Yy
Yy
Yy
َو َمَع اًل َص اِلًح ا، َو ِر ْز ًقا َط ِّي ًبا،الَّلُهَّم يِّن َأْس َأَكُل ِعْلًم ا اَن ِف ًع ا «
“Ya Allah, Aku memohon kepadamu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal shalih
ِإ
yang diterima.” (HR Ahmad).
Ibadallah,
Kalau kita perhatikan doa ini, kita melihat betapa Rasulullah sangat perhatian akan keempat
hal ini. Karena empat hal inilah yang senantiasa beliau pinta setiap pagi, ketika akan memulai
aktivitas di hari tersebut. Salah satu permintaan yang beliau ucapkan adalah permintaan
rezeki yang halal. Mengapa Rasulullah menaruh perhatian yang besar pada rezeki yang
halal? Dan mengapa kita, khususnya para kepala keluarga harus bekerja keras mencari rezeki
yang halal dan menjauhi rezeki yang haram?
Di antara jawabannya adalah:
Pertama: Allah memerintahkan kita untuk menjemput rezeki dengan cara yang halal.
َو ُلُكوا ِم َّم ا َر َز َقُمُك اُهَّلل َح اَل اًل َط ِّي ًباۚ َو اَّتُقوا اَهَّلل اِذَّل ي َأْنْمُت ِبِه
ُم ْؤ ِم ُنوَن
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu,
dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. “ (QS. Al-Maidah: 88).
Di dalam ayat yang agung ini, Allah memerintahkan kepada kita semua untuk mencari rezeki
yang halal. Halal dalam bentuk fisik benda atau rezeki tersebut dan halal dalam cara untuk
mendapatkannya. Allah Ta’ala yang telah memerintahkan kepada kita. Dan seandainya kita
ingin menjadi seorang yang beriman dan mencapai derajat takwa, maka jalan yang telah
Allah tetapkan adalah seseorang harus mencari rezeki yang halal.
َال َيَتَص َّد ُق َأَح ٌد ِبَتْم َر ٍة ِم ْن َكْس ٍب َط ِّيٍب َّال َأَخ َذ َه ا اُهَّلل
ِإ
ِبَيِم يِنِه َفَرُي ِّبَهيا اَمَك ُيَر ىِّب َأَح ُد ْمُك َفُلَّو ُه َأْو َقُلوَص ُه َح ىَّت َتُكوَن ِم ْثَل
َم َظ ْع َأ ْو َأ ِل ا َب
َجْل
“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal
melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia
membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga
sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim).
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Ketika kita bersedekah untuk kepentingan dakhwa Islam, kepentingan kaum muslimin, atau
memberikan sebagian penghasilan kita kepada kedua orang tua kita, atau menyantuni anak
yatim dan orang-orang miskin, agar semuanya bernilai pahala di sisi Allah, harus dari hasil
yang halal. Karena Allah tidak menerima kecuali dari yang halal.
Jangankan sedekah kepada orang lain, infak atau nafkah yang kita berikan kepada keluarga
kita, atau bahkan kepada diri kita sendiri, akan bernilai pahala ketika kita memperoleh harta
tersebut dari jalan yang halal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َأْط َيُب اْلَكْس ِب َكْس ُب الَّر ُج ُل ِم ْن َمَع ِل َيِد ِه ؛ َو َّن َأْو َالَد ْمُك
ِإ ِم ْن َكْس ِب ْمُك
“Sebaik-baik usaha adalah usaha seorang dari tangannya sendiri, dan sesungguhnya anak-
anak kalian adalah termasuk usaha kalian.”
Kemudian beliau melanjutkan,
َو َم ا َأْنَفَق الَر ُج ُل َعىَل َنْفِس ِه َو َأْه ِهِل َوَو ِدَل ِه َو َخ اِدِم ِه َفُهَو َص َد َقٌة
Dan tidaklah seseorang menafkahi dirinya, istrinya, anaknya dan pembantunya melainkan ia
dihitung sebagai shodaqoh.” (HR. Ibnu Majah).
Sebaliknya, ketika kita mengeluarkan rezeki dari usaha yang haram, maka lelah dan letih kita
tersebut tidak akan bermanfaat dan tidak akan diterima di sisi Allah sebagai amalan shaleh.
Ketiga: Agar doa kita dikabulkan oleh Allah Ta’ala.
َو َّن َهللا َأَم َر، ِإ َّن َهللا َط ِّي ٌب اَل َيْقَبُل ِإ اَّل َط ِّي ًبا، َأَهُّيا الَّناُس
ِإ
{اَي َأَهُّيا الُّر ُس ُل وا َن: َفَقاَل، اْلُم ْؤ ِمِنَني ِبَم ا َأَم َر ِبِه اْلُمْرَس ِلَني
ِم ُلُك
: يِّن ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َعِلٌمي} [املؤمنون،الَّط ِّي َباِت َو اَمْع ُلوا َص اِلًح ا
ِإ
{اَي َأَهُّيا اِذَّل يَن: ] َو َقاَل51
] َّمُث َذ َرَك172 :آَمُنوا ُلُكوا ِم ْن َط ِّي َباِت َم ا َر َز ْقَناْمُك} [البقرة
اَي، َيُم ُّد َيَد ْيِه ىَل الَّس َم اِء، الَّر ُج َل ُيِط يُل الَّس َفَر َأْش َع َث َأْغَرَب
ِإ
َو َم ْلَبُس ُه، َو َم َرْش ُبُه َح َر اٌم، َو َم ْط َع ُم ُه َح َر اٌم، اَي َر ِّب، َر ِّب
َفَأىَّن ُيْس َتَج اُب َذِل َكِل، َو ُغِذ َي اِب ْلَح َر اِم،َح َر اٌم
Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, tidak menerima kecuali apa-apa yang
baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mumin dengan apa yang telah
diperintahkan kepada para rasul. Allah berfirman, ‘wahai para rasul, makanlah kalian dari
apa yang baik-baik, dan beramal sholihlah, sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian
perbuat’. Dan Allah berfirman, ‘wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa yang
baik-baik, yang telah Kami rezekikan kepada kalian’. Kemudian Rasulullah menggambarkan
tentang seseorang yang melakukan perjalanan jauh, nampak bekas perjalanan tersebut di
sekujur tubuhnya, penuh debu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya
berseru ya rabb ya rabb, sedangkan makanannya adalah haram, minumannya adalah haram,
dan pakaiannya adalah haram, dia tumbuh dari sesuatu yang haram, maka bagaimana
mungkin doanya akan dijawab?.” (HR. Muslim).
Kaum muslimin rahimakumullah,
Perhatikanlah sabda Nabi yang baru saja khotib bacakan. Seseorang yang disebutkan Nabi
adalah orang yang dalam keadaan safar atau ia sebagai musafir, dan seorang musafir adalah
doa yang mustajab, tidak ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian ditambah, ia
juga seseorang yang miskin yang sangat membutuhkan. Ditambah lagi ia berdoa dengan
mengangkat kedua tangannya. Allah malu menolak doa seseorang yang mengangkat kedua
tangannya. Kemudian ia juga berdoa dengan bertawasul, menyebut nama Allah, ia berkata
“Ya Rabb ya Rabb..”. Namun semua itu tidak bermanfaat dan semua itu tertolak, karena
rezeki yang haram.
Ibadallah,
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taufik kepada kita untuk mengerjakan perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Mendekatkan kita kepada yang halal dan
menjauhkan dari yang haram.
َأُقْو ُل َقْو يِل َه َذ ا َأْس َتْغِفُر هللا يِل َو َلْمُك َو ِلَس اِئِر اْلُمْس ِلِم َنْي
َو اْلُمْس ِلَم اِت َفاْس َتْغِفُر ْو ُه ِإ ّنُه ُه َو ْا لَغُفْو ُر الّر ِح ُمْي
Khutbah II
َّن اْلَح ْم َد ِهَّلِل ْحَن َم ُد ُه َو َنْس َتِع ْي ُنُه َو َنْس َتْغِفُر ْه َو َنُع وُذ اِب ِهلل ِم ْن
ِإ
َمْن ْهَيِد ِه ُهللا َفَال ُم ِض َّل،ُرُش ْو ِر َأْنُفِس َنا َو ِم ْن َس ِّيَئاِت َأَمْع اِلَنا
َأْش َهُد َأْن َال َهَل َّال.ُهَل َو َمْن ُيْض ِلْل َفَال َه اِد َي ُهَل
ِإ ِإ
ُهللا َو ْح َد ُه َال ِرَشْيَك ُهَل َو َأْش َهُد َأَّن ُم َح َّم ًد ا َع ْب ُد ُه َوَر ُس ْو ُهُل
َص ىَّل ُهللا َعىَل
.َنِب ِّيَنا ُم َح َّم ٍد َو َعىَل آِهِل َو َأَحْص اِبِه َو َس َمَّل َتْس ِلْيًم ا َكِثًرْي ا
Ibadallah, jamaah shalat Jumat yang semoga dirahmati Allah Ta’ala.
Keempat: Agar kita masuk ke dalam surga dan jauh dari neraka.
Ini adalah sebab yang terpenting dan paling utama. Cita-cita seorang mukmin adalah
dimasukkan ke dalam surga dan diselamatkan dari api neraka. Tidak ada lagi cita-cita yang
lebih tinggi dari yang demikian. Harta yang berlimpah, apalah artinya tatkalan harus diakhiri
dengan derita yang tak berujung. Gelimang kenikmatan dunia yang fana, tiadalah guna,
apabila harus menderita kekal di dalam neraka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Seorang kepala keluarga ketika melihat istri atau anaknya tersentuh dengan api atau bahkan
hanya beresiko terbakar oleh api di dunia, maka mereka akan segera menyelamatkannya
dari bahaya api tersebut. Lalu bagaimana mereka bisa tega seorang kepala keluarga
membiarkan anak dan istrinya terbakar dengan api akhirat yang jauh lebih dahsyat dari api
dunia, lantaran mereka menafkahinya dengan harta yang haram.
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua. Memberikan kita kecukupan dengan harta
dan rezeki yang halal dari-Nya. Serta membuat kita tidak merasa butuh kepada jalan-jalan
rezeki yang Dia haramkan.
اللُهَّم َص ِّل َعىَل ُم َح َّم ٍد َو َعىَل آِل ُم َح َّم ٍد اَمَك َص َّلْي َت َعىَل ِإ ْبَر اِه َمْي
َّنَك ِمَح ْي ٌد َم ِج ْي ٌد، َو َعىَل آِل ْبَر اِه َمْي
ِإ ِإ
َالّلُهّم اْغِفْر ِلْلُمْس ِلِم َنْي َو ْا ُملْس ِلَم اِت َو اْلُم ْؤ ِمِنَنْي َو اْلُم ْؤ ِم ًناِت
َاَألْح َياِء ِم ُهْنْم َو اَألْم َو اِت ّنَك ِمَس ْي ٌع ُم ِج ْي ُب اّدل َع َو اِت
ِإ
َر ّبََنا َالًتَؤ ِخ ْذ اَن ْن َنِس ْيَنا َأْو َأْخ َط ْأاَن َر ّبَنا َو َال ْحَت ِم ْل َعَلْي َنا ًرْص ا
ِإ ِإ
اَمَك َمَح ْلَتُه َعَىل اِذّل ْيَن ِم ْن َقْبِلَنا َر ّبَنا َو َال َحُتّم ْلَنا َم اَال َط اَقَة َلَنا ِبِه
َو اْع ُف َع ّنا َو اْغِفْر َلَنا َو اْر ْمَح َنا َأْنَت َم ْو َلَنا َفاْنْرُص اَن َعَىل اْلَقْوِم
اْلاَك ِف ِرْيَن .
َر ّبَنا آِتَنا يِف اّدل ْنَيا َح َس َنًة َو يِف ْا َألِخ َر ِة َح َس َنًة َو ِق َنا َعَذ اَب
الّناِر .
َو اْلَح ْم ُد هلل َر ّب اْلَع اَلِم َنْي