ASKEP Maternitas

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN GANGGUAN SYSTEM


REPRODUKSI : KISTA OVARIUM

Disusun oleh:

1. Hestin Ayu Lestari (202201006)


2. Sheryel Auradinda Herlambang (202201015)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

STIKES BANYUWANGI

T.A 2023/2024
LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah keperawatan maternitas dengan judul asuhan keperawatan dengan ibu


gangguan system reproduksi kista ovarium ini telah disetujui untuk dipresentasikan

Tanggal : ...................................

Oleh :

Pembimbing

Ns. Novita Surya Putri S. Kep., M. Kep

NIDN. 0725119003
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul asuhan keperawatan dengan ibu gangguan
system reproduksi kista ovarium

Kami berharap dengan adanya makalah penelitian ini, dapat menambah


wawasan dan pengetahuan para pembaca. Makalah penelitian ini membahas tentang
asuhan keperawatan dengan ibu gangguan system reproduksi kista ovarium. Makalah
penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen mata kuliah keperawatan maternitas. Dalam upaya penyelesaian makalah
ini penulis telah mengerjakan dengan maksimal.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini hingga selesai. Serta tidak lupa kami sampaikan bahwa
makalah penelitian ini jauh dari kata sempurna dan kami mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca yang bersifat membangun dan memperbaiki makalah ini.

Banyuwangi, 19 September 2023


Penyusun,

Semua Anggota Kelompok


DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak
menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan yang bisa dikatakan
adanya pertumbuhan sel-sel otot polos pada ovarium yang jinak. Walaupun demikian
tidak menutup kemungkinan untuk menjadi tumor ganas atau kanker. Perjalanan
penyakit ini sering disebut sillent killer atau secara diam diam menyebabkan banyak
wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah terserang kista ovarium dan hanya
mengetahui pada saat kista sudah dapat teraba dari luar atau membesar (Anggi, 2014).
Menurut The American Cancer Society bahwa pada tahun 2014, sekitar 21.980
kasus baru kanker ovarium akan didiagnosis dan 14.270 wanita akan meninggal karena
kanker ovarium di Amerika Serikat. Angka kejadian kista ovarium tertinggi ditemukan
pada negara maju, dengan rata-rata 10 per 100.000, kecuali di Jepang (6,5 per 100.000).
Insiden di Amerika Selatan (7,7 per 100.000) relatif tinggi bila dibandingkan dengan
angka kejadian di Asia dan Afrika (Anggi, 2014). Menurut (Fathimatuzahro, 2023)
kasus kista ovarium di Indonesia yang terjadi di tahun 2015 terdapat 23.400 jiwa
dengan kasus yang meninggal dunia 13.900 orang. Dari data survey demografi
Kesehatan Indonesia, kasus terjadinya kista ovarium di Indonesia meningkat hingga
37,2 % dan biasanya sering terjadi pada wanita subur berusia 20 – 40 tahun, atau pada
usia pubertas kurang dari 20 tahun yang sedikit terjadi. Berdasarkan data dari
Kemenkes RI diketahui bahwa penyakit Kista ovarium berada pada urutanke -4,
penyakit kista teranyak pada tahun 2010 dan 2011, dan pada tahun 2012 dan 2013
kanker ovarium turun pada urutan ke-5 penyakit kanker terbanyak. Pada tahun 2010
dan 2011 angka kejadian kasus baru sebanyak 113 dan 146 dengan angka kematian
sebanyak 22 dan 31, tahun 2016 dan 2018 angka kejadian kasus baru sebanyak 144 dan
134 dengan angka kematian sebanyak 27 dan 46 (Heddy et al., 2023).
Faktor pemicu terjadinya kista ovarium seperti mullipara, kelahiran anak pertama
pada usia lebih dari 35 tahun, perempuan dengan riwayat keluarga melahirkan berusia
kurang dari 25 tahun. Kista ovarium merupakan tumor jinak yang menimbulkan
benjolan abnormal di bagian bawah abdomen dan berisi cairan abnormal berupa udara,
nanah, dan cairan kental. Kista ovarium menimbulkan beragam manifestasi klinis pada
pasien. Manifestasi klinis yang terjadi dapat berupa ketidaknyamanan pada abdomen,
sulit buang air kecil, nyeri panggul, dan nyeri saat senggama serta gangguan menstruasi
(Wicaksana & Rachman, 2018).
Upaya yang dilakukan pasien setelah mengetahui bahwa pasien menderita
penyakit kista ovarium adalah meningkatkan kepercayaan diri pasien terutama kualitas
hidup perempuan sebagai penderitanya. Setelah pembedahan, pasien mengalami
kondisi lemah dan akan sulit melakukan aktivitas. Upaya perawat yang akan dilakukan
untuk memulihkan pasien pasca general anestesi yaitu mengajarkan mobilisasi dini
atau latihan fisik. Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, latihan nafas
dalam. Setelah pengangkatan kista ovarium pasien dapat mengkonsumsi obat anti
nyeri, pemeriksaan USG dilakuan secara berkala untuk memantau perkembangan kista
ovarium serta mematuhi pola makan sehat dan istirahat total sehingga mambantu
pemulihan pengangkatan kista ovariumnya (Siahaan, 2021).
1.2 Tujuan
1.1.2 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyunsun asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem reproduksi kista ovarium

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu menjelaskan anotomi fisiologi genetalia
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari gangguan sistem reproduksi
kista ovarium
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dari klasifikasi gangguan sistem reproduksi
kista ovarium
4. Mahasiswa mampu menjelaskan dari etiologi gangguan sistem reproduksi
kista ovarium
5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi gangguan sistem reproduksi
kista ovarium
6. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko dari gangguan sistem
reproduksi kista ovarium
7. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala klinis dari gangguan sistem
reproduksi kista ovarium
8. Mahasiswa mampu menjelasan penatalaksanaan dari gangguan sistem
reproduksi kista ovarium
9. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi gangguan sistem reproduksi
kista ovarium

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat praktik

Makalah ini diharapkan memberikan pengetahuan dan menambah


wawasan terkait dengan asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan
sistem reproduksi kista ovarium

1.3.2 Manfaat teoritis

Makalah ini menjelaskan bahwa betapa pentingnya kita mengetahui


apa itu asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi
kista ovarium

1.4 Sistematika Penulisan


BAB 1 Pendahuluan

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 3 Kasus

BAB 4 Penutup

Daftar Pustaka

Lembar Konsultasi
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Genetalia


Sistem reproduksi wanita merupakan suatu sistem yang sudah sejak lahir dimiliki
oleh wanita, namun alat reproduksi wanita akan berfungsi sepenuhnya saat seorang
wanita memasuki masa pubertas. Alat reproduksi wanita terdiri dari genitalia internal
dan genitalia external (Ningsih, 2016).

a. Genitalia External (Alat Kelamin Bagian Luar)

Genitalia external secara kesatuan disebut vulva atau pudensum. Secara anatomis
genitalia external terdiri dari:

1. Mons Veneris
Mons veneris adalah bagian yang sedikit menonjol dan bagian yang menutupi
tulang kemaluan (simfisis pubis)
2. Labia Mayora (bibir besar kemaluan)
Labia mayora merupakan bagian lanjutan dari mons veneris yang berbentuk
lonjok, menuju ke bawah dan bersatu membentuk perineum.
3. Labia Minora (bibir kecil kemaluan)
Labia minora merupakan organ berbentuk lipatan yang terdapat di dalam labia
mayora. Genitalia Internal (Alat Kelamin Bagian Dalam)
4. Klitoris
Klitoris adalah organ bersifat erektil yang sangat sensitif terhadap rangsangan
saat hubungan seksual.
5. Vestibulum
Vestibulum adalah rongga pada kemaluan yang dibatasi oleh labia minora pada
sisi kiri dan kanan, dibatasi oleh klitoris pada bagian atas dan dibatasi oleh
pertemuan dua labia minora pada bagian belakang bawahnya.
6. Himen (Selaput Darah)
Himen merupakan selaput membran tipis yang menutupi lubang vagina.
Gambar 2.1 Genetalia Eksternal wanita
b. Genitalia Internal (Alat Kelamin Bagian Dalam)
1. Vagina
Vagina adalah muskulo membranasea (otot-selaput) yang menghubungkan
rahim dengan dunia luar yang berfungsi sebagai jalan lahir, sebagai sarana
dalam hubungan seksual dan sebagai saluran untuk mengalirkan darah dan
lendir saat menstruasi.
2. Uterus (rahim)
Ruang pada rahim (uterus) berbentuk segitiga dengan bagian atas yang lebih
lebar. Fungsinya adalah sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya janin.
3. Tuba Fallopi (oviduk)
Tuba Fallopi (oviduk) adalah organ yang menghubungkan uterus (rahim)
dengan indung telur yang berfungsi sebagai saluran spermatozoa dan ovum.

Gambar 2.2 Genetalia Internal wanita


Ovarium merupakan sepasang organ dalam sistem reproduksi wanita. Ovarium
terletak di sisi kanan dan kiri uterus. Ovarium berada pada ujung tuba falopii yang
mempunyai fimbriae. Ovarium terhubung dengan uterus melalui ligamentum ovarii
proprium. Ovarium memiliki tiga fungsi, yaitu produksi esterogen, produksi
progesteron, dan produksi ovum

Gambar 2.3 Bagian-Bagian Ovarium

2.2 Pengertian Kista Ovarium


Kista Ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang berisi cairan,
yang tumbuh di indung telur. Cairan ini biasa berupa air, darah, nanah, atau cairan
coklat kental seperti darah menstruasi. Kista banyak terjadi pada wanita usia subur atau
usia reproduksi. Kista ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk
seperti kantung yang bisa tumbuh dimanapun dalam tubuh. Kantung ini bisa berisi zat
gas, cair, atau setengah padat. Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul. Kista
ovarium biasanya berupa kantong yang tidak bersifat kanker yang berisi material cairan
atau setengah cair. Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,
normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur
dapat terbentuk kapan saja (Fathimatuzahro, 2023).

2.3 Etiologi Kista Ovarium


Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium . Faktor penyebab terjadinya kista antara lain
adanya penyumbatan pada saluran yang berisi cairan karena adanya infeksi bakteri dan
virus, adanya zat dioksin dari asap pabrik dan pembakaran gas bermotor yang dapat
menurunkan daya tahan tubuh manusia, dan kemudian akan membantu tumbuhnya
kista. Faktor makanan lemak berlebih atau lemak yang tidak sehat yang mengakibatkan
zat-zat lemak tidak dapat dipecah dalam proses metabolisme sehingga akan
meningkatkan resiko tumbuhnya kista, dan faktor genetik (Liyanti, 2021).

Menurut (Liyanti, 2021) ada beberapa faktor pemicu yang dapat mungkin terjadi,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor genetik yaitu
dimana didalam tubuh manusia terdapat gen pemicu kanker yang disebut gen
protoonkogen, gangguan hormon yaitu individu yang mengalami kelebihan hormon
ekstrogen dan progesteron akan memicu terjadi penyakit kista, dan juga riwayat
penyakit kanker kolon dimana beresiko menyebabkan terjadinya kista. Faktor ekternal
terdiri dari kurang olahraga, merokok, konsumsi alkohol, mengkonsumsi makanan
yang tinggi lemak dan serat, sosial ekonomi rendah dan sering stress.

2.4 Klasifikasi Kista Ovarium


Menurut Putri (2019), kista ovarium merupakan gangguan indung telur yang
bersifat fisiologis atau patologis. Berdasarkan tingkat keganasan kista dibagi menjadi
dua yaitu non neoplastik dan neoplastik.

a. Kista ovarium non neoplastik jinak yaitu:


1) Kista Folikel

Kista folikel disebabkan oleh kegagalan folikel ovarium yang pecah


pada saat ovulasi. Ukuran diameter kista folikel pada umumnya tidak lebih
dari 5 cm. Kista folikel bersifat fisiologis dan tidak memerlukan perawatan.
Kista folikel dapat terjadi pada segala usia tetapi lebih sering terjadi pada
wanita usia produktif dan menopause.

Kista folikel ini dapat dideteksi dengan vaginal ultrasound/USG


vagina. Kista folikel biasanya tidak menunjukkan gejala dan menghilang
dalam waktu waktu 4-8 minggu. Sedangkan pada kista > 4 cm atau kista
menetap dapat diberikan pemberian kontrasepsi oral selama 4-8 minggu
yang akan menyebabkan kista menghilang sendiri
2) Kista Korpus Luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum akan mengecil dan menjadi
korpus albikans. Terkadang korpus luteum mempertahankan diri (korpus
luteum persistens), perdarahan yang terjadi di dalamnya menyebabkan
terjadinya kista. Kista korpus luteum berukuran ≥ 3 cm, diameter kista
sebesar 10 cm dan cairan berwarna merah coklat karena darah tua.
Kista korpus luteum merupakan perdarahan yang terjadi pada korpus
luteum dan tidak dapat berdegenerasi di 14 hari setelah periode menstruasi
terakhir. Keluhan yang dirasakan yaitu nyeri pada panggul, amenorea
diikuti oleh perdarahan tidak teratur dan gangguan haid. Pemeriksaan
untuk kista korpus luteum dengan pelvic ultrasound. Dilakukan tindakan
operasi (kistektomi ovari) atas dugaan kehamilan ektopik terganggu
3) Kista Lutein
Kista lutein biasanya bilateral, kecil dan jarang terjadi dibandingkan
kista folikel atau korpus luteum. Kista lutein berisi cairan berwarna
kekuning-kuningan. Kista lutein merupakan kista yang tumbuh akibat
pengaruh hormon Human Corioni Gonadotropin (HCG). Meskipun jarang
ditemui, kista ini berhubungan dengan mola hidatidosa, koriokarsinoma
dan sindrom ovarium polikistik. Kista ini biasanya bilateral dan bisa
menjadi sebesar ukuran tinju. Kista lutein dapat terjadi pada kehamilan,
umumnya berasal dari korpus luteum hematoma. Gejala yang timbul
biasanya rasa penuh atau menekan pada pelvis
4) Sindrom Ovarium Polikistik
Sindrom ovarium polikistik biasa disebut dengan kista steinlaventhal.
Keadaan ini menunjukkan adanya beberapa kista folik inaktif pada ovarium
yang mengganggu fungsi ovarium. Kista ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan hormonal. Ditandai dengan kedua ovarium membesar
2–3 kali, bersifat polikistik, ovarium berwarna pucat, permukaan rata dan
licin, dan berdinding tebal. Pemeriksaan untuk stein-laventhal yaitu
laparoskopi
b. Kista ovarium neoplastik yaitu:
1) Kista Ovari Simpleks
Kista ovarii simpleks merupakan kista yang permukaannya rata dan
halus, biasanya bertangkai, sering kali bilateral dan menjadi besar, dinding
tipis dan cairan dialam kista jernih. Dinding kista tampak lapisan epitel
kubik. Pengangkatan kista ini dengan reseksi ovarium, namun jaringan
yang dikeluarkan untuk segera diperiksa secara histologik untuk
mengetahui adanya keganasan
2) Kistadenoma Ovari Musinosum
Kista ini berbentuk multilokuler dan biasanya unilateral, dapat tumbuh
menjadi ukuran sangat besar. Pada kista yang ukurannya besar tidak lagi
dapat ditemukan ovarium yang normal. Gambaran klinik terjadi
perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif, yang menimbulkan
perlekatan kista dengan omentum, usus-usus dan peritoneum parietale.
Dinding kista agak tebal, berwarna putih keabu-abuan. Pada pembukaan
terdapat cairan lendir, kental, melekat dan berwarna kuning hingga coklat.
Penatalaksanaan dengan pengangkatan dengan atau tanpa salpingo
ooforektomi tergantung besarnya kista
3) Kistadenoma Ovari Serosum
Kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal epithelium).
Pada umumnya kista ini tidak mencapai ukuran yang sangat besar
dibandingkan kistadenoma ovari musinosum. Permukaan tumor biasanya
licin, berongga satu, berwarna keabu-abuan. Ukuran kista yang kecil, tetapi
permukaaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papilloma).
Penatalaksanaan pada kista ini umumnya sama seperti pada kistadenoma
ovarii musinosum. Namun karena kemungkinan keganasan lebih besar,
maka diperlukan pemeriksaan teliti terhadap tumor yang dikeluarkan.
Bahkan kadang-kadang perlu diperiksa sediaan yang dibekukan untuk
menentukan tindakan selanjutnya saat operasi
4) Kista Endometroid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin, terdapat satu
lapisan sel-sel pada dinding menyerupai lapisan epitel endometrium.
Terjadi akibat adanya bagian endometrium yang berada diluar rahim. Kista
ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap
bulannya yang mengakibatkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan i
nfertilitas
5) Kista dermoid

Kista dermoid merupakan teratoma kistik jinak dengan struktur


ektodermal diferensiasi sempurna dan lebih menonjol daripada entoderm
dan mesoderm. Kista ini diduga berasal dari sel telur melalui proses
partenogenesis dan bisa menjadi ganas seperti karsinoma epidermoid.
Dinding kista terlihat putih keabu-abuan, agak tipis, konsistensi sebagian
kistik kenyal dan sebagian padat. Kandungan tidak hanya cairan melainkan
elemen ektodermal, mesodermal dan entoderm. Dapat ditemukan kulit,
rambut, kelenjar sebasea, gigi (ektodermal), tulang rawan, serat otot
jaringan ikat (mesodermal), mukosa traktus gastrointestinal, epitel saluran
pernafasan, dan jaringan tiroid (endotermal). Gejala klinik kista dermoid
dapat terjadi torsi tangkai dengan nyeri mendadak pada lower abdomen.
Terjadi sobekan dinding kista sehingga isi kista keluar dalam rongga
peritoneum. Terapi pada kista dermoid dengan pengangkatan seluruh
ovarium.

2.5 Menifestasi Kista Ovarium


Kista ovarium menimbulkan beragam manifestasi klinis pada pasien. Manifestasi
klinis yang terjadi dapat berupa ketidak nyamanan pada abdomen, sulit buang air kecil,
nyeri panggul, dan nyeri saat senggama serta gangguan mensturasi. Adanya gangguan
mensturasi ini menyebabkan masyarakat berpendapat bahwa wanita yang mengalami
kista ovarium akan mengalami kemandulan (Puspitasari, 2020).

Ada pun gejala klinis kista ovarium:

a. Pembesaran, tumor yang kecil mungkin diketahui saat melakukan pemeriksaan


rutin. Tumor dengan diameter sekitar 5 cm, dianggap belum berbahaya kecuali
bila dijumpai pada ibu yang menopause atau setelah menopause. Besarnya
tumor dapat menimbulkan gangguan berkemih dan buang air besar terasa berat
di bagian bawah perut, dan teraba tumor di perut
b. Gejala gangguan hormonal, indung telur merupakan sumber hormon wanita
yang paling utama sehingga bila terjadi pertumbuhan tumor dapat mengganggu
pengeluaran hormon. Gangguan hormon selalu berhubungan dengan pola
menstruasi yang menyebabkan gejala klinis berupa gangguan pola menstruasi
dan gejala karena tumor mengeluarkan hormone.
c. Gejala klinis karena komplikasi tumor. Gejala komplikasi tumor dapat
berbentuk infeksi kista ovarium dengan gejala demam, perut sakit, tegang dan
nyeri, penderita tampak sakit. Gejala klinis kista ovarium adalah nyeri saat
menstruasi, nyeri di perut bagian bawah, nyeri saat berhubungan badan, siklus
menstruasi tidak teratur, dan nyeri saat buang air kecil dan besar. Gejalanya
tidak menentu, terkadang hanya ketidaknyamanan pada perut bagian bawah.
Pasien akan merasa perutnya membesar dan menimbulkan gejala perut terasa
penuh dan sering sesak nafas karena perut tertekan oleh besarnya kista.
d. Adanya benjolan pada perut bagian bawah, akibat pertumbuhan kista.
e. Tekanan terhadap organ sekitar, sehingga adanya perasaan berat dan sakit,
akibat pertumbuhan atau posisi kista.
f. Meningkatnya lingkar perut akibat ukuran kista yang semakin membesar.
g. Adanya gangguan miksi (gangguan kencing), obstipasi (gangguan buang air
besar), edema (bengkak).
h. Pada tungkai, tidak nafsu makan, rasa sesak, dan lain-lain, akbiat tekanan kista
terhadap organ sekitar.
2.6 Patofisiologi Kista Ovarium
Ovarium merupakan tempat yang umum bagi kista, yang dapat merupakan
perbesaran sederhana konstituen ovarium normal, folikel graft, atau korpus luteum,
atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epitelium ovarium.
Banyak tumor tidak menunjukan gejala dan tanda, terutama tumor ovarium yang kecil.
Sebagian besar gejala dan tanda yaitu akibat dari pertumbuhan, aktivitas endokrin dan
komplikasi tumor. Aktivitas pertumbuhan adanya tumor didalam perut bagian bawah
bisa menyebabkan pembenjolan perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya
disebabkan oleh besarnya tumor dan posisinya dalam perut, apabila tumor mendesak
kandung kemih dan dapat menimbulkan ganggguan miksi, sedangkan kista yang lebih
besar tetapi terletak bebas rongga perut kadang-kadang hanya menimbulakn rasa berat
diperut dapat juga mengakibatkan obstipasi edema pada tungkai. Akibat aktivitas
hormonal tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon (Liyanti, 2021).

Akibat komplikasinya terjadi perdarahan kedalam kista, putaran tangkai, infeksi


pada tumor, robek dinding, perubahan keganasan. Perdarahan kedalam kista biasanya
terjadi sedikitsedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan pembesaran luka dan
hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal, akan tetapi kalua perdarahan
terjadi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan nyeri diperut. Sedangkan putaran
tungkai terjadinya pada tumor bertangkai dengan diamater 5 cm atau lebih, adanya
putaran tangkai menimbulkan tarikan melalui ligamentum infun di bulopelvikum
terhadap peritoneum parietal dan menimbulkan rasa sakit. infeksi pada tumor terjadi
jika didekat ada sumber kuman pathogen, kista dermoid cenderung mengalami
peradangan disusul penanahan. Robek dinding kista terjadi pada torsi tangkai, akan
tetapi, akan dapat pula sebagai akibat trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan
lebih sering pada saat persetubuhan (Liyanti, 2021).
2.7 Faktor Risiko Kista Ovarium
Menurut (Anggi, 2014) faktor risiko gangguan sistem kista reproduksi sebagai
berikut:

a. Usia
Kista ovarium jinak terjadi pada wanita kelompok usia reproduktif. Pada wanita
yang memasuki masa menopause (usia 50-70 tahun) lebih beresiko memiliki
kista ovarium ganas.
b. Status menopause
Ketika wanita telah memasuki masa menopause, ovarium dapat menjadi tidak
aktif dan dapat menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas wanita menopause
yang rendah.
c. Faktor genetik
Di dalam tubuh manusia terdapat gen pemicu kanker yaitu disebut dengan gen
protoonkogen. Protoonkogen dapat bereaksi akibat dari paparan karsinogen
(lingkungan, makanan, kimia), polusi dan paparan radiasi.
d. Pengobatan infertilitas
Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan dilakukan dengan
induksi ovulasi dengan gonadotropin (konsumsi obat kesuburan).
Gonadotropin yang terdiri dari Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH) dapat menyebabkan kista berkembang.
e. Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua pada
puncak kadar Human Chorionic Gonadotrpin (HCG).
f. Hipotiroid
Hipotiroid merupakan kondisi menurunnya sekresi hormone tiroid yang dapat
menyebabkan kelenjar pituitari memproduksi Thyroid Stimulating Hormone
(TSH) lebih banyak sehingga kadar TSH meningkat. TSH merupakan faktor
yang memfasilitasi perkembangan kista ovarium folikel.
g. Merokok
Kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko untuk pertumbuhan kista
ovarium fungsional. Semakin meningkat resiko kista ovarium dan semakin
menurun Indeks Massa Tubuh (IMT) jika seseorang merokok.
h. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga menderita kanker ovarium, endometrium, payudara, dan
kolon menjadi perhatian khusus. Semakin banyak jumlah keluarga yang
memiliki riwayat kanker tersebut, dan semakin dekat tingkat hubungan
keluarga, maka semakin besar resiko seorang wanita terkena kista ovarium

2.8 Pemeriksaan Penunjang Kista Ovarium


a. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan menggunakan gelombang suara untuk menampilkan gambar dari
organ dalam. Melalui pemeriksaan ini dapat menampilkan bentuk, letak dan
batas tumor ini berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kemih, dapat
diketahui tumor klastik atau solid dan juga menunjukkan apakah kista tersebut
diisi cairan atau padat.
b. Laparoskopi
Laparoskopi Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor.
c. Foto rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks, selanjutnya
pada kista dermoid kadangkadang dapat dilihat gigi dalam tumor.
d. Pemeriksaan CA-125
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi proses keganasan
pada kista atau tidak.
e. Pap smear
Untuk mengetahui diplosia seluler menunjukan adanya kanker atau kista.

2.9 Penatalaksanaan Kista Ovarium


Adapun menurut (Fathimatuzahro, 2023) penatalaksanaan kista ovarium bersifat
individual atau tidak sama antara penderita satu dengan yang lainnya. Penanganannya
akan bergantung pada seberapa bahayanya kista tersebut dan bagaimana kondisi
pasien. Berikut penatalaksanaan kista ovarium sebagai berikut:

a. Terapi Hormonal Pengobatan dengan pemberian pil KB (gabungan


estrogenprogresteron) boleh ditambahkan obat anti androgen progesteron
cyproteron asetat yang akan mengurangi ukuran besar kista. Untuk kemandulan
dan tidak terjadinya ovulasi, diberikan klomiphen sitrat. Juga bisa dilakukan
pengobatan fisik pada ovarium, misalnya melakukan diatermi dengan sinar
laser.
b. Terapi musik merupakan salah satu penatalaksanaan nyeri dengan metode non
farmakologis terapi musik mampu mempengaruhi persepsi dengan cara
mendistraksi, yaitu pengalihan fikiran dari nyeri, musik dapat mengalihkan
konsentrasi pasien pada hal-hal yang menyenangkan. Selain itu penggunaan
musik untuk relaksasi dapat mempercepat penyembuhan, meningkatkan fungsi
mental dan menciptakan rasa sejahtera. Terapi musik juga dapat mempengaruhi
fungsi-fungsi fisiologis, seperti respirasi, denyut jantung dan tekanan darah.
Musik juga dapat menurunkan kadar hormon kortisol yang meningkat pada saat
stres. Musik juga merangsang pelepasan hormon endofrin, hormon tubuh yang
memberikan perasaan senang yang berperan dalam penurunan nyeri.
c. Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral hormonal dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium
dan menghilangkan kista. Terapi hormonal ini biasanya dilakukan pada kista
yang masih kecil
d. Laparotomi
Operasi kista dengan sayatan besar pada abdomen untuk mengangkat kista.
e. Kisterektomi
Kisterektomi yaitu pengangkatan kista pada ovarium tanpa mengambil
ovarium, hanya kista saja yang diangkat.
f. Ooferektomi
Operasi pengangkatan ovarium akibat tumor ovarium yang besar atau dicurigai
adanya kanker ovarium, dan pada operasi histerektomi (operasi pengangkatan
rahim sekaligus juga pengambilan satu atau dua ovarium tergangtung usia).
Apabila semua ovarium diangkat dinamakan operasi ooferektomi parsial.
g. Salingo-Ooferektomi
Operasi pengangkatan ovarium beserta tuba fallopi. Jika operasi dilakukan pada
satu sisi ovarium dinamakan salpingo-ooferektomi unilateral, jika dilakukan
pada kedua sisi dinamakan salpingo-ooferektomi bilateral

2.10 Komplikasi Gangguan Sistem Reproduksi Kista Ovarium


Hal yang paling ditakutkan dari penyakit kista ovarium ialah berubah menjadi
ganas dan banyak terjadi komplikasi. Menurut Putri (2019), komplikasi yang dapat
terjadi pada kista ovarium yaitu:

a. Perdarahan ke dalam kista


Perdarahan kista biasanya terjadi sedikit-sedikit dan berangsur menyebabkan
pembesaran pada kista dan menimbulkan gejala klinik yang minimal. Tetapi
jika perdarahan terjadi tiba-tiba dengan jumlah yang sangat banyak dapat
menimbulkan distensi cepat dan nyeri abdomen secara mendadak. Selain itu,
tidak ada patokan mengenai ukuran besar kista yang berpotensi pecah. Ada
kista yang berukuran 5 cm sudah pecah, namun ada pula yang sampai berukuran
20 cm belum pecah. Pecahnya kista menyebabkan pembuluh darah robek dan
menimbulkan terjadinya perdarahan
b. Torsio (Putaran Tangkai)
Torsio terjadi pada tumor dengan diameter 5 cm atau lebih. Putaran tangkai
menimbulkan tarikan ligamentum infundibulo pelvikum terhadap peritonium
parietale yang menimbulkan rasa sakit. Jika putaran tangkai berjalan terus, akan
menimbulkan nekrosis hemoragik dalam tumor, jika tidak segera dilakukan
tindakan, dapat merobek dinding kista dengan perdarahan abdominal atau
peradangan sekunder. Jika putaran tangkai terjadi perlahan, tumor melekat pada
omentum.
c. Infeksi kista ovarium Infeksi pada kista terjadi akibat infeksi asenden dari
serviks, tuba dan menuju lokus ovulasi, sampai abses. Keluhan infeksi kista
ovarium yaitu badan panas, nyeri pada abdomen, perut terasa tegang,
diperlukan pemeriksaan laparotomi dan laboratorium untuk mengetahui adanya
infeksi pada kista
d. Robek dinding kista (rupture)
Robek dinding kista terjadi pada putaran tangkai, tetapi dapat pula akibat jatuh,
trauma, atau saat berhubungan intim. Kista yang berisi cairan serus, rasa nyeri
akibat robekan dan iritasi peritonium akan segera berkurang. Tetapi, jika terjadi
robekan dinding kista disertai hemoragik akut, perdarahan akan terus
berlangsung ke dalam rongga peritonium dan menimbulkan nyeri terus menerus
disertai tanda abdomen akut.
e. Degenerasi keganasan
Degenerasi ganas berlangsung pelan “silent killer”. Terdiagnosa setelah
stadium lanjut, diagnosa dini karsinoma ovarium menggunakan pemeriksaan
tumor marker CA-125 untuk mengetahui terjadinya degenerasi ganas.

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan Kista Ovarium


1. Pengkajian
a. Biodata

Meliputi Nama Klien, Usia Klien, jenis Gender Klien, Tempat Tinggal Klien,
Agama Klien, Pendidikan Terkahir Klien, Pekerjaan Klien, Status Perkawinan,,
nomor rekam medis, Tanggal Mulai di rawat di RS dan diagnose medis.

b. Keluhan utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas
kesehatan. Keluhan juga muncul pada kasus Kista Ovarium adalah nyeri perut
pada bagian bawah.
c. Riwayat keluhan/penyakit saat ini
Untuk mengetahui penyakit yang disertai saat ini, apakah keadaan ibu dengan
kista ovarium menderita sakit pinggang dan nyeri pada bagian bawah perut
bagian bawah serta mengetahui adanya penyakit kronis dan keterbatasan fisik.
d. Riwayat kesehatan terdahulu
Meliputi pernah mengalami sakit apa, kecelakaan, sudah di rawat sebelumnya,
imunisasi, alergi.
e. Riwayat menstruasi
Dikaji untuk mengetahui riwayat menstruasi antara lain menarche, siklus
menstruasi, lamanya menstruasi, banyaknya darah, keluhan utama yang
dirasakan sat haid.
f. Riwayat kehamilan
Dikaji untuk mengetahui jumlah kehamilam, anak yang hidup, persalinan
aterm, persalinan premature, keguguran, persalinan dengan tindakan, riwayat
pendarahan pada kehamilan, persalinan atau nifas sebelumnya.
g. Riwayat persalinan
Hal yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah sah atau tidak,
karena bila menikah tanpa status yang jelas akan berkaitan dengan
psikologisnya.
h. Riwayat ginekologi
Dikaji untuk mengetahui apakah pasien pernah mengalami penyakit kandungan
seperti infertilitas, penyakit kelamin, tumor atau sistem reproduksi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pernafasan (B1: Breathing)
Observasi jika ada tanda nafas tersesak, sputum, batuk, sakit dada yang
biasanya terjadi oleh pasien post op salpingoovarektomi yang gampang terkena
infeksi.
b. Kardiovaskuler (B2:Blood)
Kaji apakah ada perfusi jaringan melemah, nadi perifer melemah atau menurun,
takikardi atau bradikardi, anemia,tekanan darah tinggi.
c. Persyarafan (B3: Brain)
Pada wajah biasanya tidak didapatkan adanya perubahan, konjungtiva anemis
karena perdarah pervaginam, Status neurologis tidak mengalami perubahan,
tingkat kesadaran dalam batas normal dimana orientasi (tempat, waktu, orang)
baik.
d. Perkemihan (B4: Bladder)
Observasi jika adanya tanda poliuria, retensi urin, inkontensia urin, rasa nyeri
saat berkemih.
e. Pencernaan (B5: Bowel)
Observasi jika adanya tanda polidipsi, mual dan muntah, diare, susah BAB,
dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f. Eksterminas (B6: Bone)
Kaji apakah ada Turgor kulit melemah, terdapat cedera atau penghitaman akibat
luka, kelembaban, suhu kulit didaerah jahitan, tekstur kulit.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
b. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra (D.0050)
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan mobilitas gastrointestinal
(D.0149)
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
e. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif (D.0142)
4. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. Risiko infeksi Tingkat infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)
dibuktikan dengan (L.14137) Observasi
efek prosedur Setelah dilakukan - Monitor tanda dan gejala
invasif (D.0142) keperawatan 2x24 infeksi lokal dan sistematik
jam diharapkan Terapeutik
tingkat infeksi - Batasi jumlah pengunjung
menurun dengan - Berikan perawatan kulit pada
kriteria hasil: area edema
1. Demam menurun - Cuci tangan sebelum dan
2. Kemerahan sesudah kontak dengan pasien
menurun dan lingkungan pasien
3. Nyeri menurun - Pertahankan teknik aseptik
4. Bengkak menurun pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan etika batuk
-Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka dan luka operasi
-Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
-Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
2. Nyeri akut Tingakat nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan (L.08066) Observasi
dengan agen Setelah dilakukan - Identifikasi lokasi,
pencedera fisik keperawatan 2x24 karakteristik, durasi, frekuensi,
dibuktikan dengan jam diharapkan kualitas, intensitas nyeri
mengeluh nyeri, tingkat nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil:
tampak meringis, 1. Keluhan nyeri - Identifikasi respon nyeri non
gelisah (D.0077) menurun verbal
2. Meringis menurun - Identifikasi faktor yang
3. Gelisah menurun memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresure,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat atau dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab periode
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
-Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
-Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Intoleransi aktifitas Toleransi aktivitas Manajemen Energi (I.05178)
berhubungan (L.05047) Observasi
dengan kelemahan Setelah dilakukan - Identifikasi gangguan fungsi
dibuktikan dengan keperawatan 2x24 tubuh yang mengakibatkan
mengluh lelah, jam diharapkan kelelahan
merasa lemah toleransi aktifitas - Monitor kelelahan fisik dan
(D.0056) meningkat dengan emosional
kriteria hasil: - Monitor pola dan jam tidur
1. Keluhan lelah -Monitor lokasi dan
menurun ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
2. Perasaan lemah Terapeutik
menurun - Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
-Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan asupan makanan

5. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang


harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilakukan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan
interpersonal, intelektual dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat

6. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan


pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk pertama mengakhiri
rencana tindakan keperawatan, kedua memodifikasi rencana tindakan
keperawatan, ketiga meneruskan rencana tindakan keperawatan
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM


REPRODUKSI KISTA OVARIUM

Seorang wanita berusia 27 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan adanya
benjolan di area perut bagian kanan bawah. Benjolan dirasakan sejak sekitar 2 tahun
yang lalu. Benjolan semakin lama semakin besar. Dari hasil pemeriksaan fisik
ditemukan keadaan umum baik, konjungtiva anemis, tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 82x/menit, respirasi 18x/menit, suhu 38,6℃. Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan adanya nyeri tekan dan teraba massa di area inguinal dextra dengan ukuran
sekitar 20x15 cm. Hasil pemeriksaan penunjang darah rutin: leukosit 11,5x103 /μL,
eritrosit 4,6 x106 /μL, hemoglobin 13 g/dL, platelet 395 x103 /μL, clotting time 7
menit, bleeding time 3 menit. Hasil pemeriksaan penanda tumor: CEA 0,83 ng/mL, CA
125 10,14 u/mL. Hasil USG ditemukan adanya kista ovarium. Pada kasus ini,
penatalaksanaan dilakukan berdasarkan terapi dari bagian obsetric & gynecology. Pada
pasien dilakukan tindakan operasi laparotomi + kistektomi (Herman et al., 2019)
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kista Ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang berisi cairan,
yang tumbuh di indung telur. Cairan ini biasa berupa air, darah, nanah, atau cairan
coklat kental seperti darah menstruasi. Kista banyak terjadi pada wanita usia subur atau
usia reproduksi. Kista ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk
seperti kantung yang bisa tumbuh dimanapun dalam tubuh.

4.2 Saran

Bagi seorang perawat diharapkan mampu menjalankan asuhan keperawatan


dengan gangguan sistem reproduksi kista ovarium dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Anggi, P. (2014). Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Pasien Kista Ovarium.

Fathimatuzahro, S. (2023). Asuhan Keperawatan Post OP Kista Ovarium pada Ny.S


di ruangan baitunnisa 2 RS Islam Sultan Agung Semarang.

Heddy, Jamilah, N., & Zulhijjah, A. (2023). Faktor – Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Kista Ovarium Pada Wanita Usia Subur Di Poli Bkia Rumah
Sakit Kencana Kota Serang. Jurnal Ilmiah Obsgin, 15(1), 354–363.

Herman, S., Studi, P., Mesin, T., Mesin, J. T., Teknik, F., Sriwijaya, U., Saputra, R.
A., IRLANE MAIA DE OLIVEIRA, Rahmat, A. Y., Syahbanu, I., Rudiyansyah,
R., Sri Aprilia and Nasrul Arahman, Aprilia, S., Rosnelly, C. M., Ramadhani, S.,
Novarina, L., Arahman, N., Aprilia, S., Maimun, T., … Jihannisa, R. (2019).
Sebuah Laporan Kasus Kista Ovarium. Jurusan Teknik Kimia USU, 3(1), 18–23.

Liyanti, R. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN RASA AMAN NYAMAN PADA KASUS POST OP KISTA
OVARIUM TERHADAP Ny. H DI RUANG KEBIDANAN RS HANDAYANI
KOTABUMI LAMPUNG UTARA. 1–64.

Ningsih, N. K. (2016). Anatomi Fisiologi Genetalia. 282.

Puspitasari, R. A. (2020). Kesehatan, Asuhan Keperawatan pada Pasien Kista


Ovarium dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman dan Kesehtan.

Siahaan, D. L. (2021). Laparoskopi Pada Pasien Kista Ovarium Permagna Dengan


Anestesi Spinal. Majalah Ilmiah METHODA, 11(2), 149–155.
https://doi.org/10.46880/methoda.vol11no2.pp149-155

Wicaksana, A., & Rachman, T. (2018). Asuhan Keperawatan Post Op Kista Ovarium.
Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 3(1), 10–27.
https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf
LEMBAR KONSULTASI

NO. TANGGAL KETERANGAN REVISI TTD DOSEN


PEMBIMBING

Anda mungkin juga menyukai