Askep Pada Pasien Hipertensi 2
Askep Pada Pasien Hipertensi 2
Askep Pada Pasien Hipertensi 2
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Teori Asuhan Keperawatan ini dengan judul
“HIPERTENSI”.
Dan juga kami berterima kasih kepada Ibu Zainar Kasim selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Dewasa Sistem Pernafasan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan
jauh dari apa yang diharapkan. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
masukan – masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan asuhan teori keperawatan ini.
Demikianlah tugas ini kami buat,apabila ada kesalahan – kesalahan kata dalam penulisan kami
memohon maaf sebesar – besarnya.
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Tujuan Penulisan...........................................................................................5
a. Tujuan umum..................................................................................................5
b. Tujuan Khusus................................................................................................5
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertens merupakan penyebab utama
gagal jantung, gagal ginjal. Disebut sebagai pembunuh diam-diam karena orang dengan
hipertensi sering tidak menampakkan gejala (Brunner & Suddart, 2015 dalam Sumaryati,
2018). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan darah di
atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka diastolic (bagian
bawah) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang
berupa cuff air raksa (Sphygomanometer) ataupun alat digital lainnya (Irwan,2016 dalam
Sumaryati, 2018).World Health Organization (WHO) mencatat prevalensi hipertensi di
Amerika sebanyak 35%. Secara keseluruhan di antara orang dewasa yang menderita
hipertensi tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk
menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor resikonya,
para peneliti memperkirakan bahwa tekanan darah tinggi hampir 9,4 juta kematian akibat
penyakit kardiovaskuler pada setiap tahun (WHO, 2015 dalam Jayanti, 2017).Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013 dalam Jayanti, 2017 menunjukkan hasil survei dari 33
Provinsi di Indonesia terdapat 8 provinsi yang kasus penderita Hipertensi melebihi rata – rata,
yang paling tinggi Provinsi Jawa Timur (37,4%) diikuti oleh provinsi Bangka Belitung
(30,9%), Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), JawaBarat (29,4%),
Gorontalo (29%), Sulawesi Tengah (28,7%), KalimantanBarat (28,3%) Sulawesi Utara
(27,1%) (Riskesdas, 2013,13 dalam Jayanti, 2017). Sementara di Jombang hipertensi
menduduki peringkat ke 5 dengan jumlah 45.099 orang, khususnya di Pulorejo angka kejadian
hipertensi sebanyak 5.041 orang (Dinkes Kab Jombang, 2014,1 dalam Jayanti, 2017).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, jumlah kasus
hipertensi di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2017 (dalam Martiningsih, 2015)
sebanyak 17.376 kasus. Dalam tiga tahun terakhir, penyakit hipertensi berada pada urutan
kedua dari gambaran 10 besar penyakit terbanyak di Kota Pontianak. Pada tahun 2016
didapatkan data prevalensi hipertensi di Kota Pontianak sebanyak 3.859 kasus dan meningkat
pada tahun 2017 menjadi 14.639 kasus. Berdasarkan data capaian penderita hipertensi yang
dilayani di seluruh Puskesmas Kota Pontianak pada tahun 2017, tercatat bahwa di Puskesmas
Parit H. Husin II Kota Pontianak menunjukkan angka capaian hipertensi dilayani paling
rendah yaitu dari jumlah estimasi penderita hipertensi sebanyak 5.547 kasus hanya 63 orang
yang datang berobat ke pelayanan kesehatan dengan capaian persentase sebesar
1,1%.Sesungguhnya gaya hidup merupakan faktor terpenting yang sangat mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat, dapat menyebabkan terjadinya penyakit
hipertensi, misalnya; Makanan, aktifitas fisik, stres, dan merokok (Puspitorini, 2009,19 dalam
Jayanti, 2017). Makanan dapat mempengaruh penyakit hipertensi, jenis makanan yang
menyebabkan hipertensi yaitu makanan yang siap saji yang mengandung pengawet, kadar
garam yang terlalu tinggi dalam makanan, dan kelebihan konsumsi lemak (Susilo dan
Wulandari,,(2011,22 dalam Jayanti, 2017).
Hipertensi belum banyak diketahui sebagai penyakit yang berbahaya, padahal
hipertensi termasuk penyakit pembunuh diam-diam, karena penderita hipertensi merasa sehat
dan tanpa keluhan berarti sehingga menganggap ringan penyakitnya. Sehingga keluhan
hipertensi ditemukan ketika sudah memasuki masa kronis atau menetap dan menimbulkan
berbagai macam komplikasi. Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ yang di serang,
4
seperti serebrovaskular, mata, kardiovaskular, ginjal, arteri perifer, maupun yang lainnya,
Tentunya hal tersebut dapat menyebabkan masalah keperawatan yang serius apabila tidak
cepat ditangani dengan baik. Masalah keperawatan yang akan timbul akibat hipertensi adalah
nyeri akut, penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, Ketidakefektifan koping,
intoleransi aktivitas, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, resiko cedera, defisiensi
pengetahuan dan ansietas. Hal ini jika tidak segera ditangani, akan mengakibatkan iskemik
jaringan otak dan bahkan menyebabkan kematian (Gunawan, 2012 dalam Rahman, 2019).
Masalah keperawatan nyeri akut bisa ditangani dengan cara farmakologi dan non
farmakologi. Penanganan farmakologi pada hipertensi dengan masalah nyeri akut dapat
dilakukan dengan pemberian obat amlodipine dan obat vasodilator lainnya sedangkan cara
penanganan nyeri akut non farmakologi yaitu dengan distraksi, relaksasi, mengubah pola
hidup penderita dan latihan fisik secara ergonomik, menurut (Muttaqin 2009 dikutip dalam
Saputro, 2013 dalam Rahman, 2019). The International Association for the Study of Pain
mendefiniskan nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri
merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh
stimulus tertentu intensitas bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai nyeri berat namun
sejalan dengan proses penyembuhan (Price & Wilson, 2014 dalam Iman, 2019).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan ini adalah memberikan Gambaran Tentang Asuhan Keperawatan
Pada Ny. N Yang Mengalami Hipertensi Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di Rs
Kartika Husada
2. Tujuan khusus
a. Memberikan gambaran pengkajian data pada Ny. N dengan kasus Hipertensi Di RS
Kartika Husada.
b. Memberikan gambaran diagnosa keperawatan pada Ny. N dengan kasus Hipertensi Di
RS Kartika Husada.
c. Memberikan gambaran intervensi keperawatan pada Ny. N dengan kasus Hipertensi
Di RS Kartika Husada.
d. Memberikan gambaran implementasi keperawatan pada Ny. N dengan kasus
Hipertensi Di RS Kartika Husada.
e. Memberikan gambaran evaluasi tindakan keperawatan pada Ny. N dengan kasus
Hipertensi Di RS Kartika Husada.
f. Menganalisis kesenjangan antara teori dan praktik lapangan asuhan keperawatan pada
Ny. N dengan kasus Hipertensi Di RS Kartika Husada.
g. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dilakukannya asuhan keperawatan
pada Ny. N dengan kasus Hipertensi Di RS Kartika Husada.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi
140/90 mmHg secara kronis. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit
jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit syaraf, ginjal, dan pembuluh
darah, semakin tinggi tekanannya, maka semakin tinggi pula resikonya ( Sylvia A.Price, 2015
dalam Iman, 2019). Hipertens merupakan penyebab utama gagal jantung, gagal ginjal.
Disebut sebagai pembunuh diam-diam karena orang dengan hipertensi sering tidak
menampakkan gejala (Brunner & Suddart, 2015 dalam Sumaryati, 2018). Hipertensi adalah
suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan darah di atas normal yang
ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka diastolic (bagian bawah) pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air
raksa (Sphygomanometer) ataupun alat digital lainnya (Irwan,2016 dalam Sumaryati, 2018).
B. Anatomi Fisiologi Jantung dan Pembuluh darah
Jantung adalah organ yang memompa darah melalui pembuluh darah menuju ke seluruh
jaringan tubuh. Sistem kardiovaskuler terdiri darah, jantung, dan pembuluh darah. Darah yang
mencapai sel-sel tubuh dan melakukan pertukaran zat dengan sel-sel tersebut harus di pompa
secara terus-menerus oleh jantung melalui pembuluh darah. Sisi kanan dari jantung,
memompa darah melewati paru-paru, memungkinkan darah untuk melakukan pertukaran
antara oksigen dan karbondioksida (Tortora, 2012 dalam Iman, 2019). Walaupun jantung
memompa darah ke seluruh tubuh, jantung tidak menerima nutrisi dari darah yang di
pompanya. Nutrisi tidak dapat menyebar cukup cepat dari darah yang ada dalam bilik jantung
untuk memberi nurisi semua lapisan sel yang membentuk dinding jantung. Untuk alasan ini,
miokardium memiliki jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi koroner (Tortora, 2012
dalam Iman, 2019).Jantung kaya akan pasokan darah, yang berasal dari arteri koronari kiri
dan kanan. Arteri-arteri ini muncul secara terpisan dari sinus aorta pada dasar aorta, di
belakang tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak diblockade oleh tonjolan katup selama sistol
karena adanya aliran sirkulasi dan sepanjang siklus jantung.Arteri koronari kanan terus
berjalan diantara bronkus pulmonalis dan atrium kanan, menuju sulkus AV. Saat arteri
tersebut menuruni tepi bawah jantung, arteri terbagi menjandi cabang descendes anterior.
Terdapat anastomosis antara cabang marginal kanan dan kiri, serta arteri descendens anterior
dan poserior, meskipun anastomosis ini tidak cukup untuk mempertahankan perfusi jika salah
satu sisi sirkulasi konorer tersumbat.Sebagaian besar darah kembali ke atrium kanan melalui
sinus koronarius dan vena jantung anterior. Vena koronari besar dan kecil secara berturut-
turut terletak paralel terhadap arteri koronaria kiri dan kanan, dan berakhir di dalam sinus.
Banyak pembuluh-pembuluh kecil lainnya yang langsung berakhir di dalam ruang jantung,
termasuk vena thebesisn dan pembuluh arterisinusoidal. Sirkulasi koroner mampu membentuk
sirkulasi tambahan yang baik pada penyakit jantung iskemik, misalnya oleh plak ateromatoa.
Sebagai besar ventrikel kiri disuplai oleh arteri koronari kiri, dan oleh sebab itu adanya
sumbatan pada arteri tersebut sangant berbahaya, AVN dan nodus sinus disuplai oleh arteri
koronaria kanan pada sebagian besar orang, penyakit pada arteri ini dapat menyebabkan
lambatnya denyut jantung dan blockade AVN ( Aaronson, 2010 dalam Iman, 2019). Fisioligi
utama pembuluh darah arteri untuk mendristribusikan darah yang kaya oksigen (O2) dari
jantung keseluruh tubuh, sedangkan fungsi utama vena adalah mengalirkan darah yang
membawa sisa metabolisme, dan karbon dioksida (C02) dari jaringan, kembali kejantung.
Pada peredaran darah paru, pembuluh arteri mengandung darah miskin oksigen (O2) dan
banyak karbon dioksida (C02) sedangkan vena pulmonal mengadung banyak oksigen. Darah
6
dalam vena dapat dipompakan oleh jantung menimbulkan perubahan tekanan yang mampu
memompakan darah dari jantung dan kembali ke jantung. Tekanan darah sangat penting
dalam sistem sirkulasi darah selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirkan darah dalam
arteri, arteriole, kapiler dan sistem vena sehingga terbentuk aliran darah yang menetap. Pada
perekaman tekanan didalam sistem arteri, tampak kenaikan tekanan arteri sampai pada
puncaknya sekitar 120 mmHg, tekanan ini disebut tekanan sistole, tekanan ini menyebabkan
aorta distensi, sehingga tekanan didalamnya turun sedikit. Pada saat diastole, ventrikel
tekanan aorta cenderung menurun sampai 80 mmHg, tekanan ini dalam pemeriksaan disebut
diastolik. Adapun pusat pengawasan dan pengaturan perubahan tekanan darah dipengaruhi
oleh:
a. Sistem saraf : Terdiri dari pusat yang terdapat di batang otak, diluar susunan saraf pusat,
dan sistemik
b. Sistem humoral: Berlangsung lokal atau sistemik, seperti renin angiostensi, vasopresin,
dan epinefrin.
c. Sistem hemodinamika: Lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan kapiler,
perubahan tekanan osmotik, hidrostatik bagian luar dan dalam sistem vaskuler (Syaifudin,
2013 dalam Iman, 2019).
C. Etiologi
a. Hipertensi Esensial
Penyebab hipertensi esensial atau hipertensi primer bersifat multifaktorial, yakni sebagai hasil
interaksi dari faktor-faktor tersebut. Beberapa faktor yang memicu timbulnya hipertensi
tersebut antara lain faktor risiko, aktivitas sistem saraf simpatik, keseimbangan vasodilatasi
dan vasokonstriksi pembuluh darah, serta aktivitas sistem renin- angiotensin. Beberapa hal
yang dapat menjadi faktor risiko di antaranya usia, jenis kelamin, dan faktor herediter atau
keturunan. Selain itu pola hidup yang tidak sehat seperti mengonsumsi alkohol, merokok,
kurang olahraga, dan makanan berlemak dapat menjadi pemicu hipertensi. Seiring dengan
pertambahan usia, elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun. Demikian pula
dengan jenis kelamin, laki-laki memiliki risiko hipertensi lebih tinggi dibandingkan wanita.
Hal ini berkaitan dengan adanya hormon estrogen pada wanita yang berkontribusi pada
kelenturan pembuluh darah. Penurunan produksi estrogen pada usia menopause membuat
risiko pada wanita juga akan meningkat.Faktor lain yang dapat memicu hipertensi adalah
perangsangan sistem saraf simpatik. Berbagai kondisi yang menimbulkan stresor baik secara
fisik maupun psikologis dapat memicu aktivitas saraf simpatik Efek yang ditimbulkan dari
perangsangan sistem saraf simpatik adalah vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan
denyut jantung. Kedua hal ini akan menyebabkan peningkatan resistensi perifer pembuluh
darah sistemik sehingga memicu peningkatan tekanan darah. Selain itu perangsangan sistem
saraf simpatik memicu aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron yang berperan dalam
meningkatkan tekanan darahSistem renin- angiotensin-aldosteron sebenarnya be-kerja secara
otonom sebagai respons terhadap kondisi tubuh. Saat terjadi syok, peningkatan sistem saraf
simpatik, atau penurunan kadar natrium, ginjal akan mengeluarkan renin yang mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Selanjutnya atas bantuan Angiotensin converting
enzym (ACE) angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Keberadaan angiotensin II ini akan
memicu pengeluaran aldosteron oleh korteks adrenal. Keberadaan aldosteron ini akan menarik
air dan NaCl tetap di dalam tubulus sehingga meningkatkan volume cairan ekstraseluler yakni
dalam pembuluh darah Angiotensin II ini juga memicu vasokonstriksi darah. Kombinasi
peningkatan volume pembuluh darah dan vasokonstriksi ini menyebabkan peningkatan
tekanan darah.
7
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan dampak dari penyakit tertentu. Angka kejadiannya berkisar antara
10-20% saja. Beberapa penyakit atau kelainan yang dapat menimbulkan hipertensi sekunder
antara lain:
1. Glomerulonefritis akut Hipertensi terjadi secara tiba-tiba dan memburuk dengan cepat. Jika
tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan gagal jantung
2. Sindrom nefrotik
Penyakit ini berlangsung lambat danmenimbulkan gejala klinis sindrom nefrotik seperti
proteinuria berat, hipoproteinemia, dan edema yang berat. Meskipun pada tahap awal fungsi
ginjal masih baik, namun lama kelamaan daya filtrasi glomerulus semakin menurun, faal
ginjal memburuk, dan terjadi kenaikan tekanan darah.
3. Pielonefritis
Terdapat kaitan antara pielonefritis dan adanya hipertensi. Peradangan pada ginjal ini sering
disertai dengan kelainan struktur bawaan ginjal atau juga pada batu ginjal. Diagnosis klinis
sering sukar ditegakkan. Namun demikian terdapat keluhan yang biasanya muncul yaitu nyeri
pinggang, mudah lelah, dan rasa lemas pada badan. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya proteinupiuria, dan kadang-kadang disertai dengan hematuria.
4. Kimmelt Stiel Wilon
Penyakit pada ginjal ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes melitus yang
berlangsung lama Gejala yang timbul nyerupai glomerulonefritis kronis dapat disertai dengan
tekanan darah tinggi. Penyakit ini memiliki prognosis yang buruk, penderita dapat meninggal
akbat gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung.
5. Hipertensi renovaskular
Hipertensi ini disebabkan oleh adanya lesi pada arteri renalis. Stenosis yang terjadi pada arteri
renalis ini memicu pengeluaran renin yang berlebihan. Meskipun kemudian mengalami
penurunan, namun kadarnya tidak akan mencapai tingkat terendah. Selain itu terdapat pula
penambahan volume cairan tubuh serta peningkatan curah jantung. (Deni, Nuriswati, &
Arafat, 2016 dalam Prasetya, 2018).
D. Patofisiologi Hipertensi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa mekanisme yangmengontrol konstriksi
dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor padamedulla oblongata di otak dimana
dari vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari
kolomna medulla ke gangliasimpatis di torax dan abdomen, rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis . Pada
titikganglion ini neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabutsaraf paska
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan melepaskannyanorepinefrine mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi berkurang atau menurundan berakibat
diproduksinya renin, renin akan merangsang pembentukan angiostensinI yang kemudian diubah
menjadi angiostensin II yang merupakan vasokonstriktoryang kuat yang merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal dimana hormonaldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler yang
menyebabkan hipertensi. Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai
berikut :
8
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Mempertahankan tekanan darah yang normal bergantung kepada keseimbangan antara curah
jantung dan tahanan vaskular perifer. Sebagian terbesar pasiendengan hipertensi esensial
mempunyai curah jantung yang normal, namun tahanan perifernya meningkat. Tahanan
perifer ditentukan bukan oleh arteri yang besar atau kapiler, melainkan oleh arteriola kecil,
yang dindingnya mengandungsel otot polos. Kontraksi sel otot polos diduga berkaitan dengan
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler (Lumbantobing, 2008). Kontriksi otot polos
berlangsung lama diduga menginduksi perubahan sruktural dengan penebalan dinding
pembuluh darah arteriola, mungkin dimediasi oleh angiotensin, dan dapat mengakibatkan
peningkatan tahanan perifer yang irreversible. Pada hipertensi yang sangat dini, tahanan
perifer tidak meningkat dan peningkatan tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya curah
jantung, yang berkaitandengan overaktivitas simpatis. Peningkatan tahanan peifer yang
terjadikemungkinan merupakan kompensasi untuk mencegah agar peningkatan tekanantidak
disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan dapatmengganggu homeostasis
sel secara substansial (Lumbantobing, 2008).
2. Sistem renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling penting dalam
mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban
terhadap kurang perfusi glomerular ataukurang asupan garam. Ia juga dilepas sebagai jawaban
terhadap stimulasi dansistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008). Renin bertanggung
jawabmengkonversi substrat renin (angiotensinogen) menjadi angotensin II di paru- paru oleh
angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II merupakan vasokontriktor yang kuat
dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Lumbantobing, 2008).
3. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi arteriola dandilatasi arteriola.
Jadi sistem saraf otonom mempunyai peranan yang pentingdalam mempertahankan tekanan
darah yang normal. Ia juga mempunyai peranan penting dalam memediasi perubahan yang
berlangsung singkat pada tekanandarah sebagai jawaban terhadap stres dan kerja fisik
(Lumbantobing, 2008).
4. Peptida atrium natriuretik (atrial natriuretic pept ide /ANP)ANP merupakan hormon yang
diproduksi oleh atrium jantung sebagai jawabanterhadap peningkatan volum darah. Efeknya
ialah meningkatkan ekskresi garamdan air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah.
Gangguan pada sistemini dapat mengakibatkan retensi cairan dan hipertensi
(Lumbantobing, 2008).
9
10
F. Manifestasi klinis
a. Sakit kepala (pusing, migrain)
b. Gampang marah
c. Epistaksis (mimisan)
d. Tinitus (telinga berdenging)
e. Palpitasi (berdebar-debar)
f. Kaku kuduk
g. Pandangan mata berkunang-kunang
h. Susah tidur
i. Tekanan darah di atas normal
(Awan Harianto dan Rini Sulistyowati, 2017 dalam Iman, 2019)
G. Penatalaksanaan hipertensi
a. Farmakologi
Terapi obat pada penderita hipertensi dimulai dengan salah satu obat berikut:
1. Hidroklorotazid (HCT) 12,5-25 mg perhari dengan dosis tunggal pada pagi hari
2. Reserpin 0,1-0,25 mg sehari sebagai dosis tungga
3. Propanolol mulai dari 10mg dua kali sehari
4. Kaptopril 12,5-25 mg sebanyak dua sampai tiga kali sehari
5. Nifedipin mulai dari 5mg dua kali sehari
H. Komplikasi
a. Storoke
Stroke dapat timbul akibat pendarahan karena tekanan tinggi di otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh darah nonotak.Stroke dapat terjadi karena
hipertensi kronis apabila arteri yang pemperdarahi otak mengalami hipertrofi
dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah yang diperdarahinya menjari
berkurang. Arteri otak yabg mengalami arterosklerosis dapat melemah
sehingga dapat meningkatkan terbentuknya aneurisma.
b. Infark Miokardium
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang mengalami aterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trhombus yang
dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi
hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium
tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan
waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan pembekuan darah.
11
c. Gagal ginjal
Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakanprogresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-
kapiler glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit fungsional
ginjal neuron akan terganggu, dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan
rusaknya membran glomerulus, protein akankeluar melalui urin, sehingga tekanan osmotic
koloid plasma berkurang. Hal ini menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi
kroni
d. Ensefalopati
Atau sering juga disebut dengan kerusakan otak yang dapat terjadi terutama
pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang
sangat tinggi akibat kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan kedalam ruang intertisium di seluruh susuan saraf pusat.
Akibatnya neuron-neuron di sekitarnya menjadi kolaps dan terjadi koma serta
kematian. (Ardiansyah 2012 dalam Rahman, 2019).
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan tentang faktor-faktor yang
mempertahankan respon/tanggapan yang tidak sehat dan mengalami perubahan yang
tidak diharapkan (Mubarak, 2009: 62 dalam Suriyanti, 2018):
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi, dan iskemia miokardia.
b. Nyeri (akut): sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral pada region sub oksipital
c.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolic pola hidup monoton.
K. Intervensi keperawatan
Resiko Tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertrofi dan iskemia miokardia. Tujuan: Setelah
dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan penurunan curah jantung tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
a. Tekanan darah dalam batas normal/terkontrol (110/70-120/80 mmHg)
b. Irama dan Frekuensi Jantung stabil (HR=60-100x/i)
c.Akral hangat
d. Kulit tidak pucat
e.Pengisian kapiler (Capilarry refile) baik, kembali dalam waktu 2-3 detik
f. Oedema tidak ada
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi, dan iskemia miokardia
Interven Rasion
si al
1) Pantau tekanan 1) Perbandingan dari
darah, ukur tekanan
tangan/paha, untuk memberikan gambaran
evaluasi awal yang lebih lengkap
tentang bidang
14
2) Catat keberadaan, masalah vascular.
kualitas Denyutan
denyutan kar otis, jugularis, radialis dan
hipertensi
jantung dan bunyi berat karena adanya hipertrofi
nafas
4) Adanya
Amati warna kulit,pucat, dingin, kulit lembab, dan
5) kerusakan
Catat edema umum ginjal, dan vascular.
6) simpatis:meningkatkan relaksasi
Berikan lingkungan
pembatasanMenurunkan
aktifitas rangsangan yang dapat
9) Anjurkan tekhnik
relaksasi, panduan
imajinasi, aktivitas
15
pengalihan
mengontrol tekanan
darah.
sesuai indikasi
natrium sesuaii
indikasi
16
tergantung padindividu dan efek sinergis
obat
respon hipertensi
Intervensi Rasiona
l
1) Pertahankan tirah 1) Meminimalkan
aktif relaksasi
menghilangkan yang
17
ambulasi vasokontraksi
5) Berikan kepala.
cairan,makanan
4) Pasien juga dapat
lunak,perawatan
mulut
mengalami episode
impotensi postural.
5) Meningkatkan
kenyamanan
umum.
yang teratur bila 6) Menurunkan nyeri dan
Interven Rasion
si al
1) Kaji respon pasien 1) Menyebutkan
18
penghematan energy yang berkaitan dengan
keseimbangan antara
oksigen.
3) Kemajuan aktivitas
terhadap
menncegah
peningkatan kerja
jantung tiba
19
Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan berhubungan dengan kebutuhan metabolic, pola hidup monoton
dan keyakinan budaya.
Interven Rasion
si al
1) Kaji pemahaman 1) Kegemukan adalah
pentinganya arterosklerosis
mempertahankan makan.
20
tepat, hindari makanan bantuan dengan
Indikasi
L. Implementasi
Tindakan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, perawat yang mengasuh
keluarga sebaiknya tidak bekerja sendiri tetapi juga melibatkan anggota keluarga. Faktor
penghambat adalah kondisi pasien yang sulit untuk dikaji dikarenakan usia klien sudah
tua sehingga penulis dalam melakukan pemeriksaan fisik tidak secara optimal.
M. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan keluarga dengan tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan keluarga agar mencapai tujuan/kriteria hasil
yang telah ditetapkan. Tujuan evaluasi ini yaitu untuk melihat kemampuan keluarga
dalam mencapai tujuan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. N
DENGAN HIPERTENSI
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Inisial klien : Ny. N
Tempat tanggal lahir : Pontianak, 26 Februari 1973, 48 Th Jenis kelamin : Perempuan
Satus kawin : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Tanjung pulau, Dalam bugis, Pontianak Timur
21
Sejak kapan serang datang : 1 hari sebelum masuk rumah sakit klien mengalami sakit hebat
di bagian kepala sehingga kalien tidak mampu menahan sakit,
seperti ditususk tusuk,
Lamanya : 1 hari Gejala Klien mengalami nyeri pada bagian kepala
sampai ke tengkuk sehingga pasien tidak mampu untuk duduk
dan berdiri, hanya bisa terbaring di tempat tidur.
Faktor predisposisi : Klien mengatakan bahwa penyakitnya tidak ditrunkan oleh
keluarganya
Tindakan pengobatan : Klien mengatakan kalau serangan sakit kepala datang pasien
langsung minum obat dan menempel koyo di bagian kepala
Harapan klien terhadap pemberian perawatan: Klien mengatakan sakitnya tidak lagi ia rasakan
sehingga bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.
4. Riwayat Keluarga
a. Kesehatan anggota keluarga
Pasien menggatakan hanya dia yang memiliki riwayat hipertensi.
Genogram:
Keterangan:
: laki-laki
: Perempuan
: pasien
X : meninggal
: menikah
5. Riwayat Lingkungan
a) Kebersihan: pasien mengatakan di sekitar rumah selalu bersih
b) Bahaya Kesehatan: pasien mengatakan tidak ada bahaya kesehatan disekitar rumah nya.
c) Polutan: pasien mengatakan udara di sekitar rumah segar, jauh dari polusi/ asap kendaraan.
6.Riwayat Psikososial
a) Bahasa yang digunakan: sehari-hari klien menggunakan bahasa melayu
b) Organisasi masyarakat: klien mengatakan sebelum sakit ia mengikuti arisan dan ikut
pengajian di masyarakat.
23
c) Sumber dukungan masyarakat: klien mengatakan mendapatkan support dan doa dari
masyarakat.
d) Suasana hati: pasien mengatakan sedih selama sakit
e) Tingkat perkembangan:
7. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Inspeksi: bentuk simetris, rambut bewarna hitam, kebersihan kulit baik
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
b) Mata
Inspeksi: bentuk simetris, pupil isokor Palpasi: tidak ditemukan kelainan
c) Hidung
Inspeksi: bentuk simetris, tidak terdapat polip Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
d) Mulut dan tenggorokan Inspeksi: mukosa bibir lembab
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan, reflek menelan baik
e) Telinga
Inspeksi: tidak ditemukan cairan yang keluar, bentuk simetris Palpasi: tidak terdapat nyeri
tekan dan tidak ada kelainan
f) Leher
Inspeksi: tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
g) Kelenjar limfe
Inspeksi: tidak terdapat pembengkakan di daerah aksila Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
h) Paru-paru
Inspeksi: tidak ditemukan kelainan
Perkusi: sonor
Palpasi: vocal kremitas kanan kiri sama Auskultasi: vesikuler
i) Jantung
Inspeksi: bentuk simetris Auskultasi: terdengar S1/S2 reguler Perkusi: redup
Palpasi: teraba denyut jantung
j) Abdomen
Inspeksi: tidak ada ditemukan kelainan dan benjolan pada abdomen Auskultasi: bising usus
12x/menit
Perkusi: terdengar suara dullness Palpasi: tidak ditemukan nyeri tekan
k) Genetalia: pasien tidak terpasang kateter
l) Ekstremitas atas: bentuk simetris, tidak ditemukan kelainan
m) Ekstremitas bawah: bentuk simetris, tidak ditemukan kelainan
n) Kulit: tidak ditemukan pigmentasi kulit
8. Data penunjang
a. Rontgen: -
b. CT-Scan:-
c. EEG:-
d.ECG:-
e.Terapi/ pengobatan
1) Infus RL 20 tpm
2) Injeksi dekstrofen 1x
24
3) Injeksi ondan 3x
4) Captopril 25 mg 3x
5) Injeksi omeprazole 40 mg 2x1
6) Altran 3x1
7) Amlodiprine 1x100 mg
8) ISDN 3x5 mg
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Analisa data
25
1. DS Agen pencedera biologis Nyeri akut
- Klien mengatakan nyeri
pada bagian kepala
- P: nyeri datang tiba-tiba
Q: seperti di tusuk-tusuk
tekanan darah tinggi
R: sakit bagian kepala
S: skala nyeri 7 T: nyeri
hilang datang
DO
nyeri akut
TTV
TD: 200/ 100 mmgH N: 86
S: 36,5
RR: 20 x/mnt
26
2. DS nyeri bagian kepala gangguan
DO
- Klien tampak
lemah, lesu
27
- Mata
klien
tampak
cekung
3. DS sirkulasi darah Resiko
pusing tidak
dibagian efektif
kepala
- Klien
mengata hipertensi
kan
perfusi serebral
mual
tidak efektif
- Klien
mengatakan
sudah 5
th
mengalami
penyakit
hipertensi
- Klien
mengata
kan
memiliki
riwayat
merokok
28
DO
- Klien
tampak
lemah
- TTV
- Td :
200/100
mmHg
- S : 36,6 ‘C
- N : 86 x/m
- RR : 20 x/m
2. Intervensi Keperawatan
29
1. Nyeri akut Setelah Observasi: 1. untuk mengetahui
5. meredakan nyeri
hasil : obat
1. Keluhan - Identfikasi
nyeri kesesuaian
cukup jenis
menurun analgesik
(4) (mis.
2. Meringis Non-narkotik,
cukup NSAID)
menurun dengan
(4) tingkat
3. Gelisah
cukup keparahan
menurun nyeri
(4) - Monitor
tanda- tanda
30
vital sebelum
dan
sesudah
pemberian
analgesik
- Monitor
efektifitas
analgesik
Terapeutik:
- Pertimbangkan
penggunaan
infus kontinu,
atau bolus
31
opioid
untuk
mempertahank
an kadar
dalam serum
- Tetapkan
target
efektifitas
analgesik
untuk
mengoptimalk
an respons
pasien
Edukasi:
- Jelaskan efek
samping obat
kolaborasi:
- Kolaborasi
pemberian
analgesik,
sesuai indikasi
2. Gangguan setelah 1. Identifikasi 1. Untuk
32
pola tidur dilakukan pola aktivitas mengetahui
tidur cukup
meningkat (4)
33
4. tidur penting
untuk kesehatan
keluhan tubuh.
istirahat
tidak
cukup,
cukup
meningkat (4)
3. Resiko setelah 1. Identifikasi 1. Mengetahui
34
darah sistolik
cukup
membaik (4)
4. tekanan
darah
diastolic
cukup
membaik (4)
35
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan dalam menyusun karya ilmiah akhir ini, maka
penulis dapat menyimpulkan beberapa hal diantaranya: Asuhan keperawatan pada Ny. N dengan
hipertensi penulis menegakkan 3 diagnosa keperawatan yaitu, Nyeri akut b.d Agen pecendera
fisiologis, Gangguan pola tidur b.d Nyeri kepala, Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d
hipertensi. Penulis mengangkat diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan pencedera
fisiologis sebagai masalah prioritas utama karena nyeri jika tidak ditangani segera akan
mempengaruhi pola aktivitas sehari-hari klien sehingga mengakibatkan rasa ketidaknyamanan.
Masalah ini juga selalu menjadi keluhan klien dan penulis melihat kondisi umum klien pada saat
pengkajian pada tanggal 23 Oktober 2020.
1. Berdasarkan dari ketiga diagnosa keperawatan yang diangkat pada Ny. N setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama proses keperawatan 3 hari yaitu pada tanggal 23 – 25 Oktober
2020 menunjukkan bahwa ketiga diagnosa keperawatan semuanya teratasi.
2. Asuhan keperawatan pada Ny. N telah dilakukan sesuai dengan kondisi dan keluhan yang
klien ungkapkan ketika dilakukan pengkajian, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan oleh penulis. Pelaksanaan tindakan keperawatan dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan pada asuhan keperawatan, kondisi klien serta sarana dan prasarana
yang ada di rumah dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu mengarah pada tujuan yang
akan dicapai dan melibatkan kerjasama yang baik dengan klien, maupun keluarga.
3. Melakukan asuhan keperawatan pada Ny. N penulis dapat mengetahui faktor pendukung dan
faktor penghambat yang dirasakan selama melakukan asuhan keperawatan pada Ny. N.
Adapun faktor pendukung yang dirasakan oleh penulis adalah sikap klien dan keluarga yang
sangat kooperatif dalam memberikan informasi sehingga penulis dapat lebih mudah
melakukan penilaian untuk merumuskan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan
evaluasi. Sedangkan faktor penghambat yang dirasakan oleh penulis adalah terbatasnya waktu
yang diberikan untuk melakukan proses keperawatan (pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi).
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai
pertimbangan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan
hipertensi, yaitu:
1. Untuk Keluarga
Diharapkan sebagai keluarga, mampu merawat anggota keluarga yang mengalami nyeri
khususnya pada pasien hipertensi dengan menggunakan teknik nonfarmakologi seperti
kompres hangat.
2. Untuk Mahasiswa/i
Penulisan karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dan selalu inovatif untuk
mengembangkan tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan evidence based.
36
DAFTAR PUSTAKA
Arissandi, D., Setiawan, C. T., & Wiludjeng, R. (2019). Hubungan Gangguan Pola Tidur Dengan
Hipertensi Lansia Di Desa Sei Kapitan Kabupaten Kota Waringin Barat (Studi Di Desa Sei Kapitan
Kotawaringin Barat). Hubungan Gangguan Pola Tidur Dengan Hipertensi Lansia Di Desa Sei
Kapitan Kabupaten Kota Waringin Barat, 3(2), 82-88.
AZIZAH, N. (2019). Pengelolaan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak Pada Ny. S Dengan
Hipertensi Di Ruang Bougenvile Rsud Ungaran (Doctoral dissertation, Universitas Ngudi Waluyo).
Fachrul Iman, M. U. H. A. M. M. A. D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Hipertensi Dengan
Nyeri Akut Di Ruang Dahlia Ii Rsud Ciamis.
Jayanti, W. P., Puspitasari, M. T., & Arisanti, N. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga pada
Anggota yang Mengalami Hipetensi dengan Ketidakmampuan Koping Keluarga Mengatasi Nyeri
Akut di Desa Badang Ngorojombang. Jurnal Keperawatan, 14(1).
Martiningsih, U. (2015). Hubungan peran petugas kesehatan terhadap kepatuhan minum obat
antihipertensi pada penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Parit H. Husin II Kota
Pontianak. Jurnal ProNers, 3(1).
Ni'mah, F. (2019). Hubungan Perokok Aktif dan Pasif dengan Hipertensi pada Kuli Bangunan dan
Keluarga (Studi Di Desa Tambar Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang) (Doctoral dissertation,
STIKes Insan Cendikia Medika Jombang).
Nurarif, Amin, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC Jilid 1 dan 2. Yogyakarta: Mediaction
Nursalam. (2011). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika
37
38
39
40