Grand Design Pengembangan Kawasan Food e
Grand Design Pengembangan Kawasan Food e
Grand Design Pengembangan Kawasan Food e
Pengembangan kawasan food estate berbasis korporasi petani dalam rangka mewujudkan
Lumbung Pangan Nasional, sekaligus menjawab isu nasional terkini, yaitu adanya dampak
COVID-19, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan jumlah kebutuhan pangan, dan
perubahan iklim. Salah satu potensi perluasan areal produksi yang dinilai sangat strategis
untuk dapat dikembangkan melalui kawasan food estate berbasis korporasi petani adalah di
Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.
Buku ini disusun sebagai arahan, sekaligus acuan dalam membangun sinergi, koordinasi, dan
saling melengkapi dalam satu pola sikap dan pola tindak untuk membangun food estate
berbasis korporasi di Kabupaten Tapanuli Selatan, agar esensi pengembangan kawasan food
estate di Kabupaten Tapanuli Selatan, melalui peningkatan dan pengembangan infrastruktur
pertanian, pemanfaatan inovasi teknologi produksi maju tepat guna, serta pengembangan
SDM dan kelembagaan agribisnis dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan,
pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai secara terpadu, dengan
baik dan berkelanjutan.
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
KATA PENGANTAR
Puji syukur dihaturkan ke hadirat Allah SWT, yang berkat rahmat dan hidayah-
Nya “Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis Korporasi Petani di
Kabupaten Tapanuli Selatan” dapat disusun tepat waktu. Grand Design ini disusun
sebagai arahan dan acuan bersama dalam menentukan arah kebijakan, program, dan
acuan teknis dalam pengelolaan food estate berbasis korporasi petani di Kabupaten
Tapanuli Selatan.
Pemanfaatan lahan yang sebijaksana mungkin diyakini sebagai salah satu strategi
terobosan untuk menjamin ketersediaan pangan, stok pangan, dan memastikan akses
pangan bagi 267 juta penduduk Indonesia melalui pengembangan pangan skala luas
(food estate) di Kabupaten Tapanuli Selatan. Oleh karena itu, kebijakan dan program
pengembangan kawasan food estate berbasis korporasi petani di Kabupaten Tapanuli
Selatan dinilai sangat strategis dan prosfektif dalam mewujudkan Kabupaten Tapanuli
Selatan sebagai Lumbung Pangan Nasional.
Terima kasih disampaikan kepada Tim Penyusun atas kerja kerasnya sehingga
Grand Design ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih juga disampaikan
kepada seluruh jajaran Eselon I lingkup Kementerian Pertanian serta
Kementerian/Lembaga terkait yang telah memberi masukan, baik berupa konsep
maupun data dan informasi sebagai pijakan penyusunan Grand Design ini.
Saran dan masukan dari berbagai pihak tentu diperlukan untuk menyempurnakan Grand
Design ini sebagai acuan dalam mengembangkan kawasan food estate berbasis
korporasi petani di Kabupaten Tapanuli Selatan.
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI .......................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Arah dan Landasan Konseptual ............................................ 1
1.3 Rancangan Pembangunan Kawasan Food Estate ................ 2
1.4 Program, Pemantauan dan Evaluasi ..................................... 3
BAB II PENDAHULUAN ............................................................................. 4
2.1 Latar Belakang ..................................................................... 4
2.2 Tujuan ................................................................................... 7
2.3 Ruang Lingkup ..................................................................... 7
2.4 Metode Penyusunan ............................................................. 8
BAB III LANDASAN KONSEPTUAL DAN TEORITIS ............................. 9
3.1 Landasan Filosofis ................................................................ 9
3.2 Tinjauan Yuridis ................................................................... 11
3.3 Tinjauan Teoritis .................................................................. 13
BAB IV POTENSI SUMBER DAYA LAHAN, AIR DAN IKLIM .............. 23
4.1 Sumber Daya Lahan ............................................................. 23
4.2 Sumber Daya Air .................................................................. 28
4.3 Sumber Daya Iklim .............................................................. 30
BAB V POTENSI PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PERIKANAN .... 31
5.1 Potensi Tanaman Pangan ..................................................... 31
5.2 Potensi Tanaman Sayuran .................................................... 33
5.3 Potensi Tanaman Buah – buahan ......................................... 35
5.4 Potensi Tanaman Perkebunan .............................................. 37
5.5 Potensi Peternakan ............................................................... 39
i
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
ii
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Tabel Luas Panen (Ha) dan Perkiraan Produksi (Ton) 5 Besar 32
Tanaman Pangan Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli
Selatan, 2021 ....................................................................................
Tabel 2 Tabel Luas Panen (Ha) dan Perkiraan Produksi (Ton) 5 Besar 34
Tanaman Sayuran Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli
Selatan, 2021 ....................................................................................
Tabel 3 Tabel Luas Panen (Ha) dan Perkiraan Produksi (Ton) 5 Besar 36
Tanaman Buah-buahan Menurut Kecamatan di Kabupaten
Tapanuli Selatan, 2021 .....................................................................
Tabel 4 Tabel Luas Panen (Ha) dan Perkiraan Produksi (Ton) 5 Besar 38
Tanaman Perkebunan Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli
Selatan, 2021 ....................................................................................
Tabel 5 Tabel Populasi (Ha) dan Perkiraan Produksi (Kg) Hewan Ternak 41
Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2021 .............
Tabel 6 Tabel Lahan (Ha) dan Produksi (Ton) Budidaya Ikan Air Tawar 43
Menurut Jenis Usahanya Menurut Kecamatan di Kabupaten
Tapanuli Selatan, 2021 .....................................................................
Tabel 7 Tabel Komposisi SDM PPL Dengan Kelompok Tani Di 44
Kabupaten Tapanuli Selatan, 2021 ...................................................
Tabel 8 Potensi lahan pertanian di lokasi food estate Kabupaten Tapanuli 49
Selatan ..............................................................................................
Tabel 9 Alur dan Kegiatan Penumbuhan dan Pengembangan Koorporasi 53
Petani ................................................................................................
Tabel 10 Analisa Usahatani Bawang Merah ................................................... 76
Tabel 11 Teknologi Budidaya Tanaman Kentang Di Dataran Tinggi ............. 77
Tabel 12 Teknologi Budidaya Tanaman Kubis Di Dataran Tinggi ................. 78
Tabel 13 Teknologi Budidaya Tanaman Jagung Di Dataran Medium ............ 79
Tabel 14 Kebutuhan benih per hektar pada berbagai jarak tanam kopi 81
Arabika varietas Sigarar Utang .........................................................
iii
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
iv
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Peta Administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan ............................... 23
Gambar 2 Sebaran Jenis Tanah di Kabupaten Tapanuli Selatan ....................... 26
Gambar 3 Ketinggian Tempat di Kabupaten Tapanuli Selatan ......................... 27
Gambar 4 Sebaran Kemiringan Lereng di Kabupaten Tapanuli Selatan ........... 28
Gambar 5 Sebaran Jaringan Sungai di Kabupaten Tapanuli Selatan ................ 29
Gambar 6 Jumlah curah hujan bulanan (mm3) di Kabupaten Tapanuli Selatan 30
Gambar 7 Peternakan Sapi Potong di Kecamatan Angkola Sangkunur ............ 39
Gambar 8 Peternakan Sapi Potong di Kecamatan Angkola Timur ................... 39
Gambar 9 Peternakan Sapi Potong di Kecamatan Batang Angkola .................. 39
Gambar 10 Gambar Dokumentasi Bupati Tapanuli Selatan Dalam Rangka 45
Kegiatan Tanam Perdana Bawang Merah Di Lahan Kelompok
Tani Suka Bersama, Desa Sarogodung, Kecamatan Sipirok ............
Gambar 11 Gambar Dokumentasi Pendampingan PPL Kegiatan Budidaya 45
Bawang Merah Di Kabupaten Tapanuli Selatan ..............................
Gambar 12 PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 47
Gambar 13 Peta Kawasan Food Estate di Kabupaten Tapanuli Selatan ............. 48
Gambar 14 Peta Kawasan Food Estate Berbasis Komoditi di Kabupaten 50
Tapanuli Selatan ...............................................................................
Gambar 15 Lima Langkah Dalam Tahap Penumbuhan Koorporasi Petani ........ 52
Gambar 16 Konsep Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis Korporasi 53
Petani ................................................................................................
Gambar 17 Pengembangan Sistem Usahatani Terintegrasi di Kawasan Food 60
Estate ................................................................................................
Gambar 18 Budidaya Tanaman Bawang Merah Pada Lahan Sawah .................. 64
Gambar 19 Budidaya Bawang Merah Pada Lahan Kering Pakai Mulsa dan 65
Tanpa Mulsa .....................................................................................
Gambar 20 Beberapa Varietas Unggul Bawang Merah ...................................... 65
Gambar 21 Benih Bawang Merah Bersertifikat .................................................. 67
Gambar 22 Perlakuan Benih Sebelum Tanam (Dilamuri Fungisida) .................. 68
v
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
vi
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
BAB I
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
kelompok tani (gapoktan) untuk membentuk gapoktan bersama atau Badan Usaha Milik
Petani (BUMP). Selanjutnya, beberapa BUMP (minimal 2 BUMP) yang berbadan
hukum di setiap kawasan bersama-sama membentuk korporasi petani yang berbentuk
Perseroan Terbatas (PT).
2
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
selanjutnya adalah pengembangan yang terdiri atas penguatan bisnis dan diakhiri
dengan tercapainya pemandirian korporasi.
3
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
BAB II
PENDAHULUAN
4
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Peran penting menjaga ketersediaan
pangan nasional merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan
masyarakat. Penyediaan pangan tersebut terutama yang berasal dari produksi dalam
negeri, dalam jumlah dan keragaman yang cukup, aman, dan terjangkau. Diperlukan
berbagai strategi dan terobosan yang tepat untuk dapat mewujudkan ketersediaan
pangan nasional yang cukup dan tangguh.
Paradigma pertanian untuk pembangunan (agriculture for development) yang
memposisikan sektor pertanian sebagai penggerak transformasi pembangunan yang
berimbang dan menyeluruh mencakup transformasi demografi, ekonomi, intersektoral,
institusional dan tatakelola pembangunan. Paradigma tersebut memberikan arah bahwa
sektor pertanian mencakup berbagai kepentingan yang tidak saja untuk memenuhi
kepentingan penyediaan pangan bagi masyarakat tetapi juga kepentingan yang luas dan
multi fungsi. Selain sebagai sektor utama yang menjadi tumpuan ketahanan pangan,
sektor pertanian memiliki fungsi strategis lainya termasuk untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan lingkungan dan sosial (kemiskinan, keadilan dan lain-lain) serta
fungsinya sebagai penyediaan sarana wisata (agrowisata).
Upaya pencapaian target tersebut tentulah tidak mudah, mengingat
pembangunan tanaman pangan dan hortikultura masih dihadapkan pada beberapa
permasalahan mendasar diantaranya adalah meningkatnya kerusakan lingkungan dan
perubahan iklim global, terbatasnya ketersediaan infrastruktur, belum optimalnya sistem
perbenihan, terbatasnya akses petani terhadap permodalan, masih lemahnya kapasitas
kelembagaan petani, meningkatnya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non
pertanian, serta batasan administratif serta berorientasi pada kegiatan-kegiatan yang
tidak mampu menjadi faktor pengungkit karena belum optimalnya koordinasi kerja
antar sektor, antar jenjang pemerintahan provinsi dengan kabupaten/kota, dan antar
pemerintahan kabupaten/kota akibat belum tersedianya rancang bangun pembangunan
tanaman pangan dan hortikultura secara menyeluruh yang memungkinkan terciptanya
kerjasama antar daerah sehingga tumpang tindih kegiatan dapat dihindari dan
pembangunan pertanian dapat dilaksanakan secara efekif dan efisien.
Sebagai upaya mengantisipasi indonesia dari ancaman krisis pangan, pemerintah
mencanangkan pengembangan program food estate atau lumbung pangan yang
mempunyai potensi seluas 168 ribu hektar (ha) di lahan pertanian Kabupaten Tapanuli
5
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Selatan. Pemerintah telah menetapkan lokasi food estate di Kabupaten Tapanuli Selatan
untuk meningkatkan ketahanan dan menambah stok pangan nasional terlanjutkan.
Pemerintah menargetkan proyek food estate di Kabupaten Tapanuli Selatan mulai bisa
diterapkan pada musim tanam Oktober 2022 – Maret 2025. Komoditas pangan dan
hortikultura merupakan komoditas utama yang akan diusahakan pada tahap awal di area
pengembangan seluas 30 ribu ha.
Rencana pengembangan kawasan food estate di Kabupaten Tapanuli Selatan
dinilai sangat strategis dan prospektif karena memiliki keunggulan komparatif dari
berbagai aspek, seperti potensi sumber daya lahan yang produktif dan luas, sumber daya
air dan iklim yang sesuai, serta modal sosial dan budaya yang mendukung. Sumber daya
lahan di Kabupaten Tapanuli Selatan seluas ± 4.355 ha. Luas lahan pertanian Kabupaten
Tapanuli Selatan yang potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi food estate seluas ±
5.975 ha ini, yang terdiri dari lahan sawah irigasi ± 5.779 ha dan lahan tadah hujan ±
195 ha. Sebagian lainnya belum dimanfaatkan berupa semak dan hutan belukar.
Pilihan kebijakan pengembangan lahan pertanian di Kabupaten Tapanuli Selatan
sebagai wilayah pengembangan food estate memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
1. Ketersediaan lahan cukup luas
2. Sumber daya air melimpah
3. Topografi yang tidak begitu miring
4. Akses ke lahan sudah tersedia walaupun perlu ditingkatkan
5. Tersedianya potensi sumberdaya manusia yang mendukung rencana
kegiatan food estate
Keunggulan lahan pertanian ini seyogyanya dapat dijadikan modal dalam
pengembangan food estate di Kabupaten Tapanuli Selatan. Oleh karena itu, diperlukan
Grand Design pengembangan kawasan food estate berbasis korporasi petani yang dapat
dijadikan sebagai arahan sekaligus acuan dalam membangun sinergis, koordinatif, dan
saling melengkapi dalam satu pola sikap dan pola tindak untuk mewujudkan ketahanan,
kedaulatan, dan kemandirian pangan serta kesejahteraan petani. Grand Design ini juga
berperan dalam menentukan arah kebijakan, program, dan acuan teknis dalam
pengelolaan food estate berbasis korporasi petani di Kabupaten Tapanuli Selatan.
6
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
2.2 Tujuan
Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis Korporasi di Kabupaten
Tapanuli Selatan Sumatera Utara dimaksudkan sebagai upaya kongkrit untuk
mewujudkan ketahanan pangan nasional khususnya di subsektor pangan dan
hortikultura. Upaya tersebut dilakukan melalui serangkaian perencanaan terstruktur dan
terukur untuk mewujudkan kawasan produksi berskala luas dan berdaya saing dengan
tujuan, antara lain:
1. Menyediakan bahan acuan bagi para perencana dan pelaksana kegiatan di
lingkup kementerian/lembaga dan mitra Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
lingkup pertanian untuk membangun Kawasan Food Estate Berbasis Korporasi
Petani
2. Membangun kawasan hortikultura berdaya saing terpadu berskala luas, yang
mengintegrasikan berbagai aspek budidaya, pascapanen, sistem perbenihan,
pengolahan dan pemasaran, pengendalian hama penyakit, mekanisasi dan
modernisasi, sosial-budaya, konservasi lingkungan hingga pariwisata.
3. Menumbuhkan kawasan produksi baru berskala luas khususnya terhadap
komoditas hortikultura yang rentan menyumbang inflasi nasional, salah satunya
bawang merah dengan cara mengurangi defisit produksi terhadap kebutuhan
terutama untuk wilayah Pulau Sumatera.
4. Menghasilkan instrumen untuk melakukan koordinasi, integrasi, sinergitas, dan
sinkronisasi rencana pemerintah, masyarakat, dan pelaku bisnis (pihak swasta)
dalam upaya membangun pengembangan food estate berbasis korporasi.
5. Mendukung kelestarian lingkungan melalui pengembangan kawasan hortikultura
berwawasan ramah lingkungan.
7
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
8
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
BAB III
LANDASAN KONSEPTUAL DAN TEORITIS
3.1 Landasan Filosofis
Pengembangan kawasan food estate berbasis korporasi petani di Kabupaten
Tapanuli Selatan adalah bagian dari pembangunan pertanian nasional yang dilaksanakan
berdasarkan landasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Undang-
Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Pembukaan UUD 1945 menyatakan Pancasila adalah
dasar negara NKRI. Oleh karena itu, pengembangan kawasan food estate berbasis
korporasi petani di Kabupaten Tapanuli Selatan harus sesuai dengan ruh Pancasila dan
UUD 1945. Secara normatif, landasan tersebut dirumuskan dalam UUD 1945,
khususnya pada Pembukaan dan Pasal 23, 27, 28, 33, dan 34.
Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan Pemerintah Indonesia melindungi
segenap rakyat, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial. Dengan demikian, konstitusi mengamanatkan perekonomian
Indonesia diselenggarakan berdasarkan Ideologi Pancasila yang pada intinya berasaskan
semangat gotong royong.
UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. UUD 1945 Pasal 28H
amandemen keempat menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin
serta mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Pasal 34 pada intinya
mengamanatkan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial bagi seluruh
rakyat agar dapat hidup layak dan bermartabat.
Ketentuan konstitusi ini pada intinya mengamanatkan setiap warga negara
memiliki kebebasan memilih pekerjaan dan usaha ekonomi yang layak baginya. Ini
berarti perusahaan swasta atau milik perorangan atau korporasi dihormati, difasilitasi,
dan dilindungi oleh negara. Namun, negara harus memprioritaskan pemberian
perlindungan dan pemberdayaan kepada masyarakat yang lemah dalam berbagai aspek,
termasuk ekonomi. Oleh karena itu, pengembangan kawasan food estate berbasis
korporasi petani di Kabupaten Tapanuli Selatan bertujuan untuk sebesar – besarnya
9
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Badan usaha yang sejalan dengan UUD 1945 Pasal 33 ialah koperasi (ayat 1),
Badan Usaha Milik Negara (ayat 2 dan 3), dan perusahaan perorangan atau swasta
korporasi (ayat 4). Berdasarkan tinjauan di atas dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan
amanat Pancasila dan UUD 1945, pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan dilaksanakan dengan prinsip dasar
berikut:
1. Gotong royong; pengembangan kawasan food estate diselenggarakan dengan
nilai-nilai dan semangat tolong menolong dan kemitraan antar pihak.
2. Keadilan rakyat; pengembangan kawasan food estate diselenggarakan untuk
sebesar-besarnya meningkatkan kesejahteraan petani dengan mengutamakan
golongan kurang sejahtera atau berpendapatan rendah secara adil dan merata.
3. Kemandirian; pengembangan kawasan food estate diselenggarakan untuk
mewujudkan rumah tangga tani yang berdaulat dan mampu meningkatkan
kesejahteraan rumah tangganya dengan kekuatan sendiri.
Pancasila dan UUD 1945 juga mengamanatkan badan usaha yang paling sesuai
dalam pengembangan kawasan food estate ialah koperasi, Badan Usaha Milik Petani
(BUMP), dan kelompok usaha bersama petani. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
maupun perusahaan besar swasta dapat dijadikan sebagai mitra strategis para petani
10
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
dalam pengembangan kawasan food estate di Kabupaten Tapanuli Selatan. Karena itu,
―Grand Desain Pengembangan kawasan food estate di Kabupaten Tapanuli Selatan‖
dipersiapkan untuk memberdayakan ekonomi rumah tangga petani serta memperkuat
Lumbung Pangan Nasional.
11
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Keberhasilan pelaksanaan UU Pangan
dalam mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan
sangat bergantung pada kinerja pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
UU 18/2012 tentang pangan memberikan kewenangan pemerintah pusat dan
daerah dalam mengelola pangan. Sejalan dengan regulasi tersebut, pemerintah
berkewajiban memperkuat kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan
pangan, yang salah satunya melalui pengembangan kawasan food estate berbasis
korporasi petani di Kabupaten Tapanuli Selatan dalam rangka mewujudkan Sumatera
Utara sebagai salah satu Lumbung Pangan Nasional. Dibangunnya food estate ini
dimaksudkan untuk menjaga dan menjamin ketersediaan pasokan pangan, menjaga
kestabilan harga pangan, dan akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan petani.
Landasan kebijakan yang juga terkait dengan pengembangan kawasan food
estate berbasis korporasi petani di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (selanjutnya
disebut UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani). Tujuan UU Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani ini adalah memberikan perlindungan petani dan usaha taninya
sekaligus memberikan pemberdayaan dan pendampingan kepada petani. Salah satu
wujud kebijakan perlindungan petani adalah asuransi pertanian yang meliputi banjir,
kekeringan, dan serangan hama dan penyakit tanaman. Wujud lainnya seperti pemberian
kredit perbankan, subsidi pupuk, dan bantuan pemerintah lainnya.
Landasan kebijakan lainnya yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2010
tentang Hortikultura (selanjutnya disebut UU Hortikultura). Tujuan UU Hortikultura ini
adalah mewadahi pengembangan pangan khususnya dari sektor hortikultura yang amat
potensial sebagai sumber penghasilan petani yang berlahan sempit. Kemudian Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan. UU ini dimaksudkan untuk menahan laju konversi lahan sawah
pertanian. Peraturan-peraturan turunannya pun telah disiapkan, baik Peraturan
Pemerintah maupun Peraturan Menteri Pertanian.
12
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
13
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
c. Lingkungan berkelanjutan
d. Pemberdayaan masyarakat (Local Community Development).
Pendekatan program dilakukan secara terpadu antarsektor terkait yang dikelola
dengan satu sistem manajemen terpadu dengan pengembangan kawasan dan klaster
serta penetapan komoditas unggulan berdasarkan potensi dan kesesuaian lahan.
Pendekatan integrasi sektor dan subsektor (dalam rangka mendorong program
pengembangan usaha diversifikasi pangan dan bidang usaha pertanian lainnya),
dilakukan untuk mengatasi kendala keterbatasan infrastruktur publik dan pewilayahan
komoditi pangan didasarkan kepada kajian dan pemetaan Agro Ecological Zone (AEZ).
Pendekatan lingkungan berkelanjutan dilakukan melalui penataan alokasi pemanfaatan
ruang yang seimbang antara kepentingan konservasi lingkungan dengan kepentingan
usaha budidaya tanaman pangan dengan memberikan arahan bagi pengembangan
kawasan agar memperhatikan prinsip – prinsip dan kaidah konservasi, seperti tidak
berada pada kawasan hutan konservasi atau lindung serta hutan produksi bervegetasi
baik, tidak berada pada areal penting bagi lingkungan seperti High Conservation Value
Forest dan kawasan gambut, tidak berada pada tempat penting masyarakat adat seperti
tempat sakral, sumber air, dan konservasi adat.
Pendekatan lingkungan juga memberi arahan agar lokasi pengembangan food
estate diprioritaskan kepada kawasan dengan status Alokasi Penggunaan Lainnya (APL)
dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Selain itu, untuk mengurangi
lepasnya CO2 ke udara yang dapat berkontribusi pada pemanasan global akibat
pembukaan lahan pada kawasan food estate, dilakukan mitigasi emisi karbon dengan
penerapan prinsip zero burning (pembukaan lahan tanpa bakar).
Pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal dan pengembangan perekonomian
lokal (Local Community and Economic Development) dilakukan dengan keterlibatan
masyarakat lokal dalam pengembangan pangan skala luas (food estate) melalui
kemitraan antara masyarakat lokal dengan investor yang mengedepankan prinsip
berkembang bersama sebagai kesatuan mitra pembangunan dan mitra usaha dengan
tetap memperhatikan kearifan lokal (local wisdom). Kemitraan usaha pertanian adalah
kerja sama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha
pertanian. Perusahaan mitra adalah perusahaan pertanian atau perusahaan bidang
pertanian, baik swasta atau BUMN maupun BUMD yang melakukan kerja sama dengan
14
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
kelompok mitra. Adapun perusahaan pertanian adalah perusahaan yang dapat izin dari
aparatur sektor pertanian.
Kemitraan usaha bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, keseimbangan
usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha,
dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra
yang mandiri. Kemitraan usaha pertanian berdasarkan asas persamaan kedudukan,
keselarasan, dan peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra
melalui perwujudan sinergi kemitraan, yaitu hubungan yang :
a. Saling memerlukan; dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan
bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan
bimbingan.
b. Saling memperkuat dalam arti, baik kelompok mitra maupun perusahaan
mitra.
c. Memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis sehingga saling
memperkuat.
d. Memahami kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing
usahanya.
e. Saling menguntungkan, baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra.
f. Memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.
15
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
16
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
value chain suatu komoditas di dalam kawasan pertanian. Karakteristik umum yang
melekat pada konsep ini terdiri dari:
a. Competitiveness, tercermin dalam konteks dinamis dan global, misalnya
berhubungan erat dengan inovasi dan adopsi praktik terbaik.
b. Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktivitas – aktivitas yang
berhubungan.
c. Spatial identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam ataupun
di luar klaster.
Konsep pengembangan klaster untuk peningkatan daya saing rantai nilai suatu
produk dipelopori oleh Porter (2000) dengan teori Porter’s Diamond yang membedakan
dua faktor penentu klaster. Pertama, faktor internal yang terdiri atas empat komponen
pokok, yaitu faktor produksi, industri terkait dan pendukung, sofistikasi permintaan,
serta strategi, struktur dan persaingan. Faktor internal merupakan karakteristik intrinsik
klaster. Kedua, faktor eksternal yang terdiri atas dua komponen, yaitu pemerintah dan
peluang stokastik. Faktor internal merupakan karakteristik ekstrinsik kawasan. Keenam
faktor saling mempengaruhi satu sama lain.
Kondisi faktor produksi mencakup faktor produksi dasar (primer) dan faktor
produksi maju yang merupakan input produksi esensial dan penentu daya saing. Faktor
produksi dasar mencakup sumber daya insani (manusia, sosial, budaya) dan sumber
daya alam (lahan, air, ekosistem, lokasi geografis) yang dipergunakan atau terlibat
secara langsung dalam proses produksi. Faktor produksi maju mencakup ilmu
pengetahuan dan teknologi, kapital, dan infrastruktur yang esensial agar proses produksi
dapat terlaksana (enabling), lebih efektif dan efisien (enhancing), dan semakin baik (up
grading). Kondisi faktor produksi merupakan penentu keunggulan komparatif klaster.
Untuk pengelompokan klaster, faktor produksi dasar mencakup petani dan
pelaku usaha, prasarana, sarana, serta sumber daya agroekosistem yang pada dasarnya
ialah faktor produksi on farm di lokasi klaster yang hendak dibangun. Kondisi faktor
produksi juga menjadi penentu komoditas unggulan yang paling sesuai dijadikan
sebagai basis klaster. Kesesuaian komoditas unggulan dengan kondisi faktor produksi
disebut kelayakan teknis dalam pemilihan kawasan pertanian. Inisiatif pembangunan
dilaksanakan di klaster dengan komoditas utama sehingga tindakan yang mungkin
17
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
18
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
agibisnis atau rantai nilai (value chain) suatu produk pertanian yang padu padan dan
lengkap.
Faktor strategi, struktur, dan persaingan usaha merupakan resultante dari kondisi
ketiga faktor internal lainnya. Struktur merupakan cermin dari komposisi pelaku usaha
dalam hal kemampuan untuk mempengaruhi pasar yang biasanya ditentukan oleh skala
usaha. Strategi merupakan refleksi dari perilaku pelaku usaha. Sedangkan persaingan
merupakan bagian dari kinerja pasar. Dengan demikian, faktor strategi, struktur, dan
persaingan usaha sejalan dengan konsep structure, conduct, and performance dalam
struktur pasar atau industri. Dalam konteks pengembangan klaster, faktor strategi,
struktur, dan persaingan usaha merujuk pada urgensi rivalitas atau persaingan sehat
untuk meningkatkan daya saing klaster. Rivalitas mendorong setiap pelaku usaha untuk
terus meningkatkan efisiensi dan berinovasi. Oleh karena itu, pemerintah harus hadir
dengan membuat regulasi dan menegakkan aturan dan peraturan dalam mendorong
persaingan yang sehat di antara para pelaku usaha.
Strategi, struktur, dan persaingan usaha sangat penting diperhatikan dalam
pengembangan klaster, khususnya pelaku utama, yaitu rumah tangga usaha pertanian
skala kecil yang tidak memiliki daya saing. Dalam kaitan ini, konsolidasi usaha tani
dalam suatu lembaga usaha kemitraan atau korporasi petani mungkin diperlukan untuk
menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dalam klaster. Pemerintah dapat
melakukan inisiatif pembentukan dan penguatan lembaga korporasi petani sebagai
bagian dari kebijakan persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, pemerintah harus
bertindak hati-hati dan bijaksana sehingga kebijakan yang dibuat menciptakan
persaingan yang memihak kepada petani.
Pemerintah dalam hal ini ialah lembaga berwenang yang membuat aturan
(administrasi dan standar), peraturan (regulasi perilaku), dan kebijakan (fasilitasi,
perlindungan, dan pemberdayaan) bagi para pihak dalam klaster. Pemerintah termasuk
aktor eksternal klaster, tetapi sangat menentukan kinerja keempat faktor internal klaster
tersebut. Peran pemerintah tidak hanya berskala mikro yang berkaitan langsung dengan
klaster tertentu, tetapi juga secara makro yang juga berkaitan dengan kawasan lain yang
tidak langsung terkait dengan klaster tersebut. Bahkan untuk inisiatif pengembangan
kawasan pertanian, pemerintah berperan penting dan menjadi kunci utama keberhasilan.
Pengembangan klaster adalah inisiatif pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian
19
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
20
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
21
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
22
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
BAB IV
POTENSI SUMBER DAYA LAHAN, AIR DAN IKLIM
23
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Luas Kabupaten Tapanuli Selatan adalah berkisar 435.535 Ha atau sama dengan
4.355 km2. Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari 15 kecamatan dimana Kecamatan
Saipar Dolok Hole, Angkola Selatan dan Kecamatan Sipirok merupakan 3 kecamatan
terluas dengan masing-masing luasnya adalah 54.057 Ha (13 %), 49.656 Ha (11 %) dan
40.936 Ha (9 %). Sedangkan wilayah dengan luas terkecil adalah Kecamatan Marancar,
Angkola Barat dan Kecamatan Angkola Muara Tais dengan luasan masing-masing
adalah 8.911 Ha (2 %), 10.452 Ha (2 %) dan 14.970 Ha (4 %).
Adapun jenis tanah dominan di Kabupaten Tapanuli Selatan berasal dari Ordo
Inceptisol dan Ultisol dengan masing – masing total luas yakni 258.853 ha ( 59%) dan
90.943 ha ( 21%); sedangkan untuk proporsi jenis tanah yang lebih sedikit yakni jenis
tanah dari ordo Alfisol dengan luas total 4.261 ha (1%) dan Histosol dengan luas total
19.251 ha (4%). Adapun karakteristik dari masing – masing jenis tanah yang ada di
Kabupaten Tapanulo Selatan adalah sebagai berikut:
1. Inceptisol
Tanah ini sangat bervariasi sifatnya dan terbentuk dari berbagai bahan induk.
Tanah ini dijumpai baik pada tanah kering maupun tanah basah dengan bentuk wilayah
bervariasi dari datar sampai berbukit dan bergunung. Inceptisol dari endapan laut
mempunyai pH netral sampai alkalis. Pada lahan basah atau rawa, Inceptisol terbentuk
dari bahan endapan yang dicirikan oleh warna tanah kelabu dengan atau tanpa karatan
(Endoaquept) atau kandungan garam tinggi (Halaquept). Sedangkan Inceptisol dengan
bahan endapan sungai atau danau mempunyai pH masam sampai netral. Pemanfaatan
Inceptisol pada lahan basah adalah sawah, sedangkan untuk lahan kering
peruntukkannya adalah untuk tanaman pangan, perkebunan dan atau hutan tergantung
pada karakteristik tanah dan topografinya.
2. Ultisol
Dikenal dengan tanah Podsolik Merah Kuning, terbentuk dari batuan sedimen
masam, batuan malihan dan tuf volkan masam pada daerah dengan curah hujan tinggi.
Tanah Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah,
bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang
dari 35%. Pada wilayah agak datar, tanah dimanfaatkan untuk tanaman pangan lahan
kering dan kebun campuran, sedangkan pada wilayah lain dimanfaatkan untuk
perkebunan dan hutan.
24
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
3. Oxisol
Tanah ini setara dengan Lateritik atau Latosol. Tanah ini terbentuk dari batuan
sedimen masam, tuf toba masam, batuan malihan dan batuan plutonik pada fisiografi
Dataran, Perbukitan dan Pegunungan dengan bentuk wilayah datar sampai bergunung.
Secara umum tanah ini mempunyai basa-basa dapat tukar, kapasitas tukar kation dan
kejenuhan basa sangat rendah serta juga memiliki karakteristik tanah sangat dalam
(>150 cm) dan berdrainase baik.
4. Alfisol
Tanah ini terbentuk dari batu kapur atau batuan volkan yang bersifat basa.
Alfisol dicirikan oleh adanya horison bawah argilik dan kandik yaitu horison akumulasi
liat maksimum dan kejenuhan basa >35 %. Bentuk wilayah bergelombang sampai
berbukit, solum tanah dalam sampai sangat dalam, tekstur liat dan drainase baik. Sifat
kimia tanah seperti pH agak masam sampai netral dan bahan organik rendah sampai
sedang. Penggunaan tanah adalah tanaman pangan lahan kering, perkebunan (karet dan
kelapa sawit) serta kebun campuran dan hutan.
5. Entisol
Adalah tanah mineral yang belum berkembang atau tergolong masih muda, yaitu
tanah yang relatif baru diendapkan atau tanah sisa erosi. Tanah ini dijumpai pada
fisiografi Alluvial, Perbukitan dan Marin. Tanah sangat bervariasi karena terbentuk dari
berbagai macam bahan induk, topografi dan iklim. Pada fisiografi Alluvial dan Marin,
tanah terbentuk dari endapan sungai dan laut, sedangkan pada perbukitan, tanah-tanah
yang dihasilkan dangkal atau berbatu. Tanah ini setara dengan Regosol atau Litosol.
Entisol dari bahan endapan halus dan kasar dijumpai disepanjang pesisir atau
jalur aliran sungai sebagai tanah yang relatif baru diendapkan dari endapan pasir atau
lumpur. Pemanfaatannya untuk pertanian dibatasi oleh kondisi tanah yang masih berupa
lumpur atau bertekstur pasir, drainase terhambat sampai sangat cepat dan solum sedang
sampai dangkal. Entisol di beting pasir dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa,
sedangkan pada daerah volkan dimanfaatkan untuk pertanian tanaman sayuran.
6. Histosol
Jenis tanah histosol merupakan tanah yang kaya akan bahan organik dan
kebanyakan dalam keadaan tergenang sepanjang tahun atau telah didrainase oleh
manusia. Histosol biasa yang disebut dengan gambut yang mempunyai kadar bahan
25
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
organik sangat tinggi sampai kedalaman 80 cm (32 inchi). Bahan organik sendiri
didalam tanah dibagi menjadi 3 macam berdasarkan tingkat kematangannya yaitu fibrik,
hemik dan saprik. Dalam tingkat klasifikasi yang lebih rendah (great goup), dijumpai
tanah trophemist dan troposaprist yang penyebarannya berada pada daerah rawa dan
dekat sungai.
Elevasi merupakan ukuran letak ketinggian suatu tempat diukur dari atas
permukaan laut. Elevasi juga sangat berpengaruh besar dalam menentukan arah
pembangunan pertanian di suatu daerah. Dalam menentukan arah komoditas pertanian,
elevasi menjadi salah satu faktor parameter yang penting karena berhubungan erat
dengan temperatur udara, kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan lain-lain.
Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki ketinggian 0 – ± 2.000 meter diatas permukaan
26
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
laut dan secara spasial dibagi menjadi 6 kelas, yakni: Kelas I (0-250 mdpl), seluas
107.832 Ha; Kelas II (250-500 mdpl) seluas 83.789 Ha; Kelas III (500-750 mdpl) seluas
82.982 Ha; Kelas IV (750-1.000 mdpl) seluas 84.791Ha; Kelas V (1.000-1.250 mdpl)
seluas 48.786 Ha dan Kelas VI (> 1.250 mdpl) seluas 27.651 Ha. Untuk sebaran
ketinggian tempat Kabupaten Tapanuli Selatan dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.
Kemiringan lereng juga merupakan salah satu faktor parameter yang penting
dalam menentukan lokasi pengembangan pertanian disuatu daerah. Kemiringan lereng
sangat berhubungan erat dengan erosi, semakin tinggi kemiringan lereng maka semakin
tinggi peluang terjadinya erosi. Dalam menentukan arah komoditas pertanian,
kemiringan lereng juga menjadi salah satu faktor parameter yang penting. Hal ini tentu
saja berhubungan dengan kedalaman tanah, kesuburan tanah dan lain-lain. Kabupaten
Tapanuli Selatan memiliki kemiringan lereng yang beragam 0 – >450 dan secara spasial
27
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
dibagi menjadi 6 kelas, yakni: Kelas I (Datar = 0 - 30) seluas 59.418 Ha; Kelas II
(Landai = 30 - 80) seluas 96.371 Ha; Kelas III (Berombak = 80 - 150) seluas 94.038 Ha;
Kelas IV (Bergelombang = 150 - 250) seluas 117.229 Ha; Kelas V (Curam = 250 - 450)
seluas 65.611 Ha dan Kelas VI (Sangat Curam > 450) seluas 3.165 Ha. Sebaran
kemiringan lereng ini sendiri dapat dilihat secara spasial melalui gambar 4 dibawah ini.
28
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Sebaran dari jaringan sungai di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat dilihat dari
gambar 5 dibawah ini.
29
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
30
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
BAB V
POTENSI PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN
PERIKANAN
31
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Tabel 1. Tabel Luas Panen (Ha) dan Perkiraan Produksi (Ton) 5 Besar Tanaman Pangan
Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2021
32
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
33
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Tabel 2. Tabel Luas Panen (Ha) dan Perkiraan Produksi (Ton) 5 Besar Tanaman Sayuran
Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2021.
34
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
35
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Tabel 3. Tabel Luas Panen (Ha) dan Perkiraan Produksi (Ton) 5 Besar Tanaman Buah-buahan
Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2021.
36
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
37
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Tabel 4. Tabel Luas Panen (Ha) dan Perkiraan Produksi (Ton) 5 Besar Tanaman Perkebunan
Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2021.
38
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
39
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
40
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Tabel 5. Tabel Populasi (Ha) dan Perkiraan Produksi (Kg) Hewan Ternak
Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2021.
41
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
42
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Tabel 6. Tabel Lahan (Ha) dan Produksi (Ton) Budidaya Ikan Air Tawar Menurut Jenis Usahanya
Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2021.
43
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
44
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Gambar 10. Gambar Dokumentasi Bupati Tapanuli Selatan Dalam Rangka Kegiatan
Tanam Perdana Bawang Merah Di Lahan Kelompok Tani Suka Bersama,
Desa Sarogodung, Kecamatan Sipirok
45
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
46
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
47
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
BAB VI
RANCANGAN INTEGRATIF FOOD ESTATE
6.1 Penataan Kawasan
Pengembangan Food Estate Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Tapanuli
Selatan diproyeksikan seluas 5.957 hektar hingga tahun 2025. Secara operasional, target
kawasan tersebut akan dicapai secara bertahap sesuai dengan kesiapan berbagai
perangkat pendukungnya. Adapun rencana pelaksanaan pembangunan dan
pengembangan food estate ini akan di laksanakan di 5 kecamatan, yakni Kecamatan
Angkola Timur, Marancar, Sipirok, Arse dan Kecamatan Saipar Dolok Hole (SD.
Hole).
48
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Adapun 5 kecamatan lokasi food estate memiliki total jumlah desa sebanyak 90
desa, dengan potensi luas lahan sawah yang cukup luas dan tersebar di semua
kecamatan. Indeks pertanaman untuk padi juga sudah cukup baik yakni 2 kali setahun
dan bahkan di Kecamatan Angkola Timursendiri terdapat areal lahan sawah yang
ditanam hingga 3 kali setahun. Total luas dan potensi dari masing – masing kecamatan
untuk lokasi food estate dapat dilihat dari tabel 8 dibawah ini :
Sawah (ha)
Jumlah
Kecamatan IP Tadah Rawa Total
Desa Irigasi
Hujan Lebak
Angkola Timur 14 2-3 1.092,02 115 0 1.144,02
Marancar 12 2 605 0 0 605
Sipirok 40 2 2.117,65 60 0 2.178,00
Arse 10 2 942,02 20 0 962,02
SD. Hole 14 2 1.086 0 0 1.086
Total 90 5.779,69 195 0 5.975,04
Tabel 8. Potensi lahan pertanian di lokasi food estate Kabupaten Tapanuli Selatan.
Sesuai dengan potensi lahan yang dimiliki, Pemerintah Pusat bersama dengan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan serta
swasta akan mengembangkan komoditas pangan dan hortikultura unggulan yang sesuai
dengan agroklimat dan agroeksosistem setempat terutama untuk komoditas padi,
jagung, bawang merah, kubis dan kentang. Adapun Kecamatan SD Hole memiliki
potensi dalam pengembangan 5 komodoti ini secara langsung dikarenakan dukungan
dari agroekosistem pada wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya, potensi sebaran dari 5
komoditi pada tiap kecamatan dapat dilihat pada gambar 14 dibawah ini :
49
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
50
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
a. Alat dan mesin pertanian (alsintan) untuk kegiatan land clearing, penyiapan
lahan yang termasuk pembuatan terasiring, dan pembukaan saluran air
hingga lahan siap tanam. Pengelolaan mekanisasi dilakukan kelembagaan
Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) sehingga dibentuk sebagai bagian
dari usaha atau bisnis korporasi petani.
b. Teknologi konservasi lahan adaptif dengan cara mengadaptasi pendekatan
kearifan lokal, yaitu menerapkan pola tanam campuran
c. Penyediaan input sarana produksi meliputi benih/bibit varietas unggul,
pupuk an-organik, pupuk organik, dan pestisida
d. Infrastruktur pendukung di wilayah operasional food estate Kabupaten
Tapanuli Selatan, terdiri dari embung, pipanisasi, jalan usahatani, bangsal
pasca panen/pengolahan, gudang penyimpanan dan sub terminal agribisnis.
Keberadaan prasarana dan sarana pendukung tersebut tersebar, namun
belum tersedia di seluruh wilayah kecamatan.
Selain infrastuktur tersebut, kegiatan usahatani juga didukung kelembagaan
kelompoktani/gapoktan, lembaga penyedia sarana produksi, lembaga pemasaran, dan
lembaga lainnya yaitu BUMDES, PUAP, Posluhdes, dan UPJA. Kinerja kelembagaan
tersebut berpeluang mendukung pengembangan food estate, namun dalam prosesnya
perlu dilakukan penguatan baik aspek administratif/manajerial maupun substansi
kegiatan/teknis.
2. Sektor Hilir
- Teknologi Off Farm
Penanganan produk segar akan dikembangkan dengan prinsip-prinsip Good
Handling Practices (GHP). Teknologi pengolahan hasil yang berpeluang dikembangkan
di food estate hortikultura Kabupaten Tapanuli Selatan, antara lain :
(a) Untuk bawang merah, dikembangkan teknologi penyimpanan dan kemasan
bawang merah segar serta olahan bawang merah goreng
(b) Pengolahan limbah pertanian menjadi pupuk organik dalam kemasan
(c) Pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik dan pestisida nabati dalam
kemasan
(d) Proses pengolahan jagung sebagai sumber pakan ternak
(e) Proses pengolahan dan pengemasan kopi specialty Tapanuli Selatan
51
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
52
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Gambar 16. Konsep Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis Korporasi Petani
53
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Selama ini diketahui ada dua pola dalam kegiatan pemasaran produk pertanian,
yaitu pola ―closed loop‖ dan pola pemasaran konvensional-normatif. Pola pemasaran
closed loop terjadi pada petani yang bermitra dengan offtaker, dan komoditasnya fokus
untuk bawang putih, bawang merah dan cabai. Kemitraan dengan offtaker dilakukan
berdasarkan Perjanjian Kerjasama (PKS) yang ditandatangani kedua belah pihak. Pihak
offtaker memberikan fasilitasi sarana produksi berupa benih, pupuk, mulsa dan
pestisida. Di lain pihak, petani ―wajib‖ melakukan budidaya sesuai arahan offtaker dan
hasilnya dijual kepada offtaker. Sementara, cara pemasaran produk usahataninya
berjalan normatif - konvensional. Ada yang menjual hasil pertaniannya di tempat
usahatani menunggu pedagang yang akan membelinya, selain itu ada juga yang
membawa produknya ke pasar setempat.
Klasifikasi produk bawang merah dibedakan untuk benih dan yang tidak
memenuhi syarat benih dijual sebagai konsumsi. Sementara itu, untuk komoditas
pendukung hampir seluruhnya dijual sebagai konsumsi dalam bentuk segar dan olahan.
Dalam transaksi produk usahatani tersebut, penentuan harga sepenuhnya berdasarkan
perjanjian pihak offtaker dengan petani dan memperhitungkan fasilitas sarana produksi
yang diberikan kepada petani dan harga pasar.
Memperhatikan berbagai kondisi dan karakteristik usaha tani serta sosial
ekonomi petani tanaman pangan dan perkembangan kelembagaan petani, maka desain
rantai nilai produksi pangan akan berbeda, bergantung pada jenis komoditas yang
dikembangkan. Bidang usaha yang dipilih dapat berupa usaha perbenihan, jasa alsin
pengolah tanah, tanam, panen, pascapanen, pengendalian OPT, perdagangan sarana
produksi, unit pengolahan, jasa keuangan, dan pemasaran hasil. Penentuan skala usaha
didasarkan kepada luas lahan usaha milik petani anggota, pola tanam, serta potensi dan
kebutuhan pasar. Penentuan kebutuhan prasarana didasarkan kepada sistem dan
teknologi produksi yang akan digunakan agar penerapannya dapat dilakukan dengan
baik. Penentuan bidang usaha yang mencakup hulu-hilir dilakukan melalui musyawarah
dengan pemangku kepentingan di wilayah pengembangan dengan mempertimbangkan
asas manfaat dan keberlanjutan usaha. Tahapan langkah operasional pengembangan
korporasi petani sebagai berikut:
1. Penguatan kapasitas usaha petani
2. Penguatan kelembagaan ekonomi petani
54
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
55
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
56
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
57
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
58
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
59
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
60
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga
beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh
ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi.
Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur itik/ayam, atau
menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan. Selanjutnya, pengembangan
kawasan food estate juga terintegrasi dengan konsep pertanian berkelanjutan yang
menekankan pada sistem pengelolaan komoditas pertanian dan sumber daya alam
(input) yang tidak merusak lingkungan dan kesehatan petani maupun konsumen hasil
pertanian. Pertanian berkelanjutan merupakan konsep yang digunakan oleh lembaga
pangan dunia, FAO (Food and Agriculture Organization), untuk menghubungkan antara
masalah ketahanan pangan dengan wacana perubahan iklim. Pertanian berkelanjutan
dipandang FAO sebagai upaya mitigasi penting yang dapat menurunkan emisi karbon.
Sistem pertanian berkelanjutan didefinisikan sebagai suatu sistem pertanian yang
memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbarui (renewable resources) dan sumber
daya yang tidak dapat diperbarui (unrenewable resources) dalam rangkaian proses
produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal
mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi penggunaan sumber daya, kualitas dan
kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan
akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan.
Hadirnya sistem pertanian berkelanjutan dalam pengembangan kawasan food estate di
Kabupaten Tapanuli Selatan diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif dari
sistem pertanian berbasis kimiawi sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga.
Sistem pertanian berkelanjutan seringkali disebut sebagai suatu konsep pemikiran masa
depan, karena tidak hanya memberikan manfaat kepada umat manusia pada saat ini,
akan tetapi untuk waktu yang akan datang. Oleh karena itu, pengembangan konsep
pembangunan pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture development) yang
dilandasi pada pendekatan agroekologi menjadi semakin penting dalam
mengembangkan kawasan food estate berbasis korporasi petani di Kabupaten Tapanuli
Sealatan. Bidang usaha yang menjadi inti dalam pengembangan food estate ialah usaha
tani berbasis komoditas terpilih. Usaha tani sendiri dikelola oleh korporasi petani secara
mandiri. Bidang usaha korporasi petani yang mesti dijadikan sebagai basis awal
pembentukan korporasi petani ialah bisnis yang berkaitan dengan usaha tani seperti
61
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
penyediaan prasarana, sarana, dan pembiayaan serta pengolahan dan pemasaran hasil
usaha tani. Aspek skala usaha sangat esensial dalam pengembangan korporasi petani
karena adanya karakter skala ekonomi (economics of size/scale) yang menunjukkan
hubungan efisiensi ekonomi, diukur dalam biaya pokok produksi dan/atau laba usaha,
dengan volume produksi (skala usaha). Suatu proses produksi barang dan jasa dikatakan
memiliki sifat skala ekonomi meningkat jika biaya produksinya menurun (increasing
economics of size/scale) atau laba usahanya meningkat (increasing return to size/scale),
lalu kemudian tetap (constant economics of size/scale atau constant return to size/scale)
atau bahkan meningkat seiring dengan peningkatan volume produksi. Sebagai contoh,
biaya pokok pengolahan gabah pada awalnya menurun lalu meningkat seiring dengan
peningkatan kapasitas produksi unit pengolahan gabah (rice milling unit/RMU). Skala
ekonomi berhubungan dengan volume output, sementara ekonomi cakupan usaha
(economics of scope) berhubungan dengan jenis atau ragam output. Suatu proses
produksi/jasa dikatakan memiliki sifat ekonomi cakupan usaha (increasing economies
of scope) jika biaya pokok produksinya menurun (laba meningkat) seiring dengan
pertambahan jenis atau ragam barang/jasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, biaya pokok
produksi beras pada awalnya menurun lalu kemudian meningkat (laba usaha menurun)
apabila RMU menghasilkan tidak saja beras premium tetapi juga beras medium serta
memanfaatkan sekam sebagai bahan bakar, mengolah beras pecah menjadi tepung
beras, dan lainnya. Biaya pokok produksi juga akan menurun (laba usaha meningkat)
jika perusahaan RMU tersebut juga melakukan usaha penanganan dan pemasaran
produk hingga konsumen akhir.
62
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Hal ini akan menyebabkan kebutuhan bawang merah di masa mendatang akan
terus meningkat sehingga harus diiringi dengan peningkatan produksi. Produksi bawang
merah pada 2017 adalah 1.470.155 ton meningkat 9,3% dari produksi tahun 2016
sebesar 1.446.859 ton (BPS, 2018). Namun demikian, dalam proses produksi bawang
merah masih ditemui berbagai kendala, baik kendala yang bersifat teknis maupun
ekonomis. Di antaranya ialah ketersediaan benih bermutu belum mencukupi secara tepat
baik waktu, jumlah, maupun mutu. Mahalnya harga benih sebagai komponen produksi
tertinggi kedua setelah tenaga kerja sekitar 30,47% (Adiyoga et al, 2009; Basuki et al,
2017). Keluhan utama dari petani bawang merah, sehingga petani mengantisipasinya
dengan cara membuat benih sendiri dengan cara menyisihkan sebagian hasil produksi
konsumsi untuk benih pada saat tanam berikutnya (Sumiati et al., 2004).
Dalam hal ini petani belum membedakan antara teknologi produksi benih dan
teknologi produksi konsumsi, sehingga berpengaruh terhadap mutu benih yang
dihasilkan. Walaupun demikian teknologi perbanyakan secara konvensional masih
disukai petani karena caranya mudah dilakukan. Di Indonesia, budidaya bawang merah
umumnya menggunakan umbi sebagai bahan tanam. Hal ini disebabkan penanaman
dengan umbi dianggap lebih praktis dan mudah serta memiliki tingkat keberhasilan
yang tinggi. Namun pengunaan umbi sebenarnya memiliki banyak kelemahan terutama
berkaitan dengan kualitas sebagai benih, penyediaan dan pengelolaan termasuk
penyimpanan dan distribusinya.
Penggunaan umbi dari varietas yang sama secara turun temurun juga
menyebabkan kecilnya peluang perbaikan sifat/kualitas sehingga daya saing bawang
merah Indonesia cenderung menurun. Salah satu alternatif cara untuk mengatasi
kekurangan bahan tanam untuk meningkatkan produksi dan kualitas bawang merah
adalah dengan penggunaan benih unggul dan berkualitas. Balitsa Lembang telah
menghasilkan banyak varietas unggul nasional dan setiap varietas tersebut memiliki
keunggulan masing-masing tergantung pada faktor lingkungan tumbuh dan teknologi
yang diterapkan (Hermanto, 2018).
Setiap tahun pemintaan bawang merah untuk konsumsi dan benih dalam negeri
terus mengalami peningkatan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka produksi
dan mutu hasil bawang merah harus terus ditingkatkan, salah satunya penggunaan
benih unggul bawang merah yang bersertifikat. Pada umumnya para petani
63
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
menggunakan umbi bibit bawang merah yang berasal dari umbi konsumsi yang telah
mengalami pecah dormansi, sehingga kemurnian serta daya tahan terhadap penyakit
maupun kemampuan produksinya masih diragukan, khususnya penyakit yang
sebelumnya menyerang pertanaman bawang, sehingga dikhawatirkan akan terbawa
pada generasi berikutnya.
Teknologi perbenihan guna peningkatan produktivitas yang sudah banyak
dihasilkan namun belum mampu diadopsi oleh petani secara progresif. Basuki et.al.
(2017) menyatakan sebagian petani telah mengadopsi teknologi baru hasil -hasil
penelitian bawang merah yang pernah dilakukan termasuk varietas unggul
baru, karena teknologi baru tersebut secara teknis lebih unggul, seperti
meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil, dan secara finansial lebih
menguntungkan dibanding teknologi konvensional sehingga dengan mengadopsi
teknologi yang dihasilkan maka pendapatan bersih petani meningkat.
Bawang merah umumnya diusahakan di lahan sawah irigasi atau lahan sawah
tadah hujan, mulai di dataran rendah hingga dataran tinggi. Lahan sawah bekas tanaman
padi di dataran rendah umumnya menjadi pilihan utama petani untuk usahatani bawang
merah di beberapa sentra produksi, seperti di Brebes. Petani di dataran rendah biasanya
bertanam bawang merah dua musim setiap tahun dalam pola tanam padi-bawang-
bawang. Peluang polatanam 2 musim tanam bawang merah di dataran medium hingga
dataran tinggi hanya 1 musim bawang merah. Budidaya cukup intensif, baik pengolahan
tanah, pemupukan, maupun pemeliharaan dan pengendalian hama dan penyakit.
64
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
65
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Salah satu masalah utama yang dihadapi dalam usaha peningkatan produksi
bawang merah adalah terbatasnya ketersediaan benih bawang merah bermutu pada saat
dibutuhkan petani (Putrasamedja dan Swandi, 2009). Di Indonesia, budidaya bawang
merah umumnya menggunakan umbi sebagai bahan tanam. Hal ini disebabkan
penanaman dengan umbi dianggap lebih praktis dan mudah serta memiliki tingkat
keberhasilan yang tinggi. Namun penggunaan umbi sebenarnya memiliki kelemahan
terutama berkaitan dengan kualitas sebagai benih, penyediaan dan pengelolaan termasuk
penyimpanan dan distribusinya.
Salah satu faktor yang cukup menentukan kualitas umbi bibit bawang merah
adalah ukuran umbi dan kesehatan benih. Berdasarkan ukuran umbi, umbi bibit
digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu : (1) umbi bibit besar (Ø = > 1,8 cm atau > 10 g) ;
(2) umbi bibit sedang (Ø = 1,5 – 1,8 cm atau 5 – 10 g) dan umbi bibit kecil (Ø = < 1,5
cm atau < 5 g). Secara umum kualitas umbi yang baik untuk bibit adalah umbi yang
berukuran sedang. Namun jika dihitung berdasarkan beratnya bibit, harga umbi bibit
berukuran besar mahal, sehingga umumnya petani menggunakan umbi bibit berukuran
sedang. Umbi bibit berukuran kecil (Ø = < 1,5 cm) akan lemah pertumbuhannya dan
hasilnya pun rendah.
Setelah melewati masa dormansi atau masa istirahat (3-4 bulan) ditandai dengan
munculnya calon tunas baru. Sebelum benih ditanam terlebih dahulu diseleksi dan
membuang benih yang busuk atau abnormal, biasanya benih ditanam setelah muncul
tunas umbi. Untuk menghindari serangan penyakit pada umbi sebaiknya direndam atau
dilumuri fungisida sebelum ditanam.
Alternatif atau cara untuk mengatasi kekurangan bahan tanam untuk
meningkatkan produksi dan kualitas bawang merah adalah dengan pengembangan
bahan tanam bawang merah dari biji yang dikenal dengan nama TSS (True Seed
Shallot). Arahan untuk menggunakan bahan tanam berupa TSS ini telah dimulai sejak
tahun 1990 an namun hingga saat ini budidaya bawang merah dengan sumber benih
TSS belum banyak berkembang di kalangan petani.
66
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
67
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Kemudian diberi pupuk kandang atau kompos dengan cara menabur. Takaran pupuk
kandang sebanyak lebih kurang 5 kg/m2 dan pupuk dasar campuran pupuk N, P, dan K
dosis 25-50 g/m2. Untuk lahan sawah boleh tidak pakai mulsa karena pertumbuhan
gulma lebih lambat dibanding dengan lahan kering. Jarak antar bedengan 50 cm dan
jarak tanam bawang merah 20 cm x 20 cm. Untuk memperlambat munculnya gulma
pada bedengan sebaiknya disemprot dengan herbisida pra tumbuh sebelum benih
ditanam.
Penanaman dan Pemupukan susulan
Penaman benih (bibit) yang sudah siap tanam pada lubang yang telah tersedia
bila menggunakan mulsa. Untuk lahan tanpa mulsa dibuatkan larikan dan lahan ditugal
sesuai jarak tanam 20 cmx 15 cm dan benih ditanam dengan cara dibenamkan tetapi
ujung bagian atas benih masih terlihat. Pemupukan susulan pertama saat umur 2-3
minggu setelah tanam dengan cara mencor disekitar batang tanaman bawang merah.
Pupuk dilarutkan dalam tong atau drum isi 200 liter sebanyak 1-2 kg pupuk NPK lalu
disemprot menggunakan pompa gendong. Pemupukan susulan kedua dilakukan setelah
umur tanaman 5-6 miinggu setelah tanam dengan cara yang sama pada pemupukan
susulan pertama.
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiraman, penyisipan tanaman,
penyiangan gulma dan pembumbunan. Penyiraman dilakukan bila tidak turun hujan
terutama setelah penanaman dan selanjutnya tergantung curah hujan. Penyiraman dapat
dilakukan dengan menggunakan pompa air pakai selang atau mengalirkan air dari
sumber irigasi. Penyisipan dilakukan bila setelah 1-2 minggu setelah tanam belum
68
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
69
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
70
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
71
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Umbi yang dipanen terlalu muda akan cepat lunak dan berkriput ketika
dikeringkan. Jika umbi tersebut disimpan menyusut, cepat membusuk dan keropos.
Bawang merah yang dipanen sudah cukup umur, umbinya lebih keras, padat,
mempunyai daya simpan lama, tidak mudah keriput, dan tidak mudah busuk. Bawang
merah yang dikelola secara intensif, produksinya dapat mencapai 7-15 ton/ha
tergantung varietas.
Panen sebaiknya dilakukan ketika cuaca cerah, tidak ada hujan dan pada pagi
hari. Selain itu, keadaan tanahnya harus benar-benar kering untuk mencegah
pembusukan pada saat penyimpanan. Jika tanah gembur pemanenan dapat dilakukan
dengan cara dicabut secara hati-hati agar umbi tidak tertinggal di dalam tanah. Pada
lahan yang tanahnya padat, pemanenan dengan menggunakan alat panen. Bawang
merah yang sudah dicabut segera dibersihkan dari tanah melekat.
Pascapanen.
Bawang merah yang baru dipanen disusun rapi dengan susunan daun pada baris
kedua menutup baris pertama dan baris ketiga menutup umbi baris kedua demikian
seterusnya. Penyusunan seperti ini bertujuan mencegah luka bakar pada umbi,
disamping untuk mengeringkan batangnya sehingga ketika diikat betul-betul kuat.
Berdasarkan pengalaman petani penjemuran cukup dilakukan selama 2-3 hari.
- Pembersihan.
Umbi bawang merah setelah dipanen dibersihkan lalu akarnya dipotong
selanjutnya digandengkan dan digantung di para-para.
- Pengeringan.
Untuk menghindari gangguan cendawan atau bakteri bawang merah dilakukan
pengeringan.
- Penjemuran.
Umbi bawang merah yang telah digandengkan dan selama penje-muran
dianggap cukup bila kulitnya kelihatan mengkilat.
- Sortasi dan grading.
Setelah umbi bawang merah kering perlu dilakukan seleksi atau sortasi dan
grading. Seleksi dimaksukkan memisahkan umbi bawang merah yang baik
dengan yang cacat, sekaligus mengelompokkan berdasarkan ukuran umbi, hal ini
terkait dengan harga jual.
72
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
- Penyimpanan.
Umbi bawang merah yang sudah kering dapat langsung dijual, tetapi bila harga
belum sesuai dapat disimpan terlebih dahulu menunggu harga lebih baik. Umbi
bawang merah dapat disimpan lama bila teknik penyimpanan baik dan benar.
- Pengolahan Hasil.
Bawang merah selain dapat dijual dalam bentuk mentah dapat dijual dalam
bentuk bawang olahan.
73
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
74
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Harga
No Uraian Volume Satuan Total (Rp)
Satuan
(Rp)
I. PENGELUARAN 102.504.000
A SARANA PRODUKSI 57.925.000
1 Benih 1.000 kg 35.000 35.000.000
2 Pupuk organik 8.100.000
- Pupuk kandang 15.000 kg 500 7.500.000
- Pupuk organik cair 10 liter 60.000 600.000
3 Pupuk anorganik 6.550.000
- Urea/ZA 300 kg 6.000 1.800.000
- SP-36 300 kg 2.500 750.000
- NPK 250 kg 12.000 3.000.000
- KCl/ZK 100 kg 10.000 1.000.000
4 Kapur pertanian 600 kg 1.000 600.000
5 Pestisida 7.675.000
- Fungisida 25 kg 120.000 3.000.000
- Insektisida 8 liter 550.000 4.125.000
- Herbisida pra tumbuh 5 liter 65.000 325.000
- Bahan perekat 5 liter 45.000 225.000
B TENAGA KERJA 29.100.000
1 Penyiapan benih 10 HOK 70.000 700.000
2 Pengolahan tanah 50 HOK 80.000 4.000.000
3 Penanaman 50 HOK 70.000 3.500.000
4 Pemupukan 2.400.000
- Pupuk dasar 10 HOK 80.000 800.000
- Pupuk susulan 1 (vegetatif) 10 HOK 80.000 800.000
75
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
76
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
77
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
78
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
79
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
80
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Gambar 25. Benih Kopi Sertifikat dan Pembibitan Varietas Sigarar Utang
81
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
- Penanaman
Penanaman diawali dengan pembuatan ajir, ajir ini dilakukan sebagai patokan
menempatkan lobang tanaman. Tahapan penanaman kopi adalah sebagai berikut:
1. Membuat galian seukuran kantong plastik (polibeg).
2. Memasukkan polibeg yang telah dipotong bagian bawahnya sepanjang 1-2
cm ke dalam lubang galian
3. Sisi polibeg disayat dari bawah ke atas dan ditarik (tanah jangan sampai
pecah / rusak), kemudian tanah di sekitarnya agak dipadatkan
4. Bibit yang mati atau kerdil segera disulam hingga umur 1 tahun
- Pemupukan
Tujuan pemupukan pada tanaman kopi adalah untuk menjaga daya tahan
tanaman, meningkatkan produktivitas dan mutu hasil, serta menjaga stabilitas produksi
tetap tinggi. Seperti tanaman lainnya, pemupukan secara tepat waktu, tepat dosis, tepat
jenis, dan tepat cara aplikasi. Aplikasi pupuk didasarkan pada jenis tanah, iklim, dan
umur tanaman. Untuk tanaman kopi, pemberian pupuk dilakukan dengan cara
ditaburkan mengelilingi batang dengan jarak 30-40 cm dari batang.
Secara umum petani kopi di Sumatera Utara melakukan pemupukan sekali
dalam setahun tergantung pada situasi ekonomi petani dimana pemupukan dilakukan
dibawah dosis yang direkomendasikan. Pemupukan sebaiknya dilakukan secara
berimbang dan dosis umum yang direkomendasikan adalah sebagai berikut.
82
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
- Penaungan
Salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman adalah
cahaya matahari yang merupakan sumber energi bagi mahluk hidup. Setiap tanaman dan
fase pertumbuhan tanaman membutuhkan cahaya yang berbeda-beda. Naungan pada
konteks pertanian dapat diartikan sebagai tempat berlindung atau suatu yang dapat
melindungi tanaman dari sinar matahari yang berlebihan. Tanaman akan hidup baik jika
memperoleh matahari yang cukup.
Naungan dibagi menjadi dua jenis yaitu naungan sementara dan tetap. Untuk
naungan sementara sebaiknya dirapikan pada awal musim hujan agar tidak terlalu
rimbun sedangkan naungan tetap percabangan paling bawah diusahakan 1-2 meter di
atas pohon kopi. Pemangkasan diatur untuk sirkulasi udara dengan tinggi nauangan dua
kali tinggi pohon kopi (Yahmadi, 2007). Jika diperlukan bahkan dilakukan penjarangan,
sehingga populasi pohon naungan hanya 400-600 pohon/ha, terutama setelah kanopi
pohon kopi sudah saling menutup. Selama musim hujan dilakukan pemangkasan pada
pohon lamtoro sebagai naungan yang bertujuan untuk penyinaran dan merangsang
pembentukan pembungaan kopi. Penjarangan dilakukan tidak harus dengan cara
mendongkel pohon, tetapi bisa mempertahankan tinggi tanaman setinggi satu meter,
sehingga apabila diperlukan pohon naungan masih dapat tumbuh lebih tinggi lagi.
Beberapa jenis tanaman yang digunakan sebagai naungan tetap yaitu: Mogania
macrophylla b 54v; Leucaena glauca; Crotalari anagyroides; Crotalaria usaramoensis;
Tephrosia candida; Desmodium gyroides; Acacia villosa (dapat tumbuh baik di tempat-
tempat yang lamtoro sukar tumbuh); Lamtoro (Leucaena), ambas/gamal (Gliricidia),
ka’ne/dadap; Pohon kayu-kayuan (hanya di tepi atau batas kebun): sengon, suren,
mahoni, jati; dan penaung tanaman campuran: Pohon buah-buahan seperti mangga,
nangka, jeruk, cengkeh, terong belanda dll. Tanaman yang tidak dianjurkan untuk kopi
baik sebagai penaung atau tanaman campuran antara lain adalah Kelapa, karena akarnya
berkompetisi dengan akar kopi; Pisang, menjadi tanaman sumber nematoda pada
tanaman kopi; Eucalyptus dan cemara, jika akan ditanam tentukan jarak tanam lebih
dari 10 m antara Eucalyptus/cemara dengan kopi.
- Pemangkasan
Manfaat dan fungsi pemangkasan pada tanaman kopi adalah agar pohon tetap
rendah sehingga mudah dalam pemanenan dan perawatan. Pemangkasan ini juga dapat
83
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
membentuk cabang-cabang produksi yang baru serta cahaya dapat masuk secara optimal
dan mempermudah pengendalian hama dan penyakit. Pemangkasan ini dapat dilakukan
selama panen sambil membuang cabang-cabang yang tidak produktif seperti cabang liar
maupun cabang yang sudah tua. Pemangkasan cabang yang kurang produktif juga
berguna agar unsur hara yang diberikan dapat tersalur kepada batang atau cabang yang
lebih produktif.
Secara morfologi buah kopi akan muncul pada percabangan, oleh karena itu
perlu diperoleh cabang yang banyak sehingga menghasilkan buah yang banyak.
Ditingkat petani penanaman bibit kopi dilakukan dengan dua bibit atau satu bibit per
lubang tanam. Pada tanaman kopi yang tumbuh dengan dua tanaman per lubang (ganda)
maka pemangkasannya tidak tergantung pada individu pohon, maka dibeberapa negara
yang tenaga kerja sulit dan mahal metode pemangkasan ini sering dilakukan, sedangkan
di Indonesia petani kopi arabika umumnya menggunakan pemangkasan dengan sistem
berbatang tunggal. Untuk menentukan terhadap pilihan sistem mana yang lebih baik
sangat dipengaruhi oleh kondisi agroekosistem dan jenis kopi yang ditanam.
Pemangkasan untuk peremajaan cabang jika kurang diperhatikan maka produksi
akan cepat menurun karena pohon-pohon menjadi berbentuk payung. Pemangkasan
untuk berbatang ganda lebih diarahkan pada peremajaan batang terutama untuk daerah
curah hujan yang tinggi dan dataran rendah karena pertumbuhan cabang lebih cepat.
Sebaliknya, sistem ini kurang sesuai untuk pertanaman kopi yang sudah tua yang telah
lemah daya regenerasinya (Yahmadi, 2007).
Untuk meningkatkan produktivitas dan berkesinambungan maka proses
pemangkasan kopi Arabika dilakukan dengan tiga cara yaitu pemangkasan bentuk,
pemangkasan produksi (pemangkasan pemeliharaan), dan pemangkasan rejuvinasi
(peremajaan). Pemangkasan bentuk bertujuan membentuk kerangka tanaman yang kuat
dan seimbang. Tanaman menjadi tidak terlalu tinggi, cabang-cabang lateral dapat
tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat dan lebih panjang, disamping itu kanopi
pertanaman lebih cepat menutup. Pemangkasan produksi bertujuan untuk menjaga
keseimbangan kerangka tanaman yang telah diperoleh dari pemangkasan bentuk
sebelumnya. Pemangkasan produksi dilakukan dengan memangkas cabang-cabang yang
tidak produktif yang biasanya tumbuh pada cabang primer, cabang balik, dan cabang
cacing (adventif). Cabang-cabang tua yang tidak produktif dan biasanya telah berbuah
84
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
2-3 kali dilakukan pemangkasan dengan tujuan agar dapat memacu pertumbuhan
cabang-cabang produksi. Begitu juga dengan tanaman yang tidak ada cabang-cabang
reproduksinya maka harus dipotong agar zat hara dapat dimanfaatkan untuk
pertumbuhan cabang lain yang lebih produktif. Pemangkasan juga dilakukan terhadap
cabang yang terserang hama hal ini agar tidak menjadi sumber inang.
- Hama utama tanaman kopi PBKO.
Penggerek buah kopi atau PBKo (Hypothenemus hampei) merupakan serangga
hama utama pada tanaman kopi Arabika yang menyebabkan kerugian secara nyata
terhadap produksi kopi di Indonesia. Secara kuantitas kerusakan yang diakibatkan oleh
hama ini berpengaruh secara langsung terhadap terjadinya penurunan produksi dan
kualitas hasil biji kopi sebesar 5,0 hingga 10,0 %. Secara kualitas pengaruh serangan
hama ini menyebabkan penurunan kualitas biji kopi karena menyebabkan cacat pada
biji kopi yang secara langsung mempengaruhi mutu dan cita rasa kopi. Cacat biji kopi
biasanya adanya lubang pada biji kopi yang menyebabkan cacat cita rasa smoky, earthy,
musty dan chemical (Kirom, 2005).
Saat ini pengendalian hama PBKo yang umum diterapkan oleh petani yaitu
dengan cara sanitasi (petik bubuk, rampasan, lelesan), penggunaan agens hayati dengan
jamur Beauveria bassiana, dan menggunakan pestisida nabati. Cara pengendalian
dengan sanitasi terutama dilakukan di perkebunan besar karena cara tersebut
memerlukan disiplin tinggi dan serentak, sedangkan pada perkebunan rakyat
pengendalian dengan sanitasi hanya dilakukan pada pertanaman kopi yang masa
panennya pendek.
Pengendalian hama PBKo sebaiknya dilakukan dengan tiga tahap yang
terintegrasi berikut ini: (1) pengendalian secara kultur teknik atau agronomis yang
meliputi pemangkasan setelah panen pada pohon kopi penunjangnya, (2) sanitasi buah
yang tersisa di pohon dan pangkasan cabang dan (3) pemasangan perangkap untuk
menangkap hama secara massal. Bila ketiga tahapan tersebut dilakukan secara
terintegrasi maka tingkat keefektifan pengendalian hama dapat mencapai 90%.
Rendahnya produksi nasional kopi Arabika tidak terlepas dari terbatasnya lahan
yang sesuai untuk penanamannya, yaitu berupa persyaratan ketinggian tempat
penanaman di atas 1000 m di atas permukaan laut. Pada lahan tinggi tersebut selain
85
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
aroma kopi Arabika lebih baik, serangan jamur penyebab penyakit karat daun, Hemileia
vastatrix B. et Br. juga akan terhambat.
- Panen
Pemanenan buah kopi yang umum dilakukan dengan cara memetik buah yang
telah masak pada tanaman kopi adalah berusia mulai sekitar 2,5 – 3 tahun. Buah matang
ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua adalah buah
masih muda, berwarna kuning adalah setengah masak dan jika berwarna merah maka
buah kopi sudah masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh
terlampaui (over ripe). Untuk mendapatkan hasil yang bermutu tinggi, buah kopi harus
dipetik dalam keadaan masak penuh. Kopi Robusta memerlukan waktu 8–11 bulan
sejak dari kuncup sampai matang, sedangkan kopi Arabika 6 sampai 8 bulan.
Beberapa jenis kopi seperti kopi Liberika dan kopi yang ditanam di daerah basah
akan menghasilkan buah sepanjang tahun sehingga pemanenan bisa dilakukan
sepanjang tahun. Kopi jenis Robusta dan kopi yang ditanam di daerah kering biasanya
menghasilkan buah pada musim tertentu sehingga pemanenan juga dilakukan secara
musiman. Musim panen ini biasanya terjadi mulai bulan Mei/Juni dan berakhir pada
bulan Agustus/September (Ridwansyah, 2003).
86
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jumlh
2020 700 607 753 499 631 5.017 16.734 19.258 22.044 8.159 1.294 901 76.597
2019 30 22 45 172 1.410 6.424 22.077 20.413 13.273 8.416 1.664 977 74.922
2018 61 270 97 1.572 6.346 13.164 15.693 12.878 7.359 5.743 3.429 567 67.179
2017 73 293 121 1.597 6.465 13.321 15.678 12.811 7.326 5.722 3.427 575 67.388
Rataan 216 298 254 960 3.713 9.482 17.546 16.240 12.501 7.010 2.454 755
87
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
88
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
tanduk biji kopi. Lapisan lendir tersebut terdiri dari air 84,2%, gula 4,1%, protein 8,9%,
asam pekat 0,91% dan abu 0,7% (Clifford dan Ramirez didalam Yusianto dan Nugroho,
2014), utamanya senyawa gula sederhana dan pektin yang diubah menjadi alkohol dan
asam-asam organik oleh mikroorganisme selama fermentasi berlangsung sehingga dapat
menurunkan pH biji serta merubah tekstur lapisan lendir menjadi mudah untuk dicuci
dan dihilangkan.
Fermentasi biji kopi juga berpengaruh terhadap pembentukan citarasa biji kopi
terutama untuk mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan mild pada
citarasa seduhannya. Mikroba yang berperan selama fermentasi juga mampu
menghasilkan metabolit yang membentuk citarasa asam dan alkoholis pada seduhan
kopi. Citarasa yang terbentuk selama fermentasi diantaranya adalah aroma, aftertaste,
acidity, body, uniformity, balance, clean cup, sweetness dan lain sebagainya. Sebaliknya
fermentasi yang berlebihan dapat menyebabkan cacat citarasa dalam biji kopi seperti
fermented taste, sour dan stinkers (Yusianto dan Widyotomo, 2013). Faktor utama
penentu kualitas dan citarasa fermentasi biji kopi adalah jenis kopi, suhu dan pH
fermentasi, lama fermentasi dan penggunaan wadah fermentasi utamanya suhu dan lama
fermentasinya.
Fermentasi biji kopi dengan hanya menggunakan air memerlukan waktu yang
lebih lama dan kopi yang dihasilkan mempunyai mutu yang kurang baik, sehingga
untuk memperbaiki mutu hasil fermentasi dilakukan penambahan ragi yang bertujuan
untuk mempercepat proses fermentasi dan agar mutu yang dihasilkan lebih baik.
Konsentrasi ragi menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu dan
nilai organoleptik. Dari percobaan yang menggunakan konsentrasi ragi 1, 2, 3, dan 4 %
dan lama fermentasi 5, 10, 15, dan 20 jam menunjukkan konsentrasi ragi 3% dan lama
fermentasi 15 jam menghasilkan mutu kopi instan secara mikroenkapsulasi terbaik
(Lumbantobing, 2009). Menurut penelitin yang dilakukan oleh Widyotomo dan
Yusianto (2013) bahwa fermentasi biji kopi terbaik dalam menghasilkan citarasa khas
kopi adalah dengan menggunakan karung selama 12 jam. Nilai balance dan overall
terbaik dari beberapa parameter citarasa seduhan kopi juga optimum pada lama
fermentasi 12 jam dengan suhu 25°C.
Pada proses penyangraian, biji kopi kering akan diaduk oleh poros pengaduk
yang sejajar atau yang terletak horisontal terhadap silinder penyangrai. Proses
89
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
90
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Terdapat dua metode pengolahan kopi, yaitu cara pengolahan kering (dry
processing/natural coffee) dan cara basah (wet process/full wash). Namun di Indonesia,
dikenal empat metode pengolahan kopi yaitu (1) pengolahan basah-giling kering (full
wash-dry hulling), (2) pengolahan basah-giling basah (full wash-wet hulling), (3)
pengolahan semi basah (semi-wet processing atau pulp natural process), dan (4)
pengolahan kering (dry processing). Proses ini dilakukan oleh BPTP Sumatera Utara
pada saat melakukan pengkajian pengolahan kopi Arabika yang diproduksi oleh
Instalasi Penelitian dan Pengekajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Gurgur Tahun 2019
meliputi Natural proses; Honey process; Wine process; Semi wash; dan Full wash
process
Proses pengolahan kopi yang umum dilakukan oleh petani di Sumatera Utara
terdiri dari 5 metode pengolahan antara lain perlakuan pencucian penuh (full wash),
pencucian setengah (semi wash), honey, natural (pengeringan alami) dan fermentasi
(wine). Tahap pertama yang dilakukan untuk semua metode pengolahan adalah dengan
melakukan sortasi. Sortasi biji kopi dilakukan dengan memisahkan biji kopi yang sudah
sehingga hanya kopi dengan mutu yang baik yang dapat diproses pada tahap
selanjutnya. matang, biji baik dan memisahkan kotoran yang menempel pada biji kopi
Pada perlakuan honey, biji kopi yang terpisah melalui mesin pulper, tidak lagi
melalui proses pencucian, melainkan langsung diletakkan pada rak penjemur. Kopi akan
dijemur hingga kering dan dapat dikupas kulit ari hingga dihasilkan green bean. Lendir
pada biji kopi gabah tetap dibiarkan dengan tujuan menimbulkan cita rasa manis pada
kopi honey. Pada perlakuan semi wash, setelah biji kopi dipisahkan menggunakan
mesin pulper, kopi langsung dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dilapisi dengan
karung plastik yang diikat, agar terjadi fermentasi anaerob selama kurang lebih 12 jam.
Perlakuan kopi wine dilakukan dengan melakukan fermentasi pada biji kopi cherry
selama ±30 hari.
Pada perlakuan full wash, biji kopi gabah dilakukan pencucian untuk kembali
memisahkan gabah baik dan gabah yang cacat. Gabah yang mengambang di permukaan
air kemudian dipisahkan. Proses pencucian juga dilakukan untuk menghilangkan lendir
pada biji kopi sehingga dihasilkan gabah kopi yang bersih dan siap untuk dilakukan
proses fermentasi. Tahap kedua adalah mengupas kulit pada biji kopi chery dengan
menggunakan mesin pulper sehingga dihasilkan kopi gabah. Pada kopi full wash dan
91
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
92
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
93
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
94
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Secara umum proses pengolahan kopi Arabika yang dilakukan dari hulu ke hilir
dapat dijelaskan pada gambar 29 berupa diagram di bawah ini.
Panen
Sortasi Buah
Fermentasi
Pencucian
Pengeringan
Penyangraian
Pendinginan
Pengemasan
Gambar 29. Skema proses pengolahan kopi Arabika dari hulu ke hilir
95
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
96
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Pakan
Pakan ternak merupakan hal utama yang menentukan baik buruknya
perkembangan ternak kambing. Pakan kambing secara umum dapat dibagi menjadi dua
yaitu pakan hijauan dan konsentrat. Pakan hijauan berupa rumput alam dan yang
dibudidayakan sedangkan konsentrat berupa dedak padi dll Berdasarkan kandungan
gizinya, pakan ternak kambing dapat dikelompokkan menjadi pakan sumber protein,
pakan sumber energi, dan pakan sumber serat kasar. Sumber serat meliputi rumput-
rumputan, limbah pertanian (jerami padi, kedelai, bagase tebu, pith, tumpi, kulit kopi),
dan lainnya. Sumber energi meliputi dedak, katul, onggok, empog, jagung, tetes, dan
lainnya. Sedangkan sumber protein dapat diharapkan dari bungkil-bungkilan, tepung
ikan, ampas tahu, legum, dan lainnya.
Sumber Pakan
Rumput merupakan sumber tenaga atau energi bagi ternak kambing. Jenis
rumput yang umum diberikan ternak adalah rumput alam (rumput lapangan). Jenis
rumput yang dibudidayakan (ditanam) pada Kawasan kambing antara lain: rumput
Stenotaphrum secundatum.
Selain rumput, sisa hasil pertanian juga dapat digunakan sebagai sumber tenaga
atau energi antara lain: dedak padi, kulit dan daun singkong, daun pepaya, batang
kangkung, daun jagung dan jerami padi. Pakan sebagai sumber protein yang baik untuk
pertumbuhan kambing antara lain jenis leguminosa: Indigofera, gamal, kaliandra dan
lamtoro.
Biomassa
Biomassa sebagai pakan olahan untuk ternak kambing yang dalam
pembuatannya bersumber semisal dari tanaman jagung, pemilihan jenisnya yang
diutamakan adalah jagung muda, yang berumur kurang lebih 2,5 bulan, mulai dai
pangkal batang hingga pucuk. Tanaman jagung tersebut dicincang atau dicacah
sedemikian rupa, dengan ukuran kurang lebih 2,5 cm. Bahan yang digunakan selain
jagung adalah dedak dan silase.
Biasanya penggunaan bahan jagung muda tidak menggunakan molase. Pada
umumnya molase digunakan untuk jagung kering. Akan tetapi, jagung muda
menggunakan molase untuk mempercepat matangnya biomassal dari pakan.
97
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Campuran dari ketiga bahan tersebut, diaduk hingga merata, setelah bahan
tercampur sempurna, dimasukkan ke dalam drum.. Biomassal ini dapat digunakan
setelah dibiarkan selama kurang lebih 3 jam. Dan dapat disimpan paling lama 1 minggu.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan dapat ditambahkan/dicampurkan dengan rumput-
rumput lain.
Melimpahnya hijauan pada musim hujan adalah suatu kesempatan bagi peternak
untuk menyimpan pakan hijauannya untuk musim kemarau. Tapi bagaimana caranya
pakan hijauan tersebut yang disimpan tidak kering dan nilai gizi atau protein tidak
berkurang, dan pakan hijauan tersebut dapat disimpan selama 1 bulan, 2 bulan atau 6
bulan bahkan 1 tahun. Untuk itu diperkenalkan salah satu lagi teknologi pengewatan
pakan hijaun ternak yaitu Silase.
Silase
Silase merupakan pakan hijauan ternak yang diawetkan yang disimpan dalam
kantong plastik yang kedap udara atau silo, drum dan sudah terjadi proses fermentasi
dalam keadaan tanpa udara atau anaerob. Proses silase ini melibatkan bakteri-bakteri
atau mikroba yang membentuk asam susu, yaitu Lactis Acidi dan streptococcus yang
hidup secara anerob dengan derajat keasaman 4 (pH 4).
Pakan hijauan, berupa sisa limbah pertanian ataupun hasil agroindustri pertanian
dan perkebunan seperti bekatul, dedak, bungkil sawit, ampasa tahu, tumpi jagung,
janggel/bonggol jagung dll, kemudian dikeringkan dengan kandungan air 60% sebelum
disimpan dalam kondisi tertutup tanpa udara atau yang biasa disebut anearob.
Kemudian dilakukan pengeringan untuk mengurangi kadar air hijauan, agar
pakan hijauan tidak dapat cepat rusak. Pengeringan bisa dilakukan dengan
menggunakan mesin pengering, atau lebih hemat dijemur dibawah terik matahari.
98
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Gambar 31. Boros Jagung Dimuat Ke Dalam Tong Siap Untuk Diolah
Proses pembuatan silase :
Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan :
1. Tetes tebu (molasses) = 3% dari bahan silase, apabila molasses susah diperoleh dapat
diganti dengan larutan gula jawa dengan beberapa variasi persentase terhadap pelarut
air.
2. Probion sebagai bahan bakteri pemerkaya dan pemercepat proses fermentasi.
3. Dedak hulus = 5% dari bahan silase.
4. Menir = 3.5% dari bahan silase (tidak digunakan).
5. Onggok = 3% dari bahan silase (tidak digunakan).
6. Batang dan daun jagung (boros jagung) sebagai bahan silase
7. Silo atau kantong plastik, atau tong berpengunci dengan volume 150 liter.
99
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
100
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
dijual ke konsumen. Untuk ± 11 ekor kambing, kotoran yang terkumpul dalam kondisi
kering, dapat diperoleh selama 6 bulan, sebanyak ± 30 goni ukuran besar.
Gambar 32. Kotoran Kambing Yang Sudah Kering Dimuat Dalam Karung Goni
Sedangkan manfaat urine kambing adalah dapat mengurangi hama dan penyakit,
serta menyuburkan tanaman. Urine kambing sebanyak 1 gerigen ukuran volume 20 liter,
dapat dikumpulkan 1 bulan (30-40 hari). Untuk penerimaan hasil urine dalam kurun
waktu 18 bulan bisa didapatkan urine sebanyak 13,7 gerigen ukuran volume 20 liter.
Bio urine ini dapat dimanfaatkan pada tanaman seperti, kacang panjang, jagung
dan cabe. Cara menggunakan bio urine untuk disemprotkan ke tanaman adalah dengan
melakukan pengenceran. Dimana 1 liter bio urine dicampur dengan air sebanyak 15
liter. Dan diisi ke dalam tangki semprot yang bervolume 16 liter. Larutan ini
disemprotkan ke seluruh bagian tanaman. Diharapkan boi urine dapat menekan biaya
produksi pertanaman, sehingga petani memperoleh pendapatan yang meningkat.
101
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
BAB VII
ROAD MAP FOOD ESTATE
(2) Pendampingan;
(6) Bimtek;
102
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Tabel 19. Rencana Aksi Pengembangan Kapasitas SDM dan Korporasi Petani
103
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
104
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
BAB VIII
PENUTUP
105
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Kabupaten Tapanuli Selatan sehingga tujuannya dapat tercapai dengan baik secara
berkelanjutan.
106
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Biodata Editor
Lermansius Haloho menyelesaikan pendidikan S1 bidang
Peternakan (Jurusan Produksi Peternakan) pada tahun 1990 dari
Universitas HKBP Nommensen Medan. Pendidikan S2
(Program studi Ekonomi Pertanian) diselesaikan di UGM
Yogyakarta pada tahun 2001 dengan meraih gelar Magister
Pertanian (M.P).
Karir sebagai aparatur sipil negara, diawali tahun 1993 sebagai
peneliti pada Sub Balai Penelitian Ternak Sungei Putih Galang, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan Bogor, dan sekarang sebagai Peneliti Ahli Madya (IV/ B) di
BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), lingkup Organisasi Riset Tata Kelola
Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat (ORTKPEKM), dengan Pusat
Riset-nya : Koperasi, Korporasi, dan Ekonomi Kerakyatan.
Jenjang fungsional Asisten Peneliti Muda (III/ A) pada tahun 1997; selanjutnya Peneliti
Muda (III/ D) tahun 2007 dan Peneliti Ahli Madya (IV/ B) dicapai Tahun 2017.
Selain itu juga aktif mempublikasikan karya ilmiah dan hasil penelitian sekitar 70
makalah dalam bahasa Indonesia, baik sebagai penulis tunggal maupuan co-author yang
diterbitkan dalam jurnal ilmiah, majalah, semi ilmiah, surat kabar, prosiding dan Buku.
Telah mengikuti pelatihan/ kursus : Lokakarya Participatory Rural Appraisal (PRA) di
Medan, Lokakarya Logical Frame Work di Medan, Lokakarya Farming System
Research and Development di Medan, Lokakarya Sosialisasi dan Inkoorporasi SAGA di
Medan, Pelatihan Metodologi Penelitian Berperspektif Gender dalam bidang Pertanian
di Pusat Studi Wanita UGM Yogyakarta, Pelatihan Metodologi Penelitian Pertanian
Analisis Statistik Program Studi Ekonomi Pertanian UGM Yogyakarta, Capacity
Building Workshop on Agricultural Policy Analysis for Food Security and Poverty
Reduction, Bogor Indonesia. UN-ESCAP: Centre for Alleviation of Poverty through
Sustainable Agriculture, Pelatihan "Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Peneliti Sosial
Ekonomi Dalam Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian" di (PSEKP) Pusat
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Bogor.
107
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
Biodata Penulis
108
Grand Design Pengembangan Kawasan Food Estate Berbasis
Korporasi Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan
109