Lta
Lta
Lta
BUDIANTO
2014901006
BUDIANTO
2014901006
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Penulisan
laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Profesi Ners pada Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang. Saya
menyadari, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Warjidin Aliyanto, S.K.M.,M.Kes, selaku Direktur Poltekkes
Tanjungkarang.
2. Gustop Amatiria, S.Kp.,M.Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Tanjungkarang.
3. Dr. Anita Bustami, M.Kep.,Sp.Mat, selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Profesi Ners Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang.
4. Dr. Aprina, S.Kp.,M.Kes selaku dosen pembimbing utama yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan laporan ini.
5. Giri Udani, S.Kp.,M.Kes selaku dosen pembimbing pendamping yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan laporan ini.
6. Pihak Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung yang telah banyak
membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Bandarlampung, Mei 2021
Penulis
iii
Annisa, F. (2019, June). Health Education Using The Leaflet Media Reduce Anxiety Levels
In Pre Operation Patients. Jendela Noursing Jurnal, 49-57.
Budianto, Agustanti, D., & Astini, Y. (2017). Pengaruh Edukasi Batuk Efektif Terhadap
Perilaku Batuk Efektif Pasien Post Operasi Dengan Anestesi Umum. Jurnal
Keperawatan, Volume VIII, 180-185.
Erianto, M., Fitriyani, N., Siswandi, A., & Sukulima, A. P. (2020). PERFORASI PADA
PENDERITA APENDISITIS DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK LAMPUNG. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 490-496.
Eriantono, M., Alfarisi, R., Refolinda, S. A., & Willy, J. (2020). PERBEDAAN LAMANYA
RAWAT INAP PASIEN POST APPENDIKTOMI PADA APENDISITIS AKUT DAN
APPENDISITIS PERFORASI. Junal Ilmu Kesehatan, 176-183.
iv
Hipkabi. (2014). Buku pelatihan dasar-dasar keterampilan bagi keperawatan kamar
bedah. Jakarta : HIPKABI Press.
Islam, K. R. (2019). Hubungan Edukasi Perawat Saat Pre Operatif dengan Pengetahuan
Post Operatif pada Pasien Pembedahan di RS PKU Muhammadiyah Gombong.
Gombong: The 10th University Research Colloqium 2019.
Ismail, H. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Chronic Kidney Desease (CKD)
Di Ruangan Raha Mongkilo RSUD Bahteranas Kendari. Poltekkeskendari.
Japanesa, A. (2016). Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal Bedah
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Padang: Jurnal Kesehatan Andalas.
Martin, M. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Chronic Kidney Desease Di
Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Universita
Muhammadiyah Purwokerto.
Padang, R. (2014). Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal. Padang:
RSUP B Padang MD.
Padila. (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rokawie, A. O., Sulatri, & Anita. (2017). RELAKSASI NAFAS DALAM MNEURUNKAN
KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI BEDAH ABDOMEN.
v
Sjamsuhidayat. (2010).
Smeltzer, S. C. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta: Kedokteran EGC.
Utami, S. (2016). Efektifitas Relaksasi Napas Dalam Dan Distraksi Dengan Latihan 5 Jari
Terhadap Nyeri Post Laparotomi. 4.
Wawan. (2011). Teori dan Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta: NuhaMedika.
BIODATA PENULIS
Nama : Budianto
NIM : 2014901006
Agama : Islam
vi
Jenis Kelamin : Laki-laki
RIWAYAT PENDIDIKAN
vii
LEMBAR PERSETUJUAN
Penulis
BUDIANTO/2014901006
Pembimbing I
Pembimbing II
viii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH ILMIAH
Adalah observasi, pemikiran, dan pemaparan asli yang merupakan hasil karya
sendiri yang belum pernah dipublikasikan baik secara keseluruhan maupun
sebagian, dalam bentuk jurnal, work paper atau bentuk lain yang dapat
dipublikasikan secara umum. Naskah ilmiah ini sepenuhnya merupakan karya
intelektual saya dan seluruh sumber yang menjadi rujukan dalam karya ilmiah ini
telah saya sebutkan sesuai kaidah akademik yang berlaku umum, termasuk para
pihak yang telah memberikan kontribusi pemikiran pada isi, kecuali yang
menyangkut eskpresi kalimat dan desain penulisan.
Demikian pernyataan ini saya nyatakan secara benar dengan penuh tanggung
jawab dan integritas.
Budianto
NIM.2014901006
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN SAMPUL................................................................................... ii
KATA PENGATAR....................................................................................... iii
BIODATA PENULIS..................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... v
PERNYATAAN ORISINILITAS.................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 4
C. Tujuan................................................................................................... 4
D. Manfaat................................................................................................. 4
E. Ruang Lingkup..................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFRAT LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Visi Indonesia sehat 2020 yang pada hakekatnya adalah untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang sehat di seluruh lapisan
masyarakat merupakan titik tolak di galakannya berbagai upaya kesehatan.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan peningkatan status sosial ekonomi
yang semakin meningkat, masalah kesehatan juga muncul di masyarakat
yang disebabkan kurangnya pengetahuan terutama tentang pola hidup yang
tidak sehat sehingga menyebabkan berbagai penyakit, salah satunya penyakit
pada saluran pencernaan diantaranya penyakit apendisitis (Netty, 2009).
Apendisitis adalah inflamasi atau peradangan pada apendiks. Apendisitis
merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering
terjadi, dengan resiko seumur hidup 8,6% pada pria dan 6,7% pada wanita
(Jones, 2019). Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun
paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.
Kejadian apendisitis di negara-negara berkembang tercatat lebih
rendah dibandingkan dengan negara maju. World Organization (WHO)
menyebutkan insiden apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2014 adalah
4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi (WHO, 2013). Kejadian
apendisitis di Indonesia menurut data yang dirilis oleh Kementerian
Kesehatan RI pada tahun 2013 berjumlah sekitar 6% dari jumlah penduduk di
Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Berdasarkan survei dinas kesehatan di
Provinsi Jawa Barat penderita apendisitis pada umur 8 – 15 tahun pada tahun
2013 dengan presentase 1,94% dengan jumlah 1.148 orang dan umur 15 – 44
tahun dengan presentase 2,22% dengan jumlah 6.018 orang sehingga
penyakit apendisitis menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius di
Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ruang Bedah RS
Bhayangkara Polda Lampung periode Januari - Desember 2020 didapatkan
bahwa klien yang mengalami Apendisitis jumlahnya 71 kasus (12,3%), dan
1
termasuk dalam kategori 10 penyakit terbesar dengan menempati urutan
keempat dari 10 besar penyakit.
Apendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan
komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling membahayakan adalah
perforasi. Perforasi dapat menyebabkan sepsis dan terjadi pada 17% hingga
32% (Synder, 2018). Durasi gejala yang berkepanjangan sebelum
penanganan dapat meningkatkan resiko. Sehingga apendisitis perforasi
memerlukan penanganan berupa intervensi bedah dengan tindakan
laparatomi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat perforasi.
Laparatomi merupakan tindakan dengan memotong pada dinding
abdomen dan merupakan penatalaksanaan pada apendisitis perforasi.
Dampak yang terjadi pada pasien setelah dilakukan laparatomi adalah nyeri
yang hebat, perdarahan, bahkan kematian (Depkes RI). Namun tingkat
kematian setelah operasi sangat rendah dan dapat berkisar dari 0,07 hingga
0,7% meningkat menjadi 0,5 hingga 2,4% bila pada pasien dengan perforasi
(Sartelli, Baiocchi et al, 2018). Post operasi laparatomi yang tidak
mendapatkan perawatan maksimal setelah pembedahan dapat memperlambat
penyembuhan dan menimbulkan komplikasi. Dan jika dampak tersebut tidak
ditangani akan menimbulkan berbagai masalah keperawatan diantaranya
nyeri akut, infeksi, kekurangan volume cairan, dan defisiensi pengetahuan
(Dongoes, 2018).
Tindakan laparatomi di India, menyebutkan bahwa dalam 100 kasus
dengan tindakan laparatomi emergensi ditemukan, dengan beberapa
penyebab mayor antara lain peritonitis perforasi (45%), obstruksi intestinal
akut (25%), dan trauma abdomen (19%) (AR Bansal, 2019). Selain itu
ditemukan pula operasi laparatomi pada laki-laki sebesar (71%) dan
perempuan sebesar (29%) dengan usia 15–80 tahun (Kementrian Kesehatan
RI, 2014). Laporan Kementerian Republik Indonesia menyebutkan jumlah
kasus laparatomi di Indonesia meningkat dari 3281 kasus pada tahun 2011
dan 3625 kasus pada tahun 2014. Presentase jumlah kasus laparatomi yang
ditangani di rumah sakit pemerintah sebesar 38,5% dan rumah sakit swasta
sebesar 60,5%. Kasus operasi laparatomi di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
2
Provinsi Lampung (Ikawati, 2019) pada tahun 2015 terdapat 250 pasien yang
memerlukan tindakan bedah laparatomi.
Dalam tindakan operatif, perawat memiliki peran dalam melakukan
asuhan keperawatan perioperatif (Wawan, 2011). Peran perawat perioperatif
tampak meluas, mulai dari praoperatif, intraoperatif, sampai ke perawatan
pasien pascaanestesi. Oleh (Farida, 2015) penelitian yang dilakukan di
RSUD dr. Soegiri Lamongan pada pre-operasi laparatomi didapatkan data
pasien yang mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu 18 pasien atau
56,2%. Sehingga, salah satu tugas perawat saat fase pre operatif khususnya
pre-operasi laparatomi yaitu sebagai educator. Edukasi pre-operatif
membantu pasien untuk memahami dan menyiapkan mental untuk melakukan
prosedur pembedahan (laparatomi) serta penyembuhan post operatif (Islam,
2019).
Pada fase intra operasi (Romadhan, 2012) menyebutkan pasien yang
akan dilakukan prosedur pembedahan laparotomi tepatnya pada abdomen,
perawat berfokus pada pemeriksaan tanda-tanda vital, membuka dan
mempersiapkan persediaan alat yang dibutuhkan, mengatur selang atau drain,
memantau kelancaran obat- obatan dan cairan melalui intravena, menjaga
lingkungan yang asepsis dan steril, memposisikan pasien sesuai prosedur
operasi, menghitung jarum dan kasa yang digunakan untuk memastikan tidak
ada kasa yang tertinggal dalam tubuh pasien (Kemenkes-RI, 2011)
Pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum seperti oprasi
laparatomi, akan dipasang alat bantu napas selama dalam kondisi teranestesi,
sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman dan terasa
lendir kental ditenggorokan akibat akumulasi sekret (Hartini dan Na’imah,
2014). Pada fase post operasi perawat bertugas mengkaji efek anestesi,
memantau tanda-tanda vital dan efektifitas jalan nafas (Romadhan, 2012).
Perawat juga dapat menjadi edukator untuk melatih batuk efektif pada post
operasi laparatomi di ruang pemulihan kamar operasi.
Sehingga berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat
laporan tugas akhir yang berjudul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada
3
Pasien Apendisitis Perforasi Dengan Tindakan Laparatomy Di Ruang OK
RRS Bhyangkara Polda Lampung Tahun 2021.”
4
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengambil rumusan masalah
bagaimana asuhan keperawatan perioperatif pada pasien apemdisits perforasi
dengan tindakan laparatomi di Ruang OK Rumah Sakit Bhayangkara Polda
Lampung Tahun 2021
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan perioperatif pada
pasien apemdisits perforasi dengan tindakan laparatomi di Ruang OK
Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan asuhan keperawatan pre operatif dengan tindakan
laparatomi atas indikasi apendisitis perforasi di Ruang OK Rumah
Sakit Bhayangkara Polda Lampung
b. Menggambarkan asuhan keperawatan intra operatif dengan tindakan
laparatomi atas indikasi apendisitis perforasi di Ruang OK Rumah
Sakit Bhayangkara Polda Lampung
c. Menggambarkan asuhan keperawatan post operatif dengan tindakan
laparatomi atas indikasi apendisitis perforasi di Ruang OK Rumah
Sakit Bhayangkara Polda Lampung
D. MANFAAT
1. Manfaat teoritis
Karya tulis ilmiah ini dapat di jadikan sebagai informasi, bahan bacaan,
bahan rujukan, dan menjadi bahan untuk inspirasi yang bertujuan untuk
menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang kompherensif.
5
2. Manfaat praktisi
a. Manfaat bagi pasien
Pasien yang mendapatkan asuhan keperawatan perioperatif diharapkan
dapat mengurangi rasa cemas, maupun nyeri dalam menjalani operasi
laparatomi.
b. Manfaat bagi penulis
Dengan laporan tugas akhir ini di harapkan penulis bisa mendapatkan
pengalaman dalam merawat pasien dengan tindakan laparatomi atas
indikasi apendisitis perforasi
c. Manfaat bagi rumah sakit
Dengan adanya perawatan yang di lakukan, maka di harapkan dengan
perawatan perioperatif pada pasien apendisitis perforasi dengan
tindakan laparatomi akan menjadi lebih berkualitas.
d. Manfaat bagi institusi
Dengan adanya laporan tugas akhir ini diharapakan dapat menjadi
sumber informasi dan menambah pengetahuan dalam memberikan
asuhan keperawatan perioperatif dengan tindakan laparatomi atas
indikasi apendisitis perforasi.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan tugas akhir ini berfokus pada asuhan keperawatan
perioperatif pada pasien dengan apendisitis perforasi dengan tindakan
laparatomi di Ruang OK Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung Tahun
2021, meliputi asuhan keperawatan pre operatif, intra operatif dan post
operatif yang dilakukan pada 1 (satu) orang pasien secara komprehensif.
Asuhan Keperawatan dilakukan di Ruang OK Rumah Bhayangkara Polda
Lampung tahun 2021.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.
Operasi dilakukan untuk berbagai alasan seperti
(Brunner&Suddarth, 2013) :
a. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
b. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat
apendiks yang inflamasi
c. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
d. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki
masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk
mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan makanan.
7
psikomotor yang kemudian diintegrasikan ke dalam tindakan
keperawatan yang harmonis. Asuhan keperawatan perioperatif pada
pratiknya dilakukan secara berkesinambungan, baik asuhan
keperawatan perioperatif di bagian rawat inap, bagian bedah sehari
(one day care) atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di
kamar operasi oleh perawat perioperatif.
Pengkajian pasien pada fase pra operatif secara umum dilakukan
untuk menggali permasalahan pada pasien, sehingga perawat dapat
melakukan intervensi yang sesuai dengan kondisi pasien. Pengkajian
praoperatif pada kondisi klinik terbagi atas dua bagian, yaitu:
1) Pengkajian komprehensif yang dilakukan perawat pada bagian
rawat inap, poli klinik, bagian bedah sehari atau unit gawat darurat.
2) Pengkajian klarifikasi ringkas oleh perawat perioperatif di kamar
operasi.
Lamanya waktu pra operatif akan menentukan lengkapnya data
pengkajian. Pengkajian pra operatif secara umum meliputi:
1) Pengkajian umum
2) Riwayat kesehatan
3) Pengkajian psikososiospiritual
4) Pemeriksaan fisik
5) Pengkajian diagnostik
b. Fase intra operatif
Fase Intraoperatif dimulai dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau
ruang bedah atau kamar operasi dan berakhir saat pasien dipindahkan
ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus,
memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan
pasien (Mutaqin, 2009).
c. Fase post operatif
Keperawatan postoperatif adalah periode akhir dari keperawatan
perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada
menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis
8
pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian
yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada
fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman (Mutaqin, 2009).
9
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pre operasi
a. Pengkajian pre operasi
Pengkajian di ruang pra operasi perawat melakukan pengkajian ringkas
mengenai kondisi fisik pasien dengan kelengkapannya yang
berhubungan dengan pembedahan. Pengkajian ringkas tersebut berupa
validasi, kelengkapan administrasi, tingkat kecemasan, pengetahuan
pembedahan, pemeriksaan fisik terutama tanda-tanda vital, dan kondisi
abdomen (Mutaqin, 2009).
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh. Pengkajian pasien pre operasi meliputi:
1) Identitas pasien meliputi:
Nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, golongan darah, alamat, nomor registrasi, tanggal
masuk rumah sakit, dan diagnosa
2) Ringkasan hasil anamsesa pre operasi
Keluhan ketika pasien dirawat sampai dilakukan tindakan sebelum
operasi
3) Pengkajian psikologis, meliputi perasaan takut/cemas dan keadaan
emosi pasien
4) Pengkajian fisik, pengkajian tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu.
5) Sistem integument, apakah pasien pucat, sianosis dan adakah
penyakit kulit di area badan.
6) Sistem kardiovaskuler, apakah ada gangguan pada sisitem cardio,
validasi apakah pasien menderita penyakit jantung, kebiasaan
minum obat jantung sebelum operasi, kebiasaan merokok, minum
akohol, oedema, irama dan frekuensi jantung.
7) Sistem pernafasan, apakah pasien bernafas teratur
8) Sistem abdomen apakah pasien mengalami jejas dan nyeri pada
abdomen
9) Sistem reproduksi, apakah pasien wanita mengalami menstruasi?
10
10) Sistem saraf, bagaimana kesadaran?
11) Validasi persiapan fisik pasien, apakah pasien puasa, lavement,
kapter, perhiasan, make up, scheren, pakaian pasien perlengkapan
operasi dan validasi apakah pasien alergi terhadap obat.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (SDKI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien pre operasi
dalam (SDKI,2017) yaitu:
1) Ansietas
Definisi:
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Penyebab
a) Krisis situasional
b) Kebutuhan tidak terpenuhi
c) Krisis maturasional
d) Ancaman terhadap konsep diri
e) Ancaman terhadap kematian
f) Kekhawatiran mengalami kegagalan
g) Disfungsi sistem keluarga
h) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i) Faktor keturunan (tempramen mudak teragitasi sejak lahir)
j) Penyalahgunaan zat
k) Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan dan lain-lain)
11
l) Kurang terpapar informasi
12
g) Tahap tumbuh kembang
2) Nyeri akut
Definisi
Pengalaman sensorik atau eosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritaan)
c) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, atihan fisik
berlebihan).
13
Gejala dan tanda minor:
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
c. Rencana keperawatan
Rencana intervensi difokuskan pada kelancaran persiapan pembedahan,
dukungan prabedah dan pemenuhan informasi. Persiapan pembedahan
dilakukan secara umum seperti pembedahan lainnya dengan pengunaan
anastesi general. Pasien perlu dipuasakan 6 jam sebelum pembedahan
dan mencukur area pubis . kelengkapan informed consent perlu
diperhatikan perawat (Mutaqin, 2009).
Menurut (SIKI, 2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan 2 diagnosa diatas adalah:
1) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan tingkat ansietas
pasien menurun dengan kriteria hasil:
14
a) Verbalisasi kebingungan menurun
b) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
c) Perilaku gelisah menurun
d) Perilaku tegang menurun
Intervensi
Observasi
a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah ( misal : kondisi,
waktu, stresor)
b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c) Monitor tanda-tanda ansietas ( verbal dan non verbal)
Terapeutik :
a) Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
c) Pahami situasi yang membuat ansietas
d) Dengarkan dengan penuh perhatian
e) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
f) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
g) Motivasi mengidentifikasi situassi yang memicu kecemasan
h) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang
Edukasi :
a) Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami
b) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan
dan prognosis
c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h) Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
15
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan tingkat
ansietas pasien menurun dengan kriteria hasil:
a) Keluhan nyeri menurun
b) Meringis menurun
c) Sikap protektif menurun
d) Gelisah menurun
e) Kesulitan tidur menurun
Intervensi :
Observasi :
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
16
Edukasi :
2. Intra operasi
a. Definisi
Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke
instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup:
1) Ruang sementara (Holding area)
Perawat dapat menjelaskan tahap-tahap yang akan dilaksanakan
untuk menyiapkan klien menjalani pembedahan. Perawat diruang
tahanan sementara biasanya adalah bagian dari petugas ruang
operasi dan menggunakan pakaian, topi, dan alas kaki khusus
ruang operasi sesuai dengan kebijakan pengontrolan infeksi rumah
sakit. Beberapa tempat bedah sehari, perawat primer perioperatif
menerima kedatangan klien, menjadi perawat sirkulator selama
prosedur berlangsung, dan mengelola pemulihan serta kepulangan
klien.
17
lengan klien selama pembedahan berlangsung sehingga ahli
anestesi dapat mengkaji tekanan darah klien.
2) Kedatangan ke ruang operasi
Perawat ruang operasimengidentifikasi dan keadaan klien, melihat
kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil
pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan. Pastikan bahwa
alat prostese dan barang berharga telah dilepas dan memeriksa
kembali rencana perawatan preoperatif yang berkaitan dengan
intraoperatif.
3) Pemberian anestesi
Anestesi umum klien yang mendapat anestesi umum akan
kehilangan seluluh sensasi dan kesadarannya. Relaksasi
mempermudah manipulasi anggota tubuh. Klien juga mengalami
amnesia tentang seluruh proses yang terjadi selama pembedahan
yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor,
yang membutuhkan manipulasi jaringan yang luas.
Ahli anestesi memberi anestesi umum melalui jalur Intra vena dan
inhalasi melalui empat tahap anestesi. Tahap 1 dimulai saat klien
masih sadar, klien menjadi pusing dan kehilangan kesadaran secara
bertahap, dan status analgesic dimulai. Tahap 2 adalah eksitasi, otot
kilen kadang-kadang menegang dan hampir kejang, reflek menelan
dan muntah tetap ada, dan pola nafas klien mungkin menjadi tidak
teratur. Tahap 3 dimulai pada saat irama pernafasan mulai teratur,
fungsi vital terdepresi. Tahap 4 adalah tahap depresi pernafasan
lengkap.
18
mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
Pasien posisi supine (dorsal recumbent):laparotomi eksplorasi.
b. Pengkajian keperawatan
Pengkajian intra operasi secara ringkas mengkaji hal-hal yang
berhubungan dengan pembedahan, diantaranya adalah validasi
identitas dan prosedur jenis pembedahan yang dilakukan, serta
konfirmasi kelengkapan data penunjang laboratorium dan radiologi
(Mutaqin, 2009).
c. Diagonosa keperawatan
Pasien yang dilakukan pembedahan akan melewati berbagai prosedur.
Prosedur pemberian anastesi, pengaturan posisi bedah, manajemen
asepsis dan prosedur bedah laparatomi akan memberikan komplikasi
19
pada masalah keperawatan yang akan muncul dalam (SDKI,2017)
yaitu:
1) Resiko cedera
Definisi
Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam
kondisi baik.
Faktor resiko:
Eksternal
a) Terpapar patogen
b) Terpapar zat kimia toksis
c) Terpapar agen nosokomial
d) Ketidakamanan transportasi
Internal
a) Ketidak normalan profil darah
b) Perubahan orientasi afektif
c) Perubahan sensasi
d) Disfungsi autoimun
e) Disfungsi biokimia
f) Hipoksia haringan
g) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
h) Malnutrisi
i) Perubahan fugsi psikomotor
j) Perubahan fungsi kognitif
20
e) Gangguan pendengaran
f) Penyakit pakinson
g) Hipotensi
h) Kelainan bevus vestibularis
i) Retardasi mental
2) Resiko perdarahan
Definisi:
Beresiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi dalam
tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh).
Faktor risiko:
a) Aneurisma
b) Gangguan gastrointestinal (mis. ulkus lambung, polip, varises)
c) Gangguan fungsi hati (mis. sirosis hepatis)
d) Komplikasi kehamilan (mis. ketuban pecah sebelum waktunya,
plasenta previa/abrupsio, kehamilan kembar)
e) Komplikasi pasca partum (mis. atoni uterus, retensi plasenta)
f) Gangguan koagulasi (mis. trombositopenia)
g) Efek agen farmakologis
h) Tindakan pembedahan
i) Trauma
j) Kurang terpapar informasi tentang pencegahan perdarahan
k) Proses keganasan
21
g) Ketuban pecah sebelum waktunya
h) Plasenta previa/abrupsio
i) Atonia uterus
j) Retensi plasenta
k) Tindakan pembedahan
l) Kanker
m) Trauma
d. Rencana keperawatan
Menurut (SIKI,2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa diatas adalah :
1) Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan
Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2-3 jam, tingkat
perdarahan menurun dengan kriteria hasil:
a) Perdarahan pasca operasi menurun
b) Hemoglobin membaik
c) Tekanan darah dan denyut nadi membaik
Intervensi
Observasi
a) Monitor tanda dan gejala perdarahan
b) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah
kehilangan darah
c) Monitor tanda-tanda vital ortostatik
d) Monitor koagulasi
Terapeutik
a) Pertahankan bedrest selama perdarahan
b) Batasi tindakan invasif, jika perlu
c) Gunakan kasur pencegah dekubitus
d) Hindari pengukuran suhu rektal
22
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
23
l) Lakukan tindakan pencegahan terhadap radiasi ionisasi atau
gunakan alat pelindung dalam situasi dimana alat tersebut
dibutuhkan, sebelum operasi dimulai
m) Sesuaikan koagulasi dan arus pemotong sesuai instruksi dokter
atau kebijakan institusi
n) Inspeksi kulit pasien terhadap cedera setelah menggunakan alat
pembedahan elektronik.
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap masalah intrabedah secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam mempertahankan status kesehatan, seperti
normalnya tanda vital, kardiovaskular, pernapasan, ginjal, dan lain-
lain.
3. Post operatif
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan
perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada
menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien,
menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat
dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya
dengan cepat, aman dan nyaman.
a. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan
diantaranya adalah kesadaran, kualitas jalan nafas, sirkulasi, dan
perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan elektrolit,
kardiovaskuler, lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat
yang digunakan dalam pembedahan.
b. Diagnosa keperawatan post operatif
Diagnosa post operasi saat post operatif dalam (SDKI,2017) meliputi:
1) Resiko hipotermia perioperatif
Definisi:
24
Beresiko mengalami penurunan suhu tubuh dibawah 36 oC secara
tiba-tiba yang terjadi satu jam sebelum pembedahan hingga 24
jam setelah pembedahan
Faktor risiko:
a) Prosedur pembedahan
b) Kombinasi anastesi regional dan umum
c) Skor american society of anastesiologist (ASA) > 1
d) Suhu pra-operasi rendah < 36oC
e) Berat badan rendah
f) Neuropati diabetik
g) Komplikasi kardiovaskuler
h) Suhu lingkungan rendah
i) Transfer panas (mis. volume tinggi infus yang tidak
dihangatkan, irigasi > 2 liter yang tidak dihangatkan)
2) Nyeri akut
Definisi
Pengalaman sensorik atau eosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritaan)
c) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, atihan
fisik berlebihan)
25
Gejala dan tanda mayor:
Tabel 2.5 Gejala dan Tanda Mayor Nyeri Akut
Subjektif Objektif
3. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis.
waspada, posisi
menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
c. Rencana keperawatan
26
Menurut (SIKI,2018) intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa diatas adalah :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 jam, tingkat nyeri
pasien berkurang dengan kriteria hasil:
a) Keluhan nyeri menurun
a) Meringis menurun
b) Sikap protektif menurun
c) Gelisah menurun
d) Kesulitan tidur menurun
Intervensi :
Observasi :
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
Terapeutik :
27
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi :
Intervensi :
Observasi :
a) Monitor suhu tubuh
b) Identifikasi penyebab hipotermia, (misal : terpapar suhu
lingkungan rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan laju
metabolisme, kekurangan lemak subkutan )
c) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermi
Teraupetik :
a) Sediakan lingkungan yang hangat (misal: atur suhu ruangan)
b) Lakukan penghangatan pasif (misal: Selimut, menutup kepala,
pakaian tebal)
28
c) Lakukan penghatan aktif eksternal (misal: kompres hangat,
botol hangat, selimut hangat, metode kangguru)
d) Lakukan penghangatan aktif internal (misal : infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat)
b. Etiologi
Menurut klasifikasi, etiologi apendisitis adalah sebagai berikut.
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan bakteria.
Dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen
apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limfe, fekalit (tinja/batu),
tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan
sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit
(E.histolytica).
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali
sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali pada ke
bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
29
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh
didinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel
inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.
c. Patofisiologi
Apendik belum diketahui fungsinya, merupakan bagian dari sekum.
Penyebab utama apendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang
dapat disebabkan oleh hyperplasia dari folikel limfoid merupakan
penyebab terbanyak, adanya fekalit dalam lumen apendiks. Adanya
benda asing seperti cacing, striktura karena akibat peradangan
sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Obstruksi apendiks itu menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mucus yang terbendung makin banyak
dan menekan dinding apendiks oedem serta merangsang tunika
serosa peritonium visceral. Oleh karena itu persyarafan apendiks
sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan
sebagai rasa sakit disekitar umbilicus.
Mucus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum
terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium
parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah
abdomen, keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu maka timbul allergen dan ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding apendik akut itu
telah pecah, dinamakan apendisitis perforasi. Bila omentum usus
yang berdekatan dapat mengelilingi apendik yang meradang atau
30
perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai
apendisitis abses (Dermawan & Rahayuningsih, 2010).
e. Komplikasi
31
Komplikasi yang sering terjadi pada klien apendisitis menruut
Dermawan dan Rahayu (2010) adalah sebagai berikut.
1) Perforasi apendisitis
Perforasi jaringan terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman
untuk dilakukan dalam masa tersebut. Tanda-tanda perforasi
meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran
kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang
jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan
abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis
dapat ditegakkan dengan pasti.
2) Peritonitis
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan
adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Bila berbentuk abses
apendik akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung kearah rectum atau vagina. Peritonitis
merupakan peradangan peritonium (lapisan membrane serosa
rongga abdomen) dan organ didalamnya. Tanda – tanda dari
peritonitis yaitu (Muttaqin & Sari, 2011):
a) Nyeri pada abdomen yang hebat
b) Dinding perutterasa tegang
c) Demam tinggi
3) Dehidrasi
4) Sepsis
5) Eleketrolit darah tidak seimbang
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan penunjang pada apendisitis adalah sebagai berikut.
1) Pemeriksaan fisik (Huda & Kusuma, 2015).
a) Inspeksi
tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang.
b) Palpasi
32
Didaerah perut kanan bawah jika ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri yang mana
merupakan kunci dari apendik akut.
c) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat atau
tungkai diangkat tinggi-tinggi, maka terasa nyeri prut semakin
parah.
d) Pada apendisitis terletak pada retro sekal maka uji psoas akan
positif dan tanda perangsangan peritonium tidak begitu jelas,
sedangkan bila apendik terletak di rongga pelvis maka
obturator sign akan positif dan tanda perangsangan
peritonium akan lebih menonjol.
e) Pemeriksaan laboratorium
f) Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu,
maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi
(pecah).
g) Pemeriksaan radiologi
Tampak distensi sekum pada apendisitis akut
USG: menunjukan densitas kuadran kanan bawah atau
kadar aliran udara terlokalisasi
Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen dan
apendikogram.
g. Penatalaksanaan medis
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat memperparah perforasi.
Tatalaksana yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut
1) Sebelum operasi
a) Observasi
Setelah munculnya keluhan dalam 8-12 jam perlu diobservasi
ketat karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas.
Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak
boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis
33
ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah
setelah timbulnya keluhan
b) Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apendisitis perforasi
memerlukan antibiotik, kecuali apendisitis tanpa komplikasi
tidak memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan bedah
sambil memberikn antibiotik dapat engakibatkan abses atau
perforasi.
2) Operasi
Menurut (Brunner & Suddarth, 2010) Operasi atau pembedahan
untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi. Apendiktomi
harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum dengan
pembedahan abdomen bawah atau laparoskopi.
Apendiktomi dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode
pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan
konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang
merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode
terbaru yang sangat efektif.
34
3) Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, hipertermia, syok atau
gangguan pernafasan. Baringkan pasien dalam posisi semi
fowler. Pasien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama itu pasien dipuasakan sampai fungsi usus
kembali normal. Satu hari setelah dilakukan operasi pasien
dianjurkan duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Hari
kedua dapat dianjurkan untuk duduk. Hari ketujuh dapat
diperbolehkan pulang (Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran,
2012).
2. Laparatomi
a. Pengertian laparatomi
Menurut (Sjamsuhidayat, 2010), laparatomi merupakan prosedur
pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen
hingga ke cavitas abdomen. Laparatomi merupakan teknik sayatan
yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada
bedah digestif dan obgyn . Laparatomi termasuk salah satu prosedur
pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisan-
lapisan dinding abdomen untuk mendapatka bagian organ abdomen
yang mengalami masalah (pendarahan, perforasi, kanker, dan
obstruksi).
35
c. Indikasi laparatomi
Adapun indikasi dilakukannya laparatomi diantaranya yaitu :
1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / rupture hepar
2) Peritonitis
3) Perdarahan saluran pencernaan (Internal Bleeding)
4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar e) Masa pada abdomen
36
mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan
aseptik dan antiseptic.
3) Bentuk integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi
luka merupakan keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka,
kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat
pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
D. Jurnal Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh (Eriantono, Alfarisi, Refolinda, & Willy, 2020)
dengan judul Perbedaan Lamanya Rawat Inap Pasien Post Appendiktomi pada
Appendisitis Akut dan Appendisitis Perforasi dengan metode cross sectional.
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh catatan rekam medik pasien
appendisits tahun 2016-2019 berjumlah 60 responden appensitis akut dan 60
responden appendisitis perforasi. Analisis data menggunakan analisis univariat
dan bivariat independent test. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata
lama rawat inap responden appendisitis akut selama 9 hari, paling singkat
37
lama rawat inap 2 hari dan paling lama 23 hari. Sedangkan responden dengan
appendisitis perforasi rata-rata rawat inap selama 34 hari, paling singkap lama
rawat inap 4 hari dan paling lama 90 hari. Terdapat perbedaan yang signifikan
antara lama rawat inap pasien appendiktomi antara pasien appendiksitis akut
dan appendisitis perforasi dengan uji mann-whitney U nilai p diperoleh
sebesar 0,000 (p<0,05)
Penelietian yang dilakukan oleh (Rokawie, Sulatri, & Anita, 2017) berjudul
Relaksasi Nafas Dalam Menurunkan Kecemasan Pasien Operasi Bedah
Abdomen menggunakan pendekatan pre experimental design dengan
rancangan one group pretest posttest. Penelitian ini dilakukan pada bulan
April 2017 di Ruang Bedah RSUD Jendral Ahmad Yani Metro dengan 32
responden. Analisa bivariat menggunakan uji t berpasangan. Hasil penelitian
diperoleh tingkat kecemasan pada pasien pre operasi bedah abdomen sebelum
diberikan terapi relaksasi nafas dalam mempunyai rata-rata skor indeks
kecemasan 54,59 (kecemasan sedang) dan tingkan kecemasan pada pasien pre
operasi bedah abdomen setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam
mempunyai rata-rata skor indeks kecemasan 49,56 ( kecemasan ringan) dan
terjadi penurunan sebesar 5,03.
38
BAB III
METODE
B. Subyek Asuhan
Subyek asuhan keperawatan ini fokus kepada satu orang pasien remaja yang
menjalani operasi di ruang operasi Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung
dengan diagnosa medis apendisitis perforasi dengan rencana operasi
laparatomi.
D. Pengumpulan Data
1. Alat pengumpulan data
Alat yang digunakan oleh penulis dalam menyusun laporan tugas akhir ini
yaitu lembar format asuan keperawatan perioperatif yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, tindakan
keperawatan, serta evaluasi tindakan dan rekam medik pasien terkait.
39
2. Teknik pengumulan data
a. Pengamatan
Pengamatan atau observasi adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara
aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Dalam
penelitian, pengamatan adalah suatu prosedur yang berencana, yang
antara lain meliputi melihat kondisi klien, mendengar keluhan klien
dan mencatat atau mengevaluasi dari hasil ketiga kegiatan tersebut
(Notoatmodjo, 2018). Dalam laporan akhir ini dilakukan dengan
mengamati respon pasien setelah diberikan intervensi saat berada
diruangan pre-operasi yaitu respon setelah diajarkan teknik relaksasi
napas dalam dan penkes tentang operasi. Mengamati selama proses
operasi apakah terdapat resiko perdarahan serta resiko terjadinya
cedera selama tindakan pembedahan. Mengamati kesadaran pasien dan
resiko aspirasi akibat efek sisa anastesi post operasi di ruang pulih
sadar.
b. Wawancara
Menurut (Notoatmodjo, 2018), wawancara adalah metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara penulis
menanyakan langsung kepada pasien secara bertatap muka. Pada
laporan akhir ini penulis menanyakan secara lisan tentang identitas
pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit
keluarga pasien.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara head to toe,
diantaranya:
1) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
pengamatan atau melihat langsung seluruh tubuh pasien tau hnya
bagian tertentu untuk mengkaji bentuk kesimetrisan/abnormalitas,
posisi, warna kulit dan lain-lain.
2) Palpasi adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui perabaan
terhadap bagian tubuh yang mengalami adanya
kelainan/abnormalitas.
40
3) Auskultasi adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui
pendengaran dengan memakai alat bantu seperti stetoskop atau
doppler.
4) Perkusi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
menggunakan ketukan jari atau dengan alat bantu seperti reflek
hammer.
5) Studi dokumentasi atau rekam medik adalah pengumpulan data
yang diambil berdasarkan data sekunder pasien yang ada di rekam
medik.
E. Penyajiani Data
Menurut (Notoatmodjo, 2018) cara penyajian data penelitian dilakukan
melalui berbagai bentuk. Pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga yaitu,
penyajian dalam bentuk teks (textular), penyajian dalam bentuk tabel, dan
penyajian dalam bentuk grafik. Secara umum penggunaan tiga bentuk
penyajian ini berbeda. Penyajian secara textular biasanya digunakan untuk
penelitian atau data kualitatif, penyajian dengan tabel digunakan untuk data
yang sudah diklasifikasikan dan ditabulasi. Pada laporan akhir ini penulis
menyajikan data dalam bentuk narasi dan tabel.
F. Prinsip Etik
Prinsip etika yang digunakan penulis dalam membuat asuhan
keperawatan fokus tindakan keperawatan ini adalah prinsip etika keperawatan
dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok atau
keluarga dan masyarakat. Menurut Invalid source specified.prinsip etik yang
digunakan antara lain:
a. Autonomy (otonomi)
Autonomy berarti komitmen terhadap klien dalam mengambil keputusan
tentang semua askep pelayanan. Autonomy merupakan hak seseorang
untuk mengatur dan membuat keputusan sendiri meskipun demikian masih
terdapat berbagai keterbatasan, terutama yang berkaitan dengan situasi dan
kondisi, latar belakang individu, campur tangan hukum dan tenaga
41
kesehatan professional yang menentukan. Pada prinsipnya otonomi
berkaitan dengan hak sesorang untuk memilih bagi diri mereka sendiri,
apa yang menuntut pemikiran dan pertimbangannya merupakan hal yang
terbaik.
d. Justice (keadilan)
Keadilan merujuk pada kejujuran. Penyelenggaraan layanan kesehatan
setuju untuk berusaha bersikap adil dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Prinip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan.
e. Kesetiaan (fidelity)
Kesetiaan adalah persetujuan untuk menepati janji. Janji setia pendukung
rasa tidak ingin meninggalkan klien, meskipun saat klien tidak meyetujui
keputusan yang telah dibuat. Standar kesetiaan termasuk kewajiban
mengikuti pelayanan yang ditawarkan kepada klien.
42
f. Akuntabilitas
Akuntabilitas merujuk pada kemampuan seseorang untuk menjelaskan
alasan tindakannya. Dengan adanya akuntabilitas ini makanya penulis
dapat belajar untuk menjamin tindakan professional yang akan dilakukan
pada klien dan atasan.
g. Confidentiality
Confidentiality dalam pelayanan kesehatan harus menjaga rahasia klien
apabila melanggar akan terkena sanksi seperti tidak dapat menyalin rekam
medis tanpa izin dari klien.
h. Veracity (kejujuran)
Veracity merupakan dasar membina hubungan saling percaya terhadap
klien. Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini
diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan
kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat
mengerti.
43
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, F. (2019, June). Health Education Using The Leaflet Media Reduce
Anxiety Levels In Pre Operation Patients. Jendela Noursing Jurnal, 49-57.
Budianto, Agustanti, D., & Astini, Y. (2017). Pengaruh Edukasi Batuk Efektif
Terhadap Perilaku Batuk Efektif Pasien Post Operasi Dengan Anestesi
Umum. Jurnal Keperawatan, Volume VIII, 180-185.
Erianto, M., Fitriyani, N., Siswandi, A., & Sukulima, A. P. (2020). PERFORASI
PADA PENDERITA APENDISITIS DI RSUD DR. H. ABDUL
MOELOEK LAMPUNG. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 490-
496.
Eriantono, M., Alfarisi, R., Refolinda, S. A., & Willy, J. (2020). PERBEDAAN
LAMANYA RAWAT INAP PASIEN POST APPENDIKTOMI PADA
APENDISITIS AKUT DAN APPENDISITIS PERFORASI. Junal Ilmu
Kesehatan, 176-183.
Hipkabi. (2014). Buku pelatihan dasar-dasar keterampilan bagi keperawatan
kamar bedah. Jakarta : HIPKABI Press.
INFORMED CONSENT
(BUDIANTO) (.…………………….)
NIM. 2014901006
Lampiran 2
I. PENGKAJIAN
IDENTITAS KLIEN
Nama : No. RM :
Umur : Tgl. MRS :
Jenis Kelamin : Diagnosa :
Suku/Bangsa :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Gol. Darah :
Alamat :
Tanggungan :
A. RIWAYAT PRAOPERATIF
1. Pasien mulai dirawat tgl : pkl : ................. Ruang : ………………………..
2. Ringkasan hasil anamnese preoperatif :
..........................................................................................................................................
..
b. Pemeriksaan Fisik
Kepala & Leher :
Thorax (jantung & paru) :
Abdomen :
Ekstremitas (atas dan bawah) :
Genetalia & Rectun :
Pemeriksaan lain (spesifik) :
Pemeriksaan Penunjang :
a. ECG Tgl: .........................................Jam :........................
Hasil :...................................................
e.Pemeriksaan lain:
Hasil :………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
4. Pemberian obat-obatan :
a. Obat Premedikasi (diberikan sebelum hari pembedahan)
Ket:………………………………………………………………………………………..............................................
B. INTRAOPERATIF
1. Tanda- tanda vital, Tgl :.....................................Jam :...........................
_____Dorsal recumbent
_____Trendelennburg
_____Litotomi
______Latera
Perawat Instrumentator :
Perawat Sirkuler :
…………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………
Pemberian oksigen
Pemberian suction
Resusitasi jantung
Pemasangan drain
Pemasangan intubasi
Transfusi darah
Lain-lain:………………………………………………………………………..............................
9. Komplikasi dini setelah pembedahan (saat pasien masih berada di ruang operasi)
C. POST OPERASI
1. Pasien pindah ke :
Pindah ke PACU/ICU/PICU/NICU, jam___________Wi
2. Keluhan saat di RR/PACU
: ................................................................................
3. Air Way :
......................................................................................................................
4. Breathing : ...............................................................................................................
.....
5. Sirkulasi : .................................................................................................................
.....
6. Observasi RR
Steward Scor Aldrete Scor Bromage Score
ALDRETE SCORING ( DEWASA )
KETERANGAN
KETERANGAN
Pengobatan
Intra Operasi
Intra Operasi :
Post Operasi
III. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI