Laporan PKPA Apotek Al-Azhar Batua Raya (Kelompok 4 Kelas B)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK AL AZHAR
MAKASSAR

Bulan : Maret – April

Disusun oleh :

KELOMPOK IV
HELEN RENALDY (D1A123140)
RISKA FAJRINA SHARI (D1A123141)
DEOLINDO MILANO TITARIUW (D1A123142)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
202

1
2
3
Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
karunia-Nya yang berlimpah Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
Al-Azhar Cabang Batua Raya pada tanggal 22 Januari – 04 Maret 2024 ini dapat
terlaksana dengan baik dan lancar. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
merupakan salah satu persyaratan untuk meraih gelar Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Megarezky Makassar. Terlaksananya Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan baik secara
moral, spiritual dan material dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini,
disampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Alimuddin, SH., MH., MKn. Selaku Pembina YPI Megarezky
Makassar.
2. Ibu Hj. Suryani, SH., MH. Selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam Megarezky
Makassar.
3. Bapak Prof. Dr. Anwar Ramli, S.E., M.Si. Selaku Ketua Rektorat Universitas
Megarezky Makassar.
4. Bapak Dr. apt Jangga, S.Si., M.Kes. Selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Megarezky Makassar sekaligus sebagai pembimbing kami.
5. Ibu apt. Neilma Auliah, S.Si., M.Si. Selaku Ketua Prodi Pendidikan Profesi
Apoteker, Staf dan Dosen Pengajar Program Pendidikan Profesi Apoteker
Universitas Megarezky Makassar yang telah mendidik dan memberikan arahan
dan bimbingan selama masa praktek kerja profesi apoteker (PKPA).
6. Bapak apt. Mansyur M, S.Farm selaku preseptor di Apotek Al- Azhar Cabang
Batua Raya.
7. Teman-teman seperjuangan Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Megarezky Makassar yang telah memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis.

iii
8. Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu atas bantuan
dan dukungan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu segala kritik dan saran
yang membangun diharapkan untuk penyempurnaan laporan ini. Penulis
memohon maaf kepada semua pihak apabila selama menyelesaikan PKPA di
Apotek Al-Azhar Cabang Batua Raya, telah melakukan kesalahan baik tutur
kata maupun tingkah laku yang kurang sopan. Semoga laporan PKPA ini dapat
membantu dan memberikan sumbangan yang berarti bagi banyak pihak dalam
memperoleh manfaat, pengetahuan dan informasi bagi generasi yang akan
datang dalam melakukan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat.
Makassar, 15 April 2024

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................iv
BAB I. Pendahuluan...............................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Tujuan..............................................................................................2
C. Sasaran.............................................................................................4
D. Manfaat...........................................................................................4
BAB II. Tinjauan Pustaka.......................................................................................5
A. Pengertian Apotek...........................................................................5
B. Tugas dan Fungsi Apotek................................................................6
C. Pendirian Apotek.............................................................................6
1. Tatacara Pendirian Apotek.........................................................6
2. Persyaratan Apotek....................................................................9
3. Persyaratan Apoteker................................................................10
4. Studi Kelayakan Apotek...........................................................12
D. Pengelolaan Sumber Daya Apotek................................................15
1. Pengelolaan Sumber Daya Manusia.........................................15
2. Pengelolaan Sarana dan Prasarana...........................................18
3. Pengelolaan Perbekalan Farmasi..............................................20
4. Pengelolaan Administrasi.........................................................23
E. Pelayanan Apotek..........................................................................24
1. Pelayanan OTC.........................................................................24
2. Pelayanan OWA.......................................................................27
3. Pelayanan Obat Keras...............................................................29
4. Pelayanan Narkotika.................................................................29
5. Pelayanan Psikotropika............................................................31

v
6. Pelayanan Informasi Obat........................................................32
7. Konseling..................................................................................33
F. Perpajakan Apotek.........................................................................36
BAB III. Kegiatan PKPA dan Pembahasan..........................................................40
A. Profil Apotek Al Azhar..................................................................40
1. Sejarah Apotek Al Azhar..........................................................40
2. Visi dan Misi.............................................................................41
3. Struktur Organisasi....................................................................41
4. Perpajakan Apotek Al Azhar.....................................................43
B. Kegiatan PKPA...............................................................................45
1. Pengkajian Resep dan Peracikan...............................................45
2. Penyerahan Obat dan Konseling...............................................46
3. Pelayanan OWA, OTC, Alat Kesehatan dan Obat Herbal........48
4. Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat
(MESO), Pelayanan Informasi Obat (PIO)...................................51
5. Perencanaan, Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan,
Pemusnahan...................................................................................55
C. Pembahasan Kegiatan PKPA.........................................................60
Bab IV. Penutup....................................................................................................80
A. Kesimpulan.....................................................................................80
B. Saran...............................................................................................81
Daftar Pustaka.......................................................................................................82
Lampiran...............................................................................................................84

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan menyebutkan

bahwa praktik kefarmasian meliputi produksi, termasuk pengendalian mutu,

pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penelitian dan pengembangan

sediaan farmasi, serta pengelolaan dan pelayanan kefarmasian.

Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan,

Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya

berfokus kepada pengelolaan Obat (Drug oriented) berkembang menjadi

pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi

klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Peraturan

Pemerintah Nomor 34 tahun 2021 tentang pekerjaan kefarmasian menyatakan

bahwa pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien. Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh

tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran

Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan

perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk

interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi Obat dan konseling

kepada pasien yang membutuhkan.

1
2

Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya

kesalahan pengobatan (Medication error) dalam proses pelayanan dan

mengidentifikasi, mencegah serta mengatasi masalah terkait obat (Drug

relatd problems), masalah farmakoekonomi dan farmasi social

(Sociopharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, Apoteker harus

menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu

berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi

untuk mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam melakukan

praktik tersebut, Apoteker juga dituntut untuk melakukan monitoring

penggunaan Obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala

aktivitas kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan

Standar Pelayanan Kefarmasian.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di

bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan

Kefarmasian dari pengelolaan Obat sebagai komoditi kepada pelayanan

yang komprehensif (Pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja

sebagai pengelola Obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup

pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan Obat yang

benar dan rasional, monitoring penggunaan Obat untuk mengetahui tujuan

akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan.

B. Tujuan

1. Umum

a) Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi,


3

posisi dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di

apotek.

b) Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,

ketrampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan

kefarmasian di apotek.

c) Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan

mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan

dalam rangka pengembangan praktek farmasi komunitas diapotek.

d) Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai

tenaga farmasi yang profesional.

e) Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan

kefarmasian di apotek.

f) Mempersiapkan calon apoteker dalam menciptakan lapangan kerja

dan membantu meningkatkan upaya pelayanan kesehatan mandiri.

2. Tujuan Khusus PKPA

Setelah melakukan pkpa diapotek diharapkan mampu memahami

dan mempunyai ketrampilan dalam hal :

a) Persiapan pebukaan usaha apotek.

b) Pengelolaan administrasi apotek.


4

c) Pelayanan obat dan resep obat.

d) Optimalisasi penggunaan obat.

e) Pengelolaan obat.

f) Menerapkan peraturan perundangan dank ode etik apoteker yang

terkait dengan apotek.

g) Pengelolaan alat-alat kesehatan sederhana.

h) Pengelolaan obat herbal.

i) Memberikan informasi obat (KIE)

C. Sasaran

Mahasiswa tingkat profesi dari Program Studi Pendidikan Profesi

Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Megarezky Makassar.

D. Manfaat PKPA di Apotek

1. Mendapakan pengetahuan manajemen praktis di apotek

2. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang professional.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

5 tahun 2023 tentang apotek menyebutkan bahwa apotek adalah sarana

pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun

2021 tentang pekrjaan kefarmasian menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian

adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Fasilitas pelayanan kefarmasian

disini meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis

pakai, pelayanan farmasi klinik dan termasuk di komunitas. Sediaan farmasi

yang dimaksud adalah Obat, bahan Obat, Obat tradisional, dan kosmetika.

Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak

mengandung Obat digunakan untuk mencegah, Mengetahui, memahami tugas,

dan tanggung jawab apoteker dalam mengelola apotek.

Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di

apotek mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat

orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk

struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Sedangkan bahan medis habis pakai

adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single

use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.


6

B. Tugas dan Fungsi Apotek

Apotek merupakan salah satu tempat untuk terwujudnya pelaksanaan

kefarmasian yang optimal, dalam usaha, penggunaan obat yang rasional dan

peningkatan pelayanan bagi masyarakat. Sehingga apotek mempunyai tugas

dan fungsi sebagai berikut:

1) Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah

mengucapkan sumpah jabatan.

2) Sebagai sarana farmasi tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian.

3) Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi

antara lain obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

4) Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan pelayanan farmasi,

khususnya kepada pasien dan umumnya ke masyarakat luas.

Berrdasarkan permenkes Nomor 9 tahun 2017 tentang apotek pasal

16 menjelaskan bahwa apotek menyelenggarakan fungsi farmasi sebagai:

a) Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai (BMHP); dan

b) Pelayanan farmasi klinik, termasuk dikomunitas.

C. Pendirian Apotek

1. Tata Cara Pendirian Apotek

Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapatkan Surat Izin

Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan

menteri kesehatan Republik Indonesia (melalui Pemerintah daerah

kabupaten/kota) kepada apoteker atau apoteker yang berkerja sama dengan


7

pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di

suatu tempat tertentu. Persyaratan apotek berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 9 2017 pasal 12 adalah sebagai berikut :

1) Untuk mendapatkan SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan

tertulis kepada Pemerintah Daerah kabupaten/Kota.

2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen

administratif meliputi :

a) Fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli

b) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)

c) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker

d) Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan dan

e) Daftar prasarana, sarana dan peralatan.

3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima

permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen

administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan

pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek

4) Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus melibatkan

unsur dinas kesehatan kabupaten/kota yang terdiri atas

a) Tenaga kefarmasian dan

b) Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.


8

5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa

ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan

setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

6) Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan sebagaimana dimaksud

pada ayat (5) dan dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan kepada

Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai

POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi

Profesi.

7) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

dinyatakan masih belum memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota harus mengeluarkan surat penundaan paling lama

dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja.

8) Terhadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pemohon dapat melengkapi

persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat

penundaan diterima.

9) Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (8), maka Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota.
9

10) Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA

melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6),

Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek dengan

menggunakan BAP sebagai pengganti SIA

2. Persyaratan Apotek

Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi sebagai

berikut :

a. Lokasi

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran

Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam

mendapatkan pelayanan kefarmasian.

b. Bangunan

1) Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan,

dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta

perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk

penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia.

2) Bangunan Apotek harus bersifat permanen.

3) Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan,

apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan

yang sejenis.

c. Sarana, Prasarana dan Peralatan


10

Bangunan Apotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 paling

sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi :

1. Penerimaan Resep

2. Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

3. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

4. Konseling

5. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

6. Arsip

Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas :

1. Instalasi air bersih

2. Instalasi listrik

3. System tata udara

4. System proteksi kebakaran

d. Ketenagakerjaan

1) Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat

dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau

tenaga administrasi.

2) Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki surat izin praktik sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Persyaratan Apoteker

Persyaratan apoteker menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek yaitu :


11

a. Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai

dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar

pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan

kepentingan pasien.

b. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek harus menjamin

ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau.

1) Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung jawab dan

keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.

2) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka

Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik

yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas

persetujuan dokter dan/atau pasien.

3) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau

pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam Resep,

Apoteker dapat mengganti obat setelah berkonsultasi dengan

dokter penulis Resep untuk pemilihan obat lain.

4) Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat

kekeliruan atau tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan

kepada dokter penulis Resep.

5) Apabila dokter penulis Resep sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

tetap pada pendiriannya, maka Apoteker tetap memberikan


12

pelayanan sesuai dengan Resep dengan memberikan catatan dalam

Resep bahwa dokter sesuai dengan pendiriannya.

4. Studi Kelayakan Apotek


Studi kelayakan (Feasibility Study) adalah suatu istilah yang

menjelaskan tentang metode pejajagan gagasan idea suatu proyek

mengenai kemungkinan layak atau tidaknya suatu usaha untuk

dilaksanakan. Studi kelayakan sebuah apotik berfungsi sebagai pedoman

atau landasan pelaksanaan suatu pekerjaan, karena dibuat berdasarkan

data-data dari berbagai sumber yang dianalisis dari banyak aspek, mulai

dari aspek operasional sampai aspek keuangannya (Umar, 2015).

Studi kelayakan dimaksudkan untuk mempelajari apakah pendirian

Apotek di lokasi yang telah ditentukan tersebut sudah layak atau belum

untuk berdiri. Tujuan diadakan studi kelayakan adalah untuk menghindari

kerugian, memaksimalkan keuntungan, mengevaluasi aspek-aspek yang

mempengaruhi, mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kunci

keberhasilan, mengidentifikasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan,

mengetahui dampak- dampak yang akan terjadi, serta mengetahui biaya

yang harus disediakan.

Prinsip studi kelayakan yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam

mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak suatu

gagasan usaha yang direncanakan. Sebelum Apotek didirikan, diperlukan

perencanaan dan studi untuk melihat kelayakan calon Apotek dari segi

bisnis maupun tempat pengabdian profesi. Studi kelayakan apotek


13

mencakup beberapa aspek yaitu lokasi, analisis pasar, modal, keuangan,

secara teknis dan manajerial (Umar, 2015).

a) Aspek lokasi

Lokasi yang akan didirikan Apotek harus strategis,

penentuannya harus mempertimbangkan segi penyebaran dan

pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah dokter

yang berpraktek, sarana pelayanan kesehatan, hygiene lingkungan dan

faktor lainnya seperti jarak dengan apotek lain dan jumlah apotek yang

ada pada lokasi yang sama (Umar, 2015).

b) Analisis pasar

Dalam analisis pasar, yang harus diperhatikan adalah perkiraan

jumlah resep yang dapat diserap dari masing-masing dokter, poliklinik

atau rumah sakit di sekitar apotek, keadaan penduduk disekitar lokasi

yang meliputi jumlah penduduk, tingkat pendidikan penduduk, tingkat

sosial atau ekonomi dan perilaku penduduk untuk berobat, serta tingkat

persaingan antar apotek (Umar, 2015).

c) Aspek modal

Aspek modal meliputi apa saja yang harus diperhatikan dalam

hal permodalan, berapa jumlah modal yang dibutuhkan untuk

mendirikan Apotek dan berapa lama investasi yang akan ditanamkan

akan kembali, dari mana mendapatkan dana untuk mendirikan Apotek,

bagaimana mengalokasikan modal, serta bagaimana proses perputaran


14

uang. Beberapa sumber dana yang dapat digunakan yaitu

modal pemilik perusahaan (modal disetor), bank (kreditor), investor,

dan lembaga non bank atau leasing (dana pensiun) (Umar, 2015).

d) Aspek keuangan

Analisis keuangan terhadap kelayakan suatu usaha dapat

dilakukan dengan beberapa metode analisis, yaitu :

1) Metode Analisis Pay Back Periode (PBP)

Pay Back Periode adalah pengukuran periode yang

diperlukan dalam menutup kembali biaya investasi (initial cash

investment) dengan menggunakan aliran kas (laba bersih yang

akan diterima) (Umar, 2015).

PBP (Tahun) = Total Investasi


Laba Bersih

Keterangan :
Jika belum diketahui laba bersih maka dicari dahulu laba bersih
Laba bersih = Omset – Seluruh Beban ( Termasuk HPP)

2) Metode Analisis Return on Investment (ROI)

Analisis Return on Investmen adalah pengukuran besaran

tingkat return (%) yang akan diperoleh selama periode investasi

dengan cara membandingkan jumlah nilai laba bersih per tahun

dengan nilai investasi (Umar, 2015).

% ROI = Total Penjualan – Investasi x 100%


Investasi
15

3) Metode Analisis Break Event Point (BEP)

Analisis Break Event Point merupakan alat untuk

menetapkan titik dimana hasil penjualan akan menutup biaya-biaya

pengeluaran. Analisis ini adalah suatu teknik analisis untuk

mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, dan laba.

Apotek dikatakan Break Even Point (BEP) apabila di dalam

laporan perhitungan laba ruginya pada periode tertentu, apotek

tersebut tidak memperoleh laba namun juga tidak menderita

kerugian (Umar, 2015).

BEP = FC
P – VC
Keterangan
FC (Fixed Cost) = Total biaya tetap
P (Price per unit) = Biaya variabel satuan
VC ( Variabel cost) = Biaya variabel

e) Aspek bisnis

Aspek ini meliputi proses perijinan, software untuk menunjang

kegiatan apotek (perlengkapan yang harus dimiliki Apotek, bangunan

Apotek dan perbekalan farmasi), seleksi awal supplier, jumlah

komoditas, serta rencana kerja (Umar, 2015).

f) Aspek manajerial

Aspek ini meliputi visi misi dan struktur organisasi, sumber

daya manusia, job description, dan menyusun Standard Operating

Procedure (SOP) dalam pelayanan apotek (Umar, 2015).


16

D. Pengelolaan Sumber Daya Apotek

1. Pengelolaan Sumber Daya Manusia

Dalam Permenkes No.73 tahun 2016, Pelayanan Kefarmasian di

Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker

pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat

Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik Dalam melakukan Pelayanan

Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria :

a. Persyaratan administrasi

 Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi

 Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

 Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku

 Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.

c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional

Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang

berkesinambungan.

d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan

pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,

pendidikan berkelanjutan atau mandiri.


17

e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan

perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar

pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang

berlaku.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus

menjalankan peran yaitu :

a. Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan

pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem

pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.

b. Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil

keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara

efektif dan efisien.

c. Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun

profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh

karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

d. Pemimpin

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi

pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian

mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan

mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.


18

e. Pengelola

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik,

anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti

kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang

Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.

f. Pembelajar seumur hidup

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan

keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing

Professional Development/CPD)

g. Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam

mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan

Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan

pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.

2. Pegelolaan Sarana dan Prasarana

Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan

prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan

Kefarmasian (Bodagenta, 2012).

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan

Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi :

a) Ruang penerimaan resep


19

Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari

tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set

komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling

depan dan mudah terlihat oleh pasien (Bodagenta, 2012).

b) Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara

terbatas)

Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan

secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan.

Di ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan

peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer,

sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer

ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini diatur

agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat

dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner) (Bodagenta,

2012).

c) Ruang penyerahan obat

Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang

dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep (Bodagenta,

2012).

d) Ruang konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja

dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster,


20

alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan

pengobatan pasien (Bodagenta, 2012).

e) Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,

temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu

produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi

dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC),

lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan

psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan

kartu suhu (Bodagenta, 2012).

f) Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang

berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka

waktu tertentu (Bodagenta, 2012).

3. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

1) Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola

penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat

(Permenkes No. 73 Tahun 2016 & KemenKes RI 2019).

2) Pengadaan
21

Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka

pengadaan perundang-undangan (Permenkes No. 73 Tahun 2016 &

KemenKes RI 2019).

3) Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian

jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang

tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

4) Penyimpanan

a) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.

Daam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada

wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus

ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-

kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal

kadaluwarsa.

b) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai

sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

c) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk menyimpan

barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi

d) System penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk

sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis

e) Pengeluaran obat memakai system FEFO (First Expire First Out)

dan FIFO (First In First Out)


22

5) Pemusnahan dan Penarikan

a) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan

jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak

yang mengandung narkotik atau psikotropika dilakukan oleh

Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pemusnahan obat selain narkotik dan psikotropika dilakukan oleh

Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang

memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan

dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan

formular 1 sebagaimana terlampir.

b) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun

dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker

disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan

cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan

berita acara pemusnahan resep menggunakan formular 2

sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas

Kesehatan kabupaten/kota.

c) Pemusnahan dan penarikan sediaann farmasi dan bahan medis

habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan

cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi

standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh

pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM


23

(mandatory recall) dengan tetap memberikan laporan kepada

Kepala BPOM.

e) Penarikan alat Kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan

terhadap produk yang izi edarnya dicabut oleh Menteri.

6) Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan system

pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini

bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,

kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian

pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok

baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-

kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah

pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

7) Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan

farmasi, alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi

pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),

penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya

disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan

internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan

manajemen apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.


24

Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk

memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan, meliputi pelaporan narkotik, psikotropika dan pelaporan

lainnya.

4. Pengelolaan Administrasi

Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu

dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi :

a. Administrasi Umum

Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan

dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pencatatan dan

pelaporan terhadap pengelolaan psikotropika diatur dalam Permenkes

Nomor 3 tahun 2015 menyatakan bahwa industri farmasi, PBF,

instalasi farmasi pemerintah, apotek, puskesmas, instalasi farmasi

rumah sakit, instalasi farmasi klinik, lembaga ilmu pengetahuan atau

dokter praktik perorangan yang melakukan produksi, penyaluran atau

penyerahan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi wajib

membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran

nerkotika, psikotropika dan prekursor farmasi.

b. Administrasi pelayanan

Pengarsipan resep, pengarsipan catatan, pengobatan pasien,

pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. Apoteker pengelola

apotek mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal

dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-


25

kurangnya selama tiga tahun, resep yang mengandung narkotik harus

dipisahkan dari resep lainnya.

E. Pelayanan Apotek

1. Pelayanan OTC (Over The Counter)

Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau

pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada

pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan

memulihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

Obat Bebas adalah obat yang dijual bebas dipasaran dan dapat dibeli

tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas

adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Adapun contoh

obat bebas yaitu paracetamol, ibuprofen, antasida, diatabs, vicks 44, OBH,

dan multivitamin.

Penandaan Obat Bebas

Obat Bebas Terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat

keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli tanpa resep dokter, dan disertai

dengan tanda peringatan serta terbatas jumlah yang dapat diberikan untuk

suatu resep ataupun non resep. Tanda khusus pada kemasan dan etiket

obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi warna hitam.
26

Penandaan Obat Bebas Terbatas

Untuk obat bebas terbatas terdapat pula tanda peringatan P. No. 1

sampai dengan P. No. 6, dan penandaan pada etiket atau brosur terdapat

nama obat yang bersangkutan, daftar bahan khasiat serta jumlah yang

digunakan, nomor batch dan tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama

dan alamat produsen, petunjuk penggunaan (indikasi) dan cara pamakaian,

peringatan, serta kontraindikasi. Tanda peringatan pada kemasan dibuat

dengan dasar hitam dan tulisan berwarna putih. Peringatan ini digunakan

untuk perhatian terhadap penggunaan obat- obat yang merupakan obat

bebas terbatas, yang umunya merupakan obat dengan penggunaan khusus.

Penandaan pada obat bebas terbatas adalah sebagai berikut :


27

Contoh :

a. Peraturan No.1 :Komix dan OBH

b. Peraturan No.2 : Hexadol (Hexetidine) dan Betadine (Povidone

Iodine)

c. Peraturan No.3 : Insto (Tetrahydrozoline HCL) dan Kalpanax

(Miconazole nitrat)

d. Peraturan No.4 : Sigaret Astma

e. Peraturan No.5 : Bufacetin (Chloramphenicol) dan Bufacort

(Hydrocortisone)

f. Peraturan No.6 : Ambeven dan Anusol Suppositoria

Cara menentukan jenis obat yang dibutuhkan perlu diperhatikan (Satibi,

Rokhman M. R., 2016)

1. Gejala atau keluhan penyakit.

2. Kondisi khusus, missal: hamil, menyusui, bayi, lanjut usia,

diabetes mellitus dan lain-lain.

3. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat

tertentu.

4. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping,

dan interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat.

5. Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi

obat dengan obat yang sedang diminum.

6. Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap,

tanyakan kepada apoteker


28

Cara penggunaan obat:

1. Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus-menerus.

2. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau

brosur.

3. Apabila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak

diinginkan, hentikan penggunaan dan tanyakan kepada apoteker atau

dokter

4. Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit

sama.

5. Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap,

tanyakan kepada apote

6. ker, sebagai contoh, penggunaan obat untuk kerja diplasma (long

acting) harus ditelan seluruhnya. Tidak dipecah atau dikunyah.

2. Pelayanan OWA (Obat Wajib Apotek)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 47/MenKes/SK/

VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, obat wajib apotek (OWA) yaitu

obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotek

tanpa resep dokter. Apoteker di Apotek yang melayani pasien yang

memerlukan obat OWA diwajibkan untuk:

a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang

disebutkan dalam Obat Wajib Apotik yang bersangkutan.

b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.


29

c. Memberi informasi meliputi dosis dan aturan pakainya,

kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan

oleh pasien.

Obat wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh

Apoteker kepada pasien di Apotik tanpa resep dokter. Obat wajib apotik

dalam pemberian nanti harus dicatat terkat data pasien dan penyakit yang

diderita oleh Apoteker. Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993,

kriteria obat yang dapat diserahkan :

a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak

di bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.

b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko

pada kelanjutan penyakit.

c. Penggunaan tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan.

d. Obat dimaksud memiliki rasio keamanan yang dapat

dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 47/MenKes/SK/

VII/1999 tentang Obat Wajib Apotek, obat wajib apotek (OWA) yaitu obat

keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa

resep dokter. Apoteker di Apotek yang melayani pasien yang memerlukan

obat OWA diwajibkan untuk:

a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang

diperlukan dalam OWA yang bersangkutan.


30

b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.

c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya,

kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh

pasien.

3. Pelayanan Obat Keras

Obat-obat keras yaitu obat-obatan yang tidak digunakan untuk

keperluan teknik, yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan,

membaguskan, mendesinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam

bungkusan maupun tidak, yang ditetapkan oleh Secretaris Van Staat,

Hoofd van het Departement van Gesondheid (UU No. 419 Tahun 1949)

Logo Obat Keras

4. Pelayanan Narkotika

Apotek hanya melayani pembelian narkotika berdasarkan resep

dokter sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan No. 336/E/SE/77 antara lain dinyatakan :


31

a. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat (2) UU No. 9 tahun 1976 tentang

Narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung

narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum

dilayani sama sekali.

b. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani

sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep

tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep

aslinya.

c. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh

dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah

tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika.

Logo Obat Narkotika

Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Undang-Undang No.

35 tahun 2009) :

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan

dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, ganja.

b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan,

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta


32

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:

morfin, petidin, normetadona, metadona.

c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan

dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Contoh: kodein, norkodeina, etilmorfina.

5. Pelayanan Psikotropika

Psikotropika adalah sebagai zat atau obat, baik alamiah maupun

sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh

selektif pada sususnan saraf pusat yang menyebabkan penurunan khas

pada khasiat mental dan perilaku. Simbolnya menunjukkan tanda khusus

pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan

garis tepi berwarna hitam.

Logo Obat Psikotropika

Psikotropika berdasarkan sifat ketergantungannya dibedakan menjadi :

a. Golongan I : Merupakan psikotropika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Contoh: DMA, MDMA, Meskalin.


33

b. Golongan II : Merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan,

serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Contoh : Amfetamin, Metakualon, Sekobarbital.

c. Golongan III: Merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan /atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Contoh: Pentobarbital, Siklobarbital dan Amobarbital.

d. Golongan IV: Merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Contoh: Alprazolam, Diazepam, Clobazam,

Lorazepam (Permenkes RI, No 3 Tahun 2017).

6. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek

penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.

Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan

metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,

efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek

samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia


34

dari Obat dan lain-lain. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek

meliputi: (Satibi, 2016).

a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan

b. Membuat dan menyebar buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan

masyarakan (penyuluhan)

c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien

d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa

farmasi yang sedang praktik profesi

e. Melakukan penelitian penggunaan Obat

f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah

g. Melakukan program jaminan mutu.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan

Informasi Obat :

a. Topik Pertanyaan

b. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan

c. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon)

d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti

riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data

laboratorium)

e. Uraian pertanyaan

f. fJawaban pertanyaan

g. Referensi

h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data


35

Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.

7. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran

dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan

Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali

konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat

kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health

Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau

keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan. Kriteria

pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling : (Satibi, 2016).

a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati

dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).

b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB,

DM, AIDS, epilepsi).

c. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus

(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).

d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit

(digoksin, fenitoin, teofilin).

e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk

indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk

pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat

disembuhkan dengan satu jenis Obat.


36

f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling yaitu sebagai berikut :

a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three

Prime Questions, yaitu :

- Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?

- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?

- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan

setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?

c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada

pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat

d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan Obat

e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan

pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan

dalam konseling.

Ruang konseling berdasarkan permenkes 73 tahun 2016 yaitu

sekurang- kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari

buku, buku- buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku

catatan konseling, dan formulir catatan pengobatan pasien.

a. Ruang atau tempat konseling

Untuk melaksanakan kegiatan konseling yang efektif


37

sebaiknya konseling tidak dilakukan hanya di counter pada saat

penyerahan obat tetapi di ruang khusus untuk konseling. Ruang yang

disediakan untuk konseling sebaiknya memenuhi kriteria sebagai

berikut :

1. Tertutup dan tidak banyak orang keluar masuk sehingga privasi

pasien terjaga dan pasien lebih leluasa menanyakan segala sesuatu

tentang pengobatan.

2. Tersedia meja dan kursi yang cukup untuk konselor klien (pasien).

3. Mempunyai penerangan yang cukup dan sirkulasi udara yang bagus.

4. Letak ruang konseling tidak terlalu jauh dari tempat pengambilan

obat (apotik).

5. Jika jumlah pasien banyak dan mempunyai beberapa tenaga apoteker

sebagai konselor sebaiknya ruang konseling lebih dari satu.

b. Alat bantu konseling

Alat bantu yang digunakan terdiri dari perlengkapan yang

diperlukan oleh apoteker sebagai konselor dalam melakukan konseling

maupun alat bantu yang diberikan kepada pasien. Perlengkapan

apoteker dalam melaksanakan konseling :

1. Panduan konseling, berisi daftar (check list) untuk

mengingatkan apoteker point-point konseling yang penting.

2. Kartu pasien, berisi identitas pasien dan catatan kunjungan pasien.

3. Literatur pendukung.

4. Brosur tentang obat-obat tertentu, memberikan kesempatan


38

kepada pasien untuk membaca lagi jika lupa.

5. Alat peraga, dapat menggunakan audiovisual, gambar-gambar,

poster maupun sediaan yang berisi plasebo.

6. Alat komunikasi untuk mengingatkan pasien untuk

mendapatkan lanjutan pengobatan.

F. Perpajakan Apotek

Adapun macam-macam pajak yang harus disetorkan ke kas Negara yaitu :


1. Pajak yang dipungut oleh pusat

a. PPn (Pajak Pertambahan Nilai)

PPn merupakan pajak tidak langsung dimana pajak terhutang dihitung

atas pertambahan nilai yang ada. Dalam metode ini, PPN dihitung dari

selisih pajak pengeluaran dan pajak pemasukan. Pajak pertambahan nilai

dikenakan pada saat pembelian obat dari PBF sebesar 11%. Setiap

transaksi PBF menyerahkan faktur pajak kepada apotek sebagai bukti

bahwa apotek telah membayar PPn (Satibi, 2016).

2. PPh (Pajak Penghasilan)

a. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21

Definisi PPh 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan

dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk

apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam

negeri. Peraturan direktur jendral pajak Nomor PER-16/PJ/2016 (PER


39

16/2020) mendefinisikan Pph pasal 21 sebagai pajak atas penghasilan

berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan

nama dan dalam bentuk apapun (Satibi, 2016).

b. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23

PPh pasal 23 mengatur pajak bagi apotek yang berbentuk badan bisnis.

yaitu mengatur pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan

berupa deviden, bunga royalti, sewa, hadiah, penghargaan, dan imbalan

jasa tertentu. Tarif pajak penghasilan yang bersifat final besarnya 0,5 %

dari keuntungan yang dibagikan (Satibi, 2016).

c. Pajak penghasilan (PPh) pasal 25

PPh pasal 25 adalah pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan

sebesar 1/12 dari pajak keuntungan bersih tahun sebelumnya, angsuran

pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri dari pajak keuntungan

bersih tahun sebelumnya (dihitung berdasarkan neraca rugi-laba

sehingga dapat diketahui sisa hasil bisnis/SHU atau keuntungan). PPh

pasal 25 ini dibayarkan dalam bentuk SPT Masa dan SSP setiap bulan

(Satibi, 2016).

d. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 28

Apabila jumlah pajak terutang lebih kecil daripada jumlah kredit pajak

maka setelahdilakukan pemeriksaan kelebihan pembayaran pajak

dikembalikan dengan PPh pasal 28 (Satibi, 2016).

e. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 29

Apabila jumlah pajak terutang untuk 1 tahun pajak lebih besar dari
40

jumlah kredit maka harus dilunasi sesuai dengan PPh pasal 29 (Satibi,

2016).

f. PBB (pajak bumi dan bangunan)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak atas tanah dan bangunan

apotek, besarnya pajak ditentukan oleh luas tanah dan bangunan apotek

(Satibi, 2016).

3. Pajak yang dipungut oleh daerah seperti :

a. Pajak kendaraan roda empat/dua

Pajak barang inventaris dikenakan terhadap kendaraan bermotor milik

apotek.

b. Pajak reklame

Pajak reklame adalah pajak yang dibebankan pada apotek yang

memasang reklame. Besar pajak reklame tergantung jenis papan

reklame, ukuran, jumlah iklan, dan wilayah pemasangan reklame. Bila

iklan apotek < 25% dari reklame pabrik, Apotek tidak dibebani

membayar pajak reklame Pajak ini dibayarkan satu tahun sekali.


41
BAB III

KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN

A. Profil Apotek Al Azhar

1. Sejarah Apotek Al Azhar

Apotek Al-Azhar adalah salah satu apotek mandiri yang beralamat di

Jl. Batua Raya No. 20 C, Kec. Panakukang, Kota Makassar dan terletak di

lokasi strategis mudah diakses karena berada di pinggir jalan raya, cukup

ramai dan banyak dilalui oleh kendaraan pribadi maupun umum. Sehingga

Apotek al-Azhar mudah dijangkau dan memiliki banyak pelanggan tetap

baik didalam maupun diluar kota. Kemudahan akses menuju apotek

merupakan factor penting dalam meningkatkan kualitas mutu pelayanan

apotek.

Apotek Al-Azhar didirikan pada bulan agustus 2005 dengan nama

awal Toko Obat Al-Azhar, kemudian pada bulan agustus tahun 2007

berubah nama menjadi Apotek Al-Azhar. Apotek Al-Azhar awalnya hanya

memiliki satu orang karyawan yang memiliki tugas sebagai asisten dan

juga kasir, hingga saat ini memiliki 3 orang tenaga teknis kefarmasian, 1

orang kasir, 1 orang apoteker penanggung jawab dan 1 orang tenaga teknis

kefarmasian. Pada tahun 2011, Apotek Al-Azhar membuka cabang

pertama yang terletak di Jl. Ir. Sutami, Makassar, Sulawesi Selatan dan

dilanjutkan dengan pembukaan cabang kedua pada tahun 2014 terletak di

Jl. Tamangapa Raya No. 48-29, Bangkala, kec. Manggala Makassar,

Sulawesi Selatan.

41
43

2. Visi dan Misi Apotek Al Azhar

a. Visi Apotek Al Azhar

Menjadi apotek yang unggul dalam layanan dan kinerja.

b. Misi Apotek Al Azhar

1. Memberikan pelayanan kefarmasian yang optimal dan ramah

kepada kalangan masyarakat.

2. Menyediakan sediaan farmasi yang mempunyai izin edar, bermutu.

aman dan terjangkau.

3. Melakukan pelayanan informasi dan kosultasi obat dan kesehatan

kepada masyarakat.

3. Struktur Organisasi Apotek Al Azhar

a. Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA) : 1 orang

b. Tenaga Teknis Kefarmasian : 1 Orang

c. Kasir : 1 Orang

d. Sales Promotion Girls (SPG) : 4 Orang

Tugas dan tanggung jawab dari setiap bagian yaitu :

1) Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA)

a. Focus pada pengembangan dan kemajuan apotek langsung kepada

Pemilik Sarana Apotek (PSA).

b. Melakukan pengawasan dan pengendalian Standart Operational

Procedure (SOP) dan program dari masing-masing fungsi kegiatan

apotek.
44

c. Mengatur, mengelola segala kegiatan pelayanan kefarmasian baik

kegiatan operasional dan managerial (kegiatan pelayanan

kefarmasian dalam jumlah besar harus sesuai ketentuan perundang-

undangan yang berlaku).

d. Mengevaluasi laporan-laporan precursor farmasi dan obat generic

yang akan dikirim setiap bulan.

e. Memberikan pelayanan informasi obat kepada konsumen.

f. Memberi komunikasi, informasi, dan edukasi kepada pasien dalam

penggunaan obat (pengobatan swamedikasi maupun pelayanan

resep).

2) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)

a. TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian) bertanggung jawab langsung

kepada APA (Apoteker Penanggung jawab Apotek).

b. Membantu Apoteker dalam melaksankan kegiatan kefarmasian,

seperti perencanaan, pembelian, penyimpanan, penjualan obat,

pelayanan resep. dan peracikan obat

c. Melaksanakan pelayanan kefarmasian, mulai dari menerima resep.

memberi harga, membuat etiket, memeriksa dan melakukan validasi

resep serta menyerahkan obat kepada pasien.

d. Menerima resep dan memeriksa keabsahan dan kelengkapan resep

sesuai dengan peraturan kefarmasian

e. Memeriksa ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya

berdasarkan resep yang diterima.


45

f. Melakukan pencatatan data pembelian ke dalam computer,

melakukan penerimaan barang, mencatatnya kedalam kartu stok

masing-masing dan menyimpannya dalam tempat yang sesuai.

g. Melakukan pencatatan barang yang telah dikeluarkan dalam kartu

stok dan mencatat barang yang persediaannya tinggal sedikit atau

habis ke dalam buku defecta.

3) Tugas non tenaga kefarmasian (SPG dan Kasir)

a. Melayani pembelian obat bebas.

b. Menjaga kebersihan, keamanan dan kenyamanan pasien yang

berbelanja di apotek serta melayani jasa mengantar obat kerumah

pasien.

Apotek Al-Azhar memberikan pelayanan kesehatan setiap hari

termasuk hari libur. Pelayanan dibagi menjadi 2 jam kerja/shift, yaitu:

Shift pagi, dimulai pukul 08.00 hingga pukul 15.00 WITA Shift siang,

dimulai pukul 15.00 hingga 23.00 WITA.

4. Perpajakan Apotek Al Azhar

Apotek Al-Azhar Sebagai penyedia atau penyalur perbekalan farmasi

atau obat-obatan, apotek Al-Azhar juga menjalani fungsi sebagai tempat

harus membayar Perolehan perpajakan apotek Al-Azhar antara lain :

1) Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana undang-undang perpajakan

menyebutkan bahwa PPh 11 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,

upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan

dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa


46

dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam

negeri.

2) Pajak final pada apotek Al-Azhar termasuk kategori UMKM yakni

pajak yang dikeluarkan adalah 0.5% dari omset pendapatan

kotor/bruto. Dibayarkan tiap bulan, maksimal tgl 15 bulan berikutnya.

Tidak dikenakan pinalti jika pembayaran melewati tanggal yang

ditentukan hanya sering masuk notifikasi pengingat pembayaran pajak

di email PSA.

3) Cara pembayaran pajak Apotek Al-Azhar bisa Acces di

DJPonline.pajak.go.id. Sebelumnya Pemilik Sarana Apotek harus

melaporkan dan mendaftarkan diri di kantor pajak untuk memiliki

akun usaha sendiri sehingga mudah untuk mengakses pajak secara

online. Pada login DJPonline.pajak.go.id. menggunakan no. npwp lalu

ikuti alurnya, cetak kode billing dan pembayaran bisa transfer

langsung.

B. Kegiatan PKPA

1. Pengkajian Resep dan Peracikan

Pengkajian resep merupakan kegiatan dalam pelayanan kefarmasian

yang dimulai dari pemeriksaan persyaratan administrasi, persyaratan

farmaseutika dan persyaratan klinis. Pengkajian resep dilakukan dengan

tujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan pencantuman informasi,

penulisan resep yang buruk dan penulisan resep yang tidak tepat. Dampak

dari kesalahan tersebut sangat beragam, mulai yang tidak memberi resiko
47

sama sekali hingga terjadinya kecacatan atau bahkan kematian. Jika

ditemukan ketidaksesuaian dari hasil pengkajian resep, maka apoteker

harus menghubungi dokter penulis resep.

2. Penyerahan Obat dan Konseling

a) Penyerahan Obat

Adapun alur penyerahan obat di Apotek Al Azhar adalah sebagai

berikut :

1. Tenaga teknis kefarmasian akan memeriksa ketersediaan obat

dalam persediaan. Bila obat yang dibutuhkan tersedia, selanjutnya

dilakukan pemberian harga dan diberitahukan kepada pasien.

Setelah pasien setuju segera dilakukan pembayaran atas obat.

2. Guna memperkecil kesalahan dalam pelayanan resep maka

dilakukan proses pemeriksaan obat oleh Apoteker/ tenaga teknis

kefarmasian sebelum diserahkan kepada pasien. Pengecekan ini

dilakukan lebih dari 1 orang bertujuan untuk menghilangkan

kesalahan dalam penyerahan obat. Pemeriksaan tersebut meliputi

pemeriksaan terhadap nama obat, jumlah obat, penandaan etiket,

permintaan salinan resep dan kwitansi sehingga pasien menerima

obat sesuai dengan yang diresepkan baik jenis, sediaan, jumlah,

maupun aturan penggunaannya.

3. Penyerahan obat oleh Apoteker atau tenaga tehnik kefarmasian

bersamaan dengan pemberian informasi obat, aturan pakai, waktu

minum, durasi, efek samping, interaksi obat dan waktu


48

penyimpanan obat agar penggunaan obat oleh pasien digunakan

secara benar sesuai dengan terapi yang diharapkan.

b) Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,

kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam

penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

untuk mengawali konseling, apoteker menggunakan three prime

questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu

dilanjutkan dengan metode health belief model. Apoteker harus

melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah

memahami obat yang digunakan. Kriteria pasien yang diberi konseling

adalah pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri), pasien dengan terapi

jangka panjan (TB, DM, AIDS, epilepsi), pasien yang menggunakan

obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan

tappering down/off), pasien yang menggunakan obat dengan indeks

terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin, pasien dengan polifarmasi,

pasien dengan tingkat kepatuhan renda (Permenkes No. 73, 2016).

Dalam pelayanan konseling di Apotek Al Azhar yang menerima

terapi beberapa obat serta untuk penyakit kronis umumnya. Dalam

pelaksanaan konseling dilakukan sesuai prosedur di dalam aturan

perundang-undangan atas permintaan ataupun kesedian pasien.

Dimana yang pertama kami lakukan adalah menjelaskan mengenai


49

fungsi konseling, kemudian bertanya kepada pasien apakah punya

waktu untuk diberi konseling atau tidak, lalu diberi three prime

question (apa yang disampaikan dokter mengenai obat anda, apa yang

disampaikan dokter mengenai cara penggunaan obat anda serta apa

harapan dokter setelah anda menggunakan obat tersebut).

Selanjutnya kami sampaikan kepada pasien terkait obatnya dari

nama, dosis, aturan pakai, efek samping, hal-hal yang perlu dihindari,

edukasi kepada pasien dengan pemberian saran terapi non farmakologi

dan penjelasan kapan pasien harus kembali ke dokter. Kemudian

setelah itu, diverifikasi ulang kejelasan pasien atas informasi dalam

proses konseling yang dilakukan.

3. Pelayanan OWA, OTC, Alkes dan Obat Herbal

a) Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA)

Obat Wajib Apotek (OWA) pada dasarnya adalah obat keras

yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien tanpa resep. OWA

bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap obat. Obat

Wajib Apotek pada dasarnya obat keras jadi yang menyerahkan harus

apoteker, hanya item obat tertentu dan ada ketentuan tertentu yang

harus diikuti apoteker. Ketentuan ini adalah untuk menjamin dari sisi

keamanan (safety) bagi pasien dan agar pasien mendapatkan manfaat

(benefit, efficacy).

Penyerahan OWA oleh apoteker kepada pasien harus memenuhi

ketentuan :
50

1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap OWA (misal kekuatan,

maksimal jumlah obat yang diserahkan, dan pasien sudah pernah

menggunakannya dengan resep).

2. Membuat catatan informasi pasien dan obat yang diserahkan.

3. Memberikan informasi kepada pasien agar aman digunakan

(misal dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping

dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien).

Obat Wajib Apotek (OWA) di Apotek Al Azhar ditempatkan di

tempat khusus penyimpanan OWA dan golongan obat generik. Obat

Wajib Apotek yang terdapat di Apotek Al Azhar antara lain

kontrasepsi oral (Planotab, Pil KB Andalan, Andalan Post Pil, Pil KB

Andalan FE, Pil KB Andalan Laktasi, diane 35, Postinor, Microgynon,

Mikrodiol 30, Cyclo Progynova, Dubbaston, Trinordiol-28,

dropirenone, Primolut-N), obat saluran cerna (Metoklopramid,

Bisacodyl), obat saluran napas (Acetylsistein, Bromhexin,

Salbutamol), obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular

(Metamizole, Asam Mefenamat), obat kulit topikal (Betamethasone,

Betason, Kloramfenikol, Gentamisin, Desoksimetasone).

Obat Wajib Apotek no.2 yang terdapat di Apotek Al Azhar

antara lain: Albendazole, Combantrin tablet, Mediclin,

Dexamethasone, Dexa- M, Molacort, Diclofenak, Methylprednisolon,

Ibuprofen, Ketoconazole, Prednisone, Piroxicam, Omeprazole.


51

b) Pelayanan OTC

Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter.

Obat bebas dikenal juga dengan sebutan obat OTC (Over The

Counter), terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas. Ini

merupakan tanda obat yang paling "aman". Obat bebas yaitu obat yang

bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di warung, tanpa resep dokter,

ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat bebas ini

digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan. OTC yang

terdapat di Apotek Al Azhar antara lain : Livron, Enervon C, Renovit,

Becom C, Becomzet, Supravit, Pharmaton, Fatigon, Fatigon Active,

Caviplex, Imboost, Tonikum Bayer, Elkana, Ever E, CDR, Neurobion,

Neurodex, Vitalong C, Holisticare Ester C dan Selkom C.

c) Pelayanan Alat Kesahatan

Alat kesehatan di Apotek Al Azhar diletakkan dilemari

penyimpanan bagian belakang yang terdiri dari catether IV,

disposable 1 ml, 3 ml, 5 ml, 10 ml, dan 20ml, Popok Bersalin, Popok

Bayi, dot bayi dan puting dot, Tensione Elektrik, Nesco Multicheck,

Stetoskop onemed, storage bag asi, handscoon, pompa Asi, Infus set

dewasa dan anak, perban, kasa dan kotak P3K.

d) Pelayanan Obat Herbal

Obat herbal atau obat tradisional seringkali menjadi alternatif

pilihan pembeli karena relatif aman, minim efek samping, walaupun


52

dengan harga yang sedikit lebih mahal jika dibandingkan dengan obat-

obat generik.

Pelayanan obat herbal di Apotek biasanya dilakukan atas

permintaan sendiri dari pembeli atau rekomendasi dari Sales

Promotion Girls (SPG) produk Obat Herbal yang bekerjasama dengan

apotek. Beberapa obat herbal yang tersedia di apotek Al Azhar yaitu

habbatussauda, madu Tj murni dan original, madu hitam Assyifa, kapsul

kejibeling, the bunga mahkota dewa dan propolis. Pembeli yang

membeli obat herbal di Apotek Al Azhar selalu diberikan informasi

mengenai manfaat, kandungan obat, cara penggunaan, serta efek

samping yang mungkin saja dapat terjadi jika penggunaannya

bersamaan dengan obat sintetis. Juga perlu diinformasikan mengenai

efek yang mungkin bisa lebih lambat jika dibandingkan dengan obat

sintetsis.

4. Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat

(MESO), Pelayanan Informasi Obat (PIO)

a) Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan terapi obat merupakan suatu proses yang

memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang

efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping dengan langkah-langkah kegiatan yang

meliputi memilh pasien yang memenuhi kriteria, mengambil data yang

dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat


53

penyakit, hasil pemeriksaan laboratorium, riwayat penggunaan obat

dan riwayat alergi melalui wawancara dengan pasien atau keluarga

pasien atau tenaga kesehatan lain melakukan identifikasi masalah

terkait obat antara lain adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian

obat tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu

tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak

diinginkan atau terjadinya interaksi obat serta apoteker menentukan

prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah

masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi (Permenkes No.

73, 2016).

Kriteria pasien yang dapat diberi PTO adalah anak-anak dan

lanjut usia, ibu hamil dan menyusui, pasien yang menerima obat lebih

dari 5 (lima) jenis, adanya multidiagnosis, pasien dengan gangguan

fungsi ginjal atau hati, pasien yang menerima obat dengan indeks

terapi sempit serta pasien yang menerima obat yang sering diketahui

menyebabkan reaksi obat yang merugikan (Permenkes No. 73, 2016).

Pada Kegiatan pemantauan terapi obat di apotek Al Azhar sudah

dilakukan. Namun tidak semua pasien mendapat perlakuan yang sama,

hanya terhadap beberapa pasien yang dating dengan pengobatan dan

kondisi penyakit tertentu saja yang diberikan edukasi terkait terapi

pengobatannya. Awalnya petugas Apotek Al Azhar mewawancarai

pasien terkait kondisi pasien setelah menjalani pengobatan (apakah

terapi pasien telah sesuai dalam mendapatkan pengobatan yang tepat


54

dan maksimal ataukah sebaliknya). Jika yang dirasakan pasien adalah

bertambah sakit maka terapi dikatakan gagal (bisa saja pasien tidak

patuh dalam mengkonsumsi obat dan adanya ketidaksesuaian dalam

asuhan pola hidup). Dari hasil pemantauan, selanjutnya diberikan

edukasi kepada pasien, terhadap kesalahan atau masalah dalam

pengobatannya, serta motivasi untuk sembuh dari penyakit agar tujuan

terapi dapat tercapai.

b) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan

setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan

yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk

tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi

fisiologis. Kegiatan yang dilakukan dalam monitoring efek samping

obat mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi

mengalami efek samping obat, mengisi formulir monitoring efek

samping obat (MESO), serta melaporkan ke pusat monitoring efek

samping obat nasional (Permenkes No. 73, 2016).

Dalam kegiatan monitoring efek samping obat di Apotek Al

Azhar sudah dilakukan, namun tidak semua pasien mendapat

perlakuan yang sama, hanya terhadap beberapa pasien yang datang

dengan pengobatan dan kondisi penyakit tertentu saja yang diberikan

edukasi terkait efek samoing obat yang dikonsumsinya serta motivasi

dan solusi dalam mengatasi gejala yang akan timbul nantinya. Hal ini
55

dikarenakan terbatasnya pegawai dari Apotek Al Azhar sehingga

pelayanan monitoring efek samping obat masih terbatas.

c) Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan

oleh seorang apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang

tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik

dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain,

pasien atau masyarakat. informasi mengenai obat termasuk obat resep,

obat bebas dan herbal (Permenkes No. 73, 2016)

Dalam pelayanan resep di Apotek Al Azhar dilakukan pemberian

informasi obat meliputi dosis, bentuk sediaan, waktu penggunaan obat,

rute pemberian, efek samping, serta penyimpanan obat yang tepat.

Umumnya yang sering diberikan informasi terkait obatnya adalah

pasien baru, pasien lansi, pasien yang ingin tau informasi obatnya dan

pasien yang kurang mengerti dengan aturan pakai obatnya. Untuk

beberapa kondisi seperti pemakaian antibiotik diwajibkan untuk selalu

dipantau penggunaannya harus tepat dosis, tepat aturan pakai, tepat

pengobatan penyakit. Untuk penyimpanan obat khusus seperti

Ventolin injeksi, neurosanbe injeksi atau suppositoria disimpan di

dalam kulkas. Untuk sediaan tetes mata dan salep mata Beyound Use

Date hanya 1 bulan setelah segel dibuka.


56

5. Perencanaan, Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan, Pemusnahan,

Pengendalian

a) Perencanaan

Apotek Al Azhar melakukan perencanaan barang menggunakan

metode konsumsi dengan cara melihat kebutuhan pasien yang

terbanyak dan pola penyakit tertinggi. Berdasarkan hal ini, pegawai

Apotek Al Azhar langsung mengisi buku defecta (buku perencanaan

obat yang telah disediakan) sebelum pemesanan ke distribusi

dilakukan cross check ulang untuk mengurangi kesalahan pengorderan

dan mengatasi kelebihan stok yang tidak terlihat. Apotek Al Azhar

tidak melayani penjualan obat narkotik dan psikotropika sehingga

tidak ada pengordera atau perencanaan obat tersebut ke PBF. Setelah

perencanaan dilakukan selanjutnya pengadaan arang.

b) Pengadaan

Apotek Al Azhar melakukan pengadaan terhadap distribusi yang

telah mempunyai ikatan kerjasam sehingga masuknya obat palsu dapat

dicegah, serta sudah terjalin sistem kepercayaan yang baik antara

distribusi dengan apotek. Apotek Al Azhar melakukan pengadaan

dengan cara manual yaitu menghubungi langsung distribusi dan

dengan cara menggunakan electronik order dari aplikasi yang telah

terhubung langsung dengan masing-masing distribusi. Untuk

pengadaan barang dengan sistem konsinyasi yakni dengan cara

menitipkan produk dari perusahaan kepada apotek, kemudiaan setiap


57

bulannya dilakukan pengecekan dari pihak perusahaan untuk

mengetahui jumlah produk yang terjual. Barang konsinyasi ini apabila

tidak laku, maka dapat di retur (dikembalikan) dan yang difakturkan

hanya barang yang terjual saja, biasanya barang konsinyasi ini seperti

produk atau obat-obat baru, barang promosi dan alat kesehatan.

c) Penerimaan

Apotek Al Azhar sangat berhati-hati dalam menerima obat yang

telah dipesan dari distribusi. Pegawai harus memperhatikan kesesuaian

faktur dan barang ang datang (indikasi order pada surat pesanan).

Adapun pengecekan faktur yang harus dilakukan pada saat barang tiba

di apotek yaitu sebagai berikut :

1. Nama perusahaan atau identitas penjual, bagian ini meliputi nama,

logo dan alamat perusahaan. Jika memungkinan nomor telepon

yang bisa dihubungi juga bisa di masukkan.

2. Nama konsumen atau pembeli yang bertransaksi lengkap dengan

alamatnya

3. Nomor seri atau nomor transaksi

4. Tanggal faktur

5. Detail transaksi (nama obat, qty, exp. date, nomor batch)

6. Nominal yang dibayar, diskon yang dimasukkan serta nominal yang

mencakup sub total dan PPN yang harus dibayar oleh apotek.
58

d) Penyimpanan

Penyimpanan obat-obat di Apotek Al Azhar diurutkan

berdasarkan kelompok tertentu seperti obat-obat generik, obat

bermerekdagang yang disusun secara farmakologis (nafas, vitamin,

NSAID), antibiotik, kolesterol, antihipertensi, saluran cerna,

antidiabetes dan jantung), obat golongan prekursor, obat-obat herbal,

obat yang disusun berdasarkan bentuk sediaan (sediaan padat, sediaan

injeksi, sediaan cair, obat tetes oral, mata, hidung, telinga dan inhaler),

serta obat-obat yang stabilitasnya dipengaruhi suhu dan udara sehingga

harus disimpan di dalam lemari es (suppositoria, ovula, insulin dan

sebagainya).

Semua kelompok obat tersebut disusun secara alfabetis untuk

mempermudah pencarian. Namun ada yang perlu diwaspadai terlebih

obat-obat LASA (Look Alike Sound Alika), obat-obat ini harus

dipisahkan dan diberikan penandaan agar tidak terkecoh dan keliru.

Untuk obat-obat bebas disusun di couner swalayan berdasarkan khasiat

secara alfabetis. Selain itu juga terdapat tempat khusus untuk

penyimpanan alat-alat kesehatan.

Setiap obat yang baru masuk disusun kebelakang agar terakhir

keluarnya, jadi yang sudah lama terdisplay harus dijual lebih dahulu

daripada barang yag baru masuk (FIFO) dan setiap obat yang

mendekati expired dekat ditempatkan terdepan agar mudah terambil

dan mengurangi stok expired date (FEFO). Pada saat mendisplay brang
59

tidak boleh menyusunnya secara bertumpuk atau berlebih dan tetap

memperhatikan tampilan barang, jangan sampai ada yang lowong atau

terlihat kosong karena kondisi kerapihan penyimpanan dan

penyusunan barang mempengaruhi minat belanja pasien.

e) Pemusnahan

Apotek Al Azhar belum pernah melakukan pemusnahan obat

secara mandiri. Apotek Al Azhar berupaya menerapkan SOP

semaksimal mungkin mulai dari proses perencanaan hingga

pendistribusian obat untuk mencegah munculnya brang-barang yang

masuk dalam kategori pemusnahan dan menghindari seminimal

mungkin terjadinya kerugian apotek. Adapun beberapa obat yang telah

masuk kategori rusak dan expired maka apoteker Al Azhar membuat

daftar list nama barang beserta jumlahnya kemudian dikelompokkan

berdasarkan jenis sediaannya dan ditempatkan ditempat yang khusus

serta diberi penandaan/label tulisan “EXP” agar tidak tercampur

dengan barang atau obat yang baru.

f) Pengendalian

Dalam melaksanakan pengendalian persediaan apotek Al Azhar

melakukannya dengan cara :

1. Pengendalian harian dilakukan dengan uji petik

Tujuannya dengan melihat selisih antara data fisik dengan

data komputer. Jika terdapat selisih namun tidak dapat ditelusuri

penyebab selisih tersebut maka pengendalian dikatakan buruk.


60

Kegiatan uji petik dilakukan untuk meminimalisir kehilangan

barang dan sekaligus mengendalikan uji petik ini biasa dilakukan

pada saat akan dilakukan pengoreran di pagi hari atau kroscek ulang

stok barang yang masuk dalam pencatatan di buku defecta.

2. Stok opname

Stok opname adalah kegiatan pencocokan dan perhitungan

seluruh barang secara fisik yang disesaikan dengan data dari

komputer. Tujuan stok opname adalah untuk mengetahui kebenaran

data komputer dan fisik serta pengontrolan kesalahan dalam

administrasi pengadaan hingga distribusian. Serta Apotek Al Azhar

mampu menghitung berapa persen profit keuntungan dan kerugian

dalam kurung waktu tertentu, yang mana kegiatan ini merupakan

salah satu fungsi sistem pengendalian intern (SPI). Apotek Al Azhar

melakukan kegiatan stok opname ini tiap 1 tahun sekali diwaktu

sepi pengunjung (pasien).


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker di

Apotek Al Azhar adalah sebagai berikut :

1. Seorang Apoteker memiliki peran utama dalam pengelolaan apotek.

Apoteker pada suatu apotek tidak hanya sebagai penanggung jawab

dalam kegiatan kefarmasian melainkan juga berperan dalam manajemen

apotek sebagai suatu unit bisnis dalam menjamin kelangsungan apotek.

Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki peran yang penting dalam

pengelolaan apotek, dalam bidang manajerial, APA berperan dalam

menentukan kebijakan pengelolaan apotek serta melaksanakan fungsi

pengawasan dan pengendalian terhadap semua komponen yang ada di

apotek, mulai dari persediaan, prosedur standar operasional,

administrasi dan keuangan serta personalia. Selain itu, APA juga

bertanggung jawab dalam menjalankan fungsi sebagai profesional

kesehatan dengan menjamin penggunaan obat yang efektif, aman dan

rasional, melalui pemberian informasi obat maupun konseling,

mendukung peningkatan kualitas hidup pasien.

2. Adanya Tenaga Teknis Kefarmasian dalam suatu apotek mendukung

kelancaran pengelolaan apotek, membantu APA dalam menjalankan

apotek tersebut.

61
62

3. Proses kegiatan PKPA dapat memberikan bekal kepada calon apoteker

untuk memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman

praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek salah satunya

mengetahui tugas pokok apoteker dalam melaksanakan pekerjaan

kefarmasian di apotek.

4. Permasalahan pekerjaan kefarmasian di apotek dapat berupa perbedaan

stok barang di komputer dan stok fisik. Hal tersebut dapat disebabkan

kerana stok yang baru belum terentri di komputer dapat disebabkan oleh

kelalaian petugas yang lupa menginput proses penjualan obat/BMHP.

Namun semua masalah kefarmasian di apotek dapat terselesaikan

dengan kerjasama tim dan selalu melaksakan setiap kewajiban dan

tanggung jawab.

B. Saran

1. Perlunya pengisian form Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring

Efek Samping Obat (MESO), Pelayanan Informasi Obat (PIO) sebagai

salah satu bentuk pelayanan di apotek.

2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pengunjung terhadap pelayanan

yang diberikan perlu disediakan kotak saran, sebagai evaluasi mutu

pelayanan di apotek.

3. Peningkatan dalam ketersedian obat agar mengurangi penolakan dalam

resep dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Bodagenta, Aryo (2012). Manajemen Pengelolaan Apotek. Yogyakarta :


D-Medika Departemen Kesehatan RI No. 36 (2009), Tentang
Kesehatan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, (2006), “Pedoman Penggunaan Obat Babas
dan Bebas Terbatas, Direktorat Bina Farmasi dan Klinik Ditjen
Bina Kefarmasian dan Alkes”, Bakti Husada, Jakarta.

Ikatan Apoteker Indonesia, (2014). Standar Kompetensi Apoteker


Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Permenkes RI No. 889/Menkes/per/v/ (2011). Tentang Registrasi, Izin


Praktek Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta.
Permenkes RI No. 73 (2016), Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
Jakarta, Permenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35
(2014), Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Jakarta. 4-5.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 (2017) Tentang
Apotek, Jakarta. 9-10

Permenkes RI No.44 (2019). Perubahan Penggolongan Narkotika. Jakarta.


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 (2015) Tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi. Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 (2009).


tentang pekerjaan kefarmasian.Jakarta

Pasaribu, Juliana Sari. (2008). Laporan Praktek Kerja Farmasi


Komunitas/Apoteker di Apotek Kimia Farma Pematang Siantar. E-
repository. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Peraturan Kepada BPOM RI No.40 (2013) Tentang Pedoman Pengelolaan


Prekursor Farmasi dan Monitoring Obat Mengandung Prekursor
Farmasi. Jakarta

63
64

Susan, Fitria., Kristina, Ari, (2016), “Gambaran Pelaksanaan Konseling


Obat Tanpa Resep Di Apotek-Apotek Wilayah Kota Bantul”,
Prosiding Rakernas
Surya Rahayadu, (2016). Identifikasi Jenis Obat Berdasarkan Gambar
Logo Pada Kemasan Menggunakan Metode Naïve Bayes. Jurnal
Sisfo Vol 06 No.01 Hal 17- 32.
Satibi, M. Rifqi R, Hardika A, (2016), Manajemen Apotek, UGM Press:
Yokyakarta.
Umar, M., (2015), Manajemen Apotik Praktis, Wira Putra Kencana,
Jakarta.
65
LAMPIRAN
Gambar 3.
Struktur Organisasi Apotek Al- Azhar

Gambar 4.
Penerimaan di Apotek Al Azhar

Gambar 5.
Tempat Peyimpanan Sirup

66
67
68

Gambar 6.
Tempat Peyimpanan Obat Paten Tablet

Gambar 7.
Contoh Surat Pesanan di Apotek Al Azhar
69
70

Gambar 8.
Contoh Faktur dari PBF PT.BINAYA JAYA untuk Apotek Al Azhar

Gambar 9.
Contoh Surat Pesanan Obat-Obat Tertentu di Apotek Al Azhar
71

Gambar 10.
Contoh Surat Pesanan Prekursor di Apotek Al Azhar

Gambar 11.
Etiket
72
73

Gambar 12.
Copy Resep

Gambar 13.
Foto penginputan faktur
74

Gambar 14.
Penarikan Di Apotek Al Azhar

Anda mungkin juga menyukai