Pujianti 2086206221
Pujianti 2086206221
Pujianti 2086206221
Nama : Pujianti
NIM : 2086206221
Kelas : 7E
Pendidikan inklusi menurut UNESCO yang berasal dari kata education for all yang artinya
Pendidikan yang ramah untuk semua, dengan Pendidikan yang berusaha menjangkau semua
orang tanpa terkecuali. Mereka semua memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh manfaat yang maksimal dari Pendidikan. Jadi Pendidikan inklusi adalah solusi
atas implementasi sistem Pendidikan yang memberi peluang bagi peserta didik dan tidak
membeda-bedakan antara anak kondisi normal maupun berkebutuhan khusus agar proses
pembelajaran bisa diikuti dalam satu lingkungan Pendidikan yang sama secara merata.
Pendidikan inklusi, seluruh anak sesuai usia dan perkembangannya berhak mendapatkan
pelayanan Pendidikan tanpa membeda-bedakan derajat, kondisi ekonomi atau kelainannya.
Pendidikan inklusi di Indonesia memiliki akar yang berawal dari pengamatan terhadap
sekolah luar biasa berasrama dan institusi serupa. Pengamatan ini menunjukkan bahwa anak-
anak dan orang dewasa yang tinggal di sana mengembangkan pola perilaku yang sering kali
ditunjukkan oleh individu yang berkekurangan. Anak-anak penyandang cacat yang
meninggalkan sekolah luar biasa berasrama sering kali merasa kurang nyaman tinggal dengan
keluarganya di komunitas tempat mereka tinggal. Perjalanan pendidikan inklusi di Indonesia
tidak selalu lancar dan menghadapi banyak tantangan. Namun, kesadaran akan pentingnya
inklusi telah mendorong perubahan kebijakan dan praktik pendidikan di negara ini. Beberapa
langkah yang telah diambil untuk mendorong inklusi pendidikan termasuk pelatihan guru
dalam menghadapi kebutuhan beragam siswa, peningkatan aksesibilitas fasilitas pendidikan,
dan perubahan dalam kurikulum untuk mendukung pembelajaran inklusif. Meskipun masih
ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan, perkembangan ini menunjukkan bahwa ada
upaya konkret untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif di Indonesia, yang
mengakui hak semua individu untuk mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi berdasarkan
kondisi fisik atau kebutuhan khusus mereka.
Perkembangan sejarah pendidikan inklusif di indonesia dimulai tahun 1980 yang
dinamakan program terpadu sebagai pendidikan untuk semua, akan tetapi dalam menjalankan
program terpadu masih mempunyai banyak kekurangan dalam implementasinya sehingga
program tidak dikembangkan lebih lanjut. Dengan adanya perkembangan dalam dunia
pendidikan maka pada tahun 2004 di selenggarakan konvensi nasional yang menghasilkan
Deklarasi Bandung dengan komitmen “Indonesia menuju pendidikan inklusif”. Untuk
memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan
symposium internasional di Bukittinggi yang menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang
isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif
sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan
pemeliharaan yang berkualitas dan layak.
Pendidikan adalah kebutuhan penting untuk menggali potensi individu. Ada tiga aspek
yang dapat dikembangkan dalam Pendidikan yaitu: kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Kualitas Pendidikan mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Proses Pendidikan
membutuhkan peran penting dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, guru,
dan orang tua. Dalam konteks Pendidikan inklusi, guru memiliki peran kunci. Mereka
harus bersikap ramah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, memungkinkan mereka
berkembang sesuai kemampuannya tanpa diskriminasi. Suksesnya program inklusi
tergantung pada guru yang mampu mengakomodasi semua siswa, tanpa memberikan
tekanan berlebihan atau memotong hak-hak siswa. Di negara-negara maju, pendekatan
inklusi lebih fokus pada pelatihan guru untuk siswa berkebutuhan khusus.
Setiap guru harus memaksimalkan perannya agar dapat memenuhi kebutuhan siswa
berkebutuhan khusus selama pembelajaran. Tujuannya adalah agar siswa ini merasa
nyaman dan tidak terpinggirkan. Guru harus mampu mengakomodasi semua siswa agar
dapat menerima teman-temannya yang berkebutuhan khusus.
Penting juga untuk memastikan bahwa guru memiliki kemampuan untuk mengajar tanpa
membeda-bedakan siswa. Mereka harus memberikan dukungan yang diperlukan kepada
siswa, terutama siswa berkebutuhan khusus. Sekolah juga harus memberikan dukungan
dan pelatihan kepada guru untuk menghadapi keberagaman siswanya.
Keterlibat orang tua adalah kunci dalam pengembangan Pendidikan inklusi. Orang tua
bertanggung jawab dalam Pendidikan anak-anaknya, terlepas dari Lembaga tempat anak
tersebut belajar. Mereka memiliki peran penting dalam menentukan masa depan
Pendidikan anak-anaknya. Keberhasilan anak sangat tergantung pada dukungan orang tua
dan lingkungannya.
Orang tua menjadi mitra dalam Pendidikan inklusi, terlibat dalam pengambilan keputusan
terkait Pendidikan anak berkebutuhan khusus. Mereka juga memberikan dukungan bagi
anak-anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di kelas inklusi. Dukungan orang tua
sangat diperlukan karena anak-anak berkebutuhan khusus dihadapkan pada tuntutan dan
harapan yang tinggi di lingkungan sekolah.
Orang tua memiliki beberapa peran, seperti sebagai pendamping, advokat, sumber
informasi, dan penentu kebutuhan dan perlakuan untuk anak berkebutuhan khusus.
Dukungan orang tua mempengaruhi kesuksesan Pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Assessment adalah proses penilaian keadaaan individu sebelum atau setelah pemberian
pembelajaran, berbeda dengan evaluasi yang dilakukan setelah pembelajaran untuk
menilai keberhasilan. Asessment tidak hanya mengandalkan tes, tetapi mencakup
berbagai proses untuk melengkapi hasil tes siswa. Istilah ini lebih luas daripada
diagnostic, tes, dan evaluasi.
Tindakan asessment:
Pelaksanaan pembelajaran:
Pendidikan inklusi berusaha memahami setiap kesulitan Pendidikan yang dihadapi oleh
peserta didik. Prinsip mendasarnya adalah memungkinkan semua anak belajar bersama-
sama tanpa memandang perbedaan atau kesulitan yang mungkin dimiliki oleh mereka.
Keuntungan:
Kelemahan:
Sosialisasi terbatas
Biaya penyelenggaraan relative mahal
Keuntungan:
Anak merasa diakui hanya bersama anak normal, terutama dalam memperoleh
Pendidikan.
Memungkinkan pengembangan bakat, minat, dan kemampuan secara optimal.
Lebih banyak memahami kehidupan orang normal.
Meningkatkan harga diri anak luar biasa
Konsep Dasar Penilaian ABK
Penilaian adalah Tindakan untuk mengidentifikasi kondisi anak didik dalam hal potensi,
kompetensi, dan karakteristik, guna menentukan program Pendidikan atau intervensi
yang sesuai. Penilaian juga membantu mengetahui keunggulan dan hambatan belajar
anak untuk Menyusun program yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
belajarnya.
Penting melibatkan tenaga ahli seperti dokter, psikolog, pedagog, orthopedagog, dan
spesialis terkait dalam proses penilaian. Hasil penilaian digunakan untuk menetapkan
kemampuan awal anak sebelum mendapatkan layanan Pendidikan dan intervensi khusus
yang diperlukan.
Tujuan Asesment
Tujuan dari penilaian terhadap anak berkebutuhan khusus adalah untuk mengumpulkan
informasi sebanyak mungkin tentang masalah-masalah dan kekuatan yang dimiliki oleh
individu. Hal ini dilakukan untuk melakukan penyaringan, diagnosis, evaluasi terhadap
intervensi, dan penelitian terkait penilaian itu sendiri. Informasi yang terkumpul
diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi anak, sehingga
tindakan atau intervensi dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan akurat.
Menurut Thorndike dan Hagen, tujuan dan kegunaan penilaian Pendidikan dapat
difokuskan pada keputusan-keputusan terkait pengajaran, hasil belajar, diagnosis dan
upaya perbaikan, penempatan, seleksi, bimbingan dan konseling, kurikulum serta
penilaian kelembagaan.
1. Aksesibilitas: setiap individu memiliki hak yang sama untuk Pendidikan berkualitas
tanpa diskriminasi berdasarkan kebutuhan atau kondisi pribadi.
2. Partisipasi aktif: memungkinkan peserta didik berkebutuhan khusus berpatisipasi
penuh dalam berbagai aspek Pendidikan.
3. Kolaborasi: kerja sama antar guru, staf Pendidikan, keluarga, dan masyarakat penting
untuk mendukung perkembangan peserta didik.
4. Penyesuain kurikulum: kurikulum harus dapat disesuaikan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan peserta didik, termasuk penggunaan metode pembelajaran yang beragam
dan materi yang inklusif.
5. Dukungan individual: peserta didik yang membutuhkan dukungan tambahan harus
mendapat layanan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Kurikulum terpadu
Kurikulum multicultural
Pendekatan pengajaran yang beragam
Kurikulum penyesuain
Kurikulum individualism
Kurikulum literasi dan numerasi untuk anaka berkebutuhan khusus
Pembagian peran dan tanggung jawab melibatkan guru, kepala sekolah, dan
coordinator Pendidikan inklusi bekerja sama untuk merancang,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi kurikulum inklusi.
Penyesuain kurikulum untuk memenuhi kebutuhan beragam peserta didik,
mencakup modifikasi materi pembelajaran, strategi pengajaran berbeda, dan alat
bantu pembelajaran sesuai dengan kebutuhan individu siswa.
Pemilihan materi pembelajaran yang inklusif, memastikan sumber-sumber dan
bahan pembelajaran dapat diakses oleh semua peserta didik.
Praktik terbaik dalam manajemen kurikulum dan evaluasi inklusi adalah penting untuk
dipelajari agar pendidikan inklusi dapat diterapkan secara efektif. Berikut adalah
beberapa contoh praktik terbaik dalam manajemen kurikulum dan evaluasi inklusi:
1. Aphasia
Aphasia atau afasia berasal dari kata A = tidak, dan vasia = bicara. Apahasia
merupakan salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya
kerusakan pada pusat-pusat bahasa cortex cerbri. Jadi aphasia adalah sebuah
sindrom pada sistem saraf (neurologis) yang merusakan kemampuan bahasa.
Jenis-jenis Aphasia
Aphasia Motorik
Aphasia Sensorik
Kesulitan aphasia timbul akibat lobus frontal dan temporal yang ada dalam
otak, khususnya pada sisi kiri otak yang mengalami penyusutan. Faktor yang
menyebabkan timbulnya kesulitan aphasia yaitu:
Kesulitan Berhitung
1. Auditoris (Pendengaran)
Kemampuan untuk membedakan antara bunyi-bunyi yang sama dari kata-kata yang
diucapkan, atau untuk membedakan antara bagian-bagian kalimat tersebut diucapkan.
2. Visual (Penglihatan)
Anak yang terkena disleksia memiliki gangguan serius pada indera penglihatan
mereka yang menyebabkan matanya mengalami kesulitan ketika harus menyesuaikan
cahaya dari sumber-sumber tertentu, dengan tingkat kekontrasan tersebut.
Adapun faktor penyebab kesulitan belajar membaca (disleksia) menurut Frith yaitu :
- Faktor Biologis
- Faktor Kognitif
- Faktor Perilaku
1. Gangguan Motorik
2. Gangguan Perilaku
3. Gangguan Persepsi
4. Gangguan Memori
5. Penggunaan Tangan yang dominan
6. Kemampuan memahami instruksi
7. Kemampuan melaksanakan cross modal
1. Disleksia dysgraphia
2. Motor dysgraphia
3. Dysgraphia spasial
4. Fonologi dysgraphia
5. Leksikal dysgraphia
1. Disgrafia visual
2. Disgrafia auditoris
3. Afasia
Cara mengatasi gangguan disgrafia yaitu pertama guru mempersiapkan alat-alat dan
media seperti papan tulis, pensil segitiga, kertas (stensil, karbon, atau kertas HVS biasa)
dan buku bergaris. Aktivitasnya dapat berbarangan misalnya ketika anak dilatih untuk
menjiplak, guru telah menyediakan tulisan balok untuk dijiplak, posisi duduk, cara
memegang pensil dan cara menggores ketika menjiplak atau menggambar tulisan dapat
dilakukan dalam satu kegiatan.
Lamban belajar (slow learner) adalah suatu kesulitan belajar yang disebabkan oleh
lambatnya seorang anak dalam proses belajar, sehingga setiap anak membutuhkan waktu
lebih lama dalam melakukan kegiatan belajar dibandingkan anak lain yang tingkat
potensi intelektualnya sama.
Karakteristik Anak Lamban Belajar (slow learner)
Anak lamban belajar (slow learner) mempunyai karakteristik atau ciri khas tertentu yang
membedakan dengan anak normal.
Menurut (Ni’matuzahroh 2021) anak lamban belajar ditinjau dari beberapa aspek :
1. Intelegensi
2. Bahasa dan Komunikasi
3. Emosi
4. Sosial
5. Moral
Marheni (2017) menyebutkan permasalahan belajar anak lamban belajar (slow learner)
pada umumnya, yaitu:
Cepat belajar (Fast/Rapid Learner) adalah peserta didik yang sangat cepat menerima,
memahami, dan menguasai pembelajaran yang diberikan kepadanya dengan prestasi yang
sangat baik dalam semua mata pelajaran. Peserta didik yang memiliki ketunaan cepat
belajar yaitu peserta didik yang berbakat dalam hal intelektual, dimana selain memiliki
kemampuan intelektual diatas rata-rata normal yang sangat signifikan juga memiliki
kreatifitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
Banyak guru yang salah kaprah pada siswa cepat belajar. Intelegensi yang tinggi
membuatnya dianggap sudah bisa mengatasi permasalahan yang dialami.
Kelompok 4 : AUTISME
1. Pengertian Autisme
Autis berasal dari Bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang ditunjukkan kepada
seseorang yang hidup didalam dunianya sendiri. Autisme atau gangguan autistic terjadi
pada anak yang gejalanya sudah ada sebelum mereka berusia 3 tahun. Autisme adalah
gangguan kronis yang dialami pada masa kanak-kanak yang akan terjadi seumur hidup
mereka. Individu penyandang autis akan mengalami permasalahan dalam hal
berkomunikasi, sosialisasi, dan behavior.
Penyandang autisme dapat juga dikelompokkan berdasarkan interaksi sosial, saat muncul
kelainannya dan berdasarkan tingkat kecerdasan, yang penjelasannya sebagai berikut
(Widyawati, 2002) :
a. Kelompok yang menyendiri (allof); banyak terlihat pada anak-anak yang menarik
diri, acuh tak acuh dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan
perilaku dan perhatian yang terbatas/tidak hangat.
b. Kelompok yang pasif dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan
anak lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya.
Karakteristik Autisme
Jenis-jenis Austisme
1. Autis persepsi
2. Autis reaktif
3. Autis yang timbul kemudian
1. Pengertian ADHD
ADHD merupakan istilah yang sangat populer, kependekan Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity =
hiperaktif, dan Disorder = gangguan). ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian
disertai hiperaktif. ADHD adalah salah satu gangguan perkembangan paling umum pada
anak-anak dan dapat berlanjut hingga dewasa. Gangguan ini dapat mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan individu, termasuk prestasi akademik, hubungan interpersonal,
dan kesejahteraan emosional.
1. Faktor Genetik : faktor yang penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD.
Sepertiga dari anggota keluarga ADHD maka anaknya beresiko mengalami ADHD.
2. Faktor Kelahiran : situasi kelahiran juga mempengaruhi resiko ADHD. Anak yang
lahir dengan berat kurang dari 1500 gram atau melalui komplikasi kelahiran lebih
rentan terhadap ADHD.
3. Faktor Makanan Beracun dan Obat
Penyebab ADHD adalah eksposure selama kehamilan terhadap logam racun, zat
aditif makanan, serta obat-obatan seperti alcohol.
4. Orientasi Kesenangan
1. Bergerak berlebihan, susah duduk diam, berputar, memanjat, selalu ingin bergerak
aktif.
2. Sulit berkonsentrasi sehingga kesulitan menyimak apa yang diterapkan oleh orang
lain.
3. Jika diberikan tugas mudah bosan sehingga tugas seringkali tidak diselesaikan
4. Kurang memerhatikan hal-hal yang detail sehingga seringkali kehilangan benda
miliknya.
5. Emosinya kurang terkendali sehingga mudah marah
Jenis-jenis ADHD
a. Kurang perhatian atau inattention dapat diamati dalam bidang akademik atau
sosialisasi.
b. Sikap impulsif, terkait dengan ketidaksabaran, terjadi ketika penderita sulit menunda
respons, seperti menjawab pertanyaan sebelum selesai.
c. Hiperaktif, sikap hiperaktif pada ADHD terlihat saat penderita sulit untuk tetap diam,
contohnya saat duduk atau berbaris.