Kel.10 (Analisis Butir Soal, KKM, Standar Kompetensi
Kel.10 (Analisis Butir Soal, KKM, Standar Kompetensi
Kel.10 (Analisis Butir Soal, KKM, Standar Kompetensi
Disusun Oleh:
2023/2024
0
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang Alhamdulillah kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya
karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab. Adapun maksud dan tujuan kami disini yaitu
memaparkan beberapa hal yang menjadi materi kuliah kami. Makalah ini
membahas mengenai ”Analisis Butir Soal (Daya Pembeda Dan Tingkat
Kesukaran) Minimun (KKM) Dan Menetapkan Standar Kompetensi”.
Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan difahami bagi
pembacanya.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa di dalam makalah ini
masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran demi
menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan benar serta dapat berguna
semaksimal mungkin.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.
Jazakumullahu Khairan.
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Kesimpulan..............................................................................................................15
B. Saran........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, penilaian merupakan bagian yang
takterpisahkan dari proses belajar mengajar. Sistem penilaian yang baik
akan mendorong guru menggunakan strategi mengajar yang lebih baik dan
memotivasi anak untuk belajar lebih giat. Penilaian biasanya dimulai
dengan kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan cabang ilmu
statistika terapan yang bertujuan untuk membangun dasar-dasar
pengembangan tes yang lebih baik sehingga menghasilkan tes yang
berfungsi secara optimal, valid, dan reliabel. Proses belajar mengajar
dilaksanakan tidak hanya untuk kesenangan atau bersifat mekanis saja
tetapi mempunyai misi atau tujuan bersama. Dalam usaha untuk mencapai
misi dan tujuan, itu perlu diketahui apakah usaha yang dilakukan sudah
sesuai dengan tujuan atau tidak. Untuk mengetahui sebuah tujuan
pendidikan sudah tercapai perlu diadakan tes.1
Tes adalah instrumen atau prosedur yang digunakan dalam rangka
pengukuran dan penilaian dalam evaluasi pendidikan. Dalam tes bisa
berbentuk bisa berupa pemberian tugas baik berupa pertanyaan-
pertanyaan atau perintah yang harus dikerjakan sehingga mengahsilkan
nilai yang melambangkan tingkah laku siswa dalam kompetensi belajar
siswa.2 Sebagaimana yang dikemukakan al-Ma’arif bahwa tes bahasa,
khususnya tes bahasa Arab merupakan alat untuk mengukur kemampuan
dan performanis bahasa Arab siswa.3
Analisis butir soal dilakukan untuk menstandarisasi butir-butir soal
yang telah dibuat agar diperoleh butir-butir soal yang bermutu baik.1
1
Siti Fathimah Al Fathiyah, ‘Analisis Butir Soal Pelajaran Bahasa Arab Di Ma Roudlotul
Ulum Pagak Malang’, Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Ilmiah. Vol. 4 No. 1 (Juli) 2019 Hlm. 76-
100.
2
Deni Maulana & Anwar Sanusi, ‘Analisis Butir Soal Bahasa Arab Ujian Madrasah
bersama Daerah (UAMBD Madrasah Ibtidaiyah 2017-2018’, Ta’lim Al- ‘Arabiyyah,: Jurnal
Pendidikan bahasa Arab dan Kebahasaaraban, 4 (1), 2020.12-24.
3
Ma’arif, A.S, ‘Sighah Ikhtibarat al- ‘Arabiyyah fi du’i al- ikhtibar al-Mutqn, (TOAFL),
Jurnal Al-Bayan: Jurnal Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, 9(2).
1
Sebuah tes yang dapat baik sebagai alat pengukur harus dianalisis terlebih
dahulu. Dalam menganalisis butir soal dalam tes harus memperhatikan
daya serap, tingkat kesukaran, daya beda, fungsi pengecoh, validitas dan
reabilitas. Hal tersebut dilakukan agar tes yang diberikan kepada siswa
sesuai dengan daya serap siswa, tingkat kesukarannya, dan soal yang
diberikan pun harus valid. Sehingga, tujuan dari pembelajaran dapat
tercapai.4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Analisis Butir Soal (Daya Pembeda Dan Tingkat
Kesukaran)?
2. Bagaimana Menentukan KKM?
3. Bagaimana Menentukan Standar Kompetensi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Analisis Butir Soal (Daya Pembeda Dan Tingkat
Kesukaran)
2. Untuk mengetahui cara menentukan KKM
3. Untuk mengetahui cara menentukan Standar Kompetensi
Pembelajaran Bahasa Arab
4
Siti Fathimah Al Fathiyah, ‘Analisis Butir Soal Pelajaran Bahasa Arab Di Ma Roudlotul
Ulum Pagak Malang’, Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Ilmiah. Vol. 4 No. 1 (Juli) 2019 Hlm. 76-
100.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
jawaban dan kunci setiap butir, serta reliabilitas dan kesalahan pengukuran
(SEM) dalam tes.
Telah disinggung di depan bahwa analisis soal antara lain bertujuan
untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang lebih atau
sedang dan soal yang tidak baik. Dengan analisis soal dapat diperoleh
informasi tentang kekurangan sebuah soal tes dan “petunjuk” untuk
mengadakan perbaikan. Dalam tes dan pengukuran, dikenal beberapa
karakteristik butir soal. Untuk tes hasil belajar pada umumnya
dipertimbangkan tiga karakteristik butir soal, yaitu : tingkat kesukaran,
daya beda dan distribusi jawaban atau berfungsi tidaknya pilihan jawaban
(distraktor). Ketiga karakteristik butir soal ini secara bersamasama akan
menentukan mutu butir soal. Bila salah satu dari ketiga karakteristik ini
tidak memenuhi persyaratan maka mutu butir soal akan turun.
1. Daya Pembeda
Daya beda butir soal ialah indeks yang menunjukkan
tingkat kemampuan butir soal membedakan kelompok yang
berprestasi tinggi (kelompok atas) dari kelompok yang berprestasi
rendah (kelompok bawah) diantara para peserta tes.5 . Suryabrata
menyatakan tujuan pokok mencari daya beda adalah untuk
menentukan apakah butir soal tersebut memiliki kemampuan
membedakan kelompok dalam aspek yang diukur, sesuai dengan
perbedaan yang ada pada kelompok itu.6
Daya beda butir soal yang sering digunakan dalam tes hasil
belajar adalah dengan menggunakan indeks korelasi antara skor
butir dengan skor totalnya. Daya beda dengan cara ini sering
disebut validitas internal, karena nilai korelasi diperoleh dari dalam
tes itu sendiri. Daya beda dapat dilihat dari besarnya koefisien
korelasi biserial maupun koefesien korelasi point biserial. Dalam
5
Asmawi Zainul dan Noehi Nasoetion. Penilaian Hasil Belajar. Pusat Antar Universitas,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan Dan kebudayaan. 1997.
6
Suryabrata, S.. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Direktorat jenderal Pendidikan
Tinggi: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999.
4
analisis ini digunakan nilai koefisien korelasi biserial untuk
menentukan daya beda butir soal. Koefisien korelasi biserial
menunjukkan hubungan antara dua skor, yaitu skor butir soal dan
skor keseluruhan dari peserta tes yang sama.
Koefisien daya beda berkisar antara –1,00 sampai dengan
+1,00. Daya beda +1,00 berarti bahwa semua anggota kelompok
atas menjawab benar terhadap butir soal itu, sedangkan kelompok
bawah seluruhnya menjawab salah terhadap butir soal itu.
Sebaliknya daya beda –1,00 berarti bahwa semua anggota
kelompok atas menjawab salah butir soal itu, sedangkan kelompok
bawah seluruhnya menjawab benar terhadap soal itu.
Daya beda yang dianggap masih memadahi untuk sebutir
soal ialah apabila sama atau lebih besar dari +0,30. Bila lebih kecil
dari itu, maka butir soal tersebut dianggap kurang mampu
membedakan peserta tes yang mempersiapkan diri dalam
menghadapi tes dari peserta yang tidak mempersiapkan diri.
Bahkan bila daya beda itu menjadi negatif, maka butir soal itu
sama sekali tidak dapat dipakai sebagai alat ukur prestasi belajar.
Oleh karena itu butir soal tersebut harus dikeluarkan dari perangkat
soal. Makin tinggi daya beda suatu butir soal, maka makin baik
butir soal tersebut, dan sebaliknya makin rendah daya bedanya,
maka butir soal itu dianggap tidak baik.7
Menurut Dali S Naga kriteria besarnya koefesien daya beda
diklasifikasikan menjadi empat kategori.8 Secara lebih rinci
dijelaskan dalam tabel di bawah ini.
7
Asmawi Zainul dan Noehi Nasoetion.. Penilaian Hasil Belajar. Pusat Antar Universitas,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan Dan kebudayaan. 1997.
8
Dali, S Naga.. Pengantar Teori Sekor Pada Pengukuran Pendidikan. Gunadarma:
Jakarta. 1992.
5
Tabel 1. Klasifikasi Daya Beda Butir Soal
6
kategori butir soal yang terlalu mudah, karena seluruh peserta didik
dapat menjawab butir soal tersebut dengan benar.
Pada umumnya suatu butir soal evaluasi hasil belajar
dinyatakan baik jika butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak
pula terlalu mudah. Oleh sebab itu, butir soal yang tidak dapat
dijawab dengan benar oleh seluruh peserta didik (karena terlalu
sukar) dapat dinyatakan sebagai butir soal yang tidak baik.
Demikian pula sebaliknya, butir soal yang seluruh peserta didik
dapat menjawab dengan benar (karena terlalu mudah), juga dapat
dinyatakan sebagai butir soal yang tidak baik. Untuk kedua jenis
kategori tersebut perlu dilakukan perbaikan jika akan digunakan
lagi sebagai butir soal untuk ujian berikutnya.
Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal
yang efektif untuk mengukur hasil belajar yang baik adalah
keseimbangan dari tingkat kesukaran soal tersebut. Keseimbangan
yang dimaksudkan adalah perbandingan antara butir-butir soal
yang termasuk kategori mudah, sedang dan sukar. Dasar dari
penentuan proporsi jumlah soal kategori mudah, sedang dan sukar
adalah tujuan dari pelatihan yang dilaksanakan. Untuk pelatihan
yang menuntut kemampuan peserta yang tinggi, maka porsi jumlah
butir soal dengan kategori sukar harus lebih banyak dari pada
pelatihan yang tidak menuntut kemampuan hasil belajar yang
tinggi. Proporsi perbandingan tersebut tidak ada nilai yang pasti,
tetapi tergantung dari desain dan tujuan dari pelatihan yang
diadakan. Proporsi tersebut biasanya ditentukan berdasarkan
kesepakatan yang diambil pada saat penentuan desain suatu
pelatihan. Setelah penentuan proporsi dan tingkat kesukaran yang
dilakukan oleh para pengajar tersebut, maka kemudian soal
tersebut di uji-cobakan dan dianalisis apakah penentuan tersebut
7
sesuai atau tidak dengan desain awal. Untuk menghitung tingkat
kesukaran tiap butir soal digunakan persamaan sebagai berikut9:
8
1. Pengertian KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
KKM adalah cara guru mempertimbangkan tingkat kompetensi
minimal yang akan diperoleh peserta didik dalam pembelajaran, baik
dari segi pengetahuan, keterampilan dan juga sikap secara merata pada
peserta didik. Oleh sebab itu, guru mampu mempertimbangkan
kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung
meliputi warga sekolah, sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
pembelajaran. Dengan demikian, satuan pendidikan diharapkan dapat
meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara berkelanjutan dalam
rangka mencapai kriteria ketuntasan pembelajaran yang ideal.
Dengan diterapkannya KKM, seorang guru akan bertindak
demokratis, jujur, dan adil dalam mengevaluasi pembelajaran yang
berhubungan dengan kompetensi siswa, profesionalisme guru,
maupun tingkat kesulitan materi ajar dan strategi pembelajaran.
Dengan begitu, KKM bersifat dinamis, yang dapat disesuaikan
kembali dengan adanya situasi dan kebutuhan yang berkembang di
masa yang akan datang pada dunia pendidikan.
Khususnya para guru bahasa Arab diharapkan merancang
KKM dan terus mengevaluasinya sehingga sampai pada kriteria
ketuntasan pembelajaran bahasa Arab yang minimal. Misalnya
minimal kompetensi dasar dalam pembelajaran bahasa Arab ada 5
yaitu keterampilan mendengar (istima’), keterampilan berbicara
(kalam), keterampilan membaca (qira’ah), keterampilan menulis
(kitabah), serta pengetahuan dasar terkait struktur bahasa Arab.
Berdasarkan KD tersebut, maka dapat disusun indikatornya atau
kegiatan hasil belajar yang akan dikerjakan siswa secara jelas. Yang
mana pada setiap KD mempunyai tiga indikator yang harus dikuasai
siswa dalam pembelajaran. KD dan indikator diberikan kriteria
penilaiannya oleh guru berdasarkan kompleksitasnya.
11
Bagiyono, ‘Analisis Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Butir Soal Ujian Pelatihan
Radiografi Tingkat 1’, Widyanuklida, Vol. 16 No. 1, November 2017: 1 – 12.
9
2. Komponen KKM
Dalam merancang KKM, perlu memberhatikan beberapa hal
dalam menentukan KKM yaitu rumusan KD, indikator, kompleksitas,
inteks, dan sumber daya pendukungnya. Berikut ini terdapat cara
dalam menentukan KKM dalam mata pelajaran bahasa Arab, sebagai
berikut:
a. Menghitung jumlah kompetensi dasar (KD) setiap mata pelajaran
pada setiap kelas. Misalnya pada bahasa Arab ada 5 KD, yaitu
keterampilan mendengar (istima’), berbicara (kalam), membaca
(qira’ah), menulis (kitabah), dan pengetahuan dasar terkait struktur
bahasa Arab.
b. Menentukan kekuatan atau nilai pada setiap aspek atau komponen
dengan menyesuaikan terhadap kemampuan masing-masing aspek
yaitu aspek kompleksitas, inteks, dan sumber daya pendukung.
c. Aspek Kompleksitas
Aspek kompleksitas yaitu aspek tingkat kesulitan materi ajar
dan pembelajarannya pada proses pembelajaran. Degan begitu,
semakin kompleks (sukar) KD, maka nilai yang mungkin dicapai
siswa semakin rendah, sebaliknya jika semakin mudah KD maka
nilainya semakain tinggi. Oleh sebab itu, kriteria ketuntasan pada
aspek yang kompleksi diberi nilai rendah dan pada aspek yang
mudah diberi nilai tinggi. Contoh pada KD keterampilan
mendengar dengan indikator bahwa siswa dapat meyebutkan
kembali bunyi-bunyi kosa kata Arab sesuai dengan makhraj,
harakat, panjang pendeknya. Yang nantinya nilai kriteria
ketuntasan minimalnya dapat ditentukan oleh guru.
10
meliputi buku ajar, media pembelajaran, ruang kelas, dan lain
sebagainya. Yang nantinya akan membantu dan mempercepet
ketuntasan proses pembelajaran. Dengan begitu, pembelajaran
yang bermutu memerlukan sumber daya pendukung yang bermutu
juga. Semakin baik dan tinggi sumber daya pendukung maka
nilainya semakin tinggi, juga sebaliknya jika kurangnya hal
tersebut maka akan rendah nilainya.
e. Aspek Inteks
Intake ( kemampuan awal) pada siswa dalam pembelajaran
perlu diukur oleh guru agar memenuhi kriteria ketuntasan minimal
pembelajaran. Asumsi yang medasari inteks adalah semakin tinggi
kemampuan awal siswa maka nilainya akan semakin tinggi.12
C. Menentukan Standar Kompetensi Pembelajaran Bahasa Arab
Mulyasa mendefinisikan kompetensi adalah perpaduan antara
pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap yang direfleksikan ke dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Hal sama juga dijelaskan Finch dan
Crunkliton bahwa kompetensi meruapakan penguasaan terhadap suatu
tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk
menunjang sebuah keberhasilan.
Berdasarkan paparan di atas, secara general kompetensi adalah
sebuah kombinasi antara; (1) keterampilan (skill), bakat, dan potensi yang
dimiliki seseorang, dan (2) dibentuk oleh proses pendidikan dan
pembelajaran yang tercakup di dalamnya aspek pengetahuan yang
tercermin dari perilaku kinerja, sikap dan afeksi yang dapat diamatai,
diukur dan dievaluasi secara nyata.
Dalam konteks pembelajaran bahasa Arab, kompetensi pemelajaran
bahasa Arab yang harus dikuasai eserta didik mencakup yaitu : (1)
kompetensi pengetahuan bahasa Arab (kompetensi linguistik), (2)
kompetensi komunikatif yaitu empat keterampilan bahasa Arab ( istima’,
12
Abdul Halim Hanafi & Amrina, Desain Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta : Diadit
Media, 2013),146-149.
11
kalam, qira’ah, dan kitabah) yang sesuai konteks dan dibutuhkan oleh
peserta didik, serta (3) kompetensi budaya yang menjadi ciri khas bahasa
Arab, misalnya cara perkenalan dengan menggunakan bahasa Arab, nama-
nama yang dimunculkan dalam contoh percakapan, topik-topik bahasa
Arab dan lain sebainganya. Semua itu, harusa mencerminkan budaya
bahasa Arab karena sebuah bahasa tidak dapa dipisahkan dari budaya
penuturnya dan gaya hidupnya.
Ketiga rancangan kompetensi di atas ditegaskan oleh Peraturan
Mentri Agama No.02 Tahun 2008 yang menegaskan bahwa standar
kompetensi kelulusan pembelajaran bahasa Arab pada satuan pendidikan
mencakup kompetensi komunikatif yaitu menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis. Sedangkan kompetensi per-aspeknya berbeda yaitu terletak
pada kedalaman dan keluasan pokok bahasan yang berada dalam jenjang
satuan pendidikan. Berikut terdapat tahapan dalam merancang sebuah
kompetensi, sebagai berikut:
1. Menyusun Direktori Kompetensi
Menyusun direktori kompetensi yaitu mencatat sejumlah
kompetensi yang berkaitan dengan proses pembelajaran bahasa Arab
yang akan dilaksanakan, dibentuk sebuah satuan pendidikan untuk
menjadi standar kelulusan yang manjadi ciri khas dan memiliki daya
saing yang unggul. Dengan demikian, guru bahasa Arab dituntut
menginventarisir, mengumpulkan dan mendata sejumlah kompetensi
yang bermutu yang tepat dan sesuai dengan tuntutan mata pelajaran,
kebutuhan dan kebutuhan masyarakat. Dan untuk mendapatkan
kompetensi yang unggul dan berdaya saing diperlukan upaya studi
banding, belajar dari teman sejawat yang cerdas dan profesional, atau
satuan pendidikan lain yang kompetensinya unggul yang nantinya
menjadi rumusan kompetensi yang akan dibangun oleh guru terhadap
siswa.
2. Profil Kompetensi Per-Posisi
12
Dalam proses ini, satuan pendidikan menginventarisir jenis
kompetensi pembelajaran bahasa Arab yang dibutuhkan yang lengkap
dengan definisi kompetensi yang jelas serta indikator perilaku dan
levelisasi ( jenjang level atau tingkat) untuk setiap jenis kompetensi.
Dan pada tahap ini juga disusun kebutuhan kompetensi per-posisi atau
daftar kompetensi apa yang dipersyaratkan untuk satu posisi tertentu
dan kompetensi minimalnya.
Di sini guru bahasa Arab dituntut menyusun tahap-tahap
kompetensi dasar yang tepat. dimulai dari yang mudah , sedan dan
sulit. Untuk itu guru dituntut memahami pengalaman yang luas dan
mendalam terhadap materi ajar dan strategi pembelajaran serta dalam
menjalankan tugas keprofesionalan dan kompetensinya. Misalnya
kompetensi mendengar (istima’) didahulukan dari pada membaca dab
menulis.
Penyusunan kompetensi per-posisi memerlukan teman sejawat atau
kerjasama agar mendapatkan hasil kompetensi yang tepat dan akurat.
Oleh sebab itu perlu diadakannya MGMP ( Musyawarah Guru Mata
Pelajaran) bahasa Arab agar dapat mengembangkan kompetensi
pembelajaran yang bermutu dan berdaya saing.
3. Tahap Asesmen
Tahap asesmen yaitu tahap menilai kompetensi setiap individu tenaga
pendidik agar diketahui tingkatan yang sesuai dan kualitas kompetensi
para guru bahasa Arab dan tenaga pendidikan yang menunjangnya.13
13
Abdul Halim Hanafi & Amrina, Desain Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta : Diadit
Media, 2013),85-92.
13
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kepada semua pembaca khususnya mahasiswa Universitas
Pascasarjana Prodi Pendidikan Bahasa Arab Universitas Achmad Shiddiq
Jember atau siapa saja yang membaca makalah ini bila mendapat atau
menemukan kekeliruan terhadap materi yang telah kami paparkan ini dan
kami harap dapat meluruskan dan memakluminya . Maka, kami banyak
berharap kepada para pembaca untuk memberi kritik ,saran atau masukan
yang membangun kepada kami.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ma’arif, A.S, ‘Sighah Ikhtibarat al- ‘Arabiyyah fi du’i al- ikhtibar al-
Mutqn, (TOAFL), Jurnal Al-Bayan: Jurnal Jurusan Pendidikan Bahasa Arab,
9(2).
Maulana Deni & Anwar Sanusi (2020), ‘Analisis Butir Soal Bahasa Arab
Ujian Madrasah bersama Daerah (UAMBD Madrasah Ibtidaiyah 2017-2018’,
Ta’lim Al- ‘Arabiyyah,: Jurnal Pendidikan bahasa Arab dan Kebahasaaraban, 4
(1),12-24.
Suryabrata, S. 1999. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Direktorat
jenderal Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
16