Makalah Fiqih Muamalah Mudharabbah, Murabbahah, Musyarakah
Makalah Fiqih Muamalah Mudharabbah, Murabbahah, Musyarakah
Makalah Fiqih Muamalah Mudharabbah, Murabbahah, Musyarakah
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH:
2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
Taufik, Hidayah dan Inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Makalah Mudharabah, Murabahah, Musyarakah” dan penulis
sangat berharap semoga Allah SWT. memberikan manfaat kepada pembaca dan barakah
kepada penulis baik di dunia maupun di akhirat.
Shalawat dan salam semoga tetap selalu senantiasa tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. serta keluarga dan sahabatnya, yang telah
memberikan petunjuk kepada kita menuju jalan yang lurus.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekurangan maupun
kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran, akan penulis terima dengan
kerendahan hati dan senang hati demi perbaikan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar belakang........................................................................................................1
B. Rumusan masalah...................................................................................................1
C. Tujuan penelitian....................................................................................................2
BAB 2................................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. MUDHARABAH...................................................................................................3
1. PENGERTIAN MUDHARABAH.....................................................................3
2. LANDASAN HUKUM MUDHARABAH........................................................5
3. RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH.....................................................8
4. MACAM MACAM MUDHARABAH............................................................12
5. FATWA DSN MUI TERHADAP PEMBIAYAAN........................................14
B. MURABAHAH....................................................................................................17
1. PENGERTIAN MURABAHAH......................................................................17
2. LANDASAN HUKUM MURABAHAH :.......................................................18
3. RUKUN DAN SYARAT MURABAHAH......................................................19
4. FATWA DSN MUI MENGENAI MURABAHAH.........................................20
C. MUSYARAKAH.................................................................................................20
1. DEFINISI MUSYARAKAH............................................................................20
2. SYARAT DAN RUKUN..................................................................................21
3. MACAM-MACAM MUSYARAKAH Syariah...............................................22
4. FATWA DSN MUI TERHADAP PEMBIYAYAAN......................................24
D. PERBEDAAN KETIGANYA..............................................................................24
PENUTUP.......................................................................................................................26
KESIMPULAN............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27
iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perbankan syariah adalah layanan perbankan yang diatur berdasarkan
prinsip-prinsip Syariah Islam. Saat ini perkembangan layanan perbankan syariah
semakin meningkat di Indonesia. Kehadiran bank yang menerapkan prinsip
syariah menjadi solusi bagi mereka yang ingin terhindar dari riba yang banyak
dijumpai pada bank konvensional dalam bentuk suku bunga. Sistem bagi hasil
yang digunakan dalam perbankan syariah adalah bagi hasil.
Ciri perbankan syariah yang pertama adalah pengelolaan dana. Pada
prinsipnya layanan perbankan syariah diselenggarakan berdasarkan hukum
Islam yang mengacu pada Al-Quran, hadis dan fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Pengelolaan dana perbankan syariah
harus menghindari perjudian (maysir), ketidakpastian dalam bertransaksi
(gharar) dan riba. Untuk itu pihak manajemen perbankan syariah harus
mempunyai akad terlebih dahulu.
Salah satu keistimewaan bank syariah yang tidak dimiliki oleh bank
konvensional adalah adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS sendiri
merupakan organisasi pemantau yang memastikan perusahaan mematuhi
prinsip syariah, baik dalam produk maupun layanannya. DPS ditunjuk langsung
oleh DSN-MUI untuk membantu memberikan pengawasan dan masukan mulai
dari perencanaan, pengembangan hingga penggunaan produk dan layanan
syariah dengan tetap memperhatikan kaidah syariah Islam.
Dalam perbankan syariah ada berbagai macam jenis transaksi dan akad.
Disini kami akan membahas tiga akad yang biasa dilakukaan dalam perbankan
syariah seperti akad mudharabah, akad murabahah, dan juga akad musyarakah.
Bagaimana disini akan dijabarkan bahwasanya akad-akad ini tentu di sesuaikan
dengan prinsip-prinsip dasar bank syariah yang menekankan pada keadilan.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu Mudharabah, Murabahah, Musyarakah?
1
2. Apa landasan hukum Mudharabah, Murabahah, Musyarakah?
3. Apa rukun dan syarat Mudharabah, Murabahah, Musyarakah?
4. Bagaimana fatwa DSN-MUI mengenai Mudharabah, Murabahah,
Musyarakah?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui apa itu Mudharabah, Murabahah, Musyarakah.
2. Untuk mengetahui landasan hukum Mudharabah, Murabahah, Musyarakah.
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat Mudharabah, Murabahah, Musyarakah.
4. Untuk mengetahui fatwa DSN-MUI mengenai Mudharabah, Murabahah,
Musyarakah.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. MUDHARABAH
1. PENGERTIAN MUDHARABAH
Salah satu bentuk kolaborasi dalam menggerakkan usaha antara
pemilik modal dan individu lainnya adalah skema bagi hasil, yang
berasal dari semangat saling membantu. Hal ini terjadi karena ada
individu yang memiliki modal namun kurang ahli dalam mengoperasikan
bisnis. Di sisi lain, ada individu yang memiliki modal dan keahlian,
namun terbatas waktu yang dimilikinya. Sebaliknya, terdapat juga
individu yang memiliki keahlian dan waktu, tetapi tidak memiliki modal.
Oleh karena itu, ketika ada kerjasama dalam menggerakkan
perekonomian, keduanya akan memperoleh manfaat, di mana modal dan
keterampilan digabungkan menjadi satu kesatuan1.
Mudharabah adalah salah satu jenis kontrak bisnis yang telah ada
sejak zaman Rasulullah SAW. Dalam bahasa Arab, terdapat beberapa
istilah yang digunakan untuk menggambarkan konsep bisnis ini, seperti
qiradh dan mudharabah. Prinsip dasar dari kedua istilah ini sebenarnya
sama. Perbedaan istilah yang digunakan dalam transaksi ini mungkin
disebabkan oleh faktor geografis. Imam Abu Hanifah dan Ahmad min
Hanbal di Irak lebih memilih istilah "mudharabah," sementara Imam
Malik dan Syafi'i lebih cenderung menggunakan "qiradh" atau
"muqaradhah," sesuai dengan kebiasaan di wilayah Hijaz2.
Secara bahasa, mudharabah berasal dari bahasa arab yakni ,
yang mempunyai makna “Mengadakan sebuah perjalanan dengan tujuan
berdagang”3. Dalam bahasa Arab, istilah mudharabah memiliki akar kata
yang berasal dari , yang memiliki makna “memukul atau berjalan”,
dalam konteks ini “memukul atau berjalan” merujuk pada cara seseorang
1
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003), 169.
2
Fadhilah Mursid, “Kajian Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Mudharabah,” Tawazun: Journal of
Sharia Economic Law, Nomor 1, Volume 3 (Maret 2020): 109,
https://doi.org/10.21043/tawazun.v3i1.7847.
3
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamaalat Amzah (Jakarta, 2010), 365.
3
menggunakan kakinya dalam menjalankan usaha. Mudharabah atau
qiradh4 adalah salah satu bentuk kerjasama yang termasuk dalam
kategori syirkah5, di mana mereka beroperasi dengan sistem pembagian
keuntungan. Dalam Al-Qur'an, istilah mudharabah tidak diungkapkan
secara eksplisit. Al-Qur'an hanya mengacu kepadanya dengan
menggunakan bentuk kata musytaq dari akar kata " ر َب َ ضَا," yang
disebutkan sebanyak 58 kali6.
Secara istilah, Mudharabah merupakan perjanjian kolaborasi di
antara shahibul maal (orang yang memiliki modal) dan mudharib
(individu yang memiliki keahlian atau keterampilan) guna mengelola
usaha yang produktif dan sah secara hukum. Hasil dari alokasi dana
tersebut dibagi secara proporsional sesuai dengan kesepakatan, dan jika
terjadi kerugian, shahibul maal akan bertanggung jawab untuk
menanggulanginya7.
Dalam pengertian teknisnya, mudharabah merujuk pada sebuah
perjanjian kerjasama bisnis di antara dua belah pihak, di mana pihak
pertama (shahibul maal) bertanggung jawab untuk menyediakan seluruh
modal (100%), sementara pihak lainnya bertindak sebagai pengelola.
Keuntungan bisnis dalam kerjasama mudharabah dibagi sesuai dengan
kesepakatan yang tercatat dalam kontrak, dan jika terjadi kerugian, maka
kerugian tersebut akan ditanggung oleh pemilik modal, asalkan kerugian
tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian dari pihak pengelola, Jika
kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan curang atau kelalaian dari
pihak pengelola, maka pihak pengelola wajib menanggung tanggung
jawab atas kerugian tersebut8. Oleh karena itu, pembiayaan mudharabah
4
Dalam bahasa Irak digunakan kata mudharabah, sedangkan penduduk Hijaz menyebutnya qiradh. Nurul
Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, Edisi Pertama
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 71.
5
Syirkah adalah kerja sama dengan prinsip bagi hasil, produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas
prinsip bagi hasil yaitu pembiayaan mudharabah dan mudharabah. Adiwarman Karim, Bank Islam
Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), 90.
6
Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, 71.
7
Huda dan Mohamad Heykal, 72.
8
Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 95.
4
adalah dana yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah kepada pihak
lain untuk kegiatan usaha yang menghasilkan9.
Definisi mudharabah dari beberapa tokoh :
1) Menurut Sayyid Sabiq10
"Sebuah perjanjian antara dua belah pihak di mana salah
satunya menyediakan sejumlah dana (sebagai investasi)
kepada yang lain untuk tujuan perdagangan, dengan
keuntungan dibagi sesuai kesepakatan."
2) Menurut Wahbah Az-Zuhaili11
“Dalam akad tersebut, modal yang diberikan oleh pemilik
kepada pengelola digunakan untuk dikelola bersama, dan
keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan mereka.
Namun, jika terjadi kerugian, pemilik modallah yang
bertanggung jawab untuk menanggungnya, sementara
pengelola hanya bertanggung jawab atas upaya dan
kerjanya, tidak akan membayar kerugian apapun.”
3) Menurut fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/200012
"Mudharabah adalah bentuk pembiayaan yang diberikan
oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada pihak lain
untuk usaha produktif. Dalam skema pembiayaan ini,
LKS berperan sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang
membiayai seluruh kebutuhan proyek (usaha), sementara
pengusaha (nasabah) berperan sebagai pengelola usaha
(mudharib)."
9
Rizal Yaya, Akuntansi Perbankan Syariah (Jakarta: Salemba Empat, 2014), 108.
10
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jilid 4 (Jakarta: Darul Fath, 2004), 217.
11
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 5 (Jakarta: Gema Insani, 2011), 476.
12
“Fatwa DSN Indonesia No. 07/DSN MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh),” t.t.
5
a) AL QUR’AN
Berikut adalah ayat-ayat dalam al-Qur'an yang mungkin
berkaitan dengan mudlarabah, meskipun diakui bahwa
kaitannya terbilang jauh, yang mengindikasikan makna
perjalanan atau perjalanan dalam konteks perdagangan atau
usaha :
Q.S Al Muzammil ayat 20
ۙ َو آَخ ُروَن َيْض ِرُبوَن ِفي اَأْلْر ِض َيْبَتُغ وَن ِم ْن َفْض ِل ِهَّللا
َفِإَذ ا ُقِضَيِت الَّص اَل ُة َفاْنَتِش ُروا ِفي اَأْلْر ِض َو اْبَتُغ وا ِم ْن َفْض ِل ِهَّللا
13
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 225.
6
yang melakukan perjalanan di dunia dengan tujuan mencari
keberkahan dari Allah14.
b) HADIS
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Shuhaib
“Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah
adalah jual beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh
(memberi modal kepada orang lain), dan mencampurkan
gandum kualitas baik dengan gandum kualitas rendah untuk
keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual (HR Ibnu
Majah)”15
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar
tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta
tidak membeli hewan ternak, jika persyaratan itu dilanggar,
ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika
persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah,
beliau membenarkannya (HR. Ad-Darulquthni)”16
Dalam hadits pertama, terdapat penjelasan tentang keabsahan
praktik mudharabah. Sebagaimana yang telah diucapkan oleh
Nabi, memberikan modal kepada individu lain merupakan
tindakan yang membawa berkah. Sementara dalam hadits
yang disampaikan oleh Ad-Darulquthni, dinyatakan bahwa
seorang pemilik modal (shahibul mal) diperbolehkan
menetapkan persyaratan tertentu yang harus diikuti oleh pihak
yang bermitra (mudharib).
Hadits Nabawi riwayat Thabrani
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar
tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta
tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar,
14
Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, 477.
15
“Fatwa DSN Indonesia No. 07/DSN MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).”
16
“Fatwa DSN Indonesia No. 07/DSN MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).”
7
ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika
persyaratan yang ditetapkan abai itu didengar Rasulullah,
beliau membenarkannya” (HR. Thabrani dai Ibnu Abbas)”17
Hadits Nabi Riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib
“Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah: jual
beli tidak secara tunai, muqaradah (mudharabah) dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari
Shuhaib).”18
c) IJMA’
Beberapa sahabat disebutkan telah menyerahkan harta anak
yatim kepada mudharib tanpa adanya keberatan dari siapapun.
Oleh karena itu, tindakan ini dianggap sebagai kesepakatan
bersama (ijma).
d) QIYAS
Transaksi mudharabah dapat dibandingkan dengan transaksi
musaqah.
17
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah (Jakarta: PT Grasindo, 2006),
219.
18
Wardi Muslich, Fiqh Muamaalat Amzah, 367.
8
(bentuk usaha), keuntungan, dan 'aqidain (pihak yang berakad).
Sementara itu, menurut aliran Hanafiyah, rukun mudharabah
adalah ijab dan qabul dengan kata-kata yang menunjukkan makna
ijab dan qabul. Di sisi lain, ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa
rukun mudharabah terdiri dari enam elemen (Pemilik dana
(shahibul mal), Pengelola (mudharib), Ijab qabul (sighat), Modal
(ra’sul mal), Pekeraan (amal) Keuntungan atau nisbahrukun pada
akad mudharabah pada dasarnya adalah :
19
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT Raja Grafino Persada,
2014), 205.
9
oleh mudharib dan shahibul mal. Para ahli hukum sepakat
bahwa mudharabah dengan hutang tidak diizinkan, jika tidak
ada setoran modal, itu berarti shahibul mal tidak memberikan
kontribusi apa pun, meskipun mudharib telah bekerja.
Cendekiawan dari mazhab Syafi'i dan Maliki melarang ini
karena dapat merusak keabsahan akad.
Persetujuan kedua belah pihak (ijab dan qabul)
Kesepakatan dari kedua belah pihak adalah hasil dari
prinsip antara kedua belah pihak, di mana keduanya dengan
sukarela setuju untuk terlibat dalam kesepakatan mudharabah.
Pemilik dana menyetujui perannya dalam menyumbangkan
dana, sementara pelaksana usaha juga menyetujui perannya
dalam menyumbangkan usaha kerja.
Nisbah keuntungan
Nisbah adalah elemen yang membedakan dalam kontrak
mudharabah. Nisbah ini adalah imbalan yang dapat diterima
oleh shahibul mal dan mudharib. Shahibul mal menerima
imbalan berdasarkan investasinya, sementara mudharib
menerima imbalan atas usahanya20.
b. SYARAT MUDHARABAH
Syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Pelaku
Dalam konsep mudharabah, diperlukan setidaknya dua pihak.
Pihak pertama berperan sebagai pemilik modal, sementara
pihak kedua berperan sebagai pengelola modal.
Kedua individu harus memiliki pengetahuan tentang hukum,
telah mencapai usia dewasa, dan memiliki kemampuan untuk
mewakili dan diwakili.
Pelaku dalam akad mudharabah bisa melibatkan individu non-
Muslim juga, tidak terbatas pada hubungan antara sesama
Muslim.
20
A. Karim, 205.
10
2) Pernyataan kesepakatan ijab dan qabul harus diucapkan oleh
semua pihak untuk menunjukkan niat mereka dalam
melakukan kesepakatan (kontrak) dan harus
mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini:
Penawaran dan penerimaan harus dengan jelas menyatakan
maksud dari perjanjian (akad).
Penerimaan penawaran terjadi saat kontrak ditandatangani.
Akad dapat dicatat dalam bentuk tertulis, melalui surat-
menyurat, atau dengan menggunakan metode komunikasi
modern.
3) Modal adalah sejumlah dana atau harta yang diserahkan oleh
pemberi dana kepada pengelola (mudharib) dengan persyaratan
sebagai berikut:
Anda perlu mengetahui jumlah dan jenis modal.
Modal dapat terdiri dari uang atau barang yang dinilai. Jika
modal diberikan dalam bentuk aset, maka nilai aset tersebut
harus dihitung pada saat perjanjian dilakukan (akad).
Uang tidak dapat menjadi utang dan harus diberikan kepada
mudharib (manajer modal), baik secara berangsur-angsur
maupun seketika, sesuai dengan perjanjian yang tercantum
dalam perjanjian.
4) Keuntungan dalam mudharabah adalah jumlah yang diperoleh
sebagai surplus dari modal. Untuk memenuhi persyaratan
keuntungan, hal-hal berikut harus terpenuhi:
Perlu dialokasikan untuk kedua belah pihak dan tidak dapat
dikenakan hanya untuk satu pihak.
Pihak-pihak harus sepakat dan menentukan proporsi
keuntungan yang adil saat mereka membuat kontrak, yang
harus diungkapkan sebagai persentase dari keuntungan sesuai
dengan perjanjian. Jika terjadi perubahan dalam proporsi ini,
harus ada kesepakatan antara pihak-pihak terkait.
11
Penyedia dana bertanggung jawab atas segala kerugian yang
timbul akibat dari mudharabah, sementara pengelola hanya
boleh menanggung kerugian jika disebabkan oleh tindakan
yang disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5) Usaha yang dilakukan oleh pengelola (mudharib) harus
mempertimbangkan aspek-aspek berikut sebagai penyesuaian
modal yang diberikan oleh penyedia dana:
Kegiatan usaha merupakan hak eksklusif dari pengelola
(mudharib) tanpa intervensi dari penyedia dana, meskipun ia
memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan.
Penyedia dana harus menghindari melakukan tindakan yang
dapat menghambat pencapaian tujuan mudharabah, yakni
mendapatkan keuntungan, dengan cara membatasi tindakan
yang diambil oleh pengelola.
Pengelola harus mematuhi hukum syariah Islam dan mengikuti
praktik yang umum dalam tindakannya terkait mudharabah21.
21
Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 228.
22
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), 172.
12
kepada mudharib untuk menginvestasikan modal dalam usaha yang
dianggap sesuai tanpa syarat-syarat tertentu
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah adalah suatu bentuk penyerahan modal
dengan ketentuan-ketentuan khusus, di mana pekerja harus
mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan dalam
perjanjian yang disusun oleh pemilik modal. Contohnya, ini bisa
mencakup kewajiban untuk berdagang dengan barang-barang
tertentu di wilayah tertentu dan melakukan pembelian dari toko atau
pabrik tertentu23. Shahibul mal dapat melakukan tindakan ini untuk
melindungi modalnya dari risiko kerugian. Namun, jika mudharib
melanggar persyaratan atau batasan, maka mudharib harus
menanggung konsekuensi kerugian yang muncul.
23
Ali Hasan, 172.
24
Ali Hasan, 172.
25
A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, 213.
13
5. FATWA DSN MUI TERHADAP PEMBIAYAAN
Mudharabah, sebagai metode pembiayaan, diakui secara sah
berdasarkan fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama' Indonesia
Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah
(Qiradh), yang antara lain mengatur hal-hal berikut:
PERTAMA : Aturan-aturan terkait pembiayaan:
1. Pembiayaan mudharabah merupakan pemberian dana oleh LKS
kepada pihak lain untuk tujuan usaha yang menghasilkan
keuntungan.
2. Dalam jenis pembiayaan ini, LKS berperan sebagai pemilik dana
(shahibul maal) yang membiayai keseluruhan kebutuhan proyek
(usaha), sementara pengusaha (nasabah) bertindak sebagai pengelola
usaha atau mudharib.
3. Rincian seputar durasi proyek, cara pengembalian dana, serta
pembagian laba ditetapkan melalui kesepakatan antara LKS dan
pengusaha. Mudharib memiliki kebebasan untuk menjalankan
berbagai jenis usaha yang telah disepakati, selama sesuai dengan
prinsip syari'ah. LKS tidak ikut campur dalam manajemen
perusahaan atau proyek, namun memiliki hak untuk memberikan
panduan dan pengawasan.
4. Besaran dana yang diberikan harus disebutkan secara tegas dalam
bentuk uang tunai, bukan dalam bentuk piutang.
5. LKS, sebagai penyedia dana, akan menanggung seluruh kerugian
dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) sengaja melakukan
kesalahan, kelalaian, atau melanggar perjanjian.
6. Pada dasarnya, pembiayaan mudharabah tidak melibatkan jaminan,
tetapi agar mudharib tetap mematuhi perjanjian, LKS bisa meminta
jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat
digunakan jika mudharib terbukti melanggar kesepakatan yang telah
dibuat bersama dalam kontrak.
14
7. Kriteria untuk pemilihan pengusaha, prosedur pembiayaan, dan cara
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan mengacu pada fatwa
DSN (Dewan Syariah Nasional).
8. Biaya operasional akan ditanggung oleh mudharib.
9. Jika penyandang dana (LKS) tidak memenuhi kewajiban atau
melanggar perjanjian, maka mudharib berhak untuk mendapatkan
ganti rugi atau penggantian biaya yang telah dikeluarkan.
15
Keuntungan harus dibagi antara kedua belah pihak dan tidak boleh
direservasi hanya untuk salah satu pihak.
Bagian keuntungan masing-masing pihak harus jelas dan dinyatakan
saat perjanjian, dalam bentuk persentase (nisbah) sesuai dengan
kesepakatan. Perubahan dalam nisbah harus disetujui oleh kedua
belah pihak.
Penyedia dana bertanggung jawab atas semua kerugian yang timbul
dari mudharabah, dan pengelola tidak akan bertanggung jawab atas
kerugian kecuali jika disebabkan oleh kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengelola (mudharib) sebagai
pelaksanaan modal yang diberikan oleh penyedia dana harus
memperhatikan hal-hal berikut:
Pengelola memiliki hak eksklusif terhadap operasional usaha tanpa
intervensi dari penyedia dana, tetapi penyedia dana berhak untuk
melakukan pengawasan.
Penyedia dana tidak boleh menghambat tindakan pengelola yang
dapat menghalangi pencapaian tujuan mudharabah, yaitu mencapai
keuntungan.
Pengelola tidak boleh melanggar hukum Syari'ah Islam dalam
tindakan-tindakannya yang terkait dengan mudharabah dan harus
mematuhi praktik-praktik yang berlaku dalam aktivitas tersebut.
16
4. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, penyelesaiannya akan
ditangani oleh Badan Arbitrasi Syariah setelah upaya musyawarah
tidak menghasilkan kesepakatan.
B. MURABAHAH
1. PENGERTIAN MURABAHAH
Murabahah secara bahasa berasal dari kata ربحyang artinya
keuntungan, dikarenakan dalam jual beli murabahah harus menjelaskan
keuntungannya. Sedangkan menurut istilah murabahah adalah jual beli
dengan harga pokok dengan tambahan selisih keuntungan (margin).
Transaksi murabahah ini biasa digunakan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya. Jadi secara sederhana murabahah dapat diartikan dengan
menjual barang seharga dengan barang tersebut lalu ditambah dengan
keuntungan yang disepakati.
Murabahah merupakan salah satu dari bentuk jual beli amanah yang
dikenakan dalam syari’at Islam, dikarenakan penjual diharuskan untuk
melakukan kontrak terlebih dahulu dengan menyatakan harga barang yang
akan dibeli. Di dalam pembiayaan murabahah pihak bank menetapkan harga
jual barang yakni harga pokok barang ditambah sejumlah margin
keuntungan bank. Harga jual yang telah disepakati di awal akad tidak boleh
berubah selama jangka waktu pembiayaan.
Karakteristik murabahah adalah penjual harus memberitahu kepada
pembeli mengenai harga pokok pembelian barang serta jumlah keuntungan
17
yang ditambahkan pada biaya tersebut. Di dalam perbankan syariah,
murabahah merupakan akad jual beli yang terjadi antara pihak bank kepada
nasabah. Keuntungan yang didapat oleh pihak bank syariah adalah
keuntungan yang telah disepakati diawal secara bersama.26
26
Yenti Afrida, “ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARIAH,” t.t., 157.
27
Afrida, 158.
18
b. Musytari atau pembeli, orang yang melakukan permintaan
terhadap suatu barang.
c. Mabi’ atau barang, benda atau objek yang diperjuangkan belikan.
d. Tsaman atau harga jual, sebagai alat ukur penentu nilai barang.
e. Ijab dan qabul.
2) Syarat pembiayaan murabahah
a. Pihak yang berakad (penjual dan pembeli)
1) Cakap hukum,
2) Suka rela atau ridha, tidak dalam keadaan terpaksa atau
dibawah tekanan.
b. Objek yang diperjuangkan belikan
1) Tidak termasuk yang diharamkan atau yang dilarang oleh
agama.
2) Bermanfaat.
3) Penyerahan dari penjual ke pembeli dapat dilakukan.
4) Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad.
5) Sesuai spesifikasi yang diterima pembeli dan diserahkan
penjual.
6) Jika berupa barang bergerak maka barang itu harus bisa
dikuasai pembeli setelah dokumentasi dan perjanjian akad
diselesaikan.
c. Akad (ijab dan qabul)
1) Harus jelas dan disebutkan secara spesifikasi dengan siapa
berakad.
2) Antara Ijab dan Qabul (serah terima) harus selaras baik
dalam spesifik barang maupun harga yang di sepakati.
3) Tidak menggantungkan keabsahan transaksi pada masa
yang akan datang.
4) Tidak membatasi waktu, misal saya jual kepada anda
untuk jangka waktu 10 bulan dan setelah itu akan menjadi
milik saya kembali.
d. Harga
19
1) Harga jual adalah harga beli ditambah keuntungan.
2) Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.
3) Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati
bersama.28
C. MUSYARAKAH
1. DEFINISI MUSYARAKAH
Dalam bahasa Musyarakah kita sering menyebut syirkah yang artinya
ikhtilath (campuran), khusus adalah campuran salah satu dari dua harta
dengan harta lain yang tidak dapat membedakan kedua harta tersebut.
Musyarakah bisa juga berarti seseorang mencampurkan hartanya dengan
harta orang lain tanpa salah satu pihak memisahkannya. Sedangkan secara
terminologi, musyarakah adalah perjanjian kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak
menyumbangkan dana / amal sebesar pada perjanjian yang keuntungan dan
risikonya ditanggung bersama-sama berdasarkan perjanjian. 30
Musyarakah adalah perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk menyatukan modal sebesar dan keuntungan dan kerugian yang
diperoleh sebesar dibagi secara proporsional berdasarkan perjanjian.
28
Afrida, 159–160.
29
Andi Asruni, “Analisis Fatwa DSN-MUI Nomor: 4/DSN-MUI/IV/2000 Tentang AkadMurabahah Dalam
Penerapan Hak Milik (Studi Pada Bank Muamalat KCP Parepare)” (undergraduate, IAIN Parepare, 2021),
http://repository.iainpare.ac.id/2957/.
30
Muhammad Syarif Hidayatullah, IMPLEMENTASI AKAD BERPOLA KERJA SAMA DALAM
PRODUK KEUANGAN DI BANK SYARIAH (Kajian Mudharabah dan Musyarakah dalam Hukum
Ekonomi), Vol. 7, 2020
20
2. SYARAT DAN RUKUN
Syarat dan Rukun Musyarakah
a. Ijab dan qabul, Ijab dan qabul harus dicantumkan dengan jelas
dalam akad, memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Penawaran dan permintaan harus dicantumkan
dengan jelas dalam akad subjek dari akad.
2. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat
berakhirnya kontrak.
3. Kontrak dibuat secara tertulis
b. Pihak yang berserikat
1. Mempunyai wewenang.
2. Pemberian modal menurut kontrak kerja atau
proyek usaha.
3. Mempunyai hak ikut serta dalam pengelolaan
perusahaan yang disponsori atau memberikan
kuasa kepada sekutunya untuk mengelola
perusahaan tersebut.
4. Tidak diizinkan mengggunakan dana untuk
kepentingan sendiri.
c. Objek Akad
1) Modal
Modal dapat berupa uang tunai atau aset yang dapat
dinilai. Jika modal berbentuk harta, maka harta
tersebut harus dinilai dan disepakati oleh masing-
masing pihak sebelum penandatanganan kontrak.
Modal tidak boleh dipinjamkan atau diberikan kepada
pihak lain.
Pada prinsipnya bank syariah tidak wajib meminta
agunan, namun untuk menghindari gagal bayar, bank
syariah diperbolehkan meminta agunan dari nasabah
atau rekanan usaha.
d. Kerja
21
1) Partisipasi kerja dapat dilakukan dengan kelompok kerja
yang belum tentu sama atau satu mitra memberdayakan
mitra kerja lainnya untuk mengelola usaha Nama
Keluarga.
2) Kedudukan masing-masing sekutu harus dinyatakan
dengan jelas dalam kontrak.
e. Untung atau rugi
1) Besarnya keuntungan harus dapat dihitung.
2) Pembagian keuntungan harus jelas dan jelas dinyatakan
dalam kontrak. Jika terjadi kerugian, masing-masing pihak
akan menanggung kerugian berdasarkan setoran modal yang
disetor.31
31
Aufa Islami, Analisis Jaminan dalam Akad-Akad Bagi Hasil (Akad Mudharabah dan Akad Musyarakah)
di Perbankan Syaria, Vol. 4, 2021.
22
perjanjian perjanjian investasi bersama dan pembagian keuntungan dan
risiko.
a. Syirkah al-mufawadhah, Khususnya perjanjian kerjasama usaha antara
dua pihak atau lebih, dimana masing-masing pihak harus menyetor
modal yang sama dan membagi keuntungan perusahaan atau bersama-
sama menanggung resiko sebesar sama. Dalam syirkah mufawwadah,
setiap mitra usaha mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama.
b. Syirkah al-'inan, khususnya perjanjian kerjasama usaha antara dua orang
atau lebih orang, yang mana masing-masing mitra kerja harus
menyetorkan modal untuk menyetorkan modal, yang mana lembar saham
tersebut tidak harus sama. Pembagian hasil perusahaan sesuai dengan
perjanjian tetapi belum tentu sesuai dengan kontribusi keuangan yang
dibayarkan. Dalam syirkah inan, masing-masing pihak tidak wajib
menyerahkan modal hanya berupa uang tunai saja, tetapi dapat pula
dalam bentuk harta atau gabungan antara uang tunai dan harta atau
karya.
c. Syirkah Wujuh, adalah kerjasama antara dua orang atau lebih untuk
membeli sesuatu tanpa modal, namun hanya modal amanah dan
keuntungan dibagi diantara keduanya.
d. Syirkah a'mal, adalah kerjasama dua orang menerima pekerjaan untuk
dikerjakan bersama-sama. Keuntungannya kemudian dibagi antara
keduanya dengan menetapkan kondisi tertentu. Kerja sama ini, misalnya
antara dua penjahit perajin besai dan seterusnya. 32
32
Chefi Abdul Latif, Pembiyayaan Mudharabah Dan Pembiyayaan Musyarakah Di Perbankan Syariah,
Vol.2, 2020.
23
syariah atau membiayai kepemilikan rumah yang dikenal dengan akad
musyarakah mutanaqisah. Menurut Fatwa DSN No: 73/DSN-MUI/XI/2008,
Musyarakah mutanaqisah adalah musyarakah atau syirkah yang didalamnya
kepemilikan harta (barang) atau modal salah satu pihak (syariah) dikurangi
secara progresif pembelian oleh pihak lain. Jadi, dalam akad ini bank syariah
dan nasabah (mitra) bersama-sama berbagi, modal termasuk dalam suatu aset,
misalnya bank syariah modal 65% dan nasabah dengan modal 35%. Kemudian
melalui langkah, nasabah membayar angsuran untuk membeli porsi modal Bank
Syariah.33
D. PERBEDAAN KETIGANYA
Mudharabah, Murabahah, dan Musyarakah adalah tiga konsep transaksi
keuangan dalam ekonomi Islam, masing-masing dengan karakteristik dan
perbedaan yang unik:
1. Mudharabah:
Mudharabah adalah jenis kemitraan keuangan dalam Islam di
mana satu pihak (shahib al-maal) memberikan modal, sementara
pihak lain (mudharib) memberikan pengelolaan dan keterampilan
untuk mengelola modal tersebut.
Keuntungan atau kerugian dibagi berdasarkan kesepakatan
sebelumnya. Shahib al-maal berbagi dalam keuntungan bersama
mudharib, tetapi jika investasi mengalami kerugian, kerugian
tersebut hanya ditanggung oleh shahib al-maal.
2. Murabahah:
Murabahah adalah transaksi jual beli yang melibatkan pembelian
barang dengan harga tertentu oleh satu pihak (biasanya bank) dan
penjualan kembali kepada pihak lain (konsumen) dengan harga
yang lebih tinggi.
Dalam konteks perbankan Islam, ini adalah cara bank
mendapatkan keuntungan dari pembiayaan pembelian barang
untuk konsumen. Harga jual kembali kepada konsumen harus
jelas dan disepakati di muka.
33
Ibid
24
3. Musyarakah:
Musyarakah adalah bentuk kemitraan dalam ekonomi Islam di
mana dua pihak atau lebih berinvestasi bersama dalam suatu
usaha atau proyek dengan kontribusi modal dan pengelolaan yang
sama.
Keuntungan dan kerugian dalam musyarakah dibagi sesuai
dengan kesepakatan, biasanya dalam proporsi kontribusi modal
masing-masing pihak.
Perbedaan utama:
PENUTUP
KESIMPULAN
Mudharabah adalah perjanjian kolaborasi di antara shahibul maal (orang yang
memiliki modal) dan mudharib (individu yang memiliki keahlian atau keterampilan)
guna mengelola usaha yang produktif dan sah secara hukum. Murabahah adalah jual
beli dengan harga pokok dengan tambahan selisih keuntungan (margin). Musyarakah
adalah perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menyatukan modal
sebesar dan keuntungan dan kerugian yang diperoleh sebesar dibagi secara
proporsional berdasarkan perjanjian.
25
DAFTAR PUSTAKA
A. Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT Raja
Grafino Persada, 2014.
Afrida, Yenti. “ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN
SYARIAH,” t.t.
Ali Hasan, M. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat). Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2003.
Asruni, Andi. “Analisis Fatwa DSN-MUI Nomor: 4/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
AkadMurabahah Dalam Penerapan Hak Milik (Studi Pada Bank Muamalat KCP
26
Parepare).” Undergraduate, IAIN Parepare, 2021.
http://repository.iainpare.ac.id/2957/.
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jilid 5. Jakarta: Gema Insani, 2011.
Djuwaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Djuwaini, Dimyaudin. Pengantar Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
“Fatwa DSN Indonesia No. 07/DSN MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah
(Qiradh),” t.t.
Huda dan Mohamad Heykal, Nurul. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: IIIT Indonesia,
2003.
Mursid, Fadhilah. “Kajian Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Mudharabah.”
Tawazun: Journal of Sharia Economic Law, Nomor 1, Volume 3 (Maret 2020).
https://doi.org/10.21043/tawazun.v3i1.7847.
Sabiq, Sayyid. Fiqhus Sunnah. Jilid 4. Jakarta: Darul Fath, 2004.
Syafi‟I Antonio, Muhammad. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Wardi Muslich, Ahmad. Fiqh Muamaalat Amzah. Jakarta, 2010.
Wiroso. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta: PT
Grasindo, 2006.
Yaya, Rizal. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2014.
27