Kaidah Penyusunan Stimulus

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 36

Penulisan Butir Soal

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005


tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
salah satu tugas Direktorat Pembinaan SMA - Subdirektorat Pembelajaran
adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan
pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi
pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut dijelaskan dalam Permendiknas Nomor
25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa rincian tugas
Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas
antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan
prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman
pelaksanaan kurikulum.

Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan membawa implikasi terhadap sistem dan
penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan
kurikulum. Kebijakan pemerintah tersebut mengamanatkan kepada setiap
satuan pendidikan dasar dan menengah untuk mengembangkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan.

Pada kenyataannya dalam melaksanakan KTSP termasuk sistem penilaiannya,


banyak pendidik yang masih mengalami kesulitan untuk menyusun tes dan
mengembangkan butir soal yang valid dan reliabel. Oleh karena itu,
Direktorat Pembinaan SMA membuat berbagai panduan pelaksanaan KTSP
yang salah satu di antaranya adalah panduan penyusunan butir soal.

B. Tujuan

Tujuan penyusunan panduan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan


profesional guru khususnya dalam penulisan butir soal. Setelah mempelajari
panduan ini diharapkan para guru dapat menyusun kisi-kisi dengan benar dan
mengemabngkan butir soal yang valid dan reliabel.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang dibahas dalam panduan ini meliputi penilaian berbasis
kompetensi, teknik, alat penilaian dan prosedur pengembangan tes,
penyusunan kisi-kisi, dan penyusunan butir soal.

1
Penulisan Butir Soal

2
Penulisan Butir Soal

IV. PENULISAN BUTIR SOAL UNTUK TES PERBUATAN

A. Pengertian

Tes perbuatan atau tes praktik merupakan suatu tes yang penilaiannya
didasarkan pada perbuatan/praktik peserta didik. Sebelum menulis butir soal
untuk tes perbuatan, guru dapat mengecek dengan pertanyaan berikut.
Tepatkah kompetensi (yang akan diujikan) diukur dengan tes tertulis? Jika
jawabannya tepat, kompetensi yang bersangkutan tidak tepat diujikan
dengan tes perbuatan/praktik.

Dalam menilai perbuatan/kegiatan/praktik peserta didik dapat digunakan


beberapa jenis penilaian perbuatan di antaranya adalah penilaian kinerja
(performance), penugasan (project), dan hasil karya (product).

B. Kaidah Penulisan Butir Soal Tes Perbuatan

Dalam menulis butir soal untuk tes perbuatan, penulis soal harus mengetahui
konsep dasar penilaian perbuatan/praktik. Maksudnya pernyataan dalam soal
harus disusun dengan pernyataan yang betul-betul menilai
perbuatan/praktik, bukan menilai yang lainnya.
Penilaian kinerja merupakan penilaian yang meminta peserta didik untuk
mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam konteks
yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam menulis butir soal,
perhatikan terlebih dahulu kompetensi dari materi yang akan ditanyakan.
Penilaian penugasan merupakan penilaian tugas (meliputi: pengumpulan,
pengorganisasian, pengevaluasian, dan penyajian data) yang harus
diselesaikan peserta didik (individu/kelompok) dalam waktu tertentu. Aspek
yang dinilai di antaranya meliputi kemampuan (1) pengelolaan, (2) relevansi,
dan (3) keaslian.
Penilaian hasil karya merupakan penilaian keterampilan peserta didik dalam
membuat suatu produk benda tertentu seperti hasil karya seni, misal lukisan,
gambar, patung, dll. Aspek yang dinilai di antaranya meliputi: (1) tahap
persiapan: pemilihan dan cara penggunaan alat, (2) tahap proses/produksi:
prosedur kerja, dan (3) tahap akhir/hasil: kualitas serta estetika hasil karya.
Di samping itu, guru dapat memberikan penilaian pada pembuatan produk
rancang bangun/perekayasaan teknologi tepat guna misalnya melalui: (1)
adopsi, (2) modifikasi, atau (3) difusi.

Kaidah penulisan soal tes perbuatan adalah seperti berikut.


1. Materi
a. Soal harus sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan: kinerja,
hasil karya, atau penugasan).
b. Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan harus sesuai.

3
Penulisan Butir Soal

c. Materi sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevansi, kontinuitas,


keterpakaian sehari-hari tinggi).
d. Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau
tingkat kelas.
2. Konstruksi
a. Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban
perbuatan/praktik.
b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
c. Disusun pedoman penskorannya.
d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan
jelas dan terbaca
3. Bahasa/Budaya
a. Rumusan kalimat soal komunikatif
b. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
c. Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran
ganda atau salah pengertian.
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
e. Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat
menyinggung perasaan peserta didik.

C. Penulisan Soal Penilaian Kinerja (Performance Assessment)

Penilaian kinerja merupakan penilaian yang meminta peserta didik untuk


mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam konteks
yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam menulis butir soal,
perhatikan terlebih dahulu kompetensi dari materi yang akan ditanyakan.

D. Penulisan Soal Penilaian Penugasan (Project)

Penilaian penugasan merupakan penilaian tugas (meliputi: pengumpulan,


pengorganisasian, pengevaluasian, dan penyajian data) yang harus
diselesaikan peserta didik (individu/kelompok) dalam waktu tertentu.
Adapun aspek yang dinilai di antaranya meliputi kemampuan (1) pengelolaan,
(2) relevansi, dan (3) keaslian.

E. Penulisan Soal Penilaian Hasil Karya (Product)


Penilaian hasil karya merupakan penilaian keterampilan peserta didik dalam
membuat suatu produk benda tertentu seperti hasil karya seni, misal lukisan,
gambar, patung, dll. Aspek yang dinilai di antaranya meliputi: (1) tahap
persiapan: pemilihan dan cara penggunaan alat, (2) tahap proses/produksi:
prosedur kerja, dan (3) tahap akhir/hasil: kualitas serta estetika hasil karya.
Di samping itu, guru dapat memberikan penilaian pada pembuatan produk
rancang bangun/perekayasaan teknologi tepat guna misalnya melalui: (1)
adopsi, (2) modifikasi, atau (3) difusi.

4
Penulisan Butir Soal

VI. PENULISAN BUTIR SOAL UNTUK INSTRUMEN NON-TES

A. Pengertian

Instrumen non-tes adalah instrumen selain tes prestasi belajar. Alat penilaian
yang dapat digunakan antara lain adalah: lembar pengamatan/observasi
(seperti catatan harian, portofolio, life skill) dan instrumen tes sikap, minat,
dsb.

Pada prinsipnya, prosedur penulisan butir soal untuk instrumen non-tes


adalah sama dengan prosedur penulisan tes pada tes prestasi belajar, yaitu
menyusun kisi-kisi tes, menuliskan butir soal berdasarkan kisi--kisinya,
telaah, validasi butir, uji coba butir, perbaikan butir berdasarkan hasil uji
coba. Namun, dalam proses awalnya, sebelum menyusun kisi-kisi tes
terdapat perbedaan dalam menentukan validitas isi/konstruknya. Dalam tes
prestasi belajar, validitas isi diperoleh melalui kurikulum dan buku
pelajaran, tetapi untuk non-tes validitas isi/konstruknya diperoleh melalui
"teori". Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan
mengenai suatu peristiwa atau kejadian, dsb. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1990 : 932)

B. Pengamatan

Pengamatan merupakan suatu alat penilaian yang pengisiannya dilakukan


oleh guru atas dasar pengamatan terhadap perilaku peserta didik yang sesuai
dengan kompetensi yang hendak diukur. Pengamatan dapat dilakukan dengan
menggunakan antara lain lembar pengamatan, penilaian portofolio dan
penilaian kecakapan hidup.

Pelaksanaan pengamatan sikap dapat dilakukan guru pada sebelum mengajar,


saat mengajar, dan sesudah mengajar. Perilaku minimal yang dapat dinilai
dengan pengamatan untuk perilaku/budi pekerti peserta didik, misalnya:
ketaatan pada ajaran agama, toleransi, disiplin, tanggung jawab, kasih
sayang, gotong royong, kesetiakawanan, hormat-menghormati, sopan santun,
dan jujur.

Portofolio merupakan deskripsi peta perkembangan kemampuan individu


peserta didik. Jadi portofolio merupakan ”kartu sehat” individu peserta
didik. Bila ada peserta didik yang ”sakit”, tugas guru adalah (1) menentukan
penyakitnya apa, kemudian (2) memberi obat yang tepat agar peserta didik
cepat sembuh dari penyakitnya.

5
Penulisan Butir Soal

C. Penyusunan Kisi-kisi Instrumen Non-tes


Dalam kisi-kisi non-tes biasanya formatnya berisi dimensi, indikator, jumlah
butir soal per indikator, dan nomor butir soal. Formatnya seperti berikut ini.
JUMLAH SOAL
NO DIMENSI INDIKATOR NOMOR SOAL
PER INDIKATOR

JUMLAH SOAL =

Untuk mengisi kolom dimensi dan indikator, penulis soal harus mengetahui
terlebih dahulu validitas konstruknya yang disusun/dirumuskan melalui teori.
Cara termudah untuk mendapatkan teori adalah membaca beberapa buku,
hasil penelitian, atau mencari informasi lain yang berhubungan dengan
variabel atau tujuan tes yang dikehendaki. Oleh karena itu, peserta didik
atau responden yang hendak mengerjakan tes ini (instrumen non-tes) tidak
perlu mempersiapkan/belajar materi yang hendak diteskan terlebih dahulu
seperti pada tes prestasi belajar.
Setelah teori diperoleh dari berbagai buku, maka langkah selanjutnya adalah
menyimpulkan teori itu dan merumuskan mendefinisikan (yaitu definisi
konsep dan definisi operasional) dengan kata-kata sendiri berdasarkan
pendapat para ahli yang diperoleh dari beberapa buku yang telah dibaca.
Definisi tentang teori yang dirumuskan inilah yang dinamakan konstruk.
Berdasarkan konstruk yang telah dirumuskan itu, langkah selanjutnya adalah
menentukan dimensi (tema-objek/hal-hal pokok yang menjadi pusat tinjauan
teori), indikator (uraian/rincian dimensi yang akan diukur), dan penulisan
butir soal berdasarkan indikatornya. Untuk lebih memudahkan dalam
menyusun kisi-kisi tes, perhatikan alur urutannya seperti pada bagan berikut.

TEORI KONSTRUK
(Dari hasil penelitian/ - Definisi
pendapat dari: konsep
1. Buku A - Definisi DIMENSI INDIKATOR SOAL
2. Buku B Operasional
3. Buku C
4. Buku D
5. Buku E
dst

Berdasarkan bagan di atas, penulis soal dapat dengan mudah mengecek


apakah instrumen tesnya atau butir-butir soal sudah sesuai dengan
indikatornya atau belum. Misalnya soal nomor 1 sampai dengan soal terakhir
berasal darimana? Dari indikator. Indikator dari mana? Dari dimensi. Rumusan
dimensi darimana? Dari konstruk. Rumusan konstruk darimana? Dari teori.

6
Penulisan Butir Soal

Jadi kesimpulannya instrumen tes yang telah disusun merupakan alat ukur
yang (sudah tepat atau belum tepat) mewakili teori.

D. Kaidah Penulisan Soal


Dalam penulisan soal pada instrumen non-tes, penulis butir soal harus
memperhatikan ketentuan/kaidah penulisannya. Kaidahnya adalah seperti
berikut ini.
1. Materi
a. Pernyataan harus sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
b. Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan
tuntutan dalam kisi-kisi (misal untuk tes sikap: aspek kognisi, afeksi
atau konasinya dan pernyataan positif atau negatifnya).
2. Konstruksi
a. Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan
jelas.
b. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak relevan objek yang
dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan
saja.
c. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda.
d. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu.
e. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang faktual atau dapat
diinterpretasikan sebagai fakta.
f. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang dapat diinterpretasikan lebih
dari satu cara.
g. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau
dikosongkan oleh hampir semua responden.
h. Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap.
i. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti seperti semua,
selalu, kadang-kadang, tidak satupun, tidak pernah.
j. Jangan banyak mempergunakan kata hanya, sekedar, semata-mata.
Gunakanlah seperlunya.
3. Bahasa/Budaya
a. Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan
peserta didik atau responden.
b. Soal harus menggunakan bahasa Indonesia baku.
c. Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.

7
Penulisan Butir Soal

E. Contoh Penulisan Kisi-kisi Non-Tes dan Butir soal


Dalam bagian ini disajikan beberapa contoh penulisan kisi-kisi tes dan
penulisan butir soal yang sangat sederhana. Tujuan utamanya adalah agar
contoh-contoh ini mudah dipahami oleh para guru di sekolah. Contoh yang
akan disajikan adalah penulisan kisi-kisi dan butir soal untuk tes skala sikap,
tes minat belajar, tes motivasi berprestasi, dan tes kreativitas. Untuk contoh
instrumen non-tes lainnya, para guru dapat menyusunnya sendiri yang proses
penyusunannya adalah sama dengan contoh yang ada di sini.
1. Tes Skala Sikap
Berbagai definisi tentang sikap yang telah dikemukakan oleh para ahli, di
antaranya adalah Mueller (1986: 3) yang menyampaikan 5 definisi dari 5
ahli, adalah seperti berikut ini. (1) Sikap adalah afeksi untuk atau
melawan, penilaian tentang, suka atau tidak suka, tanggapan
positif/negatif terhadap suatu objek psikologis (Thurstone). (2) Sikap
adalah kecenderungan untuk bertindak ke arah atau melawan suatu
faktor lingkungan (Emory Bogardus). (3) Sikap adalah kesiapsiagaan
mental atau saraf (Goldon Allport). (4) Sikap adalah konsistensi dalam
tanggapan terhadap objek-objek sosial (Donald Cambell). (5) Sikap
merupakan tanggapan tersembunyi yang ditimbulkan oleh suatu nilai
(Ralp Linton, ahli antropologi kebudayaan).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, para ahli menyimpulkan bahwa
sikap memiliki 3 komponen penting, yaitu komponen: (1) kognisi yang
berhubungan dengan kepercayaan, ide, dan konsep; (2) afeksi yang
mencakup perasaan seseorang; dan (3) konasi yang merupakan
kecenderungan bertingkah laku atau yang akan dilakukan. Oleh karena
itu, ketiga komponen ini dimasukkan di dalam format kisi-kisi "sikap
belajar peserta didik" seperti contoh berikut. Adapun definisi operasional
sikap belajar adalah kecenderungan bertindak dalam perubahan tingkah
laku melalui latihan dan pengalaman dari keadaan tidak tahu menjadi
tahu yang dapat diukur melalui: toleransi, kebersamaan dan gotong-
royong, rasa kesetiakawanan, dan kejujuran.
NOMOR SOAL YANG MENGUKUR
NO DIMENSI INDIKATOR KOGNISI AFEKSI KONASI
+ - + - + -
1. Toleransi a. Mau menerima pendapat 1 2 3 4 5 6
orang lain atau tidak
memaksakan kehendak
pribadi
b. Tidak mudah 7 8 9 10 11 12
tersinggung
2. Kebersamaan a. Dapat bekerja kelompok
dan gotong b. Rela berkorban untuk
royong kepentingan umum
3. Rasa a. Mau memberi dan
kesetiakawanan meminta maaf
4. dst

8
Penulisan Butir Soal

Contoh soalnya sebagai berikut :

NO. PERNYATAAN SS S TS STS


1. Mau menerima pendapat orang lain merupakan
ciri bertoleransi.
2. Untuk mewujudkan cita-cita harus memaksakan
kehendak
3. Saya suka menerima pendapat orang lain
4. Memilih teman di sekolah, saya utamakan
mereka yang pandai saja
5. Kalau saya boleh memilih, saya akan selalu
mendengarkan usul-usul kedua orang tuaku.
6. Bekerja sama dengan orang yang berbeda
7. Suku lebih baik dihindarkan.
……

Keterangan : SS = sangat setuju, S = setuju, TS = tidak setuju, STS = sangat


tidak setuju.

2. Tes Minat belajar


Minat adalah kesadaran yang timbul bahwa objek tertentu sangat
disenangi dan melahirkan perhatian yang tinggi bagi individu terhadap
objek tersebut (Crites, 1969 : 29). Di samping itu, minat juga merupakan
kemampuan untuk memberikan stimulus yang mendorong seseorang
untuk memperhatikan aktivitas yang dilakukan berdasarkan pengalaman
yang sebenarnya (Crow and Crow , 1984 :248). Berdasarkan kedua
penegertian tersebut, minat merupakan kemampuan seseorang untuk
memberikan perhatian terhadap suatu objek yang disertai dengan rasa
senang dan dilakukan penuh kesadaran.
Peserta didik yang menaruh minat pada suatu mata pelajaran,
perhatiannya akan tinggi dan minatnya berfungsi sebagai pendorong kuat
untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar pada
pelajaran tersebut. Oleh karena itu, definisi operasional minat belajar
adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan dan dapat
membangkitkan gairah seseorang untuk memenuhi kesediaannya yang
dapat diukur melalui kesukacitaan, ketertarikan, perhatian dan
keterlibatan. Berikut contoh kisi-kisi dan soal minat belajar sastra
Indonesia.

NO. DIMENSI INDIKATOR NOMOR SOAL


1. Kesukaan Gairah 8, 13
Inisiatif 16, 17
2. Ketertarikan Responsif 10, 15, 20
Kesegeraan 2, 6, 9
3. Perhatian Konsentrasi 7, 19
Ketelitian 3, 10

9
Penulisan Butir Soal

NO. DIMENSI INDIKATOR NOMOR SOAL


4. Keterlibatan Kemauan 4, 5
Keuletan 1, 18
Kerja Keras 12, 14

Keterangan : Nomor yang bergaris bawah adalah untuk pernyataan positif


Contoh soalnya seperti berikut :

NO. PERNYATAAN SS S KK J TP
1. ….
2. Saya segera mengerjakan PR sastra sebelum
datang pekerjaan yang lain.
7. Saya asyik dengan pikiran sendiri ketika
guru menerangkan sastra di kelas.
16. Saya suka membaca buku sastra.
20. ….
Keterangan : SS = sangat sering, S = sering, KK = kadang-kadang, J =
jarang, TP = tidak pernah.
Perhatikan contoh tes minat lainnya berikut ini.
CONTOH TES MINAT PESERTA DIDIK
TERHADAP MATA PELAJARAN

NO. PERNYATAAN SL SR JR TP
1. Saya Senang mengikuti pelajaran ini.
2. Saya rugi bila tidak mengikuti pelajaran ini.
3. Saya merasa pelajaran ini bermanfaat.
4. Saya berusaha menyerahkan tugas tepat
waktu.
5. Saya berusaha memahami pelajaran ini.
6. Saya bertanya kepada guru bila ada yang
tidak jelas
7. Saya mengerjakan soal-soal latihan di
rumah.
8. Saya mendiskusikan materi pelajaran
dengan teman sekelas.
9. Saya berusaha memiliki buku pelajaran ini.
10. Saya berusaha mencari bahan pelajaran di
perpustakaan
Keterangan : SL = selalu, SR = sering, JR = jarang, TP = tidak pernah.
Keterangan : Dari 4 kategori: skor terendah 10, skor tertinggi 40.
33- 40 Sangat berminat
25- 32 Berminat
17- 24 Kurang berminat
10- 16 Tidak berminat

10
Penulisan Butir Soal

3. Tes Motivasi Berprestasi


Definisi Konsep
Motivasi berprestasi adalah motivasi yang mendorong peserta didik untuk
berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih sebelumnya
maupun yang dibuat atau diraih orang lain.
Definisi Operasional
Motivasi berprestasi adalah motivasi yang mendorong seseorang untuk
berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih sebelumnya
maupun yang dibuat atau diraih orang lain yang dapat diukur melalui: (1)
berusaha untuk unggul dalam kelompoknya, (2) menyelesaikan tugas
dengan baik, (3) rasional dalam meraih keberhasilan, (4) menyukai
tantangan, (5) menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses, (6)
menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi, umpan balik,
dan resiko tingkat menengah.
CONTOH KISI-KISI PENYUSUNAN INSTRUMEN
VARIABEL MOTIVASI BERPRESTASI
NOMOR PERNYATAAN JUMLAH
INDIKATOR
POSITIF NEGATIF
1. Berusaha unggul 1,2,3 4,5,6 6
2. Menyelesaikan tugas
dengan baik 7,8,9 10,11,12 6
3. Rasional dalam
meraih keberhasilan 13,14,15 16,17,18 6
4. Menyukai tantangan 19,20,21 22,23,24 6
5. Menerima tanggung
jawab pribadi untuk
sukses 25,26,27,28 29,30,31,32 8
6. Menyukai situasi
pekerjaan dengan
tanggung jawab
pribadi, umpan balik,
dan resiko tingkat
menengah 33,34,35,36 37,38,39,40 8
Jumlah Pernyataan 20 20 40

CONTOH BUTIR SOAL:


1. Saya bekerja keras agar prestasi saya lebih baik baripada teman-
teman.
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
4. Saya menghindari upaya mengungguli prestasi teman-teman.
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
9. Saya berusaha untuk memperbaiki kinerja saya pada masa lalu.
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah
12. Saya mengabaikan tugas-tugas sebelum ada yang mengatur
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah

11
Penulisan Butir Soal

SKOR JAWABAN

Skor Jawaban a b c d e
Pernyataan Positif 5 4 3 2 1
Pernyataan Negatif 1 2 3 4 5

3. Tes Kreativitas
Kreativitas merupakan proses berpikir yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan secara benar dan
bermanfaat (Devito, 1989 : 118). Disamping itu, kreativitas juga
merupakan kemampuan berpikir divergen yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan dan orisinal dalam proses berpikir (Good Brophy,
1990 : 619). Ciri-ciri kreativitas berkaitan dengan imaginasi, orisinalitas,
berpikir devergen, penemuan hal-hal yang bersifat baru, intuisi, hal-hal
yang menyangkut perubahan dan eksplorasi (Coben, 1976 : 17). Desain
tes kreativitas terdiri dari dua subtes yaitu dalam bentuk gambar dan
verbal yang masing-masing bentuk memiliki ciri kelancaran (fluency).
keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration)
(Torrance, 1974 : 8).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, definisi konsepsual kreativitas
adalah kemampuan berpikir divergen. Adapun definisi operasionalnya
adalah kemampuan berpikir divergen yang memiliki sifat (dapat diukur
melalui) kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan hasilnya dapat
berguna untuk keperluan tertentu. Dari hasil pendefinisian konstruk ini,
kisi-kisinya dapat disusun seperti contoh berikut ini.

NO. TES INDIKATOR NOMOR SOAL


1. VERBAL a. Kelancaran 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
b. Keluwesan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
c. Keaslian 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
d. Keelaborasian 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

2. Gambar a. Kelancaran 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10


b. Keluwesan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
c. Keaslian 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
d. Keelaborasian 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

Penskoran untuk setiap indikator di atas mempergunakan skala 0-4.


Misalnya untuk indikator “kelancaran”, skor : 4 = sangat lancar, 3 = cukup
lancar, 2 = kurang lancar, 1 = tidak lancar, 0 = tidak menjawab. Untuk
indikator “keluwesan”, skor: 4 = sangat luwes, 3 = cukup luwes, 2 =
kurang luwes, 1 = tidak luwes, 0 = tidak menjawab, demikian pula
seterusnya. Adapun contoh butir soal seperti berikut.

12
Penulisan Butir Soal

a. Contoh Tes Verbal


 Misalnya diberikan tiga gambar ikan dalam akuarium yang masing-
masing dibedakan jumlah ikan dan makanannya. Pertanyaan: pilih
salah satu gambar yang anda sukai dan jelaskan mengapa anda
menyukainya! (waktu 3 menit).
 Buatlah kalimat sebanyak-banyaknya dengan kata “pintar“!
(waktu 3 menit).
 Tuliskan berbagai cara tikus masuk ke dalam rumah! (waktu 3
menit).

b. Contoh Tes Gambar


 Disajikan sebuah gambar yang belum selesai.
Pertanyaan: selesaikan rancangan gambar berikut dan berikan
judul sesuai dengan selera Anda! (waktu 3 menit).
 Disajikan sebuah sketsa gambar yang belum selesai.
Pertanyaan : selesaikan sketsa gambar berikut menurut kesukaan
anda dan setelah selesai berikut judulnya! (waktu 3 menit).
 Disajikan 6 buah titik A, B, C, D, E, dan F dengan posisi yang telah
ditetapkan.Pertanyaan: Buatlah gambar dari 6 titik ini, kemudian
berikan judulnya!.
 Disajikan gambar sebuah segitiga dan tiga lingkaran yang letaknya
mengelilingi segitiga. Pertanyaan: Tafsirkan makna gambar
berikut! (waktu 5 menit).

4. Tes Stres Belajar (menghadapi ujian)


Definisi konsep stres belajar adalah suatu kondisi kekuatan dan
tanggapan sebagai interaksi dalam diri seseorang akibat dikonfrontasikan
dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan belajar yang dikaitkan
dengan apa yang sangat diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai
suatu yang tidak pasti atau penting.
Definisi operasional stres belajar adalah suatu kondisi kekuatan dan
tanggapan sebagai interaksi dalam diri seseorang akibat dikonfrontasikan
dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan belajar yang dikaitkan
dengan apa yang sangat diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai
suatu yang tidak pasti atau penting yang dapat diukur melalui: (1)
tanggapan psikologis seperti perasaan cemas, khawatir, takut, tidak
senang, perasaan terganggu, dan lepas kendali, (2) tanggapan fisik
seperti rasa lelah, jantung berdebar, rasa sakit, dan tekanan darah
terganggu, dan (3) tanggapan perseptual seperti anggapan dan
keyakinan. Berikut contoh kisi-kisi dan soal tes stres belajar.

13
Penulisan Butir Soal

NO. DIMENSI INDIKATOR NOMOR SOAL


1. Tanggapan a. Perasaan cemas 1,2
Psikologis terhadap b. Khawatir 3,4,5
kendala c. Takut 6,7,8,9
dan tuntutan) d. Tidak senang 10,11,12,13,14,15,16,
e. Perasaan terganggu 17,18,19,20,21,22,
f. Lepas Kendali 23,24,25,26,27,28,29,30

2. Tanggapan Fisik a. Rasa lelah 31,32,33,34,


(akibat tuntutan) b. Jantung berdebar 35,36,37,
c. Rasa sakit 38,39,40,
d. Tekanan darah 41,42,43,
terganggu

3. Tanggapan Persepsual a. Tanggapan dan 44,45,46,47,48,49,50


(terhadap pencapaian) keyakinan

Keterangan: nomor soal ganjil adalah pernyataan positif, nomor soal genap
adalah pernyataan negatif.

Contoh soal stres belajar.

NO. PERNYATAAN SS S KK J TP
1. Saya cemas terhadap kemampuan saya di
sekolah.
6. Saya takut ranking saya turun.
20. Saya kehilangan nafsu makan setiap
menghadapi tuntutan tugas.
36. Jantung saya berdebar-debar ketika sedang
menyelesaikan tugas
50. …..
Keterangan : SS = sangat sering, S = sering, KK = kadang-kadang,
J = jarang, TP = tidak pernah.

6. Teknik Penskoran
Salah satu kegiatan dari penulisan butir soal yaitu teknik penskoran. Ada
cara sederhana untuk menskor hasil jawaban peserta didik dari instrumen
non-tes. Sebagai contoh, tes skala sikap di atas telah dikerjakan oleh
salah satu peserta didik.
Nama peserta didik : Susiana

14
Penulisan Butir Soal

NO. PERNYATAAN SS S TS STS


1. Mau menerima pendapat orang lain X
merupakan ciri bertoleransi.
2. Untuk mewujudkan cita-cita harus X
memaksakan kehendak
3. Saya suka menerima pendapat orang lain X
4. Memilih teman di sekolah, saya utamakan
mereka yang pandai saja X
5. Kalau saya boleh memilih, saya akan selalu X
mendengarkan usul-usul kedua orang tuaku.
6. Bekerja sama dengan orang yang berbeda
suku lebih baik dihindarkan.
7. …… X

Penjelasan: Dalam kisi-kisi tes, soal nomor 1-6 hanya mewakili indikator
“mau menerima pendapat orang lain” dari dimensi “toleransi” untuk
topik “sikap belajar peserta didik di sekolah”. Sebagai contoh
penskorannya adalah seperti berikut ini.
1. Perilaku positif terdapat pada soal nomor 1, 3, 5 dengan pemberian
skor: SS= 4, S= 3, TS= 2, STS= 1.
2. Perilaku negatif terdapat pada soal nomor 2, 4, 6 dengan pemberian
skor: SS= 1, S= 2, TS= 3, STS= 4
3. Skor yang harus diperoleh dalam perilaku positif minimal 3 x 4 = 12,
Maksimal 3 x 5 = 15, (3 berasal dari 3 butir soal yang positif; 3 adalah
skor S; 4 adalah skor SS).
4. Skor yang harus diperoleh dalam perilaku negatif minimal 3 x 2 = 6,
Maksimal 3 x 1 = 3 (3 berasal dari 3 butir soal yang negatif, 2 adalah
skor S; 1 adalah skor SS).
5. Skor rata-rata: perilaku minimal adalah (12 + 6):2 = 9.
Perilaku maksimal adalah (15 + 3) : 2 = 9.
6. Jadi skor Susiana di atas adalah seperti berikut ini.
Perilaku positif 5+4+1 = 10, perilaku negatif 4+2+3 = 9.
Skor akhir Susiana adalah (10+9):2 = 9,5 atau 10.

Skor Susiana 10, sedangkan ukuran perilaku positif minimal 12 dan


maksimalnya adalah 15. Jadi sikap Susiana tentang “toleransi” khususnya
mau menerima pendapat orang lain” dalam topik “sikap belajar peserta
didik di sekolah” masih kurang. Artinya bahwa Susiana mempunyai sikap
positif yang tidak begitu tinggi tentang “mau menerima pendapat orang
lain”. Dia perlu pembinaan dan peningkatan khususnya mengenai perilaku
ini.

15
Penulisan Butir Soal

VII. PENYUSUNAN BUTIR SOAL YANG MENUNTUT


PENALARAN TINGGI

A. Pengertian

Dalam menulis butir soal, penulis soal memiliki kecenderungan untuk menulis
butir-butir soal yang menuntut perilaku “ingatan”. Di samping mudah
penulisan soalnya, materi yang hendak ditanyakan juga mudah diperoleh dari
buku pelajaran. Untuk menuliskan butir soal yang menuntut penalaran tinggi,
penulis soal biasanya merasa agak kesulitan dalam mengkreasinya. Disamping
sulit menentukan perilaku yang diukur atau merumuskan masalah yang
dijadikan dasar pertanyaan, juga uraian materi yang akan ditanyakan (yang
menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran.
Bagaimana peserta didik bisa maju bila pola berpikirnya hanya ingatan? Oleh
karena itu, ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman oleh para
penulis soal untuk menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi.
Caranya adalah seperti berikut ini.
1. Materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku: pemahaman,
penerapan, sintesis, analisis, atau evaluasi (bukan hanya ingatan).
Perilaku ingatan juga diperlukan, namun kedudukannya adalah sebagai
langkah awal sebelum peserta didik dapat memahami, menerapkan,
menyintesiskan, menganalisis, dan mengevaluasi materi yang diperoleh
dari guru. Uraian tentang perilaku ini dapat dilihat pada perilaku kognitif
yang dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom pada bab di depan.
2. Setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus).
3. Mengukur kemampuan berpikir kritis.
4. Mengukur keterampilan pemecahan masalah.
5. Penjelasan nomor 2, 3 dan 4 diuraikan secara rinci di bawah ini.

B. Dasar Pertanyaan (Stimulus).


Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut penalaran tinggi, maka setiap
butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang berbentuk
sumber/bahan bacaan seperti: teks bacaan, paragrap, teks drama,
penggalan novel/cerita/dongeng, puisi, kasus, gambar, grafik, foto, rumus,
tabel, daftar kata/symbol, contoh, peta, film, atau suara yang direkam.

C. Mengukur Kemampuan Berpikir kritis


Ada 11 kemampuan berpikir kritis yang dapat dijadikan dasar dalam menulis
butir soal yang menuntut penalaran tinggi.

16
Penulisan Butir Soal

1. Menfokuskan pada pertanyaan


Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah masalah/problem, aturan, kartun, atau eksperimen dan
hasilnya, peserta didik dapat menentukan masalah utama, kriteria yang
digunakan untuk mengevaluasi kualitas, kebenaran argumen atau
kesimpulan.
2. Menganalisis argumen
Contoh indikator soal:
Disajikan deskripsi sebuah situasi atau satu/dua argumentasi, peserta
didik dapat: (1) menyimpulkan argumentasi secara cepat, (2)
memberikan alasan yang mendukung argumen yang disajikan, (3)
memberikan alasan tidak mendukung argumen yang disajikan.
3. Mempertimbangkan yang dapat dipercaya
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah teks argumentasi, iklan, atau eksperimen dan
interpretasinya, peserta didik menentukan bagian yang dapat
dipertimbangan untuk dapat dipercaya (atau tidak dapat dipercaya),
serta memberikan alasannya.
4. Mempertimbangkan laporan observasi
Contoh indikator soalnya:
Disajikan deskripsi konteks, laporan observasi, atau laporan
observer/reporter, peserta didik dapat mempercayai atau tidak terhadap
laporan itu dan memberikan alasannya.
5. Membandingkan kesimpulan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik
adalah benar dan pilihannya terdiri dari: (1) satu kesimpulan yang benar
dan logis, (2) dua atau lebih kesimpulan yang benar dan logis, peserta
didik dapat membandingkan kesimpulan yang sesuai dengan pernyataan
yang disajikan atau kesimpulan yang harus diikuti.
6. Menentukan kesimpulan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik
adalah benar dan satu kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat
menentukan kesimpulan yang ada itu benar atau tidak, dan memberikan
alasannya.
7. Mempertimbangkan kemampuan induksi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan, informasi/data, dan beberapa kemungkinan
kesimpulan, peserta didik dapat menentukan sebuah kesimpulan yang
tepat dan memberikan alasannya.

17
Penulisan Butir Soal

8. Menilai
Contoh indikatornya:
Disajikan deskripsi sebuah situasi, pernyataan masalah, dan kemungkinan
penyelesaian masalahnya, peserta didik dapat menentukan: (1) solusi
yang positif dan negatif, (2) solusi mana yang paling tepat untuk
memecahkan masalah yang disajikan, dan dapat memberikan alasannya.
9. Mendefinisikan Konsep
Contoh indikator soal:
Disajikan pernyataan situasi dan argumentasi/naskah, peserta didik dapat
mendefinisikan konsep yang dinyatakan.
10. Mendefinisikan asumsi
Contoh indikator soal
Disajikan sebuah argumentasi, beberapa pilihan yang implisit di dalam
asumsi, peserta didik dapat menentukan sebuah pilihan yang tepat sesuai
dengan asumsi.
11. Mendeskripsikan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah teks persuasif, percakapan, iklan, segmen dari video
klip, peserta didik dapat mendeskripsikan pernyataan yang dihilangkan.

D. Mengukur Keterampilan Pemecahan Masalah


Ada 17 keterampilan pemecahan masalah yang dapat dijadikan dasar dalam
menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi.
1. Mengidentifikasi masalah
Contoh indikator soal:
Disajikan deskripsi suatu situasi/masalah, peserta didik dapat
mengidentifikasi masalah yang nyata atau masalah apa yang harus
dipecahkan.
2. Merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan yang berisi sebuah masalah, peserta didik
dapat merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan.
3. Memahami kata dalam konteks
Contoh indikator soal:
Disajikan beberapa masalah yang konteks kata atau kelompok katanya
digarisbawahi, peserta didik dapat menjelaskan makna yang berhubungan
dengan masalah itu dengan kata-katanya sendiri.

18
Penulisan Butir Soal

4. Mengidentifikasi masalah yang tidak sesuai


Contoh indikator masalah:
Disajikan beberapa informasi yang relevan dan tidak relevan terhadap
masalah, peserta didik dapat mengidentifikasi semua informasi yang
tidak relevan.
5. Memilih masalah sendiri
Contoh indikator soal:
Disajikan beberapa masalah, peserta didik dapat memberikan alasan satu
masalah yang dipilih sendiri, dan menjelaskan cara penyelesaiannya.
6. Mendeskripsikan berbagai strategi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat memecahkan
masalah ke dalam dua cara atau lebih, kemudian menunjukkan solusinya
ke dalam gambar, diagram, atau grafik.
7. Mengidentifikasi asumsi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat memberikan
solusinya berdasarkan pertimbangan asumsi untuk saat ini dan yang akan
datang.
8. Mendeskripsikan masalah
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat
menggambarkan sebuah diagram atau gambar yang menunjukkan situasi
masalah.
9. Memberi alasan masalah yang sulit
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah masalah yang sukar dipecahkan atau informasi
pentingnya dihilangkan, peserta didik dapat menjelaskan mengapa
masalah ini sulit dipecahkan atau melengkapi informasi pentingnya
dihilangkan.
10. Memberi alasan solusi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah dengan dua atau lebih kemungkinan
solusinya, peserta didik dapat memilih satu solusi yang paling tepat dan
memberikan alasannya.
11. Memberi alasan strategi yang digunakan
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah dengan dua atau lebih strategi
untuk menyelesikan masalah, peserta didik dapat memilih satu strategi
yang tepat untuk menyelesaikan masalah itu dan memberikan alasannya.

19
Penulisan Butir Soal

12. Memecahkan masalah berdasarkan data dan masalah


Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah cerita, kartun, grafik atau tabel dan sebuah pernyataan
masalah, peserta didik dapat memecahkan masalah dan menjelaskan
prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.
13. Membuat strategi lain
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah dan satu strategi untuk
menyelesaikan masalahnya, peserta didik dapat menyelesaikan masalah
itu dengan menggunakan strategi lain.
14. Menggunakan analogi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah dan strategi penyelesaiannya,
peserta didik dapat: (1) mendeskripsikan masalah lain (analog dengan
masalah ini) yang dapat diselesaikan dengan menggunakan strategi itu,
(2) memberikan alasannya.
15. Menyelesaikan secara terencana
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah situasi masalah yang kompleks, peserta didik dapat
menyelesaikan masalah secara terencana mulai dari input, proses,
output, dan outcomenya.
16. Mengevaluasi kualitas solusi
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah dan beberapa strategi untuk
menyelesaikan masalah, peserta didik dapat: (1) menjelaskan dengan
menerapkan strategi itu, (2) mengevaluasinya, (3) menentukan strategi
mana yang tepat, (4) memberi alasan mengapa strategi itu paling tepat
dibandingkan dengan strategi lainnya.
17. Mengevaluasi strategi sistematika
Contoh indikator soal:
Disajikan sebuah pernyataan masalah, beberapa strategi pemecahan
masalah dan prosedur, peserta didik dapat mengevaluasi strategi
pemecahannya berdasarkan prosedur yang disajikan.

20
Penulisan Butir Soal

VIII. PERAKITAN BUTIR SOAL

A. Pengertian

Merakit soal adalah menyusun soal yang siap pakai menjadi satu
perangkat/paket tes atau beberapa paket tes paralel. Dasar acuan dalam
merakit soal adalah tujuan tes dan kisi-kisinya. Untuk memudahkan
pelaksanaannya, guru harus memperhatikan langkah-langkah perakitan soal.
Dalam bab ini juga diuraikan penskoran jawaban soal. Pemeriksaan terhadap
jawaban peserta didik dan pemberian angka merupakan langkah untuk
mendapatkan informasi kuantitatif dari masing-masing peserta didik. Pada
prinsipnya, penskoran soal harus diusahakan agar dapat dilakukan secara
objektif. Artinya, apabila penskoran dilakukan oleh dua orang atau lebih
yang sama tingkat kompetensinya, akan menghasilkan skor atau angka yang
sama, atau jika orang yang sama mengulangi proses penskoran akan
dihasilkan skor yang sama.

B. Langkah-langkah Perakitan Soal


Para pendidik dapat merakit soal menjadi suatu paket tes yang tepat,
apabila para pendidik memperhatikan langkah-langkah perakitan soal.
Berikut langkah-langkah perakitan soal.
1. Mengelompokkan soal-soal yang mengukur kompetensi dan materi yang
sama, kemudian soal-soal itu ditempatkan dalam urutan yang sama.
2. Memberi nomor urut soal didasarkan nomor urut soal dalam kisi-kisi.
3. Mengecek setiap soal dalam satu paket tes apakah soal-soalnya sudah
bebas dari kaidah “Setiap soal tidak boleh memberi petunjuk jawaban
terhadap soal yang lain”.
4. Membuat petunjuk umum dan khusus untuk mengerjakan soal.
5. Membuat format lembar jawaban.
6. Membuat lembar kunci jawaban dan petunjuk penilaiannya.
7. Menentukan/menghitung penyebaran kunci jawaban (untuk bentuk
pilihan ganda), dengan menggunakan rumus berikut.

Penyebaran kunci jawaban =  + 3


Jumlah soal

Jumlah pilihan jawaban

8. Menentukan soal inti (anchor items) sebanyak 10 % dari jumlah soal


dalam satu paket. Soal inti ini diperlukan apabila soal yang dirakit terdiri
dari beberapa tes paralel. Tujuannya adalah agar antar tes memiliki
keterkaitan yang sama. Penempatan soal inti dalam paket tes diletakkan
secara acak.

21
Penulisan Butir Soal

9. Menentukan besarnya bobot setiap soal (untuk soal bentuk uraian)


Bobot soal adalah besarnya angka yang ditetapkan untuk suatu butir soal
dalam perbandingan (ratio) dengan butir soal lainnya dalam satu
perangkat tes. Penentuan besar kecilnya bobot soal didasarkan atas
tingkat kedalaman dan keluasan materi yang ditanyakan atau
kompleksitas jawaban yang dituntut oleh suatu soal. Untuk
mempermudah perhitungan/penentuan nilai akhir, jumlah bobot
keseluruhan pada satu perangkat tes uraian ditetapkan 100. Perakit soal
harus dapat mengalokasikan besarnya bobot untuk setiap soal dari bobot
yang telah ditetapkan. Bobot suatu soal yang sudah ditetapkan pada satu
perangkat tes dapat berubah bila soal tersebut dirakit ke dalam
perangkat tes yang lain.

10. Menyusun tabel konversi skor


Tabel konversi sangat membantu para pendidik pada saat menilai lembar
jawaban peserta didik. Terutama bila dalam satu tes terdiri dari dua
bentuk soal, misal bentuk pilihan ganda dan uraian atau tes tertulis dan
tes praktik. Skor dari soal bentuk pilihan ganda tidak dapat langsung
digabung dengan skor uraian. Hal ini karena tingkat keluasan dan
kedalaman materi yang ditanyakan atau penekannya dalam kedua bentuk
itu tidak sama. Nilai keduanya dapat digabung setelah keduanya
ditentukan bobotnya. Misalnya, untuk soal bentuk pilihan ganda (45 soal
dengan skor maksimum 45) bobotnya 60 % dan bentuk uraian (5 soal
dengan skor maksimum 20) bobotnya 40 %. Untuk menentukan skor
jadinya adalah skor perolehan peserta didik yang bersangkutan dibagi
skor maksimum kali bobot. Tabel konversi ini merupakan tabel konversi
sederhana atau klasik.
Untuk memudahkan penggunaan tabel konversi, kita ingat proses
penyamaan skala atau konversi alat ukur suhu yang didasarkan pada
konversi rumus yang sudah standar, misal skala pengukuran: Celcius (titik
awal 00 titik didih 1000). Reamur (titik awal 00 titik didih 800),
Fahrenheit (titik awal 320 titik didih 2120 ), Kelvin (titik awal 2370 titik
didih 3730). Masing-masing skala pengukuran ini bukan untuk
dibandingkan atau sebagai penentu kelulusan atau sebagai pengatrol
nilai, namun masing-masing memiliki skala sendiri-sendiri. Keberadaan
skala ini tidak bisa dikatakan bahwa orang yang menggunakan skala
pengukuran Celcius dan Reamur akan selalu dirugikan karena keduanya
memiliki nilai 0 sampai dengan 4 (bila acuan kriterianya 4,01), sedangkan
orang yang menggunakan Fahrenheit dan Kelvin selalu diuntungkan
karena titik awalnya 32 dan 237. Demikian pula dengan konversi nilai
dalam ulangan atau ujian. Guru atau panitia ujian mau menggunakan
konversi yang mana. Dalam ilmu pengukuran, konversi dapat disusun
melalui konversi biasa dan konversi yang terkalibrasi dengan model
respon butir. Apabila UN atau US sudah mempergunakan konversi model
respon butir, semua nilai peserta didik harus mengacu pada model
konversi ini, tidak membandingkan dengan konversi lain/biasa.

22
Penulisan Butir Soal

Konversi biasa (model pengukuran secara klasik) penggunaannya biasa


digunakan guru di sekolah, yaitu untuk memperoleh nilai murni peserta
didik. Bila menghendaki skor maksimum 10 digunakan rumus (skor
perolehan: skor maksimum) x 10 dan bila menggunakan skor maksimum
100 digunakan nilai konversi dengan rumus (skor perolehan: skor
maksimum) x 100 atau bila menggunakan skor maksimum 4 digunakan
nilai konversi dengan rumus (skor perolehan : skor maksimum) x 4.
Konversi seperti ini memiliki dua kelemahan, pertama adalah bahwa
setiap butir soal dihitung memiliki tingkat kesukaran yang sama. Artinya
peserta didik manapun yang menjawab benar 40 dari 50 butir soal dalam
satu tes (terserah nomor butir soal berapa yang benar, apakah nomor 1
benar, nomor 2 salah, nomor 3 benar atau sebaliknya dan seterusnya,
yang penting benar 40 soal) peserta didik yang bersangkutan akan
memperoleh nilai 8 (untuk konversi skor maksimum 10), 80 (untuk
konversi skor maksimum 100) 0,2 (untuk konversi skor maksimum 4).
Kelemahan kedua adalah bahwa tingkat kesukaran butir soal tidak
ditempatkan/dikalibrasi pada skala yang sama. Artinya bahwa butir-butir
soal tidak disusun berdasarkan tingkat kesukarannya dan kemampuan
peserta didik sehingga model konversi ini belum bisa menentukan nilai
murni peserta didik yang sebenarnya. Seharusnya hanya peserta didik
yang memiliki kemampuan tinggi (misal pada skala kemampuan 1,
kemampuan 2, kemampuan 3) yang dapat menjawab benar semua soal
dalam tes pada skala yang bersangkutan atau tingkat kesukaran butir
(mudah, sedang, sukar) sesuai dengan kemampuan peserta didik yang
bersangkutan. Apabila sekolah mempergunakan konversi biasa seperti ini
justru akan merugikan peserta didik yang memiliki kemampuan lebih
tinggi.
Konversi yang terkalibrasi adalah konversi nilai yang disusun berdasarkan
kemampuan peserta didik dari tingkat kesukaran butir soal yang
terkalibrasi dengan model Rasch (Item Response Theory). Untuk
memahami model terkalibrasi ini diperlukan pengertian berikut. Setiap
jumlah jawaban yang benar soal, misal 1 sampai dengan 50, masing-
masing butir memiliki tingkat kemampuan (untuk teori klasik tidak ada).
Tingkat kemampuan ini diperoleh dari rumus model Rasch P= (e (-)) : (1
+ e (-): P adalah peluang menjawab benar satu butir soal. E = 2,7183, 
= tingkat kemampuan peserta didik, dan  = tingat kesukaran butir soal.
Kemudian nilai abilitas (misal -3,00 sampai dengan +3,00) ditransformasi
ke dalam skala 0-10, 0-100, atau 0-4. Misal untuk dapat ditransformasi ke
dalam skala 0-100 diperlukan rata-rata 50 dan standar deviasi 5, sehingga
untuk membuat tabel konversi mempergunakan rumus Y=50+5X. Y=nilai
peserta didik dan X adalah nilai abilitas. Dengan rumus inilah konversi
terkalibrasi dapat disusun. Jadi dalam konversi yang terkalibrasi skalanya
didasarkan dua hal penting, yaitu tingkat kesukaran dan tingkat
kemampuan peserta didik. Soal ditempatkan pada tingkat kesukaran dan
kemampuan peserta didik yang telah disamakan skalanya. Bila tes sudah
disamakan skalanya, siapapun yang mengambil tes pada paket yang

23
Penulisan Butir Soal

mudah, sedang, dan sukar, masing-masing tes masih berada pada skala
yang sama dan bisa dibandingkan. Oleh karena itu, tes yang diberikan
kepada peserta didik sudah selayaknya harus sesuai dengan tingkat
kemampuan peserta didik. Apabila kemampuan peserta didik dalam
memahami materi yang diajarkan guru itu tinggi (sudah tercapai target
kompetensinya), peluang menjawab benar soal pasti tinggi. Namun
sebaliknya bila kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang
diajarkan guru itu rendah (belum tercapai target kompetensinya),
peluang menjawab benar soal pasti rendah. Apakah tesnya berbentuk tes
lisan, tertulis (soalnya berbentuk pilihan ganda, uraian, isian, dll.), atau
perbuatan. Model Rasch merupakan salahsatu model dalam teori respon
butir yang menitikberatkan pada parameter tingkat kesukaran butir soal.
Model ini telah digunakan di berbagai kalangan seperti untuk sertifikasi
ujian kedokteran di USA, sejumlah program penilaian sekolah di USA,
program penilaian di Australia, studi matematik dan science internasional
ketiga, National School English Literacy Survey di Australia, equating tes
English di Provinsi Guandong Cina, dan beberapa tes diagnostic. Model ini
banyak digunakan orang sebagai pendekatan analitik standard untuk
kalibrasi instrumen karena modelnya sederhana, elegant, hemat, atau
efektif dan efisien.
Konversi nilai berdasarkan Model Rasch memiliki keunggulan bila
dibandingkan dengan konversi nilai berdasarkan model pengukuran secara
klasik. Keterbatasan model pengukuran secara klasik adalah seperti
berikut. (1) Tingkat kemampuan dalam teori klasik adalah “true score”.
Jika tes sulit artinya tingkat kemampuan peserta didik rendah. Jika tes
mudah artinya tingkat kemampuan peserta didik tinggi. (2) tingkat
kesukaran soal didefinisikan sebagai proporsi peserta didik dalam
kelompok yang menjawab benar soal. Mudah/sulitnya butir soal
tergantung pada kemampuan peserta didik yang dites dan keberadaan tes
yang diberikan. (3) Daya pembeda, reliabilitas, dan validitas soal/tes
didefinisikan berdasarkan grup peserta didik. Artinya bahwa konversi nilai
berdasarkan teori tes klasik memiliki kelemahan, yaitu (1) tingkat
kesukaran dan daya pembeda tergantung pada sampel; (2) penggunaan
metode dan teknik untuk desain dan analisis tes dengan
memperbandingkan kemampuan peserta didik pada pembagian kelompok
di atas, tengah, bawah. Meningkatnya validitas skor tes diperoleh dari
tingkat kesukaran tes dihubungkan dengan tingkat kemampuan setiap
peserta didik; (3) konsep reliabilitas tes didefinisikan dari istilah tes
paralel; (4) tidak ada dasar teori untuk menentukan bagaimana peserta
didik memperoleh tes yang sesuai dengan kemampuan peserta didik; (5)
Standar kesalahan pengukuran hanya berlaku untuk seluruh peserta didik.
Disamping itu, tes klasik telah gagal memberi kesimpulan yang tepat
terhadap beberapa masalah testing seperti: desain tes (statistik butir
klasik tidak memberitahu penyusun tes tentang lokasi maksimum daya
pembeda butir pada skala skor tes), identifikasi item bias, dan equating
skor tes (tidak suksesnya pada item bias dan equating skor tes karena
sulit menentukan kemampuan yang sebenarnya di antara kelompok).

24
Penulisan Butir Soal

Kelebihan model Rasch atau teori respon butir secara umum adalah
bahwa: (1) model ini tidak berdasarkan grup dependen, (2) skor peserta
didik dideskripsikan bukan tes dependen, (3) model ini menekankan pada
tingkat butir soal bukan tes, (4) model ini tidak memerlukan paralel tes
untuk menentukan reliabilitas tes, (5) model ini merupakan suatu model
yang memberikan suatu pengukuran ketepatan untuk setiap skor tingkat
kemampuan. Tujuan utama teori respon butir adalah memberikan
invariant pada statistik soal dan estimasi kemampuan. Oleh karena itu,
kelebihan teori respon butir adalah: (1) responden dapat diskor pada
skala yang sama, (2) skor responden dapat dibandingkan pada dua atau
lebih bentuk tes yang sama, (3) semua bentuk soal memperoleh
perlakuan melalui cara yang sama, (4) tes dapat disusun sesuai keahlian
berdasarkan tingkat kemampuan yang akan dites.

25
Penulisan Butir Soal

IX. PROSEDUR PEMERIKSAAN LEMBAR JAWABAN,


PERHITUNGAN NILAI AKHIR, DAN PENYETARAAN TES

A. Prosedur Pemeriksaan Lembar Jawaban


Dalam melakukan pemeriksaan lembar jawaban peserta didik sangat
ditentukan pada bentuk soalnya. Untuk pemeriksaan bentuk pilihan ganda,
pelaksanaannya sangat mudah. Lembar jawaban peserta didik dicocokkan
pada lembar kunci jawaban yang sudah disiapkan. Bila jawaban peserta didik
sesuai dengan kunci jawaban, maka jawabannya diberi skor 1, bila tidak
sesuai diberi skor 0. Setelah selesai menskor seluruh soal, maka baru dihitung
berapa jumlah soal yang benar dan berapa jumlah soal yang tidak benar.
Jumlah skor benar itulah yang merupakan skor perolehan (skor mentah) dari
soal bentuk pilihan ganda yang diperoleh warga belajar/peserta didik yang
bersangkutan.
Untuk melakukan pemeriksaan soal-soal bentuk uraian termasuk tes
perbuatan, sangat diperlukan kesabaran dan ketelitian yang handal. Untuk
memudahkan pelaksanaannya, ada beberapa kaidah atau prosedur
pemeriksaannya.
1. Gunakanlah pedoman penskoran yang telah disiapkan sebagai acuan
dalam memeriksa jawaban peserta didik.
2. Bacalah jawaban peserta didik kemudian bandingkan dengan jawaban
ideal seperti yang ada pada pedoman penskoran.
3. Berikan skor sesuai dengan tingkat kelengkapan dan kesempurnaan
jawaban peserta didik.
4. Periksalah seluruh lembar jawaban peserta didik pada nomor yang sama,
baru dilanjutkan ke pemeriksaan nomor berikutnya. Hal ini perlu
dilakukan guna menjaga konsistensi dan objektivitas pemberian skor.
5. Hindari faktor-faktor yang tidak sesuai/relevan dalam pemberian skor
seperti bagus tidaknya tulisan dan bersih tidak kertas jawaban, kecuali
kalau memang kedua aspek itu yang akan diukur, seperti mata pelajaran
bahasa.

Setelah selesai memeriksa lembar jawaban peserta didik, langkah berikutnya


adalah memberikan skor pada lembar jawaban itu. Pemberian skor untuk
bentuk soal pilihan ganda sangat mudah dan telah dijelaskan diatas,
sedangkan pemberian skor untuk bentuk soal uraian sangat ditentukan oleh
bobot masing-masing soalnya. Bila setiap butir soal sudah selesai diskor,
hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik pada setiap nomor butir soal.
Kemudian lakukan perhitungan nilai dengan menggunakan rumus seperti
berikut ini.

26
Penulisan Butir Soal

Nilai Setiap Soal =  X bobot


Skor perolehan peserta didik

Skor maksimum butir soal ybs

Contoh

Soal Bobot Soal Skor Skor perolehan Perhitungannya


Uraian Maksimum Raufan
1 20 8 7 (7:8) x 20 = 17,50
2 10 5 4 (4:5) x 10 = 8,00
3 30 10 9 (9:10) x 30 = 27,00
4 10 5 5 (5:5) x 10 = 10,00
5 30 10 7 (7:10) x 30 = 21,00

Nilai soal uraian Raufan adalah = 83,50


Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penskoran, maka setiap butir soal
uraian dibuatkan perhitungan skornya yang dihitung dari skor maksimumnya.

Contohnya seperti berikut ini.


a. Skor soal nomor 1 ( contoh: 1:8 x 20 = 2,5; 2:8x20=5; dst. Penjelasan :
8=skor maksimum soal nomor 1;20=bobot soal nomor 1)

Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai


1 2,5 4 10 7 17,5
2 5 5 12,5 8 20
3 7,5 6 15

b. Skor soal nomor 2 ( Skor maksimum 5; bobot soal 10 )

Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai


1 2 4 8
2 4 5 10
3 6

c. Skor Soal No 3 (skor maximum 10, bobot soal 30)

Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai


1 3 6 18 10 30
2 6 7 21
3 9 8 24
4 12 9 27

27
Penulisan Butir Soal

d. Skor soal no. 4 (Skor Maksimum 5, bobot soal 10)

Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai


1 2 4 8
2 4 5 10
3 6

e. Skor soal no. 5 ( Skor Maksimum 10, bobot soal 30 )

Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai Skor Perolehan Nilai


1 3 6 18 10 30
2 6 7 21
3 9 8 24
4 12 9 27

Berdasarkan perhitungan skor yang telah dibuat, penilaian ke lima butir soal
di atas dapat doskor secara mudah pada setiap peserta didik. Contoh seperti
berikut ini
Nama Nomor Soal
Nilai
No peserta 1 2 3 4 5
(Jumlah N)
didik SP N SP N SP N SP N SP N
1 Raufan 7 7,5 4 8 9 27 5 10 7 21 83,50
2 dst
3
4
5
Keterangan : SP = Skor Perolehan. N = Nilai

B. Perhitungan Nilai Akhir


Setiap jenis tes (tertulis, perbuatan, sikap) dalam perhitungan nilai akhir
hendaknya berdiri sendiri, jangan digabung karena setiap jenis tes memiliki
karakteristik sendiri-sendiri. Berikut ini diberikan contoh perhitungan nilai
akhir untuk tes tertulis.
Contoh Perhitungan Nilai Akhir
1. Tes Tertulis
Bentuk Jumlah Nomor Skor Skor
Bobot Perhitungan
Soal Soal Soal Maksimum Fauria
PG 35 70 % 1-35 35 30 38:45x10=8,44
Isian 10 1-10 10 8
Jumlah= 45 38
Uraian 5 30 % 1 3 3 22:28x10=7,86
2 4 2
3 9 8
4 6 4
5 6 5
Jumlah= 28 22

28
Penulisan Butir Soal

Nilai Fauria untuk PG, Isian dan Uraian = ( 70 % x 8,44 ) + ( 30 % x 7,86 )


= 5,91 + 2,36
= 8,27

2. Nilai Tes Praktik


Misal pada tes praktik dengan skor maksimum 23, Fauria dapat menjawab
20 perintah dengan benar. Skor yang diperoleh Fauria adalah 20 . Nilai
tes praktiknya = 20 : 23 x 10= 8,70

29
Penulisan Butir Soal

X. PENGEMBANGAN BANK SOAL

A. Pengertian

Bank soal bukan hanya bank pertanyaan, pool soal, kumpulan soal, gudang
soal, atau perpustakaan soal (Millman and Arter, 1984: 315); melainkan bank
yang butir-butir soal terkalibrasi (Wright and Bell, 1984: 331) dan disusun
secara sistematis agar memudahkan penggunaan kembali dan manfaat
soalnya. Untuk itu butir-butir soal di dalam bank soal harus tersedia untuk
setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran,
tingkat kesukaran butir soal, dan jenjang pendidikan. Hal ini sangat
diperlukan untuk memiliki suatu tujuan yang jelas sebagai panduan dan
pengembangan bank soal.

B. Tujuan Pengembangan Bank Soal

Secara implisit, tujuan pengembangan bank soal juga diperlukan untuk


penilaian mutu bank soal itu sendiri. Apakah bank soal dapat berisi butir-
butir soal yang sesuai dengan tujuan yang terkandung di dalamnya atau
tidak, karena bank soal sangat berguna bagi guru, psychometrik, kurikulum,
dan peserta didik (Wright and Bell, 1984: 333-335). Oleh karena itu, tujuan
utama bank soal adalah untuk merakit/mengonstruksi tes dan pengadaan
kesesuaian ujian baik untuk tujuan penilaian ulangan harian maupun untuk
tujuan penilaian pada ulangan akhir semester, sehingga soalnya terjamin
(Hambleton and Swaminathan, 1985: 255-256).

C. Prosedur Pengembangan Bank Soal

Butir-butir soal yang akan disimpan di dalam bank soal harus diproses melalui
prosedur pengembangan bank soal. Prosedur pengembangan butir soal yang
digunakan di dalam pengembangan bank soal adalah :
(1) Penyusunan kisi-kisi, (2) Penulisan butir soal, (3) Revisi/validasi butir, (4)
Perakitan tes, (5) Uji coba tes, (6) Memasukkan data, (7) Analisis butir soal
secara klasik dan IRT, (8) Menyeleksi butir untuk bank soal yang terkalibrasi.

Setiap butir soal dimasukkan berdasarkan : tingkat sekolah, tipe sekolah,


jurusan, standar kompetensi dan kompetensi dasar, tujuan pembelajaran,
perilaku yang diukur/taxonomi, format soal, tingkat kesulitan butir soal,
tingkat kemampuan peserta didik, semester, statistik, tahun.

Dalam mengolah butir-butir soal dalam bank soal diperlukan perangkat lunak
yang tepat. Secara singkat, perangkat lunak yang digunakan memiliki tiga
kelebihan, yaitu : (1) Kemudahan pada penyimpanan dan pencarian kembali,

30
Penulisan Butir Soal

(2) Kesanggupan untuk memunculkan kembali grafik butir-butir secara tepat,


(3) Kelengkapan susunan data butir soal.

Gagasan lain yang perlu dipertimbangkan pada setiap sekolah adalah adanya
konsep bank tes. Gunanya adalah untuk menyusun beberapa paket paralel
tes kecil berdasarkan unit-unit pembelajaran, seperti ulangan harian,
ulangan bersama setiap selesai mengerjakan kompetensi minimal pada
beberapa standar kompetensi/kompetensi dasar, ulangan tengah semester,
atau ulangan akhir semester.
Para guru dapat memilih tes itu untuk penilaian kelas. Hal ini tidak hanya
dapat menghemat waktu bagi guru, model tes seperti ini dapat diharapkan
memiliki mutu yang lebih baik. Karena kurikulum di Indonesia adalah
standar, maka model seperti ini sangat tepat.
Proses pengembangan bank soal dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Perencanaan Administrasi Tes


Butir-butir
Bank soal

Format yang Perancang Pemasangan


dicari Format Format

Pemberian
Tes

Jawaban
siswa

Kalibrator
(Bigsteps)
Pengembangan
Bank

Perubahan
Linker

Daftar Peta Daftar Daftar Peta


Butir Butir format Peserta Peserta
soal soal didik didik

Pelaporan Peserta
Pelaporan Butir Soal
didik
Gambar 1 : Pengembangan Bank Soal (Wright and Bell, 1984: 336)

31
Penulisan Butir Soal

DAFTAR PUSTAKA

Aiken, Lewis R. (1994). Psychological Testing and Assessment,(Eight Edition),


Boston: Allyn and Bacon.

Anastasi. Anne and Urbina, Susana. (1997). Psicoholological Testing. (Seventh


Edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Assessment Systems Corporation. (1984). User's Manual for the MicroCat


Testing System, USA.

Atkinson, John W. (1978). Personality Motivation and Achievement.


Sashington. Hemisphere Publishing Corporation.

Bejar, Isaac I. (1983). Introduction to Item Response Theory and Their-


Assumptions. Hambleton, Ronald K. (Editor). Applications of Item
Response Theory. Canada: Educational Research Institute of British
Columbia.

Bruning, James L. and Kintz, B. L. (1987). Computational Handbook of


Statistics. Third Edition. Illinois: Scott, Foresman and Company.

Cohen, Louis. (1976). Educational Research in Classrooms and Schools: A


Manual of Materials and Methods. London: Harper & Row Publishers.

Cohen, Ronald Jay; Swerdlik, Mark E. and Smith, Douglas K. (1992).


Psychological Testing and Assessment: An Introduction to Test and
Measurement, second edition. California: Mayfield Publishing Company.

Crites, John O. (1969). Vocational Psychology. New York: McGraw Hill Book
Company

Crocker, L. & Algina, J. (1986). Introduction to Classical and Modern Test,


Theory. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Crow, Lester D. and Crow, Allice. (1984). Educattional Psychology. New York:
American Book Company.

Czikszentmihaly, Mihaly. (1996). Creativity: Flaw and The Psychology of


Discovery and Invention. New York: Harper Collins Publisher.

David and Steinberg, Lynne. (1997). A Response Model for Multiple-Choice Items
dalam Wim J. van der Linden and Ronald K. Hambleton (Editor).
Handbook of Modern Item Response Theory. New York: Springer-
Verlag.

32
Penulisan Butir Soal

Devito, Affred. (1990). Creative Wellstrings for Science Teaching. (Second


Edition). USA.

Ebel, Robert L. and Frisbie, David A. (1991). Essentials of Education


Measurement. New Jersey: Prentice Hall.

Gable. Robert K. (I986). Instrument Development in the Affective Domain


Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing.

Glass, Gene V. and Stanley, Julian C. (1970). Statistical Methods in Education


and Psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Good, Thomas L. and Brophy, Jere E. (1990) Educational Psychology. New York:
Longman.

Gonczi, Andrew (Editor). (1992). Developing a Competent Workforce.


Adelaide: National Centre of Vocational Education Research Ltd.

Hair, J. F.; Anderson, R. E., Tatham, R. L., and Black, W. C. (1998).


Multivariate Data, Analysis. New Jersey. Prentice-I-lall International,
Inc.

Haladyna, Thomas M. (1994). Developing and Validating Multiple-choice Test


Items. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher.

Hambleton, Ronald K. and Swaminathan, Hariharan. (1985). Item Response


Theory, Principles, and Aplications. Boston: Kluwer. Nijhoff Publishing.

Hambleton, R.K. ; Swaminathan, H. ; and Rogers, H.J. (1991). Fundamentals of


Item Response Theory. Newbury Park: Sage Publications.

Hambleton, Ronald K (1993). Principles and Selected Applications of Item


Response Theory. In Linn, Robert L. (Editor). Educational
Measurement. Third Edition. Phoenix: American Council on Education,
Series on Higher Education Oryx Press.

Harman, Harry H. (1970). Modern Factor Analysis (Third Edition Revised).


Chicago: The University of Chicago Press.

Holland. PW & Thaycr. DT (1988). Test Validity. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, Publishers.

Izard, John. (1995). Trial Testing and Item Analysis (Module (A). Australia:
Australian Council Ibr Pdtrcallonal Research, UNESCO.

Joreskog, Karl and Sorboni, Dag. (1996). PRELIS2: User’s Reference Guide.
Chicago: Scientific Software Internasional, Inc.

33
Penulisan Butir Soal

Kerlinger, Fred N (1993). Asas-asas Penelitian Behavioral (Edisi Ketiga),


diterjemahkan Simatupang L. R. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Lewy, Arieh (Editor). (1977). International Institute for Educational Planning:


Handbook of Curriculum Evaluation. Paris: UNESCO.

Linn, Robert L. and Gronlund, Norman E. (1995). Measurement and Assessment


in Teaching. (Seventh Edition). Ohio: Prentice-Hall, Inc.

Lord, F.M. (1952). A Theory of Test Scores. USA: Educational Testing Service.

McDonald, Roderich P. (1999). Test Theory: A Unified Treatment. New Jersey:


Larvrence Erbaum Associates, Publishers.

Messick, Samuel. (1993). “Validity”, Educational Measurement, Third Edition,


ed. Robert L. Linn. New York: American Council on Education and
Macmillan Publishing Company, A Division of Macmillan, Inc.

Millman, Jason and Arter, Judith A. Issues in Item Banking. In Journal of


Educational Measurement, Volume 21, No. 4, Winter 1984, p. 315.

Millman, Jason and Greene, Jennifer. (1993).The Spesification and Development


of Tests of Achiievement and Ability in Robert L. Lin (Editor).
Educational Measurement, Third Edition. Phoenix: American Council on
Education, Series on Higher Education Oryx Press.

Mueller, Daniel J. (1986). Measuring Social Attitudes: A Handbook for


Researchers and Practitioners. New York. Teacher College, Columbia
University

Nitko, Anthony J. (1996). Educational Assessment of Students, Second Edition.


Ohio: Merrill an imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs.

Norusis, Marija J. (1993). SPSS for Windows Base System user's Guide, Release
6.0. Chicago: Marketing Departernent SPSS Inc.

Nunally, Jum C. (1978). Psychometric Theory, Second Edition. New Delhi: Tata
McGrawHill Publishing Company Limited.

Oosterhof, Alberth C (1990). Classroom Applications of Educational


Measurement. Ohio Merril Publishing Company.

Paplia, Diana E. and Olds, Sally-Wendkos. (1985). Psychology. New York


Mc.Graw Hill.

34
Penulisan Butir Soal

Pedhazur, Elazar J. and Schmekin, Liora Pedhazur. (1991). Measurement,


Design, and Analysis: An Integrated Approach. New Jersey: Lowrence
Erlbaum Associates, Publishers.

Petersen, Nancy S, Kolen, Michael J; and Hoover H.D( 1993). Scaling, Norming,
and Equating. In Educational Measurement ( Third Edition ). Editor
Robert L Linn Phoenix: American Council on Education, Seriess on Higher
Education Oryx Press

Petri, Herbert L. (1981). Motivation Theory and Research. Belmont, California:


Wadsworth, Inc.

Popham, W.James. (1995). Classroom Assesment: What Teachers Need to


Know. Boston: Allyn and Bacon

Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi:


Penilaian Berbasis Kelas, Jakarta.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengujian, Balitbang Dikbud


( 1993/1994). Bahan Penataran Pengujian Pendidikan. Jakarta

Pusat Pengembangan dan Pengembangan Bahasa (1990). Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

_______________________________ (2003). Penilaian Tingkat Kelas : Pedoman


Bagi Guru SD/MI,SMP/MTs,SMA/MA, dan SMK,Jakarta

Raths,L.E et all(1996). Value and Teaching: Working with Value in Classroom


Columbus: Charles E. Merill Publishing, Co

Safari. (2000). Kaidah Bahasa Indonesia dalam Penulisan Soal. Jakarta: PT


Kartanegara.

Safari. (1995). Pengujian dan Penilaian Bahasa dan Sastra Indonesia, Jakarta:
PT. Kartanegara.

Shavelson, Richard J. (1988). Statistical Reasoning for The Behavioral


Sciences. (Second Edition). Boston: Allyn and Bacon, Inc.This'en,

Skaggs. G and Lissitz,R.W.(1986). IRT Tes Equating: Relevant issues and a Review
of Recent Research . Review of Educational Research, 56(4),495-529

Skinner, Charles E (1988). Educational Psychology. New Delhi: Prentice Hall

Stufflebean, Daniel L et al (1971). Educational Evaluation and Decision


Making. Illinois F.E. Peacock Publishersm Inc.

35
Penulisan Butir Soal

Thorndike, Robert M. (1997). Measurement and Evaluation in Pschology and


Education, Sixth Edition. Ohio: Merrill, an imprint of Prentice Hall.

Tinkelman, S.N. (1971). Planning the Objective Test. Educational


Measurement (Second Ed). Washington D.C: American Council on
Education.

Torrance, Paul (1974). Torrance Test of Creativity Thinking. Bensenville,


Scholastic Testing Service, Inc.

Wright, Benjamin D. and Bell, Susan R. Item Banks : What, Why, How. In Journal
of Educational Measurement, Volume 21, No. 4, Winter 1984; p.331

Wright, Benjamin D. and Stone, Mark H (1979). Best Test Design. Chicago :
MESA Press.

Wright, Benjamin D. and Linacre, John M. (1992). A User's Guide to BIGSTEPS:


Rasch Model Computer Program, Version 2.2. Chicago: MESA Press.
Wright, B.D. and Stone,

Yelon, Stephen L. and Weinstein, Grace W . (1977). A Teacher’s World;


Psychology in The Classroom. Tokyo: Mc-Graw-Hill International Book
Company.

36

Anda mungkin juga menyukai