HIPERTENSI
HIPERTENSI
HIPERTENSI
Oleh:
MEGA HANDAYANI
NPM 221540020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya
yangsenantiasa dilimpahkan kepada kita semua. Shalawat dan salam selalu kita hanturkan
kepadabaginda besar Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya serta kita
selaku umatnya, atas kehendak-Nya peneliti dapat menyelesaikan Laporan Resume
hipertensi Ruangan kemuning 2 Di Panti Werdha Budi Mulya 04 Ciracas Jakarta Timur
Laporan ini diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana
Profesi Ners Universitas Respati Indonesia Jakarta. Peneliti menyadari bahwa penyusunan
laporan resume ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, akan tetapi
berkat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak secara moral maupun
spiritual. Sehingga dapat diselesaikan tepat waktu. Maka dengan segala kerendahan hati,
penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Tri Budi Wahyuni Rahardjo, drg., MS selaku Rektor Universitas Respati
Indonesia.
2. Zainal Abidin, M.Sc selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati
Indonesia
3. Ns. Jamiatun, M.Kep., Sp.Kep.MB, Selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Respati Indonesia.
4. Ns. Fajar Susanti, M.Kep., Sp.Kep.Kom sebagai pembimbing stase gerontik yang
telahbanyak memberikan saran dan masukan-masukan.
5. Ns. Samsuni, M.Kep., Sp.Kep.Kom sebagai pembimbing stase gerontik yang telah
banyak memberikan saran dan masukan-masukan.
6. Seluruh Staf dosen, Staf Tata Usaha, Staf Pengelola Perpustakaan dan Karyawan
Universitas Respati Indonesia.
7. Penghuni di Wisma Kemuning 2 Panti Sasana Tresna Werdha Budhi Mulia 04
Ciracas Jakarta Timur yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan
pengambilan kasus.
8. Orang tua penulis yang tanpa henti-hentinya terus mendukung dan selalu mendoakan
dalam segala situasi dan kondisi yang peneliti hadapi.
9. Kakakku yang selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita, keluh kesah
telahmemberikan doa dan segala dukungan.
10. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu yang telah membantu
pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini baik dalam bentuk doa maupun dukungan.
11. Seluruh Teman-teman kelas PED 16 yang telah banyak mengisi waktu bersama,
memberikan pengalaman baru serta semangat selama masa praktek perkuliahan setiap
stase.
Mega Handayani
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Prevalensi hipertensi secara global sebesar 22% dari total penduduk dunia. Prevalensi kejadian
hipertensi tertinggi berada di benua Afrika 27% dan terendah di benua Amerika 18%,
sedangkan di Asia tenggara berada diposisi ke-3 tertinggi dengan prevalensi kejadian
hipertensi sebesar 25% (Cheng et al., 2020). Data (WHO) periode (2015-2020) menunjukkan
sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya,
diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan
Universitas Respati Indonesia
2
diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya
(Biswas et al., 2016; Siagian & Tukatman, 2021). Prevalensi kejadian hipertensi sebagian
besar berada pada negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah
Indonesia sudah memasuki struktur penduduk tua (ageing population) sejak tahun 2021, di
mana persentase penduduk lanjut usia sudah mencapai lebih dari 10 persen. Persentase lansia
meningkat setidaknya 3 persen selama lebih dari satu dekade (2010- 2021) sehingga menjadi
10,82 persen. Umur harapan hidup juga meningkat dari 69,81 tahun pada 2010 menjadi 71,57
tahun di tahun 2021. Angka ini menggambarkan setidaknya setiap penduduk yang lahir di
tahun 2021 berharap akan dapat hidup hingga berusia 71 – 72 tahun (BPS, 2022).
Di Indonesia, prevalensi hipertensi terus meningkat, hal ini disebabkan karena meningkatnya
Usia Harapan Hidup (UHH) baik secara global maupun nasional. Hal ini dapat dilihat dari
bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia. Menurut data Biro statistik presentasi
lansia di Indonesia sebesar 9,6% dari total penduduk atau sekitar
25,64 juta orang. Hasil proyeksi data tersebut mengindasikan perlunya perhatian yang khusus
terhadap lansia mengingat hipertensi sangat berbahaya bagi lansia dan termasuk
kelompok/populasi berisiko (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Hipertensi disebut sebagai the silent killer atau pembunuh diam-diam, dimana risiko paling
tinggi kejadian hipertensi adalah lansia. Lansia sering tidak mengetahui bahwa dirinya adalah
penderita hipertensi dan baru diketahui setelah pemeriksaan pada penyakit lain atau setelah
terjadi kerusakan pada sistem organ. Kerusakan organ adalah target akibat besarnya
peningkatan derajat tekanan darah yang tidak terkontrol dan tidak mendapatkan pengobatan
pada hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2 yang memiliki resiko tertinggi pada
komplikasi dan kecacatan permanen, sehingga perlunya untuk penderita dalam mengontrol
tekanan darahnnya (Rohkuswara & Syarif, 2017),(Alifariki, 2019).
Hipertensi pada lansia sangat terkait dengan gaya hidup dan perilaku beresiko kesehatan.
Perilaku kesehatan yang menjadi faktor risiko hipertensi pada lansia adalah kurang serat
seperti kurangnya konsumsi buah dan sayur, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi garam
berlebih serta faktor stres. Seluruh perilaku tersebut mengalami peningkatan pada Masalah-
masalah kesehatan terbanyak yang diderita pada lansia adalah hipertensi. Hipertensi berada
diurutan pertama dengan masalah terbanyak yang dialami lansia diikuti dengan penyakit
Atritis, diabetes mellitus, penyakit jantung dan stroke (Dosoo, D K, 2019; Tymejczyk et al.,
2019).
Secara umum faktor peningkatan tekanan darah disebabkan oleh berbagai macam masalah
yaitu masalah fisik, psikologis, sosial serta dukungan keluarga. Hipertensi juga dapat
Universitas Respati Indonesia
3
mengakibatkan munculnya masalah-masalah Kesehatan yang berdampak pada tubuh manusia,
serta pada kualitas hidupnya.
Hal utama yang dipermasalahkan pada pasien hipertensi ialah kualitas tidur, kualitas tidur
merupakan salah satu masalah internal yang paling sering terjadi dan sering dikeluhkan oleh
para lansia yang mengalami hipertensi, hal ini dapat terjadi karena terjadinya durasi tidur yang
pendek yang dapat menimbulkan kualitas tidur menjadi buruk (Ponda & Boky, 2017).
Masalah-masalah kesehatan terbanyak yang diderita pada lansia adalah hipertensi. Hipertensi
berada diurutan pertama dengan masalah terbanyak yang dialami lansia diikuti dengan
penyakit Atritis, diabetes mellitus, penyakit jantung dan stroke (Dosoo, DK, 2019; Tymejczyk
et al., 2019).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang pengelolaan asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi di
ruang kemuning Panti Laras Werda 04 Ciracas
2.1 Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90
mmHg. Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan kondisi medis dimana terjadi peningkatan
tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Tekanan darah yang selalu tinggi akan
menimbulkan suatu faktor risiko untuk terjadinya stroke, serangan jantung, gagal jantung,
aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis (Erna, 2016). Hipertensi
dapat di definisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140
mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Dengan keadaan seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah tinggi diatas normal atau kronis (dalam waktu yang cukup
lama). Merupakan suatu kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Dengan cara yang
paling akurat untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah secara teratur
(Gunawan, 2015). Pada umumnya risiko tekanan darah tinggi lebih tinggi pada laki-laki daripada
wanita, namun memasuki usia >45 tahun wanita mempunyai risiko lebih tinggi dikarenakan
wanita mulai memasuki usia menopouse. Hal ini disebabkan terjadi penurunan produksi estrogen
yang akan berdampak pada kardiovaskuler dimana terjadi penurunan elastisitas pembuluh darah.
Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat, dinding arteri akan
mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Peningkatan umur akan
menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi
perifer dan aktivitas simpatik (Janu Purwono, 2020).
2.1.2 Etiologi
Etiologi Hipertensi Berdasarkan penyebab hipertensi pada usia lanjut dibagi menjadi dua
golongan:
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90% tidak diketahui
penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial
diantaranya, (Yulianto, 2016) :
1. Genetika Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi mendapatkan
2. Jenis Kelamin Dan Usia Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause berisiko
tinggi mengalami penyakit hipertensi.
3. Diit Konsumsi Tinggi Garam Atau Kandungan Lemak Konsumsi garam yang tinggi atau
konsumsi makanan dengan kandungan lemak yang tinggi secara langsung berkaitan
4. Berat Badan Obesitas Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi.
5. Gaya Hidup Merokok Dan Konsumsi Alcohol Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang terkandung dalam
keduanya.
b. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Menurut (RaNy. Lwati, 2017), Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu :
1) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat
pada aorta toraksi atau aorta abdominal. Penyembitan pada aorta tersebut dapat menghambat
aliran darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.
2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyakit utama penyebab
hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan penyempitan
3) satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi
arteri renal pada pasien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia
(pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi,
inflamasi, serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.
5) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-mediate hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron,
kortisol, dan katekolamin.
6) Stress, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk sementara waktu.
7) Kehamilan
8) Luka bakar
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016) :
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan
diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan distolik lebih besar dari 160 mmHg da tekanan
diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada (Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016) :
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi.
Menurut World Health Organization (dalam Noorhidayah, S.A. 2016) klasifikasi hipertensi
adalah :
a) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik
kurang atau sama dengan 90 mmHg.
b) Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-94
mmHg.
c) Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg
dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg.
Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H & Kusuma H. 2016), klasifikasi hipertensi klinis
berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolic yaitu :
2.1.6 Patofisiologi
Hipertensi Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak pada
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula saraf simpatis, yang
berlanjut dibawah ke korda spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor disampaikan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia spinalis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, dan akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan kontriksi pada pembuluh darah. Berbagai factor seperti
kecemasan dan ketakutan juga mempengaruhi respon pada pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,
walaupun tidak diketahui dengan jelas apa penyebabnya (RaNy. Lwati, 2017). Bertambahnya
cairan dalam sirkulasi dapat menyebabkan meningkatkan tekanan darah, hal ini terjadi jika
terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak dapat membuang sejumlah garam dan air didalam
tubuh, volume dalam darah meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat, 13 sebaliknya
jika aktivitas pompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari
sirkulasi, sehingga tekanan darah akan menurun. Mengkonsumsi garam atau sodium dapat
mempengaruhi sekresi ADH sehingga terjadi retensi urin dan sehingga volume darah meningkat
menyebabkan kerja jantung meningkat. Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggung jawab dalam perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekucup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan pada tahanan perifer (Gunawan, 2015).
perubahan
biologis/fisik
Elastisitas, arteriosklerosis
hipertensi
Perubahan struktur
Penyumbatan pembuluh
darah
vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi
otak Retina
ginjal Pembuluh
darah
Spasme
Resistensi Suplai Vasokonstrik sistemi koroner arteriole
pembuluh O2 otak si pembuluh k
darah otak menurun darah ginjal
vasokonstrik Iskemi
si miocard diplopi
Blood flow
Nyeri a
Gangguan munurun
kepala sinkop Afterload
pola tidur Nyeri Resti injuri
meningkat
Respon dada
RAA
Gangguan
perfusi Rangsang Penurunan Fatique
jaringan aldosteron curah jantung
Retensi
Na Intoleransi
aktifitas
edema
Universitas Respati Indonesia
11
Hipertensi Menurut (Yulianto, 2016) pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan meliputi :
anemia.
h. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer (penyebab).
i. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
k. Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat juga meningkat. kenaikan tekanan darah pada
organ atau karena efek tidak langsung. Dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas
hidup penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian
n. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit pada dan/
a. Stroke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh non otak. Stroke bisa terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri
yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga aliran
darah pada area tersebut berkurang. Arteri yang mengalami aterosklerosis dapat melemah dan
b. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami arterosklerotik tidak pada menyuplai
cukup oksigen ke miokardium apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran
darah melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel
maka kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
c. Gagal ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapilerkapiler glomerulus.
Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke unti fungsionla ginjal, neuron terganggu,
dan berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein
keluar melalui urine dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang sehingga terjadi
d. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna (hipertensi yang mengalami
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh
susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma dan kematian (Erna,
2016).
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Non Farmakologi Tata laksana non farmakologis memiliki peranan penting
karena dapat menurunkan tekanan darah sehingga mungkin dapat menghindari pemberian obat
pada pasien hipertensi ringan. Berikut ini yang termasuk usaha non farmakolo gis dan
a. Penurunan berat badan. Dari suatu metanalisis dari 27 uji klinis didapatkan setiap penurunan
berat badan 1 kg akan menurunkan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik sebanyak 1
mmHg.
b. Reduksi konsumsi alkohol (saat ini, maksimum asupan alkohol adalah 21 unit untuk pria dan
c. Penurunan asupan garam, dianjurkan asupan garam tidak melebihi 2 gram dalam setiap
harinya.
d. Diet rendah lemak, tinggi serat (lima porsi buah dan sayur setiap hari). Penurunan asupan
garam maupun pengaturan diet dapat mengikuti rekomendasi diet DASH (Dietary Approach to
Stop Hypertension).
e. Latihan berkala. Latihan atau olahraga yang dianjurkan adalah aerobik dengan dilakukan
secara teratur selama minimal 30 menit/hari dan 3 hari/ minggu. Olahraga dapat menurunkan
tekanan darah. Kesulitan dan hambatan utama adalah kemauan pasien sehingga perlu
dilakukan edukasi dan dukungan untuk melakukan gaya hidup aktif. Bila pasien memang sulit
melakukan olahraga secara khusus karena kesibukan, maka gaya hidup aktif dengan berjalan
kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka bisa diterapkan.
Faktor risiko lain dari penyakit jantung iskemik harus dicari dan ditata laksana dengan baik
2. Penatalaksanaan Farmakologi
Kategori yang utama dengan dosis yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Diuretik.
triamterene 100 mg, diuretik hemat kalium - spironolactone 25-50 mg, amiloride 5-10 mg.
adrenoreseptor a) dan agen yang bekerja di sistem saraf pusat. d. Penyekat B (antagonis
2.1.10 Pencegahan
Upaya pencegahan hipertensi melalui promosi kesehatan dapat dilakukan untuk mengurangi
resiko yang berhubungan dengan berbagai faktor-penentu kesehatan, yang dapat menyebabkan
penyakit serta dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Kegiatan
promosi kesehatan juga harus direncakan , dipantau dan dievaluasi dengan baik , sehingga
strategi yang baik tetap menjadi syarat utama dalam melakukan intervensi promosi kesehatan
(Defri Mulyana, Juhrodin, 2019). Pencegahan primer hipertensi merupakan penangkalan yang
darah tinggi sebagai berikut : mengurangi berat badan ketingkat yang paling ideal bagi penderita
berat badan besar dan obesitas, minuman yang mengadung alkohol dihindari, kurangi/batasi
asupan natrium/ garam, berhenti merokok, kuragi/hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol
tinggi dan olahraga teratur seperti gerakan aerobic, jalan kaki, lari, mengayuh sepeda dan lain
lain. Manajemen hipertensi bisa berupa pencegahan salah satunya melalui edukasi. Berbagai riset
menunjukkan bahwa edukasi pasien berdampak positif terhadap penurunan tekanan darah, serta
peningkatan pengetahuan dan sikap pasien. Target global pada tahun 2025 menurunkan angka
pravelensi hipertensi sebesar 25% untuk penyakit tidak menular. Pada tahun 2016 diresmikan
(Global Hearts Initiative) oleh WHO serta pusat pencegahan dan pengendalian Amerika Serikat
(Adiatman, 2020). Untuk menajemen obat tatalaksana pada penderita hipertensi meliputi
Terapi komplementer disebut juga pengobatan holistik. Pendapat ini berrdasarkan bentuk terapi
yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk
mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et al., 2004 dalam
Pamungkas et al., 2023).
Universitas Respati Indonesia
16
2.2.2 Klasifikasi Terapi Komplementer
Menurut Widyatuti (2012 dalam Widiyono et al., 2020) klasifikasi terapi komplementer yaitu :
1. Mind-body therapy intervensi dengan teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang
mempengaruhi gejala fisik dan fungsi berpikir yang mempengaruhi fisik dan fungsi tubuh
(imagery, yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan
hypnoterapy).
2. Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang mengembangkan
pendekatan pelayanan biomedis.
3. Terapi biologis yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal dan
makanan.
4. Terapi manipulatif dan sistem tubuh (didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh
misalnya kiropraksi, macam-macam pijat, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi).
5. Terapi energi: terapi yang berfokus pada energi tubuh atau mendapatkan energi dari luar
tubuh.
1. Terapi Biologis
Terapi biologis Terapi biologis merupakan terapi natural alamiah dan penerapan praktik
biologis contohnya adalah pengobatan herbal, suguhan, vitamin, dan aromaterapi.
2. Terapi psiko-somatik
Terapi psiko-somatik adalah terapi komplementer dengan memanfaatkan keterampilan
berfikir yang akan mempengaruhi tubuh dan fungsi tubuh sendiri. Contoh terapi yang
termasuk dalam terapi psiko-somatik adalah meditasi, yoga, terapi musik, terapi Al-Qur'an,
hypnoterapi, hypnobirthing dsb.
3. Terapi alternatif
Terapi alternatif menurut National Institute of Health menyebutkan bahwa terapi alternatif
adalah sistem pengobatan yang meliputi praktek dan produk yang secara umum tidak menjadi
bagian dari pengobatan konvensional. Contohnya adalah terapi reiki, akupuntur, bekam,
homeopathy dsb.
4. Terapi manipulatif
Terapi manipulatif adalah sebuah terapi yang menggunakan gerakan pasif yang digerakkan
dengan tiba-tiba (Mudatsir, 2002). Contohnya adalah pijat, terapi cahaya dan warna serta
hidroterapi.
5. Terapi energi
2. Intervensi tubuh dan fikiran (mind, body intervention) yang terdiri atas hipnoterapi,
hypnobirthing. mediasi, penyembuhan spiritual dan yoga.
3. Pengobatan manual yang meliputi kiropraktik, healing touch, pemijatan, shiatsu dan
osteopati.
4. Pengobatan farmakologi dan biologi meliputi jamu, obat herbal, gurah, dsb
5. Pengobatan pola makan dan nutrisi untuk pemcegahan pengobatan meliputi diet makro
nutrien dan diet mikronutrien.
Terapi yang dilakukan dengan gerakan tertentu ataupun tarian. Di Indonesia sendiri terapi
gerakan juga sudah banyak digunakan. Di dunia kebidanan, terapi gerakan yang paling sering
digunakan yaitu yoga ibu dan bayi, pilates dan senam maryam. Beberapa terapi gerakan
tersebut memiliki ciri khas masing-masing. Terapi ini bisa dilakukan oleh ibu mulai dari
hamil sampai dengan masa nifas, tentu saja dengan memperhatikan kondisi kesehatan ibu,
meskipun sederhana namun jika ibu dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk
melakukan beberapa gerakan, maka diperkenankan untuk tidak melakukan gerakan tersebut.
Diet merupakan upaya untuk mengatur jumlah nutrisi yang masuk ke dalam tubuh untuk
mendapatkan tubuh Sedangkan herbal sudah pernah dibahas sebelumnya yaitu yang sehat.
4. Terapi Energi
Terapi ini bertujuan untuk membawa energi ke pasien atau menyeimbangkan energi di
dalam tubuh pasien. Beberapa jenis terapi yang bisa diberikan pada pasien berupa terapi
b. Reiki
c. Terapi yang dilakukan dengan mentransfer energi universal dari telapak tangan praktisi
mampu melancarkan energi di dalam tubuh sehingga gejala penyakit akan berkurang.
d. Qi Gong adalah suatu sistem kuno dari Tiongkok yang bermanfaat untuk menjaga atau
e. Sujok
Terapi sujok yaitu terapi yang menggunakan beberapa media, antara lain pewarnaan
tangan, biji-bijian, ring, dll
Berdasarkan artikel penelitian yang ditelah terkait pengaruh terapi Swedish massage
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi ditemukan fakta
bahwa mayoritas studi dilakukan dengan desain quasiexperiment (Adawiyah &
Fithriana, 2020; Caromano et al., 2015; Gholami-Motlagh et al., 2016; Ritanti & Sari,
2019). Hanya satu artikel yang menyatakan desain studi menggunakan true
experiment dengan Randomized Controlled Trial (Intarti et al., 2018). Penggunaan
desain tersebut dapat meyakinkan hasil TD karena membandingkan antara kelompok
kontrol dan intervensi. Pada kelompok intervensi, terapi Swedish massage dilakukan
dengan posisi berbaring dan pemijatan dimulai dari kaki, paha, pinggang, punggung,
tangan, bahu, leher, kepala dan wajah (Intarti et al, 2018). Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Gholami-Motlagh et al. (2016) bahwa kelompok intervensi yang dilakukan
pada penelitian tersebut yaitu dengan dua kelompok pijat yang meliputi kelompok
LAF (leg, arm and face) dan kelompok pijat BNC (back, neck and chest), rata – rata
kelompok intervensi swedish massage dilakukan berdasarkan 4 gerakan yaitu
efflurage, petrisage, friction dan tapotement hal tersebut sejalan dengan penelitian
(Ritanti & Sari, 2019). Berdasarkan artikel yang telah ditelaah, beberapa studi sudah
melakukan gerakan terapi Swedish massage sesuai dengan teori Benjamin (2010),
yaitu gerakan pemijatan yang memiliki efek fisiologis yang berbeda. Misalnya,
gerakan efflurage digunakan untuk meratakan pelumas, memberikan rasa hangat,
relaksasi dan menurunkan ketegangan otot (Braun & Simonson, 2008). Gerakan
Petrisage ini dilakukan lebih dalam dan lebih kuat dari pada teknik efflurage, guna
untuk meningkatkan sirkulasi darah, membantu aliran balik vena dan membuang
sampah produk metabolik sel (Benjamin, 2010), lalu teknik friction, gerakan ini dapat
meningkatkan sirkulasi pada jaringan otot dan fasia dalam, serta mengakibatkan
relaksasi pada jaringan otot dari kontraksi pasif (Braun & Simonson, 2008). Untuk
Swedish Massage adalah suatu pijatan yang di lakukan seorang messure untuk membantu
mempercepat proses pemulihan dengan menggunakan sentuhan tangan dan tanpa
memasukkan obat kedalam tubuh yang bertujuan untuk meringankan atau mengurangi
keluhan atau gejala pada beberapa macam penyakit yang merupakan indikasi untuk di
pijat.
Tujuan dari teknik manipulasi tangan (massage) antara lain adalah rileksasi otot,
perbaikan fleksibilitas, pengurangan nyeri, dan perbaikan sirkulasi darah (Wiyoto, 2011).
Menurut Ali Satya graha dan Bambang Priyonoadi (2009), Swedish Massage
dikembangkan oleh seorang dokter dari Belanda yaitu Johan Mezger (1839-1909), yang
lahir pada tahun yang sama dengan tahun meninggalnya Ling. Ling dan para pengikutnya
menggunakan suatu sistem yang panjang dan halus yang membuat suatu pengalaman/rasa
yang sangat rileks/santai. Massage merupakan suatu bentuk senam pasif, yang dilakukan
pada bagian tubuh dan sebaliknya dengan bagian tubuh atau seperti halnya jarak/tingkat
gerakan (Ali Satya Graha dan BambangPriyonoadi, 2009).
2.5 Meningkatkan jangkauan gerak, kekuatan, koordinasi, keseimbangan dan fungsi otot
sehingga dapatmeningkatkan performa fisik atlet sekaligus mengurangi resiko
terjadinya cedera pada atlet.
2.6 Berpotensi untuk mengurangi waktu pemulihan dengan jalan meningkatkan supply
oksigen dan nutrisi serta meningkatkan eliminasi sisa metabolisme tubuh karena terjadi
peningkatan aliran darah
Remedial massage merupakan teknik manipulasi jaringan lunak dengan tujuan untuk
relaksasi otot, perbaikan fleksibilitas dan pengurangan nyeri dalam upayanya untuk
membantu mempercepat proses penyembuhan beberapa macam penyakit. Remedial
massage memiliki tujuan/target spesifikyang berkaitan dengan permasalahanpada
ototdan dampak dari fungsi otot yang tidak optimal. Adapun teknik-teknik aplikasi
remedial massage yang umum digunakanadalah dengan menggunakan metode Swedish
massage. Teknik remedial massage dengan metode Swedish massagemeliputi :
Petrisage adalah suatu gerakan pijatan dengan mempergunakan empat jari merapat
berhadapan dengan ibu jari yang selalu lurus dan supel. Kesalahan pada umumnya tidak
dapatnya jari-jari tersebut melurus. Bagian tubuh yang dipijat terletak didalam
lengkungan telapak tangan antara jari-jari dan ibu jari. Gerakan memijat dengan
meremas otot yang sedikit ditarik keatas seolah-olah akan memisahkan otot dari tulang
selaputnya atau dari otot yang lain. Gerakan pijatan harus dilakukan pada tiap kelompok
otot dan otot harus dipijat beberapa kali dengan supel dan rilek.
Tapotemen adalah suatu gerakan pukulan dengan menggunakan satu tangan atau kedua
belah tangan yang dipukul-pukulkan pada obyek pijat secara bergantian.
Vibration adalah suatu gerakan getaran yang dilakukan dengan mempergunakan ujung
jari-jari atau seluruh permukaan telapak tangan. Sikap siku fleksi ujung jari-jari seluruh
pemukaan telapak tangan diletakkan pada bagian tubuh yang digetar dan tidak boleh
menekan keras-keras. Gerakan
getaran harus halus sekali dan gerakannya sedapat mungkin ditimbulkan pada
pergelangan tangan oleh kontraksi otot-otot lengan atas dan bawah. Untuk
mendapatkan gerakan yang baik apabila arah jurusan getaran itu ke belakang dan tidak
dari samping ke samping.
Skin rolling adalah suatu gerakan melipat atau menggeser kulit. Sikap pertama seperti
mencubit, kemudian kulit digeserkan, jari-jari menekan bergerak maju dan ibu
jari menekan mendorong dibelakang. Teknik ini dapat menggunakan satu tangan atau
kedua belah tangan. Teknik ini digunakan untuk remedial massage.Efek skin rolling
yang utama adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan fatique atau kelelahan
yang disebabkan antara lain karena terlalu lama akibat aktivitas pekerjaan rekreasi
atau pejalanan jauh, terpapar cuaca/iklim dan suhu lingkungan serta akibat aktivitas
Universitas Respati Indonesia
25
lain yang melelahkan. Akibat adanya rangsangan temperature/suhu yang ekstrim
(terlalu dingin maupun terlalu panas) disekitar kita akan menstimulasi dan
mempengaruhi segmen saraf pada kolumna vertebralis sehingga elastisitas tubuh
menjadi lemah dan reaksi refleknya menurun (tidak kuat menahan udara dingin). Suhu
tubuh kita yang normal antara 36-37oC bila mendapat rangsangan yang lebih dingin
dari luar tubuh, maka akan menimbulkan reaksi yang hebat berupa terjadinya
penguapan (penguapan udara) dalam tubuh terutama dalam system pencernaan
sehingga perut menjadi kembung dan keluarlah flatus (kentut). Jadi bukan angina
yang masuk ke dalam perut, tetapi karena salah satu bagian organ tubuh (pusat saraf)
yang terkena rangsangan dingin. Gejala masuk angina dapat disembuhkan dengan
bermacam-macam cara antara lain dengan remedial massage teknik skin rolling
tersebut pada bagian para vertebra yaitu di kanan kiri kolumna vertebralis secara
sentripetal sentrifugal.
Swedish massage Indikasi untuk pijatan Definisi dari indikasi untuk pijatan secara
harfiah, alasan untuk memberikan pijatan pada seseorang, atau sebagai syarat bahwa
pijatan dapat mempengaruhi secara positif. Misalnya, alasan untuk merekomendasikan
pijatan adalah jika mereka merasakan sakit atau tegang di bagian tubuh mereka. Daftar
indikasi untuk pijatan sangat luas, seperti yang Anda bayangkan, tetapi di sini ada
beberapa yang umum untuk membantu Anda memahami prinsip: nyeri punggung,
nyeri leher atau bahu, kejang otot, kelemahan otot, whiplash, cedera saraf, carpal
tunnel syndrome , linu panggul, sirkulasi yang buruk, tendinitis, radang sendi,
fibromyalgia, sembelit, sakit kepala dan migrain, gangguan sinus dan masalah kulit .
BAB III
TINJAUAN KASUS
Ny. L berjenis kelamin perempuan, berusia 75 tahun, bertempat tinggal dipanti laras
werda ciracas ruang kemuning 2 dan beragam kristen. Klien sudah pernah menikah,
pendidikan terakhir SMP. Klien udah tinggal di panti laras werda ciracas ruang
dahulu pasien pernah bekerja serabutan. Tidak ada keluarga yang dapat dihubungi.
Keluhan utama yang dirasakan Ny. L saat pengkajian nyeri pada kepala bagian
Ny. L dalam 3 bulan terakhir adalah merasa pusing saat beraktivitas dan kadang
takut untuk berdiri ke kamar mandi skala nyeri saat di lakukan pengkajian adalah
untuk mengatasinya Ny. L hanya diam ditempat tidur dan duduk. Selama berada di
panti laras werda ciracas di ruang kemuning 2. Ny. L mengalami perubahan status
fisiologis antara lain Ny. L sering sulit beraktivitas dikarenakan merasa pusing di
tanpa bantuan hanya kadang karena takut terjatuh klien berjalan pelan dan kadang
berpegangan dengan dinding kamar pada saat ingin ke kemar mandi dan tidak ada
perubahan nafsu makan. Klien mengatakan mandi hanya sekali sehari di pagi hari.
Tampak luka garukan di tangan dan kaki tampak kering klien mengatakan suka
Berikut adalah data tanda-tanda vital dan antopometri Ny. L diperoleh ketika
melakukan pengkajian:
1. Keadaan umum baik, Tekanan Darah 170/90 mmHg, Nadi 94 ×/menit, Respirasi
2. Berat Badan 68 kg, Tinggi badan 170 cm, IMT: 23,52 (Ideal/Normal).
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1. DS : Klien mengatakan Proses penuaan Nyeri akut
P : Nyeri di kepala pada saat beraktivitas dan klien mengatakan ↓ berhubungan dengan
mulai menghilang saat klien minum obat agen cedera fisiologis
Q : Nyeri seperti di tusuk tusuk Kerusakan vaskuler pembuluh (D.0077)
R : Nyeri di bagian kepala belakang darah
S : Saat di lakukan pengkajian skala nyeri yang di alami 6 (respon ↓
nyeri 1-10)
T : Nyeri datang tiba- tiba saat klien beraktivitas ataupun istirahat Perubahan struktur
dan klien mengatakan nyerinya selalu berada di tempat yang sama ↓
di belakang kepala
Ateroskerosis / penyumbatan
DO : pembuluh darah
↓
- Klien tampak meringis
- Nyeri skala 6 Vasokontriksi pembuluh darah
a. TD: 170/90 mmHg ↓
b. Nadi: 94 ×/menit
c. Repirasi: 20 ×/menit Gangguan sirkulasi
↓
Tekanan intravaskuler
meningkat
↓
Nyeri akut
Energi menurun
Kelemahan umum
Intoleransi aktivitas
DS : Proses penuaan
- Klien mengatakan gatal di daerah tangan dan kaki
- Klien mengatakan tidak suka mandi sore, mandi hanya Gangguan integritas
sehari sekali Gaya hidup kulit/jaringan
- Klien mengatakan jika gatal klien suka menggaruk tangan dan ↓ (D.0129) (hal.282)
kakinya Penurunan kebersihan diri
↓
DO : Mandi hanya 1x sehari
- Klien menggaruk ↓
- Terdapat luka bekas garukan di kaki dan tangan klien Terlihat gatal-gatal
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D0056 hal. 128)
DIAGNOSIS Nyeri akut (D.077) (hal.306) Tingkat nyeri 1. Kontrol nyeri 1. Manajemen nyeri 1. Aroma terapi (i.08233) 1. Untuk mengetahui tingkat
(L.08063) (hal.58) (I.08238) (hal.201) (hal.16) nyeri pasien
2. Mobilitas fisik (hal.201) 2. Edukasi teknik napas 2. Untuk mengetahuitingkat
(L.05042) (hal.65) (I.12452) (hal.111) ketidaknyamanan
3. Pola tidur (L.05045) 3. Kompres dingin (I.08234) dirasakan oleh pasien
(hal.96) (cat: lihat hal. (hal. 131) 3. Untuk melihat efektivitas
KATEGORI Psikologi
4. Status terapi komplementer yang
4. Konpres panas (I.08235)
(Cat: lihat hal.174) sudah diberikan
kenyaman 485)) (hal. 132)
4. Untuk mengalihkan
(L.08064) perhatian pasien danrasa
SUB KATEGORI Nyeri dan kenyamanan (hal.110) nyeri
DEFINISI Pengalaman sensorik dan Pengalaman sensorik 1. Tindakan 1. Mengidentifikasi dan 1. Memberikan minyak 5. Untuk mengetahui
emosional yang berkaitan dan emosional yang untuk mengelola esensial, mandiuap, apakah nyeri yang
dengan kerusakan jaringan berkaitan dengan meredakan pengalaman sensorik atau kompres untuk dirasakan pasien
pengalaman atau emosional yang meredakannyeri, berpengaruh terhadap
actual atau fungsional, kerusakan jaringan
sensorik atau berkaitan dengan menurunkan tekanan yang lainnya
dengan onset mendadak actual atau 6. Pemberian health
atau lambat dan fungsional, dengan emosional kerusakan jaringan darah, meningkatkan
education dapat
yang tidak atau fungsional relaksasi dan
berintensitas ringan hingga onset mendadak atau mengurangi tingkat
menyenangk dengan onset kenyamanan
berat yang berlangsung lambat dan kecemasan dan membantu
an akibat mendadak atau lambat 2. Memfasilitasi klien dalam membentuk
kurang dari 3 bulan berintensitas ringan kerusakan dan berintensitas penggunaan kondisi mekanisme koping
hingga berat dan jaringan ringan hingga berat hipnosis yang terhadap rasa nyeri
konstan 2. Kemampuan dan konstan. dilakukan diri sendiri 7. Tanda vital merupakan
dalam 2. Menyiapkan dan untuk manfaat acuan untuk mengetahui
gerakanfisik memberikan agen terapeutik kondisi umum pasien
dari satu atau farmokologisuntuk
lebih mengurangi atau
ekstermitas menghilangkan rasa
secara sakit
mandiri
Ekspektasi: menurun Ekspektasi: meningkat
Penyebab: KH : KH:
Saturasi oksigen Menopang berat Tindakan: Tindakan Tindakan
Ketidakseimbangan Kemudahan dalam badan
antara suplai dan melakukan aktivitas Berjalan dengan Observasi Observasi: Observasi :
kebutuhan oksigen Kecepatan berjalan langkah efektif
Berjalan denngan Identifikasi gangguan a. Identifikasi adanya nyeri
Tirah Baring fungsi tubuh yang atau keluhan fisik lainnya. 1. Untuk mengkaji nyeri secara
langkah sedang komperehensif
Menurun mengakibatkan kelelahan b. Identifikasi toleransi fisik
Kelemahan Perasaan lemah Menurun Monitor kelelahan fisik melakukan ambulasi. 2. Untuk mencegah komplikasi
Aritmia saat aktivitas Nyeri saat berjalan dan emosional c. Jelaskan tujuan dan pada luka
Imobilisasi
sianosis Kaku pada Monitor pola dan jam prosedur ambulasi. 3. Mengetahui adanya hipotensi
persendian tidur d. Anjurkan melakukan dan hipotermi serta adanya
Gaya hidup monoton
Keengganan Monitor lokasi dan ambulasi dini. kontraindikasi melakukan
Gejala dan Tanda ketidaknyamanan selama e. Ajarkan ambulasi aktivitas
Mayor melakukan aktivitas sederhana yang harus 4. Untuk mengetahui catatan
dilakukan (mis. Berjalan dari perkembangan ROM pada
Subyektif: Terapeutik tempat tidur ke kursi roda, pasien
berjalan dari tempat tidur ke 5. Membantu pasien jika ada
Mengeluh lelah Sediakan lingkungan keterbatasan dalam gerak
kamar mandi, berjalan sesuai
nyaman dan rendah toleransi). 6. Mencegah resiko jatuh
stimulus (mis: cahaya, 7. Agar klien bisa melatih
Obyektif:
suara, kunjungan) Edukasi kekuatan otot dan mencegah
Lakukan latihan rentang
frekuensi jantung dekubitus
gerak pasif dan/atau aktif a. Identifikasi kesiapan dan
meningkat > 20% dari
kondisi istirahat Berikan aktivitas distraksi kemampuan menerima
yang menenangkan informasi.
Fasilitasi duduk di sisi Sediakan materi, media dan
tempat tidur, jika tidak alat bantu jalan (mis.tongkat,
dapat berpindah atau walker, kruk)
berjalan b. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
Edukasi kesepakatan.
c. Jelaskan prosedur dan
Anjurkan tirah baring tujuan ambulasi tanpa alat
Anjurkan melakukan bantu.
aktivitas secara bertahap d. Anjurkan menggunakan
Anjurkan menghubungi alas kaki yang memudahkan
perawat jika tanda dan berjalan dan mencegah
DIAGNOSIS Gangguan integritas Integritas kulit dan 1. Perfusi perifer 5. Perawatan integritas 3. Dukungan perawatan Observasi
kulit/jaringan (D.0129) jaringan(L.14125) (L.02011) (hal. kulit (I.11353) (hal.316) diri (I.11348)(hal.36) Untuk
(hal.282) (hal.33) 84) 6. Peraw 4. Edukasi perawatan mengetahui
2. Status kulit (I.12426) penyebab
sirkulasi atan luka (hal.94) gangguan
(L.02016) 5. Manajemen nyeri integritas kulit
Lingkungan (hal.127) (I.14564) 6. Pemberian obat
KATEGORI 3. Penyembuhan Terapeutik :
luka (L.14130) (hal.328) Untuk
Keamanan dan proteksi (Cat: lihat hal.158) (hal.78) mengetahui
4. Status (cat: lihat posisi tiap 2 jam
SUB nutrisi jika tirah baring
KATEGORI (L.03030 hal. 460)) Untuk
) mengetahui
(hal.121) pemijatan pada
DEFINISI Kerusakan kulit (dermis Keutuhan kulit Keadekuatanaliran Mengidentifikasi Memfasilitasi penonjolan
dan/atau jaringan (dermis dan/atau darah pembuluh dan merawat kulit pemenuhan kebutuhan tulang
(membrane mukosa, epidermis) atau darah distal untuk untuk menjaga diri Gunakan
kornea, fasia, otot, tendon, jaringan (membrane menunjang fungsi keutuhan, Memberikan produk
tulang, kartilago, kapsul mukosa,kornea, fasia, Pengambilan kelembaban dan informasi untuk berbahan
sendi dan/atau ligament) otot, tendon, tulang, berbagai zat yang mencegah memperbaiki atau petroleum atau
diperlukan ke perkembangan meningkatkan minyak pada
kartilago, kapsul sendi
seluruh tubuh dan mikroorganisme integritas jaringan kulit kering
dan/atau ligament)
pengambilan zat Mengidentifikasi dan kulit Agar pasien
yang tidak meningkatkan mengetahui
diperlukan untuk penyembuhanluka produk
dikeluarkan serta mencegah berbahan
dari tubuh terjadinya komplikasi ringan/alami
luka dan hipoalergik
pada kulit
sensitive
Agar pasien
Ekspektasi: meningkat Ekspektasi: meningkat,
menghindari
membaik produk
berbahan dasar
alkohol pada
kulit kering
Edukasi:
Agar pasien
menggunakan
pelembab
Agar pasien
minum air yang
cukup
Agar pasien
meningkatkan
asupan nutrisi
Agar pasien
meningkatkan
asupan buah
dan sayur
Intoleransi aktivitas 28 maret 2023 Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi DS : Mega
berhubungan dengan Jam 16.00 Klien mengatakan takut untuk
untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan
ketidakseimbangan melakukan aktivitas jika sedang
antara suplai dan mengoptimalkan proses pemulihan pusing
kebutuhan oksigen
(D0056 hal. 128) Anjurkan tehnik relaksasi dengan pembentukan Klien mengatakan selalu
imajinasi individu dengan mengguanakan semua berpegangan dengan tembik dan
DS : tempat tidur saat hendak berdiri
Klien mengatakan jika indera melalui proses kognitif untuk mengurangi
pusing datang klien stres DO :
hanya bisa tidur saja
di kamar dan tidak Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang Klien tampak berpegangan dengan
melakukan aktivitas tempat tidur saat hendak kee kamar
mengakibatkan kelelahan
sama sekali dan klien mandi
mengatakan jika Monitor kelelahan fisik dan emosional Klien di bantu saat mau berdiri
sedang pusing klien di Monitor pola dan jam tidur Klien tampak lemah dan lesu
bawakan makanan dan
obat ke kamar oleh Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
perawat A : Masalah belum teratasi
melakukan aktivitas
P: Intervensi di lanjutkan
Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
DO :
Klien tampak lemas (mis: cahaya, suara, kunjungan)
dan lesu Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
Aktivitas tampak
terbatas Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Tampak saat ke Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
kamar mandi klien
berjalan pelan dan berpindah atau berjalan
berpegangan dengan
dinding kamar
Aktivitas tampak di
bantu sebagian oleh
perawat
KUNJUNGAN 2
NO.DX WAKTU IMPLEMENTASI 2 EVALUASI TTD
Nyeri akut berhubungan 29 maret 2022 Mega
Jam 17.00 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, DS :
dengan agen cedera
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. Ny. L mengatakan nyeri pada bagian
fisiologis : peningkatan 2. Memberikan tehnik non farmakologis untuk kepala berkurang
mengurangi rasa nyeri( mis, tens, hipnosis, DO :
tekanan vaskuler serebral
akupresure, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, TTV
(D.0077) aroma terapi, tehnik imajinasi terbimbing, kompres TD :150/80mmHg, N : 80 x/menit, RR : 20
hangat/dingin, terapi bermain) x/menit, S : 36,5⁰C
(hal 172)
3. Melakuakan kontrol lingkungan yang memperberat P: Nyeri karena gerakan fisik berkurang
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan , Q: Dirasakan berdenyut-denyut
DS : Ny. L mengatakan
kebisingan) R :Kepala bagian belakang
nyeri pada bagian
4. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri S : skala nyeri 3
kepala berkurang
T : nyeri yang dirasakan hilang timbul
DO :
5. Menjelaskan strategi meredakan nyeri A: Masalah teratasi
TTV
6. Mengajarkan tehnik non farmakologis untuk sebagian
TD :150/80mmHg, N : 80
mengurangi rasa nyeri P: Lanjutkan Intervensi
x/menit, RR : 20 x/menit,
7. Melakukan kolaborasi pemberian analgesik,jika
S : 36,5⁰C
perlu
P: Nyeri karena
gerakan fisik
berkurang
Q: Dirasakanberdenyut-
denyut
R :Kepalabagian belakang
S : skala nyeri 3
T : nyeri yang dirasakan
hilang timbul
KUNJUNGAN 3
NO.DX WAKTU IMPLEMENTASI 3 EVALUASI TTD
Nyeri akut berhubungan 30 maret 2022 Mega
Jam 15.00 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, DS :
dengan agen cedera
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
fisiologis : peningkatan
2. Memberikan tehnik non farmakologisuntuk N y. L mengatakan jika sakit kepala
tekanan vaskuler serebral
mengurangi rasa nyeri( mis, tens, hipnosis, muncul klien memijat bagian pundak dan
(D.0077)
akupresure, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, kepala untuk mengilangkan rasa nyeri
(hal 172)
aroma terapi, tehnik imajinasi terbimbing, kompres
DS :Ny. L mengatakan DO :
hangat/dingin, terapi bermain)
jika sakit kepala
TTV
muncul klien 3. Melakuakan kontrol lingkungan yang memperberat
memijat bagian TD :130/180 mmHg,
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan ,
pundak dan kepala
N: 72 x/menit, RR: 20 x/menit, S : 36,7 ⁰C
untuk mengilangkan kebisingan)
rasa nyeri P: Nyeri karena aktivitas berkurang
4. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Q: Dirasakan berdenyut-denyut berkurang
DO :
TTV R: Kepala bagian belakang berkurang
5. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
TD :130/180 mmHg, S : Skala nyeri 2
N: 72 x/menit, RR: 20 6. Mengajarkan tehnik non farmakologis untuk
x/menit, S : 36,7 ⁰C T:Nyeri yang dirasakan hilangtimbul
mengurangi rasa nyeri
P: Nyeri karena aktivitas berkurang
berkurang 7. Melakukan kolaborasi pemberian analgesik,jika
Q: Dirasakan berdenyut- perlu
denyut berkurang A: Masalah teratas sebagian
R: Kepala bagian
belakang berkurang P: Lanjutkan Intervensi
S : Skala nyeri 2
T:Nyeri yang
dirasakan hilang
timbul berkurang
12. Dokumentasikan prosedur Ajarkan melakukan ekspirasi dengan 14. Lakukan kebersihan tangan 6
yang dilakukan dan respon menghembuskan udara dengan cara langkah
pasien mulut mencucu secara perlahan 15. Dokumentasikan prosedur yang
Demonstasikan menarik napas selama dilakukan dan respon pasien
4 detik, menahan napas selama 2 detik
dan menghembuskan nafas selama 8
detik
11. Monitor respon pasien selama
dilakukan prosedur
12. Rapikan pasien dan alat-alat yang
digunakan
13. Lepaskan sarung tangan
14. Lakukan kebersihan tangan 6
langkah
15. Dokumentasikan prosedur yang
dilakukan dan respon pasien
Definisi Mengumpulkan data dan Menggunakan teknik nafas dalanuntuk Melakukan stimulasi kulit dan jaringan
menganalisis nyeri mengurangi tanda dan gejala untuk mengurangi nyeri, meningkatkan
ketidaknyamanan seperti nyeri, kenyamanan dan mendapatkan efek
ketegangan otot, atau kecemasan terapeutik lainnya
melalui paparan hangat / panas
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
lakukan pada Ny. L tanggal 27 maret 2023 jam 15.00. Ny. L saat pengkajian nyeri
Keluhan yang dirasakan Ny. L dalam 3 bulan terakhir adalah merasa pusing saat
beraktivitas dan kadang takut untuk berdiri ke kamar mandi skala nyeri saat di
lakukan pengkajian adalah untuk mengatasinya Ny. L hanya diam ditempat tidur
dan duduk. Selama berada di panti laras werda ciracas di ruang kemuning 2. Ny. L
mengalami perubahan status fisiologis antara lain Ny. L sering sulit beraktivitas
melakukannya secara mandiri tanpa bantuan hanya kadang karena takut terjatuh
klien berjalan pelan dan kadang berpegangan dengan dinding kamar pada saat
ingin ke kemar mandi dan tidak ada perubahan nafsu makan. Klien mengatakan
mandi hanya sekali sehari di pagi hari. Tampak luka garukan di tangan dan kaki
tampak kering klien mengatakan suka menggaruk tangan dan area kaki yang
gatal. Keadaan umum baik, Tekanan Darah 170/90 mmHg, Nadi 94 ×/menit,
Respirasi 20 ×/menit, Suhu 36,4oC. Berat Badan 68 kg, Tinggi badan 170 cm,
(mandiri atau independen). Berdasarkan data hasil diatas selama pengkajian pada
pada Tn. W, ternyata tidak ditemukan kesenjangan antara data hasil pengkajian
U
U
b. Menerapkan anjuran secara bertahap pola hidup sehat dan
5.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, R. F., Nuri, & Fithriana, D. (2020). Pijat Swedia terhadap Perubahan
Tekanan Darah pada Pasien Lansia dengan Hipertensi Jurnal Penelitian dan
Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik Medica Farma Husada Mataram, 6(1), 58-
65. https://www.lppm.poltekmfh.ac.id/index.p hp/JPKIK/article/view/54
Pijat Swedia terhadap Perubahan Tekanan Darah pada Pasien Lansia dengan
Hipertensi Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik Medica
Farma Husada Mataram, 6(1), 58-65.
https://www.lppm.poltekmfh.ac.id/index.p hp/JPKIK/article/view/54 Benetos,
A., Petrovic, M., & Strandberg, T. (2019). Hypertension management in older
and
Fitrianti, S., & Putri, M. E. (2018). Pemberian Relaksasi Otot Progresif pada
Lansia Dengan Hipertensi Essensial di Kota Jambi. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, 18(2),
368.
https://doi.org/10.33087/jiubj.v18i2.481
Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian
Kesehatan RI, 53(9), 1689–1699.
Madeira, A., Wiyono, J., & Ariani, N. L. (2019). Hubungan Gangguan Pola
TidurDengan Hipertensi Pada Lansia. Nursing News, 4(1), 29–39.
Sulidah, Yamin, A., & Diah Susanti, R. (2016). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot
Progresif terhadap Kualitas Tidur Lansia. Jurnal Keperawatan
Padjadjaran, 4(1), 11–20. https://doi.org/10.24198/jkp.v4n1.2
Sya‟diyah, H. (2018). Keperawatan Lanjut Usia Teori dan Aplikasi (1st ed.).
Sidoarjo: Indomedia Pustaka.
Tan, S. T., Firmansyah, Y., Sylvana, Y., & Tadjudin, N. S. (2020). Perbaikan
Kadar Hidrasi Kulit Dengan Intervensi Minyak Klentiq Pada Lansia Stw
Cibubur Periode September 2019. Jurnal Muara Sains, Teknologi,
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, 4(1),
155.
https://doi.org/10.24912/jmstkik.v4i1.6042
Tim Pokja Pedoman SPO Keperawan DPP PPNI. (2021). Pedoman Standar
Prosedur Operasional Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
- Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
- Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia -
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
https://thespabreckenridge.com/what-is-swedish-massage-therapy/
https://www.amcollege.edu/blog/dutch-origins-of-swedish-massage-amc-miami
https://elementsmassage.com/brea/swedish-massage
https://thespabreckenridge.com/the-most-popular-western-massage-the-swedish