Peerkembangan Pemikiran Manajemen
Peerkembangan Pemikiran Manajemen
Peerkembangan Pemikiran Manajemen
A. Latar Belakang
Sayangnya sampai sekarang tidak ada suatu teori umum atau sekumpulan
hukum bagi manajemen yang dapat diterapkan untuk semua situasi. Sebagai manajer,
akan menjumpai banyak pandangan mengenai manajemen. Setiap pandangan
mungkin berguna untuk berbagai masalah yang berbeda-beda.
B. Perkembangan Pemikiran Manajemen
1
T.Hani Handoko,”Manajemen”,(Yogyakarta:BPFE Yogyakarta,2009),hal.40.
bekerja, membangun perumahan yang lebih baik bagi karyawan dan mengoperasikan
took perusahaan yang menjual barang-barang dengan murah. Dia mengemukakan
bahwa melalui perbaikan kondisi karyawanlah yang akan menaikkan produksi dan
keuntungan dan investasi yang paling menguntungkan adalah pada karyawan. Di
samping itu, ia mengembangkan sejumlah prosedur kerja yang juga memungkinkan
peningkatan produktivitas.
Charles Babbage (1792-1871)
Charles Babbage seorang professor matematika dari Inggris, mencurahkan
banyak waktunya untuk membuat operasi-operasi pabrik menjadi lebih efisien. Ia
percaya bahwa aplikasi prinsip-prinsip ilmiah pada proses kerja akan menikkan
produktivitas dan menurunkan biaya. Babbage adalah penganjur pertama prinsip
pembagian kerja melalui spesialisasi. Setiap tenaga kerja harus diberi latihan
ketrampilan yang sesuai dengan setiap operasi pabrik. Sebagai kontribusi lain,
Babbage menciptakan alat penghitung (calculator) mekanis pertama,
mengembangkan program-program permainan bagi computer, menganjurkan
kerjasama yang saling menguntungkan antara kepentingan karyawan dan pemilik
pabrik, serta merencanakan skema pembagian keuntungan. 2
Hasilnya, teori manajemen klasik terbentuk sebagai upaya menemukan cara
terbaik untuk memanajemen dan mengerjakan pekerjaan. Aliran Manajemen Klasik
(Classical School of Management) terdiri atas dua cabang: Aliran Ilmiah Klasik dan
Aliran Administrasi Klasik.
2
Ibid,hal.40-42.
dalam proses kerja tersebut. Aliran ini ditandai kontribusi-kontribusi dari Frederick
W. Taylor, Henry L. Gantt, Harrington Emerson, Frank dan Lillian Gilbreth.
Frederick W. Taylor (1856-1915). Ia kerap dijuluki “bapak manajemen
ilmiah.” Taylor percaya bahwa organisasi seharusnya mempelajari tugas-tugas yang
dilakukan para anggotanya serta membangun prosedur-prosedur kerja yang baku.
Contohnya, tahun 1898, Taylor menghitung berapa banyak besi dari pabrik di
Bethlehem Steel dapat dipindahkan andaikata para pekerja menggunakan gerakan,
alat, dan langkah-langkah yang benar. Hasilnya mencengangkan, yaitu seharusnya
47,5 ton sehari ketimbang 12,5 ton seperti yang selama ini berlaku.
Sebagai tambahan, dengan mendesain ulang sekop yang pekerja gunakan,
Taylor mampu meningkatkan lama waktu kerja dari satu pekerja sehingga
mengurangi jumlah penyekop dari 500 menjadi 140 orang. Akhirnya, ia membangun
sistem insentif yang membayar uang lebih kepada pekerja yang mampu beradaptasi
dengan metode baru. Produktivitas Bethlehem Steel meroket. Taylor telah
memberikan prinsip-prinsip dasar (filsafat) penerapan pendekatan ilmiah pada
manajemen, dan mengembangkn sejumlah teknik-tekniknya untuk mencapai efisien.
Empat prinsip dasar tersebut adalah :3
1. Pengembangan metode-metode ilmih dalam manajemen, agar sebagai
contoh, metode yang paling baik untuk pelaksanaan setiap pekerjaan dapat
ditentukan.
2. Seleksi ilmiah untuk karyawan, agar setiap karyawan dapat diberikan
tanggungjawab atas sesuatu tugas dengan kemampuannya.
3. Pendidikan dan pengembangan ilmiah para karyawan.
4. Kerjasama yang baik antara manajemen dan tenaga kerja.
Sedangkan mekanisme dan teknik-teknik yang dikembangkan Taylor
untuk melaksanakn prinsip-prinsip dasar diatas, antara lain studi gerak dan
waktu, pengawasan fungsional, system upah perpotong diferensial, prinsip
3
Husaini Usman,” Manajemen”,(Jakarta Timur:PT.Bumi Aksara,2008),hal.22-23.
pengecualian, kartu instruksi, pembelian dengan spesifikasi, dan
standardisasi pekerjaan, peralatan serta tenaga kerja. Manfaat dari
pengembangan teknik-teknik manajemen ilmiah ini tampak pada
perkembangan teknik-teknik tersebut riset operasi, otomatisasi, dan
sebagainya dalam memecahkan masalah-masalah manajemen.
4
Ibid,hal.22.
5
Ibid,hal.24.
7. Pemberian perintah-perencanaan dan pengurutan kerja.
8. Adanya standar-standar dan skedul-skedul-metode dan waktu setiap
kegiatan.
9. Kondisi yang distandardisasi.
10. Operasi yang distandardisasi.
11. Instruksi-instruksi praktis tertulis yang standar.
12. Balas jasa efisiensi-rencana insentif.
Frank dan Lillian Gilbreth (1868-1924 dan 1878-1972). Sepasang suami istri
ini merupakan satu tim. Mereka mempelajari gerakan-gerakan pekerja saat
melakukan pekerjaan. Frank Gilberth, seorang pelopor pengembangan studi gerak
dan waktu, menciptakan berbagai teknik manajemen yang diilhami Taylor.
Sedangkan Lililan Gilberth lebih tertarik pada aspek-aspek manusia dalam kerja,
seperti seleksi, penempatan dan latihan personalia. Di mengemukakan gagasannya
dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Management. Baginya, manajemen
ilmiah mempunyai satu tujuan akhir : membantu para karyawan mencapai seluruh
6
potensinya sebagai makhluk hidup. Karir awal Frank selaku pemasang bata,
membuatnya tertarik dan mempelajari metode dan standardisasi kerja pemasangan
bata. Ia memperhatikan pemasangan bata dan memperhatikan adanya sejumlah
pekerja yang bekerja lambat dan tidak efisien, sementara lainnya produktif. Dari
pengamatan ia menyimpulkan bahwa setiap pemasang bata menggunakan gerakan-
gerakan yang berbeda tatkala memasang bata.
Dari observasi tersebut, Frank menandai gerakan dasar yang penting untuk
melakukan pekerjaan serta membuang gerakan yang tidak perlu. Pekerja yang
menggunakan metode baru Frank ternyata mampu meningkatkan hasil pekerjaan
pemasangan, dari 1000 menjadi 2700 pemasangan bata per hari. Ini merupakan studi
gerakan pertama yang didesain untuk mempertahankan cara terbaik dalam bekerja.
6
T.Hani Handoko,”Manajemen”,(Yogyakarta:BPFE Yogyakarta,2009),hal.44.
Kemudian, Frank dan Lillian Gilbreth mempelajari gerakan kerja menggunakan
kamera perekam dan jam. Tatkala suaminya wafat di usia 56, Lillian meneruskan
pekerjaan mereka.
Hal yang dipetik dari studi suami isteri ini adalah gagasan dasar seputar
manajemen ilmiah, yang terdiri atas:
Membangun standar-standar baru sehubungan dengan cara-cara melakukan
pekerjaan;
Memilih, melatih, dan mengembangkan pekerja adalah lebih baik ketimbang
membiarkan mereka memilih sendiri pekerjaan dan bagaimana
melakukannya.
Seluruh posisi dalam birokrasi dibagi dengan cara yang memungkinkan posisi
yang lebih tinggi mengawasi dan mengendalikan posisi yang lebih rendah.
Rantai komando tegas ini memungkinkan kontrol manajerial atas organisasi
secara keseluruhan.
Kompetensi.
Kompetensi, bukan siapa yang anda kenal, harus menjadi dasar seluruh
keputusan dalam kontrak kerja, penempatan, dan promosi dalam rangka
meningkatkan kemampuan kerja dan merit sistem selaku karakteristik utama
dalam organisasi birokrasi.
Dokumentasi.
7
H.B.Siswanto,”Pengantar Manajemen”,(Jakarta:PT.Bumi Aksara,2005),hal.35-36.
3. Disiplin (discipline). Hars ada respek dan ketaatan pada peranan-peranan
dan tujuan-tujuan organisasi.
4. Kesatuan perintah (unity of command). Setiap karyawan hanya menerima
instruksi tentang kegiatan tertentu dari hanya seorang atasan.
5. Kesatuan arah ( unity of direction). Maksudnya seorang kepala dengan
suatu rencana atau sekumpulan aktivitas yang mempunyai tujuan yang
sama.
6. Menomorduakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum
(subordination of individual interest to the common goals). Kepentingan
perseorangan harus tunduk pada kepentingan organisasi.
7. Pemberian upah (remuneration)/balas jasa. Kompensasi untuk pekerjaan
yang dilaksanakan harus adil baik bagi karyawan maupun pemilik.
8. Sentralisasi (centralization). Adanya keseimbangan yang tepat antara
sentralisasi dan desentralisasi.
9. Rantai scalar/garis wewenang (hierarchy). Garis wewenang dan perintah
yang jelas.
10. Tertib (order). Bahan-bahan dan orang-orang harus ada pada tempat dan
waktu yang tepat. Terutama orang-orang hendaknya ditempatkan pada
posisi-posisi atau pekerjaan-pekerjaan yang paling cocok untuk mereka.
11. Keadilan (equity). Harus ada kesamaan perlakuan dalam organisasi.
12. Kestabilan staf (stability of staff). Tingkat perputaran tenaga kerja yang
tinggi tidak baik bagi pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi.
13. Inisiatif (initiative). Bawahan harus diberi kebebasan untuk menjalankan
dan menyelesaikan rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin
terjadi.
14. Semangat korp (esprit de corps). “kesatuan adalah kekuatan”, pelaksanaan
operasi organisasi perlu memiliki kebanggaan, kesetiaan dan rasa
memiliki dari para anggota yang tercermin pada semangat korp.
Mary Parker Follett. Ia menekankan pentingnya menetapkan tujuan bersama
bagi para pekerja di dalam organisasi. Follett punya pendapat berbeda dengan
teoretisi lainnya yang cenderung memandang kegiatan manajemen secara mekanik.
Follett merupakan pionir dalam pembicaraan mengenai etika, kuasa, dan
kepemimpinan dalam dunia manajemen. Ia mendorong manajer agar mengizinkan
pekerja berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan. Follett menekankan
pentingnya faktor manusia ketimbang teknik-teknik pekerjaan. Hasilnya, ia menjadi
pionir pemihakan atas pekerja dan kerap dianggap sepele oleh sarjana manajemen di
masanya. Namun, waktu berubah, dan gagasan inovatif dari masa lalu tiba-tiba
dimaknai secara baru. Banyak yang para manajer lakukan sekarang didasarkan pada
dasar-dasar yang telah Follett bangun 70 tahun silam.
Chester Irving Barnard. Barnard adalah presiden New Jersey Bell Telephone
Company. Ia memperkenalkan gagasan “organisasi informal.” Organisasi informal
adalah klik (kelompok di dalam organisasi, bersifat eksklusif) yang secara alami
terbentuk di dalam organisasi. Ia menganggap organisasi informal ini punya peran
besar dalam fungsi komunikasi dalam organisasi. Mereka sesungguhnya dapat
membantu organisasi mencapai tujuan.
8
Yayat M. Herujito,”Dasar-dasar Manajemen”,(Jakarta:PT.Grasindo,2001),hal.36.
a. Studi hubungan antarmanusia yang harus dikuasai oleh seorang
manajer.
b. Studi kepemimpinan.
c. Studi kelompok dinamis (group dynamics).
10
Ibid,hal.36.
Model inventory mengendalikan inventaris dan pengorderan barang secara
matematis.
Selain Manajemen Sains, juga terdapat Manajemen Operasi.
b. Manajemen Operasi
Manajemen operasi adalah cabang kecil dari pendekatan kuantitatif dalam
manajemen. Fokusnya pada bagaimana memanajemen proses pengubahan
material, tenaga kerja, dan modal menjadi output (jasa dan barang) yang punya
manfaat dan nilai jual. Manajemen operasi fokus pada pencarian metode paling
efektif yang digunakan oleh organisasi untuk memproduksi manufaktur ataupun
jasa. Sumber daya input atau faktor produksi, termasuk ragam bahan mentah,
teknologi, modal informasi, dan orang yang dibutuhkan guna menciptakan produk
akhir, didayagunakan secara lebih efektif untuk meningkatkan produktivitas.
Manajemen operasi saat ini memberi perhatian khusus pada tuntutan
kualitas, layanan pelanggan, dan persaingan. Proses diawali dengan perhatian pada
kebutuhan konsumen: Apa yang sesungguhnya konsumen inginkan? Di mana
mereka menginginkannya? Kapan mereka menginginkannya? Berdasar jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, manajer baru mengerahkan sumber daya dan
mengambil tindakan untuk memenuhi harapan pelanggan.
c. Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah salah satu bidang aliran
kuantitatif. SIM mengorganisir masa lalu, masa kini, dan melakukan proyeksi data,
baik dari sumber internal maupun eksternal, untuk diolah menjadi informasi yang
bermanfaat. Informasi tersebut tersedia bagi para manajer di aneka level. SIM juga
memungkinkan pengorganisasian data ke dalam format yang bermanfaat dan
mudah diakses. Hasilnya, manajer dapat mengenali pilihan-pilihan keputusan
secara cepat, mengevaluasi alternatif menggunakan program pengolah angka,
simulasi jika-begini-maka-begitu, dan akhirnya, memilih alternatif terbaik
berdasar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Prinsip-prinsip manajemen
11
dalam zaman teknologi informasi dipengaruhi oleh : (1). Pendayagunaan
knowledge workers untuk memanfaatkan secara optimal kemampuan teknologi
informasi. (2). Kemampuan teknologi informasi untuk menyediakan fasilitas
information sharing. (3). Kemampuan teknologi informasi untuk menjadikan
transaksi langsung secepat cahaya.
4. Aliran Manajemen Kontijensi (Contingency School of Management)
Pendekatan kontijensi dikembangkan oleh para manajer, konsultan dan
peneliti yang mencoba untuk menerapkan konsep-konsep dari berbagai aliran
manajemen dalam situasi kehidupan nyata. Aliran manajemen kontijensi dapat
dirangkum sebagai pendekatan semua tergantung pada. Suatu tindakan manajemen
yang akan diterapkan serta pendekatan yang digunakan dalam tindakan tersebut
sepenuhnya bergantung pada situasi. Sebab itu, manajemen kontijensi juga disebut
aliran manajemen situasional. Menurut dekatan ini tugas manajer adalah
mengidentifikasikan teknik mana, pada situasi tertentu, akan membantu pencapaian
tujuan manajemen. Aliran ini muncul sebagai hasil riset tahun 1960-an dan 1970-an
dan sekaligus merupakan reaksi penolakan atas aliran saintifik. Riset-riset tersebut
fokus pada faktor-faktor situasional yang mempengaruhi struktur dan gaya
kepemimpinan organisasi di aneka situasi berbeda.
Bagi aliran kontijensi, perubahan lingkungan, ketidakmenentuan zaman,
perubahan teknologi kerja, dan peningkatan/penurnan ukuran perusahaan, merupakan
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi efektivitas manajerial di aneka bentuk
organisasi. Menurut aliran ini, kondisi-kondisi yang merupakan asumsi dasar aliran
saintifik seperti lingkungan yang stabil, sentralisasi, standardisasi, dan spesialisasi
guna mencapai efisiensi dan konsistensi, telah usai. Era stabilitas, kepastian,
prediktabilitas, yang memungkinkan diterapkannya kebijakan, aturan, dan prosedur-
prosedur tetap seperti diasumsikan oleh Aliran Ilmiah kini sudah tidak ada lagi.
11
Mulyadi,”Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen”,(Jakarta:Salemba
Empat,2007),hal.38.
Aliran kontijensi mengasumsikan lingkungan yang mengelilingi kehidupan organisasi
penuh dengan ketidakpastian.
Aliran kontijensi yang berkembang di lingkungan tak stabil menghendaki
desentralisasi untuk menjamin terwujudnya fleksibilitas dan adaptabilitas organisasi.
Ketidakmenentuan dan ketidakterukuran membutuhkan metode penyelesaian masalah
yang sifatnya non rutin, atau situasional.
Aliran kontijensi diwakili oleh Paul Lawrence and Jay Lorsch dalam karyanya
Organizations and Environment: Managing Differentiation and Integration yang terbit
tahun 1967. Dalam karya tersebut, Lawrence and Lorsch berpendapat bahwa unit-unit
organisasi yang bergerak dalam lingkungan berbeda cenderung mengembangkan
karakteristik unit yang juga berbeda. Semakin besar perbedaan internal di antara
mereka, semakin besar pula kebutuhan koordinasi antar unit tersebut.
Joan Woodward dalam karyanya Industrial Organization: Theory and Practice
yang terbit tahun 1965 juga menemukan fakta organisasi manufaktur yang sukses
secara finansial serta menggunakan aneka jenis teknologi kerja ternyata memiliki
perbedaan sehubungan dengan jumlah tingkatan manajemen, perluasan manajemen,
dan derajat spesialisasi para pekerjanya. Ia menghubungkan perbedaan dalam
organisasi untuk mengembangkan performa kerja dan berpendapat bahwa bentuk-
bentuk organisasi tertentu hanya cocok bagi tipe teknologi kerja tertentu.
5. Aliran Manajemen Kualitas (Quality School of Management)
Aliran Manajemen Kualitas adalah konsep menyeluruh seputar leading dan
operating suatu organisasi. Ia dimaksudkan untuk meningkatkan performa kerja
organisasi secara terus-menerus dengan fokus pada pelanggan seraya sensitif terhadap
kepentingan para stake holder. Dengan kata lain, Manajemen Kualitas fokus pada
bagaimana cara mengorganisasi secara total untuk menciptakan pelayanan terbaik
pada pelanggan.
Perbedaan Manajemen Kualitas dengan aliran-aliran sebelumnya terdapat
dalam masalah sikap manajemen terhadap produk dan pekerja. Aliran sebelumnya
fokus pada volume produksi dan biaya produksi. Kualitas dikendalikan menggunakan
metode pindai (pemeriksaan hasil produksi), masalah diselesaikan hanya oleh pihak
manajemen, dan peran manajemen didefinisikan hanya sebagai planning
(perencanaan), menentukan pekerjaan, dan pengendalian produksi. Manajemen
Kualitas berbeda. Ia fokus pada pelanggan dan bagaimana memenuhi kebutuhan
mereka.
Manajemen Kualitas diarahkan lewat serangkaian tindakan pencegahan,
misalnya memastikan kualitas terjadim dalam tiap-tiap tahapan pekerjaan. Jika
muncul masalah, maka ia diselesaikan oleh suatu tim. Setiap orang harus bertanggung
jawab atas kualitas produk. Peran manajemen adalah mendelegasikan, melatih,
memfasilitasi, dan membimbing pekerja. Prinsip utama Manajemen Kualitas adalah :
kualitas, kerja tim, dan manajemen yang proaktif demi proses peningkatan kinerja
yang menjamin kepuasan pelanggan.
W. Edward Deming. Tokoh Manajemen Kualitas ini menerbitkan pemikiran
dalam karyanya Out of the Crisis. Karya tersebut terbit tahun 1986. Ia seorang
Amerika Serikat yang bekerja sama dengan Walter A. Shewhard di Bell Telephone
Company. Rekannya itu, Shewhart, seorang ahli statistik yang berpendapat bahwa
kendali produksi dapat dimanajemen secara lebih baik dengan menggunakan metode
statistik. Shewhart lalu menyusun bagan statistik untuk mengendalikan variabel-
variabel dalam proses produksi.
Berdasarkan karya Shewhart itulah Deming mengembangkan proses kerja
yang menggunakan teknik-teknik statistik yang diyakini mampu memberi peringatan
awal seputar kapan seorang manajer harus mengintervensi sebuah proses produksi.
Deming lalu dikirim ke Jepang untuk memulihkan pabrik-pabrik manufaktur Jepang
yang hancur karena perang. Di sana Deming memperkenalkan metode statistical
process control kepada kalangan bisnis dan insinyur Jepang. Konsep Deming
kemudian meluas dan menjadi standard dalam penjaminan kualitas atas seluruh
proses produksi.
Lebih lanjut, Deming kemudian mengembangkan konsep reaksi berantai.
Reaksi ini muncul tatkala kualitas meningkat, biaya turun, dan produktivitas
meningkat. Kondisi ini akan mendorong upaya perluasan lapangan kerja, perluasan
pasar, dan kebertahanan hidup yang lebih lama bagi perusahaan. Ia menekankan
pentingnya kebanggaan dan kepuasan pekerja seraya menekankan bahwa tanggung
jawab manajerlah untuk meningkatkan proses pekerjaan, bukan pekerja.
Deming juga memperkenalkan Lingkaran Kualitas, yang didasarkan pada
pentingnya pertemuan-pertemuan rutin dan periodik dari para pekerja yang
diklasifikasi ke dalam kelompok-kelompok untuk melakukan pembahasan seputar
kualitas produk secara menyeluruh. Poin-poin Manajemen Kualitas yang Deming
tawarkan dapat diringkas sebagai berikut: