Kelas 10 Puisi Kumer

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 4

PUISI

Puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan bermakna. Dalam
pengertian lama, puisi merupakan bentuk karangan terikat. Akan tetapi, dalam pengertian
modern, puisi adalah artikulasi ekspresi dan ungkapan jiwa penulisnya yang ditulis secara bebas,
namun tetap memiliki ciri-ciri yang khas.

1. Jenis Puisi
Berdasarkan strukturnya, puisi dibedakan menjadi dua, yaitu puisi lama dan puisi baru
Puisi Lama
Ciri-ciri puisi lama:
a. Terikat oleh banyak baris dalam tiap bait
b. Terikat oleh banyak kata atau suku kata dalam tiap baris
c. Ada rima atau persajakan atau ritme

Jenis puisi lama


a. Mantra adalah susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap
mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk
menandingi kekuatan gaib yang lain.

b. Pantun kilat atau karmina adalah pantun dua seuntai, baris pertama sebagai sampiran
dan baris kedua sebagai isi berupa sindiran dengan rima a-a, misalnya kayu lurus
dalam ladang, kerbau kurus banyak tulang.

c. Gurindam adalah sajak dua baris yang mengandung petuah atau nasihat, misalnya
baik-baik memilih kawan, salah salah bisa jadi lawan.

d. Syair adalah puisi lama yang tia-tiap bait terdiri atas empat larik (baris) yang berakhir
dengan bunyi yang sama.

e. Pantun adalah bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait biasanya terdiri atas empat
baris yang bersajak (a-b- a-b, a-a-b-b, a-a-a-a), tiap larik biasanya terdiri atas empat
kata, baris pertama dan baris kedua biasanya untuk sampiran dan baris ketiga dan
keempat sebagai isi.

f. Talibun adalah bentuk puisi lama yang jumlah barisnya lebih dari 4, biasanya antara
16-20, serta mempunyai persamaan bunyi pada akhir baris (ada juga seperti pantun
dengan jumlah baris genap, seperti 6, 8, atau 12 baris)

g. Seloka adalah jenis puisi yang mengandung ajaran (sindiran), biasanya terdiri atas 4
larik yang berima a-a-a-a yang mengandung sampiran dan isi.

Puisi Baru
Ciri-ciri puisi baru:
a. Tidak terikat aturan tertentu, tetapi memiliki ciri khas
b. Lebih mengutamakan isi atau makna daripada struktur atau bentuk
Jenis Puisi Berdasarkan Isinya
1. Balada : puisi yang berisi kisah atau cerita rakyat yang mengharukan
2. Elegi : puisi yang berisi ratapan dan ungkapan dukacita
3. Roman : puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap sang kekasih
4. Ode : puisi yang berisi pujian atau sanjungan terhadap seseorang atau yang lainnya
5. Himne : puisi yang berisi nyanyian pujaan kepada Tuhan atau yang lainnya
6. Epigram : puisi yang berisi prosa pendek
7. Satire : puisi yang berisi sindiran atau kritik terhadap ketimpangan
atau ketidakberesan dalam kehidupan suatu kelompok.
2. Unsur-unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur-unsur puisi, yaitu
kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling memengaruhi keutuhan sebuah
puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
1. Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat
sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang
dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
2. Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik
bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama,
jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tetapi pada puisi baru tak ada
batasan.
3. Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada
kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat
buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
4. Bunyi dibentuk oleh rima dan irama.
5. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan
bait.
6. Irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut
ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara
berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata,
perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena
sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata.
7. Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna
bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi
disampaikan.

Secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan
struktur fisik.

Struktur Batin

(1) Tema/makna (sense);


media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna,
maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.

(2) Rasa (feeling)


yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi

(3) Nada (tone)


yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan
rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu
saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah
pembaca, dll.

(4) Amanat/tujuan/maksud (itention)


sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan
tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam
puisinya.

Struktur Fisik
1. Perwajahan puisi (tipografi)
yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya,
hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik.
Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
2. Diksi
yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk
karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, kata-katanya harus dipilih
secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi,
dan urutan kata.
3. Imajiyaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji
suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji
dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair.
4. Kata konkret
yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini
berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata konkret “salju” melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll, sedangkan kata konkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat
hidup, bumi, kehidupan, dll.
5. Bahasa figuratif
yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu
(Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain
metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme,
antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, sinekdoke pars pro toto dan totem pro parte, hingga
paradoks

3. Majas atau Gaya Bahasa


Majas mengandung makna kias yang dapat menghidupkan dan membangkitkan daya tarik.
a. Metafora, gaya bahasa yang memperbandingkan dua hal yang berbeda
berdasarkan persamaannya. Contoh: Pemuda adalah tulang punggung
bangsa Indonesia.
b. Personifikasi, gaya bahasa yang membandingkan benda/makhluk selain manusia
seolah-olah seperti manusia. Contoh: Bumi kembali menangis.
c. Metonimia, gaya bahasa yang
mempergunakan nama dagang/lembaga.
Contoh: Kakak sedang membaca gadis.
d. Hiperbola, gaya bahasa yang melebih-lebihkan
keadaan yang sebenarnya. Contoh: Saya
menangis sampai beranak sungai.
e. Litotes, gaya bahasa yang merendahkan
keadaan yang sebenarnya. Contoh:
Sumbangan ini hanyalah setetes air
pemuas dahaga.
f. Klimaks, gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal secara berturut-turut,
makin lama makin meningkat. Contoh: Mula-mula, ia hanya mengeluh,
kemudian merintih, lalu menangis, akhirnya menjerit kesakitan.
g. Paradoks, gaya bahasa yang mempertentangkan
klausa/kalimat sebelumnya. Contoh: Badannya
besar, tetapi nyalinya kecil.
h. Sinekdoke
● Sinekdoke Pars Pro Toto, gaya bahasa yang menyebutkan sesuatu maksud
dengan menyebut sebagian untuk keseluruhan.
Contoh: Banyak mata memandangiku.
● Sinekdoke Totem Pro Parte, gaya bahasa yang menyebutkan sesuatu maksud
dengan menyebut keseluruhan untuk pengganti sebagian.
Contoh: SMA PERMATA menjuarai lomba karya ilmiah remaJA

Anda mungkin juga menyukai