3 Tinjauan Pustaka - Print

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Agensia hayati menurut FAO (1988) adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami
seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified
microorganisms) yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
Pengertian ini hanya mencakup mikroorganisme, padahal agensia hayati tidak hanya meliputi
mikroorganisme, tetapi juga organisme yang ukurannya lebih besar dan dapat dilihat secara kasat mata
seperti predator atau parasitoid untuk membunuh serangga. Dengan demikian, pengertian agensia
hayati perlu dilengkapi dengan kriteria menurut FAO (1997), yaitu organisme yang dapat berkembang
biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan, dan patogen.
Lebih jauh, jika diperhatikan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995 tentang pengertian
agensia hayati maka maknanya menjadi lebih sempurna lagi, yaitu setiap organisme yang meliputi
spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri,
virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat
dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses
produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya (Menteri Pertanian RI 1995).
Definisi terakhir mempunyai pengertian bahwa agensia hayati tidak hanya digunakan untuk
mengendalikan OPT, tetapi juga mencakup pengertian penggunaannya untuk mengendalikan
jasad pengganggu pada proses produksi dan pengolahan hasil pertanian.

Penggunaan agensia hayati menjadi salah satu metode yang ampuh untuk mengatasi serangan hama
dan penyakit di lahan pertanian. Pasti banyak yang bertanya apa itu agensia ia hayati? Agensia
hayati adalah identik sebagai musuh alami yaitu organisme hidup dari golongan invertebrata yang
dapat menimbulkan sakit, merusak, memangsa, menghambat dan mematikan organisme lain (hama
penyakit) tanaman, dan ada campur tangan manusia dalam hal (pengembangan, penyediaan dan
pelepasan) kembali ke lapangan.Agensia hayati ini bisa berasal dari golongan jamur, bakteri, virus
ataupun protozoa. Beberapa contoh agensia ia hayati yang sering digunakan oleh petani
adalah Tricoderma, Beauveriabassiana dan Metarhizium anisopliae.
Pengendalian OPT secara hayati merupakan salah satu komponen dalam pengendalian hama secara
terpadu (PHT), dimana dengan cara hayati diharapkan terjadi keseimbangan dalam ekosistem, sehingga
keberadaan OPT tidak menimbulkan kerugian secara ekonomis. Dengan pengelolaan ekosistem yang
baik, peran musuh alami dapat dimaksimalkan untuk mencegah timbulnya ledakan OPT. Penggunaan
agensia hayati ramah lingkungan dan mudah diperoleh bahannya, bahkan lebih murah dan aman secara
ekologis.

Kelebihan dalam penggunaan agen pengendali hayati antara lain:


1. Tingkat keberhasilan pengendalian hama yang tinggi dengan biaya yang rendah dalam periode
waktu yang lama.
2. Agensia pengendalian hayati aktif mencari inang atau mangsanya, tumbuh dan berkembang
mengikuti dinamika populasi inang atau mangsanya.
3. Pengendalian hayati tidak berpengaruh negatif terhadap manusia dan lingkungan.
4. Beberapa tipe agensia pengendalian hayati dapat digunakan sebagai insektisida hayati.
5. Umumnya spesies hama tidak mampu berkembang menjadi resisten terhadap agensia pengendalian
hayati
4

Jenis-Jenis Agensia Hayati

Agensia Hayati atau Agensia Pengendali Hayati adalah setiap organisme atau mahluk hidup, terutama
serangga, cendawan, cacing, bakteri, virus dan binatang lainnya yang dapat dipergunakan untuk
pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Pada dasarnya agensia hayati dibagi menjadi 4kelompok yaitu :
1. Predator
2. Parasitoid
3. Patogen serangga
4. Antagonis patogen tumbuhan.

Predator
Predator ialah binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Predator biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya.
Predator dapat digolongkan :
1. Binatang Menyusui
Beberapa jenis binatang merupakan predator hama tanaman antara lain : Harimau sebagai pemangsa
Babi Hutan; Kucing sebagai pemangsa Tikus.
2. Burung (Aves)
Banyak jenis burung yang dapat dimanfaatkan sebagai predator hama penting, terutama pemangsa
berbagai jenis Ulat daun dan tikus.
3. Laba-laba
Laba- laba banyak yang hidup sebagai pemangsa terhadap serangga termasuk hama penting seperti :
Wereng Coklat, Wereng Hijau, Penggerek batang, Belalang, Walang sangit.
4. Serangga ( Insecta)
Predator dari kelas serangga memiliki angg0ta spesies yang sangat banyak jumlahnya. Serangga
yang paling banyak sebagai predator ialah dari anggauta Kumbang (Coleoptera), Capung (Odonata),
Lalat (Diptera) dan beberapa spesies yang lain.
Contoh serangga predator adalah : Kumbang Helem, Capung dan Belalang yang menjadi predator
Kutu Aphis & Wereng Coklat.

Parasitoid
Parasitoid ialah serangga yang hidupnya menumpang pada atau didalam tubuh inang (hama) dan
menghisap cairan tubuh hama, Akibatnya serangga hama tersebutakan mati. Serangga parasitoid
biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan inangnya.
Contoh adalah sejenis tabuan Apanteles, Stenobracon yang memarasit larva Penggerek batang,
Trichogramma sp. parasitoid telur penggerek batang dll.

Patogen Serangga
1. Bakteri
Bakteri patogen serangga yang telah banyak dimanfaatkan dan diproduksi secara komersil sebagai
insektisida mikroba adalah Bacillus thuringiensis.
Bakteri Bacillus thuringiensis (famili Bacillaceae) menghasilkan zat ( etabolik sekunder) yang
bersifat antibiotik, racun.Bacillus thuringiensis termasuk golongan pembentuk spora anaerob,
merupakan spesies yang komplek dan terdiri atas lebih dari 20 jenis (serotipe/subspesies). Jenis -
jenis ini menghasilkan racun yang bersifat insektisida
2. Cendawan
5

Cendawan pengendali hayati yang berfungsi sebagai entomopatogen seperti Beauveria bassiana,
Metarhizium anisopliae, Hirsutella saussurei, Nomuraea rileyi dan Paecilomyces Cendawan
entomopatogen mempunyai kapasitas berkembang biak tinggi, siklus hidup pendek, dapat
membentuk spora yang bertahan lama dialam, aman, selektif dan kompatibel dengan berbagai
insektisida kimia. Keberhasilan pemanfaatan cendawan ini dilapangan sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan sinar matahari),
3. Virus
Virus serangga yg ditemukan dilapang umumnya tergolong famili Baculoviridae, dan dibagi
menjadi 3 subgrup, yaitu :
- Subgrup A : Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV)
- Subgrup B : Granulosis Virus (GV)
- Subgrup C : Nonocluded Baculovirus (NOB)
Subgrup A adalah subgrup yang banyak digunakan saat ini.

Proses Infeksi
Polihedra yang menempel pada permukaan tanaman termakan oleh larva, sehingga masuk kedalam
saluran pencernaan.

Gejala Serangan
Ulat (larva) yang terinfeksi menunjukkan gejala tingkah laku yang abnormal, yaitu cenderung
bergerak kebagian atas menuju pucuk tanaman. Ulat yang semula berwarna pucat keputihan berubah
menjadi hitam mengkilat. Aktifitas makan berkurang bahkan berhenti, tubuh menjadi lemas, dan
kemudian mati dengan menggantung tertumpu pada kaki palsu. Badan ulat yang terinveksi bila
pecah mengeluarkan cairan yang berwarna putih seperti susu.Gejala penyakit biasanya muncul
apabila infeksi sudah sampai pada tahap lanjut.

Agensia Antagonis Patogen Tumbuhan


- Mekanisme antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi dapat berupa hiperparasitisme,
kompetisi terhadap ruang dan hara, serta antibiosis dan lisis.
- Agensia antagonis patogen tumbuhan adalah mikroorganisme yang menekan aktivitas patogen
dalam menimbulkan penyakit.
- Agensia tersebut tidak dapat mengejar inang yang telah masukkedalam tanaman.
- Efektifitasnya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut.

Agensia Antagonis Patogen Tumbuhan terdiri dari :


1. Bakteri
Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat menghasilkan spora, bersifat aerobik, gram negatif, banyak
ditemukan pada daerah rizosfir dan tanah, serta lebih efektif pada tanah netraldan basa.
Penanaman pada tanah yang lembab dapat meningkatkan populasi Pseudomonas fluorescens.
Kolonisasai akar oleh Pseudomonas fluorescens merupakan persyaratan sebagai agensia biokontrol.
Proses Antagonis
Tipe mekanisme antagonis Pseudomonas fluorescens dengan Pseudomonas tolaasii berupa
kompetisi unsur hara. Dapat menekan perkembangan Fusarium sp. melalui kompetisi terhadap unsur
Fe yang tersedia.
Cara Aplikasi
6

Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat diaplikasikan pada benih saat sebelum tanam. Aplikasi pada
benih dapat menekan penyakit rebah kecambah (damping-off) yang disebabkan cendawan
Rhizoctonia solani.

2. Cendawan
Agensia antagonis patogen tumbuhan yang telah banyak dikembangkan saat ini adalah
Trichoderma spp. dan Gliocladium sp. Cendawan Trichoderma spp efektif pada tanah masam.
Penurunan pH tanah sampai 6 – 6,5 menggunakan belerang pada tanah yang mengandung
Trichoderma spp dapat menekan penyakit busuk akar pada bunga Lili. Cendawan ini sangat
menyukai bahan yang banyak mengandung selulosa, seperti sisa-sisa batang jagung. Trichoderma
hamatum sensitif terhadap penurunan Fe yang ditimbulkan oleh P. Fluorescens, sehingga kedua
agensia antagonis ini tidak kompatibel bila diap-likasikan bersama-sama.
Proses Antagonis
Trichoderma spp aktif menyerang Rhizoctonia solani dan Phytium sp. menghasilkan enzim kitinase
dan ß-1.3-glukanase, dengan proses antagonis parasitisme. Sedangkan Gliocladium sp. yang bersifat
antagonis terhadap beberapa patogen tular tanah, seperti Fusarium moniliforme dan Sclerotium
rolfsii, dengan cara kerja antagonis berupa parasitisme, kompetisi dan antibiosis.

Cara Aplikasi
Cendawan Gliocladium sp. dapat diaplikasikan melalui tanah (G. Roseum) dan melalui perlakuan
benih (G. Virens) . Trichoderma spp. diaplikaskan 70 hari setelah tanam sebanyak 140 kg /ha.

Berikut beberapa jenis agensia ia hayati dan manfaatnya dalam pengendalian hama penyakit pada
tanaman:
1. Jamur Trichoderma sp
Jamur ini dapat mengendalikan penyakit layu atau bercak daun yang biasa meyerang tanaman pangan
dan hortikultura. Trichoderma sp bersifat antagonis terhadap beberapa patogen tular tanah seperti
Fusarium moniliforme dan Sclerotium rolfsii. Trichoderma sp juga mempunyai kemampuan sebagai
dekomposer dalam pembuatan pupuk organik
2. Bakteri Corynebacterium sp
Bakteri Corynebacterium sp. merupakan salah satu agensia hayati bersifat antagonis, yang dapat
mengendalikan beberapa jenis OPT diantaranya penyakit kresek pada tanaman padi yang disebabkan
oleh bakteri Xanthomonas sp, plasmodiophora brassicae (akar gada) pada kubis, bercak daun pada
tanaman jagung, layu bakteri pada tanaman pisang.
3. Bacillus thuringiensis (Bt)
Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk
spora yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga yang menjadi hama pada tanaman
pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena
mempunyai target yang spesifik sehingga tidak mematikan serangga bukan sasaran dan mudah terurai
sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan.
4. Beauveria bassiana
Beauveria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yaitu cendawan yang dapat menimbulkan
penyakit pada serangga, lebih dari 175 jenis serangga hama menjadi inang jamur ini, terutama efektif
7

mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata
lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran dan buah.
5. Pseudomonas Fluorescens
Bakteri P. fluorescens dapat memberikan pengaruh menguntungkan terhadap perkembangan dan
pertumbuhan tanaman, yaitu sebagai "Plant Growth Promoting Rhizobacteria" (PGPR). Menghasilkan
antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan patogen, terutama patogen tular tanah dan
mempunyai kemampuan mengoloni akar tanaman, dapat menghambat patogen layu Verticilium dahliae
pada tanaman kentang dan terong. Agensia ia hayati ini efektif untuk mengendalikan penyakit layu
fusarium pada tanaman tomat serta mampu menekan intensitas penyakit moler pada tanaman bawang
merah.
6. Metarhizium anisopliae
Metarhiziumanisopliae adalah salah satu cendawan entomopatogen yang termasuk dalam divisi
Deuteromycotina: Hyphomycetes. Cendawan ini biasa disebut dengan green muscardine fungus dan
tersebar luas di seluruh dunia. Cendawan ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan bersifat
saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa tanaman. Cendawan M. anisopliae mampu
menginfeksi hama yang mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap, yaitu Riptortus linearis baik
stadia nimfa maupun imago. Selain itu, M. anisopliae juga mampu menginfeksi hama yang mempunyai
tipe mulut menggigit seperti S. litura.
7. Verticillium lecanii
Verticillium lecanii sangat berguna untuk membasmi kutu kebul pada tanaman hortikultura. Kutu kebul
adalah hama utama yang membonceng masuknya virus gemini yang menyebabkan tanaman kehilangan
klorofil hingga tanaman menjadi kerdil dan hasil panen menurun. Verticillium lecanii dapat juga
membasmi wereng pada tanaman padi.

Pengendalian hayati mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam mengendalikan OPT,
dengan diterapkannya pengendalian hayati diharapkan diperoleh produk pertanian yang aman bagi
konsumen dalam kaitannya dengan residu pestisida dan aman bagi lingkungan.

Pengendalian Hayati

Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu dengan
memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator, parasit dan patogen.
Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan
memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian
hayati akan dilakukan perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Sedangkan
Pengendalian alami merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa campur tangan
manusia, tidak ada proses perbanyakan musuh alami Anonim ( 2002dalam Sunarno 2018).
Lebih lanjut dikatakan bahwa pengendalian hayati dalam pengertian ekologi didifinisikan sebagai
pengaturan populasi organisme dengan musuh-musuh alam hingga kepadatan populasi organisme
tersebut berada dibawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendalian.

Sementara itu, Pengertian pengendalian hayati, seperti dikemukakan oleh K.F. Baker dan R.J. Cook,
dalam bukunya berjudul “Biological Control of Plant Pathogens” yang terbit pada tahun 1974 dan
buku keduanya berjudul “ The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens” yang
terbit pada tahun 1983, diberikan definisi dalam arti luas. Di dalam definisi tersebut, pengendalian
8

hayati termasuk penggunaan macam organisme untuk mengendalikan patogen dan penggunaan
tanaman tingkat tinggi sebagai salah satu cara terbaik dan paling efektif dalam pengendalian hayati.
Pengendalian hayati dalam bidang hama dan penyakit tanaman sudah dirintis sejak lama. Beberapa
aspek yang terkait dalam pengendalian sistem terpadu seperti penggunaan agen predator, antagonist,
parasit, patogen, virus, pemakaian materi organik, penggunaan tanaman unggul, pembentukan tanaman
resisten, imunisasi dengan penggunaan pathogen yang tidak ganas (hyphovirulent), penggunaan bahan
kimia selektif, penggunaan senyawa sida bahan alam, pengaturan kondisi fisik seperti pengaturan pH,
penanaman bergilir (rotasi) dan pengeringan (Raizada et al., 2001).

Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori
tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem (Heviyanti, 2016).
Lebih lanjut dikatakan bahwa Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan patogen
merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja secara "terkait kepadatan populasi" sehingga
tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Adanya populasi hama yang
meningkat sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani disebabkan karena keadaan
lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk menjalankan fungsi alaminya.
Apabila musuh alami kita berikan kesempatan berfungsi antara lain dengan introduksi musuh alami,
memperbanyak dan melepaskannya, serta mengurangi berbagai dampak negatif terhadap musuh alami,
musuh alami dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.

Keberhasilan pengendalian hayati memang sukar untuk diduga dan dianalisis secara tepat karena
kerumitan dan dinamika agroekosistem. Predator dan parasitoid mempunyai banyak kelebihan dan
kelemahan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keberhasilan pengendalian hayati kedua agensia
tersebut harus dimanfaatkan secara optimum berdasarkan pada informasi dasar yang mencukupi
tentang berbagai aspek biologi dan ekologi kedua kelompok agensia pengendalian hayati tersebut.

Strategi Pengendalian Hayati

Teknik pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid dan predator yang dilakukan sampai saat
ini dapat dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu, Konservasi, Introduksi, dan Augmentasi. Meskipun
ketiga teknik pengendalian hayati tersebut berbeda tetapi dalam pelaksanaanya sering digunakan secara
bersama. Menurut Rukmana. dan sugandi, (2002). Musuh alami mempunyai andil yang sangat besar
dalam pembangunan pertanian berwawasan lingkungan karena daya kendali terhadap hama cukup
tinggi dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, keberadaan musuh
alami perlu dijaga.

Pengendalian hayati membantu petani menghasilkan produk pertanian yang sehat dan aman.
Banyak produk pertanian dari Indonesia yang ditolak oleh negara pengimpor ketika didapati residu
bahan kimia di dalam produk tersebut. Apalagi dengan diterapkannya SPS (Sanitary and
Phytosanitary) dan perdagangan bebas dunia atau Asia, serta pembakuan kualitas produk pertanian,
maka akan sangat sukar bagi produk pertanian Indonesia untuk dapat bersaing di tingkat regional atau
internasional, jika masih mendasarkan pertanamannya dengan bahan kimia sintetis. Oleh sebab itu,
untuk mengurangi dampak negatif tersebut, petani seharusnya sudah mulai bangkit untuk bertanam
tanaman secara sehat atau organik, meskipun produk organik masih belum mendapatkan perhatian
lebih dari masyarakat.
9

Di dalam menunjang ke arah produksi pertanian yang sehat dan aman tersebut, pengendalian hayati
merupakan salah satu pemecahannya dan sangat mendukung ke arah tersebut. Hal ini karena apabila
dibandingkan dengan penggunaan agensia kimia sintetis, agensia pengendali hayati jelas tidak beracun
terhadap manusia atau hewan, khususnya apabila diterapkan pada saat panen atau pascapanen, karena
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh agensia hayati akan mudah terurai oleh alam. Selain itu,
metabolit sekunder yang dihasilkan tidak sesuai untuk manusia dan hewan. Produk pertanian juga tidak
menyimpan residu agensia ia pengendali hayati di dalamnya, sehingga produk tersebut aman untuk
dikonsumsi. Hal ini selaras dengan makin gencarnya konsumen dunia yang membutuhkan dan
mengonsumsi produk pertanian yang sehat (Soesanto, 2008).

Metarhizium sp

Dengan semakin ketatnya peraturan pemakaian bahan kimia, karena efek merugikan terhadap
lingkungan dan kesehatan, pengendalian hayati atau biokontrol merupakan salah satu strategi untuk
mengatasi masalah hama pertanian yang diyakini memiliki dampak pencemaran lingkungan yang
minim. Salah satu teknik pengendalian hayati yang dapat digunakan yaitu dengan pemanfaatan jamur
entomopatogen. Kelebihan penggunaan jamur entomopatogen sebagai pengendali populasi serangga
hama adalah cara ini mempunyai kapasitas produksi yang tinggi, siklus hidup relatif pendek dan
mampu membentuk spora yang tahan terhadap pengaruh lingkungan.
Jamur ini dapat dijadikan sebagai salah satu agen hayati pengendalian serangga, baik serangga yang
menyerang tanaman maupun organisme antagonis yang ada di dalam tanah.
Jamur ini dapat menyebabkan penyakit bila menginfeksi serangga, sehingga dapat menurunkan
populasi serangga hama dalam suatu areal pertanian.
Serangga hama tersebut antara lain adalah uret, kepik hama, walang sangit, penggerek jagung,
kumbang kelapa, belalang, wereng coklat, dan banyak hama serangga lain.
Penggunaannya dilakukan dengan cara menebarkan spora jamur ke daerah tinggal serangga, seperti
daerah perkawinan serangga.
Jamur yang ditebarkan selanjutnya akan menginfeksi larva dari hasil perkawinan tersebut. Cara ini
ternyata dapat menghasilkan tingkat infeksi yang tinggi.

Morfologi dan pertumbuhan Metarhizium anisopliae


Koloni cendawan Metarhizium anisopliae pada awal pertumbuhannya berwarna putih, kemudian
berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur.
Jamur ini banyak ditemukan di dalam tanah, bersifat saprofit, dan umumnya dijumpai pada berbagai
stadia serangga yang terinfeksi, tumbuh pada suhu 18,3o- 29,5oC dan kelembapan 30-90%.
Tingkat pH untuk pertumbuhan Metarhizium anisopliae berkisar 3,3-8,5. Pertumbuhan optimal terjadi
pada pH 7.

Mekanisme menginfeksi
Metarhizium anisopliae masuk ke dalam tubuh serangga melalui spirakel dan pori-pori atau kutikula
dari tubuh serangga. Setelah masuk ke dalam tubuh serangga, jamur menghasilkan perpanjangan hifa
lateral yang akhirnya berkembang biak dan mengkonsumsi organ internal serangga.
Pertumbuhan hifa berlanjut sampai serangga tersebut ditumbuhi dengan miselia. Selanjutnya jamur
akan beristirahat melalui kutikula dan sporulates, yang membuat serangga tampak seperti diselimuti
bulu halus berwarna putih.
Bio Metarizio
10

Bio Metarizo, merupakan jamur entomopatogen yang bersifat parasit terhadap serangga. Jamur ini
dapat dijadikan sebagai salah satu agen hayati pengendalian serangga, baik serangga yang menyerang
tanaman maupun organisme antagonis yang ada di dalam tanah. Jamur ini dapat menyebabkan penyakit
bila menginfeksi serangga, sehingga dapat menurunkan populasi serangga hama dalam suatu area
pertanian.

Manfaat
Mengendalikan lebih dari 50 jenis serangga, di antaranya : Kumbang gandum (Anisopliae Austriaca),
Hama tebu (CleanusPunctiventris), Kumbang tanduk (Oryctes Rhinocheros), hama bubuk kopi,
helopeltis, caplak, tungau, wereng batang coklat, wereng hijau, walang sangit, penggerek batang, aphis
sp, Myzus sp, Ulat grayak (Spodoptera sp).Uret, Ulat jengkal, dll.

Cara Pemakaian
1. Efektifitas Bio Metarizo di lapangan sangat dipengaruhi oleh tingkat virulensi, viabilitas &
konsentrasi spora.
2. Dalam aplikasi di lapangan perlu ditambah detergen untuk menghilangkan ketegangan permukaan
spora sehingga terpisah satu dengan yang lain.
3. Di samping itu perlu ditambah gula pasir untuk nutrisi tambahan bagi Bio Metarizio (untuk tiap
tangki ukuran + 10 liter ditambahkan 1 (satu ) sendok teh detergen & 2 (dua ) sendok teh gula pasir.
4. Waktu aplikasi sebaiknya pada sore hari untuk menghindari sinar ultra violet yang akan menurunkan
efektifitas cendawan Bio Metarizo.

Aplikasi
100 gr Bio Metarizio disuspensikan dalam 10 liter air atau 100 gr Bio Metharizio dicampurkan pada
100 kg kotoran sapi (untuk perangkap)

Trichoderma sp

Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah dan biofungisida
adalah jamur Trichoderma sp. Mikroorganisme ini adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi
dari perakaran tanaman lapangan. Spesies Trichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat
pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies
Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. Harzianum, T. Viridae, dan T. Konigii
yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Biakan jamur Trichoderma dalam media
aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer,
mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu.
Serta dapat berlaku sebagai biofungisida. Trichoderma sp dapat menghambat pertumbuhan beberapa
jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum,
Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii.

Sifat antagonis Trichoderma meliputi tiga tipe : Trichoderma menghasilkan sejumlah enzim
ekstraseluler beta (1,3) glukonase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel pathogen; Beberapa
anggota trichoderma sp menghasilkan toksin trichodermin. Toksin tersebut dapat menyerang dan
menghancurkan propagul yang berisi spora-spora patogen disekitarnya; Jenis Trichoderma viridae
menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin yang dapat melindungi bibit tanaman dari serangan
penyakit rebah kecambah.
Pupuk biologis dan biofungisida Trichoderma sp dapat dibuat dengan inokulasi biakan murni pada
11

media aplikatif, misalnya dedak. Sedangkan biakan murni dapat dibuat melalui isolasi dari perakaran
tanaman, serta dapat diperbanyak dan diremajakan kembali pada media PDA (Potato Dextrose Agar).
Isolasi banyak dilakukan oleh kalangan peneliti maupun produsen pupuk, tetapi masih terlalu
merepotkan untuk diadopsi oleh petani. Sebagai petani, untuk lebih efisiennya dapat memproduksi
pupuk biologis yang siap aplikasi saja, sehingga hanya perlu membeli dan memperbanyak sendiri
biakan murninya dan diinokulasikan pada media aplikatif. Atau jika menginginkan kepraktisan dapat
membeli pupuk yang siap tebar untuk setiap kali aplikasi.

Jamur trichoderma merupakan salah satu jenis jamur mikroparasitik/bersifat parasit terhadap jenis
jamur lain. Karena sifat inilah maka trichoderma dapat kita manfaatkan sebagai agen biokontrol
terhadap jenis jamur fitopatogen. Keuntungan dan keunggulanya adalah mudah dimonitor dan dapat
berkembang biak,sehingga keberadaanya di lingkungan dapat bertahan.
Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan
meningkatkan angka kedalaman akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam
ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti pada tanaman jagung dan
tanaman hias. Dalam beberapa tulisan disebutkan bahwa mekanisme antagonis jamur ini dapat
dipahami sebagai berikut. Saat mikroba patogen sedang dalam masa dorman, serangan antagonis jamur
Trichoderma dapat menyebabkan kerusakan biologis inokulum patogen. Mekanisme antagonis ini
dapat berupa predasi, perparasi, dan parasitisme propagul. Bentuk lain dari antagonisme adalah dengan
penekanan perkecambahan propagul melalui kompetisi karbon, nitrogen, ion besi, oksigen dan unsur
penting lainnya. Sedangkan antagonis pada permukaan tanman meliputi antibiosis, kompetisi dan
predasi. Mikoparasitisme dari Trichoderma sp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri
dari beberapa tahap dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma sp. yaitu dengan cara
hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon
kemotropik pada Trichoderma sp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia
yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian
membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like
structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian
dinding sel inang.

Tricho Ultra Derma

Tricho Ultra Derma di samping sebagai agen hayati & stimulator pertumbuhan tanaman juga sebagai
organisme pengurai bahan pembuatan kompos karena mempercepat proses pelapukan bahan organik.
Menghambat pertumbuhan & penyebaran racun jamur penyebab penyakit seperti cendawan Rigdiforus,
Fusarium dan lain sebagainya
Sangat efektif mencegah penyakit busuk pangkal batang, busuk akar , busuk daun atau busuk buah
yang menyebabkan tanaman layu & penyakit jamur akar putih
Memproduk asam sitrat & ethanol yang berfungsi untuk mengurangi penetrasi serangan hama tanaman,
sehingga performance tanaman akan semakin sehat.
Dengan Adanya koloni Tricho Ultra Dermadi tanah, tidak perlu lagi menyemprot tanaman cabai atau
kentang dengan fungsida untuk melawan fusarium setiap turun hujan.

Manfaat
1. Menekan pertumbuhan jamur yang menyebabkan tanaman menjadi sakit/layu seperti penyakit layu
oleh Fusarium sp maupun Pseudomonas sp., Phytium sp, Sclerotium sp., Rhizoctonia sp., Jamur
12

upas, Diplodia, busuk akar/buah, Antraknosa, embun tepung, dll yang menyerang pada tanaman
Cabe, Tomat, Melon, Semangka, Kentang, Kobis, Jeruk, Mangga, dan lain sebagainya.
2. Pemanfaatan Super Tricho selain sebagai agensia antagonis juga dimanfaatkan dlm pembuatan
pupuk kompos.
3. Super Tricho termasuk mikroorganisme saprofit tanah yang dapat menguraikan bahan organik
seperti karbohidrat (terutama selulosa) dengan bantuan enzim pengurai C1, Cx & Slubiose.

Dosis
100 gr Tricho Ultra Dermadisuspensikan dalam 10 liter air (volume semprot 400-500 liter/hektar)

Cara Pemakaian
1. Persemaian :
100 g Tricho Ultra Dermadicampur dengan 50 kg kompos. Untuk media persemaian, dicampur
tanah dengan perbandingan = 1 : 1
2. Pra Tanam :
Sebelum tanam, 100 g Tricho Ultra Dermadicampur dengan 50 kg kompos, kemudian disebar pada
lahan penanaman.
3. Pertanaman :
Untuk penyemprotan, 100 g Tricho Ultra Dermadisuspensikan dalam 10 liter air (satu tangki)
dengan volume semprot 400-500 liter/hektar
Untuk pengocoran, 100 g Tricho Ultra Dermadisuspensikan dalam 10 liter air (satu tangki)
kemudian dikocorkan pada pangkal batang. Dosis tiap tanaman 200 ml.

Anda mungkin juga menyukai