Jurnal Kepribadian Manusia Dalam Tafsir Buya Hamka 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM TAFSIR BUYA HAMKA

Linda Mayang Sari


Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
[email protected]
Yassinta Ananda
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
[email protected]
Toni Markos
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
[email protected]
Anisa Ulfitri
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Rika Sumalia
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
[email protected]

Abstrak: Di dalam Al-Qur’an pembahasan mengenai kepribadian ini juga dijelaskan. Akan
tetapi tidak menggunakan istilah yang baku sebagaimana dalam ilmu psikologis. Salah satu
mufasir yang menafsirkan ayat-ayat ini adalah Buya Hamka dalam kitab tafsir Al-Azhar. Buya
Hamka dari karangan yang beragam dan lebih banyak karya-karya beliau yang bercorak tasawuf
maka mengulas ayat-ayat mengenai kepribadian dari kacamata penafsiran Hamka maka sangat
relevan mengingat kepribadian identik dengan tasawuf. Penelitian ini termasuk kepada penelitian
kualitatif dengan jenis pendekatan library research. Sumber datanya menggunakan kitab tafsir
Al-Azhar sebagai rujukan pokok dalam memahami ayatayat yang ditafsirkan. Dan sumber
sekunder berupa artikel, jurnal, skripsi, tesis, maupun karya ilmiah lainnya. Hasil penelitiannya
berupa penafsiran Buya Hamka terhadap kepribadian positif dan kepribadian negatif dalam Al-
Qur’an. Kepribadian positif muncul dan dibentuk oleh dua hal utama yang pertama menyucikan
jiwa dan yang kedua ketenangan jiwa. Karena kepribadian positif akan muncul dari dua hal ini.
Penafsiran Buya Hamka terhadap kepribadian negatif di dalam Al-Qur’an. Kepribadian negatif
muncul dan dibentuk oleh faktor utamanya yaitu manusia yang senantiasa mengikuti hawa nafsu
mereka. Orang-orang yang mengikuti hawa nafsu ini kelak akan menjadi orang-orang yang
menyesal.
Kata Kunci: Al-azhar, Buya Hamka, Kepribadian, Tafsir.

PENDAHULUAN
Kepribadian ini berasal dari bahasa Inggris yaitu personality yang berarti topeng. Sedangkan
masyarakat awam mengartikan personality yaitu tingkah laku yang ditampakkan dalam
lingkungan sosial. Kepribadian itu sendiri juga merupakan sebuah konsep yang luas dan
mengacu pada banyak aspek karakteristik yang unik dari seseorang. Buya Hamka, menyatakan
kepribadian ini merupakan kumpulan dari sifat-sifat dan kelebihan diri, yang menunjukkan
kelebihan seseorang dari yang lain. Dalam kata lain, Buya Hamka juga menjelaskan mengenai
kepribadian, yaitu kumpulan sifat akal-budi, kemauan, cita-cita, serta bentuk tubuh. Hal inilah
yang menyebabkan harga manusia itu berbeda dengan yang lain. Selain itu, hamka juga
mengemukakan mengenai faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, diantaranya:

Pertama, daya penarik, berani, timbang rasa, dan percaya diri. Menurut Hamka, terdapat
kumpulan sifat dan kelebihan yang dapat menimbulkan daya tarik, yaitu kesopanan, ilmu
pengetahuan yang tinggi, serta kesopanan. Timbang rasa yang dimaksud oleh Hamka ialah
sebuah kemampuan seseorang dalam mempertimbangkan suatu persoalan tanpa mencampurinya
dengan rasa kasih sayang. Sedangkan berani menurut pandangan Hamka yaitu mengambil
sebuah keputusan dalam bertindak dan siap bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan.
Kedua, Hamka juga menjelaskan, ada beberapa hal yang dapat menguatkan kepribadian
seseorang, yaitu: keinginan bekerja, pengaruh agama dan iman, serta pengaruh sembahyang.
Namun, Hamka juga memberikan pendapat, bahwasanya ketiga hal yang diatas tidak akan
menguatkan kepribadian seseorang secara optimal apabila di dalam diri seseorang tersebut tidak
menghadirkan agama dan iman, karena iman merupkan pokok dari sebuah kehidupan. Dengan
hadirnya agama dan iman ini dapat membantu seseorang dalam menguatkan kepribadiannya
ketika menghadpi kesulitan, dengan cara melalui sembahyang.
Ketiga, Hamka menjelaskan hal yang dapat melemahkan kepribadian seseorang, yaitu
menjadi bayang-bayang orang lain, ikatan adat yang lama dan lain sebagainya. Hamka
berpandangan bahwa orang yang hidupnya menjadi bayang-bayang dalam kehidupan orang lain,
dalam artian setiap kegiatan hanya mengikuti orang lain saja, maka kepribadian seseorang itu
akan lenyap dalam kepribadian orang yang diikutinya. Keempat, Hamka menjelaskan bahwa
terdapat hal yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang, yaitu pandangan hidupnya,
keikhlasan, semangat, dan halus perasaan. Dan Hamka lebih menegaskan lagi, bahwa jika
kepribadian seseorang ingin sempurna, maka seseorang itu hru memiliki pandangan hidup yang
nyata dan ikhlas dalam melakukan seuatu serta memiliki perasan yang begitu lembut. Adapun
kepribadian manusia pada dasarnya mengalami perbedaan satu sama lain. Perbedaan ini bisa dari
internal maupun eksternal. Kepribadian manusia yang beragam bisa terjadi disebabkan berbagai
macam faktor. Kepribadian manusia ini dalam kajian sains maupun Al-Qur’an telah di bahas
secara detail. Kepribadian mempunyai kedudukan penting dan dianggap mempunyai fungsi
sebagai petunjuk bagi kehidupan masyarakat. 1

Mengenai tema pembahasan ini, penulis merujuk kepada beberapa penelitian terdahulu
sehingga dapat menunjang kesuksesan dalam penelitian ini, diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Irsyad,2 Senata dan Fahmi,3 Rifatul,4 Syafei,5 Shobur,6 Nasution,7 Widianti dan

1
Muhammad Rifa‟i Subhi, “Kepribadian dalam Perspektif Hamka,” Jurnal Fokus Konseling Vol.4 No.1
(2018), no. Vol.4 No.1 (2018), (t.t.).
2
Muhammad Irsyad, “Kompetensi Kepribadian Pendidik Dalam Tafsir Asy-Sya’rawi Pada Surah Luqman Ayat
13-19” (skripsi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2020), http://repository.uinsu.ac.id/11708/.
3
Senata Adi Prasetia dan Muhammad Fahmi, “Kompetensi Kepribadian Guru Perspektif Tafsir Al-Sha’rawi
Dalam Q.S. Al-Kahfi Ayat 60-82,” Tasyri` : Jurnal Tarbiyah-Syari`ah-Islamiyah 27, no. 1 (30 April 2020): 21–38,
https://doi.org/10.52166/tasyri.v27i1.81.
4
421307211 Rifatul Muna, “Struktur Kepribadian Manusia Dalam Teori Psikoanalisis Ditinjau Dari Al-Quran
Dalam Tafsir Al-Misbah” (other, UIN Ar-Raniry, 2020), https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/23186/.
5
Ahmad Khomaini Syafeie, “INTERNALISASI NILAI-NILAI IMAN DAN TAQWA DALAM
PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MELALUI KEGIATAN INTRAKURIKULER,” Al-Tarbawi Al-Haditsah:
Jurnal Pendidikan Islam 5, no. 1 (27 Juni 2020), https://doi.org/10.24235/tarbawi.v5i1.6280.
6
Rival Rosyidush Shobur, “Membangun kepribadian Islami pada anak dalam Al–Qur’an : Studi tafsir Al–Azhar
karya Buya Hamka dan tafsir Al–Shawi karya Syekh Ahmad Al–Shawi” (other, UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
2022), https://etheses.uinsgd.ac.id/50084/.
7
“Kepribadian Terbelah Dalam Perspektif Al-Quran | Nasution, M.Ag | Jurnal Al-Irsyad: Jurnal Bimbingan
Konseling Islam,” diakses 27 Maret 2023, http://194.31.53.129/index.php/Irsyad/article/view/1735.
Abdullah,8 Nikmah,9 dan Wirda.10 Hanya saja penelitian terdahulu ini membahas mengenai pola
kepribadian dalam ayat-ayat Al-Quran tanpa menjelaskan secara detail bagaimana tafsirannya,
terlebih lagi objek utama dalam penelitian yang penulis kaji ini merupakan terbaru, mengingat
belum terlalu banyak para sarjanawan yang mengkaji dari segi tafsir al-Azhar karangan Buya
Hamka.

Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa kepribadian manusia menurut Hamka
dan beberapa pakar yang lain, bahwasanya kepribadian ialah suatu kualitas yang membuat
seseorang menjadi individu yang khas, dan diyakini dapat merelatifkan dengan secara stabil
sepanjang waktu, serta konsisten. Selain itu, ada beberapa pakar yang mengartikan kepribadian
dengan pendapat yang sama. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai kepribadian menurut Buya Hamka. Adapun fokus permasalahan yang akan penulis
kaji yaitu, bagaimana Buya Hamka ini memaknai kepribadian manusia itu sendiri, dan
bagaimana pula Buya Hamka menafsirkn Ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai kepribadian.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini tergolong kedalam penelitian kualitatif dengan memperoleh data dari
kepustakaan. Sumber data primernya berupa ayat-ayat al-Qur’an. Ayat yang digunakan adalah
Qs As-Syams: 7-8, Al-Qiyamah: 2, Al-Fajr, Yusuf: 53 dan kitab tafsir Al-Azhar 11 Karya Haji
Abdul Malik Karim Amrullah. Data sekunder sekunder berupa data yang didapatkan dari
sumber-sumber pendukung yang dapat membantu penelitian, berupa penelitian terdahulu seperti
artikel, jurnal, skripsi, tesis, maupun disertasi yang terkait sesuai dengan pemabahasan., Peneliti
menggunakan metode analisis data komparatif, teknik ini dilakukan agar mencapai pada
pemahaman tentang objek kajian yang kompleks. Metode yang penulis gunakan adalah metode
tematis.

8
Nurhannah Widianti, Muhammad Luthfi Abdullah, dan Agus Hendrarto, “Eksistensi Kepribadian Manusia
Melalui Pendekatan Tafsir Al-Qur’an,” Prophetic : Professional, Empathy, Islamic Counseling Journal 3, no. 1
(2020): 15–24, https://doi.org/10.24235/prophetic.v3i1.6952.
9
Nikmah Turohmah, “FEMINIMISME PERSPEKTIF TAFSIR AL-AZHAR (Studi Analisis Terhadap Ayat-
Ayat al-Qur’an Tentang Kepribadian Wanita)” (skripsi, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF
KASIM RIAU, 2021), https://repository.uin-suska.ac.id/53829/.
10
421307281 Wirda Izah Farziah, “Kepribadian Konselor Menurut Perspektif Organisasi Profesi (Kajian
Konten Analisis Terhadap Karakteristik Kepribadian Konselor Konvensional)” (skripsi, UIN Ar-Raniry Banda
Aceh, 2019), http://library.ar-raniry.ac.id/.
11
Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, t.t.).
PEMBAHASAN

A. MENGENAL SECARA SINGKAT PROFIL BUYA HAMKA

B. MAKNA KEPRIBADIAN POSITIF DALAM TAFSIR AL-AZHAR

1. Q.S. As-Syams ayat 7-8


2. Q.S. Al-Fajr ayat 27-28

C. MAKNA KEPRIBADIAN NEGATIF DALAM TAFSIR AL-AZHAR.


1. Q.S. As-Syams ayat 7-8
2. Q.S. Al-Fajar ayat 27-28

D. MAKNA KEPRIBADIAN NEGATIF DALAM TAFSIR AL-AZHAR.


1. Q.S. Al-Qiyamah ayat 2
Di dalam surah ini kita mengenal istilah lawwamah atau diri yang
menyesal.

Aku bersumpah demi jiwa yang sangat menyesali (dirinya sendiri)

Penafsirannya sebagai berikut: Ath-Thabari dalam tafsirnya


meriwayatkan bahwa al-Jasan dan al-A'raj tidak membacakan Loo itu dengan
panjang, melainka disetalikan dengan Uqsimu, menjadi La uqsimu , yang
dengan demikian la yang tidak panjang itu berarti sesungguhnya. Sebagai
huruf ta'kid. Ada juga yang mengartikan menurut wajarnya saja, yaitu;
"Tidak Aku akan bersumpah dengan hai kiamat, dan tidak Aku akan
bersumpah dengan jiwa yang menyesal.”Lalu penafsir itu melanjutkan
keterangan demikian; "Oleh karena hari kiamat dan jiwa manusia yang
menyesal itu adalah soal-soal yang sangat penting, tidak perlu lagi buat
dijadikan sumpah oleh Tuhan, karena hal yang sangat pentingnya."
Maka yang penting bagi kita sekarang ini ialah menumpukan perhatian
kita kepada dua masalah yang diseiringkan oleh Tuhan di dalam
sumpahNya. Yaitu Hari Kiamat An-Nafsul Lawwamah. Nampak pada
lahirnya, keduanya bergabung jadi satu dalam ingatan kita. Pertama sekali
sebagai Insan, kita wajib percaya bahwa Hari Kiamat pasti akan terjadi. Hari
kiamat adalah Rukun Kelima dari pada Iman kita. Bahwa hidup kita tidaklah
habis hingga ini saja. Di belakang hidup yang sekarang, akan ada lagi hidup.
Sesudah menempuh
maut, kita akan melalui alam kubur atau alam barzakh. Dalam beberapa
masa yang hanya Allah yang tahu entah berapa lamanya, kiamat itu akan
terjadi. Kiamat artinya berdiri atau bangun. Serunai sangkakala akan
berbunyi yang pertama, buat memanggil sisa manusia yang masih hidup
supaya mati semua. Setelah itu datang serunai sangkakala yang kedua kali,
maka segala yang telah mati tadi akan dibangunkan kembali. Karena akan
ditentukan tempat masingmasing,tempat berbahagia atau tempat berbahaya.
Masing-masing menurut hasil perhitungan (Hisab). Kadang-kadang lupalah
manusia akan perhitungan Hari Depan itu. Bahwasanya ada lagi sambungan
hidup. Karena lupa itu 53 diperturutkannyalah An-Nafsul Ammarah, yaitu
nafsu yang mendorong akan berbuat yang salah.
Dalam ilmu modern disebut insting kebinatangan yang ada dalam diri
manusia. Dia berbuat sesuka hati, asal yang akan memuaskan kehendaknya
saja. Setelah dia terlanjur berbuat salah, atau setelah gejala An-Nafsul
Ammarah itu mereda atau turun, atau lindap ibarat api, timbullah sesal.
Mengapa menyesal? Sebab awak manusia. Seekor binatang yang berkelahi
sesamanya binatang, sampai badannya luka-luka, tidaklah akan ada rasa
penyesalan karena merasa bersalah. Tetapi manusia mempunyai rasa
penyesalan itu.
Said bin Jubair, murid Ibnu Abbas dalam hal tafsir mengatakan;
"Lawwamah" ialah penyesalan atas diri sendiri karena berbuat salah,
menyesali diri sendiri karena kebajikan yang diperbuat rasanya masih
kurang."Mujahid mengartikan; "Menyesali keterlanjuran masa lampau." al-
Hasan al-Bishri menjelaskannya lagi; "Orang yang beriman itu senantiasa
menyesali serba kekurangan yang ada pada dirinya, mengapa aku bertutur
demikian, mengapa aku makan minum secara demikian, apa yang aku
maukan atas diriku ini. Sedang orang yang durhaka kepada Tuhan maju
terus berbuat dosa, kemudian sekali barulah dia menyesal."
Dengan merenungkan pada diri kita sendiri, bahwa di diri kita sebagai
manusia senantiasa terdapat "rasa sesal" karena berbuat salah, maka dapatlah
kita fahamkan, mengapa Tuhan mempertalikan Hari Kiamat dengan
AnNafsul Lawwamah dalam sumpah peringatan. Kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa orang yang menjaga rasa menyesal dalam dirinya itu, 54
sehingga dia dapat berfikir terlebih dahulu sebelum terlanjur berbuat suatu
dosa, akan selamatlah dia dari bahaya Hari Kiamat.
Syaikh Thanthawi Jauhari di dalam Tafsimya "AlJawahir" menuliskan
pula penafsiran-Nya menghubungkan dua sumpah Tuhan, Hari Kiamat dan
Nafsul Lawwamah ini. Kita salinkan tafsir itu secara bebas, demikian: "Tuhan
bersabda; "Aku bersumpah dengan Hari Kiamat dan Aku bersumpah dengan
nafsu yang selalu menyesali dirinya, meskipun dia telah bersungguhsungguh
berbuat taat, atau jenis macam-macam nafsu. Tiap-tiap nafsu di hari kiamat
akan menyesali diri, meskipun dia pernah berbuat baik ataupun berbuat
jahat, dia selalu menyesali diri. Kalau dia pemah berbuat baik, dia menyesal
mengapa tidak aku tambah. Kalau dia berbuat jahat dia pun menyesal
mengapa aku kerjakan itu. Semuanya itu ada keterangan dalam Hadis-hadis
yang dirawikan.
Allah bersumpah, demi kiamat dan demi nafsu yang menyesal itu, bahwa
kita ini kelak akan dibangkitkan kembali. Tuhan bersumpah dengan
Kebesaran kiamat dan nafsu manusia yang ingin selalu maju, selalu ingin
naik. Telah dicapainya satu martabat, dia ingin yang lebih tinggi lagi.
Sumpah Tuhan yang berangkai dua ini sebagai dalil bahwa kiamat pasti ada.
Adanya dalam diri manusia nafsu ingin lebih maju, tidak mau berhenti pada
batas tertentu dalam hidup ini, sampai ke akhir umur, jadi bukti bahwa di
sebelah sana ada lagi yang lebih tinggi yang dapat dicapai manusia.
Tabiat manusia itu sendiri jadi bukti akan adanya kiamat. Keinginan
manusia hendak lebih maju, kelobaan akan harta, keinginan bertambah
mengetahui dan tidak mau berbenti dalam satu keadaan saja, adalah bukti
bahwa ada lagi di balik hidup ini kehidupan lain. Jiwa manusia selalu ingin
tahu, ingin menyelidik yang tadinya 55 belum diketahuinya, dia ingin
menguasai, ingin menggagahi. Dia ingin mempunyai lebih banyak dari yang
dipunyai sekarang, yang telah dipunyai ini belum dirasa cukup, baik ilmu
pengetahuan atau hartabenda. Seorang Raja Penguasa setelah menguasai satu
daerah, dia ingin meluaskan kekuasaan itu lagi. Seorang kaya bertambah
kaya, bertambah merasa masih kurang. Padahal yang akan memenuhi perut
anak Adam tidak lain hanya tanah.
Oleh sebab itu maka sumpah Tuhan di antara kiamat dengan nafsul
lawwamah adalah untuk menjadi penunjuk atau dalil. Keinginan nafsu yang
tidak berbatas ini adalah bukti bahwa di belakang hidup yang sekaranglah
akan tercapai apa yang merekacari. Di sini Tuhan bersumpah, demi Nafsul
Lawwamah, demi jiwa yang selalu menyesali, itu adalah suatu dalil bahwa
satu waktu jiwa itu akan sampai kepada suatu alam yang jauh lebih
sempurna daripada alam yang sekarang; di sana dia nakan mencapai apa
yang dituju." (footnote)
Lawwamah adalah kepribadian yang mencela perbuatan buruknya
setelah memperoleh cahaya kalbu.Ia bangkit untuk memperbaiki
kebimbangannya dan kadang-kadang tumbuh perbuatan yang buruk yang
disebabkan oleh watak gelap (zhulma niyyah)-nya, tetapi kemudian ia
diingatkan oleh nur Ilahi, sehingga ia bertaubat dan memohon ampunan
(istighfar). Bentuk-bentuk kepribadian lawwamah sulit ditentukan, sebab ia
merupakan kepribadian antara, yakni antara kepribadian ammarah dan
kepribadian muthma'innah, yang bernilai netral Maksud netral di sini dapat
berarti tidak memiliki nilai buruk atau nilai baik, tetapi dengan gesekan
motivasi, netralitas suatu tingkah laku itu akan menjadi baik atau akan
menjadi buruk. Baik buruk nilainya tergantung pada kekuatan daya yang
mepengaruhi. ia bernilai baik menurut ukuran manusia, tetapi belum tentu
baik menurut ukuran Tuhan, seperti rasionalitas, moralitas dan litas yang
dimotivasi oleh antroposentris (insaniyah).
Para prinsipnya, Islam menghargai kreativitas manusia, baik dalam
bentuk pikiran maupun perbuatan, sebab fitrah asli manusia adalah baik,
sehingga apa yang dihasilkannya bernilai baik. Tentu gebaikan yang
dimaksud tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang ditetapkan oleh
Tuhan. Yang dimaksud Nafs lawwamah adalah jiwa yang amat menyesali
dirinya, menyesali diri karena berbuat kejahatan, perassan menyesal itu
selalu ada padahal mereka sudah berusaha untuk mengerjakanamal shaleh,
padahal semua itu akan diperhitungkan pada hari kiamat. nafs lawwamah
jiwa yang tidak bisa mengedalikan dirinya, tidak bisa emngendalikan diri
dalam senang mupun susah, ketika senang boros dan royal ketika susah
menyesali diri dan menjauh dari agama. Nafs lawwamah merupakan jiwa
seorang mukmin yang belum sempurna keimanan.
Di dalam ayat ini dapat kita pahami bahwa orang—orang yang
mempunyai kepribadian yang negative nantinya mereka akan menjadi
orangorang yang menyesal. Ayat ini lebih menjelaskan kepada akibat yang
didapatkan atau ganjaran yang diperoleh oleh orang-orang yang tidak
pernah membentuk kepribadian yang baik. Ganjaran yang mereka dapatkan
adalah penyesalan kelak di hari akhir.
2. Q.S. Yusuf ayat 53
Ayat ini menjelaskan mengenai nafsu pada diri manusia, dalam ayat ini
terdapat dua keadaan yaitu ketika nafsu yang menguasai manusai dan yang
kedua ketika manusia yang dapat mengendalikan nafsunya.
Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya
nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

"Dan tidaklah aku hendak membersihkan diriku."). Artinya, tidaklah aku


hendak mengelak dari kesalahan. Aku memang telah bersalah karena
memperturutkan hawa nafsuku, aku tidak dapat menahan diri, sehingga aku
rayu Yusuf, aku panggil dia, aku ajak dia berbuat menyimpang dengan aku.
Rumah tertutup, orang lain tidak ada, suamiku tidak di rumah, sedang dia
cantik, tampan, muda dan aku pun masih muda: "Karenan sungguhlah nafsu,
membawa kepada kejahatan." Dengan pengakuan yang tertulis dalam ayat
ini, kita pun telah dapat mengkaji jiwa manusia, tentang Nafs Ammarah,
yaitu nafsu syahwat manusia, syahwat perut dan syahwat faraj, yang tidak
bisa dipisahkan sama sekali dari diri manusia, selama manusia itu masih
hidup.
Dikatakan bahwa nafsu manusia lah yang selalu mendorongnya hingga
kadang-kadang tergelincir dalam meniti titian hidup: "Kecuali orang yang
dikasihani oleh Tuhanku. " Hanya orang-orang yang dikasihani Allah, yang
diberi petunjuk dan hidayat, orang semacam itulah yang terlepas dari
rangsangan hawanafsunya. (footnote)
Ammarah adalah kepribadian yang cenderung melakukan
perbuatanperbuatan rendah sesuai dengan nalu primitifnya, sehingga ia
merupakan tempat dan sumber kejelekan dan perbuatan tercela. la mengikuti
tabiat jasad dan mengejar pada prinsip-prinsip kenikmatan (pleasure
principle) syahwati.
Bentuk-bentuk kepribadian ammarah adalah syirik, kulu riya', nifaq, zindiq,
bid'ah, sihir, membangga-banggakan kekayaan, mengikuti hawa nafsu dan
syahwat, sombong dan ujub, membuat kerusakan, boros, memakan riba,
mengumpat, pelit, durhaka atay membangkang, benci, pengecut atau takut,
fitnah, memata-matai anganangan atau mengkhayal, hasud, khianat, senang
denges duka yang lain, ragu-ragu, buruk sangka, rakus, aniaya atau zalim
marah, menceritakan kejelekan orang lain, menipu, jahat atau fujur dusta,
sumpah palsu, berbuat keji, menuduh zina, makar, bunuh diri, dan adu
domba. Bentuk-bentuk ini akan dibahas tersendir dalam satu bab tentang
penyimpangan kepribadian Islam atau kepribadian abnormal dalam Islam.
Yang dimaksud nafs ammarah adalah jiwa manusia yang ingin
memenuhi kehendak nafsu sehingga mengabaikan kaidah- kaidah agama,
nafs yang cenderung menyuruh berbuat keburukan nafs ammarah dapat
menjauhkan kita dari Allah SWT karena mendorong kita melakukan amal
yang tercela.
Di dalam diri manusia terdapat nafsu. Manusia akan ada pada dua
keadaan yaitu nafsu yang menguasai mereka lalu yang kedua manusia yang
mengendalikan nafsu mereka.Rata-rata manusia kalah akan nafsu mereka
lalu nafsu lah yang mengusai mereka. Ketika diri manusia di kuasai oleh
nafsu maka kepribadian yang terbentuk adalah kepribadian negative.
Manusia yang menuruti nafsunya akan sering terjerumus kepada keburukan.
Karena nafsu yang tidak terkendali akan mengantarkan manusia kepada
perbuatan buruk yang berulang mereka lakukan.
Kepribadian manusia yang menuruti nafsu mereka terkesan buruk karena
orientasi nafsu condong kepada nikmat dunia. Nafsu yang diikuti tanpa
penanaman keagamaan akan membuat manusia lupa diri dan menjadi
pribadi yang buruk.

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai