H. BAB IV
H. BAB IV
H. BAB IV
PEMBAHASAN
Pada jaman dahulu Desa Sedayu terkenal dengan hasil pertanianya, mulai dari
padi, jagung, ketela, sayur-sayuran, hingga palawija. Konon tanah Desa Sedayu
sangat subur, sehingga kehidupan masyarakat desa sedayu bisa dikatakan makmur,
asal mula pemberian nama desa ini adalah penggabungan dari empat desa, yaitu: Desa
Tambakan, Desa Kembaran, Desa sedayu, dan Desa Banaran. Pada tahun 1905 atas
prakasa dari raden kasah dari desa kembaran di bentuklah empat desa tersebut
menjadi satu desa. Berdasarkan aspirasi dari masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh
pemuda diajukan Raden Wiryo dari desa kembaran menjadi kepala Desa Sedayu
untuk periode pertama. Setelah aspirasi dari masyarakat Desa Kutan sebagian warga
ada yang menginginkan bergabung ke Desa Sedayu ada juga yang menginginkan
dilakukan referendum atau pemungutan suara untuk bergabung dengan salah satu
Desa. Hasil referendum atau pemilihan Desa Kutan dihasilkan sebagian besar
Desa ini pun kemudian dibagi menjadi 9 Dusun yang masing-masing di beri
nama:
2. Dusun Tambakan
3. Dusun kembaran
4. Dusun Patosan
5. Dusun Kutan
6. Dusun Sedayu 2
7. Dusun Sedayu 1
8. Dusun Banaran
9. Dusun Semawung
Dimana nama-nama tersebut diambil dari para tokoh agama yang terkenal di
Desa ini. Hal itu juga sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadap
Tabel 4.1
Jumlah RT/RW
1 Tegal Slerem 7 2
2 Tambakan 9 3
3 Kembaran 7 2
4 Patosan 7 2
5 Kutan 2 1
6 Sedayu 2 8 2
7 Sedayu 1 6 2
8 Banaran 4 2
9 Semawung 4 1
Letak Desa Sedayu berada di sebelah barat ibu kota Kecamatan Muntilan jarak
dari Desa Sedayu ke ibu kota Kecamatan sekitar 400 m dan ke ibu kota kabupaten
Jumlah penduduk Desa Sedayu sebanyak 8346 jiwa dengan penduduk usia
2570 jiwa. Mata pencaharian sebagian penduduk adalah petani, buruh tani,
RT RW KK laki
Tabel 4.2
Tabel 4.3
laki
4 Buruhmigranlaki-laki 35 0 35
6 Pengrajinusaharumahtangga 0 0 0
7 Pedagangkeliling 41 30 71
8 Peternak 2 0 2
9 Nelayan 0 0 0
10 Montir 6 0 6
11 Dokterswasta 4 1 5
12 Bidanswasta 0 4 4
13 Perawatswasta 0 16 16
14 Pembanturumahtangga 0 55 55
15 TNI 12 1 13
16 POLRI 7 0 7
20 Notaris 0 0 0
22 Jasapengobatanalternatif 1 0 1
23 Dosenswasta 3 1 4
24 Pengusahabesar 2 0 2
25 Arsitektur 1 0 1
26 Seniman / Artis 2 0 2
28 Keryawanperusahaanpemerintah 5 15 20
Tabel 4.4
tidakpernahsekolah
tidaktamat
13 Tamat D2/sederajat 6 7 13
14 Tamat D3/sederajat 10 11 21
16 Tamat S2/sederajat 3 1 4
17 Tamat S3/sederajat 0 0 0
18 Tamat SLB A 0 0 0
19 Tamat SLB B 3 1 4
20 Tamat SLB C 0 0 0
Gambar 4.2
Peta Desa
Ceriping adalah sejenis makanan ringan berupa irisan tipis dari umbi-
umbian, buah-buahan, atau sayuran yang digoreng di dalam minyak nabati. Untuk
menghasilkan rasa yang gurih dan renyah biasanya dicampur dengan adonan tepung
tanggal 25 juni 2019 pukul 20.00). pengolahan ceriping dapat di olah dengan
kabupaten magelang, jumlah produsen yang ada di sana ada lima produsen ceriping
1. Ceriping talas
ceriping talas ibu heni mengatakan bahwa dalam memproduksi cerping pertama
kali talas harus dipilih untuk mendapati talas yang bagus. Selanjutnya talas di
kupas kulitnya. Kemudian talas di rendam satu malam untuk memisahkan getah
talas yang ada didalam talas tersebut. Kemudian ibu heni mengiris talas tersebut
2. Ceriping getuk
yang harus dilakukan ibu nunung adalah memilah bahan dasar yaitu ketela
ketela tadi di gumpalkan untuk memisahkan air yang terkandung dalam ketela
pasah untuk menghasilkan bentuk tipis-tipis dan kecil. Kemudian hasil irisan
2019).
3. Ceriping potel
Dalam pengolahan ceriping potel untuk yang pertama kali di lakukan ibu
asih adalah memilih bahan baku yaitu ketela. Ketela yang di pilih adalah ketela
yang super dan tidak busuk. Kemudian ketela tersebut dikupas kulitnya, setelah
padatkan untuk memisahkan kadar air dalam ketela tersebut. Setelah itu adonan
tersebut di pres menggunakan alat pres agar adonan menjadi tipis. Kemudian
4. Ceriping kentang
memilih kentang yang super, selanjutnya kentang tersebut dikupas kulitnya, dan
kemudian di rendam dalam air untuk kemudian di goreng, setelah itu di angkat
dan ditiriskan untuk selanjutnya di kasih bumbu (wawancara dengan Ibu Sofiah,
5. Ceriping potel
Ibu Susan selaku pemilik usaha ceriping potel mengatakan dalam
pengolahan ceriping potel sebelum ceriping tersebut di olah Ibu Susan memilih
bahan untuk ceriping yang berbahan dari ketela, selanjutnya ketela tersebut
dikupas, setelah dikupas ketela tersebut di cuci dan kemudian di giling, setelah
itu adonan tersebut di pres dan di bentuk tipis menggunakan alat pres,
selanjutnya di potong kecil dan dibentuk melingkar, setelah itu ceriping tersebut
C. Proses Pengemasan
1. Penulis melakukan wawancara dengan Ibu Rahayu Heni Ningsih selaku produsen
ceriping talas.
kemas dalam kemasan kecil 1/4kg. Biasanya bungkusan tersebut bisa mencapai
170 bungkus, bahkan bisa lebih. Ibu Rahayu mengatakan dalam pengemasan
biasanya hanya satu kali menimbang ceriping tersebut. Kemudian ceriping yang
sudah tekemas tadi di gunakan untuk acuan dari ceriping yang di kemas
setelahnya, dan ceriping ini tidak perlu di timbang hanya di kira-kira di dalam
kantong kemasan. Dalam penjualan Ibu Rahayu biasanya menjual satu bungkus
ceriping dengan harga Rp.5000.00. dalam satu hari terkadang ceriping yang di
Terkadang juga sampai kurang karena Ibu Rahayu sendiri tidak bisa menakar
hasil produksi per harinya secara detail (wawancara dengan Ibu Rahayu Heni
getuk.
Ibu Nunung mengatakan, dalam satu kali produksi dapat menghasilkan
mengatakan bawasanya memproduksi ceriping ini tidak cukup dalam waktu satu
hari. Karena pengolahan ceriping getuk ini perlu penjemuran. Setelah ceriping
selesai di produksi barulah masuk ke tahap pengemasan, dalam satu kali produksi
biasanya Ibu Nunung dapat mengemas sebanyak 250 bungkus bahkan bisa lebih
bisa juga kurang, karena bungkusan tersebut hanya di kira-kira tanpa ditimbang.
Dalam penjualan biasanya Ibu Nunung menjual hasil produksinya dengan harga
Ibu Asih bilang dalam satu kali produksi biasanya dapat menghasilkan
kira-kira 3 kantong plastik dengan ukuran besar. Tetapi Ibu Asih tidak pernah
ceriping ini ibu asih mengatakan minimal dalam memproduksi ceriping tersebut
membutuhkan waktu minimal 2hari. Karena prosesnya yang lumayan rumit dan
butuh waktu lama, sehingga harga dari ceriping ini agak mahal dari pada di
bandingkan dengan ceriping yang lain. Sedangkan dalam pengemasan ceriping ini
juga tidak ditimbang, tetapi cukup di kira-kira dalam kantong plastik kecil,
dengan kisaran 1/2kg. Akan tetapi ketika ada seorang pembeli yang menanyakan
beban dari ceriping yang sudah di kemas dalam katong plastik tersebut ibu asih
penjualan ceriping potel ini biasanya Ibu Asih menjual hasil produksinya dengan
harga Rp.17.000.00 (wawancara dengan Ibu Asih, pemilik usaha pothel, Muntilan
9 Februari 2019)
4. Wawancara dengan Ibu Sofiah selaku pengusaha ceriping kentang.
dalam satu hari Ibu Sofiah bisa menghasilkan ceriping sebanyak 4 nampan besar.
Ibu Sofiah memakai nampan karena bumbu dari ceriping kentang ini terlalu
basah, jadi kalau tidak di angkat lalu di tiriskan dalam nampan yang lebar alhasil
ceriping tersebut bisa menggumpal atau lengket (kata Ibu Sofiah). Ibu Sofiah
biasanya dalam mengemas ceriping kentang ini memakai kemasan mika plastik.
Dengan ukuran kisaran 1/4kg, untuk pengemasan pertama Ibu Sofiah menimbang
sofiah hanya cukup mengira-ira kemasan yang mengacu kemasan yang sudah di
timbang, tanpa harus menimbang kemasan tersebut. Ibu Sofiah biasanya menjual
dengan Ibu Sofiah, pemilik usaha ceriping kentang, muntilan 10 Februari 2019).
2kantong besar ceriping potel, dalam prosen pengemasan Ibu Susan mengatakan
ceriping tersebut dengan berat 1/2kg tetapi banyak juga yang meminta 1kg dan
2,5kg tergantung permintaan. Ibu susan biasanya menjual ceriping ini dengan
a) Produsen
desa sedayu adalah pihak-pihak yang memiliki usaha ceriping untuk di perjual
belikan di desa sedayu dan sekitarnya. Produsen disini memiliki peran yang
paling penting karena produsen tersebut yang mengatur harga barang, kualitas
b) Pembeli
magelang.
sampai terkemas rapi dan siap untuk dijual, produsen tersebut berkomunikasi
penjual sudah memesan ceriping terlebih dahulu dan terkadang meminta untuk
sedayu 2. Menurut Ibu niroh ceriping adalah sejenis makanan ringan kering
karena di goreng. Setiap hari Ibu niroh membeli ceriping sebanyak satu pak
dengan isi sekitar 20 bungkus tergantung jenis ceriping. Ada berbagai macam
ceriping yang Ibu niroh beli seperti ceriping talas, ceriping pothel,juga
ceriping gethuk. Ibu niroh tidak tau dan tidak pernah menanyakan bagaimana
ceriping tersebut di bungkus, akan tetapi Ibu niroh hanya meminta agar
ceriping tersebut di bungkus dengan rapi. Ibu niroh membeli ceriping dengan
keseharianya Ibu niroh membeli ceriping ada yang di jual kembali dan ada
b) Wawancara Ibu Ari umur 40tahun warga sedayu 2. Menurut Ibu Ari ceriping
adalah sejenis makanan ringan yang diiris tipis-tipis yang terbuat dari ubi-
ubian. Ibu Ari menceritakan bahwa setiap hari Ibu Ari membeli ceriping
sebanyak 20 bungkus dan terkadang ada dua macam ceriping yang ibu Ari
beli. Ibu Ari menceritakan tidak tau bagaimana pengolahan ataupun cara
pengemasan ceriping tersebut. Tetapi Ibu Ari pernah bertanya tentang beban
ceriping yang di beli, dan penjual mengatakan beban tersebut 1/4kg. tetapi
ketika ceriping tersebut saya timbang ternyata banyak yang kurang dari 1/4kg
(kata ibu Ari). Ibu Ari membeli ceriping tersebut dengan harga Rp.5000.00.
Ibu Ari membeli ceriping tersebut untuk di jual kembali di warung miliknya.
c) Wawancara Ibu Sri umur 31th warga banaran sedayu. Ibu Sri mengatakan
ceriping adalah sejenis makanan ringan yang di iris tipis dari umbi-umbian
dan digoreng di dalam minyak nabati. Setiap hari Ibu sri membeli ceriping
sebanyak 2bungkus. Ibu sri membeli 2 jenis ceriping setiap harinya. Ibu sri
mengatakan tidak tau dengan cara pembuatan dan cara pengemasan ceriping.
Ibu sri membeli ceriping dengan harga Rp.5000.00 per bungkus. Ibu sri
d) Wawancara Ibu Tonah (warga sedayu 2 desa sedayu, umur 40th) Ibu Tonah
mengatakan ceriping adalah makanan yang tipis- tipis dan digoreng. Ibu
3bungkus. Ada beberapa jenis ceriping yang Ibu Tonah beli seperti ceriping
talas potel dan getuk.Ibu Tonah tidak tau bagaimana proses pengolahan
mengatakan beban ceriping per bungkus 1/4kg, dan Ibu Tonah percaya” saja.
Akan tetapi pernah sesekali Ibu Tonah menimbang ceriping tersebut dan
ceriping tersebut bebannya kurang dari 1/4kg. Ibu Tonah mengatakan merasa
dirugikan karena beban tersebut tidak sesuai. Ibu Tonah membeli ceriping
menyatakan bahwa jual beli ceriping dengan taksiran yang ada di Desa sedayu
adalah jual beli yang umum, yang biasa dilakukan masyarakat Desasedayu dan
keberadaan jual beli ceriping dengan taksiran diakui dan dilaksanakan atas keinginan
masyarakat itu sendiri. Untung atau rugi dalam jual beli adalah hal yang wajar,
dalam kenyataannya masyarakat yang melakukan jual beli ceriping dengan taksiran
dikarenakan masyarakat sendiri yang memilih jual beli dengan taksiran, dan
kerugian tergantung dari kondisi barang yang dihasilkan serta kebiasaan masyarakat
yang sampai sekarang masih menggunakan jual beli ceriping dengan sistem taksiran.
E. Analisis
Berdasarkan hasil analisa saya di lapangan, dalam proses jual beli ceriping
tersebut para penjual menjelaskan kapada saya bahwa ceriping yang di jual tidak
ditimbang, akan tetapi para pembeli mengatakan bahwa ceriping tersebut ketika di
tanyakan oleh pembeli, penjual mengatakan dalam ukuran timbangan. Oleh karena
itu saya melakukan analisis dengan mengambil sampel dari tiap produk 10 bungkus.
Dan selanjutnya bungkusan tadi saya timbang satu persatu untuk mengamati beban
Tabel 4.5
tentukan
Tabel 4.6
tentukan
Tabel 4.7
ditentukan
Tabel 4.8
ditentukan
Dan hasilnya dari 50 sampel ceriping yang saya timbang, banyak ceriping
yang tidak sesuai dengan berat yang di tetapkan oleh penjual. Yang mana jumplah
data di atas 77,5% menunjukan kurang dari taksiran yang ditetapkan. Disini saya
ceriping tersebut tidak sesuai bebanya ini memang dapat saya temui. Dan temuan ini
di perkuat oleh penjelasan penjual, dimana para penjual tidak menimbang ceriping
yang terjadi di Desa Sedayu perlu adanya penelitian yang berlandaskan dengan
hukum Islam.
Proses jual beli ceriping dengan taksiran di Desa sedayu dilihat dari
subjek (orang yang melakukan akad) adalah baik produsen atau pembeli
keduanyaadalah orang yang sudah baligh dan berakal, baligh dapat dilihat dari umur
Dalam Hukum Islam syarat jual beli untuk subjek adalah baligh dan
berakal agar tidak terkecoh, orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya. Baligh
dalam Islam adalah seseorang yang sudah menginjak dewasa apabila berumur 15
tahun, atau telah bermimpi (bagi anak laki-laki) dan haid (bagi anak perempuan),
sehingga jual beli yang dilakukan anak kecil adalah tidak sah. Namun menurut
sebagian pendapat diperbolehkan jual beli untuk anak-anak yang sudah dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, tetapi belum dewasa (belum
mencapai umur 15 tahun, bermimpi dan haid), khususnya untuk barang-barang kecil
dan tidak bernilai tinggi. Berakal maksudnya adalah dapat membedakan atau
memilih mana yang benar dan mana yang tidak. Maka jual beli tidak sah apabila
dilakukan oleh penjual atau pembeli yang kedaan orangnya gila atau tidak waras.
Demikian juga bila salah satu dari mereka baik penjual maupun pembeli termasuk
orang yang kurang akalnya atau idiot (Ghazaly, ikhsan, shidiq. 2010, 72).
Objek jual beli ceriping dengan taksiran di Desa sedayu adalah jual beli
dimana ceriping tersebut sudah melalui proses pengolahan dari bahan mentah seperti
ketela, kentang, maupun talas yang sudah di proses dengan bersih, higenis sehingga
objek jual beli ceriping dengan taksiran objeknya sudah jelas, barangnya bersih tidak
barang najis dan barang tersebut dapat dikonsumsi oleh masyarakat. tidak hanya itu
saja keberadaan ceriping dapat dilihat baik produsen maupun pembeli karena akad
Syarat jual beli dalam Hukum Islam dilihat dari objeknya adalah barang
sehingga tidak mubadhir, dapat diketahui kedua belah pihak dan dapat diserahkan,
barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual, dan dapat diketahui oleh kedua
Pada dasarnya proses jual beli dengan sistem taksiran di Desa Sedayu
tidak ada masalah, karena barang yang diperjualbelikan adalah berupa ceriping yang
dikemas dalam plastik sehingga tidak tergolong benda-benda yang najis ataupun
benda-benda yang diharamkan. Dengan demikian dari segi syarat terhadap barang
yang diperjualbelikan haruslah bersih telah terpenuhi dan tidak ada masalah.
dapat dimanfaatkan dalam hal ini bahwa ceriping yang dijual di Desa Sedayu adalah
biasanya mengkosumsi ceriping untuk cemilan dan dapat dikonsumsi setiap hari.
Mengenai syarat yang harus terpenuhi lagi yaitu barang yang dijadikan
obyek jual beli adalah milik orang yang melakukan akad, dalam hal ini tidak ada
masalah karena ceriping yang dijual ini memang benar-benar milik penjual tersebut.
Hak terhadap sesuatu itu menunjukkan kepemilikan. Dengan demikian mengenai
keadaan barang haruslah dapat diserahterimakan, dalam hal ini tidak ada masalah
karena dalam jual beli di Desa Sedayu ini barangnya dapat diserahkan langsung
kepada pembeli dan barang tersebut juga ada di tangan. Maka tidak sah jual beli
Syarat obyek jual beli yang harus terpenuhi lagi adalah dapat diketahui,
maksudnya adalah cukup dengan mengetahui nilai harga dan satuannya. Akan tetapi,
ada pula ulama yang mensyaratkan harus mengerti baik kualitas maupun
kuantitasnya secara detail. Oleh karena itu harusnya para pembeli lebih berhati-hati
dalam melaksanakan jual beli, kususnya jual beli ceriping. Yang mana dalam
praktek ini para penjual telah melakukan kesalahan dalam kuantitas timbangan tiap
bungkus ceriping, karena ceriping tersebut tidak di timbang dan hanya dikira-kira.
Artinya : Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu
mengurangi neraca itu.
Maksud ayat tersebut adalah dalam jual beli harusnya barang yang di jual harus jelas
Salah satu rukun akad dalam jual beli adalah shighat akad. Shighat akad
adalah bentuk ungkapan dari ijab dan qabul. Para ulama sepakat landasan untuk
terwujudnya suatu akad adalah timbulnya sikap yang menunjukkan kerelaan atau
yang oleh para ulama disebut shighat akad. Dalam shighat akad disyariatkan harus
timbul dari pihak-pihak yang melakukan akad menurut cara yang dianggap sah oleh
syara’. Cara tersebut adalah bahwa akad harus menggunakan lafal yang
kepemilikan dalam harta, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku. Di zaman
modern, perwujudan ijab dan qobul tidak lagi di ucapkan, tetapi dilakukan dengan
sikap mengambil barang dan membayar uang oleh pembeli, serta menerima uang
dan menyerahkan barang oleh penjual tanpa ucapan apapun. Misalnya, jual beli yang
berlangsung di Desa Sedayuyang memiliki sistem taksiran dengan akad harga sudah
Islam yaitu adanya jual beli yang disebut dengan al-mu’athah. Dalam kasus
perwujudan ijab dan qobul melalui sikap ini (ba’i al-mu’athah) terdapat perbedaan
pendapat dikalangan ulama fiqh. Jumhur ulama berpendapat bahwa jual beli seperti
ini hukumnya boleh, apabila hal ini merupakan kebiasaan masyarakat di suatu
negeri, karena unsur terpenting dalam transaksi jual beli adalah suka sama suka, hal
Mencermati permasalahan yang ada di atas kasus jual beli ceriping dengan
sistem taksiran yang terjadi di Desa Sedayu bahwa, sebelum melakukan aqad
pembelian, pembeli hanya cukup membeli saja dan tidak semua pembeli menimbang
membungkus ceriping, ceriping tersebut tidak di timbang akan tetapi hanya dikira-
kira. Seperti yang di paparkan ibu Ari, ketika ibu Ari menanyakan berapa berat
ceriping ini, penjual mengatakan ceriping tersebut beratnya 1/4kg. Tetapi ketika
ceriping tersebut di timbang ada beberapa ceriping yang beratnya tidak sesuai atau
bisa di katakan kurang dari 1/4kg. hal ini juga saya temui ketika saya menganalisa
bungkusan ceriping tersebut, yang mana ketika saya ambil 10 bungkus dari setiap
produsen dan saya coba timbang ceriping tersebut banyak yang tidak sesuai
bebanya.
menanyakan berat ceriping yang di belinya kepada ibu Nunung dan ibu Nunung
mengatakan beban tersebut 1/4kg. setelah dibeli dan di bawa pulang ibu Tonah
menimbang kembali ceriping tersebut dan bebannya tidak sesuai atau kurang dari
ceriping getuk), apabila ceriping harus di timbang satu per satu dalam setiap
bungkusnya maka prosenya akan lama, padahal dalam sehari banyak ceriping yang
harus di bungkus.
ceriping dengan sistem taksiran di Desa Sedayu belum sesuai di ketentuan syariat
bahkan dapat dikatakan tadlis di dalamnya. Adapun ketidak pastian praktek jual beli
pada sistem taksiran ini, ceriping sudah berada dalam kemasan dan ketika pembeli
bertanya beban ceriping, penjual mengatakan beban tertimbang walapun ceriping
tersebut tidak tertimbang. Karena dalam kasus ini para penjual mengatakan beban
timbangan tetapi barang tersebut tidak ditimbang, maka hal ini dapat dikatakan tadlis
atau penipuan. Dalam praktek jual beli ceriping di Desa Sedayu ini terjadi bentuk
tadlis pada kuantitas barang, yang mana barang yang di perjual belikan memiliki
kecacatan pada jumplah barang yang ditimbang. Dalam islam jual beli tadlis itu
dilarang dan jual beli seperti ini tidak diperbolehkan menurut islam karena dapat
merugikan pihak pembeli dan memiliki akad yg tidak sesuai. Dan apabila dalam
praktek jual beli terdapat kecacatan seperti timbangan yang tidak sesuai dan akad
yang cacat, maka pihak pembeli boleh melakukan hak khiyar dimana pembeli boleh