dikumpulkan oleh sebagian ulama dalam
sepuluh sisi kemukjizatan atau lebih.15

Selanjutnya, mengenai aspek-aspek kemukjizatan Al-Qur’an,


Musthafa Muslim merinci aspek-aspek kemukjizatan Al-Qur’an kepada
beberapa aspek i‘jaz, yakni:

1. Al-I’jaz Al-Bayani
Aspek ini merupakan istilah lain dari kemukjizatan al-Qur’an dari
aspek kebahasaan yang berkaitan dengan beberapa hal, yaitu; pertama,
terkait kefasihan dan balaghah-nya, kedua terkait sistematika
susunannya, dan ketiga terkait ushlub-nya. Al-Sya‘rawi (w. 1998 M)
dalam (M. Diman Rasyid. 2022: 52) menyatakan bahwa kemukjizatan

12
Sharfah menurut pandangan An-Nazham adalah Allah mengalihkan bangsa Arab untuk
menentang Al-Qur’an meski mereka mampu untuk itu, sehingga pengalihan ini menjadi
mukjizat luar biasa. Sementara menurut An-Nazham adalah Allah menarik semua ilmu dari
mereka yang diperlukan untuk menentang Al-Qur’an.
13
Yang artinya: Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang
serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.”
14
Syaikh Manna’ Al-Qatthan. 2016. Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an, Terj. Umar Mujtahid
Jakarta Timur: Ummul Qura’. hlm. 411.
15
Ibid., hlm. 415-416.

7
Al-Qur’an dari segi balaghah-nya tampak pada pemilihan kata yang
digunakan yang serasi dan sesuai dengan makna yang dimaksud.16
Sebagai contoh firman Allah swt. dalam Q.S. Luqman ayat 17,

١٧ ‫ َو اْص ِبْر َع ٰل ى َم ٓا َاَص اَبَۗك ِاَّن ٰذ ِلَك ِم ْن َع ْز ِم اُاْلُم ْو ِر‬....


Artinya: “....bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,
sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang
penting.”
Dengan firman Allah SWT. Q.S. As-Syura ayat 43:

٤٣ ࣖ‫َو َلَم ْن َص َبَر َو َغ َفَر ِاَّن ٰذ ِلَك َلِم ْن َع ْز ِم اُاْلُم ْو ِر‬


Artinya: “Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh
yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia”.
Pada Q.S. Asy-Syura ayat 43 terdapat tambahan huruf lam pada
kalimat ْ ‫ لمن‬pada umumnya orang-orang menyatakan bahwa lam ( ‫)ل‬
pada ayat tersebut sebagai penegasan (taukid). Tetapi, mengapa pada
Q.S. Asy-Syura ayat 43 tersebut menggunakan lam taukid? Ketika hal
tersebut diteliti lebih jauh akan ditemukan jawaban yang sungguh
menakjubkan. Pada Q.S. Luqman ayat 17, Allah SWT. berfirman
‫ َو اْص ِبْر َع ٰل ى َم ٓا َاَص اَبَۗك‬keadaan ini (sesuatu yang menimpa seseorang)
mencakup dua hal, yaitu; keadaan yang terdapat musuh atau lawan yang
mencelakai seseorang, seperti terkena musibah pencurian atau
perampokan. Keadaan selanjutnya, tertimpa musibah atau kecelakaan
tanpa musuh atau orang yang mencelakai, seperti jatuh sakit, rumah
terkena badai.17
2. Al-I’jaz Al-‘Ilmi
Aspek ini disebut sebagai kemukjizatan ilmiah Al-Qur’an atau
kemukjizatan Al-Qur’an dari aspek isyarat ilmiah. Isyarat ilmiah di
dalam Al-Qur’an merupakan sebuah gagasan yang revolusioner dalam
kajian i‘jaz Al-Qur’an. Sebab, pada masa-masa awal para ulama masih
memusatkan perhatiannya kepada aspek kebahasaan Al-Qur’an.
Sementara, aspek kebahasaan tentu sedikit sulit dipahami kecuali
orang-orang yang memahami bahasa Arab secara gramatikal.
Kemunculan istilah kemukjizatan Al-Qur’an dari aspek isyarat ilmiah
ini berkaitan erat dengan tafsir dengan corak ilmiah. Hal yang harus
digarisbawahi dalam mengkaji kemukjizatan Al-Qur’an dari aspek
isyarat ilmiah adalah harus dipahami bahwa Al-Qur’an bukan
merupakan kitab ilmu pengetahuan. Al-Qur’an adalah kitab hidayah
yang ditujukan kepada umat manusia. Kendati demikian, alQur’an
dalam ayat-ayatnya memberikan isyarat-isyarat ilmiah, hal ini salah
satu hikmahnya untuk menunjukkan bahwa Al-Qur’an memang benar
wahyu dari Allah swt.18
16
Muhammad Diman Rasyid. 2022. Memahami Kemukjizatan Al-Qur’an, Jurnal Studi Al-
Qur’an Hadits dan Pemikiran Islam, Vol. 4 (1), hlm. 52.
17
Ibid., hlm. 53.
18
Ibid., hlm. 54.

8
Berikut contoh isyarat ilmiah di dalam al-Qur’an yang kemudian
dibuktikan dengan ilmu pengetahuan modern atas informasi ilmiah
tersebut. Pada Q.S. Al-Anbiya’ ayat 30,

‫َاَو َلْم َيَر اَّلِذ ْيَن َكَفُر ْٓو ا َاَّن الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر َض َكاَنَت ا َر ْتًق ا َفَفَتْقٰن ُهَم ۗا َو َج َع ْلَن ا ِم َن‬
٣٠ ‫اْلَم ۤا ِء ُك َّل َش ْي ٍء َح ٍّۗي َاَفاَل ُيْؤ ِم ُنْو َن‬
Artinya: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui
bahwa langit dan bumi keduanya dahulunya menyatu, kemudian
Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak
beriman?”
Ayat di atas sebagian dari ayat yang mengandung isyarat ilmiah.
Pada ayat-ayat tersebut Al-Qur’an menginformasikan bahwa sebab
keberlangsungan hidup adalah air, dan tidak mungkin ada kehidupan
tanpa adanya air. Hal ini kemudian dibuktikan dengan eksperimen
bahwa air merupakan faktor utama kehidupan, bahkan di dalam tubuh
manusia air merupakan unsur yang paling banyak.19
3. Al-I’jaz Al-Tasyri’i
Al-I‘jaz al-tasyri‘i adalah kemukjizatan Al-Qur’an dari aspek penerapan
hukumnya, baik dari bidang akidah, syariat (fikih) maupun akhlak.
Dalam bidang akidah misalnya, Al-Qur’an hadir dengan ushlub,
perumpaan-perumpaan dan analogi yang logis dan mudah dipahami.
Misalnya dalam menetapkan keesaan Allah swt. dan membantah
akidah-akidah yang menafikan tauhid, Al-Qur’an memberikan bantahan
yang sangat logis dan mudah dipahami.20 Sebagaimana dalam Q.S. Al-
Anbiya ayat 22,

٢٢ ‫َلْو َك اَن ِفْيِهَم ٓا ٰا ِلَهٌة ِااَّل ُهّٰللا َلَفَس َد َتۚا َفُسْبٰح َن ِهّٰللا َر ِّب اْلَع ْر ِش َع َّم ا َيِص ُفْو َن‬
Artinya: “Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada
tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci
Allah yang memiliki ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan.”
4. Al-I’jaz Al-Ghaibi
Aspek ini merupakan aspek kemukjizatan Al-Qur’an yang
berkaitan dengan pemberitaan Al-Qur’an tentang hal-hal yang gaib.
Maksud dari kata gaib adalah sesuatu yang luput dari pandangan
manusia, baik sifatnya telah terjadi pada masa lampau, ataupun
pemberitaan Al-Qur’an terkait kejadian yang akan datang. Pemberitaan
Al-Qur’an tentang hal gaib ini telah banyak terbukti kebenarannya.
Sebagai contoh terkait peristiwa masa lampau tentang diselamatkannya
jasad Fir’aun, pada Q.S. Yunus ayat 90-92, kemudian tentang peristiwa
yang akan datang sebagaimana kisah bangsa Romawi pada Q.S. Al-
Rum ayat 1-5 dan masih banyak lagi.21

19
Ibid., hlm. 55.
20
Ibid., hlm. 56.
21
Ibid., hlm. 57-58.

9
I’jaz Al-Qur’an dari Aspek Aksiologi

Kemukjizatan Al-Qur’an merupakan bukti atas kebenaran risalah yang


dibawa Rasulullah saw. serta menegaskan bahwa Al-Qur’an memang kitab
suci yang berasal dari Allah SWT. sebagaimana diketahui bahwasanya
Rasulullah saw. merupakan pribadi yang tidak mengenal baca-tulis dan
hidup dalam masyarakat yang cukup sederhana. Tentu dengan kondisi yang
demikian menjadi bukti Al-Qur’an merupakan kalam Allah swt. Bagi orang
yang beriman tentu sisi kemukjizatan Al-Qur’an akan semakin
mengokohkan imannya.

Sementara itu, bagi orang yang tidak beriman atau bahkan menolak
Al-Qur’an sebagai wahyu, maka kemukjizatan Al-Qur’an menjadi tantangan
bagi mereka. Kemukjizatan Al-Qur’an juga tidak bisa dilepaskan dari fungsi
Al-Qur’an itu sendiri sebagai petunjuk bagi umat manusia, dan sebagai
sumber ajaran bagi agama Islam. Kemukjizatan Al-Qur’an menjadi salah
satu pemantik lahirnya berbagai macam kajian-kajian dari berbagai aspek
keilmuan. Bukan hanya ulama-ulama yang sibuk mengkajinya, bahkan
banyak dari kalangan ilmuan non-Islam menaruh perhatian yang besar
dalam hal ini.

Al-Qur’an sendiri menjadi sebuah tantangan yang dikumandangkan


pada bangsa Arab di Makkah dan Madinah pada saat itu. Mereka bahkan
dipersilahkan meminta bantuan pada pakar-pakar yang mereka kehendaki
dari kalangan ulama, ahli hikmah dan ahli bahasa. Tantangan ini pun
dinyatakan oleh Allah SWT berkali-kali. Sebagaimana firman-Nya,
‫ٰٓل‬
‫ُقْل َّلِٕىِن اْج َتَم َعِت اِاْل ْنُس َو اْلِج ُّن َع ى َاْن َّيْأُتْو ا ِبِم ْث ِل ٰه َذ ا اْلُق ْر ٰا ِن اَل َي ْأُتْو َن ِبِم ْثِل ٖه‬
٨٨ ‫َو َلْو َك اَن َبْعُض ُهْم ِلَبْع ٍض َظِهْيًرا‬
Artinya: Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin
berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini,
mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya,
sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” (Q.S. Al-Isra’
[15: 88]).

Kemudian Allah turunkan kadar tantangannya menjadi sepuluh surah


saja yang semisal dengan Al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya,

‫َاْم َيُقْو ُلْو َن اْفَتٰر ىُهۗ ُقْل َف ْأُتْو ا ِبَع ْش ِر ُس َو ٍر ِّم ْثِل ٖه ُم ْفَت َر ٰي ٍت َّو اْدُع ْو ا َمِن اْس َتَطْع ُتْم ِّم ْن‬
‫ َفِاَّلْم َيْسَتِج ْيُبْو ا َلُك ْم َفاْع َلُم ْٓو ا َاَّنَم ٓا ُاْنِزَل ِبِع ْلِم ِهّٰللا َو َاْن ٓاَّل‬١٣ ‫ُد ْو ِن ِهّٰللا ِاْن ُكْنُتْم ٰص ِدِقْيَن‬
١٤ ‫ِاٰل َه ِااَّل ُهَو ۚ َفَهْل َاْنُتْم ُّم ْس ِلُم ْو َن‬
Artinya: Bahkan mereka mengatakan, “Dia (Muhammad) telah
membuat-buat Al-Qur'an itu.” Katakanlah, “(Kalau demikian),
datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya (Al-Qur'an) yang
dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup
selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika mereka

10
tidak memenuhi tantanganmu, maka (katakanlah), “Ketahuilah,
bahwa (Al-Qur'an) itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwa
tidak ada tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (masuk
Islam)?” (Q.S. Hud [11: 13-14]).

Lalu kadar tantangan ini Allah turunkan lagi menjadi hanya satu surah
saja sebagaimana firman-Nya,

‫َو َم ا َك اَن ٰه َذ ا اْلُقْر ٰا ُن َاْن ُّيْفَتٰر ى ِم ْن ُد ْو ِن ِهّٰللا َو ٰل ِكْن َتْص ِد ْيَق اَّلِذ ْي َبْيَن َيَد ْيِه َو َتْفِص ْيَل‬
‫ َاْم َيُقْو ُلْو َن اْفَتٰر ىُهۗ ُقْل َف ْأُتْو ا ِبُس ْو َر ٍة ِّم ْثِل ٖه‬٣٧ ‫اْلِكٰت ِب اَل َر ْيَب ِفْيِه ِم ْن َّرِّب اْلٰع َلِم ْيَۗن‬
٣٨ ‫َو اْدُع ْو ا َمِن اْسَتَطْع ُتْم ِّم ْن ُد ْو ِن ِهّٰللا ِاْن ُكْنُتْم ٰص ِدِقْيَن‬
Artinya: “Dan tidak mungkin Al-Qur'an ini dibuat-buat oleh selain
Allah; tetapi (Al-Qur'an) membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada
keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan seluruh alam. Apakah
pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-
buatnya? Katakanlah, “Buatlah sebuah surah yang semisal dengan
surah (Al-Qur'an), dan ajaklah siapa saja di antara kamu orang yang
mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang
benar.” (Q.S. Yunus [10: 37-38]).

Tantangan ini terus dikumandangkan sepanjang fase kerasulan nabi


Muhammad SAW selama 23 tahun. Allah SWT menjadikannya sebagai
bukti otoritatif (hujjah) atas validitas kenabian Muhammad SAW.22 Untuk
menumbuhkan keyakinan pada manusia bahwa Al-Qur’an benar-benar
wahyu dari Allah SWT, i’jaz Al-Qur’an diperlukan sebagai bukti kebenaran
nabi Muhammad SAW sebagai seorang rasul Allah SWT. karena itu sasaran
utama ini mengarah ada orang-orang diluar aqidah Islam, sedangkan bagi
seorang muslim, kekaguman terhadap Al-Qur’an menunjukkan akan adanya
keistimewaan dalam Al-Qur’an.23

PENUTUP

Berdasarkan uraian tentang I’jaz Al-Qur’an ditinjau dari aspek


ontologi, epistimologi dan aksiologi, dapat ditarik kesimpulan bahwa I’jazul
Qur’an terdiri atas dua kata yakni I’jaz dan Al-Qur’an. I’jaz berarti
melemahkan sedangkan Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW. keduanya memiliki pemaknaan secara
terpisah. Namun apabila disatukan dua kata tersebut maka terbentuklah
kalimat I’jazul Qur’an atau I’jaz Al-Qur’an yang secara ontologi memiliki
pemaknaan tersendiri yaitu suatu sisi atau aspek istimewa dari Al-Qur’an
sebagai kalam Allah SWT. yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun,
kapanpun dan dinamapun. Adapun ditinjau dari aspek epistimologi, I’jazul
22
Sayyid Ahmad Al-Musayyar. 2002. An-Nubuwwah al-Muhammadiyah al-Wahy, al-
Mu’jizah, al-‘Alamah, Terj. Kamran As’at Irsyady. Jakarta: PT. Gelora Angkasa Pratama,
hlm.115-117.
23
Muhammad Suhadi. 2014. Fenomena Menakjubkan Ayat-Ayat Al-Qur’an. Surakarta:
Ahad Books, hlm. 14.

11
Qur’an memiliki empat aspek pengkajian yaitu aspek kebahasaan (Al-I’jaz
Al-Bayani), aspek ilmiah (Al-I’jaz Al-‘Ilmi), aspek penerapan hukum (Al-
I’jaz Al-Tasyri’i) dan aspek pemberitaan hal-hal yang ghaib (Al-I’jaz Al-
Ghaibi). Sedangkan ditinjau dari sisi aksiologi Al-Qur’an merupakan bukti
atas kebenaran risalah yang dibawa Rasulullah saw. serta menegaskan
bahwa Al-Qur’an memang kitab suci yang berasal dari Allah SWT dan tak
lekang oleh zaman.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Yusuf Al-Hajj. 2016. Mukjizat Al-Qur’an yang Tak


Terbantahkan. Solo: PT. Aqwam Media Profetika.

Al-Musayyar, Sayyid Ahmad. 2002. An-Nubuwwah al-


Muhammadiyah al-Wahy, al-Mu’jizah, al-‘Alamah, Terj. Kamran As’at
Irsyady. Jakarta: PT. Gelora Angkasa Pratama.

Al-Qatthan, Syaikh Manna’. 2016. Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an,


Terj. Umar Mujtahid. Jakarta Timur: Ummul Qura’.

Ashani, Sholahuddin. 2015. Konturksi Pemahaman Terhadap I’jazul


Qur’an, Jurnal Analytica Islamica, vol. 4 (2), (217-230).

Asror, Mahfudlil. 2019. Mengeksplanasi Mukjizat Al-Qur’an, Jurnal


Al-I’jaz, vol. 1 (1), (63-78).

Daulay, Salim Said. 2023. Pengenalan Al-Qur’an, Jurnal Ilmiah


Wahana Pendidikan, Vol. 9 (5), (472-480).

Muhammad, Yasir. 2016. Studi Al-Qur’an. Riau: Asa Riau.

Qomariyah, Nurul. 2013. Mukjizat Surah Yusuf dan Maryam.


Jogjakata: Penerbit Safirah.

Rasyid, Muhammad Diman. 2022. Memahami Kemukjizatan Al-


Qur’an, Jurnal Studi Al-Qur’an Hadits dan Pemikiran Islam, Vol. 4 (1),
(42-61).

Suhadi, Muhammad. 2014. Fenomena Menakjubkan Ayat-Ayat Al-


Qur’an. Surakarta: Ahad Books.

12

Anda mungkin juga menyukai