Peningkatan Disiplin Kehadiran

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU

DI KELAS MELALUI KETELADANAN KEPALA SEKOLAH


DI SMP NEGERI 13 KOLAKA UTARA
KABUPATEN KOLAKA UTARA

Oleh : Bahrir, S.Or.,S.Pd.,MM

Abstrak:
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Sekolah (School Action Research) yang
bertujuan untuk mengetahui peningkatan disiplin guru dalam kehadiran
mengajar di kelas melalui keteladanan Kepala Sekolah di SMP Negeri 13 Kolaka
Utara Kabupaten Kolaka Utara. Subjek penelitian ini adalah guru SMP Negeri 13
Kolaka Utara sebanyak 18 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada semester
ganjil tahun pelajaran 2023/2024. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Keteladanan Kepala Sekolah dapat meningkatkan Kedisiplinan guru dalam
kehadiran mengajar di kelas, dimana pada pelaksanaan pembelajaran pra-siklus
pada pertemuan pertama semua Guru hadir tepat waktu, karena merupakan hari
pertama sekolah untuk tahun pelajaran 2023/2024. Pelaksanaan pembelajaran
pada siklus I ada 6 orang Guru yang terlambat masuk mengajar di kelas, dan
setelah pelaksanaan pembelajaran pada siklus II kedisiplinan guru dalam
kehadiran mengajar di kelas mencapai 90% berdasarkan tanggapan responden
(guru) mengenai keteladanan Kepala Sekolah, sedangkan berdasarkan hasil
observasi 67 % Guru yang masih terlambat kurang dari 5 menit

Abstract:
This research was school action research aiming at finding the increasing of the
teachers’ discipline in presence to teach in classroom through the principals’
modeling at SMP Negeri 13 Kolaka Utara, Kolaka Utara Regency. The subject of this
research were the teachers of SMP Negeri 13 Kolaka Utara consisting of 18
teachers. This research was conducted in 2023/2024 academic year. The result of
the research showed that the principal’s modeling can increase teacher’s
discipline in presence to teach in classroom proved by the data got through the
classroom teaching process. In the first meeting of the pre cycle, all of the teachers
came timely, because of the first day of school in 2023/2024 academic year. In
cycle 1, there were 6 teachers who came late and in cycle 2, teachers’ discipline in
precence to teach in classroom got 90% which was got from teachers’ responses
about the principals’ modeling. Based on the result of observation, there were
67% teachers coming 5 minutes late.

Kata kunci:
Disiplin, kehadiran mengajar, dan keteladanan

USAHA meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia,


untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, di
mana pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, dan ketrampilaUntuk melaksanakan tugas
dalam meningkatkan mutu pendidikan maka dia- dakan proses belajar mengajar, guru

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU (HANATIDAH 1


merupakan figur sentral, di tangan gurulah terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya
pencapaian tujuan belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu tugas dan peran guru
bukan saja mendidik, mengajar dan melatih tetapi juga bagaimana guru dapat membaca
situasi kelas dan kondisi siswa- nya dalam menerima pelajaran.
Untuk meningkatkan peranan guru dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar
siswa, maka guru diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan
akan mampu mengelola kelas. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sementara pegawai,
merupakan bagian dari tenaga kependidikan, yaitu anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dalam
informasi tentang wawasan Wiyatamandala, kedisiplinan guru diartikan sebagai sikap
mental yang mengandung kerelaan mematuhi semua ketentuan, peraturan dan norma
yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tangung jawab.1

2 LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 17 NO. 1 JUNI 2014: 92-


109
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, kedisiplinan guru dan pegawai
adalah sikap penuh kerelaan dalam mematuhi semua aturan dan norma yang ada
dalam menjalankan tugasnya sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap
pendidikan anak didiknya. Karena bagaimana pun seorang guru atau tenaga
kependidikan (pegawai), merupakan cermin bagi anak didiknya dalam sikap atau
teladan, dan sikap disiplin guru dan tenaga kependidikan (pegawai) akan
memberikan warna terhadap hasil pendidikan yang jauh lebih baik.
Keberhasilan proses pembelajaran sangat bergantung pada beberapa faktor
diantaranya adalah faktor guru. Guru sangat memegang peranan penting dalam
keberhasilan proses pembelajaran. Guru yang mempunyai kompetensi yang baik
tentunya akan sangat mendukung keberhasilan proses pembelajaran.
Peranan guru selain sebagai seorang pengajar, guru juga berperan sebagai
seorang pendidik. Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi
orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi.2 Sehingga sebagai
pendidik, seorang guru harus memiliki kesadaran atau merasa mempunyai tugas dan
kewajiban untuk mendidik. Tugas mendidik adalah tugas yang amat mulia atas dasar
“panggilan” yang teramat suci. Sebagai komponen sentral dalam sistem pendidikan,
pendidik mempunyai peran utama dalam membangun fondamen- fondamen hari depan
corak kemanusiaan. Corak kemanusiaan yang dibangun dalam rangka pembangunan
nasional kita adalah “manusia Indonesia seutuhnya”, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, percaya diri, disiplin, bermoral dan bertanggung
jawab. Untuk mewujudkan hal itu, keteladanan dari seorang guru sebagai pendidik
sangat dibutuhkan.3
Keteladanan Kepala Sekolah dapat dilihat dari prilaku guru sehari-hari baik di
dalam sekolah maupun di luar sekolah. Selain keteladanan guru, kedisiplinan guru

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU (HANATIDAH 3


juga menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh guru sebagai seorang
pengajar dan pendidik.
Fakta di lapangan yang sering kita jumpai di sekolah adalah kurang disiplinnya
guru, terutama kedisiplinan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Seringkali
ditemukan kelas kosong tanpa guru pengganti apabila gurunya tidak hadir mengisi
jadwalnya. Kasus ini hanya satu dari sekian kasus yang terlaporkan. Persoalannya,
masalah-masalah tersebut sepertinya tanpa penyelesaian, berulang dan telah
berlangsung lama. Pada tataran ini, kepala sekolah berperan menata kelas termasuk
memerankan fungsinya sebagai supervisor pembelajaran.
Keadaan tersebut tidak berbeda jauh dari keadaan pada lokus penelitian ini.
Dalam studi awal menunjukkan beberapa kelemahan terkait pelaksanaan fungsi
kepala sekolah di dalam meningkatkan kedisiplinan guru sehingga mereka dapat
mengoptimalkan kinerja profesionalnya. Kinerja profesional guru salah satunya
mungkin ditingkatkan melalui keteladanan kepala sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tindakan sekolah dengan judul: ”Upaya Meningkatkan Disiplin Guru dalam
Kehadiran Mengajar di kelas Melalui Keteladanan Kepala Sekolah di SMP Negeri 13
Kolaka Utara Kabupaten Kolaka Utara”. Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: ”Apakah keteladanan kepala sekolah dapat meningkatkan kedisiplinan guru
dalam kehadiran mengajar di kelas?”

TINJAUAN TEORITIS
Di masa lalu, kepala sekolah yang berperan sebagai manajer yang efektif telah
dianggap cukup. Di masa itu, kebanyakan kepala sekolah diharapkan mentaati
ketentuan dan kebijakan Dinas Pendidikan, mengatasi isu-isu ketenagaan,
pengadaan fasilitas dan infrastruktur, menyesuaikan anggaran, memelihara agar
gedung sekolah nyaman dan aman, memelihara hubungan dengan masyarakat,
memastikan kantin sekolah dan UKS berjalan lancar. Semua ini masih tetap harus
dilakukan oleh kepala sekolah. Akan tetapi, sekarang kepala sekolah harus
melakukan hal yang lebih dari semua itu.
Berbagai penelitian menunjukkan peran kunci yang dapat dilakukan oleh
kepala sekolah adalah untuk meningkatkan belajar dan pembelajaran atau sebagai
leaders for learning (The Institute for Educational Leadership). Para kepala sekolah
harus mengetahui isi pelajaran dan teknik-teknik pedagogis. Para kepala sekolah
harus bekerja bersama guru untuk meningkatkan keterampilan. Kepala sekolah
harus mengumpulkan, menganalisis, dan menggunakan data dengan cara-cara yang
menumbuhkan keunggulan. Mereka harus berkumpul bersama siswa, guru, orang
tua, organisasi-organisasi layanan sosial dan kesehatan, Organisasi kepemudaan,
dunia usaha, warga sekitar sekolah untuk meningkatkan kinerja siswa. Selanjutnya
para kepala sekolah itu juga harus memiliki keterampilan dan pengetahuan
kepemimpinan dalam rangka memanfaatkan kewenangannya untuk mencari
strategi- strategi yang diperlukan.4

4 LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 17 NO. 1 JUNI 2014: 92-


109
Mereka seharusnya melakukan itu semua, akan tetapi sayang, sering dijumpai
bahwa mereka tidak melakukannya. Meskipun masyarakat pada umumnya memberi
sorotan kepada kepala sekolah ketika hasil Ujian Nasional siswa diumumkan dan
mengajukan usul untuk memberi sanksi apabila sekolah tidak menunjukkan hasil
sebagaimana diharapkan, para kepala sekolah di masa lalu tidak banyak melalukan
persiapan atau melakukan pengembangan keprofesionalan berkelanjutan untuk
membekali diri dalam rangka melaksanakan peran baru tersebut. Pihak pemerintah
daerah, atau dinas pendidikan, selama ini juga lebih banyak mendorong kepala
sekolah untuk sekedar mentaati peraturan yang ada, berusaha untuk mengelola
tuntutan kepala sekolah yang berlipat ganda di era meningkatnya harapan,
kebutuhan siswa yang kompleks, akuntabilitas yang terus meningkat, peningkatan
keberagaman, dan sabagainya.
Tidak ada alternatif lain, masyarakat di seluruh negeri ini harus “reinvent the
principalship” untuk memampukan para kepala sekolah dalam menghadapi
tantangan abad 21, dan untuk menjamin para pemimpin bagi belajar siswa yang
dibutuhkan untuk membimbing agar sekolah dan siswa yang dipimpinnya mencapai
keberhasilan.
Keberhasilan siswa dalam pembelajaran serta peningkatan mutu sekolah tidak
hanya menjadi tanggung jawab kepala sekolah saja, akan tetapi menjadi tanggung
jawab bersama antara, guru, orang tua atau masyarakat serta pemerintah.
Dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan mutu memiliki pengertian
sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus pembelajaran. Secara ringkas
dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian mutu, yaitu: sesuai standar (fitness
to standard), sesuai penggunaan pasar/pelanggan (fitness to use), sesuai perkembangan
kebutuhan (fitness to latent requirements), dan sesuai lingkungan global (fitness to global
environmental requirements).5 Adapun yang dimaksud mutu sesuai dengan standar,
yaitu jika salah satu aspek dalam pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan delapan
dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu, yaitu:
(1) kinerja (performance), (2) feature, (3) kehandalan (reliability), (4) konfirmasi
(conformance), (5) durability, (6) kompetensi pelayanan (servitability), (7) estetika
(aestetics), dan (8) kualitas yang dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif. 6
Dalam pandangan masyarakat umum sering dijumpai bahwa mutu sekolah atau
keunggulan sekolah dapat dilihat dari ukuran fisik sekolah, seperti gedung dan
jumlah ekstrakurikuler yang disediakan. Ada pula masyarakat yang berpendapat
bahwa kualitas sekolah dapat dilihat dari jumlah lulusan sekolah tersebut yang
diterima di jenjang pendidikan selanjutnya. Untuk dapat memahami kualitas
pendidikan formal di sekolah, perlu kiranya melihat pendidikan formal di sekolah
sebagai suatu sistem. Selanjutnya mutu sistem tergantung pada mutu komponen
yang membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil.
Kinerja guru menjadi salah satu unsur dalam upaya peningkatan mutu sekolah.
Kinerja guru meliputi kedisiplinan guru dan etos kerja. Apabila kedisiplinan telah

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU (HANATIDAH 5


menjadi budaya sekolah, maka arah pencapaian peningkatan mutu sekolah akan
tercapai.
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin, yang berarti ketaatan terhadap aturan
dan norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang dilaksanakan secara sadar dan iklhlas, baik lahir maupun batin.
Adapun implementasi dari sikap disiplin itu dapat diterapkan melalui tiga
budaya, yaitu:
1. Budaya tertib, yaitu: membiasakan diri untuk hidup tertib, seperti tertib: waktu,
mengajar, administrasi, pakaian, keuangan, dan lain-lain.
2. Budaya bersih, yaitu: membiasakan diri hidup bersih, seperti: bersih diri, pakaian
dan bersih lingkungan.
3. Budaya kerja, yaitu: membiasakan diri untuk bekerja dengan sungguh-sungguh
sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik peraturan di tempat kerja maupun
peraturan yang dibuat bersama sebagai pedoman untuk menjalankan aktifitas
sehari-hari di sekolah.7
Adapun bentuk Implementasi dari Kedisiplinan Guru adalah:
1. Hadir di sekolah 15 (lima belas menit) sebelum pelaksanaan pembelajaran di-
mulai.
2. Menandatangani daftar hadir setiap hari secara rutin.
3. Mengatur siswa yang akan masuk ke kelas dengan berbaris secara teratur.
4. Hadir dan meninggalkan sekolah tepat waktu.
5. Melaksanakan semua tugas secara tertib, teratur, dan rutin.
6. Membuat Program Semester.
7. Membuat persiapan mengajar (RPP), jurnal mengajar setiap hari.
8. Memeriksa setiap pekerjaan atau latihan siswa.
9. Menyelesaikan administrasi kelas secara baik dan teratur.
10. Tidak meninggalkan sekolah tanpa izin.
11. Tidak merokok selama berada di lingkungan sekolah.
12. Mengisi buku agenda Guru.
13. Mengawasi siswa selama jam istirahat.
14. Mencatat kehadiran siswa setiap hari.
15. Melaksanakan 7 K.8
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau
falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen
sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di
sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah.
Budaya sekolah merujuk pada suatu system nilai, kepercayaan dan norma-norma
yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai
perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang
sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf,
siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.9

6 LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 17 NO. 1 JUNI 2014: 92-


109
Beberapa manfaat yang bisa diambil dari upaya pengembangan budaya
sekolah, diantaranya: (1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2) membuka
seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertical
maupun horisontal; (3) lebih terbuka dan transparan; (4) menciptakan kebersamaan
dan rasa saling memiliki yang tinggi; (4) meningkatkan solidaritas dan rasa
kekeluargaan; (5) jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan (6)
dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK. Selain beberapa
manfaat di atas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan kelompok adalah: (1)
meningkatkan kepuasankerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin meningkat; (4)
pengawasan fungsional bias lebih ringan; (5) muncul keinginan untuk selalu ingin
berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus serta; dan (7) selalu ingin memberikan
yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri.10
Upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada beberapa
prinsip berikut ini:
1. Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah. Pengembangan budaya sekolah
harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi,
dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan budaya sekolah. Visi
tentang keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program
yang nyata mengenai penciptaan budaya sekolah.
2. Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal. Komunikasi merupakan dasar
bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan
pentingnya budaya sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan
komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu
digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.
3. Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko. Salah satu dimensi budaya organisasi
adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap perubahan budaya
sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para
pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang
pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.
4. Memiliki Strategi yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah perlu ditopang
oleh strategi dan program. Startegi mencakup cara-cara yang ditempuh sedang-
kan program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan. Strategi
dan program merudpakan dua hal yang selalu berkaitan.
5. Berorientasi Kinerja. Pengembangan budaya sekolah perlu diarahkan pada
sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan
mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.
6. Sistem Evaluasi yang Jelas. Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya
sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek,
sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi
terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan
mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.
7. Memiliki Komitmen yang Kuat. Komitmen dari pimpinan dan warga sekolah

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU (HANATIDAH 7


sangat menentukan implementasi program-program pengembangan budaya
sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari
pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik.
8. Keputusan Berdasarkan Konsensus. Ciri budaya organisasi yang positif adalah
pengembilan keputusan partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan
secara konsensus. Meskipun hal itu tergantung pada situasi keputusan, namun
pada umumnya konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi
dalam melaksanakan keputusan tersebut.
9. Sistem Imbalan yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah hendaknya disertai
dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu dalam bentuk barang atau uang.
Bentuk lainnya adalah penghargaan atau kredit poin terutama bagi siswa yang
menunjukkan perilaku positif yang sejalan dengan pengembangan budaya
sekolah.
10. Evaluasi Diri. Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui
masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala penilaian
diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang berguna
bagi pengembangan budaya sekolah.11
Selain mengacu kepada sejumlah prinsip di atas, upaya pengembangan budaya
sekolah juga seyogyanya berpegang pada asas-asas berikut ini:
1. Kerjasama tim. Pada dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah
tim/kumpulan individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Untuk itu,
nilai kerja sama merupakan suatu keharusan dan kerjasama merupakan aktivitas
yang bertujuan untuk membangun kekuatan-kekuatan atau sumber daya yang
dimilki oleh personil sekolah.
2. Kemampuan. Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tang-
gung jawab pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam lingkungan pembelajaran,
kemampuan profesional guru bukan hanya ditunjukkan dalam bidang akademik
tetapi juga dalam bersikap dan bertindak yang mencerminkan pribadi pendidik.
3. Keinginan. Keinginan di sini merujuk pada kemauan atau kerelaan untuk
melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan kepuasan terhadap siswa
dan masyarakat. Semua nilai di atas tidak berarti apa-apa jika tidak diiringi dengan
keinginan. Keinginan juga harus diarahkan pada usaha untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan dan kompetensi diri dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sebagai budaya yang muncul dalam diri pribadi baik sebagai kepala
sekolah, guru, dan staf dalam memberikan pelayanan kepada siswa dan masyarakat.
4. Kegembiraan (happiness). Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh
personil sekolah dengan harapan kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi
pada lingkungan dan iklim sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan
puas, nyaman, bahagia dan bangga sebagai bagian dari personil sekolah. Jika
perlu dibuat wilayah-wilayah yang dapat membuat suasana dan memberi nuansa

8 LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 17 NO. 1 JUNI 2014: 92-


109
yang indah, nyaman, asri dan menyenangkan, seperti taman sekolah ditata
dengan baik dan dibuat wilayah bebas masalah atau wilayah harus senyum dan
sebagainya.
5. Hormat (respect). Rasa hormat merupakan nilai yang memperlihatkan
penghargaan kepada siapa saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan
stakeholders pendidikan lainnya. Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak
dihargai atau tidak diperlakukan dengan wajar akan menjadikan sekolah kurang
dipercaya. Sikap respek dapat diungkapkan dengan cara memberi senyuman dan
sapaan kepada siapa saja yang kita temui, bisa juga dengan memberikan hadiah
yang menarik sebagai ungkapan rasa hormat dan penghargaan kita atas hasil
kerja yang dilakukan dengan baik. Atau mengundang secara khusus dan
menyampaikan selamat atas prestasi yang diperoleh dan sebagaianya.
6. Jujur (honesty). Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam
lingkungan sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada
orang lain. Nilai kejujuran tidak terbatas pada kebenaran dalam melakukan
pekerjaan atau tugas tetapi mencakup cara terbaik dalam membentuk pribadi
yang obyektif. Tanpa kejujuran, kepercayaan tidak akan diperoleh. Oleh karena
itu budaya jujur dalam setiap situasi dimanapun kita berada harus senantiasa
dipertahankan. Jujur dalam memberikan penilaian, jujur dalam mengelola
keuangan, jujur dalam penggunaan waktu serta konsisten pada tugas dan
tanggung jawab merupakan pribadi yang kuat dalam menciptakan budaya
sekolah yang baik.
7. Disiplin (discipline). Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan
dan sanksi yang berlaku dalam lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan
dalam asas ini adalah sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran
dan kerelaan kita untuk hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan
sesuatu sesuai pada kondisi yang seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah
sesuatu yang harus dan tidak harus dilakukan karena peraturan yang menuntut
kita untuk taat pada aturan yang ada. Aturan atau tata tertib yang dipajang
dimana-mana bahkan merupakan atribut, tidak akan menjamin untuk dipatuhi
apabila tidak didukung dengan suasana atau iklim lingkungan sekolah yang
disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang tertentu saja di sekolah tetapi
untuk semua personil sekolah tidak kecuali kepala sekolah, guru dan staf.
8. Empati (empathy). Empati adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam
perasaan itu. Sikap ini perlu dimiliki oleh seluruh personil sekolah agar dalam
berinteraksi dengan siapa saja dan dimana saja mereka dapat memahami
penyebab dari masalah yang mungkin dihadapai oleh orang lain dan mampu
menempatkan diri sesuai dengan harapan orang tersebut. Dengan sifat empati
warga sekolah dapat menumbuhkan budaya sekolah yang lebih baik karena
dilandasi oleh perasaan yang saling memahami.
9. Pengetahuan dan Kesopanan. Pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah
yang disertai dengan kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa
saja

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU (HANATIDAH 9


akan memberikan kesan yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi ini menuntut
para guru, staf dan kepala sekolah tarampil, profesional dan terlatih dalam
memainkan perannya memenuhi tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua dan
masyarakat.12
Penerapan budaya sekolah termasuk penerapan disiplin semua warga sekolah
dapat terwujud apabila semua warga sekolah mempunyai komitmen yang kuat
untuk mewujudkannya.
Kepala sekolah selaku pemimpin pembelajaran mempunyai peran yang sangat
strategis dalam pencapaian tujuan sekolah. Salah satu faktor yang penting adalah
adanya keteladanan (contoh) yang diberikan oleh kepala sekolah. Bapak Pendidikan
Nasional Ki Hadjar Dewantara memposisikan guru sebagai pemimin. Jika guru
berada di depan, guru harus mampu memberi teladan sikap (sung tulodho). Jika
berada di tengah, guru harus mampu teladan kerja (mangun karso). Dan jika berada di
belakang, guru harus mampu memberi teladan semangat (tut wuri handayani).
Kepala sekolah selaku pemimpin pembelajaran harus bisa memberikan contoh
kepada semua warga sekolah agar tercipta budaya disiplin di sekolah, yang pada
akhirnya akan meningkatkan mutu sekolah. Teladan sikap, kerja dan semangat
adalah syarat bagi sejawat di lingkungannya untuk ikut disiplin sehingga tujuan
penyelenggaraan pendidikan dapat dicapai secara optimal.13

METODE PENELITIAN
Subjek, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Subjek penelitian tindakan di sekolah ini adalah guru-guru SMP Negeri 13
Kolaka Utara Kabupaten Kolaka Utara sebanyak 18 orang. Waktu penelitian
dilakukan antara bulan Juli sampai dengan September 2023.
Prosedur Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tindakan ini ialah pendekatan
kualitatif. Artinya, penelitian ini dilakukan karena ditemukan permasalahan rendah-
nya tingkat kedisiplinan guru dalam kehadiran di kelas. Permasalahan ini ditindak
lanjuti dengan cara menerapkan sebuah model pembinaan kepada guru berupa
keteladanan (contoh) yang dilakukan oleh kepala sekolah, kegiatan tersebut diamati
kemudian dianalisis dan direfleksi. Hasil revisi kemudian diterapkan kembali pada
siklus-siklus berikutnya.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan mengadopsi model yang dikemukakan
oleh Kemmis dan Taggart seperti dikutip oleh Suranto. 13 Model ini menggunakan
sistem spiral yang dimulai dari rencana, tindakan, pengamatan, refleksi, dan
perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk suatu rancangan pemecahan
masalah. Seperti yang diungkapkan oleh Mills “Stephen Kemmis has created a well
known representation of the action research spiral …”.14 Peneliti menggunakan model
ini karena dianggap praktis dan aktual.
Kegiatan penelitian tindakan sekolah ini, terdiri atas beberapa tahap, yaitu: 1)
Perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Pengamatan, 4) Refleksi.

10 LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 17 NO. 1 JUNI 2014: 92-


109
Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian contoh
kepada guru mengenai kedisiplinan guru dalam kehadiran di kelas dalam proses
pembelajaran oleh kepala sekolah. Diharapkan dengan keteladanan yang diberikan
oleh kepala sekolah akan terjadi perubahan atau peningkatan kedisiplinan guru
dalam kehadiran di kelas dalam proses pembelajaran.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dari penelitian tindakan sekolah ini adalah melalui
data kualitatif yang diperoleh dari observasi, pengamatan, maupun wawancara.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan sekolah ini
antara lain adalah: 1) Skala penilaian, 2) Lembar observasi/pengamatan, dan 3)
angket.
Teknik Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif
yang bersumber dari data primer maupun empiris. Melalui analisa data ini, dapat
diketahui ada tidaknya peningkatan kedisiplinan guru dalam kehadiran di kelas yang
merupakan fokus dari penelitian tindakan sekolah ini.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Profil Lokasi Penelitian
SMP Negeri 13 Kolaka Utara adalah salah satu SMP Negeri yang berada di
wilayah Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara, yang berjarak kurang lebih 4
Km dari ibu kota kabupaten. SMP Negeri 13 Kolaka Utara berdiri pada tahun 2009
Sampai saat ini Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan berjumlah 18 Orang dan
proses pembelajaran berlangsung pada ruangan belajar sebanyak 6 Rombel.
Kondisi wilayah sekitar merupakan daerah pertanian, Siswa-siswi SMP Negeri
13 Kolaka Utara berasal dari wilayah sekitar yang meliputi Desa Rantelimbong dan
Desa Batuganda yang berada dekat dengan lingkungan sekolah. Sebagian besar
orang tua siswa bekerja sebagai petani, buruh, dan wiraswasta sehingga
mempercayakan sekolah tempat belajar, sekolah berkarakter dengan harapan
supaya anak-anak terkondisi pergaulannya dengan lingkungan sosial yang kondusif
(baik).
Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus
pembelajaran yang dilakukan. Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan dalam

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU (HANATIDAH 1


dua siklus tujuh pertemuan, setiap siklus tiga kali pertemuan dan satu pertemuan
untuk pra-siklus.
Pada pertemuan pertama (pra-siklus) tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
hadir tepat waktu berhubung karena pada hari itu adalah hari pertama masuk sekolah
untuk tahun pelajaran 2023/2024.
Siklus 1
Siklus 1 terdiri atas beberapa tahap, yaitu: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3)
Pengamatan dan Evaluasi, dan (4) Refleksi.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah langkah awal yang dilakukan oleh penulis saat akan
memulai tindakan. Agar perencanaan mudah dipahami dan dilaksanakan oleh
penulis yang akan melakukan tindakan, maka penulis membuat rencana tindakan
sebagai berikut:
a) Merumusan masalah yang akan dicari solusinya. Dalam penelitian ini masalah
yang akan dicari solusinya adalah masih banyaknya guru yang kurang disiplin
dalam kehadiran di kelas pada proses belajar mengajar.
b) Merumusan tujuan penyelesaian masalah/tujuan menghadapi tantangan/tujuan
melakukan inovasi/tindakan. Dalam penelitian ini penulis mengambil rencana
untuk melakukan tindakan melalui keteladanan kepala sekolah untuk
meningkatkan kedisiplinan guru dalam kehadiran mengajar di kelas pada proses
belajar mengajar.
c) Merumusan indikator keberhasilan penerapan Keteladanan Kepala Sekolah dalam
meningkatkan disiplin guru dalam kehadiran mengajar di kelas pada proses
belajar mengajar. Indikator keberhasilan penerapan tindakan ini penulis
tetapkan sebesar 75%, artinya tindakan ini dinyatakan berhasil bila 75% guru
tidak terlambat masuk mengajar di kelas dalam proses pembelajaran.
d) Merumuskan langkah-langkah kegiatan penyelesaian masalah/kegiatan
menghadapi tantangan/kegiatan melakukan tindakan. Langkah-langkah yang
diambil penulis dalam melakukan tindakan antara lain adalah melakukan
sosialisasi kepada para guru mengenai penelitian yang akan dilaksanakan, serta
menyampaikan tujuan dari penerapan tindakan yang dilakukan oleh penulis.
Kepada para guru disampaikan mengenai Keteladanan Kepala Sekolah yang akan
diterapkan dalam penelitian ini. Pada siklus pertama ini, akan dipampang/
ditempel diruang guru, maupun diruang TU, peringkat nama-nama guru yang
paling rendah tingkat keterlambatan masuk kelasnya sampai yang paling tinggi
tingkat keterlambatannya.
e) Mengidentifikasi warga sekolah dan atau pihak-pihak terkait lainnya yang
terlibat dalam penyelesaian masalah/menghadapi tantangan/melakukan
tindakan. Penulis melakukan identifikasi siapa saja yang dilibatkan dalam
penelitian ini. Pihak- pihak yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah: guru,
guru piket, TU, dan siswa.

12 LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 17 NO. 1 JUNI 2014: 92-


109
f) Mengidentifikasi metode pengumpulan data yang akan digunakan. Metode
pengumpulan data yang diambil oleh penulis merupakan data kualitatif melalui
observasi, pengamatan serta wawancara kepada siswa mengenai kehadiran guru
di kelas pada kegiatan belajar mengajar.
g) Penyusunan instrumen pengamatan dan evaluasi. Dalam pengambilan data,
penulis menggunakan instrument berupa lembar observasi/pengamatan, skala
penilaian serta angket yang disebarkan kepada guru dan siswa, untuk
mengetahui penilaian mengenai tingkat kehadiran guru di kelas dan keteladanan
Kepala Sekolah dalam proses kegiatan belajar mengajar.
h) Mengidenifikasi fasilitas yang diperlukan. Fasilitas atau alat bantu yang diguna-
kan dalam penelitian ini antara lain: kertas (lembar pengamatan), alat tulis
berupa balpoin, serta jam dinding yang ada disetiap kelas, serta rekap jumlah
kehadiran dari setiap guru.
2. Pelaksanaan Tindakan
Sesuai dengan rencana, tiga kali pertemuan berturut-turut kepala sekolah hadir
30 menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai dan masuk di kelas tepat jam
pertama dimulai yaitu: pukul 07.30 WITA dengan membawa perangkat
pembelajaran yang lengkap dan meninggalkan kelas tepat pada saat pergantian jam
pelajaran berikutnya.
Pelaksanaan penelitian tindakan sekolah selanjutnya dilaksanakan melalui
beberapa kegiatan, antara lain:
a) Menyebarkan lembar pengamatan kepada setiap Ketua Kelas atau Sekretaris
kelas sebanyak 115 eks., sesuai dengan banyaknya jumlah rombongan belajar di
SMP Negeri 13 Kolaka Utara sebanyak 6 rombongan belajar. Dalam lembar
pengamatan itu, telah dibuat daftar guru yang mengajar dikelas itu setiap jam
dan diberi kolom jam masuk kelas serta jam keluar kelas. Lembar pengamatan
dapat dilihat pada lampiran.
b) Berkoordinasi dengan petugas piket yang setiap hari terdiri dari 2 orang petugas,
yaitu dari guru yang tidak mempunyai jam mengajar pada hari itu dan satu orang
dari tata usaha. Petugas piket akan mengedarkan daftar hadir guru di kelas yang
telah dibuat agar dapat melihat tingkat kehadiran guru disetiap kelas dan
disetiap pergantian jam pelajaran. Guru yang terlambat lebih dari 15 menit,
dianggap tidak hadir dan diberi tanda silang.
c) Setelah selesai jam pelajaran, dilakukan rekapitulasi dari hasil pengamatan, baik
dari guru piket , dari siswa maupun dari penulis.
d) Kegiatan tersebut dilakukan terus setiap hari kepada setiap guru selama tujuh
minggu (dua siklus).
3. Pengamatan dan Evaluasi
Pengamatan atau observasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan lembar
observasi selama satu minggu (satu siklus), untuk semua guru yang berjumlah 18 orang.
Selama pengamatan peneliti dibantu atau berkolaborasi dengan guru piket. Pengamatan
oleh peneliti meliputi:

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU (HANATIDAH 1


a) Kehadiran guru di kelas
b) Tingkat keterlambatan guru masuk kelas
c) Waktu meninggalkan kelas setelah selesai pelajaran
Dari hasil pengamatan serta rekap dari tingkat kehadiran guru di kelas pada
proses belajar mengajar dapat dilihat pada tabel berikut:

REKAPITULASI TINGKAT KETERLAMBATAN GURU


PADA KEHADIRAN DI KELAS
SIKLUS I
Waktu Keterlambatan/Jumlah/Presentase
kurang dari 10 menit 10 menit s.d 15 menit lebih dari 15
menit
2 3 1
11% 17% 6%
Dari hasil rekapitulasi tingkat keterlambatan guru di kelas pada proses
pembelajaran diperoleh data, sebanyak 2 orang guru terlambat masuk kelas kurang dari
10 menit, 3 orang guru terlambat masuk kelas 10 menit sampai dengan 15 menit, dan 1
orang guru terlambat masuk kelas lebih dari 15 menit, serta 5 orang guru yang hadir
tepat waktu mengajar di kelas.
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada grafik di bawah ini:

Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat keterlambatan guru
masuk kelas lebih dari 15 menit pada proses kegiatan belajar mengajar masih tinggi
yaitu 3 orang atau 17 %. Berdasarkan indikator yang telah ditetapkan bahwa
keberhasilan tindakan ini adalah 75 %, atau bila 75 % guru tidak terlambat lebih dari 10
menit. Pada siklus pertama ini guru yang tidak terlambat lebih dari 10 menit baru
6 7 % , jadi peneliti berkesimpulan harus diadakan penelitian atau tindakan lagi pada
14 LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 17 NO. 1 JUNI 2014: 92-
109
siklus berikutnya atau siklus kedua.

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU (HANATIDAH 1


4. Refleksi
Setelah selesai satu siklus maka diadakan refleksi mengenai kelemahan atau
kekurangan dari pelaksanaan tindakan pada siklus pertama. Refleksi dilaksanakan
bersama-sama kolaborator untuk menentukan tindakan perbaikan pada siklus
berikutnya.
Siklus 2
Siklus 2 terdiri atas beberapa tahap, sama seperti siklus 1 yaitu: 1) Perencanaan,
2) Pelaksanaan, 3) Pengamatan dan Evaluasi, dan 4) Refleksi.
1. Perencanaan
Dari hasil refleksi pada siklus pertama, peneliti merencanakan untuk
melakukan tindakan sama seperti pada siklus pertama.
Peneliti merencanakan untuk mengumumkan hasil observasi mengenai tingkat
keterlambatan guru masuk kelas dalam proses belajar mengajar, pada kegiatan
upacara bendera hari Senin. Hal ini terlebih dahulu disosialisasikan kepada semua
guru pada saat refleksi siklus pertama.
2. Pelaksanaan
Didasarkan pada hasil observasi, hasil pengamatan dan hasil wawancara pada
siklus I, tindakan pada siklus II tidak berbeda, hanya beberapa peningkatan kualitas
tindakan seperti berikut ini:
a) Setiap hari kepala sekolah hadir 30 menit sebelum jam pertama dimulai dan
meninggalkan sekolah setelah jam pelajaran terakhir selesai.
b) Selalu membawa perangkat pembelajaran yang lengkap setiap masuk mengajar
di kelas.
c) Setiap hari mengecek kehadiran guru mengajar di kelas melalui jurnal kelas.
d) Mengisi buku agenda Guru.
e) Melaksanakan Supervisi.
3. Pengamatan dan Evaluasi
Pengamatan atau observasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan lembar
observasi selama tujuh minggu (dua siklus), untuk semua guru yang berjumlah 13
orang. Selama pengamatan peneliti dibantu atau berkolaborasi dengan guru piket.
Pengamatan oleh peneliti meliputi:
a) Kehadiran guru di kelas
b) Tingkat keterlambatan guru masuk kelas
c) Waktu meninggalkan kelas setelah selesai pelajaran
Peneliti juga melakukan penilaian dari hasil lembar observasi yang dibagikan
kepada semua siswa untuk mengamati kehadiran guru di kelas. Dari hasil
pengamatan serta rekap dari tingkat kehadiran guru di kelas pada proses belajar
mengajar pada siklus kedua dapat dilihat pada tabel berikut:

16 LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 17 NO. 1 JUNI 2014: 92-


109
REKAPITULASI TINGKAT KETERLAMBATAN
GURU PADA KEHADIRAN DIKELAS
SIKLUS II
WAKTU KETERLAMBATAN/JUMLAH/PRESENTASE
kurang dari 10 menit 10 menit s.d 15 menit lebih dari 15 menit
4 0 0
22 % 0% 0%
Dari hasil rekapitulasi tingkat keterlambatan guru di kelas pada proses
pembelajaran diperoleh data, sebanyak 3 orang guru hadir tepat waktu mengajar di
kelas, 4 orang guru terlambat masuk kelas kurang dari 10 menit, tidak ada lagi guru yang
terlambat baik 10 menit sampai 15 menit maupun lebih dari 15 menit.
Untuk lebih jelasnya, tingkat keterlambatan guru masuk kelas pada proses
belajar mengajar pada siklus kedua ini dapat digambarkan pada grafik di bawah ini:

Dari hasil observasi pada siklus pertama dan siklus kedua dapat dilihat ada
penurunan tingkat keterlambatan guru di kelas pada kegiatan belajar mengajar, atau
terdapat peningkatan kehadiran guru di kelas.
4. Refleksi
Setelah selesai pelaksanaan tindakan pada siklus kedua maka diadakan refleksi
mengenai kelemahan dari pelaksanaan tindakan pada siklus kedua tersebut.

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU (HANATIDAH 1


Dari hasil observasi dan data yang diperoleh, peneliti mengambil kesimpulan
bahwa tindakan yang dilaksanakan pada siklus kedua dinyatakan berhasil, karena
terdapat 22 % guru yang terlambat kurang dari 10 menit, dan tidak ada lagi guru
yang terlambat baik 10 menit sampai 15 menit maupun lebih dari 15 menit atau
melebihi target yang telah ditentukan sebesar 78 %.
Hasil Observasi dan pengamatan pada Siklus II menunjukkan bahwa pada
tahap ini tidak ada lagi Guru yang terlambat masuk mengajar di kelas lebih dari 15
menit, Guru yang biasanya terlambat masuk mengajar di kelas terutama pada jam
pelajaran pertama karena faktor transportasi menemukan solusinya, yaitu ikut pada
teman sesama Guru atau Pegawai yang menggunakan transportasi (kendaraan)
pribadi. Hal ini dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
TANGGAPAN RESPONDEN TENTANG UPAYA MENINGKATKAN
DISIPLIN GURU DALAM KEHADIRAN MENGAJAR DI KELAS MELALUI
KETELADANAN KEPALA SEKOLAH
Rata-rata Tingkat
Kriteria Bobot F Nilai %
Skor % Partisipasi
Selalu 4 14 56 78
Tidak Selalu 3 2 6 12
Jarang 2 1 2 5
Tidak Pernah 1 1 1 5
Jumlah 18 65 100 Tinggi
Sumber : Olahan Data Primer 2011

Pembahasan
Dari tabel di atas diperoleh gambaran bahwa keteladanan Kepala Sekolah
dapat meningkatkan disiplin Guru dalam kehadiran mengajar di kelas, terutama
pada jam pelajaran pertama, Berdasarkan penelitian terhadap responden ternyata
terdapat 78 % dari jumlah responden menyatakan bahwa Keteladanan Kepala
Sekolah sangat berperanan dalam meningkatkan disiplin Guru terutama dalam
kehadiran mengajar di kelas. Sedangkan yang 22 % karena faktor kurangnya disiplin
guru

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan
bahwa Keteladanan Kepala Sekolah dapat meningkatkan Kedisiplinan Guru dalam
kehadiran mengajar di kelas, hal ini terlihat 78 % dari jumlah responden
menyatakan bahwa keteladanan Kepala Sekolah sangat berperanan dalam
meningkatkan disiplin Guru terutama dalam kehadiran mengajar di kelas.
Sedangkan yang 22% karena

18 LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 17 NO. 1 JUNI 2014: 92-


109
faktor kurangnya disiplin guru.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka peneliti menyarankan
kepada bagian kurikulum untuk menempatkan Guru yang mengajar pada jam
pelajaran pertama adalah guru yang memiliki kesadarab disiplin waktu.

CATATAN AKHIR:
1. Soetjipto, Profesi Keguruan, Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan,
Depdiknas, 1999.
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Syamsul Hadi, “Kepemimpinan Pembelajaran”, Makalah, disampaikan pada Sosialisasi
Akuntabilitas Kinerja Kepala Sekolah dalam Inovasi Pembelajaran, Departemen Pendi-
dikan Nasional, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependi-
dikan, Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009.
5. Sudjana, Manajemen Program Pendidikan, Bandung: Falah Production, 2002.
6. Ibid.
7. Akhmad Sudrajat, Manfaat Prinsip dan Asas Pengembangan Budaya Sekolah. [On Line].
Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/03/04/manfaat-prinsip-dan-asas-
pengembangan-budaya-sekolah/ [06 Oktober 2010]
8. Soetjipto, op.cit.
9. Akhmad Sudrajat, op.cit.
10. Ibid.
11. Ibid.
12. Ibid.
13. Studi yang dilakukan Zimmerman menunjukkan bahwa melihat contoh yang baik efektif
meningkatkan ketangguhan diri (self efficacy) orang lain untuk berperilaku sama atau
lebih baik. Lihat, Zimmerman, “Self Efficacy and Educational Development” dalam
Bandura, Self Efficacy in Changing Societies, New York: Cambridge University Press, 1995. h.
202-204.
13. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,
2002.
14. Ibid.

DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat, Akhmad. Manfaat Prinsip dan Asas Pengembangan Budaya Sekolah. [On Line]. Tersedia:
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/03/04/manfaat-prinsip-dan-asas-
pengembangan-budaya-sekolah/ [06 Oktober 2010]
Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Aunurrahman. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2009.
Barry J. Zimmerman. “Self Efficacy and Educational Development” dalam Bandura, Self
Efficacy in Changing Societies, New York: Cambridge University Press, 1995

PENINGKATAN DISIPLIN KEHADIRAN MENGAJAR GURU (HANATIDAH 1


Boediono, Koster, Wayan. Teori dan Aplikasi Statistik dan Probabilitas. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001.
Departemen Pendidikan Nasional. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas, 2003.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Ancok, Djamaluddin, Teknik Penyusunan Skala Pengukuran, PPKM UGM, Yogyakarta, 1989.
Sanjaya, W., Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Sudjana, Manajemen Program Pendidikan, Bandung: Falah Production, 2002.
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, 2005.
Soetjipto, Profesi Keguruan, Jakarta: Projek Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, Depdik-
nas, 1999.
Hadi, Syamsul, Kepemimpinan Pembelajaran, Makalah Disampaikan pada Sosialisasi Akunta-
bilitas Kinerja Kepala Sekolah dalam Inovasi Pembelajaran, Departemen Pendidikan
Nasional, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009.

20 LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 17 NO. 1 JUNI 2014: 92-


109

Anda mungkin juga menyukai