Edi Warman (UAS Anti Korupsi 2021)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Nama Mahasiswa : Edi Warman

Nomer Induk Mahasiswa : 1219087 R

Kelas : S1 management transportasi

Ujian Akhir Semester : Pendidikan Anti Korupsi Semester 2

TANTANGAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI TAHUN POLITIK 2021

(Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya Pemberantasan, Serta Regulasi)

Penyusun : Edi Warman

Sekolah Tinggi Managemen Transportasi (STMT malahayati JAKARTA)

Marunda, Kec. Cilincing, Kota Jkt Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14150

(Naskah ini di buat 25/06/2022, direvisi 8/07/2022, dikirim 11/07/2022)

Sumber
https://www.google.com/url?q=https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/
article/viewFile/234/
pdf&sa=U&ved=2ahUKEwjs0KiC5cz4AhVk7HMBHRgnCGgQFnoECAoQAg&
usg=AOvVaw11nWaeWVK99o3Whi1tsg_l
Abstrak

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan melalui berbagai


cara, namun hingga saat ini masih saja terjadi korupsi dengan berbagai cara yang
dilakukan oleh berbagai lembaga. Terdapat beberapa bahaya sebagai akibat
korupsi, yaitu bahaya terhadap: masyarakat dan individu, generasi muda, politik,
ekonomi bangsa dan birokrasi. Terdapat hambatan dalam melakukan
pemberantasan korupsi, antara lain berupa hambatan: struktural, kultural,
instrumental, dan manajemen. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah
untuk mengatasinya, antara lain: mendesain dan menata ulang pelayanan publik,
memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi, meningkatkan pemberdayaan
perangkat pendukung dalam pencegahan korupsi. Dalam Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 korupsi diklasifikasikan ke dalam: merugikan keuangan negara,
suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang,
benturan dalam pengadaan, gratifikasi. Dalam rangka pemberantasan korupsi
perlu dilakukan penegakan secara terintegrasi, adanya kerja sama internasional
dan regulasi yang harmonis.Kata kunci: korupsi, penegakan hukum dan kerja
sama internasional, regulasi

A. Pendahuluan

Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak lama dengan menggunakan


berbagai cara, sanksi terhadap pelaku korupsi sudah diperberat, namun hampir
setiap hari kita masih membaca atau mendengar adanya berita mengenai korupsi.
Berita mengenai operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pelaku korupsi masih
sering terjadi. Yang cukup menggemparkan adalah tertangkap tangannya 41 dari
45 anggota DPRD Kota Malang oleh KPK.Kemudian, tidak kalah
menggemparkannya adalah berita mengenai tertangkap tangannya anggota DPRD
Di bawah ini akan diuraikan mengenaipenyebab, hambatan, solusi dan regulasi
korupsi di Indonesia.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio. Dalam bahasa Inggris
adalah corruptionatau corrupt, dalam bahasa Perancis disebut corruption dan
dalam bahasa Belanda disebut dengan coruptie.

B.1. Konsep dan bahaya Korupsi

a. Bahaya Korupsi terhadap Masyarakat dan Individu Jika korupsi dalam suatu
masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat setiap hari, maka
akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau,
tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Setiap individu dalam
masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri (self interest), bahkan
selfishness.Tidak akan ada kerja sama dan persaudaraan yang tulus. Fakta empirik
dari hasil penelitian di banyak negara dan dukungan teoritik oleh para saintis
sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan
sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di
antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan,Sejak tahun 1960-
an telah muncul beberapa pandangan tentang pengaruh korupsi terhadap ekonomi.
Umumnya berpendapat korupsi mempunyai pengaruh negatif terhadap ekonomi,
corruption is toxic rather than a tonic. Akan tetapi ada pendapat yang berbeda,
yaitu bahwa korupsi, dalam situasi dan keadaan tertentu serta dalam tahap tertentu
dapat memberikan peran positif terhadap ekonomi, misalnya sebelum tahun 1997,
Indonesia dan Thailand adalah negara yang sangat cepat perkembangan
ekonominya, walaupun tingkat korupsinya sangat tinggi.

b. Bahaya Korupsi terhadap Generasi Muda

Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang
adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi
makanan sehari-hari, anak tumbuh dengan
pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi
sebagai hal biasa (atau bahkan budaya), sehingga perkembangan pribadinya
menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.11 Jika
generasi muda suatu bangsa keadaannya seperti itu, bisa dibayangkan betapa
suramnya masa depan bangsa tersebut.
c. Bahaya Korupsi terhadap Politik

Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan


dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika demikian
keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan
pemimpin tersebut, akibatnya mereka tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas
mereka.12 Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang curang,
kekerasan dalam pemilu, money politics dan lainlain juga dapat menyebabkan
rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup
itu akan menggunakan kekerasan (otoriter)13 atau menyebarkan korupsi lebih luas
lagi

di masyarakat. Di samping itu, keadaan yang demikian itu akan memicu


terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi
pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini
menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat, seperti
yang terjadi di Indonesia.

d. Bahaya Korupsi Bagi Ekonomi Bangsa


Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa.Jika suatu projek ekonomi
dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk kelulusan projek,
nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek, penggelepan dalam
pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam projek), maka pertumbuhan
ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai.Penelitian
empirik oleh Transparency International menunjukkan bahwa korupsi juga
mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri maupun luar
negeri, karena para investor akan berpikir dua kali untuk membayar biaya yang
lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi (seperti untuk penyuapan pejabat
aga dapat izin, biaya keamanan kepada pihak keamanan agar investasinya aman
dan lain-lain biaya yang tidak perlu). Sejak tahun 1997, investor dari negara-
negera maju (Amerika, Inggris dan lain-lain) cenderung lebih suka
menginvestasikan dananya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) kepada
negara yang tingkat korupsinya kecil.

e. Bahaya Korupsi Bagi BirokrasiKorupsi juga menyebabkan tidak efisiennya


birokrasi dan meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi
telah dikungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar
birokrasi yang rasional, efisien, dan berkualitas akan tidak pernah terlaksana.
Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang
berpunya saja yang akan dapat layanan baik karena mampu menyuap.19 Keadaan
ini dapat menyebabkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan
selanjutnya mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.

B.2. Hambatan Pemberantasan Korupsi


Upaya melakukan pemberantasan korupsi bukanlah hal yang mudah. Meskipun
sudah dilakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi, tetapi masih terdapat
beberapa hambatan dalam pemberantasan korupsi. Operasi tangkap tangan (OTT)
sering dilakukan oleh KPK, tuntutan dan putusan yang dijatuhkan oleh penegak
hukum juga sudah cukup keras, namun korupsi masih tetap saja dilakukan.
Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa yang kena OTT adalah orang yang
“sial atau apes”. Hambatan dalam pemberantasan korupsi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

a. Hambatan Struktural, yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik


penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak
pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang termasuk dalam
kelompok ini di antaranya: egoisme sektoral dan institusional yang menjurus pada
pengajuan dana sebanyak-banyaknya untuk sektor dan instansinya tanpa
memperhatikan kebutuhan nasional secara keseluruhan serta berupaya menutup-
nutupi penyimpangan-penyimpangan yang terdapat di sektor dan instansi yang
bersangkutan; belum berfungsinya fungsi pengawasan secara efektif; lemahnya
koordinasi antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum; serta lemahnya
sistem pengendalian intern yang memiliki korelasi positif dengan berbagai
penyimpangan dan inefesiensi dalam pengelolaan kekayaan negara dan rendahnya
kualitas pelayanan publik.

b. Hambatan Kultural, yaitu hambatan yang bersumber dari kebiasaan negatif


yang berkembang di masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok ini di
antaranya: masih adanya ”sikap sungkan” dan toleran di antara aparatur
pemerintah yang dapat menghambat penanganan tindak pidana korupsi; kurang
terbukanya pimpinan instansi sehingga sering terkesan toleran dan melindungi
pelaku korupsi, campur tangan eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam
penanganan tindak pidana korupsi, rendahnya komitmen untuk menangani
korupsi secara tegas dan tuntas, serta sikap permisif (masa bodoh) sebagian besar
masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.
c. Hambatan Instrumental, yaitu hambatan yang bersumber dari kurangnya
instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundangundangan yang membuat
penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang
termasuk dalam kelompok ini di antaranya: masih terdapat peraturan perundang-
undangan yang tumpang tindih21sehingga menimbulkan tindakan koruptif berupa

penggelembungan dana di lingkungan instansi pemerintah; belum adanya “single


identification number” atau suatu identifikasi yang berlaku untuk semua keperluan
masyarakat (SIM, pajak, bank, dll.) yang mampu mengurangi peluang
penyalahgunaan oleh setiap anggota masyarakat; lemahnya penegakan hukum
penanganan korupsi; serta sulitnya pembuktian terhadap tindak pidana korupsi.

d. Hambatan Manajemen, yaitu hambatan yang bersumber dari diabaikannya atau


tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik (komitmen yang tinggi
dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel) yang membuat penanganan
tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang termasuk dalam
kelompok ini di antaranya: kurang komitmennya manajemen (Pemerintah) dalam
menindaklanjuti hasil pengawasan; lemahnya koordinasi baik di antara aparat
pengawasan maupun antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum;
kurangnya dukungan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
tidak independennya organisasi pengawasan; kurang profesionalnya sebagian
besar aparat pengawasan; kurang adanya dukungan sistem dan prosedur
pengawasan dalam penanganan korupsi, serta tidak memadainya sistem
kepegawaian di antaranya sistem rekrutmen, rendahnya ”gaji formal” PNS,
penilaian kinerja dan reward and punishment.

B.3.Langkah Pemberantasan Korupsi

Untuk mengatasi berbagai hambatan tersebut, telah dan sedang dilaksanakan


langkah-langkah sebagai berikut.
a. Mendesain ulang pelayanan publik, terutama pada bidang-bidang yang
berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sehari-hari.
Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat luas mendapatkan pelayanan
publik yang profesional, berkualitas, tepat waktu dan tanpa dibebani biaya
ekstra/pungutan liar.

Langkah-langkah prioritas ditujukan pada: (a) Penyempurnaan Sistem Pelayanan


Publik; (b) Peningkatan Kinerja Aparat Pelayanan Publik; (c) Peningkatan Kinerja
Lembaga Pelayanan Publik; dan (d) Peningkatan Pengawasan terhadap Pelayanan
Publik, dengan kegiatankegiatan prioritas sebagaimana terlampir dalam matriks.

b. Memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi pada kegiatan-kegiatan


pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintah dalam
pengelolaan sumber daya negara dan sumber daya manusia serta memberikan
akses terhadap informasi dan berbagai hal yang lebih memberikan kesempatan
masyarakat luas untuk berpartisipasi di bidang ekonomi. Langkah-langkah
prioritas ditujukan pada: (a) Penyempurnaan Sistem Manajemen Keuangan
Negara; (b) Penyempurnaan Sistem Procurement/Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah; dan (c) Penyempurnaan Sistem Manajemen SDM Aparatur Negara,
dengan kegiatan-kegiatan prioritas.

c. Meningkatkan pemberdayaan perangkatperangkat pendukung dalam


pencegahan korupsi. Tujuannya adalah untuk menegakan prinsip “rule of law,”
memperkuat budaya hukum dan memberdayakan masyarakat dalam proses
pemberantasan korupsi. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada: (a)
Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat; dan (b) Penyempurnaan
Materi Hukum Pendukung.
d. Tampaknya memasukan ke lembaga pemasyarakatan (penjara) bagi koruptor
bukan merupakan cara yang menjerakan atau cara yang paling efektif untuk
memberantas korupsi. Apalagi dalam praktik lembaga pemasyarakatan justru
menjadi tempat yang tidak ada bedanya dengan tempat di luar lembaga
pemasyarakatan asal nara pidan korupsi bisa membayar sejumlah uang untuk
mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang tidak beda dengan pelayanan dan
fasilitas di luar lembaga pemasyarakatan. Oleh karena itu, muncul istilah lembaga
pemasyarakatan dengan fasiltas dan pelayanan mewah. Melihat pada kondisi
seperti ini, maka perlu dipikirkan cara lain agar orang merasa malu dan berpikir
panjang untuk melakukan korupsi.Cara yang dapat dilakukan antara lain adanya
ketentuan untuk mengumumkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap atas kasus korupsi melalui media masa. Ketentuan ini selain untuk
memberikan informasi kepada publik juga sekaligus sebagai sanksi moral kepada
pelaku tindak pidana korupsi. Selain itu, perlu juga ditambah sanksi pencabutan
hak kepada terdakwa kasus korupsi. Hal ini sangat penting untuk memberikan
pembelajaran bahwa pengemban jabatan publik adalah pribadi yang bermoral dan
berintegritas tinggi.

e. Penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi ini harus dilakukan


secara terpadu dan terintegrasi dengan satu tujuan, yaitu untuk memberantas
korupsi. SDM penegak hukum harus berasal dari orang-orang pilihan dan
mempunyai integritas tinggi. Sudah saatnya diakhiri terjadinya ego sektoral atau
ego institusional di antara lembaga penegak hukum. Negara juga perlu
memikirkan bagaimana agar tingkat kesejahteraan bagi para penegak hukum itu
baik, tidak berkekurangan dan menjadi penegak hukum yang bersih. Bagaimana
bisa bersih, kalau sapu yang digunakan untuk membersihkan adalah sapu kotor. C.
Penutup

Berdasarkan uraian di atas dapat disampaikan simpulan sebagai berikut.


1. Meskipun pemberantasan korupsi menghadapi berbagai kendala, namun upaya
pemberantasan korupsi harus terus-menerus dilakukan dengan melakukan
berbagai perubahan dan perbaikan.

2. Perbaikan dan perubahan tersebut antara lain terkait dengan lembaga yang
menangani korupsi agar selalu kompak dan tidak sektoral, upaya-upaya
pencegahan juga terus dilakukan, kualitas SDM perlu ditingkatkan, kesejahteraan
para penegak hukum menjadi prioritas.

3. Meskipun tidak menjamin korupsi menjadi berkurang, perlu dipikirkan untuk


melakukan revisi secara komprehensif terhadap UndangUndang tentang
Pemberantasan Korupsi.
Daftar Pustaka

Buku

Abbas, K.A, “The Cancer of Corruption”, dalam Suresh Kohli (ed.), Corruption in
India, (New Delhi: Chetana Publications, 1975).

Abdul Aziz, Teuku, Fighting Corruption: My Mission, (Kuala Lumpur: Konrad


Adenauer Foundation, 2005).

Ben Jomaa Ahmed, Fethi, “Corruption: A Sociological Interpretative Study with


Special Reference ùto Selected Southeast Asian Case”, Disertasi Doktor
Philosophy, (Kuala Lumpur: Department of Antropology and Sociology, Faculty
of Arts and Social Sciences, University of Malaya, 2003).

Hamzah, Andi, Korupsi di Indonesia dan Pemecahannya, (Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama, 1991).

Hussein Alatas, Syed, Rasuah: Sifat, Sebab, dan Fungsi, (Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka, 1995).-----------------------------, The Sociology of Corruption,
ed. 2, (Singapore: Delta Orient Pte. Ltd., 1999).

M. Meier, Gerald and James E. Rauch, Leading Issues in Economic Development,


ed. 8, (Oxford: Oxford University Press, 2005).

Mohamad, Mahathir, The Challenge, (Kuala Lumpur: Pelanduk Publication Sdn.


Bhd., 1986).Myrdal, Gunnar, “Corruption, Its Cause and Effects”, dalam Arnold
J. Heidenheimer (ed.), Political Corruption: Readings in Comparative Analysis,
ed. 2, (New Jersey: Transaction Books, 1978).Poerwadarminta, WJS, Kamus
Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1982).Rinakit, Sukardi, The
Indonesian Military After The New Order, (Copenhagen S, Denmark: NIAS

Anda mungkin juga menyukai