LP Kep Jiwa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI PENDENGARAN

A. Masalah Utama

Gangguan presepsi sensori : Halusinasi pendengaran

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Definisi

Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan

panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami

suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu

(Prabowo, 2014).

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang

berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien

sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007)

Halusinasi pendengaran adalah mendengarkan suara atau kebisingan

yang kurang jelas ataupun yang jelas, dimana terkadang suarasuara tersebut

seperti mengajak berbicara klien dan kadang memerintah klien untuk

melakukan sesuatu (Kusumawati, 2010).

2. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada klien dengan halusinasi pendengaran adalah

bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga

kearah tertentu, menutup telinga, mendengar suara-suara atau kegaduhan,


mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara

menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya (Fitria, 2009).

3. Rentang Respon

a. Respon Adaptif

Respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang

berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika

menghadapi suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah tersebut.

Adapun respon adaptif yakni :

1) Pikiran Logis merupakan pandangan yang mengarah pada kenyataan

yang dapat diterima akal.

2) Persepsi Akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang suatu

peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.

3) Emosi Konsisten dengan Pengalaman merupakan perasaan jiwa yang

timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.

4) Perilaku Sosial dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan

dengan individu tersebut yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau

ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.

5) Hubungan Sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang

lain dalam pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan

b. Respon Psikososial

Adapun respon psikososial yakni:

1) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam

mengabstrakan dan mengambil kesimpulan


2) Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan

panca indera

3) Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi

yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi

batas kewajaran

5) Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindar interaksi

dengan orang lain, baik dalam berkomunikasi maupun berhubungan

sosial dengan orang-orang di sekitarnya

c. Respon Maladaptif

Respon maladaptif merupakan respon individu dalam

menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial

budaya dan lingkungan.

Adapun respon maladaptif yakni:

1) Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan keyakinan sosial

2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang

salah terhadap rangsangan

3) Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol

emosi seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,

kebahagiaan, dan kedekatan


4) Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku berupa

ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di timbulkan

5) Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang merasa kesepian

tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.

(Stuart, 2017)

Respon Adatpif Respon Psikososial Respon Maladaptif

A. Pikiran logis F. Pikiran kadang K. Gangguan pikiran


B. Persepsi akurat menimpang L. Halusinasi
C. Emosi konsisten G. Ilusi M. Sulit
dengan H. Reaksi emosi merespon emosi
pengalaman tidak stabil N. Perilaku
D. Perilaku sesuai I. Perilaku Disorganisasi
E. Berhubungan aneh/tidak biasa O. Isolasi sosial
sosial J. Menarik diri

4. Faktor Predisposisi

a. Faktor pengembangan

Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol

emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri

sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.

b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan

membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan,

kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya

c. Faktor biokimia

Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di

dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik

neurokimia dan metytranferase sehingga terjadi ketidaksembangan asetil

kolin dan dopamin

d. Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah

terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal

e. Faktor genetik dan pola asuh

Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan

yang sangat berpengaruh pada penyakit ini

5. Faktor Presipitasi

a. Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga

delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang

lama

b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat

diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat

berupa perintah memaksa dan manakutkan. Klien tidak sanggup lagi

menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat

sesuatu terhadap ketakutan tersebut

c. Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada

awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls

yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan

kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak

jarang akan mengobrol semua perilaku klien

d. Dimensi sosial

Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat

membahayakan, klien asik dengan halusinasinya, seolah- olah ia

merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol

diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi

di jadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah

halusinasi berupa ancama, dirinya ataupun orang lain individu cenderung

untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi

keperawatan klien dengan menupayakan suatu prosesinteraksi yang

menimbulkan pengalam interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan


klien tidak menyediri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan

dan halusinasi tidak lagsung

e. Dimensi spiritual

Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna,

hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya secara spiritual untuk

menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya

menjemput rejeki, memyalahkan lingkungan dan orang lain yang

menyebabkan takdirnya memburuk

6. Sumber Koping

Sumber koping individu harus dikaji dengan pemahaman tentang

pengaruh ganguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal,

seperti intelegensi atau kriativitas yang tinggi. Sumber keluarga dapat

berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan

waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara

berkesinambuangan

7. Mekanisme Koping

Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk

melindungi diri sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep

(2016), diantaranya:

a. Regresi

Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan

perilaku kembali pada perilaku perkembangan anak atau


berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk

menanggulangi ansietas

b. Proyeksi

Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada

orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai

upaya untuk menjelaskan kerancuan identitas)

c. Menarik diri

Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun

psikologis.

Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber

stressor, sedangkan reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku

apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan

bermusuhan

C. Pohon Masalah
D. Masalah Keperawatan Yang Akan Muncul

a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran

b. Gangguan isolasi sosial : Menarik diri

c. Harga diri rendah

d. Koping individu tidak efektif

e. Resiko perilaku kekerasan

E. Data Yang Perlu Dikaji

Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji

Gangguan Persepsi Subjektif


Sensori : Halusinasi 1. Klien mengatakan mendengar suara atau
Pendengaran kegaduhan
2. Klien mengatakan mendengar suara yang
mengajaknya untuk bercakap-cakap
3. Klien mengatakan mendengar suara yang
menyuruhnya untuk melakukan sesuatu yang
berbahaya
4. Klien mengatakan mendengar suara yang
mengancam dirinya atau orang lain

Objektif
1. Klien tampak bicara sendiri
2. Klien tampak tertawa sendiri
3. Klien tampak marah-marah tanpa sebab
4. Klien tampak mengarahkan telinga ke arah
tertentu
5. Klien tampak menutup telinga
6. Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu
7. Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri

F. Diagnosa Keperawatan

Gangguan presepsi sensori : Halusinasi pendengaran


G. Rencana Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan

rencana asuhan keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang

telah ditetapkan (Carpenito dalam Yusuf, dkk. 2015). Sebelum tindakan

keperawatan diimplementasikan, perawat perlu memvalidasi apakah

rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat

ini (here and now) (Yusuf dkk. 2015).

Dalam asuhan keperawatan jiwa, untuk mempermudah pelaksanaan

tindakan keperawatan maka perawat perlu membuat strategi pelaksanaan

tindakan keperawatan yang meliputi SP pasien dan keluarga (Trimeilia,

2011). SP dibuat menggunakan komunikasi terapeutik yang terdiri dari fase

orientasi, fase kerja, dan terminasi (Yusuf dkk. 2015).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara

sadar, mempunyai tujuan serta kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan

pasien (Farida dan Yudi, 2010). Terdapat 3 fase dalam dalam komunikasi

terapeutik, dimana fase pertama yaitu fase orientasi yang menggambarkan

situasi pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan, kontrak waktu dan tujuan

pertemuan yang diharapkan. Fase kerja berisi beberapa pertanyaan yang

akan diajukan untuk pengkajian lanjut, pengkajian tambahan, penemuan

masalah bersama dan/atau penyelesaian tindakan. Fase terminasi merupakan

saat untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan, menilai

keberhasilan atau kegagalan dan merencanakan untuk kontrak waktu

pertemuan selanjutnya. (Yusuf dkk. 2015).

Anda mungkin juga menyukai