Makalah Vertigo

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vertigo merupakan salah satu gangguan yang paling sering dialami dan

menjadi masalah bagi sebagian besar manusia. Umumnya keluhan vertigo

menyerang sebentar saja, hari ini terjadi, besok hilang, namun ada kalanya

vertigo yang kambuh lagi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun.

Penyebab vertigo umumnya terjadi disebabkan oleh stress, mata lelah, dan

makan atau minum tertentu. Selain itu, vertigo bisa bersifat fungsional dan

tidak ada hubunganya dengan perubahan - perubahan organ di dalam otak.

Otak sendiri sebenarnya tidak peka terhadap nyeri. Pada umumnya vertigo

tidak disebabkan kerusakan di dalam otak. Namun, dapat menyebabkan

ketegangan atau tekanan pada selaput otak atau pembuluh darah besar, dan di

dalam kepala dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat dan ketika seorang

yang mengidap vertigo tidak berada pada tempat yang aman ketika gejalanya

timbul maka dapat mengakibatkan terjadinya cedera (Junaidi, 2013).

Vertigo diangap bukan merupakan suatu penyakit, melainkan gejala dari

penyakit penyebabnya. Salah satu gejala vertigo ialah ilusi bergerak, penderita

merasakan atau melihat lingkungannya bergerak, padahal lingkungannya

diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak, padahal tidak. Penyebab

gangguan keseimbangan dapat merupakan suatu kondisi anatomis atau suatu

1
reaksi fisiologis sederhana yang dapat menganggu kehidupan seorang

penderita vertigo (Wreksoatmodjo, 2004; Dewanto, 2009).

Pada pervalensi angka kejadian vertigo perifer (BPPV) di Amerika

Serikat sekitar 64 dari 100.000 orang dengan kecenderungan terjadi pada

wanita (64%). BPPV diperkirakan sering terjadi pada rata-rata usia 51-57

tahun dan jarang pada usia di bawah 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala.

Sedangkan pada tahun 2008 di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi

sekitar 50% dari orang tua yang berumur 75 tahun. Hal ini juga merupakan

keluhan nomer tiga paling sering dikemukakan oleh penderita yang datang ke

praktek kesehatan. Pada umumnya vertigo ditemukan 4-7 persen dari

keseluruhan populasi dan hanya 15 persen yang diperiksakan ke dokter

(Dewanto, 2009).

Vertigo salah satunya diakibatkan oleh terganggunya sistem vestibular

yang terbagi menjadi vertigo perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular)

dan vertigo sentral (akibat gangguan pada saraf vestibular atau hubungan

sentral menuju batang otak atau cerebellum). Gangguan keseimbangan

tersebut beragam bentuknya dan penyebabnya pun bermacam-macam, pada

saat tertentu kondisi gangguan keseimbangan ini dapat mengancam jiwa.

Banyak sistem atau organ pada tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan

mempertahankan keseimbangan tubuh kita. Diantara sistem ini yang banyak

perannya ialah system vestibular, sistem visual, dan sistem somatosensorik

(Lumbantobing, 2004).

2
Pada saat didalam otak memproses data-data dan menggunakan

informasi untuk melakukan penilaian dengan cepat terhadap kondisi pada

kepala, badan, sendi dan mata. Akan melibatkan tiga sistem sensoris dan otak,

bila berfungsi dengan baik hasil akhirnya adalah sistem keseimbangan yang

sehat. Ketika sistem keseimbangan tidak berfungsi, kita dapat menyusuri

masalah kembali pada suatu gangguan dari salah satu dari ketiga sistem

sensoris atau pemroses data (otak). Masalah-masalah dari tiap-tiap area

tersebut berhubungan dengan sistem-sistem sensoris ini atau otak. Fungsi alat

keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal atau

dalam kondisi tidak fisiologis, bisa juga karena ada rangsang gerakan yang

aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,

akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons

penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal

yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri atau berjalan

dan gejala lainnya (Yatim, 2004)

Untuk mengatasi keluhan ini banyak dari pasien melakukan tindakan

pencegahan agar gangguan pada vertigo tidak timbul. Namun hanya sebagian

kecil dari mereka, dan orang – orang disekitarnya yang mengetahui

penagganan yang tepat. Kondisi ini sering dianggap tidak begitu berarti tetapi

pada waktu yang lain dapat merupakan kondisi yang dapat mengancam jiwa

(Sumarliya, Sukadino, dan Sofiyah, 2007). Ada beberapa cara untuk

menggurangi gejalanya baik secara farmakologis atau non farmakologis.

Seperti pemberian obat-obatan gangguan keseimbangan seperti antihistamin

3
yakni meclizine, dymenhydrinat atau promethazine, dan terkadang

menggunakan obat-obat penenang seperti diazepam. Selain menggunakan

beberapa obat tersebut penderita juga disarankan perbanyak istirahat terutama

tidur (Yatim, 2004).

Sangat sering sekali penderita yang mendatangi klinik kesehatan dengan

mengunakan kata yang tidak sesuai dengan arti yang lazim difahami oleh

seorang tenaga medis. Kata yang sering digunakan oleh penderita untuk

mendeskripsikan kondisinya misalnya: puyeng, sempoyongan, mumet,

pening, pusing tujuh keliling, rasa mengambang, kepala rasa enteng, rasa

melayang. Oleh karenanya tenaga medis harus meminta agar penderita

mengemukakan keluhannya secara rinci dan jelas. Hal ini penting untuk

menegakkan diagnosis yang tepat. Misalnya apa yang dimaksud penderita

bila ia mengeluhkan rasa mumet, rasa sempoyongan, dan merasa puyeng.

(Lumbantobing, 2004).

1.2 Rumusan Masalah

Vertigo pertama kali berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti

berputar dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness

yang secara definitive merupakan ilusi bergerak, dan yang paling sering adalah

perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya

hal seperti ini jika sering terjadi berulang-ulang akan menganggu kehidupan

penderita (Junaidi, 2013).

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 PENGERTIAN

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang

sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness,

unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting

diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama

karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala)

sering digunakan secara bergantian.

Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau sensasi gerak tubuh dengan

gejala lain yang timbul terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan

gangguan alat keseimbangan tubuh. Dizziness lebih mencerminkan keluhan

rasa gerakan yang umum, tidak spesifik, rasa goyah, kepala ringan, dan

perasaan sulit dideskripsikan oleh penderita sendiri. (Panowo, Citra, Sutarni,

& Yogyakarta, 2018).

Vertigo didefinisikan sebagai sensai gerak ilusi dari diri atau lingkungan

tanpa adanya gerakan yang sebenarnya. Vertigo posisional didefinisikan

sebagai sensasi berputar yang dihasilkan oleh perubahan posisi kepala yang

relative terhadap gravitasi. BPPV didefinisikan sebagai gangguan telinga

bagian dalam yang ditandai dengan fase vertigo posisional yang berulang.

Istilah dari benign dan paroxysmal telah digunakan untuk mencirikan bentuk

tertentu dari vertigo posisional. Bentuk vertigo posisional bukan karena

5
gangguan sistem saraf pusat yang serius dan bahwa ada prognosis yang

menguntungkan secara keseluruhan untuk pemulihan. Dampak klinis dan

kualitas hidup dari BPPV yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati mungkin

jauh dari jinak karena pasien dengan BPPV memiliki risiko lebih tinggi jatuh

dan mempengaruhi kinerja aktivitas sehari-hari. (Bhattacharyya et al., 2017)

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk

pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,

umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai

macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling

tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang

dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa

(berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang

bersangkutan dengan kelainan keseimbangan.

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign

Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan

perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang

datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk

vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada

sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun

1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan

menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.

2.2 EPIDEMIOLOGI

6
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan

keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000

penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun).

Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki

riwayat cedera kepala.

2.3 KLASIFIKASI VERTIGO

Klasifikasi vertigo yaitu vertigo patologis. Vertigo patologis dibagi

menjadi beberapa bagian yaitu vertigo sentral dan vertigo perifer. Vertigo

sentral terjadi dikarenakan kelainan pada batang otak atau pada serebelum,

sedangkan pada vertigo perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau

pada nervus vestibulocochlear. Berdasarkan lamanya serangan, vertigo perifer

dibagi menjadibeberapa episode yang berlangsung perdetiknya. Episode vertigo

yang berlangsung beberapa menit atau jam mengakibatkan serangan vertigo

yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada kelainan

vestibuler, hanya pada mata tertutup, badan pasien akan bergetar atau bergoyang

ditempat, kemudian kembali seperti normal lagi. Sedangkan pada saat mata

terbuka badan penderita tetap tegak. Berbeda dengan pada kelainan sereberal,

badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka ataupun pada mata

tertutup. Pada vertigo perifer akan memberikan hasil berupa penyimpanan saat

berjalan kearah lesi (Sutarni et al., 2018)

2.4 ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN

7
Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin),

terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin

secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan

sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin

membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya

hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin

tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin

membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa.

Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam

perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3

kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior

(superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula

utrikulus dan sakulus.

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di

sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin,

organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik

tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh

pada saat itu.

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang

merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin

tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya

terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis

semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan

8
dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang

terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu

substansi gelatin yang disebut kupula.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan

perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan

menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah,

sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya

proses depolari-sasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator

yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke

pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah

berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi

mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis

semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi

mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan

sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak

tubuh yang sedang berlangsung.

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga

kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan.

Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung

berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.

2.5 ETIOLOGI

9
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah

cedera kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah

degenerasi sistem vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan

semakin meningkatnya usia.

Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organ-organ vestibuler, visual

ataupun sistem propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3

kanalis semisirkularis yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi

angular, serta utrikulus dan sakulus, yang mengakibatkan dengan rangsangan

gravitasi dan akselerasi vertikal. Rangsangan yang mengakibatkan vertigo

berjalan melalui nervus vestibularis menuju nucleus vestibularis di batang

otak lalu menuju fasikulus medialis, pada bagian kranial muskulus

okulomotorius kemudian meninggalkan traktus vestibulospinalis yaitu

rangasangan eksitasi terhadap otot ekstensor kepala, ekstremitas, dan

punggung untuk mempertahankan posisi tegak tubuh. Pada serebelum

menerima impuls aferen dan berfungsi sebagai pusat untuk integrasi diantara

respons okulovestibuler. (Panowo et al., 2018)

Menurut salah satu teori terjadinya vertigo akibat adanya

ketidaksesuaian informasi yang dihantarkan oleh susunan saraf aferen ke

pusat kesadaran.

Jaringan saraf yang terlibat dalam proses timbulnya vertigo adalah :

10
1. Respirator alat keseimbangan tubuh. Yang berfungsi dalam mengubah
rangsangan menjadi impuls bioelektrokimia, seperti reseptor mekanis di
vestibulum, reseptor cahaya di retina dan reseptor mekanis atau
propioseptik di kulit, otot, dan sendi
2. Saraf eferen berperan dalam proses transmisi impuls dari reseptor ke pusat
keseimbangan, yang terdiri dari saraf vestibularis, saraf optikus, dan saraf
spino vestibule serebelaris
3. Pusat keseimbangan yang berperan dalam modulasi, komparasi, dan
persepsi terletak di nucleus vestibularis, nucleus okulomotorius,
formation retikularis, hypothalamus, serebelum dan korteks serebri.
(Sudira, 2015)

Penyebab terjadinya vertigo terbanyak adalah benign paroxysmal

positional vertigo (BPPV), neuritis vestibularis akut, labirintis, Meniere’s

disease, migraine serta reaksi ansietas. Sifat vertigo ini hamper mirip satu

sama lain sehingga memperlukan pengamatan yang teliti dan anamnesis yang

lengkap agar diagnosis dapat ditegakkan dan terapi dapat dipilih secara tepat.

Diagnosa umum untuk vertigo tidaklah sulit, tetapi akan sulit mendiagnosa

lokasi lesi dan sangat sulit mendiagnosa etiologinya (Sutarni, Mauleka, &

Gofir, 2018)

2.6 PATOFISIOLOGI

Dalam kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak

normal atau adanya gerakan yang aneh atau berlebihan, maka tidak terjadi

proses pengelolahan input yang wajar dan munculah vertigo. Selain itu, terjadi

pula respons penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat, seingga muncul gerakan

11
abnormal mata ( nistagmus), unsteadiness atau ataksia sewaktu berdiri atau

berjalan dan gejala lainnya. Sebab pasti mengapa terjadi gejala tersebut belum

diketahui. (PERDOSSI,2000).

Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :

• Teori Cupulolithiasis

Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk

menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi

kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula

utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia

menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan

gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan

keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini

menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring.

Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini

digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita

dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS

posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara

utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing

(vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini

yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan

nistagmus.

12
• Teori Canalithiasis

Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith

bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan

partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling

bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas

sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan

endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok

(deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing.

Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi

pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak

ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil

yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu

jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ

saraf dan menimbulkan pusing.

Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat

menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena

partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver

kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam

menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yang dapat menerangkan

konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.

13
2.7 DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-

20 detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah

berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur,

melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti

dengan mual.

2. Pemeriksaan Fisik

Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus

spontan, dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisis standar

untuk BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara melakukannya sebagai berikut :

- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,

dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa

detik.

- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga

ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o,

penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang

muncul.

- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang

terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk

bergerak, kalau ia memang sedang berada di KSS posterior.

14
- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita

direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.

- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut

dipertahankan selama 10-15 detik.

- Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan

ipsilateral.

- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang

yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah

berlawanan.

- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi

kiri 45o dan seterusnya

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan

provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak

lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus

yang timbulnya lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang

dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat

terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul

bersamaan dengan nistagmus.

15
2.8 DIAGNOSIS BANDING

• Vestibular Neuritis

Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya

merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat

dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan.

Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien

perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi.

Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan

ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat

berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.

• Labirintitis

Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme

telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang

berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif.

Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya,

dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis

toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi

vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu

infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif

akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam struktur-struktur

telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular

cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai

16
sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-

perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.

• Penyakit Meniere

Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum

diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan

pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita

dewasa. Patofisiologi : pembengkakan endolimfe akibat penyerapan

endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat. Manifestasi

klinis : vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai

beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran,

tinitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan

pertama hebat sekali, dapat disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih

ringan meskipun frekuansinya bertambah.

2.9 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi

debris yang terdapat pada utrikulus. Manuver mungkin diulangi jika pasien

masih menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang

mastoid selama manuver dilakukan untuk menghilangkan debris.

Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk

dengan kepala dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan

sama dengan posisi Hall-pike sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2)

17
kepala pasien kemudian diposisikan sebaliknya, hingga telinga yang terkena

berada di atas dan telinga yang tidak terkena berada di bawah. (3) seluruh

badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga yang terkena

pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah. (4)

langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah

yang berlawanan pada langkah 1.

Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat.

Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat

kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV

disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus

ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama nervus vestibuler.

Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung

nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga

fungsi pendengaran. Obat-obat-obatan digunakan untuk meredakan vertigo

secara umum antara lain:

1. Antikolinergik

Obat-obatan yang sepertinya efektif untuk profilaksis dan pengobatan

motion sickness adalah golongan antikolinergik. Efek sampingnya seperti

mulut kering, midriasis yang bisa menyebabkan pandangan kabur, adiksi

dan ketergantungan. Kontra indikasi dengan penderita glaukoma.

2. Antihistamin

Antihistamin seperti meclizin, difenhidramin dan dimenhidrinat. Paru waktu

4-6 jam, kecuali meclizin 24 jam. Mempunyai efek samping lebih banyak

18
dibanding dengan atikolinergik, seperti sedatif dan megantuk. Beberapa

antihistamin mempunyai kerja antikolinergik. Antihistamin menghambat

motion sickness.

3. Benzodiazepin

Kerja benzodiazepin adalah supresan vestibular melalui sistem GABA.

GABA merupakan penghambat transmitter sistem vestibular.

Benzodiazepin kerja dengan cara menaikkan kerja GABA di SSP dan

efektif untuk meredakan vertigo.

4. Penghambat kanal kalsium

Cinarizine dan fluranizine juga bisa berperan sebagai supresan vestibular.

Cinarizine dan fluranizine juga mempunyai efek antikolinergik,

dopaminergik, antihistamin.

5. Antagonis dopamin

Antagonis dopamin seperti klorpromazin bekerja di zona trigger

kemoreseptor, mengurangi impuls saraf ke pusat muntah. Obat ini tidak

bekerja untuk mencegah vertigo maupun motion sickness, namun berguna

untuk mengurangi rasa mual muntah.

6. Monoaminergic

Obat golongan monoaminergik yang sering digunakan untuk vertigo adalah

amfetamin dan efedrin. Amfetamin dan efedrin mempotensiasi efek dari

scopalamin dan berguna saat dikombinasikan dengan antihistamin jika

pengobatan single terapy tidak berefek.

19
Pembahasan obat,

1. Mertigo

Tiap tablet lepas lambat mengandung : Betahistine mesylate 12 mg

Indikasi : mengurangi vertigo, pusing yang berhubungan dengan

gangguan keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah atau

sindrom Meniere, penyakit Meniere dan vertigo perifer.

Kontraindikasi : Pasien yang menderita

feokromositoma. Dosis dan cara pemberian :

Dewasa, 1 tablet lepas lambat (12 mg betahistine mesylate) 2 kali sehari

diberikan secara oral sesudah makan. Tablet lepas lambat betahistine

mesylate harus ditelan seluruhnya dan tidak boleh digerus atau dikunyah.

Peringatan dan perhatian : Ulkus saluran cerna atau riwayat ulkus saluran

cerna, urtikaria dan rash, asma bronkial, wanita hamil.

Efek samping : Mual, muntah atau gangguan saluran cerna, ruam kulit.

2. Primperan

Kandungan : Metoclopramide HCL

Indikasi : Ggn GI, travel sicness, morning sickness, mual & muntah krn

obat, anoreksia, kembung, ulkus peptikum, stenosis piloris (ringan),

dispepsia, epigastralgia, gastroduodenitis, dispepsia pasca gastrektomi,

endoskopi & intubasi

Kontra Indikasi : Jika stimulasi motilitas Gl dpt membahayakan spt yg

obstruksi intestinal,epilepsi,feokromositoma.

20
Efek Samping : Pusing,kegelisahan,lesu,gejala ekstapiramidal,sakit

kepala,mengantuk,depresi,cepat lelah,ggn Gl,hipertensi.

Perhatian : Anak & remaja,kehamilan,menyusui,DM,depresi,pasien yg

menggunakan obat lain yg dpt menyebabkan reaksi ekstrapiramidal.

Dosis : Zollinger-Ellison 150 mg 3x/hr

Interaksi : Efek diantagonis oleh antikolinergik & analgesik anrkotik.

Depresan SSP meningkatkan efek sedasi. Absorpsi digoksin & simetidin

terganggu. Absorpsi parasetamol, tetrasiklin, lovodopa di usus halus akan

meningkat. Kebutuhan insulin akan berubah

3. Diazepam

Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-

kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on

Sediaan : tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagai dosis sediaan.

Beberapa contoh nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid®,

Valium®, Validex® dan Valisanbe®, untuk sediaan tunggal dan

Neurodial®, Metaneuron® dan Danalgin®, untuk sediaan kombinasi

dengan metampiron dalam bentuk sediaan tablet.

Efek Samping : Efek samping yang sering terjadi, seperti : pusing,

mengantuk.

Efek samping yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired Cognition.

Efek samping yang jarang sekali terjadi,seperti : reaksi alergi, amnesia,

anemia, angioedema, behavioral disorders, blood dyscrasias, blurred vision,

kehilangan keseimbangan, constipation, coordination changes, diarrhea,

21
disease of liver, drug dependence, dysuria, extrapyramidal disease, false

Sense of well-being, fatigue, general weakness, headache disorder,

hypotension, Increased bronchial secretions, leukopenia, libido changes,

muscle spasm, muscle weakness, nausea, neutropenia disorder, polydipsia,

pruritus of skin, seizure disorder, sialorrhea, skin rash, sleep automatism,

tachyarrhythmia, trombositopenia, tremors, visual changes, vomiting,

xerostomia.

Indikasi : Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala

yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat

diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-

tiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga

dapat digunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit

neurologi. dizepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga

dikombinasikan dengan obat lain.

2.10 PROGNOSIS

Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning

procedure) biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu,

meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat

rekurensi sekitar 10-25%.

22
2.11 EDUKASI

Edukasi dan promosi kesehatan yang dapat diberikan untuk pasien

diantaranya adalah latihan yang dapat dilakukan di rumah untuk vertigo

perifer berupa manuver Brandt-Daroff dan Epley.

Pada pasien dengan vertigo sentral, edukasi yang diberikan terkait

metode untuk meminimalisir risiko jatuh pada pasien. Pasien dianjurkan

untuk dilakukan pemeriksaan medis oleh dokter bila terjadi vertigo baik

serangan akut maupun kronis. Edukasi yang komprehensif mengenai gejala

dan penyebab dari vertigo perlu dilakukan.

Pada kondisi vertigo kronis, latihan rehabilitasi vestibular dapat

dianjurkan untuk dilakukan pada kegiatan sehari-hari. Pelaksanaan

rehabilitasi vestibular ini merupakan latihan intensitas rendah setiap hari

selama 6-12 minggu.

Latihan Brandt-Daroff dan Epley untuk Vertigo Perifer

Dua latihan untuk vertigo perifer yang dapat dilakukan di rumah adalah

latihan Brandt Daroff dan Epley. Intensitas dan frekuensi latihan ini

direkomendasikan sesuai dengan saran ahli, terutama manuver Epley karena

perlu diketahui posisi gangguannya.

23
Latihan Brandt Daroff dapat dilakukan dengan cara:

1. Pasien duduk tegak pada kasur

2. Pasien direbahkan ke kiri selama 1 – 2 detik, kemudian kepala diposisikan

menengok ke arah atas 45 derajat selama sekitar 30 detik atau sampai vertigo

hilang

3. Pasien kembali duduk tegak

4. Pasien direbahkan ke kanan selama 1 – 2 detik, kemudian kepala diposisikan

menengok ke arah atas 45 derajat selama sekitar 30 detik atau sampai vertigo

hilang

Latihan Manuver Epley dapat dilakukan dengan cara:

1. Pasien duduk tegak pada kasur dan menengok ke arah gangguan telinga dalam

yang sudah diperiksa (contoh: bila gangguan ada di telinga kiri, pasien dibuat

menengok ke kiri 45 derajat)

2. Pasien ditidurkan dengan cepat dan kepala ada di bantal, posisi ini ditahan

selama 30 detik atau sampai keluhan vertigo berkurang

3. Kepala pasien dibuat menengok 90 derajat ke arah berlawanan (kanan) dengan

masih berada di bantal, tunggu selama 30 detik

24
4. Badan pasien diputar ke arah berlawanan dari posisi pertama (dalam hal ini ke

kanan) kepala pasien dibuat menengok lagi 90 derajat ke arah yang sama

(menengok ke lantai, tunggu selama minimal 30 detik dan perlahan kembali

duduk dengan posisi tersebut.

25
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau sensasi gerak tubuh dengan gejala

lain yang timbul terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan gangguan alat

keseimbangan tubuh. Terjadinya vertigo akibat adanya ketidaksesuaian informasi yang

dihantarkan oleh susunan saraf aferen ke pusat kesadaran. Penatalaksaan vertigo dapat

berupa penatalaksanaan umum dan medikamentosa yang disesuaikan dengan keadaan

pasien.

3.2 SARAN

Saran bagi yang membaca makalah ini bahwa vertigo dapat terjadi pada

siapapun, oleh karena itu penting untuk mengetahui faktor resiko vertigo sehingga dapat

terhindar dari vertigo.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar

N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9

2. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam :

Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher.

Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101

3. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso

R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC.

1997. h 39-45

4. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi

Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189

5. http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo

6. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit

Menierre. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.

2001. Hal 93-94

7. http://www.news-medical.net/health/Treatment-of-vertigo-(Indonesian).aspx

27

Anda mungkin juga menyukai