Bab Ii

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa remaja.

Fase ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan

individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan pada perkembangan

masa dewasa yang sehat. Masa remaja atau ‘’adolescence’’ berasal dari bahasa latin

‘’adolescere’’ yang berarti ‘’tumbuh’’ menjadi dewasa’’. Apabila diartikan dalam

konteks yang lebih luas, akan mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan

fisik . Masa remaja menurut Hurlock (1997) diartikan sebagai suatu masa transisi

atau peralihan, yaitu periode dimana individu secara fisik maupun psikis berubah

dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Jannah dkk., 2016).

Perubahan fisik yang menonjol adalah perkembangan tanda-tanda seks

sekunder, serta perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan lingkungannya.

Perubahan-perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan maupun penyakit

tertentu bila tidak diperhatikan dengan seksama. Maturasi seksual terjadi melalui

tahapan-tahapan yang teratur yang akhirnya mengantarkan anak siap dengan fungsi

fertilitasnya, laki-laki dewasa dengan spermatogenesis, sedangkan anak perempuan

dengan ovulasi. Di samping itu, juga terjadi perubahan psikososial anak baik dalam

tingkah laku, hubungan dengan lingkungan serta ketertarikan dengan lawan jenis.

Perubahan- perubahan tersebut juga dapat menyebabkan hubungan antara orangtua

dengan remaja menjadi sulit apabila orangtua tidak memahami proses yang terjadi.

8
Perubahan perkembangan remaja ini yang dapat diatasi jika kita mempelajari proses

perkembangan seorang anak menjadi dewasa. Diperlukan teknik komunikasi klinik

khusus untuk melakukan anamnesis terhadap remaja, sedangkan pada pemeriksaan

fisik diperlukan ruangan khusus terutama untuk melakukan penilaian pubertas.

Untuk melakukan pengobatan yang efektif tentunya. Adolescent atau remaja

merupakan periode kritis peralihan dari anak menjadi dewasa. Pada remaja terjadi

perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial yang berlangsung secara

sekuensial. Pada anak perempuan pubertas terjadi pada usia 8 tahun sedangkan anak

laki-laki terjadi pada usia 9 tahun. Faktor genetik, nutrisi, dan faktor lingkungan

lainnya dianggap berperan dalam pubertas. Perubahan fisik yang terjadi pada

periode pubertas ini juga diikuti oleh maturasi emosi dan psikis. Secara psikososial,

pertumbuhan pada masa remaja (adolescent) dibagi dalam 3 tahap yaitu early,

middle, dan late adolescent. Masing- masing tahapan memiliki karakteristik

tersendiri. Segala sesuatu yang mengganggu proses maturasi fisik dan hormonal

pada masa remaja ini dapat mempengaruhi perkembangan psikis dan emosi

sehingga diperlukan pemahaman yang baik tentang proses perubahan yang terjadi

pada remaja dari segala aspek. (Jannah dkk., 2016).

2. Klasifikasi Usia Remaja

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,

menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahaun 2014, remaja adalah

penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum

menikah.246 Masa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dari anak

menuju masa dewasa. Pada masa ini begitu pesat mengalami pertumbuhan dan

9
perkembangan baik itu fisik maupun mental. Sehingga dapat dikelompokkan

remaja terbagi dalam tahapan berikut ini (Remaja dan Permasalahannya, 2018):

a. Pra Remaja (11 -13 tahun)

Pra remaja ini mempunyai masa yang sangat pendek, kurang lebih hanya satu

tahun; untuk laki-laki usia 12 atau 13 tahun - 13 atau 14 tahun. Dikatakan juga fase

ini adalah fase negatif, karena terlihat tingkah laku yang cenderung negatif. Fase

yang sukar untuk hubungan komunikasi antara anak dengan orang tua.

b. Remaja Awal (14 - 17 tahun)

Pada fase ini perubahan-perubahan terjadi sangat pesat dan mencapai

puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal

terdapat pada usia ini. Ia mencari identitas diri karena masa ini, statusnya tidak

jelas. Pola-pola hubungan sosial mulai berubah. Menyerupai orang dewasa muda,

remaja sering merasa berhak untuk membuat keputusan sendiri. Pada masa

perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol,

pemikiran semakin logis, abstrak dan idealistis dan semakin banyak waktu

diluangkan diluar keluarga.

c. Remaja Lanjut (18 - 21 tahun)

Dirinya ingin menjadi pusat perhatian; ia ingin menonjolkan dirinya; caranya

lain dengan remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita-cita tinggi, bersemangat dan

mempunyai energi yang besar. Ia berusaha memantapkana identitas diri, dan ingin

mencapai ketidaktergantungan emosional.

3. Ciri – Ciri Remaja

Menurut Sidik Jatmika,8 kesulitan itu berangkat dari fenomena remaja sendiri

dengan beberapa perilaku khusus; yakni (Putro, 2017):

10
a. Remaja mulai menyampaikan kebebasannya dan haknya untuk

mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini dapat

menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan bias menjauhkan remaja dari

keluarganya.

b. Remaja lebih mudah dipengaruhi oleh teman-temannya daripada ketika mereka

masih kanak-kanak. Ini berarti bahwa pengaruh orangtua semakin lemah. Anak

remaja berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan

bertentangan dengan perilaku dan kesenangan keluarga. Contoh-contoh yang

umum adalah dalam hal mode pakaian, potongan rambut, kesenangan musik

yang kesemuanya harus mutakhir.

c. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhannya

maupun seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul bisa menakutkan,

membingungkan dan menjadi sumber perasaan salah dan frustrasi.

d. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri (over confidence) dan ini bersama-

sama dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan sulit

menerima nasihat dan pengarahan oangtua.

4. Masalah gizi remaja

Pada usia remaja, masalah gizi biasanya berkaitan erat dengan gaya hidup dan

kebiasaan makan yang juga terkait erat dengan perubahan fisik dankebutuhan

energi remaja. Beberapa masalah gizi yang sering ditemui pada remaja yakni

(Rachmi dkk., 2019):

a. Kegemukan (obesitas)

Biasanya disebabkan Asupan gizi berlebih dari kebutuhan dalam jangka

waktu yang lama. Walaupun kebutuhan energi dan zat-zat gizi lebih besar pada

11
remaja daripada dewasa, tetapi ada sebagian remaja yang makannya terlalu banyak

melebihi kebutuhannya sehingga menjadi gemuk.

b. Kurang Energi Kronis (KEK)

Biasanya disebabkan Asupan gizi kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu

yang lama, karena makan terlalu sedikit. Remaja perempuan yang menurunkan

berat badan secara drastis erat hubungannya dengan faktor emosional seperti takut

gemuk.

c. Anemia

Penyebab anemia yang paling sering ditemui pada remaja adalah kekurangan

zat besi. Zat besi membentuk sel darah merah pada manusia. Selain itu, menstruasi

pada remaja putri juga dapat menjadi salah satu penyebab anemia. Remaja

perempuan membutuhkan lebih banyak zat besi daripada laki-laki. Agar zat besi

yang diabsorbsi lebih banyak tersedia oleh tubuh, maka diperlukan bahan makanan

yang berkualitas tinggi.

d. Gangguan makan (anoreksia nervosa dan bulimia nervosa)

Keyakinan masyarakat tentang tubuh yang ideal bagi lelaki dan perempuan.

Ini biasanya berarti bahwa tubuh yang kurus adalah ideal bagi perempuan dan tubuh

berotot ideal bagi lelak. Ciri-ciri seseorang dengan gangguan makan ini antara lain

sangat mengontrol asupan makannya, kehilangan berat badan secara drastis tetapi

tetap melarang dirinya untuk mengkonsumsi makanan berat, tidak menstruasi

selama beberapabulan karena gangguan hormonal.

5. Kecenderungan Prilaku Konsumsi Pada Remaja

Kebiasaan makan yang ditunjukkan remaja adalah salah satunya

mengkonsumsi makanan jajanan seperti makan gorengan, minum minuman yang

12
berwarna, soft drink dan konsumsi fast food.Sebuah produk makanan olahan

mengandung banyak vitamin dan mineral, namun kerap pula ditemukan

mengandung banyak lemak, gula bahkan zat aditif. Remaja biasanya telah

mempunyai pilihan makanan yang disukainya. Banyak remaja menganggap dengan

memakan banyak makanan dan perut kenyang kebutuhan gizi sudah terpenuhi

(Hafiza, Utami dan Niriyah, 2020).

Biasanya makanan yang sangat disukai remaja ialah makanan junk food

termasuk makanan - makanan cepat saji (fast food), seperti hamburger, pizza, fried

chicken, kentang goreng (friench fries), biskuit gurih dan manis, serta minuman

bersoda (Rahman, N., Dewi, N. U., & Armawaty, 2016).

Tabel 1.
Kebutuhan Zat Gizi Remaja

Jenis Energi Protein Lemak KH


Gol. Umur
Kelamin (kkal) (gr) (gr) (gr)
10 –12 tahun 2000 50 65 300
Laki-laki
13 –15 tahun 2400 70 80 350
10 –12 tahun 1900 55 65 280
Perempuan
13 –15 tahun 2050 65 70 300
Sumber : PMK No.28 Tahun 2019

6. Kaitan konsumsi lemak dengan status gizi Remaja

Kelompok remaja merupakan kelompok yang rentan mengalami masalah

berat badan lebih yang diakibatkan peningkatan timbunan lemak yang berlebihan.

Pada masa remaja, tubuh mengalami perubahan komposisi tubuh yakni

penimbunan lemak yang sangat pesat selama masa growth spurt. Penimbunan

lemak tubuh terjadi hingga mencapai 15-19% pada masa anak-anak dan sekitar

13
20% penimbunan lemak terjadi pada masa remaja. Penimbunan lemak di dalam

tubuh akan meningkatkan seseorang mengalami kelebihan berat badan

(overweight) dan mengalami obesitas.

7. Gambaran Umum Aktivitas fisik Remaja

Gizi lebih di Indonesia umumnya terjadi di kota - kota besar yang merupakan

akibat adanya dampak negatif dari modernisasi seperti perubahan gaya hidup di

masyarakat dari traditional life style menjadi sedentary life style (aktivitas fisik

yang rendah). Banyak perbedaan yang terjadi antara remaja sekarang dan remaja

pada saat dulu(Hafid, Cahyani dan Ansar, 2019):

a. Zaman sekarang anak dan remaja cenderung menghabiskan waktu dengan

beraktivitas ringan, seperti menonton televisi, duduk menggunakan sosial

media hingga berjam - jam, bermain video game, dan sibuk dengan handphone

ataupun gadget yang lainnya.

b. Remaja pada saat dulu lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dengan

berinteraksi bersama teman sebayanya dan bermain. Aktivitas yang rendah

pada kelompok remaja akan meningkatkan risiko gizi lebih karena pengeluaran

energi sangat sedikit dan akan menyebabkan penimbunan lemak pada jaringan

adiposa.

B. Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara

asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk

metabolisme tubuh. Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda

antarindividu, hal ini tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas

14
tubuh dalam sehari, berat badan, dan lainnya. Status gizi seseorang tergantung dari

asupan gizi dan kebutuhannya, jika antara asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya

seimbang, maka akan menghasilkan status gizi baik. Kebutuhan asupan gizi setiap

individu berbeda antarindividu, hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin,

aktivitas, berat badan ,dan tinggi badan (Holil M, dkk, 2017)

Status gizi adalah faktor yang terdapat dalam level individu, faktor yang

dipengaruhi langsung oleh jumlah dan jenis asupan makanan serta kondisi infeksi.

Diartikan juga sebagaikeadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang

ditentukan dengan salah satu atau kombinasi ukuran-ukuran gizi tertentu

(Supariasa, dkk, 2016). Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang

atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi),

dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang

atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang

tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak. Faktor yang secara langsung

mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan status kesehatan. Status gizi

dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu melalui penilaian konsumsi pangan,

antropometri, biokimia, dan klinis. Setiap cara penilaian status gizi tersebut

melengkapi cara yang lainnya, dengan demikian membantu dalam penyediaan

indikator tambahan untuk mendukung penilaian yang lebih lengkap (Merita dkk.,

2020) .

2. Faktor yang mempengaruhi Status gizi

Status gizi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini (Zuhdy, 2015)

1) Jenis kelamin

15
Kejadian obesitas lebih banyak ditemui pada perempuan terutama saat

remaja. Hal ini disebabkan oleh faktor endokrin dan perubahan hormonal pada

remaja.

2) Umur

Obesitas yang terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan umumnya diikuti

oleh perkembangan rangka yang cepat. Anak-anak yang ketika masih kecil

mengalami obesitas maka ketika remaja juga akan mengalami obesitas, terus

sampai ke masa lansia. Terdapat empat periode kritis terjadinya obesitas pada

seseorang yaitu masa prenatal, masa bayi, masa adiposity rebound dan masa remaja.

Obesitas yang terjadi ketika masa remaja akan menjadi obesitas persisten ketika

dewasa dan akan sulit ditanggulangi dengan cara-cara konvensional seperti dengan

diet dan olahraga.

3) Aktivitas fisik

Faktor yang dapat mempengaruhi status gizi remaja salah satunya dengan

aktivitas fisik, karena dengan melakukan aktivitas fisik dapat membantu

metabolisme dalam tubuh meningkat yang dapat menyebabkan cadangan energi

yang berasal dari lemak dapat terbakar sebagai kalori. Jenis aktivitas fisik remaja

atau usia sekolah pada umunya memiliki tingkatan aktivitas fisik ringan hingga

sedang karena sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berkegiatan di sekolah

khususnya belajar. Apabila remaja kurang melakukan aktivitas fisik dapat

menyebabkan lemak ditubuh akan menumpuk, hal tersebut tidak menutup

kemungkinan dapat menyebabkan kelebihan berat badan. Hal ini dapat diatasi

dengan memperhatikan pola asupan energi yang masuk kedalam tubuh. Sehingga

16
keseimbangan energi yang masuk dengan aktivitas fisik yang dilakukan seimbang

(Indrasari dan Sutikno, 2020).

4) Pola makan

Status gizi ditentukan oleh tersedianya zat-zat gizi di dalam sel dalam jumlah

yang cukup dan kombinasi yang tepat. Hal ini digunakan tubuh untuk tumbuh,

berkembang dan berfungsi normal.

3. Penilaian Status Gizi

a. Secara antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropo yang berarti manusia dan metri

adalah ukuran. Metode antropometri dapat diartikan sebagai mengukur fisik dan

bagian tubuh manusia. Jadi antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian

tubuh manusia. Dalam menilai status gizi dengan metode antropometri adalah

menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk menentukan status gizi.

Konsep dasar yang harus dipahami dalam menggunakan antropometri untuk

mengukur status gizi adalah konsep dasar pertumbuhan. Parameter indeks

antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi anak adalah indikator

berat badan menurut umur (BB/U). Panjang Badan menurut Umur (BB/U) atau

Tinggi badan menurut umur (TB/U), Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)

(Depkes RI, 2010).

Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Indeks IMT/U digunakan untuk

menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih

dan obesitas. Grafik IMT/U dan grafik BB/PB atau BB/TB cenderung

menunjukkan hasil yang sama. Namun indeks IMT/U lebih sensitif untuk penapisan

anak gizi lebih dan obesitas. Anak dengan ambang batas IMT/U >+1SD berisiko

17
gizi lebih sehingga perlu ditangani lebih lanjut untuk mencegah terjadinya gizi lebih

dan obesitas.

IMT digunakan dengan cara yang berbeda untuk anak-anak dan remaja.

Pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 18 tahun sudah tidak menggunakan

indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh menurut umur

(IMT/U).

Z-score dapat dihitungan dengan rumus sebagai berikut :

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑆𝑢𝑏𝑦𝑒𝑘 – 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑅𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛


Z − Score =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑅𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛

Tabel 2.
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi
Kategori Ambang Batas Z-Score
Gizi kurang (thinness) - 3 SD Sampai dengan <- 2 SD
Gizi baik (normal) -2 SD Sampai dengan +1 SD
Gizi lebih (overweight) +1 SD Sampau dengan +2 SD
Obesitas (obese) >+2 SD
Sumber : PMK No.2 Tahun 2020

C. Tingkat Konsumsi Lemak

1. Definisi Lemak

Lemak merupakan simpanan sumber zat gizi essensial. Konsumsi lemak rata-

rata per hari dibandingkan dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan kali 100%

dan dinyatakan dalam persen (%) AKG. Fungsi dari lemak sendiri adalah sebagai

sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 kkal tiap gramnya. Asupan lemak

yang melebihi kebutuhan dalam jangka waktu lama dapat memicu timbulnya

overweight. Lemak merupakan sumber energi di dalam tubuh yang menghasilkan

9 kkal tiap gramnya. Lemak juga merupakan cadangan energi di dalam tubuh yang

18
paling besar dan pada umumnya disimpan di jaringan bawah kulit (subkutan), di

sekeliling organ dalam rongga perut, dan di dalam jaringan intramuskuler

(Wulandari, 2017).

2. Klasifikasi Tingkat Konsumsi Lemak

Asam lemak digolongkan menjadi asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acids),

asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acids) dan asam lemak tak

jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acids). Lemak jenuh Tidak boleh lebih dari 10

% seperti minyak kelapa, minyak goreng, mentega, kulit ayam. Sumber Lemak

nabati yakni kacang tanah, biji jagung, biji kapas, kelapa. Lemak hewani yakni

babi, sapi, kambing, ayam ,telur (Sartika, 2008).

Tabel 3.
Kecukupan Lemak Menurut AKG Tahun 2019:
Kelompok Umur Lemak (gram)
Laki-laki
10 – 12 tahun 65
13 – 15 tahun 80
Perempuan
10 – 12 tahun 65
13 – 15 tahun 70
Sumber : PMK No.28 Tahun 2019

Tabel 4.
Kategori Tingkat Konsumsi

KATEGORI KECUKUPAN
Defisit Berat (< 70% AKG)
Defisit Sedang (70-80% AKG)
Defisit Ringan (80-90% AKG)
Normal (90-120% AKG)
Lebih (>120%)
Sumber : (Praditasari dan Sumarmik, 2018)

19
3. Makanan Sumber Lemak

Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa,

kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega,

margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah

kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju, dan kuning

telur, serta makanan yang dimasak dengan minyak. Sayur dan buah (kecuali

alpokat) sangat sedikit mengandung lemak.(Hermanto, Muawanah dan Wardhani,

2010)

4. Penilaian tingkat konsumsi lemak

Pengukuran tingkat konsumsi lemak menggunakan Metode Recall. Metode

Ingatan Makanan (Food Recall 24 Hours)Metode ingatan makanan (Food Recall 24

Jam) adalah metode SKP yang fokusnya pada kemampuan mengingat subjek

terhadap seluruh makanan dan minuman yang telah dikonsumsinya selama 24 jam

terakhir. Kemampuan mengingat adalah menjadi kunci pokok pada metode ini,

Subjek dengan kemampuan mengingat lemah sebaiknya tidak menggunakan

metode ini, karena hasilnya tidak akan menggambarkan konsumsi aktualnya

(Charlebois 2011). Metode ini sangat memungkinkan untuk dilakukan setiap saat

apabila dibutuhkan informasi yang bersifat segera. Metode ini juga dilakukan untuk

tujuan penapisan (skrining) asupan gizi individu.

Metode ini dilakukan dengan alat bantu minimal yaitu hanya menggunakan

foto makanan sudah dapat digunakan. Secara institusi ataupun secara individu.

Beberapa metode SKP tidak dapat dilakukan ditingkat komunitas tetapi dengan

metode ini keterbatasan itu dapat diatasi karena metode ini sangat luwes.

Kesederhanaan metode ini memerlukan cara yang tepat untuk mengurangi

20
kesalahan. Cara yang dianggap paling baik adalah mengikuti metode lima langkah

dalam recall konsumsi makanan atau yang dikenal dengan istilah Five Steps Multi

Pass Method (Kemenkes, 2018).

5. Kekurangan dan Kelebihan Tingkat Konsumsi Lemak

Konsumsi lemak berlebih akan mengakibatkan timbunan lemak sehingga

dalam jangka waktu tertentu dapat menyumbat saluran pembuluh darah terutama

arteri jantung. Kondisi penyumbatan akan membahayakan kesehatan jantung.

Konsumsi lemak yang kurang dari kebutuhannya juga akan mengakibatkan asupan

energi tidak adekuat. Pembatasan asupan lemak hewani yang berlebihan akan

menyebabkan asupan zat besi dan zink rendah karena bahan makanan hewani

merupakan sumber dua mineral ini ( Diana,Tri Rettagung dan Priyanti Esteria,

2020)

D. Aktivitas Fisik

1. Pengertian Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan fisik yang menyebabkan

terjadinya kontraksi otot, dilakukan saat istirahat, setelah pulang sekolah, pada sore

hari dan di akhir minggu (Murbawani, 2017). Menurut (Almatsier, 2002) Aktivitas

fisik adalah segala gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang

memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan

risiko penyakit kronis dan dapat menyebabkan kematian. Aktifitas fisik adalah

gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama

melakukan aktifitas fisik, otot membutuhkan energi untuk menghantarkan zat-zat

gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh. Banyaknya

21
energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa

lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan.

Aktivitas fisik yang rendah adalah salah satu faktor pemicu obesitas.

Aktivitas fisik dikategorikan cukup jika individu melakukan olahraga selama 30-

60 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu (Kemenkes 2014).

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang

memerlukan pengeluaran energy (WHO 2010). Menurut Salam aktivitas fisik

adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga/energi dan

pembakaran energi (Di, Negeri dan Semarang, 2018).

Aktivitas fisik merupakan bentuk perilaku sedangkan pengeluaran energi

merupakan outcome dari perilaku tersebut. Aktivitas fisik yang rendah disertai

dengan pola makan yang berlebih dapat menimbulkan kejadian gizi lebih.

Terjadinya peningkatan sel lemak dalam rongga perut atau panggul diakibatkan

oleh penimbunan energi dalam bentuk jaringan lemak karena mobilisasi energi

menurun (Izhar, 2020).

2. Jenis aktivitas fisik

Aktifitas fisik dibagi menjadi dua, yaitu aktifitas fisik aerobik dan anaerobic.

Aktifitas fisik aerobic merupakan aktifitas yang bergantung terhadap ketersediaan

oksigen untuk membantu proses pembentukan ATP (Adenosin Tri Phospat) yang

akan digunakan sebagai sumber energi sedangkan aktifitas fisik anaerobik adalah

aktifitas fisik yang tidak membutuhkan oksigen pada proses pembentukan sumber

energinya. Aktifitas fisik anaerobik bergantung pada energi yang disimpan di otot

dan hasil dari proses glikolisis (Harahap, Pahutar dan Pendahuluan, 2017).

22
3. Tingkat Aktivitas Fisik

Tingkatan Aktivitas Fisik Menurut (Norton, Norton dan Sadgrove, 2009)

kategori aktivitasfisik meliputi :

a) AktivitasFisik Sedenter

Kata sedentary berasal dari bahasa latin “sedere” yang berarti “ duduk”.

Aktivitas sedenter adalah aktivitas tidak berpindah sama sekali (non-transport

activities) atau menetap dalam jangka waktu lama, aktivitas ini sering dikaitkan

dengan aktivitas hanya duduk, membaca, bermain game dan aktivitas berbaring

atau tidur yang sedikit bergerak, termasuk duduk bekerja di kantor.

b) Aktivitas Fisik Rendah

Aktivitas fisik ringan atau rendah yaitu sebanding dengan aktivitas jenis

aerobik yang tidak menyebabkan perubahan berarti pada jumlah hembusan nafas.

Contoh kegiatan ini adalah berdiri, berjalan pelan atau jalan santai, pekerjaan

rumah, bermain sebentar. Jangka waktu aktivitas yang dilakukan adalah kurang dari

60 menit.

c) Aktivitas Fisik Sedang

Aktivitas ini meliputi digambarkan berupa melakukan aktivitas aerobik

namun tetap dapat berbicara bercakap – cakap atau tidak tersengal – sengal.

Kegiatan ini meliputi Berjalan 3,5 - 4,0 mil/jam, berenang, bermain golf, berkebun,

bersepeda dengan kecepatan sedang. Durasi kegiatan ini antara 30 sampai 60 mnt

1-2 kali dalam 7 hari/seminggu.

d) Aktivitas Fisik Berat

Kegiatan yang sering atau rutin dilakukan dalam seminggu dan dengan durasi

kurang lebih 75 menit 5 – 6 kali meliputi aktivitas aerobik dan aktivitas yang lain

23
seperti berjalan cepat, naik turun tangga, memanjat, kegiatan olahraga yang

membuat nafas terengah- engah seperti jogging, sepak bola, voli, dan basket,

kompetisi tenis.

4. Pengukuran Aktivitas Fisik

International Physical Activity Questionnaires (IPAQ) dikembangkan oleh

WHO untuk pengawasan aktivitas fisik di berbagai negara. Kuesioner ini

mengumpulkan informasi tentang partisipasi aktivitas fisik dalam tiga pengaturan

(domain) perilaku, terdiri dari 16 pertanyaan untuk versi panjang dan 7 pertanyaan

untuk versi pendek. Domainnya utamanya adalah: kegiatan di tempat kerja/sekolah,

perjalanan ke satu ke tempat yang lain, dan kegiatan rekreasi. Metabolic Equivalent

(MET) adalah rasio laju metabolismesaat kerja dengan laju metabolismesaat

istirahat. MET digambarkan dengan satuan kkal/kg/jam.

Satu MET didefinisikan sebagai besarnyya energi duduk diam, dan setara

dengan konsumsi kalori 1 kkal/kg/jam. Untuk menganalisis data IPAQ, pedoman

dasar yang sudah disesuaikan yaitu: perbandingan antara duduk tenang, konsumsi

kalori seseorang empat kali lebih tinggi ketika beaktivitas intensitas sedang

(moderate), dan delapan kali lebih tinggi ketika beraktivitas intensitas tinggi

(vigorous). Oleh karena itu, ketika menghitung pengeluaran energi keseluruhan

seseorang menggunakan data IPAQ, 4 MET adalah waktu yang dihabiskan dalam

aktivitas intensitas sedang (moderate), dan 8 MET untuk waktu yang dihabiskan

dalam kegiatan intensitas tinggi (vigorous) (Widiyatmoko dan Hadi, 2018). Berikut

nilai-nilai yang digunakan untuk analisis data sesuai International Physical Activity

Questionnaires Short Version Self-Administered (2002):

a. Walking MET = 3.3 x Walking Minutes X Walking Days

24
b. Moderate MET = 4.0 X Walking Minutes X Walking Days

c. Vigorous MET = 8.0 XWalking Minutes X Walking Days

d. Total Physical Activity MET = Sum Of Walking + Moderate + Vigorous MET

Minutes/Week Scores.

Kategori aktivitas fisik menurut IPAQ, antara lain (Widiyatmoko dan Hadi,

2018):

a. Aktivitas ringan jika tidak melakukan aktivitas fisik tingkat sedang – tinggi

<10 menit/hari atau <600 METs-menit/minggu

b. Aktivitas sedang yang terdiri dari 3 kategori:

1) ≥3 hari melakukan aktivitas fisik tinggi >20 menit/hari

2) ≥5 hari melakukan aktivitas fisik sedang/berjalan >30 menit/hari

3) ≥5 hari kombinasi dari aktivitas berjalan dengan aktivitas intensitas sedang

hingga tinggi dengan total METs minimal >600 METs-menit/minggu

c. Aktivitas tinggi yang terdiri dari 2 kategori:

1) Aktivitas intensitas tinggi >3 hari dengan total METs minimal 1500 METs-

menit/minggu

2) ≥7 hari kombinasi dari aktivitas berjalan dengan aktivitas intensitas sedang

hingga tinggi dengan total METs >3000 METs-menit/minggu.

5. Manfaat Aktivitas Fisik

Secara umum dalam bukunya Gizi untuk Aktifitas Fisik dan Kebugaran

menjelaskan bahwa manfaat aktifitas fisk untuk kesehatan ada dua yaitu manfaat

fisik/biologis dan manfaat psikologis. Manfaat fisik/biologis meliputi : menjaga

tekanan darah tetap stabil dalam batas normal, meningkatkan daya tahan tubuh

terhadap penyakit, menjaga berat badan ideal, menguatkan tulang dan otot,

25
meningkatkan kelenturan tubuh, dan meningkatkan kebugaran tubuh. Sedangkan

manfaat aktifitas fisik secara psikis/mental dapat : mengurangi stress,

meningkatkan rasa percaya diri, membangun rasa sportifitas, memupuk tanggung

jawab, dan membangun kesetiakawanan social (Rosidin, Sumarni dan Suhendar,

2019).

26

Anda mungkin juga menyukai